BAB III Klasifikasi Floating Drug Delivery System
Klasifikasi floating drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu system Non-effervescent Floating dan system effervescent (gas generating system).
3.1 System Non-effervescent Floating
System ini menggunakan pembentuk gel atau selulosa yang mengembang tipe hidrokoloid, polisakarida dan polimer pembentuk matrik seperti: polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren.
Metode formulasi yaitu pencampuran obat dengan hidrokoloid pembentuk gel.
Setelah pemberian oral bentuk sediaan ini mengembang saat kontak dengan cairan lambung dan mempertahankan bentuk integritas relatif dan densitas tetap < 1 dalam permukaan luar barier gelatin. Udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang menyebabkan bentuk sediaan mengapung.
Selain itu, struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk pelepasan obat berkelanjutan (Sustained release) karena obat secara perlahan dilepaskan oleh difusi terkontrol melalui penghalang (barier) gelatin.
Sistem Non-effervescent ini dapat dibagi dalam 4 sub-type 1. Sistem Barier Gel Koloid
Sistem mengandung obat dengan hidrokoloid pembentuk gel yang dimaksudkan untuk mempertahankan keterapungan sediaan dalam isi lambung.
Sistem ini memperpanjang GRT dan memaksimalkan jumlah obat yang mencapai tapak absorbsinya dalam bentuk larutan yang siap diabsorbsi.
Sistem ini menggabungkan satu atau lebih selulosa tipe hidrokoloid pembentuk gel yg sangat larut seperti hidroksipropil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), polisakarida dan polimer pembentuk matriks seperti policarbofil, poliakrilat dan polistiren. Saat kontak dengan cairan lambung, hidrokoloid pada sistem berhidrasi dan membentuk barier gel koloid disekitar permukaannya.
2. Sistem Kompartment Mikropori
Gambar 3.2 Gas filled floatation chamber
Teknologi ini berdasarkan pada enkapsulasi reservoir obat di dalam kompartment mikropori dengan pori disepanjang dinding atas dan bawah.
Dinding disekeliling kompartment reservoir obat sepenuhnya ditutup untuk mencegah adanya kontak langsung permukaan lambung dengan obat yang tak terlarut.
Pada lambung, floatation chamber mengandung udara yang terperangkap menyebabkan sistem mengapung di atas isi lambung. Cairan lambung masuk melalui celah, melarutkan obat dan membawa obat yang larut untuk melanjutkan transport obat di usus untuk diabsorbsi.
3. Butiran Alginat (Alginate Beads)
Bentuk sediaan floating unit ganda telah dikembangkan dari kalsium alginat beku kering. Tetesan bulat dengan diameter 2,5 mm dapat dibuat dengan cara meneteskan larutan Natrium Alginat ke dalam larutan encer Kalsium Klorida, menyebabkan pengendapan Kalsium Alginat.
Tetesan kemudian dipisahkan, membeku cepat pada nitrogen cair dan dibekukeringkan pa -40oC selama 24 jam, menyebabkan pembentukan sistem pori, yang dapat mempertahankan kekuatan mengapung selama 12 jam. Tetesan floating ini memberikan waktu tinggal yg lebih panjang lebih dari 5,5 jam.
Dibandingkan dengan Non-floating beads memiliki waktu tinggal dalam lambung lebih singkat dengan onset waktu pengosongan lambung sekitar 1 jam.
4. Mikrosfer Berongga (Microbaloons)
Gambar 3.3 Pembuatan floating microspheres
Mikrosfer berongga diisi dengan obat pada bagian polimer luar dibuat dengan cara metode baru difusi pelarut emulsi. Larutan obat dengan etanol/ diklorometan
dan polimer akrilik enterik dituangkan ke dalam larutan agitasi (teraduk konstan) Polivinilalkohol (PVA), dimana suhunya diatur 40oC.
Fase gas dihasilkan pada tetesan/ droplet polimer yang terdispersi oleh evaporasi dari pembentukan diklorometan dan rongga dalam pada mikrosfer polimer dengan obat. Mikrobaloon mengapung secara kontinyu pada permukaan media disolusi asam yang mengandung surfaktan selama lebih dari 12 jam.
3.2 Sistem Effervescent (gas generating systems)
Gambar 3.4 Sistem Effervescent
A = sediaan oral dari FDDS
B = prinsip kerja dari FDDS secara effervescent
Sistem ini menggunakan matrik dari polimer yang mengembang seperti metilselulosa dan polisakarida seperti kitosan. Bahan effervescent yaitu:
NaHCO3, asam tartrat dan asam sitrat.
Matriks yang mengandung air yang berubah menjadi gas pada suhu tubuh.
Diformulasikan sedemikian rupa sehingga ketika matriks kontak dengan isi asam lambung, CO2 dilepaskan dan gas diperangkap dalam hidrokoloid gel yang mengembang yang menyebabkan bentuk sediaan akan terapung.
Komponen CO2 yang dihasilkan bercampur sangat baik dengan matrix tablet menghasilkan tablet 1 lapis atau tablet 2 lapis yang dapat dikempa yang
mengandung mekanisme menghasilkan gas pada 1 hidrokoloid berlapis dan obat pada lapisan lainnya diformulasikan untuk mendapatkan efek SR.
Tipe sediaan jamak pil yang mengapung dan menghasilkan gas telah dikembangkan. Sistem terdiri dari pil sustained release sebagai inti yang dikelilingi oleh 2 lapisan. Lapisan terdalam merupakan lapisan effervescent mengandung NaHCO3 dan asam tartrat. Sedangkan lapisan terluar adalah lapisan membrane yang mengembang.
Lapisan effervescent dibagi dalam 2 lapisan untuk mencegah kontak langsung antara NaHCO3 (lapisan dalam) dan asam tartrat (lapisan luar). Saat sistem dimasukkan dalam larutan buffer pada suhu 37oC, mulanya akan tenggelam dalam larutan kemudian membentuk pil yang mengembang seperti balon (densitas, 1 g/ml).
Beberapa pendekatan yang telah dilaporkan antara lain :
- Pil floating unit ganda yang mengandung campuran Na-alginat dan NaHCO3 menghasilkan CO2 saat dicerna,
- Floating minikapsul dengan inti NaHCO3, lactosa dan polivinilpirolidon disalut dengan HPMC
- System floating berdasar pada teknologi resin penukar ion.
BAB IV Evaluasi Floating Drug Delivery System
Berbagai parameter yang perlu dievaluasi pengaruhnya terhadap formulasi gastroretensive floating terutama dapat dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda sebagai berikut :
1. Parameter fisik : ukuran diameter, flexibilitas dan BJ
2. Parameter kontrol : Waktu floating, dissolusi, specific gravity, keseragaman kandungan dan kekerasan dan friabilitas (jika tablet).
3. Parameter geometrik : Bentuk
4. Parameter fisiologi : Usia, jenis kelamin, postur tubuh dan makanan
5. Tes keterapungan dan pelepasan obat secara invitro dilakukan pada cairan lambung dan usus buatan, suhu konstan pada 37oC. Pada prakteknya waktu floating ditentukan oleh alat disentrigator USP mengandung 900 ml 0,1 N HCl sebagai medium percobaan dipertahankan suhu pada 37oC. Waktu yang dibutuhkan sediaan HBS untuk mengapung disebut floatation time.
6. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat disolusi USP. Sampel diambil secara periodik dari medium disolusi, diisi ulang dengan medium baru volume yang sama setiap kali, dan dianalisa isi obatnya setelah pengenceran yang tepat.
6.1 Uji disolusi modifikasi menurut BP (1993) / USP (1990)
Dayung diletakkan pada permukaan medium disolusi. Hasil yang diperoleh menunjukkan profil pelepasan disolusi biphasic reproducible saat kecepatan dayung ditingkatkan dari 70 menjadi 100 rpm dan pH medium disolusi bervariasi dari 6,0 – 8,0.
6.2 Uji Disolusi modifikasi menurut Gohel (2004)
Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan floating system berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi floating ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan menambahkan suatu saluran
tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik pH, jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004).
Gambar 4.1 Desain alat disolusi untuk floating (Gohel et al., 2004).
Cara kerja uji disolusi menurut Gohel adalah sebagai berikut :
Tablet dimasukkan ke dalam Bekerglass (dimodifikasi untuk disolusi seperti pada Gambar 4.1), yang berisi media disolusi larutan HCl pH 3,0 sebanyak 100 mL suhu diatur pada 37±0,5.ºC.
Stirrer dijalankan dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 5 jam.
Larutan disampling sebanyak 5,0 mL pada waktu tertentu.
Kadar ditetapkan dengan metode spektrofotometri.
7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual, dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.
Gambar 4.2 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0
Gambar 4.3 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3
Gambar 4.4 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5
Pada awal pengujian, tablet ke empat formula belum mengapung (tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam tablet,yang selanjutnya matriks akan mengembang. Bersamaan dengan pengembangan matriks, juga terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi asam sitrat dan natrium karbonat yang akan membantu proses pengapungan tablet.
Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung.
Sampai jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula I dan II kembali
tenggelam, hal ini kemungkinan karena jumlah matriksnya kurang sehingga proses pengapungan tidak dapat berlangsung lebih lama.
8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating
Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan digantungkan pada neraca elektronik asartorius. Benda yang mengapung dimasukkan pada affixed penangas air yang ditutup untuk mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur dengan neraca dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C menggunakan program sarto wedge.
Medium uji untuk mengukur kinetika floating menggunakan cairan lambung buatan (pH 1,2) 900 ml suhu dipertahankan pada 37oC, data diambil pada interval waktu 30 detik; baseline dicatat dan dibagi dari tiap pengukuran.
Keranjang disolusi memiliki penyangga pada bagian dasarnya untuk mengukur gaya ke bawah.
9. Berat jenis FDDS
Berat jenis FDDS dapat ditentukan dengan metode pemindahan menggunakan benzen analitik sebagai media pengganti. BJ awal (Bentuk kering) dari sediaan dan perubahan kekuatan floating dengan waktu harus ditandai sebelum perbandingan in vivo antara Unit Floating (F) dan unit non floating (NF).
Selanjutnya optimalisasi formulasi floating harus segera direalisasi dalam hal stabilitas dan daya tahan kekuatan floating yang dihasilkan, sehingga menghindari variasi dalam kemampuan floating yang mungkin terjadi selama studi in vivo.
10. Uji berat resultan
Alat ukur in vitro telah disusun untuk menentukan kemampuan floating yang sebenarnya dari sediaan yg mengapung sebagai fungsi dari waktu. Uji ini mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang dibutuhkan untuk menjaga objek benar-benar tenggelam dalam cairan.
Gaya ini menentukan berat resultan dari objek ketika tenggelam dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mengapungnya atau tak-mengapung.
Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial dari keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja pada objek seperti pada persamaan :
F = F apung – F grav
F = d f g V – d s g V = ( d f – d s ) gV F = (d f – M / V) gV
Dimana
F = gaya vertikal total (berat resultan objek) g = percepatan gravitasi
d f = densitas fluida d s = densitas objek M = massa objek V = Volume objek
Gambar 4.5 Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada sediaan FDDS.
Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F ke bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+) terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi floating ke non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating bentuk sediaan.
11. Metode γ- Scintigraphy
Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung biasanya ditentukan dengan gamma scntigraphy atau roentgenography. Penelitian dilakukan pada subjek manusia muda dan sehat, baik dilakukan pada kondisi berpuasa atau tidak menggunakan sediaan floating dan non-floating (kontrol).
γ- Scintigraphy merupakan metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi γ radioisotop dicampurkan ke dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder).
Sejumlah isotop stabil mis. 152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama pembuatan.
Metode ini digunakan untuk membantu memantau lokasi bentuk sediaan dalam GIT dan dapat memprediksi dan menghubungkan waktu pengosongan lambung dan lintasan bentuk sediaan pada GIT.
Kelemahan dari metode ini dapat berupa pasien terkena radiasi pengion, terbatasnya informasi topografi, teknik resolusi rendah, pemakaiannya sulit dan persiapan radiofarmasinya mahal.
12. Radiology
Metode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih unggul dibandingkan γ- Scintigraphy karena lebih sederhana dan lebih murah. Bahan pengkontras biasanya digunakan Barium sulfat.
13. Gastroscopy
Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk memeriksa secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam lambung.
14. Ultrasonography (USG)
Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan suara melalui permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi meliputi penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi pelarut ke dalam gel dan interaksi antara dinding lambung dan FDDS selama peristalsis.
15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Peralatan yang bernilai pada penelitian GIT untuk menganalisis pengosongan lambung, motilitas dan distribusi intragastrik bahan makanan dan model obat. Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi, resolusi spasial dan temporal yang tinggi, dan tidak menimbulkan radiasi.
BAB V APLIKASI FDDS
FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai berikut :
1. Sustained drug delivery
Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah waktu tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung pada isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat melewati pilorus.
Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8 Jam).
2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus
Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.
Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid konvensional.
4. Peningkatan Absorbsi
Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.
Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).
5.1 Keuntungan FDDS
1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang diabsorbsi di lambung
Misal : Garam Fero, Antasida
2. Formulasi HBS berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.
3. Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada cairan lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung sesuai untuk absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi lambung. Sehingga diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan pada pH basa dari usus.
4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.
5.2 Kelemahan FDDS :
1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam kelarutan atau stabilitas pada GIT
2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat mengapung dan tersalut dengan baik.
3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.
4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.
5.3 Sediaan FDDS
Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaan
Tipe Bentuk Sediaan
Obat Yang Digunakan Pada Formulasi Sediaan FDDS
Tablet Chlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide, Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine, Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate, Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin, Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide, Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.
Kapsul Nicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide HCI, Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam Urodeoksikolat
Mikrosfer Verapamil, Aspirin, Griseofulvin, and p-nitroanilline, Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine
Granul Indomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone Film Cinnarizine
Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran
Nama Obat Tipe Bentuk Sediaan / Isi Keterangan MadoparHBS®
(PropalHBS)
Floating capsule / Levodopa dan benserazid
Floating CR capsules
Valrelease® Floating capsule, Diazepam Floating Capsules Topalkan® Floating Antacid, aluminum
dan
magnesium mixture
Effervescent floating liquid alginate
preparation
Amalgate Float Coat®
Floating antacid Floating gel
Floating dosage form
Conviron Ferrous Sulphate Colloidal gel forming FDDS
Cifran OD® Ciprofloxacine (1 gm) Gas generating floating form Cytotech® Misoprostol (100 mcg/200
mcg)
Misoprostol (100 mcg/200 mcg)
Liquid Gaviscone®
Campuran alginat Menekan gastro esophageal reflux dan
meringankan hati terbakar
BAB VI KESIMPULAN
Dari uraian mengenai Floating Drug Delivery System maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial untuk menahan retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:
1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama
2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah
3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida
4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.