• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN LANGKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN LANGKAT"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN LANGKAT

Oleh : Desi Astuti, SE.,MM

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pancabudi

Abstract : In Law No.32 Year 2004 as guideline of Local Middle Term Development Plan

of Langkat District year 2006/2010 has decided that the goal of development is to improve the people prosperity. The improvement of people prosperity can be achieved if the income of the people increase sufficiently so that it can meet the basic need of their life. Fishery resources is actually potential benefited to improve the standard of living and the prosperity of the fishermen, but in reality, there are so many fishermen who still can not improve the result of their catching fish that the income of the fishermen does not increase. This study observes and analyzes four factors, such s working capital, manpower, experience, and distance of going to sea which influence on the income of found that working capital, manpower, experience and distance of going to sea all together influence the income of the fishermen in Langkat District. Of the four factors which influence on the fishermen income, working capital factors gives nigger contribution compared with manpower, experience and distance of going to sea factors. However, manpower and distance of going to sea factors must also be considered because these factors are supporting factors to the income of fishermen. By taking care of the result of this study that working capital factors gives bigger contribution compared with other factors on the income of the fishermen, it is suggested to open access to get working capital by cooperating with cooperation or banks and non-banking institutions. It is also necessary to perform founding and the development of ability in catching the fish and to improve the technology in catching fish by using effective technology.

Key words : Fishermen’ income, Working Capital, Manpower, Experience, Distance of Going to Sea, Ordinary Least Square (OLS)

Pendahuluan

Hasrat untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera dalam arti sebenarnya adalah tujuan mulia yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia termasuk Kabupaten Langkat sebagai sub sistem di dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia.

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pedoman dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Langkat tahun 2006-2010 telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Peningkatan

kesejahteraan penduduk dapat

dimungkinkan apabila pendapatan

penduduk mengalami kenaikan yang cukup

hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan,

kesehatan, keamanan dan sebagainya

tersedia dan mudah dijangkau setiap

penduduk sehingga pada gilirannya

penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya.

Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga

tingkat pendapatan nelayan tidak

meningkat. Masyarakat yang

(2)

berpenghasilan sebagai nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang

melakukan aktivitas usaha dengan

mendapat penghasilan bersumber dari kegiatan nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya/tanaman air.

Tingkat kesejahteraan nelayan sangat

ditentukan oleh hasil tangkapannya.

Banyaknya tangkapan tercermin pula

besarnya pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum(KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya.

Para nelayan melakukan

pekerjaannya dengan tujuan untuk

memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi pula oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim

(1999) faktor yang mempengaruhi

pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh melaut dan pengalaman. Dengan demikian pendapatan nelayan

berdasarkan besar kecilnya volume

tangkapan, masih terdapat beberapa faktor-faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas.

Dalam rangka mewujudkan

Pembangunan Nasional yang dilakukan melalui Pembangunan Nasional terpadu dan menyeluruh maka pembangunan sektor

ekonomi mutlak diperlukan yaitu

pembangunan ekonomi yang berimbang, dimana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemajuan pertanian yang tangguh dengan sasaran untuk menaikkan tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Upaya peningkatan kehidupan untuk lebih sejahtera dilakukan dengan peningkatan

setiap produk yang dihasilkan sektor kegiatan ekonomi.

Upaya yang dilakukan dalam

kaitannya dengan rencana kebijaksanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sector perikanan, bertujuan untuk : a) Meningkatkan produksi dan mutu hasil

perikanan baik untuk memenuhi

pangan, gizi dan bahan baku industri

dalam negeri serta ekspor hasil

perikanan.

b) Meningkatkan produktivitas usaha

perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan nelayan.

c) Memperluas lapangan kerja dan

kesempatan berusaha serta menunjang pembangunan daerah

d) Meningkatkan pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup.

Dengan kenyataan tersebut maka

sudah sewajarnyalah apabila potensi

sumberdaya perikanan yang ada

dikembangkan penangkapannya untuk

kemakmuran rakyat dengan tetap

memelihara dan menjaga kelestarian

sumberdaya perikanan ini, disamping

memperhatikan faktor-faktor yang

menunjang perolehan produksi nelayan tersebut.

Wilayah Kabupaten Langkat

memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Wilayah pantai/laut Kabupaten Langkat berada disepanjang 110 km Pantai Timur Sumatera atau Selat Malaka. Wilayah kelautan yang demikian luas, sudah tentu akan dapat memproduksi ikan laut (tangkap) yang cenderung meningkat. Ditambah lagi produksi perikanan darat yang pada umumnya dilakukan melalui budidaya.

Model Analisis

Dalam penelitian ini akan

menjelaskan pengaruh antara modal kerja, tenaga kerja, lamanya waktu melaut, pengalaman dan jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat yang dirumuskan dalam fungsi :

(3)

INC = f (MODAL, LAB, EXPE, DST)

Dimana :

INC = Pendapatan nelayan

MODAL = Modal kerja

LAB = Banyaknya orang yang melaut

dalam 1 sampan dayung atau perahu motor atau kapal motor

EXPE = Pengalaman

DST = Jarak tempuh melaut

Dalam analisis ini pendekatan yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi, dimana fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah :

INC = A MODAL1 LAB2 EXPE3 DST4

Selanjutnya fungsi tersebut

ditranformasikan ke dalam bentuk

ekonometrikannya sebagai berikut :

Log INC = 0 + 1log MODAL + 2 log LAB +

3 log EXPE + 4 log DST + 

dimana :

INC = Pendapatan nelayan (Rp.) per

bulan

MODAL = Modal kerja (Rp.) per bulan

LAB = Banyaknya orang yang ikut

melaut dalam 1 sampan dayung atau perahu motor atau kapal

motor (jiwa)

EXPE = Pengalaman (tahun)

DST = Jarak tempuh melaut (km)

0 = Intercept

i = Koefisien regresi, i = 1, 2, 3

dan 4

= Error term (kesalahan

penganggu)

Metode Analisis

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS) dan dengan alat (software) Eviews versi 4.1. Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji F, uji t, dan uji R2.

Uji F digunakan untuk mengetahui

signifikansi secara serentak (simultan) dari model yang diteliti dan uji t digunakan

untuk mengetahui signifikansi dari masing-masing variabel yang diteliti atau secara

parsial, sedangkan uji R2 untuk mengetahui

seberapa besar variasi dari variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat.

Definisi Operasional Variabel Penelitian

a) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan di laut dengan menggunakan sampan dayung atau biasa nelayan tradisional, perahu motor dan kapal motor.

b) Pendapatan nelayan adalah pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan

tangkapan/produksi ikan setelah

dikurangi modal kerja selama sebulan (satuan Rp.)

c) Modal kerja adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh nelayan dalam

memperoleh hasilnya. Biaya-biaya itu terdiri dari : makan, rokok, minyak solar, minyak bensin, upah tenaga kerja, peralatan menangkap ikan (umpan) selama sebulan (satuan Rp.).

d) Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang ikut melaut dalam 1 perahu atau kapal motor (satuan jiwa).

e) Pengalaman adalah orang yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai nelayan dalam jangka waktu tertentu (satuan tahun).

f) Jarak tempuh melaut adalah rata-rata jarak yang ditempuh oleh nelayan dalam menangkap ikan (satuan km).

Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit)

Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (F-test) dan uji t (t-test).

a. Koefisien determinasi (R2) bertujuan

untuk mengetahui seberapa besar

variabel bebas (modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut) dapat menjelaskan variabel terikat (keuntungan nelayan).

(4)

b. Uji serempak (F-test) digunakan untuk

menguji signifikansi dari model

penelitian.

c. Uji parsial (t-test) digunakan untuk

menguji signifikansi dari

masing-masing (parsial) variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Dalam suatu model regresi

berganda ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi yang secara statistik dapat

mengganggu model yang ditentukan,

bahkan dapat menyesatkan kesimpulan

yang diambil dari persamaan yang

dibentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik.

Multikolinieritas

Multikolinieritas timbul karena satu

atau lebih variabel bebas (penjelas)

merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari variabel penjelas lainnya. Jika terdapat

multikolinieritas sempurna, koefisien

regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang

sempurna, koefisien regresi dapat

ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu :

1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar

error besar, sehingga interval

kepercayaan lebar);

2. Koefisien determinasi tinggi dan

signifikasi nitai t statistik rendah;

3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi;

4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.

Untuk melihat ada tidaknya

multikolinieritas dalam suatu model

pengamatan, dapat dilakukan dengan

regresi antar variabel bebas, sehingga dapat diperoleh nilai koefisien determinan (R2)

masing-masing. Selanjutnya R2 hasil regresi

antar variabel bebas tersebut dibandingkan dengan R2 hasil regresi model, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel

bebas > R2 model penelitian, maka

hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas dalam model empiris yang digunakan ditolak.

Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel

bebas < R2 model penelitian, maka

hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.

Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model regresi linier klasik adalah varian dari setiap

kesalahan pengganggu i untuk

variabel-variabel bebas yang diketahui merupakan suatu bilangan konstan dengan symbol 2.

Kondisi seperti ini disebut dengan

homoskedastisitas, dengan persamaan

sebagai berikut :

E (i2) = 2 , dimana i = 1,2,...,n

Sedangkan bila varian tidak konstan

atau berubah-ubah disebut dengan

heteroskendastisitas.

Dalam prakteknya,

heteroskendastisitas banyak ditemui pada data cross-section, karena pengamatan dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang lama, akan tetapi bukan berarti heteroskendastisitas tidak mungkin terjadi dalam data time series.

Untuk melihat atau mendeteksi adanya heteroskendastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Park Test (Uji dari Park RE). Park memformalkan metode

grafik, dengan menganjurkan bahwa 2,

merupakan fungsi dari variabel bebas Xi.

Fungsi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

i2 = 2 Xi  evi

atau bila ditulis dalam bentuk logaritma natural adalah sebagai berikut:

(5)

Karena i2 pada umumnya tidak diketahui,

maka Park menyarankan i2 digantikan

dengan i (residual), sehingga diperoleh :

ln i2 = In 2 +  ln Xi + vi

=  +  ln Xi + vi

Sebagai pedoman, apabila koefisien

 dari persamaan (3.7) signifikan secara statistik, ini menunjukkan bahwa dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya, bila koefisien parameter  dari persamaan (3.7) tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskedastisitas atau tidak adanya heteroskedastisitas dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi tidak dapat ditolak.

Untuk dapat menerapkan uji Park, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :

1. Melakukan regresi dengan

menggunakan model yang sedang diamati, kemudian didapatkan nilai estimasi residual, i2

2. Lakukan regresi dengan menggunakan persamaan

Normalitas

Untuk mengetahui apakah normal

dan tidaknya faktor pengganggu, t dengan

J-B test. Adapun kriteria untuk mengetahui

normal atau tidaknya dari faktor

pengganggu adalah sebagai berikut:

a. Bila nilai JB hitung (= 2hitung) > nilai

2

tabel , maka hipotesis yang menyatakan

bahwa residual, t adalah berdistribusi

normal ditolak.

b. Bila nilai JB hitung (= 2hitung) < nilai

2

tabel , maka hipotesis yang menyatakan

bahwa residual, t adalah berdistribusi

normal tidak dapat ditolak.

Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk

mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan sebaiknya berbentuk linier atau tidak. Apakah suatu variabel baru relevan atau tidak dimasukkan dalam

model. Untuk uji linieritas dalam penelitian ini digunakan uji Ramsey (Ramsey RESET

Test), yaitu dengan membandingkan Fhitung

dan Ftabel. Kriteria keputusannya adalah

sebagai berikut:

a. Bila nilai Fhitung > nilai Ftabel , maka

hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar ditolak b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftabel , maka

hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak.

Hasil Dan Pembahasan Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah

instrument kuesioner yang dipakai cukup

layak digunakan sehingga mampu

menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan uji validitas. Ghozali (2005) menyatakan

bahwa pengukuran validitas internal

menggunakan uji validitas setiap butir pertanyaan (content validity) dengan cara melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total konstruk atau variabel. Dalam hal ini melakukan korelasi masing-masing skor pertanyaan dengan total skor pertanyaan. Untuk perincian dari uji validitas masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

a. Variabel Sosial

Tabel 1. Uji Validitas Variabel Sosial Scale Scale Corrected

Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

II.1 13.5000 2.0303 .5712 .6091 II.2 14.1700 2.3647 .3363 .4129 II.3 14.0300 2.3526 .3872 .4061 II.4 12.8500 2.5328 .3101 .3844 II.5 13.5400 2.2913 .3889 .4047 II.6 13.2700 1.7546 .5300 .5815 II.7 13.0200 2.2420 .3847 .4119 Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Berdasarkan hasil uji validitas diatas, maka nilai validitas yang terdapat

(6)

Correlation dari variabel sosial lebih besar dari 0,30. Dengan demikian maka seluruh pertanyaan dapat dinyatakan valid.

b. Variabel Kegiatan Usaha

Tabel 2. Uji Validitas Variabel Kegiatan Usaha

Scale Scale Corrected

Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted

III.2 806200.2371 1913151799312 .5370 .7246 III.5 639623.4330 1347258167798 .6650 .5023 III.6 258058.4845 147209441471.6 .8402 .6869 III.7 714774.1546 1621145602873 .8380 .6069 III.9 806192.0000 1913137886371 .4132 .4246 III.10 806184.9897 1913106928410 .7898 .6246 III.11 806199.2474 1913148918131 .5668 .5246 III.13 806183.4742 1913158472983 .4285 .4246 III.14 806198.2474 1913152430589 .4278 .4246

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Karakteristik Nelayan Pada Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah nelayan yang memiliki sampan dayung, perahu motor sampai kapal motor yang tersebar di 8 kecamatan di

Kabupaten Langkat. Karakteristik

responden yang di bahas dalam penelitian ini meliputi karakter sosial ekonomi masyarakat nelayan di 8 kecamatan di kabupaten Langkat yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 100 orang.

Usia Nelayan

Bagian pertama wawancara

digunakan untuk mengumpulkan data sosial ekonomi nelayan di Kabupaten Langkat adalah usia/umur. Berdasar tabel 3 ada sebanyak 5,0% nelayan yang berusia dibawah 24 tahun dan 3,0% berusia diatas 60 tahun. Rendahnya nelayan yang berusia tua menunjukkan semakin besarnya usia produktif yang bekerja sebagai nelayan. Usia produktif antara 25 – 59 tahun sebesar 92,0%.

Tabel 3. Kondisi Usia Nelayan di

Kabupaten Langkat Usia Nelayan (Tahun) Jumlah Persen (%) 15 – 24 5 5,0 25 – 34 23 23,0 35 – 44 41 41,0 45 – 59 28 28,0 Lebih dari 59 thn 3 3,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Tingkat Pendidikan

Untuk tingkat pendidikan berdasar 4 menunjukkan hasil bahwa sebanyak

84,0% nelayan berpendidikan sampai

dengan tamat SD (tidak pernah sekolah atau tidak tamat sekolah atau tamat SD). Sedangkan yang berpendidikan tamat SMA hanya sebesar 4,0%.

Tabel 4. Kondisi Tingkat Pendidikan Nelayan di Kabupaten Langkat

Tingkat Pendidikan Jumlah Persen (%) Tidak pernah sekolah 1 1,0 Tidak tamat SD 17 17,0

Tamat SD 66 66,0

Tamat SMP 12 12,0

Tamat SMA 4 4,0

Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Jumlah Anggota Keluarga

Untuk jumlah anggota keluarga berdasar tabel 5 menunjukkan hasil bahwa jumlah anggota keluarga sampai dengan 2 jiwa sebanyak 31,0%. Sedangkan jumlah anggota 3, 4 dan 5 jiwa sebanyak 50,0%. Rata-rata jumlah anggota dalam 1 (satu)

rumah tangga  4 anggota rumah tangga

(7)

Tabel 5. Kondisi Jumlah Anggota Keluarga Nelayan di Kabupaten Langkat

Jumlah Anggota keluarga (Jiwa) Jumlah Persen (%) 1 11 11,0 2 20 20,0 3, 4, 5 50 50,0 6,7,8 16 16,0 Lebih dari 9 3 3,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Lantai Rumah

Untuk lantai rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar tempat tinggalnya lantainya berasal dari papan sebanyak 65,0% kemudian diikuti dari semen sebesar 29,0% dan yang dari tanah sebesar 6,0%.

Tabel 6. Kondisi Lantai Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat

Lantai Rumah Jumlah Persen

(%)

Tanah 6 6,0

Papan 65 65,0

Semen 29 29,0

Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Dinding Rumah

Untuk dinding rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar

tempat tinggalnya dinding rumahnya

berasal dari papan sebanyak 77,0%

kemudian diikuti dari tepas sebesar 13,0%. Sedangkan yang permanen hanya 3,0%.

Tabel 7. Kondisi Dinding Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Dinding Rumah Jumlah Persen (%) Papan 77 77,0 ½ Permanen 5 5,0 Permanen 3 3,0 Tepas 13 13,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Atap Rumah

Untuk atap rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar tempat tinggalnya atap rumah berasal dari seng sebanyak 70,0% kemudian diikuti dari atap rumbia sebesar 30,0%.

Tabel 8. Kondisi Atap Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat

Atap Rumah Jumlah Persen

(%)

Atap Rumbia 30 30,0

Seng 70 70,0

Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Alat Penerangan

Untuk alat penerangan rumah di

kawasan nelayan Kabupaten Langkat

berdasar tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas alat penerangan yang digunakan penduduk di kawasan nelayan Kabupaten Langkat menggunakan listrik yaitu sebesar 94,0% kemudian diikuti dengan teplok sebesar 6,0%.

Tabel 9. Kondisi Alat Penerangan Nelayan di Kabupaten Langkat Alat Penerangan Jumlah Persen (%) Teplok 6 6,0 Petromak 0 0,0 Listrik 94 94,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Sumber Air Minum

Untuk sumber air minum di

kawasan nelayan Kabupaten Langkat

berdasar tabel 10 menunjukkan bahwa

sebagian besar penduduk nelayan

menggunakan air sumur sebesar 67,0% kemudian diikuti dengan menggunakan air ledeng/PDAM sebesar 26,0% dan air sungai sebesar 7,0%.

(8)

Tabel 10. Kondisi Sumber Air Minum Nelayan di Kabupaten Langkat Sumber Air Minum Jumlah Persen (%) Air Sungai 7 7,0 Air Sumur 67 67,0 Air Ledeng/PDAM 26 26,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Tempat Membuang Kotoran/Tinja

Untuk tempat membuang

kotoran/tinja di kawasan nelayan

Kabupaten Langkat berdasar tabel 11

menunjukkan bahwa sebagian besar

penduduk nelayan untuk membuang

kotoran/tinja menggunakan WC/Jamban milik sendiri sebesar 71,0% kemudian diikuti dengan menggunakan sungai sebesar 25,0% dan toilet umum sebesar 4,0%.

Tabel 11. Kondisi Tempat Membuang

Kotoran/Tinja Nelayan di Kabupaten Langkat Tempat Membuang Kotoran/Tinja Jumlah Persen (%) Sungai 25 25,0 Toilet Umum 4 4,0 WC/Jamban Milik Sendiri 71 71,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Status Kepemilikan Rumah

Untuk status kepemilikan rumah di

kawasan nelayan Kabupaten Langkat

berdasar tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk nelayan memiliki

rumah sendiri yaitu sebesar 78,0%

kemudian diikuti dengan milik keluarga sebesar 15,0% dan sewa sebesar 7,0%.

Tabel 12. Status Kepemilikan Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Status Kepemilikan Rumah Jumlah Persen (%) Sewa 7 7,0 Milik Keluarga 15 15,0 Milik Sendiri 78 78,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Kepemilikan Perahu, Perahu dan Kapal Motor

Untuk status kepemilikan perahu, perahu/kapal motor di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 13 menunjukkan bahwa nelayan memiliki sendiri perahu, perahu motor dan kapal motor sebesar 53,0% kemudian diikuti yang sewa sebesar 41,0% dan kredit sebesar 6,0%.

Tabel 13. Status Kepemilikan

Perahu/Kapal Motor Nelayan di Kabupaten Langkat Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Jumlah Persen (%) Milik Sendiri 53 53,0 Sewa 41 41,0 Kredit 6 6,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Sistem Pembagian Hasil

Untuk sistem pembagian hasil dari pendapatan. Misalkan di dalam 1 (satu) perahu atau kapal motor yang terdiri dari anggota (knek), tekong (nakhoda atau pawang yang mempunyai mengetahui keadaan laut) maka sistem pembagian hasilnya adalah dari pendapatan bersih kemudian dibagi masing-masing 1 bagian untuk anggota (knek) dan 2 bagian untuk tekong.

Sedangkan apabila perahu atau kapal motor yang sewa dan pada waktu

melaut tanpa tekong maka sistem

(9)

bersih kemudian dibagi masing masing 1 bagian untuk nelayan dan untuk toke (pemilik kapal) mendapat 1 – 2 bagian tergantung perjanjian.

Apabila perahu atau kapal motor yang sewa dan pada waktu melaut dengan tekong maka sistem pembagian hasilnya adalah dari pendapatan bersih kemudian dibagi masing-masing 1 bagian untuk anggota (knek) dan untuk tekong 1,5 bagian serta untuk toke 2 bagian.

Karakteristik Nelayan Terhadap Pendapatan di Kabupaten Langkat Usia Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Berdasar pada Tabel 14 bahwa usia produktif (25 – 59 th) sebanyak 92 orang (=92,0%) nelayan. Dari usia produktif tersebut ternyata sebanyak 47 orang (=

47,0%) berpendapatan dibawah Rp

1.000.000,- dan jumlah nelayan usia produktif yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 45 orang (= 45,0%). Namun ada nelayan yang berusia 15 – 24 tahun sebanyak 5 orang (= 5,0%) dengan 4 orang yang berpendapatan diatas Rp 1.000.000,-. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Tabulasi Silang Antara Usia Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan Usia (Th.) Total (Rp.) 15 – 24 25 – 34 35 – 44 45 – 59 Lebih dari 59 ≤ 500.000 1 8 7 11 1 28 500.001 – 1.000.000 7 10 4 1 22 1.000.001 – 1.500.000 1 5 9 5 1 21 1.500.001 – 2.000.000 3 2 3 2 10 > 2.000.000 1 12 6 19 Total 5 23 41 28 3 100 Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Berdasar pada Tabel 15 jumlah nelayan yang berpendidikan sampai tamat SD yang berpendapatan kurang dari Rp 1.000.000,- sebanyak 41 nelayan (=41,0%), sedangkan nelayan yang berpendidikan sampai tamat SD yang berpendidikan lebih

dari Rp 1.000.000,- sebanyak 45 nelayan (= 45,0%).

Untuk yang berpendidikan tamat SMA jumlah responden 4 orang (= 4,0%) dengan 2 orang nelayan yang berpendapatan kurang Rp 1.000.000,- dan 2 orang nelayan yang berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,-

Tabel 15. Tabulasi Silang Antara Tingkat

Pendidikan Terhadap

Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan (Rp.) Pendidikan Total Tidak Pernah Sekolah Tidak Tamat Sekolah SD SD SMP SMA ≤ 500.000 4 20 3 1 28 500.001 – 1.000.000 1 5 11 4 1 22 1.000.001 – 1.500.000 3 14 4 21 1.500.001 – 2.000.000 1 7 1 1 10 > 2.000.000 4 13 1 1 19 Total 1 17 65 13 4 5100 Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Berdasar pada Tabel 16, jumlah anggota keluarga sampai dengan 2 jiwa untuk nelayan yang berpendapatan dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 18 orang (= 18,0%), sedangkan yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 13 orang (= 13,0%).

Untuk jumlah anggota keluarga dari

3 sampai dengan 5 jiwa yang

berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 25 orang (= 25,0%), sedang yang

berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,-

sebanyak 13 orang (= 13,0%).

Untuk jumlah anggota keluarga dari

6 sampai dengan 11 jiwa yang

berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 7 orang (= 7,0%), sedang yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 12 orang (= 12,0%).

(10)

Tabel 16. Tabulasi Silang Antara Jumlah

Anggota Keluarga Terhadap

Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan (Rp.)

Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 ≤ 500.000 2 8 9 1 4 1 1 1 1 28 500.001 – 1.000.000 5 3 1 9 1 1 2 22 1.000.001 – 1.500.000 1 5 6 3 1 1 4 21 1.500.001 – 2.000.000 3 2 3 1 1 10 > 2.000.000 2 5 5 2 3 1 1 19 Total 11 20 24 19 7 4 6 6 1 1 1 100

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Status Kepemilikan Rumah Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Berdasar Tabel 17, jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah sewa dengan pendapatan dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 6 orang (= 6,0% ), sedangkan yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 1 orang (1,0%).

Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah yang merupakan milik keluarga dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 7 orang (= 7,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 9 orang (= 9,0%).

Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah yang merupakan milik sendiri dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 37 orang (= 37,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 40 orang (=40,0%).

Tabel 17. Tabulasi Silang Antara Status Kepemilikan Rumah Terhadap Pendapatan Nelayan di

Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan Status Kepemilikan Rumah Total

(Rp.) Sewa Milik Keluarga Milik Sendiri ≤ 500.000 2 3 23 28 500.001 – 1.000.000 4 4 14 22 1.000.001 – 1.500.000 1 4 16 21 1.500.001 – 2.000.000 3 7 10 > 2.000.000 2 17 19 Total 7 15 78 100

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Berdasar Tabel 18, jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor milik sendiri dengan pendapatan dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 23 orang (= 23,0% ), sedangkan yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 30 orang (30,0%).

Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor yang merupakan sewa dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 25 orang (= 25,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 16 orang (= 16,0%).

Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor yang merupakan kredit dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 2 orang (= 2,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 4 orang (= 4,0%).

Tabel 18. Tabulasi Silang Antara Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Total (Rp.) Milik Sendiri Sewa Kredit ≤ 500.000 17 11 28 500.001 – 1.000.000 6 14 2 22 1.000.001 – 1.500.000 14 6 1 21 1.500.001 – 2.000.000 7 3 10 > 2.000.000 9 7 3 19 Total 53 41 6 100

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Tingkat Pendapatan Nelayan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Untuk tingkat pendapatan berdasar Tabel 19 menunjukkan bahwa penduduk yang berpendapatan kurang dari atau sama dengan Rp 1.000.000,- sebesar 50,0%.

Sedangkan yang berpendapatan Rp

1.000.000,- – Rp 2.000.000,- sebesar 31,0%

dan yang berpendapatan diatas Rp

(11)

Tabel 19. Tingkat Pendapatan per bulan Nelayan di Kabupaten Langkat

Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah Persen (%)  500.000 28 28,0 500.001 – 1.000.000 22 22,0 1.000.001 – 1.500.000 21 21,0 1.500.001 – 2.000.000 10 10,0 > 2.000.001 19 19,0 Total 100 100,0

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Untuk tingkat pendapatan (hasil penjualan – modal kerja) per bulan penduduk nelayan di Kabupaten Langkat minimum sebesar Rp 55.000,- dan yang tertinggi sebesar Rp 7.440.00,- dan dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.259.207,-.

Untuk modal kerja per bulan penduduk nelayan di Kabupaten Langkat minimum sebesar Rp 40.000,- dan yang tertinggi sebesar Rp 9.000.000,-.

Untuk tenaga kerja yang ikut dalam melaut minimum sebanyak 1 orang dan yang tertinggi sebesar 11 orang dengan rata-rata 2,49 orang ( 3 orang).

Untuk lamanya waktu melaut dalam satu kali melaut minimum selama 3 jam dan yang paling lama sebesar 120 jam (= 5 hari) dengan rata-rata selama 16,60 jam dalam 1 kali melaut.

Untuk pengalaman dalam

menangkap ikan, nelayan di Kabupaten Langkat mempunyai pengalaman minimum selama 3 tahun dan paling lama sebesar 54 tahun dengan rata-rata pengalaman selama 23,69 tahun ( 24 tahun).

Untuk jarak tempuh melaut, nelayan di Kabupaten Langkat minimum sejauh 1 km dan yang paling jauh 75 km dengan rata-rata sejauh 9,65 km ( 10 km).

Tabel 20. Pendapatan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat

Keterangan Minimum Maksimum Mean Std.

Deviasi

Pendapatan per bulan (Rp) 55.000 7.440.000 1.259.207 1.188.818

Modal Kerja per bulan (Rp)

40.000 9.000.000 985.827 1.423.735

Tenaga Kerja (orang) 1 11 2,49 1,79

Pengalaman (tahun) 3 54 23,69 10,22

Jarak Tempuh Melaut (km) 1 75 9,65 11,96

Sumber : Data Primer, diolah, 2008

Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Metode OLS

Untuk melihat pengaruh variabel bebas yaitu modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut terhadap variabel terikat yaitu pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan program Eviews 4.1, berdasarkan perhitungan fungsi Cobb-Douglas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pendapatan Nelayan

di Kabupaten Langkat

Keterangan : ** signifikan pada α =5%

Sumber : Data diolah (Lampiran 5)

Berdasarkan nilai R-squared (R2)

sebesar 0,6162 yang diperoleh dari

penelitian menyatakan bahwa variabel independen (variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh

melaut) mampu menjelaskan variasi

pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat sebesar 61,62%. Sedangkan sisanya sebesar 38,38% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini. Dari hasil estimasi bahwa nilai F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 3,1236 yang berarti lebih besar dari

F0,05(5,94) = 2,30; ini berarti secara

bersama-sama (serentak) yaitu modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Berdasarkan uji t-statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat adalah modal kerja dan tenaga kerja pada tingkat  = 5 persen sedangkan

LOG(INC) = 10,029 + 0,293 LOG(MODAL) + 0,258 LOG(LAB) + 0,158 LOG(EXPE) Std. Error (0,1139) (0,1294) (0,1746) t-stat (2,575)** (1,997)** (0,904) + 0,004 LOG(DST) Std. Error (0,0066) t-stat (0,648) R2 = 0,616233 R2 = 0,579022 F-stat = 3,123600

(12)

variabel bebas yaitu pengalaman dan jarak

tempuh melaut tidak berpengaruh

signifikan secara statistik terhadap

pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Hasil estimasi diatas menunjukan bahwa koefisien regresi modal kerja sebesar 0,293 bermakna bahwa apabila modal kerja bertambah 10 persen, maka pendapatan nelayan dapat meningkat sebesar 2,93 persen.

Koefisien tenaga kerja menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,258 bermakna

bahwa apabila jumlah tenaga kerja

bertambah 10 persen, maka pendapatan nelayan dapat meningkat 2,58 persen.

Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara parsial (individu) dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikinsi (sig.) pada hasil estimasi (lampiran 5).

Dengan jumlah sampel (n) = 100, variabel bebas (k) = 4 maka derajat bebas untuk nilai t-statistik (n-k-1) atau sama dengan 95. Pada variabel modal kerja mernpunyai t-hitung sebesar 2,575 lebih besar dari t-tabel α = 0,05 sebesar 1,98 yang bermakna bahwa variabel modal kerja berpengaruh signifikan pada α = 0,05 terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.

Sementara itu t-hitung variabel tenaga kerja sebesar 1,997 lebih besar dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05 sebesar 1,98 dengan demikian bahwa variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.

Sementara itu t-hitung variabel pengalaman sebesar 0,904 lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05 sebesar 1,98 dengan demikian bahwa variabel pengalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.

Sementara itu t-hitung variabel jarak tempuh melaut sebesar 0,648 lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05

sebesar 1,98 dengan demikian bahwa

variabel jarak tempuh melaut tidak

berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Hasil estimasi diatas menunjukan bahwa koefisien modal kerja menunjukkan elastisitas dari modal kerja terhadap pendapatan nelayan, dengan elastisitas sebesar 0,293 bermakna bahwa modal kerja terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap modal kerja sangat kecil.

Sementara itu koefisien jumlah tenaga kerja yang menunjukkan elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,258 bermakna bahwa jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap jumlah tenaga kerja sangat kecil.

Sedangkan untuk koefisien

pengalaman yang menunjukkan elastisitas pengalaman terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,158 bermakna bahwa pengalaman terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap pengalaman sangat kecil.

Sedangkan untuk koefisien jarak

tempuh melaut yang menunjukkan

elastisitas jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,004 bermakna bahwa jarak

tempuh melaut terhadap pendapatan

nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap jarak tempuh melaut sangat kecil.

Uji Asumsi Klasik

Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin dicapai adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan ada kalanya sering dijumpai dalam model regresi (terutama regresi linear

berganda) berbagai masalah terutama

pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian

(13)

asumsi klasik berupa multikolinieritas,

heteroskedastisitas, normalitas dan

linieritas.

Uji Multikolinieritas

Interpretasi dari model regresi berganda secara implisit bergantung pada asumsi bahwa antar variabel bebas yang digunakan dalam model tersebut tidak

saling berkolerasi. Koefisien-koefisien

regresi biasanya diinterpretasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap. Namun interpretasi ini menjadi salah apabila terdapat hubungan linear antar variabel bebas. Berikut ini hasil uji multikolinieritas pada Tabel 21 adalah sebagai berikut:

Tabel 21. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas Variabel R2 LOG (MODAL) 0,217 LOG (LAB) 0,233 LOG(EXPE) 0,059 LOG(DST) 0,337

Sumber : Data diolah (Lampiran 6 s/d 9) Berdasarkan pada Tabel 4.25 diatas

dapat terlihat bahwa nilai R2

{LOG(INC) C LOG(MODAL) LOG(LAB) LOG(EXPE) LOG(DST), yaitu 0,616 lebih besar dari pada nilai R2 antar variabel bebas dalam regresi parsial yaitu : 0,217; 0,233; 0,059 dan 0,337 berdasarkan ketentuan rule of thumb dan metode ini dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak ditemukan adanya multikolinierity.

Uji Heteroskedastisitas

Dalam regresi berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE adalah var (ui) σ2 (konstan), semua

sesatan mempunyai variansi yang sama. Padahal ada kasus-kasus tertentu dimana variansi u1 tidak konstan, melainkan suatu

variabel berubah-ubah.

Berdasarkan hasil estimasi uji white heterokedastisticity test pada tabel 22, diperoleh besarnya nilai Obs*R-squared sebesar 11,399 dan bila dibandingkan

dengan nilai 2 Tabel sebesar 118,743 pada

tingkat signifikansi  = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Obs*R-squared

lebih kecil dan nilai 2 Tabel

(Obs*R-squared = 10,703 < 2 Tabel = 118,743).

Dengan demikian, hasil uji dengan

menggunakan white heterokedastisticity test

tidak ditemukan masalah

heteroskedastisitas dalam model yang digunakan.

Tabel 22. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.781175 Probability 0.686336 Obs*R-squared 11.39968 Probability 0.654392

Sumber : Data diolah (lampiran 10)

Uji Normalitas

Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui normal apa tidaknya faktor pengganggu yang dapat diketahui melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil

estimasi residual dan Chi-Square

Probability Distribution. Hasil estimasi yang dilakukan dengan uji JB test dapat dilihat pada Lampiran 11

Berdasarkan hasil estimasi uji JB test pada Lampiran 11, diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics sebesar 4,975 dan bila dibandingkan

dengan nilai 2 Tabel sebesar 118,743 pada

tingkat  = 5%, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai JB test lebih kecil dan nilai 2 Tabel (JB test hitung = 4,975 < 2 Tabel 118,743). Hal ini berarti model empiris yang digunakan dalam model tersebut

mempunyai residual atau faktor

pengganggu yang berdistribusi normal yang tidak dapat ditolak.

Uji Linieritas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi

(14)

yang digunakan dalam studi empiris berbentuk linier atau tidak. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji Ramsey (Ramsey RESET Test).

Berdasarkan hasil estimasi Ramsey RESET test pada lampiran 12, diperoleh hasil nilai Fhit sebesar 0,067 dan bila

dibandingkan dengan nilai Ftabel sebesar

2,47 pada tingkat  = 5%, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai Fhit lebih kecil dan

nilai Ftabel. Oleh karena itu, berdasarkan

hasil uji Ramsey dapat disimpulkan bahwa model yang benar spesifikasinya dalam bentuk linier atau persamaan dalam bentuk linier.

Dengan melakukan berbagai uji asumsi klasik dan hasilnya ternyata bebas dari pelanggaran asumsi klasik maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam menaksir pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat sudah baik “BLUE”.

Kesimpulan

1. Modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut secara bersama-sama berpengaruh nyata

terhadap pendapatan nelayan di

Kabupaten Langkat.

2. Modal kerja mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan nelayan, ceteris paribus. Dengan kata lain,

apabila modal kerja naik akan

meningkatkan pendapatan nelayan.

Begitu juga halnya dengan tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan nelayan.

3. Nilai elastisitas dari variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempunyai nilai elastisitas kurang dari 1 (inelastic)

terhadap pendapatan nelayan di

Kabupaten Langkat, sehingga respon pendapatan nelayan terhadap modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut sangat kecil.

Saran-Saran

1. Untuk mendorong peningkatan

pendapatan nelayan sudah seharusnya

pemerintah Kabupaten Langkat

terutama Dinas Perikanan dengan

bekerja sama dengan dinas terkait

lainnya mencari solusi dari

permasalahan modal kerja dengan membuka akses untuk mendapatkan modal kerja guna kesejahteraan nelayan

dengan cara bekerjasama dengan

koperasi atau lembaga keuangan bank dan non bank.

2. Untuk mendorong kemampuan dari nelayan maka Pemerintah Kabupaten Langkat terutama Dinas Perikanan dapat memberikan pembinaan dan pengembangan kemampuan nelayan dalam kemampuan menangkap ikan dan juga meningkatkan teknologi dalam menangkap ikan dengan teknologi yang tepat guna.

3. Untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat nelayan, perlu diberikan

penyuluhan tentang bagaimana

kelayakan dalam menangkap ikan. Meskipun masyarakat nelayan telah banyak memiliki pengalaman (umunya pola tradisional), namun penyuluhan ini perlu dilakukan terutama berorientasi kepada penggunaan dan pemanfaatan teknologi.

4. Penggunaan tenaga kerja oleh masing-masing kelompok nelayan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan sehingga akan mengurangi biaya ke laut (lebih efisien), karena tambahan tenaga kerja tersebut tidak profesional.

5. Peralatan yang digunakan oleh para nelayan pada umumnya masih minim

dan tradisonal sehingga hasil

tangkapnnya acapkali tidak dapat

menutupi biaya yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Untuk itu diperlukan sentuhan dan bantuan dari

para pemilik modal agar dapat

mendukung kelengkapan peralatan

penangkapan ikan yang diperlukan para nelayan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

__________, 2001, Dimensi Ekonomi

Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan, Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan (JEP), IX(1).

Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial

Ekonomi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Nelayan Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lembaga Penelitia, Medan.

Budiharsono, 2001, Teknis Analisis

Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, PT. Pradnya Paramita,

Jakarta.

Badan Pusat Statitistik (BPS), 2007,

Kabupaten Langkat Dalam Angka, BPS, Langkat.

Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun

Kelautan dan Perikanan, Bening,

Jakarta.

Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika

Dasar, Erlangga, Jakarta.

Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori

Ekonomi Mikro. Salemba Empat,

Jakarta.

Rahardja, Manurung, 2006, Teori

Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah

Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS

USU, Medan.

Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat

Pendapatan Nelayan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Syiah Kuala

Kotamadya Banda Aceh, Tesis S2

PPS USU, Medan.

Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU,

Medan.

Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan

Nusantara, Pusat Riset Pengolahan

Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFE-UGM, Yogyakarta.

Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi

Hasil Terhadap Pendapatan Buruh Nelayan di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Skripsi S1, EP USU, Medan.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

__________, 2001, Dimensi Ekonomi Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), IX(1).

Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Nelayan Kecamatan Percut Sei Tuan, Lembaga Penelitia,

Medan.

Budiharsono, 2001, Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Badan Pusat Statitistik (BPS), 2007, Kabupaten Langkat Dalam Angka, BPS, Langkat.

Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun Kelautan dan Perikanan, Bening, Jakarta.

Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.

Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta.

Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan

Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU,

Medan.

Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan dan Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Syiah Kuala Kotamadya Banda Aceh, Tesis S2 PPS USU, Medan.

Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha

Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan.

Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan Nusantara, Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFE-UGM, Yogyakarta.

Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi Hasil Terhadap Pendapatan Buruh Nelayan

Referensi

Dokumen terkait

HONORARIUM PANITIA PELAKSANA KEGIATAN; HONORARIUM PEGAWAI HONORER / TIDAK TETAP; BANTUAN TRANSPORT NARASUMBER DAN BANTUAN TRANSPORT PESERTA; HONORARIUM NARASUMBER; BELANJA

Berdasarkan hasil klasifikasi per kecamatan yang sesuai dengan penelitian ini didapat hasil bahwa daerah yang memiliki kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) untuk

Metode spektroskopi NIR dapat digunakan untuk memprediksi parameter kematangan buah melon dari berbagai umur panen secara non-destruktif melalui pendugaan nilai total

Berdasarkan nilai signifikansi : dari output diatas, diketahui antara Jarak dengan Waktu nilai signifiksnnya 0,000 &lt; 0,05 yang berarti terdapat. kolerasi

Dengan demikian seorang guru harus memahami keterampilan kegiatan menutup permainan, memiliki teknik mengajar ketika menghadapi siswa yang tidak fokus, memberikan

Terkadang kita pernah mengalami atau bahkan sering mengalami kesulitan dalam mencari sebuah file atau beberapa file pada komputer kita yang didalamnya telah tersimpan begitu

Panitia Pengadaan Bar ang/ Jasa pada Direktorat Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indu strial, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan

Hasil perhitungan nilai indeks glikemik produk olahan suweg yang didapatkan dari rata- rata kurva respon glukosa terhadap 6 orang subjek penelitian menunjukkan bahwa