FLOATING DRUG DELIVERY
SYSTEMS
(Sistem Penyampaian Obat Mengapung)
Oleh :
T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt.
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Floating Drug Delivery Systems”.
Terima kasih kepada Ayahanda Drs. H.T. Ismara dan kakanda-kakanda tersayang,
yang telah banyak memberikan dukungan. Terima kasih kepada suami tercinta
OK. Hazrul Azmi, SE serta kedua putraku OK. M. Indralana Chalid dan OK. M.
Fauzan Ramadhan. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt. selaku dekan beserta dosen-dosen di Fakultas Farmasi USU
yang telah mendukung selesainya karya tulis ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Medan, 14 Juli 2011
DAFTAR GAMBAR... iii
DAFTAR TABEL... iv . . Bahan Tambahan Untuk Formulasi FDDS . . Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating……… Bab III Klasifikasi FDDS ... 9
. System Non Effervescent Floating... 9
DAFTAR GAMBAR
(alaman
Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid…...… 9
Gambar 3.2 Gas filled floatation chamber……….. 10
Gambar 3.3 Pembuatan floating microspheres……… 11
Gambar 3.4 Sistem Effervescent ……… 12
Gambar 4.1 Desain alat disolusi untuk floating……….... 15
Gambar 4.2 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0.. 16
Gambar 4.4 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5.. 16
Gambar 4.3 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3.. 16
]
DAFTAR TABEL
(alaman Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS
berdasarkan tipe bentuk sediaan... 23
Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran ... 24
DAFTAR SINGKATAN
Floating Drug Delivery Systems Gastrointestinal Tract
Gastro Retentive Drug Delivery Systems Gastro Retentive Time
Hydrodynamically Balance Systems Hydroxy Propyl Methyl Cellulose Methyl Cellulose
Personal Computer rotation per minute Sustained Release
United States of Pharmacope
Bab I
Pendahuluan
Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah
sediaan dengan pelepasan diperlambat. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan
yang dirancang untuk melepaskan obat ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau
bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel,
1989). Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan
sediaan konvensional antara lain efek terapi lama, efek obat lebih seragam, efek
samping dapat dikurangi dan mengurangi frekuensi pemberian obat dalam sehari.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas
lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam
lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut
Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS).
Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan
bioavailabilitas, mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan
kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS
dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela
terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung
GRDDS juga memiliki kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan
secara lokal di dalam lambung (contoh: antasid dan anti Helicobacter pylori) dan
usus kecil bagian atas.
Hal-hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal di lambung meliputi:
sistem penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena
tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et al., 2004).
Floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung
untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan
perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah
BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)
2.1 Definisi Floating System
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968,
merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan
mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat
dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh
adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam
plasma (Chawla, et.al).
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya
perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery
System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS).
FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung.
FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan
keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang
diinginkan dari suatu sistem
Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system
(HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya
mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar.
Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat
jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena
densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang
direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).
Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan,
tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan
mengapung pada permukaan makanan.
Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung
(1,004-1,010).
3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.
2.2 Formulasi Sediaan FDDS
Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat
digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal
(seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem
bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer).
2.2.1 Bentuk Sediaan Tunggal
Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di
lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan
20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul.
Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari
bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya
proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul
dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.
Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau
kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena
jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat
jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem
tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem
tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus
dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang
yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak
dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari
system terapung itu ke dalam cairan lambung.
Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan
khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk
waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang
dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya
terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan.
Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid
hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah
kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6.
Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki
kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul
klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa.
Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan
granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat
mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti
golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung
yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam
hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai
mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka
komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%.
Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal ,
tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak
simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu
tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan
garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat
digunakan HPMC dan polietilenoksid.
Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang
dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tablet dibuat
menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi
garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan
yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen
pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang
terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan
cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam
lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan
segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera
terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan
mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang
mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang
mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan
metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan
diperlambat.
Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari
tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet
tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal
di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol.
Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling menempel atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki potensi bahaya yang
dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini tidak layak dan irreproducible dan
memperlambat waktu tinggal dalam lambung jika diberikan secara oral.
2.2.2 Bentuk Sediaan Jamak
Adapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak adalah untuk
mengembangkan suatu formulasi yang handal yang memiliki semua keuntungan
dan mengurangi kerugian dari bentuk sediaan tunggal
Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung
komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan
lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan
penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem
sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan
Bentuk sediaan jamak yang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer
yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat.
Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan
granul menggunakan Gelucire
Sistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri yang
membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan yang besar adalah
karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya
15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu
tidak boleh ditiru.
Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi
variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping
(konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).
2.2.3 Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS
Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS
adalah sebagai berikut:
1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik
seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa.
Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum, HPMC
(K4M, K100M dan K15M), gom gellan(Gelrite®), Na CMC, MC, HPC
Bahan matriks yang sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose
(HPMC) adalah turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat
mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut.
HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan
setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik
lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat
2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat
jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari
formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan.
Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol rantai panjang,
Gelucires® 39/01 dan 43/01.
3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin
Karbonat, Sitroglisin.
4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol
5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%)
Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium stearat
6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa
7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000®)
2.2.4 Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating
Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS
karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC /
carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambahan Mg
Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signfikan. Namun jumlah
hidroksi propil metilselulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemampuan
mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan
sifat floating lebih baik.
Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti
HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan waktu
tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan
osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium
disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 – 30
menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi
dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi dan
situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gangguan dari struktur
gel melalui evolusi CO2. Pembentuk gel bereaksi sangat sensitif terhadap
Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin
selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet
bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet
yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan
karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3
pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium pospat
memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30 N)
Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan
aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama
penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi
dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan
desintegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui
BAB III Klasifikasi Floating Drug Delivery System
Klasifikasi floating drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu system Non-effervescent Floating dan system effervescent (gas generating system).
3.1System Non-effervescent Floating
System ini menggunakan pembentuk gel atau selulosa yang mengembang tipe
hidrokoloid, polisakarida dan polimer pembentuk matrik seperti: polikarbonat,
poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren.
Metode formulasi yaitu pencampuran obat dengan hidrokoloid pembentuk gel.
Setelah pemberian oral bentuk sediaan ini mengembang saat kontak dengan cairan
lambung dan mempertahankan bentuk integritas relatif dan densitas tetap < 1
dalam permukaan luar barier gelatin. Udara yang terperangkap dalam polimer
yang mengembang menyebabkan bentuk sediaan mengapung.
Selain itu, struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk pelepasan obat
berkelanjutan (Sustained release) karena obat secara perlahan dilepaskan oleh difusi terkontrol melalui penghalang (barier) gelatin.
Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid
Sistem Non-effervescent ini dapat dibagi dalam 4 sub-type
1. Sistem Barier Gel Koloid
Sistem mengandung obat dengan hidrokoloid pembentuk gel yang
dimaksudkan untuk mempertahankan keterapungan sediaan dalam isi lambung.
Sistem ini memperpanjang GRT dan memaksimalkan jumlah obat yang mencapai
tapak absorbsinya dalam bentuk larutan yang siap diabsorbsi.
Sistem ini menggabungkan satu atau lebih selulosa tipe hidrokoloid
pembentuk gel yg sangat larut seperti hidroksipropil selulosa, hidroksietil
selulosa, hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), polisakarida dan polimer
pembentuk matriks seperti policarbofil, poliakrilat dan polistiren. Saat kontak
dengan cairan lambung, hidrokoloid pada sistem berhidrasi dan membentuk barier
gel koloid disekitar permukaannya.
2. Sistem Kompartment Mikropori
Gambar 3.2 Gas filled floatation chamber
Teknologi ini berdasarkan pada enkapsulasi reservoir obat di dalam
kompartment mikropori dengan pori disepanjang dinding atas dan bawah.
Dinding disekeliling kompartment reservoir obat sepenuhnya ditutup untuk
mencegah adanya kontak langsung permukaan lambung dengan obat yang tak
Pada lambung, floatation chamber mengandung udara yang terperangkap menyebabkan sistem mengapung di atas isi lambung. Cairan lambung masuk
melalui celah, melarutkan obat dan membawa obat yang larut untuk
melanjutkan transport obat di usus untuk diabsorbsi.
3. Butiran Alginat (Alginate Beads)
Bentuk sediaan floating unit ganda telah dikembangkan dari kalsium alginat beku kering. Tetesan bulat dengan diameter 2,5 mm dapat dibuat dengan
cara meneteskan larutan Natrium Alginat ke dalam larutan encer Kalsium Klorida,
menyebabkan pengendapan Kalsium Alginat.
Tetesan kemudian dipisahkan, membeku cepat pada nitrogen cair dan
dibekukeringkan pa -40oC selama 24 jam, menyebabkan pembentukan sistem
pori, yang dapat mempertahankan kekuatan mengapung selama 12 jam. Tetesan
floating ini memberikan waktu tinggal yg lebih panjang lebih dari 5,5 jam.
Dibandingkan dengan Non-floating beads memiliki waktu tinggal dalam lambung lebih singkat dengan onset waktu pengosongan lambung sekitar 1 jam.
4. Mikrosfer Berongga (Microbaloons)
Gambar 3.3 Pembuatan floating microspheres
Mikrosfer berongga diisi dengan obat pada bagian polimer luar dibuat dengan
cara metode baru difusi pelarut emulsi. Larutan obat dengan etanol/ diklorometan
dan polimer akrilik enterik dituangkan ke dalam larutan agitasi (teraduk konstan)
Polivinilalkohol (PVA), dimana suhunya diatur 40oC.
Fase gas dihasilkan pada tetesan/ droplet polimer yang terdispersi oleh
evaporasi dari pembentukan diklorometan dan rongga dalam pada mikrosfer
polimer dengan obat. Mikrobaloon mengapung secara kontinyu pada permukaan
media disolusi asam yang mengandung surfaktan selama lebih dari 12 jam.
3.2Sistem Effervescent (gas generating systems)
Gambar 3.4 Sistem Effervescent
A = sediaan oral dari FDDS
B = prinsip kerja dari FDDS secara effervescent
Sistem ini menggunakan matrik dari polimer yang mengembang seperti
metilselulosa dan polisakarida seperti kitosan. Bahan effervescent yaitu:
NaHCO3, asam tartrat dan asam sitrat.
Matriks yang mengandung air yang berubah menjadi gas pada suhu tubuh.
Diformulasikan sedemikian rupa sehingga ketika matriks kontak dengan isi asam
lambung, CO2 dilepaskan dan gas diperangkap dalam hidrokoloid gel yang
mengembang yang menyebabkan bentuk sediaan akan terapung.
Komponen CO2 yang dihasilkan bercampur sangat baik dengan matrix
mengandung mekanisme menghasilkan gas pada 1 hidrokoloid berlapis dan obat
pada lapisan lainnya diformulasikan untuk mendapatkan efek SR.
Tipe sediaan jamak pil yang mengapung dan menghasilkan gas telah
dikembangkan. Sistem terdiri dari pil sustained release sebagai inti yang dikelilingi oleh 2 lapisan. Lapisan terdalam merupakan lapisan effervescent
mengandung NaHCO3 dan asam tartrat. Sedangkan lapisan terluar adalah lapisan
membrane yang mengembang.
Lapisan effervescent dibagi dalam 2 lapisan untuk mencegah kontak langsung
antara NaHCO3 (lapisan dalam) dan asam tartrat (lapisan luar). Saat sistem
dimasukkan dalam larutan buffer pada suhu 37oC, mulanya akan tenggelam dalam
larutan kemudian membentuk pil yang mengembang seperti balon (densitas, 1
g/ml).
Beberapa pendekatan yang telah dilaporkan antara lain :
- Pil floating unit ganda yang mengandung campuran Na-alginat dan
NaHCO3 menghasilkan CO2 saat dicerna,
- Floating minikapsul dengan inti NaHCO3, lactosa dan
polivinilpirolidon disalut dengan HPMC
BAB IV
Evaluasi Floating Drug Delivery System
Berbagai parameter yang perlu dievaluasi pengaruhnya terhadap formulasi
gastroretensive floating terutama dapat dikategorikan ke dalam kelas yang
berbeda sebagai berikut :
1. Parameter fisik : ukuran diameter, flexibilitas dan BJ
2. Parameter kontrol : Waktu floating, dissolusi, specific gravity, keseragaman kandungan dan kekerasan dan friabilitas (jika tablet).
3. Parameter geometrik : Bentuk
4. Parameter fisiologi : Usia, jenis kelamin, postur tubuh dan makanan
5. Tes keterapungan dan pelepasan obat secara invitro dilakukan pada cairan lambung dan usus buatan, suhu konstan pada 37oC. Pada prakteknya waktu
floating ditentukan oleh alat disentrigator USP mengandung 900 ml 0,1 N HCl
sebagai medium percobaan dipertahankan suhu pada 37oC. Waktu yang
dibutuhkan sediaan HBS untuk mengapung disebut floatation time.
6. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat disolusi USP. Sampel
diambil secara periodik dari medium disolusi, diisi ulang dengan medium baru
volume yang sama setiap kali, dan dianalisa isi obatnya setelah pengenceran
yang tepat.
6.1 Uji disolusi modifikasi menurut BP (1993) / USP (1990)
Dayung diletakkan pada permukaan medium disolusi. Hasil yang diperoleh
menunjukkan profil pelepasan disolusi biphasic reproducible saat kecepatan
dayung ditingkatkan dari 70 menjadi 100 rpm dan pH medium disolusi bervariasi
dari 6,0 – 8,0.
6.2 Uji Disolusi modifikasi menurut Gohel (2004)
Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan floating system
berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses
disolusi. Salah satu metode disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi floating
tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik pH, jumlah cairan maupun kecepatan
motilitas lambung (Gohel et al., 2004).
Gambar 4.1 Desain alat disolusi untuk floating (Gohel et al., 2004).
Cara kerja uji disolusi menurut Gohel adalah sebagai berikut :
Tablet dimasukkan ke dalam Bekerglass (dimodifikasi untuk disolusi seperti pada Gambar 4.1), yang berisi media disolusi larutan HCl pH 3,0 sebanyak 100
mL suhu diatur pada 37±0,5.ºC.
Stirrer dijalankan dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 5 jam. Larutan disampling sebanyak 5,0 mL pada waktu tertentu.
Kadar ditetapkan dengan metode spektrofotometri.
7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual,
dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl
pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.
Gambar 4.2 Uji floating tablet lepas lambatpropanolol HCl jam ke-0
Gambar 4.3 Uji floating tablet lepas lambatpropanolol HCl jam ke-3
Gambar 4.4 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5
Pada awal pengujian, tablet ke empat formula belum mengapung
(tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam tablet,yang
selanjutnya matriks akan mengembang. Bersamaan dengan pengembangan
matriks, juga terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi asam sitrat dan natrium
karbonat yang akan membantu proses pengapungan tablet.
Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung.
tenggelam, hal ini kemungkinan karena jumlah matriksnya kurang sehingga
proses pengapungan tidak dapat berlangsung lebih lama.
8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating
Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan digantungkan pada neraca
elektronik asartorius. Benda yang mengapung dimasukkan pada affixed penangas
air yang ditutup untuk mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur
dengan neraca dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C
menggunakan program sarto wedge.
Medium uji untuk mengukur kinetika floating menggunakan cairan
lambung buatan (pH 1,2) 900 ml suhu dipertahankan pada 37oC, data diambil
pada interval waktu 30 detik; baseline dicatat dan dibagi dari tiap pengukuran.
Keranjang disolusi memiliki penyangga pada bagian dasarnya untuk mengukur
gaya ke bawah.
9. Berat jenis FDDS
Berat jenis FDDS dapat ditentukan dengan metode pemindahan
menggunakan benzen analitik sebagai media pengganti. BJ awal (Bentuk kering)
dari sediaan dan perubahan kekuatan floating dengan waktu harus ditandai
sebelum perbandingan in vivo antara Unit Floating (F) dan unit non floating (NF). Selanjutnya optimalisasi formulasi floating harus segera direalisasi dalam hal
stabilitas dan daya tahan kekuatan floating yang dihasilkan, sehingga menghindari
variasi dalam kemampuan floating yang mungkin terjadi selama studi in vivo.
10. Uji berat resultan
Alat ukur in vitro telah disusun untuk menentukan kemampuan floating
yang sebenarnya dari sediaan yg mengapung sebagai fungsi dari waktu. Uji ini
mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang dibutuhkan untuk menjaga objek
benar-benar tenggelam dalam cairan.
Gaya ini menentukan berat resultan dari objek ketika tenggelam dan dapat
Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial dari
keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja pada objek
seperti pada persamaan :
F = F apung – F grav
F = d f g V – d s g V = ( d f – d s ) gV
F = (d f – M / V) gV
Dimana
F = gaya vertikal total (berat resultan objek)
g = percepatan gravitasi
d f = densitas fluida
d s = densitas objek
M = massa objek
V = Volume objek
Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek
itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F
ke bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+)
terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi
floating ke non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan
waktu floating bentuk sediaan.
11. Metode γ- Scintigraphy
Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung biasanya
ditentukan dengan gamma scntigraphy atau roentgenography. Penelitian
dilakukan pada subjek manusia muda dan sehat, baik dilakukan pada kondisi
berpuasa atau tidak menggunakan sediaan floating dan non-floating (kontrol). γ- Scintigraphy merupakan metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi γ
radioisotop dicampurkan ke dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder). Sejumlah isotop stabil mis. 152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama pembuatan.
Metode ini digunakan untuk membantu memantau lokasi bentuk sediaan
dalam GIT dan dapat memprediksi dan menghubungkan waktu pengosongan
lambung dan lintasan bentuk sediaan pada GIT.
Kelemahan dari metode ini dapat berupa pasien terkena radiasi pengion,
terbatasnya informasi topografi, teknik resolusi rendah, pemakaiannya sulit dan
persiapan radiofarmasinya mahal.
12. Radiology
Metode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih unggul
dibandingkan γ- Scintigraphy karena lebih sederhana dan lebih murah. Bahan
13. Gastroscopy
Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk
memeriksa secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam
lambung.
14. Ultrasonography (USG)
Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan suara
melalui permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi meliputi
penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi pelarut ke dalam gel dan
interaksi antara dinding lambung dan FDDS selama peristalsis.
15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Peralatan yang bernilai pada penelitian GIT untuk menganalisis
pengosongan lambung, motilitas dan distribusi intragastrik bahan makanan dan
model obat. Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi,
BAB V APLIKASI FDDS
FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas
rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS
mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan
bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai berikut :
1. Sustained drug delivery
Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan
karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah waktu
tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat
diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem
ini dapat mengapung pada isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar
sehingga tidak dapat melewati pilorus.
Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan
dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul
MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi
plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi
yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8
Jam).
2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus
Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari
lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.
Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh
duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu
tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada
sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid
4. Peningkatan Absorbsi
Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus
dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai
FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.
Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan
bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX
yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).
5.1 Keuntungan FDDS
1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang diabsorbsi di
lambung
Misal : Garam Fero, Antasida
2. Formulasi HBS berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya)
yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.
3. Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat
memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada cairan
lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung sesuai untuk
absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi lambung. Sehingga
diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap
dalam bentuk larutan bahkan pada pH basa dari usus.
4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti
keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini
mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada
lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.
5.2 Kelemahan FDDS :
1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam
2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian
obat mengapung dan tersalut dengan baik.
3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami
metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.
4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada
mukosa lambung.
5.3 Sediaan FDDS
Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaan
Tipe Bentuk Sediaan
Obat Yang Digunakan Pada Formulasi Sediaan FDDS
Tablet Chlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide,
Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine,
Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate,
Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin,
Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide,
Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.
Kapsul Nicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide HCI,
Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam
Urodeoksikolat
Mikrosfer Verapamil, Aspirin, Griseofulvin, and p-nitroanilline,
Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine
Granul Indomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone
Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran
Nama Obat Tipe Bentuk Sediaan / Isi Keterangan MadoparHBS®
(PropalHBS)
Floating capsule /
Levodopa dan benserazid
Floating CR capsules
Valrelease® Floating capsule, Diazepam Floating Capsules
Topalkan® Floating Antacid, aluminum
dan
Conviron Ferrous Sulphate Colloidal gel forming FDDS
Cifran OD® Ciprofloxacine (1 gm) Gas generating floating form
Cytotech® Misoprostol (100 mcg/200
mcg)
Misoprostol (100 mcg/200
mcg)
Liquid
Gaviscone®
Campuran alginat Menekan gastro esophageal reflux dan
meringankan hati terbakar
BAB VI KESIMPULAN
Dari uraian mengenai Floating Drug Delivery System maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial untuk menahan
retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian
mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan
antara lain:
1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya
dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama
2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang
rendah
3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat
yang diabsorbsi di lambung seperti antasida
4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.1085.
Ansel, C.H, 1998, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Jakarta, hal. 784-785
Arora S, Ali J, Aluja, Khar RK, Baboota S, 2005, Floating Drug Delivery Systems, Review, AAPS, Pharm Scitech, 2005 : 06 (03), E372. DOI. 10.1208 Chawla, G., Gupta, P., Koradadia,V., Bansal, A. K., 2003, Gastroretention: A
Means to Address Regional Variability in Intestinal Drug Absorption,
Pharmaceutical Technology, 50-60, http://www.pharmtech.com (diakses 11 September 2005).
Garg, S., and Sharma, S., 2003, Gastroretentive Drug Delivery Systems, Business Briefing pharmatech,160-164, http://www.touchbriefings.com (diakses 30 November 2005)
R Garg*, GD Gupta, 2008, Progress in Controlled Gastroretentive Delivery
Systems, http://www.tjpr.org (diakses 6 Agustus 2010) J.Pharmaceutical Research 7 (3): 1055-1066
Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol. II, Mack Publsihing Company, Pennsylvania, 1016.
Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., Bariya, N. H., 2004, A More Relevant Dissolution Method For Evaluation of Floating Drug Delivery System,
Dissolution Technologies, Vol. 11, Issue 4, 22-26
Kavitha K, Sudhir, K, Yadav ,2008, The Need of Floating Drug Delivery System: A Review, J. Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Bharathi College of Pharmacy, Bharathi Nagar, India
Moes, A. J., 2003, Gastric Retention System for Oral Drug Delivery System,
Business Briefing pharmatech, 157-159, http://www.touchbriefings.com (diakses 21 September 2005).