• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah oleh Bank Syariah Mandiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah oleh Bank Syariah Mandiri"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah oleh Bank Syariah Mandiri

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

FERDIANSYAH 070200138

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH OLEH BANK SYARIAH MANDIRI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: FERDIANSYAH NIM : 070200138

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN : PERDATA BW

Disetujui oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. Hasim Purba S.H., M.Hum. NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Rusydi S.H., M.Hum. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum NIP. 131288506 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAKSI Rusydi, S.H. M.Hum ∗ Puspa Melati, S.H. M.Hum∗∗

Ferdiansyah ***

KATA PENGANTAR

Bank syariah, yang lahir dari kebutuhan masyarakat atas sistem perbankan alternative, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, tidak hanya di dunia melainkan juga secara khusus di Indonesia. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan membuka peluang lebih besar pada usaha perkembangan bank syariah di Indonesia. Landasan hukum perbankan syariah semakin dikuatkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang berdampak pada penguatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan alternative ini. Bank Syariah Mandiri adalah salah satu bank dengan prinsip syariah terbesar di Indonesia. Kegiatan usaha pembiayaan oleh Bank Syariah Mandiri yang terbesar adalah skim pembiayaan murabahah, yaitu produk pembiayaan sebagai produk perbankan syariah berdasarkan prinsip jual beli, dimana harga jualnya terdiri atas harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain itu juga meneliti data sekunder dari perpustakaan dan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya yang relevan.

Pelaksanaan pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri ini bank berperan sebagai penjual (shahibul maal) dan nasabah sebagai pembeli. Dalam pelaksanaanya sangat terikat dalam prinsip-prinsip syariah yang dijabarkan dalam ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional selain juga Peraturan Bank Indonesia yang terkait. Kegiatan penyaluran pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri dilakukan dalam beberapa tahapan yang bertujuan untuk menghindari resiko dan memberikan kemashlahatan bagi kedua pihak. Dari proses pelaksanaan pemberian pembiayaan murabahah secara garis besar Bank Syariah Mandiri tidak melakukan pelanggaran prinsip syariah dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembiayaan bermasalah yang dapat ditemui dalam keseharian pelaksanaan pembiayaan murabahah menuntut manajemen pencegahan risiko dan penyelesaiannya oleh bank syariah. Dalam hal ini Bank Syariah Mandiri dengan mendasarkan pada prosedur penanganan pembiayaan bermasalahnya dan berdasar Peraturan Bank Indonesia menerapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi resiko pembiayaan bermasalah.

Kata kunci: Analisa Yuridis, Pembiayaan, Murabahah

Dosen Pembimbing I ∗∗ Dosen Pembimbing II

***

(4)

Alhamdulillahirabbil alamin tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Mu. Atas rahmat dan karunia bagi masa, kesehatan, dan pikiran yang Allah lapangkan kepada penulis-lah sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sementara Shalawat Penulis persembahkan kepada Rasulullah SAW. sebagai pemimpin seluruh umat yang menjadi tauladan dan pemberi syafaat diakhirat kelak.

Adapun penulisan skripsi yang berjudul :

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH OLEH BANK SYARIAH MANDIRI

adalah karya tulis yang diajukan sebagai pemenuhan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus Penulis menempatkan ucapan terimakasih ter-istemewa kepada Ayahanda Mahyuddin Syah dan Ibunda Cut Rosdiana (semoga Allah melimpahkan kasih sayang kepada mereka) yang dengan kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan kasih sayang, perhatian, ilmu, dan bekal keimanan yang menjadi bekal dan inspirasi Penulis dalam menjalani hidup.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

(5)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum. dan Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan. Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang telah Bapak dan Ibu berikan hingga skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

6. Bapak Rusydi S.H., M. Hum selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen mata kuliah Hukum Islam Lanjutan yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas ilmu dan nasihat-nasihatnya di sela-sela perkuliahan, semoga banyak hal yang bapak ajarkan dapat saya amalkan dengan baik.

7. Ibu Puspa Melati S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih telah meringankan kesulitan saya dalam penyelesaian skripsi ini dan selalu menyambut baik setiap pertemuan dengan penulis.

8. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. selaku Dosen Filsafat Hukum. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas pengetahuan dan segala bantuannya yang sangat bermanfaat bagi Penulis.

(6)

Hukum USU, yang telah menjadi “Ibu” bagi kami para mahasiswa bimbingannya.

10. Bapak Yusrin Nazief, S.H., M.Hum. sebagai Dosen Perancangan Peraturan Perundang-undangan dan sekaligus sebagai pembimbing dalam Liqa’ BTM Aladdinsyah, SH yang telah memberikan sumbangan pengetahuan baik keilmuan maupun ke-Islaman.

11. Bapak Erwin Adhanto, S.H. sebagai dosen yang senantiasa memberikan kritikan dan motivasi bagi penulis dalam menjalani kehidupan kemahasiswaan.

12. Bapak Zulkifli Sembiring S.H., M.Hum. sebagai Dosen Hukum Perdata Internasional dan Dosen Hukum Kontrak Bangunan yang telah memberikan perkembangan pemahaman dan perluasan sudut pandang kepada penulis atas fenomena praktek hukum.

13. Bapak Nazaruddin, S.H., M.H. selaku Dosen Hukum dan Hak Azasi Manusia yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sekaligus memotivasi penulis untuk memperluas wawasan dengan memperbanyak membaca buku.

14. Bapak Tampil Anshari Siregar, S.H. selaku Dosen Hukum Agraria yang menyumbangkan pemahaman pemikiran dan pengembangan mental dalam setiap kuliahnya pada awal tahun ajaran baru yang menjadi bekal penulis dalam menjalani kuliah.

(7)

kuliah yang diasuhnya sekaligus menanamkam minat penulis terhadap jurusan perdata.

16. Kepada Fauzir Andiansyah, Fayal Maidiansyah, Fadil Muhammad Syah, Furqan Muhammad Syah, senang bisa bersama kalian semua menjadi bagian dari persaudaraan ini. InsyaAllah kita bisa memberikan yang terbaik bagi keluarga kita.

17. Kepada adik kecilku Fania Rahmi, terima kasih untuk keceriaan dan kehadirannya dikeluarga ini. Nia harus rajin belajar dan sholat supaya mimpinya bisa terwujud.

18. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2007 atas tahun-tahun yang penuh kenangan dan kebersamaan dalam menimba ilmu di Fakultas Hukum USU. Terima kasih atas persahabatan dan bantuannya selama ini.

19. Kepada seluruh keluarga besar BTM Aladdinsyah S.H., Fakultas Hukum USU, terima kasih atas kepercayaan, bantuan dan bimbingannya selama ini dan kelapangan dalam menerima penulis dalam keluarga besar organisasi muslim di Fakultas Hukum USU ini.

20. Kepada seluruh senioren dan adik-adik junioren Fakultas Hukum USU terima kasih atas bimbingan, pengalaman, dan persahabatan yang terjalin selama ini, semoga tetap membekas di hati kita masing-masing.

(8)

Penulis sadari bahwa karya ilmiah yang hadir didepan para pembaca ini adalah jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis mengharapkan keringanan dari pembaca untuk menyumbangkan kritikan dan saran sehingga memberikan perkembangan yang lebih baik dari hasil tulisan ini dimasa mendatang. Semoga apa karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan menjadi ladang amal jahiriyah bagi penulis.

Akhir kata, InsyaAllah segala keikhlasan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini mendapat ridha Allah SWT, dan memperoleh ganjaran amal baik di sisi-Nya.

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI………...i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI……….vii

BAB I : PENDAHULUAN………..1

A. Latar Belakang………...1

B. Perumusan Masalah………...9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………....…..9

D. Keaslian Penulisan………...10

E. Tinjauan Kepustakaan……….10

F. Metode Penelitian………....12

G. Sistematika Penulisan………..15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH……….17

A. Pengertian Bank Syariah….………17

B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah………..19

C. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia………..………24

D. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional…….………32

E. Perkembangan Regulasi Bank Syariah di Indonesia...………36

F. Prinsip Operasional Bank Syariah….……….53

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH…..………..61

A. Akad dalam Bank Syariah…..………61

B. Pembiayaan Bank Syariah………..………71

(10)

BAB IV : PEMBIAYAAN MURABAHAH OLEH BANK SYARIAH

MANDIRI………..………..….88

A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah oleh Bank Syariah Mandiri………...88

B. Permasalahan Pembiayaan Murabahah dan Penyelesaiaannya oleh Bank Syariah Mandiri………..…….103

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN………...113

A. Kesimpulan……….………...113

B. Saran………...114

(11)

ABSTRAKSI Rusydi, S.H. M.Hum ∗ Puspa Melati, S.H. M.Hum∗∗

Ferdiansyah ***

KATA PENGANTAR

Bank syariah, yang lahir dari kebutuhan masyarakat atas sistem perbankan alternative, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, tidak hanya di dunia melainkan juga secara khusus di Indonesia. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan membuka peluang lebih besar pada usaha perkembangan bank syariah di Indonesia. Landasan hukum perbankan syariah semakin dikuatkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang berdampak pada penguatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan alternative ini. Bank Syariah Mandiri adalah salah satu bank dengan prinsip syariah terbesar di Indonesia. Kegiatan usaha pembiayaan oleh Bank Syariah Mandiri yang terbesar adalah skim pembiayaan murabahah, yaitu produk pembiayaan sebagai produk perbankan syariah berdasarkan prinsip jual beli, dimana harga jualnya terdiri atas harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain itu juga meneliti data sekunder dari perpustakaan dan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya yang relevan.

Pelaksanaan pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri ini bank berperan sebagai penjual (shahibul maal) dan nasabah sebagai pembeli. Dalam pelaksanaanya sangat terikat dalam prinsip-prinsip syariah yang dijabarkan dalam ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional selain juga Peraturan Bank Indonesia yang terkait. Kegiatan penyaluran pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri dilakukan dalam beberapa tahapan yang bertujuan untuk menghindari resiko dan memberikan kemashlahatan bagi kedua pihak. Dari proses pelaksanaan pemberian pembiayaan murabahah secara garis besar Bank Syariah Mandiri tidak melakukan pelanggaran prinsip syariah dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembiayaan bermasalah yang dapat ditemui dalam keseharian pelaksanaan pembiayaan murabahah menuntut manajemen pencegahan risiko dan penyelesaiannya oleh bank syariah. Dalam hal ini Bank Syariah Mandiri dengan mendasarkan pada prosedur penanganan pembiayaan bermasalahnya dan berdasar Peraturan Bank Indonesia menerapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi resiko pembiayaan bermasalah.

Kata kunci: Analisa Yuridis, Pembiayaan, Murabahah

Dosen Pembimbing I ∗∗ Dosen Pembimbing II

***

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu bentuk sistem perbankan yang paling berkembang saat ini di Indonesia adalah sistem perbankan Islam atau yang dalam istilah resmi di Indonesia disebut sebagai perbankan syariah. Perbankan syariah secara sederhana diartikan sebagai lembaga perbankan yang dalam menjalankan kegiatannya didasari atas prinsip dan ketentuan syariah. Sedikit melihat kebelakang untuk menelusuri mengenai awal mula berkembangnya sistem perbankan non-interest ini di dunia dapat kita telusuri melalui sumbernya yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, yang membentuk ideologi Islam yang dibawanya..

Islam menuangkan ketentuan-ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang utama yang berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia untuk memperoleh rahmat Allah menuju keselamatan dunia dan akhirat. Ketentuan dalam Al-Qur’an menghendaki adanya revolusi dalam segala bidang kehidupan kearah yang lebih baik, yang menyejahterakan seluruh umat manusia untuk segala zaman dan disegala tempat (li kulli zaman wa makan). Salah satu revolusi yang diperintahkan dalam kitab suci Al-Quran tersebut adalah revolusi sistem ekonomi.

(13)

larangan dalam berinvestasi di bidang yang diharamkan dalam syariah Islam. Hal tersebut dapat dilihat dalam suatu ayat yang mengatur kegiatan ekonomi dalam Al-Qur’an : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (An-Nisaa’: 160-161).

Selain dari ayat di atas, banyak ketentuan hukum Islam menyangkut bidang ekonomi yang terdapat didalam Al-Qur’an dan hadis yang pada pokoknya mengarahkan manusia dalam suatu sistem yang menjaga kesejahteraan semua umatnya, sehingga usaha yang dilakukan seorang manusia tidak menzalimi kehidupan manusia yang lainnya. Itulah keadilan dalam Ekonomi Islam.

Sumber hukum Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW yang kemudian diaplikasikan oleh umatnya dalam perkembangan peradaban Islam berikutnya memberikan gambaran betapa suatu sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam itu dapat bertahan dan memberikan manfaat positif bagi sebesar-besarnya kepentingan umat. Berkaca dari sejarah keberhasilan penerapan sistem perbankan Islam pada masa lalu tersebut timbul kehausan dari beberapa golongan untuk membangkitkan kembali sistem ekonomi tersebut, dan mengakhiri dominasi sistem ekonomi konvensional yang semakin diragukan kapabilitasnya dalam mewujudkan keadilan ekonomi.

(14)

memberikan gambaran teknis bagi penerapannya dalam dunia ekonomi kala itu, sehingga beliau dianggap sebagai pencetus teori perbankan Islam modern.

Realisasi dari teori ini kemudian juga mulai dikembangkan di beberapa negara dengan membentuk lembaga perbankan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Negara pelopor dibidang perbankan Syariah ini adalah Pakistan, yang ditandai dengan penghapusan sistem bunga pada tahun 1979 terhadap tiga institusi perbankannya, yang diikuti oleh Negara-negara lainnya yang membentuk bank-bank syariah pada sekitar era 1970-1980an seperti pembentukan Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan, Kuwait finance house, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank, dan Islamic International Bank for Investment And Development di Mesir.1

Begitu juga dengan keadaan di Indonesia, dimana kecenderungan untuk membentuk suatu sistem perbankan alternatif, selain dari sistem perbankan konvensional yang ada pada masa itu, untuk menciptakan tata kehidupan ekonomi yang lebih baik yang sesuai dengan syariat Islam. Berbagai diskursus mengenai pembentukan perbankan syariah mulai digulirkan. Salah satu pembahasan mengenai pembentukan bank syariah diaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia pada Musyawarah Nasional IV MUI pada Agustus 1990 dan menghasilkan rekomendasi pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Hal mana yang mencapai hasil dengan pembentukan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992. Akan tetapi instrument hukum perbankan pada masa itu belum memfasilitasi terselenggaranya

1

(15)

sistem perbankan syariah secara penuh. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagai dasar hukum ”bank dengan sistem bagi hasil”–ini tidak memberikan rincian landasan hukum syariah maupun jenis usaha yang dapat dijalankan bank dengan sistem bagi hasil tersebut.

Tingginya tingkat bunga perbankan sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai bubble problem selama tahun 1998 sebagai bagian dari pemacu krisis ekonomi dikala itu mengakibatkan para debitur tidak mampu mengembalikan kreditnya yang justru memicu terjadinya kredit macet. Tingginya tingkat suku bunga itu disadadari merupakan bagian negatif dari sistem perbankan konvensional yang dikhawatirkan masyarakat dapat membawa kembali krisis ekonomi dikemudian hari, rasa kepercayaan pada lembaga keuangan pun berkurang, dan masyarakat mendambakan sistem lembaga keuangan alternatif yang dapat menghindari sisi negatif dari bank konvensional.2

2

Zainul arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakata: Alvabet, 1999) hal. 24

(16)

Upaya untuk menciptakan sistem perbankan alternatif tersebut dilakukan dengan cara memperkuat landasan hukum dan pengaturan dari bank syariah, yang “bibit”nya sudah mulai dimunculkan sebagai bank dengan sistem bagi hasil seperti yang diatur dalam Undang-undang nomor 7 Tahun 1992, dengan dikeluarkannya Undan-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perubahan ini memberikan dampak yang besar bagi perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia, khususnya dalam memberikan landasan hukum bagi serta jenis usaha yang dapat dijalankan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Penambahan aturan hukum bagi perbankan syariah ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan pelaku perbankan di Indonesia.3

Bank Syariah, seperti bank konvensional, memiliki fungsi menghimpun dan menyalurkan dana melalui jenis kegiatan usaha yang bermacam-macam. Jenis

Perkembangan Landasan hukum yang memperkuat status dan penerapan sistem syariah pada bank di Indonesia juga dilakukan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dampak dari dilahirkannya Undang-Undang tersebut adalah meningkatnya tingkat kepercayaan masyarakat pada umumnya maupun investor untuk menanamkan modalnya pada bank syariah sehingga berpengaruh pada meningkatnya asset bank syariah secara nasional.

3

(17)

kegiatan usaha yang paling berkembang dalam Bank Syariah adalah pembiayaan secara murabahah. Pembiayaan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pembiayaan murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli (harga dasar) dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli, dan prinsip akad murabahah mendominasi pendapatan dari produk-produk perbankan syariah yang ada dikebanyakan bank syariah.

Meski demikian praktek murabahah dari segi hukum Islam tidak terlepas dari permasalahan dan perdebatan. Didalam praktek pembiayaan murabahah pada bank syariah timbul beberapa perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum berlakunya produk syariah tersebut. Hal tersebut dipermasalahkan karena sistem ini awalnya mengadopsi praktik jual beli yang sudah berlaku umum. Namun dengan memosisikan bank sebagai lembaga pembiayaan, praktik ini dan yang sejenis –seperti leasing- pun tak lepas dari jerat riba.4

“dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikam dalam akad atau jika terjadi perselisihan antara bank dan nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah dan dalam hal

Pada dasarnya pembiayaan murabahah adalah suatu hubungan hukum yang timbul dari adanya perjanjian yang suatu waktu dapat muncul suatu perselisihan atasnya. Untuk menyelesaikan sengketa di bidang perbankan syariah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang berbunyi :

4

(18)

musyawarah sebagaimana dimaksud tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui alternative penyelesaian sengketa atau badan arbitrase syariah.”5

Dan secara jelas dalam ketentuan Undang-Undang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi merupakan kewenangan peradilan agama.

6

Sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang

memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking

sistem), Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim

Pengembangan Perbankan Syariah yang bertujuan untuk mengembangkan

layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri. Hasilnya, Tim

Pelaksanaan pembiayaan secara murabahah di Indonesia salah satunya dilaksanakan oleh Bank Syariah Mandiri yang jenis kegiatan syariah terbesarnya berasal dari transaksi produk murabahah. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu Bank milik Negara yang mengkonversi anak cabangnya menjadi bank syariah yang saat ini menjadi salah satu bank syariah dengan perkembangan yang sangat pesat. Bank Syariah Mandiri sendiri merupakan bank syariah yang lahir pada era krisis ekonomi pada 1998. Pada awalnya, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya,

Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama P.T. Bank Mandiri

(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999.

5

Pasal 20 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Menyelenggarakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

6

(19)

Pengembangan Perbankan Syariah melakukan konversi P.T. Bank Susila Bakti

dari bank konvensional menjadi bank syariah dengan nama P.T. Bank Syariah

Mandiri. 7

B. Perumusan Masalah

Sekarang Bank Syariah Mandiri tampil sebagai bank syariah terbesar di

Indonesia, yang telah memperoleh kepercayaan dan apresiasi positif dari

masyarakat serta kalangan perbankan nasional dan internasional yang salah

satunya dibuktikan dengan penghargaan Investor Award sebagai bank syariah

terbaik tahun 2010, yang diselenggarakan oleh Majalah Investor pada 31 Agustus

2010. Oleh karena itu sangat menarik untuk melihat praktik pembiayaan

murabahah di bank syariah Mandiri sekaligus penerapan prinsip-prinsip syariah

didalamnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis akan mengkaji secara yuridis penerapan prinsip perbankan syariah yang telah menjadi bagian dari hukum positif yang termuat dalam peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia. Pengkajian secara khusus dilihat dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri dan penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah oleh Bank Syariah Mandiri.

Sesuai dengan latarbelakang yang penulis uraikan diatas, maka perumusan masalah yang akan penulis angkat adalah :

7

(20)

1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pembiayaan secara murabahah di Bank Syariah Mandiri?

2. Bagaimana penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah oleh Bank Syariah Mandiri?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan :

1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri sesuai dengan prinsip perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah oleh Bank Syariah Mandiri.

Manfaat Penulisan :

1. Secara Akademis untuk menambah pengetahuan hukum mengenai pelaksanaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, khususnya pembiayaan murabahah.

2. Secara Praktis sebagai bahan acuan bagi para pihak yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan murabahah dan pengembangan perbankan syariah.

D. Keaslian Penulisan

(21)

dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penulisan skripsi dapat dikatakan masih orisinil sehingga keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian pembiayaan dalam konteks perbankan syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.8 Definisi pembiayaan secara yuridis dalam sistem perbankan syariah Indonesia menyatakan bahwa:9

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

“ Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah

8

Z. Dunil, Kamus Istilah Perbankan, (Jakarta, Gramedia, 2004) hal.101

9

(22)

jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”

Murabahah berasal dari bahasa arab yaitu al-ribh yang dapat diartikan sebagai saling memberi keuntungan. Secara istilan redaksi dari pengertian murabahah sangat beragam. Dalam kitab yang berjudul al-Muhadzdzab menyatakan yang dimaksud dengan murabahah adalah penjualan yang memberitahukan modal oleh penjual kepada pembeli, dan penjual meminta keuntungan kepada pembeli berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam kitab Fiqh al-Sunnat dijelaskan oleh al-Sayyid Sabiq bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah penjualan barang dagangan dengan harga pada waktu beli disetai dengan keuntungan yang diberikan oleh pihak pembeli.10 Dalam praktek perbankan syariah saat ini, murabahah dapat didefinisikan sebagai perjanjian jual beli antara bank dengan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah.11

Bank syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan undang-undang tentang perbankan menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

10

Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004) hal. 62

11

(23)

hidup rakyat.12 Syariah sendiri berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti jalan yang lurus. Ahli ilmu fiqih (fuqaha) Muhammad Ali at-Thanawi menyatakan bahwa syariah adalah hukum yang ditetapkan Allah SWT melalui Rasul-Nya (Muhammad SAW) kepada para hamba-Nya agar para hamba-Nya menaati hukum itu atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan akidah ataupun amaliyah (muamalah dan ibadah).13

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis, sifat, dan Pendekatan Penelitian

Penelitian terhadap permasalahan dalam skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis sosiologis atau empiris. Penelitian hukum sosiologis (sosio-legal research) atau empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain itu juga meneliti data sekunder dari perpustakaan.14

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Simpang Limun, Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian di kantor

12

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

13

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam Ushulul Fiqh, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003) hal. 3

14

(24)

Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Simpang Limun, Medan adalah berkenaan dengan Bank syariah Mandiri sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, dan keberadaan kota Medan yang termasuk kota dengan tingkat perkembangan ekonomi yang pesat, dimana kebutuhan masyarakatnya akan pembiayaan, khususnya pembiayaan secara murabahah, sangat tinggi. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menghasilkan gambaran pelaksanaan pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri.

3. Tehnik Pengumpulan Data/ Bahan Hukum

Dalam melakukan kegiatan penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan dan referensi lainnya yang mempunyai relevansi langsung dari masalah yang akan diteliti, yang disebut sebagai data sekunder.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian yang didasarkan pada tinjauan langsung pada objek yang akan diteliti untuk mempermudah data-data primer, yaitu :

(25)

dalam pengumpulan informasi, yang berkaitan dengan pelaksanaan pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Simpang Limun, Medan.

4. Analisis Data/ Bahan Hukum

Data yang diperoleh melalui studi pustaka, pengamatan dan wawancara dikumpulkan, diatur urutannya, lalu diorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.15 Data yang bersifat kuantitatif menunjang dan akan dikualitatifkan karena keseluruhan data ini akan dianalisis secara kualitatif induktif yang akan diuraikan secara deskriP.T.if analitis, yaitu pendapat nara sumber serta perlakuannya diteliti dan dipelajari secara menyeluruh (komprehensif) dan tidak terikat pada angka-angka dan statistika. Berdasarkan pemikiran tersebut metode kualitatif bertujuan untuk menginterpretasikan secara kualitatif tentang pendapat atau tanggapan responden dan nara sumber, kemudian mendeskripsikannhya secara lengkap dan mendetail aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang selanjutnya dianalisis untuk mengungkapkan kebenaran dan memahami kebenaran tersebut.16

G. Sistematika Penulisan

Dalam Bab I akan diuraikan secara sistematis informasi yang bersifat umum dan menyeluruh mengenai hal yang mendasar berkaitan dengan judul

15

Lexu Moleong.Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung, P.T.. Remaja Rosdakarya, 1999) hlm.103

16

(26)

skripsi. Bab I terdiri atas latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab I diberi judul Pendahuluan yang merupakan pengantar dari isi skripsi ini.

Bab II memaparkan mengenai tinjauan umum tentang bank syariah, yang terdiri dari pembahasan pengertian bank Syariah, sejarah bank syariah, perbedaan bank syariah dengan bank konvensional, perkembangan regulasi bank syariah di Indonesia, dan prinsip operasional bank syariah.

Bab III khusus menjelaskan aspek akad dalam pinsip syariah, serta menjelaskan mengenai pembiayaan bank syariah dan pembiayaan murabahah sebagai produk pembiayaan bank syariah.

Bab IV menguraikan mengenai pelaksanaan pembiayaan murabahah oleh Bank Syariah Mandiri dilihat dari aspek hukum dan penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah oleh Bank Syariah Mandiri.

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH

A. Pengertian Bank Syariah

“Bank Syariah” adalah istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyatakan suatu jenis bank yang dalam pelaksanaannya berdasarkan pada prinsip syariah. Namun, “Bank Islam” (Islamic Bank) adalah Istilah yang digunakan secara luas dinegara lain untuk menyebutkan bank dengan prinsip syariah, disamping ada istilah lain untuk menyebut bank Islam diantaranya interest free bank, lariba bank, dan shari’a bank.

Secara resmi, sebagaimana termuat dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.17

Istilah Syariah berasal dari bahasa Arab yang berarti “Jalan menuju sumber kehidupan”, yang secara hukum Islam diartikan sebagai hukum atau peraturan yang ditentukan Allah SWT untuk hamba-Nya sebagaimana yang terkandung didalam Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam bentuk sunnah (hadis).18

17

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

18

Widya Ningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana

(28)

Secara teknis yuridis, Harus dibedakan antara istilah Perbankan Syariah dengan Bank Syariah. Bank Syariah adalah bagian dari Perbankan Syariah selain dari Unit Usaha Syariah (UUS), sedangkan Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam Undang-Undang perbankan Indonesia (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998) membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Prinsip Syariah, adalah prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang perbankan syariah19. Lembaga yang dimaksud, yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang perbankan syariah adalah Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).20

Secara umum, ciri khusus dari bank syariah adalah dari sumber utama ketentuannya berasal dari hukum Islam. Dari segi sumber perolehan keuntungan, keuntungan yang diperoleh oleh bank syariah bukan berasal dari bunga yang dibebankan kepada nasabah, tetapi dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik Secara Umum fungsi bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediary yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

19

Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

20

Abdul Gofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, (Bandung, Refika Aditama, 2009)

(29)

berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing). Kharakteristik khusus lainnya dari bank syariah selain dilibatkannya hukum Islam dan pembebasan transaksi berdasarkan bunga (interest free), adalah diperbolehkannya melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi bank syariah yang merupakan investasi dan jual-beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan.21

B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah

Dalam abad XIX dan XX Masehi, di dunia Islam muncul suatu gerakan yang dikenal sebagai Islamic Revivalism (gerakan kebangkitan Islam). Gerakan Islamic Revivalism dengan keras menentang sistem pelaksanaan bank berdasarkan bunga yang dibawa oleh bank konvensional ke negara-negara dengan mayoritas muslim. Gerakan Islamic Revivalism ini berpengaruh terhadap terhadap munculnya beberapa gerakan berikutnya, yaitu gerakan modern (modernism) dan gerakan Neo-Revivalis (neo-revivalism). Sorotan gerakan neo-revivalis terhadap sistem perbankan konvensional pada masa itu salah satunya ditunjukkan dalam surat Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, kepada para pemimpin Negara-negara Arab dan negara-negara Islam untuk melakukan perubahan dan terhadap sistem perbankan dengan membentuk sistem perbankan dengan berdasarkan pada ajaran Islam. Dalam suratnya tersebut beliau menyatakan : “hendaklah pemerintah memberikan tauladan yang baik dalam menjalankan

21

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan Dari Beberapa Segi Hukum, (Bogor,

(30)

kekuasaannya untuk melepaskan semua aspek bunga melalui pekerjaan yang nyata, khususnya mengenai pinjaman yang diberikan bank, pinjaman industri, dan lain-lain”22

Konsep teoritis yang membahas mengenai bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan prinsip bagi hasil (profit-loss sharing). Dikenal seorang perintis teori perbankan Islam adalah Maududi Uzair dengan karyanya yang berjudul A Ground Work for Interest Free Bank, yang merupakan ringkasan garis besar mengenai sistem bank tanpa bunga.23 Pemikiran ini juga dimunculkan oleh beberapa penulis antara lain Anwar Qureshi, Naiem Siddiqi, dan Mahmud Ahmad, serta uraian yang lebih rinci mengenai perbankan Islam ditulis oleh Abul A’la Al-Maududi dan Muhammad Hamidullah.24

Pelaksanaan konkret dari teori tentang perbankan Islam baru dimulai oleh Ahmad el-Najjar dengan membentuk Myt-Ghamr Bank pada tahun 1963 dikota Myt, Mesir. Eksperimen lembaga perbankan Islam ini berlangsung hingga tahun 1967 dan diikuti oleh 9 bank lainnya dengan konsep serupa di Mesir. Sesuai dengan prinsip perbankan Islam, Myt Ghamr Bank ataupun bank-bank tersebut tidak memungut ataupun menerima bunga, dan sebagian besar usahanya melalui investasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan dengan para penabung. Myt Ghamr

22

Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi

Kontemporer, Cetakan ke 3 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008) hal 14-15

23

Ibid. hal 16

24

(31)

Bank juga dianggap berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai dengan daerah pedesaan yang orientasinya adalah industry pertanian25. Meskipun dengan pencapaian luar biasa bank Islam tersebut, Myt Ghamr Bank ditutup pada tahun 1967 karena alasan politis dan kegiatannya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Central Bank of Egypt26

Gagasan berdirinya bank syariah ditingkat Internasional secara kolektif muncul dalam Konferensi Negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1969, yang diikuti 18 negara peserta. Konferensi tersebut menghasilkan:

.

27

1) Tiap keuntungan haruslah tunduk pada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit banyak haram hukumnya. 2) Diusulkan untuk dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem

riba dalam waktu secepat mungkin.

3) Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Perkembangan berikutnya dengan didirikan Islamic Development bank (IDB), yang berdiri atas prakarsa sidang menteri luar negeri Negara-negara

25

Ibid., hal. 2

26

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam perbankan dan Perasuransian Syariah

di Indonesia, Edisi Revisi Cetakan ke 3 (Jakarta: Kencana, 2006) hal. 53

27

(32)

anggota OKI (organisasi Konferensi Islam) di Pakistan (1970), Libya (1973), dan Jeddah (1975). Usulan dari sidang tersebut adalah penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Pendirian IDB pada tahun 1974 diikuti dengan pendirian lembaga-lembaga keuangan Islam diberbagai Negara, termasuk dinegara-negara bukan anggota OKI, seperti Filipina, Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan Rusia. Walaupun Fungsi utama IDB adalah sebagai bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk pembangunan proyek negara-negara anggotanya, IDB juga menyediakan jasa financial berbasis fee and profit sharing untuk negara-negara tersebut dan menyatakan diri berdasarkan pada prinsip syariah.28 Peningkatan harga minyak yang tajam pada tahun 1973-1974 bagi beberapa pengamat memberikan dampak positif bagi perkembangan bank syariah, karena kebanyakan negara muslim merupakan negara pengeksport minyak. Bahkan pendirian IDB sendiri didanai dari hasil kekayaan minyak.29

Berdirinya IDB telah memotivasi Negara Islam untuk mendirikan bank syariah. IDB juga membantu mendirikan bank syariah di berbagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, IDB membangun sebuah institusi riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga tersebut bernama IRTI (Islamic Research and Training Institute).30

28

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 2

29

Abdullah Saeed, op.cit., hal. 19

30

Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit hal.21

(33)

Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki, serta dikawasan Asia Pasifik berdiri Philipine Amanah Bank di tahun 1973. Bank Islam pertama yang bersifat swasta didirikan tahun 1975 oleh kelompok usahawan muslim dari berbagai Negara dengan nama Dubai Islamic Bank, dan pada tahun 1977 didirikan Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan.31

Penerimaan konsep perbankan Islam dalam dunia perbankan Internasional dapat dilihat dalam pendapat Trout Wohlers- Scharf yang menyatakan: ” Islamic bank could make a useful contribution to economic growth and development, particularly in a situation of recession, stagflation and lowgrowt levels, because the core of their operation is oriented towards productive investment.”

Perbankan syariah terus tumbuh didasari oleh nilai-nilainya yang berorientasi pasa etika bisnis yang sehat. Penerapan bank dengan prinsip syariah juga semakin berkembang dengan diterimanya sistem syariah dinegara-negara mayoritas non-muslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di negara non-muslim baik di benua Amerika, Eropa, dan Australia. Perkembangan menggembirakan tersebut bukan hanya menunjukkan perkembangan ekspansi bank syariah secara internasional tetapi juga membuktikan kematangan sistem perbankan syariah, yang berlandaskan hukum Islam, yang dapat diaplikasikan secara Universal terhadap semua golongan sekaligus menandakan makin besarnya kesadaran untuk menolak konsep bunga (riba) dan praktek ekonomi yang tidak adil dalam dunia perbankan.

32

31

Adrian Sutedi, op. cit., hal. 3

32

Trout Wohlers-Scharf, Arab and Islamic Banks: New Business Partners for

(34)

Pesatnya perkembangan perbankan syariah juga menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah. Hal ini terlihat dari tindakan bank-bank konvensional membuka sistem tertentu dalam masing-masing bank untuk menawarkan produk bank syariah, misalnya Islamic Windows di Malaysia. Dari sisi pengguna tercatat beberapa perusahaan multinasional seperti KFC, XEROX, General Motors, IBM General Electric, Chrysler, dan lainnya.33

C. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi hukum yang dilakukannya terhadap perbankan syariah, menemukan sedikitnya empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan berdasarkan prinsip syariah, yaitu:34

a. Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga

b. Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasi terlaksananya sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah dengan baik dalam proses kompetisi yang sehat, dimana didukung oleh pola perilaku bisnis yang bernilai dan bermoral.

c. Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.

33

Gemala Dewi, op. cit., hal. 57

34

Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia Aplikasi dan

(35)

d. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan membatasi segala bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta mengabaikan nilai-nilai moral.

Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada pertengahan tahun 1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah pada seminar Hubungan Indonesia- Timur Tengah yang diadakan pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diadakan Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu. Namun, usaha untuk merealisasikan ide perbankan syariah tersebut terhambat oleh beberapa alasan, yaitu :35

a. Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh karena itu tidak sejalan dengan Undang-undang Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.

b. Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis, merupakan bagian atau berkaitan dengan pembentukan negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah.

c. Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari negara Timur Tengah masih dicegah,

35

(36)

antara lain oleh kebijakan pembatasan bank asing untuk membuka cabangnya di Indonesia.

Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam pengkajiannya adalah Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba padsa skala yang relative terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan pembentukan Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta, yang kedua lembaga keuangan syariah tersebut berbadan hukum koperasi.36 Pembentukan ini juga didorong oleh keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun 1983, yang telah membuka belenggu penetapan bunga perbankan oleh pemerintah. Dengan dibebaskannya penetapan besar bunga kepada masing-masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen) yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang berdasarkan bagi hasil keuntungan. Namun, karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru pada masa itu, sedangkan bank-bank yang telah ada belum tertarik untuk mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai kurang mengntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia, sehingga dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan hukumnya.37

36

Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit., hal. 25

37

(37)

Pada tahun 1988, gagasan mengenai bank syariah kembali muncul yang dilatarbelakangi dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi perbankan. Liberalisasi perbankan tersebut memungkinkan didirikannya bank-bank baru selain yang telah ada. Maka dari itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah dibeberapa daerah di Indonesia, yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, dan BPRS Amanah Rabaniah, yang beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.38

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian P.T.. Bank Muamalat Indonesia terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3 November 1991 dalam acara silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat dipenuhi dengan total komitmen awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-20 Agustus 1990 diadakan lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor, Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional IV MUI pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

38

(38)

106.126.382.000,00, yang dengan modal awal tersebut, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.39

Dalam menjalankan operasinya sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, Bank Muamalat Indonesia mengalami banyak hambatan. Selain karena peraturan hukum tentang bank syariah belum spesifik mengatur dan memberi ruang dalam pengembangan perbankan syariah, juga ketidakmampuan BMI untuk bersaing dengan bank konvensional yang telah memiliki jaringan yang kuat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Selain itu, untuk menjaga likuiditas bank dan mempertahankan eksistensinya, yaitu melalui usaha-usaha mendapatkan keuntungan yang sewajarnya melalui bagi hasil, maka BMI tidak bisa mengelak untuk tidak menggarap kalangan menengah keatas sebagai nasabah dan debitur yang paling potensial. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyak umat Islam masih belum merasakan kehadiran BMI memberikan sentuhan yang berarti pada mereka sebagai bank yang mengusung nilai-nilai Islam.40

Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam perbankan syariah di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah telah mendapatkan paradigma baru dalam memandang perbankan Islam di Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata memberikan implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia. Bentuk perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang merupakan regulasi mengenai perbankan

39

Muhammad Syafii Antonio , op. cit., hal 25

40

(39)

untuk bangkit dari krisis ekonomi yang melanda pada waktu itu. Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Hal tersebut disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha bisnis perbankan syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung dengan DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan), kredit , pengawasan, akuntansi, riset dan moneter. Beberapa lembaga perbankan konvensional yang membuka cabang syariah pada masa-masa awal reformasi adalah Bank IFI cabang syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Divisi Syariah.41

Pada masa ini, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan dari sistem hukum maupun dari sistem ekonomi mengenai perbankan syariah. Hal ini sebagaimana digambarkan Umar Chappra dan ditidaklanjuti oleh Muhammad Syafi’i Antonio dalam kajian Tazkia Institute. Persoalan-persoalan itu adalah sebagai berikut:42

a. Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya belum disiapkan.

41

Adrian Sutedi, op. cit., hal. 23

42

(40)

b. Perbankan syariah dalam perkembangannya cukup pesat, tetapi memiliki asset dan akses pasar yang masih kecil. Baru mencapai lebih dari satu persen dari total asset perbankan nasional sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan ekspansi dan diverifikasi usaha.

c. Dalam kondisi demikian, tentunya tingkat persaingan dengan sistem ekonomi konvensional belum berimbang karena terbatasnya jaringan kantor dan lembaga penunjang lainnya. Juga belum memadai untuk keperluan likuiditas dan pengelolaan risiko.

d. Belum ada keseragaman dalam praktek akuntansi dan sistem audit perbankan syariah, termasuk didalamnya keseragaman laporan keungan sehingga otoritas pengatur maupun investor mengalami kesulitan untuk melakukan perbandingan dalam menilai kinerja perbankan syariah. Peran Accounting Organization for Islamic Institution di Bahrain belum sepenuhnya dapat mengantisipasi kekurangan ini. Perkembangan terakhir menunjukkan semakin membaiknya kinerja lembaga ini dalam memjalankan tugas-tugasnya.

e. Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya belum disiapkan.

(41)

yang diperaktikkan dalam perbankan konvensional, dimana posisi pihak perbankan masih jauh lebih kuat dibanding nasabahnya. Idealnya, perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitranya yang sejajar sehigga tidak terkesan sebagai hubungan kemitraan yang berdasarkan hubungan keyakinan semata, melainkan juga harus rasional dan objektif.

Pada perkembangan selanjutnya hingga saat ini, dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai bank syariah, serta dibentuknya badan-badan khusus yang bertugas membenahi sistem perbankan syariah di Indonesia. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% meningkat dari tahun lalu sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relative tinggi, serta penyediaan penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara luas sehingga masih cukup kuat untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.43

D. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

Sebagaimana telah disinggung dalam bagian sebelumnya, bank syariah memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan bank konvensional. Perbedaan tersebut dapat digolongkan kedalam beberapa segi sebagai berikut:

1. Akad dan aspek legalitas

43

Agustianto, disampaikan pada Seminar Nasional Ekonomi Syariah di Univesitas

(42)

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarka hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.44

1) Penjual

Ketentuan rukun akad dari transaksi bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Rukun akad dalam bank syariah adalah :

2) Pembeli 3) Barang 4) Harga

5) Akad/ ijab qabul

Syarat dari pelaksanaan transaksi bank syariah juga berbeda dari bank konvensional. Syarat pelaksanaan transaksi dalam perbankan syariah yaitu:

1) Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.

2) Harga barang dan jasa harus jelas (telah ditetapkan)

3) Tempat penyerahan (delivery) harus jelas, karena berdampak pada biaya transportasi.

4) Barang objek transaksi harus sepenuhnya berada dalam objek kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau

44

(43)

dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale yang terjadi dalam pasar modal.45

2. Lembaga penyelesaian sengketa

Berbeda dengan bank konvensional, dalam bank syariah jika timbul sengketa antara nasabah dengan bank maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan materi dan tata cara hukum syariah.46 Peneyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 dilakukan di peradilan agama, dan dalam ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, namun tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Yang dimaksud penyelesaian sengketa sesuai dengan isi akad adalah penyelesaian sengketa dengan melalui upaya musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau lembaga arbitrase lainnya.47

3. Struktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan

45

Ibid.

46

Ibid., hal.30

47

(44)

adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Hal ini sesuai dengan Pasal 109 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Dewan Pengawas Syariah diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, atas rekomendasi MUI.48

4. Bisnis dan usaha yang dibiayai

Dalam bank syariah bisnis yang dibiayai tidak boleh bertentangan dengan prisnsip syariah.. Bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hah-hal yang diharamkan. Hal-hal pokok yang harus dipastikan agar suatu permintaan pembiayaan dapat disetujui yaitu :49

a. Apakah objek yang dibiayai halal atau haram?

b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat? c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila? d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?

f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?

48

Abdul Ghofur Anshori, Ibid. hal. 72

49

(45)

5. Lingkungan dan budaya kerja

Sebuah bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja dan usaha yang merupakan cerminan dari sunnah Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah.

Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi perilaku setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank harus memiliki skillful dan professional (fathanah), dan mampu melakukan team work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal punishment dan reward, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai syariah. Etika juga harus dijaga dalam hal berpakaian (aurat yang tertutup) dan tingkah laku para karyawan serta perlakuan yang baik terhadap nasabah sehingga memberikan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.50

E. Perkembangan Regulasi Bank Syariah di Indonesia

Perkembangan bank syariah di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan perangkat hukum yang mengaturnya. Dasar hukum pelaksanaan ekonomi syariah di Indonesia (termasuk juga perbankan syariah) terbagi dalam dua bagian, yaitu dasar hukum normative dan dasar hukum formal. Dasar hukum normatifnya bersumber dari Alquran, sunnah dan ijtihad, sedangkan dasar hukum

50

(46)

formalnya merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah untuk menjalankan ekonomi syariah. Perkembangan regulasi mengenai perbankan syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,

Bank Islam secara yuridis baru dimungkinkan ketika lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang dapat dilihat pada Pasal 6 huruf m. Dalam Pasal 6 huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 ,belum ada istilah resmi bank syariah, tetapi disebut didalamnya ”Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah”. Ketentuan tentang bank dengan prinsip bagi hasil itu sendiri terlihat hanya sebagai sisipan dari peraturan pokoknya, serta bank bank bagi hasil harus tunduk pada ketentuan peraturan perbankan konvensional berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

(47)

akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” yang dalam penjelasannya disebut “Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan bagi hasil”.51

Dalam Pasal 13 huruf c mengatakan bahwa salah satu usaha bank perkreditan rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Menanggapi Pasal tersebut, pemerintah pada tangal 30 Oktober 1992 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yang menyatakan:

Kesimpulan bahwa “bank berdasarkan prinsip bagi hasil” merupakan istilah bagi Bank Islam atau Bank Syariah baru dapat ditarik dari Penjelasan Pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam penjelasan ayat tersebut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan Syari’at dalam melakukan kegiatan usaha bank.

52

1. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

2. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tida berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

52

(48)

Peraturan teknis pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan PP Nomor 72 Tahun 1992 tersebut dijabarkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993, yang pada pokoknya menetapkan sebagai berikut:53

1. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melakukan usaha semata-mata berdasrkan prinsip bagi hasil.

2. Prinsip bagi hasil yang dimaksud adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariah.

3. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

4. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya bank umum dan bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 memberikan keleluasaan untuk mempraktikkan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah, terutama berkenaan dengan jenis transaksi yang dapat dilakukan. Pembatasan hanya dilakukan dalam hal:

1. Larangan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil bagi bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Begitu pula bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatannya tidak berdasarkan

53

(49)

prinsip bagi hasil dilarang melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

2. Kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas melakukan pengawasan atas produk perbankan, baik dana maupun pembiayaan agar berjalan sesuai prinsip syariah, dimana pembentukannya dilakukan oleh bank berdasarkan konsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia.

Dalam hal penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan sengketa muamalat dalam hubungan perdagangan, industry, keuangan, jasa, dan lain-lain, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juga dibentuk lembaga penyelesaian sengketa Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).

Prof. Mariam Badrulzaman, dalam makalahnya yang berjudul Peranan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia dalam pembangunan hukum Nasional, menyatakan: “Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Undang-Undang tersebut memperkenalkan sistem bagi hasil yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967. Dengan adanya sistem bagi hasil itu, maka perbankan dapat melepaskan diri dari usaha-usaha yang mempergunakan sistem bunga. Jika selama ini peranan hukum Islam di Indonesia terbatas hanya pada bidang hukum keluarga, tetapi sejak tahun 1992, peranan hukum Islam sudah memasuki dunia hukum ekonomi (bisnis).”54

Pada Periode 1992 sampai 1998 dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992, meskipun telah memungkinkan berdirinya lembaga

54

(50)

keuangan bank dengan prinsip syariah, namun ketentuan-ketentuan perbankan pada saat itu masih tertuju pada konsep operasional perbankan konvensional.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Dalam perkembangan regulasi perbankan pasca krisis moneter pada 1997-1998, diundangkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perubahan Undang-Undang yang mengatur mengenai regulasi perbankan ini memperluas ruang gerak perbankan syariah. Perubahan Undang-Undang perbankan ini tidak terlepas dari usaha untuk menata kembali lembaga keuangan Indonesia pasca krisis 1997. Bank syariah ditengah krisiss tersebut terbukti tetap sehat dan mampu bertahan, hal ini kemudian yang mengarahkan pemerintah untuk melirik sistem perbankan syariah yang member alternative jalan keluar dari krisis moneter.55

Secara garis besar, dari Undang-undang tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan, antara lain:

Istilah bank syariah mulai diperkenalkan pada Undang-undang ini sebagai istilah resmi untuk menyebut bank dengan prinsip bagi hasil dan pada pada Pasal 1 butir 13 disebutkan berlakunya hukum Islam sebagai dasar transaksi di Bank syariah. Selain itu juga memberikan kesempatan bagi bank konvensional membuka cabang syariah, atau melakukan konservasi total menjadi bank syariah.

56

55

Gemala Dewi, op. cit., hal. 192

56

(51)

a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan lebih luas, terutama dari segmen yang selamaini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan yang berdasarkan sistem bunga.

b. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam rinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan investor yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara dalam bank konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitiur dan kreditur (debitor to creditor relationship)

c. Memenuhi kebutuhan akan produk perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpectual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan bagi usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.

(52)

pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan dan usaha bank syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal tersebut menjelaskan bahwa bank umum dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Dalam hal bank umum konvensional melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan kantor cabang khusus yaitu unit usaha syariah dan kantor-kantor cabang syariah. Sedangkan bank perkreditan rakyat hanya dapat memilih antara mendasarkan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip sistem konvnsional atau berdasarkan pinsip syariah. Bank umum konvensional yang akan membuka kantor cabang syariah wajib melaksanakan:57

1) Pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS)

2) Memiliki Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional

3) Menyediakan modal kerja yang disishkan oleh bank dalam suatu rekening terpisah atas nama unit usaha syariah yang dapat digunakan untuk membayar biaya kantor dan lain-lain berkaitan dengan kegiatan operasional maupun non operasional kantor cabang syariah.

Walaupun dengan begitu besarnya pengaruh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pada perkembangan bank syariah, masih terdapat beberapa kekurangan-kekurangan yang dapat mengurangi kesempurnaan pelaksanaan

57

(53)

prinsip syariah dalam perbankan syariah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjadi dasar hukum penerapan dual banking system di Indonesia, dalam operasionalnya masih harus mengikuti bank konvensional. Untuk dapat menerapkan prinsip syariah secara kaffah maka dibutuhkan kemandirian perbankan syariah dengan pengaturan secara tersendiri mengenai perbankan syariah.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 10 ayat (2) memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menggunakan cara-cara berdasarkan prinsip syariah dalam melakukan pengendalian moneter. Kemudian Pasal 11 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 1999 juga memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek suatu Bank dengan memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Dipandang dari sudut lain, dengan demikian Undang-undang Bank Indonesia sebagai undang-undang bank sentral yang baru secara hukum positif telah mengakui dan memberikan tempat bagi penerapan prinsip-prinsip syariah bagi Bank Indonesia dalam melakukan tugas dan kewenangannya.

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)

(54)

dibedakan atas dua bentuk. Pertama, fatwa dalam definisi klasik, yaitu fatwa yang bersifat opsional ikhtiyariah (pilihan yang tidak mengikat secara legal), meskipun mengikat secara moral bagi mustafti (pihak yang meminta fatwa), sedang bagi selain mustafti bersifat ”i’lamiyah” atau informatif yang lebih dari sekedar wacana. Mereka terbuka untuk mengambil fatwa yang sama

Referensi

Dokumen terkait

Halaman Profil User (sekolah) Dalam halaman data RAPBS user yang merupakan halaman yang dapat digunakan dalam melakukan penyusunan data pengajuan barang yang

sangat penting untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Kecerdasan Kinestetik Melalui Media Alat Musik Perkusi pada Anak Kelompok B 2 RA.

pertalian antara dua wujud, yakni pelengkap preposisi dan bagian lain dalam kalimat, yang dimaksud dengan preposisi tunggal atau preposisi berdiri sendiri dalam penelitian

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan paving block dengan luas permukaan yang hampir sama pada umur 28 hari, didapatkan nilai kuat tekan tertinggi adalah 24,14 MPa

Untuk ekstraksi fitur tekstur akan didapatkan nilai dari histogram fitur yang dihasilkan dan akan dilakukan pengujian dengan kuantisasi panjang histogram, sedangkan

Indikator yang memiliki nilai tertinggi yaitu Kompensasi untuk kerusakan atau barang hilang (0.94) dan Layanan yang segera /cepat bagi pelanggan (0.92) dan nilai terendah terdapat

1) Faktur penjualan tunai (FPT) : merupakan dokumen yang berfungsi merekam informasi yang diperlukan manajemen mengenai penjualan tunai. Dokumen ini diisi oleh

Pelaksanaan lingkungan belajar di sekolah dalam mengembangkan daya eksploratif, kreatif dan integral peserta didik SD Kanisius Eksperimental Mangunan dilakukan dengan