• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Oral Higiene Dan Pengetahuan Antara Kelompok Satu Kali Penyuluhan Dan Dua Kali Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Penderita Tunanetra Usia 12 – 19 Tahun Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Oral Higiene Dan Pengetahuan Antara Kelompok Satu Kali Penyuluhan Dan Dua Kali Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Penderita Tunanetra Usia 12 – 19 Tahun Di Medan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ORAL HIGIENE DAN PENGETAHUAN

ANTARA KELOMPOK SATU KALI PENYULUHAN DAN

KELOMPOK DUA KALI PENYULUHAN KESEHATAN GIGI

DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA 12 – 19

TAHUN DI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : THERESIA NIM : 060600009

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 6 Februari 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Oktavia Dewi, drg., M.Kes ……….

NIP: 1970101015 199802 001 ( Theresia )

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 6 Februari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg.,M.Kes

(4)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departeman Ilmu Kedokteran Gigi

Pencegahan/ Kesehatan Gigi

Masyarakat

Tahun 2010

Theresia

Perbandingan Oral Higiene dan pengetahuan antara kelompok satu kali penyuluhan dan dua kali penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada penderita tunanetra usia 12 – 19 tahun di Medan.

ix + 41 halaman

Prevalensi penderita tunanetra menurut laporan dari Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2000 mencapai 1,5 % dari jumlah penduduk, yang berarti lebih dari tiga juta penduduk yang mengalami kebutaan. Jumlah itu merupakan jumlah yang sangat besar dan perlu diberi perhatian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui OHIS dan pengetahuan penderita tunanetra sebelum dan setelah diberikan penyuluhan pada kelompok satu kali dan dua kali penyuluhan.

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental seri ganda. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Karya murni dan Panti Sumatera. Sampel diambil secara total sampling yang berjumlah 33 orang untuk kelompok satu kali penyuluhan dan 31 orang untuk kelompok dua kali penyuluhan.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan gambaran responden yang mendapatkan penyuluhan memiliki nilai penglihatan buta total, usia terbanyak berkisar antara 15-17 tahun. Pada kelompok satu kali penyuluhan menunjukkan penurunan skor OHIS sebesar 0,91 setelah penyuluhan dimana skor sebelum penyuluhan adalah 3,59 dan setelah penyuluhan adalah 2,69, hasil uji T berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna ( p = 0,0001). Nilai pengetahuan juga mengalami perbedaan bermakna ( p = 0,0001 ) dan terjadi peningkatan sebesar 31,72. Pada kelompok dua kali penyuluhan, indeks OHIS mengalami penurunan sebesar 1,53 dan terlihat adanya perbedaan bermakna ( p = 0,0001 ) dimana skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,54 dan setelah penyuluhan adalah 2,01. Untuk nilai pengetahuan juga terjadi peningkatan sebesar 49,72 dan terlihat adanya perbedaan bermakna sebelum dan setelah penyuluhan kedua dilakukan ( p = 0,0001 ). Hasil uji statistik untuk pemeriksaan OHIS akhir pada kelompok satu kali dua kali penyuluhan menunjukkan adanya perbedaan bermakna ( p = 0,0001) dengan rata-rata selisih 0,67. Penilaian pengetahuan setelah penyuluhan pada kedua kelompok terlihat adanya perbedaan yang bermakna ( p = 0,0001 ) dengan selisih 18. Berdasarkan jawaban kuesioner sebelum penyuluhan, banyak penderita yang tidak mengetahui fungsi dan cara penyikatan yang benar.

Dari penelitian ini dapat dilihat perlunya program pembersihan karang gigi dan penyuluhan secara intensif dan berkala guna mengajarkan cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang benar sehingga terbentuk kebiasaan yang baik dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut mereka. Penyuluhan yang diberikan sebaiknya menekankan mengenai frekuensi dan cara penyikatan gigi serta bentuk, fungsi dan letak gigi.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian.

2. Oktavia Dewi, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Simson Damanik, drg., M.Kes selaku ketua departemen dan seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(7)

5. Mimi Marina Lubis, drg selaku penasehat akademik yang telah membimbing dan memberi petunjuk kepada penulis selama masa pendidikan.

6. Suster kepala panti Karya Murni dan pendeta Abdul Hutauruk dari panti Sumatera yang telah memberikan izin kepada penulis untuk pemgambilan data penelitian.

Rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada ayahanda Sutrisman.S dan ibunda Verawaty yang selalu memberikan dorongan, baik moril maupun materil serta doanya kapada penulis, juga kepada adik-adikku tercinta Benny dan Debora Victoria Furness.

Penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada Christian Andri, Trisna Zhang, Elly Chan, Steven Chi, Albert, Antony, Dahnil, Vera, Helly, Vincent, Jo, Chuan, Liang, Peik Chin, Steven Pardamean, Ilmiah serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, perkembangan penelitian dan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2010 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ………

HALAMAN PERSETUJUAN ….……… HALAMAN TIM PENGUJI …..………..

KATA PENGANTAR ………..…… iv

DAFTAR ISI ………..…….. vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..… 1

1.2 Rumusan Masalah ...………..…… 4

1.3 Tujuan penelitian………... 4

1.4 Hipotesis ……….………..……….………... 5

1.5 Manfaat Penelitian ……… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan KarakteristikTunanetra ……...………….... 7

2.2 Etiologi Tunanetra ……… 9

2.3 Klasifikasi Tunanetra ………..…….……. 9

2.4 Alat Bantu Baca Dan Tulis…...…...…….………... 11

2.5 Kesehatan Gigi dan Mulut ………..….…………. 11

2.6 Masa Perkembangan Anak ………... 14

2.7 Metode Penyuluhan ………..……….…... 16

2.8 Pendekatan dan Materi Penyuluhan pada Masyarakat Tunanetra ……….. 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 18

3.2 Sampel Penelitian ………. 18

3.3 Besar Sampel ……… 18

3.4 Variabel Penelitian ……… 19

3.5 Definisi Operasional ………. 19

3.6 Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 20

3.7 Cara Pengumpulan Data ………..…. 20

(9)

3.9 Analisis Data ………..……... 26 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden ………... 27

4.2 Pemeriksaan Skor Oral Debris dan Oral Higiene …………. 28

4.3 Nilai Pengetahuan Responden ………. 29

4.4 Perbandingan Skor OHIS dan Nilai Pengetahuan Setelah

Dilakukan Penyuluhan Antara Kedua Kelompok ………… 31

BAB 5 PEMBAHASAN ……… 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ……….. 36

6.2 Saran ………. 36

DAFTAR PUSTAKA …………...……… 39

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia.………. 27 2. Perbandingan indeks Oral debris dan indeks OHIS sebelum dan

setelah penyuluhan.………. 29

3. Gambaran persentase jawaban awal responden yang dinilai dengan

kuesioner.………... 30

4. Perbandingan tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan… 31 5. Perbandingan skor debris, OHIS dan retensi ingatan dihubungkan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut bagi penderita tunanetra usia 12 – 19 tahun.

2. Lembar pemeriksaan indeks oral higiene. 3. Konsep penyuluhan.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita cacat di Indonesia telah lama diabaikan. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh latihan khusus dalam perawatan gigi pada penderita cacat. Hal ini juga disebabkan perhatian pemerintah Indonesia yang masih sangat kurang terutama dalam hal sarana dan prasarana. Oleh karena dasar dari rasa takut akan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi, maka mendorong banyak dokter gigi untuk menolak perawatan gigi pada penderita cacat.1, 2. Sedikitnya pengetahuan dan data yang dimiliki menyebabkan kurangnya perhatian terhadap penderita cacat, khususnya tunanetra.

Tunanetra merupakan suatu keadaan dari kurangnya persepsi visual baik oleh faktor fisiologis maupun faktor neurologis.3 Pengertian tunanetra dilihat dari kacamata pendidikan menurut Barraga N adalah individu yang mengalami gangguan fungsi penglihatan untuk mengikuti proses belajar dan mencapai prestasi secara maksimal.4

(13)

Menurut penelitian yang dilakukan Alexander Schembri dan Janice Fiske, kebanyakan masyarakat tunanetra tidak memiliki pengertian maupun pengetahuan yang baik mengenai kesehatan rongga mulut sehingga banyak dari mereka yang merasa tidak memerlukan pendidikan maupun penyuluhan mengenai cara pembersihan gigi dan mereka hanya mengutarakan kebutuhan perawatan bila telah terasa sakit gigi, namun pada penelitian ditemukan bahwa terdapat banyak keadaan patologis yang tidak mereka sadari, bahkan sebagian dari sampel yang diteliti menyatakan bahwa mereka menderita sakit gigi dan masalah pada gigi tiruan yang mereka kenakan.6 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joseph Z pada anak normal dan penderita tunanetra menunjukkan bahwa Indeks debris, kalkulus dan oral higiene penderita tunanetra lebih tinggi dibandingkan anak normal, hal ini disebabkan mereka mengalami kesulitan dalam memelihara kesehatan rongga mulut mereka, menjangkau akses untuk perawatan gigi serta mereka juga sulit menerima perawatan gigi. Kesehatan rongga mulut mereka juga dapat diperburuk oleh ketidakmampuan mereka dalam mendeteksi dan mengenali keadaan rongga mulut mereka sehingga tidak dapat dilakukan penanganan segera untuk menanggulanginya.6,7 Oleh sebab itu maka sangatlah penting bagi masyarakat tunanetra untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan penyuluhan dan latihan untuk memelihara kesehatan rongga mulut mereka serta mengenali secara cepat keadaan patologis yang terdapat di dalam rongga mulut mereka.7

(14)

khusus anak tunanetra, Maryland, 80% dari anak-anak tersebut tinggal di sekolah / asrama dan bergantung pada penjaga asrama, guru dan pembantu dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka.8

Pada penelitian ini akan dilakukan pembagian kelompok menjadi satu kali penyuluhan dan dua kali penyuluhan. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Riyanti E dkk, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan setelah pemberian dua kali penyuluhan dibandingkan dengan hanya satu kali penyuluhan, serta adanya pertimbangan bahwa subjek penelitian telah kehilangan satu indra sehingga memiliki keterbatasan dalam hal mengenali rongga mulut mereka.9

(15)

periode subjektif dan memasuki tahap perkembangan gigi permanen sehingga pemeriksaan oral higiene dan pemberian penyuluhan lebih mudah dilaksanakan.

Penelitian dilakukan Panti Karya murni karena menurut data yang diperoleh dari penelitian Siti Balqish di panti tersebut, menunjukkan indeks Oral higiene yang buruk pada penderita tunanetra12 dan pemilihan panti Sumatra karena terbatasnya panti khusus tunanetra di Medan. Peneliti tertarik melaksanakan penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui apakah dengan penyuluhan dan latihan menjaga kesehatan gigi dan mulut akan dapat meningkatkan kesehatan rongga mulut penderita tunanetra serta meningkatkan pengetahuan mereka mengenai cara pemeliharaan kesehatan rongga mulut. Disamping itu, peneliti juga ingin mengetahui pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada penderita tunanetra.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka timbul permasalahan yang hendak diteliti :

Apakah ada perbedaan oral higiene pada penderita tunanetra sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan?

Apakah ada perbedaan oral higiene antara kelompok dengan satu kali dan dua kali penyuluhan setelah dilakukan penyuluhan?

(16)

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum :

Mengetahui skor oral higiene dan nilai pengetahuan penderita tunanetra baik sebelum maupun sesudah dilakukan penyuluhan.

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui perbedaan skor OHIS pada penderita tunanetra baik sebelum diberikan penyuluhan maupun setelah diberikan penyuluhan pada kelompok dengan satu kali penyuluhan dan kelompok dengan dua kali penyuluhan.

2. Untuk mengetahui perbedaan skor OHIS pada kedua kelompok setelah dilakukan penyuluhan.

3. Untuk mengetahui perbedaan nilai pengetahuan materi penyuluhan pada kedua kelompok.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan skor Oral higiene sebelum dan sesudah penyuluhan pada kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan.

2. Ada perbedan skor Oral Higiene akhir antara kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan yang diperiksa 10 hari setelah penyuluhan.

(17)

1.5 Manfaat Penelitian

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan

Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal.4 Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan penglihatan. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card.13

Akibat dari ketunanetraan, secara kognitif pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Sehingga perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera penglihatannya.13

(19)

Dari segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal pada umumnya,dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut Kirley (1975), berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45- 160, dengan distribusi12,5% memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas 120 dan 50% dengan IQ antara 80-120.13

Dari segi perkembangan emosi, anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar untuk mencoba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya.13

(20)

tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. 13

2.2 Etiologi Ketunanetraan

Tunanetra dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor yang erat hubungannya selama bayi masih dalam kandungan seperti: kurang gizi, terkena infeksi, keracunan, aborsi yang gagal, ataupun adanya penyakit kronis. Sedangkan hal yang termasuk kedalam faktor eksternal diantaranya adalah faktor ketika lahir atau maupun faktor setelah lahir Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit syphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, kelahiran yang lama sehingga kehabisan cairan, kelahiran yang dibantu alat yang mengenai syaraf, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun virus.4,13

Namun gangguan penglihatan umumnya disebabkan oleh penyakit dan malnutrisi. Menurut perkiraan WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan yang paling sering diantaranya adalah katarak (47,9%), glaukoma (12,3%), degenerasi makular akibat usia (8,7%), opasitas kornea (5,1%), dan diabetes retinopati (4,8%).3

2.3 Klasifikasi tunanetra

Berdasarkan tingkat penglihatan, ketunanetraan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:

(21)

memiliki persepsi cahaya dan mereka yang memiliki persepsi sumber cahaya. Pada golongan ini, mereka memerlukan sistem Braille sebagai alat bantu.

b. Tunanetra golongan kurang lihat yang terbagi lagi menjadi tiga kelompok yakni: mereka yang memiliki persepsi benda-benda yang berukuran besar sehingga mereka masih membutuhkan sistem Braille; mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran sedang dimana ada diantara mereka yang membutuhkan sistem Braille dan ada juga yang dapat menggunakan huruf dan tanda visual yang diperbesar; mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran kecil dimana mereka pada umunya mampu menggunakan huruf dan tanda visual sebagai media baca dan pengajaran.4

2.4 Alat Bantu Baca Dan Tulis

Masyarakat tunanetra mungkin mengalami hambatan dalam menerima informasi, namun disisi lain mereka juga memiliki kelebihan, berupa sensasi taktil dan pendengaran yang tajam. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tunanetra umumnya menggunakan sistem Braille untuk memperoleh informasi baru.

(22)

tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.14

2.5 Oral Higiene

Oral higiene adalah suatu tindakan atau praktek untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut untuk menghindari kerusakan gigi dan jaringannya serta menghindari bau nafas. Status oral higiene pasien dinilai berdasarkan banyak atau sedikitnya penumpukan plak, debris makanan, materi alba dan stein pada permukaan gigi. Penumpukan plak diperiksa dengan bantuan bahan pewarna plak atau dikenal dengan disclosing solution. Lokasi dari penumpukan plak dan iritan lokal lain kadang-kadang bisa menjadi petunjuk adanya faktor pendorong. Misalnya penumpukan plak pada satu sisi berkaitan dengan kebiasan mengunyah pada sebelah sisi.15 Tetapi, pada umumnya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai kebersihan mulut.16 Indeks yang sering dipakai adalah indeks Green dan Vermillion yaitu oral higiene indeks (OHI) dan oral higiene indeks simplified (OHIS). Dalam penilaiannya, Indeks Oral terdiri dari dua indeks, yaitu:

1. Indeks Oral Debris

Oral debris adalah lapisan lunak diatas permukaan gigi yang terdiri dari mucin, bakteri dan sisa makanan yang berwarna putih kehijauan atau jingga.

2. Indeks Kalkulus

(23)

Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dental dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Kalkulus supragingiva; adalah kalkulus yang terdapat koronal dari tepi gingiva, dan oleh karena itu maka dapat dilihat di rongga mulut. Kalkulus ini biasanya berwarna putih kuning keputih-putihan; konsistensinya keras seperti batu apung; dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi.17

b. Kalkulus subgingiva; adalah kalkulus yang berada apikal dari krista tepi gingiva, sehingga tidak dapat dilihat secara langsung di dalam rongga mulut. Penentuan lokasi serta perluasannya membutuhkan pemeriksaan yang teliti dengan menggunakan eksplorer. Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan, konsistensi keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan gigi.17

Indeks oral higiene (OHI) adalah indeks oral debris ( ODI ) ditambah dengan indeks kalkulus ( CI ).18

Tingkat kebersihan oral debris dapat digolongkan sebagai berikut: Baik : 0,0 – 0,6

Sedang : 0,7 – 1,8 Jelek : 1,9 – 3,0

Tingkat kebersihan oral higiene dapat digolongkan sebagai berikut: Baik : 0,0 - 1,2

Sedang : 1,3 – 3,0 Jelek : 3,1 – 6,0

(24)

Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut sangat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu: keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit periodontal.16,17 Dari hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan Palaran kotamadya Samarinda provinsi Kalimantan Timur, diperoleh tingkat kebersihan mulut dengan menggunakan indeks OHIS diperoleh 6,73% siswa memiliki kebersihan gigi dan mulut yang baik; 59,03% sedang dan 32,24% buruk. OHIS rata-rata adalah 3 termasuk kebersihan gigi dan mulut sedang. Frekuensi penyikatan gigi yang dilakukan yaitu 18% menyikat gigi sekali sehari, 34,24% menyikat gigi dua kali sehari, 61,88% menyikat gigi tiga kali sehari, 1,70% menyikat gigi empat kali sehari. Hasil analisa statistik menunjukkan adanya relasi atau hubungan penyikatan gigi dengan tingkat oral higiene pada anak-anak sekolah. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyuluhan tentang kesehatan mulut dan cara menjaga kebersihan rongga mulut telah sukses dilakukan pada murid-murid di sekolah dasar.19

2.6 Masa perkembangan anak

Periode perkembangan anak dapat dibagi menjadi10,11:

(25)

b. Masa bayi adalah adalah periode perkembangan yang terus terjadi dari lahir sampai sekitar usia 18 hingga 24 bulan dan merupakan periode ketergantungan yang ekstrem terhadap orang dewasa. Pada periode ini anak mulai dapat berpikir dengan menggunakan simbol, meniru dan belajar dari orang lain.

c. Masa kanak-kanak awal adalah periode perkembangan yang terjadi mulai akhir masa bayi hingga usia 6 tahun, pada periode ini anak belajar menjadi mandiri dan merawat diri sendiri dan gemar bermain dengan anak sebayanya. Pada periode ini perkembangan memori meningkat dengan pesat.

d. Masa kanak-kanak tengah dan akhir adalah periode perkembangan yang dimulai sejak usia 6 hingga 11 tahun dan sering juga disebut masa sekolah dasar. Pada periode ini perkembangan memori tidak sebesar pada masa kanak-kanak awal.

(26)

2.7 Metode Penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat mengubah prilaku ke arah prilaku sehat. Penyuluhan kesehatan gigi merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat mengubah prilaku sehingga memperoleh tingkat kesehatan gigi yang baik.21

Metode penyuluhan sangatlah menentukan keberhasilan dari suatu penyuluhan, sehingga pemilihan metode haruslah dipilih dengan cermat dan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai. Metode penyuluhan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tujuan instruksional khusus ( TIK ), yaitu:

1. Metode yang digunakan untuk membentuk pengetahuan yaitu :

a. Ceramah adalah salah satu cara pendidikan kesehatan yang di dalamnya kita menerangkan atau menjelaskan sesuatu secara lisan disertai tanya jawab, diskusi dengan sekelompok pendengar serta dibantu dengan beberapa alat peraga yang dianggap perlu.

b. Tanya jawab adalah proses interaksi warga belajar yang berisi pertanyaan- pertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban dari topik belajar tertentu untuk mencapai tujuan belajar.

2. Metode yang digunakan untuk membentuk ketrampilan yaitu :

(27)

3. Metode yang digunakan untuk membentuk sikap yaitu :

a. Permainan (role playing) adalah metode yang dalam pelaksanaannya sasaran harus memerankan satu atau beberapa peran tertentu.

b. Simulasi adalah suatu metode yang dalam pelaksanaannya penyuluh dapat melakukan suatu kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada penghayatan ketrampilan aktualisasi dan praktik dalam situasi secara keseluruhan atau sebagian merupakan tiruan dari situasi sebenarnya.

Retensi ingatan adalah kemampuan seseorang dalam mengingat suatu materi yang telah diberikan kepadanya setelah beberapa waktu. Retensi ingatan dikatakan baik apabila seseorang mampu mengingat seluruh materi yang diberikan.

2.8 Pendekatan dan Materi Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Bagi Pasien Tunanetra.

Sebelum pelaksanaan metode penyuluhan, terlebih dahulu dilakukan pendekatan diri untuk membangun kepercayaan antara peneliti dan penderita tunanetra.

Pendekatan khusus dapat dicapai apabila peneliti mampu mengenali karakter dominan dari penderita tunanetra sehingga memungkinkan komunikasi lebih lanjut. Pendekatan yang dilakukan mencakup :

a. Pengenalan diri

Peneliti harus memperkenalkan diri sendiri terlebih dahulu dengan ramah dan nada suara yang enak didengar agar pasien merasa nyaman.

(28)

Pada awal pembicaraan, hindari untuk membicarakan tentang hal yang terlalu rumit seperti masalah kesehatan. Mulailah pembicaraan dengan hal yang sederhana seperti aktivitas yang dilakukan mereka sehari-hari, contohnya : hobi, kebiasaan, makanan kesukaan dan sebagainya. Pada saat ini sangatlah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak menyinggung mengenai kecacatan atau ketidakmampuan mereka karena disini kita berusaha untuk membangun kepercayaan diri mereka.

Setelah tujuan tercapai, barulah dilakukan pemberian motivasi dan penyuluhan yang dilaksanakan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Penderita tunanetra diberikan pengetahuan mengenai anatomi rongga mulut, penyakit gigi dan periodontal serta bagaimana cara yang baik dan benar untuk menjaga kesehatan rongga mulut pada pasien tunanetra.

(29)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental seri ganda atau multiple time

series design yaitu rancangan yang dibuat dengan melakukan beberapa pengukuran

atau observasi awal sebelum perlakuan diberikan dan observasi akhir setelah perlakuan diberikan pada dua kelompok dengan perlakuan yang berbeda. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok penelitian. Intepretasi efek perlakuan diketahui dengan melihat perbedaan fluktuasi skor oral higiene dan nilai pengetahuan sebagai hasil observasi antara dua kelompok.23,24

3.2 Sampel penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah penderita tunanetra yang berusia 12-19 tahun yang diperoleh dari dua panti di kota Medan yaitu Panti Karya Murni yang terletak di daerah Medan Johor dan Panti Sumatera yang terletak di Tanjung Morawa Medan.

3.3 Besar sampel

(30)

Sampel yang digunakan memiliki kriteria inklusi dan eksklusi, kriteria inklusi yang harus dimiliki yaitu : (1) penderita tunanetra, (2) usia 12-19 tahun, (3) bersedia ikut dalam penelitian, (4) disetujui oleh kepala panti. Kriteria eksklusi yang tidak boleh dimiliki oleh sampel yaitu : (1) Memakai alat ortodonti baik cekat maupun lepasan, (2) tidak kooperatif.

3.4 Variabel penelitian

Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu: 1. Oral higiene

2. Pengetahuan

3. Penyuluhan cara menjaga kesehatan gigi dan mulut serta latihan perabaan anatomi dan cara penyikatan

4. Penderita tunanetra 5. Usia 12-19 tahun 6. Waktu penyuluhan 7. Frekuensi penyuluhan

3.5 Definisi Operasional

1. Oral higiene adalah tingkat kebersihan gigi dan mulut yang diukur melalui skor kalkulus dan skor debris.

(31)

3. Penyuluhan dan latihan adalah pemberian edukasi mengenai anatomi rongga mulut, penyakit pada rongga mulut serta melatih cara memelihara kesehatan gigi dan mulut yang baik dan benar.

4. Penderita tunanetra adalah orang yang mengalami gangguan pada organ penglihatan sehingga tidak mampu melihat / buta total.

5. Usia adalah berkisar antara 12-19 tahun menurut pembagian perkembangan psikologi anak.

6. Waktu penyuluhan adalah saat yang dipilih untuk melaksanakan penelitian, yaitu pada pagi hari pukul 09.00-11.00.

7. Frekuensi penyuluhan adalah jumlah penyuluhan yang diberikan, yaitu satu kali pada kelompok pertama dan dua kali pada kelompok kedua.

3.6 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada pagi hari pukul 09.00 - 11.00 pada tanggal 19 Desember 2009, 29 Desember 2009 dan 08 Januari 2010 di panti Karya Murni, Medan Johor serta tanggal 23 Desember 2009 dan 02 Januari 2010 di panti Sumatera, Tanjung Morawa.

3.7 Cara Pengumpulan data

(32)

a. Pengenalan diri

Peneliti harus memperkenalkan diri sendiri terlebih dahulu dengan ramah dan nada suara yang enak didengar agar pasien merasa nyaman.

b. Membangun pendekatan

Pada awal pembicaraan, hindari untuk membicarakan tentang hal yang terlalu rumit. Pembagian kelompok penyuluhan :

1. Kelompok satu kali penyuluhan

a. Pemeriksaan awal, pemberian kuesioner dan pemberian penyuluhan.

Pemeriksaan Oral higiene pertama dengan menggunakan bahan pewarna (disclosing solution) yang telah disediakan, bahan pewarna diusapkan pada gigi yang hendak diperiksa dengan menggunakan pinset dan kapas yang telah tersedia. Dilanjutkan dengan pemeriksaan skor debris dan kalkulus pada enam gigi yang telah ditentukan dengan bantuan kaca mulut, kemudian dilakukan penjumlahan skor kalkulus dan oral debris. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang tersedia. Dan pada akhir pemeriksaan, diberikan kuesioner secara lisan untuk menilai pengetahuan awal penderita tunanetra mengenai kesehatan gigi dan mulut.

(33)

gigi, cara penyikatan gigi, frekuensi penggantian sikat gigi serta pasta gigi yang baik untuk kesehatan gigi.

b. Pemeriksaan ulang dan pemberian kuesioner

Pemeriksaan ulang dilakukan 10 hari setelah diberikan penyuluhan. Pemeriksaan Oral Higiene ini juga dilakukan dengan menggunakan bahan pewarna (disclosing solution) yang telah disediakan, bahan pewarna diusapkan pada gigi yang hendak diperiksa dengan menggunakan pinset dan kapas yang telah tersedia. Dilanjutkan dengan pemeriksaan skor debris dan kalkulus pada enam gigi yang telah ditentukan dengan bantuan kaca mulut, kemudian dilakukan penjumlahan skor kalkulus dan oral debris. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang tersedia. Dan pada akhir pemeriksaan, diberikan kuesioner secara lisan untuk menilai daya retensi ingatan penderita tunanetra terhadap penyuluhan yang telah diberikan.

2. Kelompok dengan dua kali penyuluhan

a. Pemeriksaan awal, pemberian kuesioner dan pemberian penyuluhan.

(34)

Setelah dilakukan pemeriksaan pertama, barulah diberikan penyuluhan dengan metode ceramah dan laihan. Materi penyuluhan yang diberikan adalah mengenai anatomi rongga mulut berupa: jumlah gigi, jenis gigi, jaringan pendukung gigi. Kemudian dilanjutkan dengan penyakit pada gigi dan gusi, seperti : karies dan gingivitis. Dan yang terakhir, diberikan pengajaran dan laihan mengenai cara penyikatan gigi yang baik dan benar, yang mencakup: frekuensi dan lama penyikatan gigi, cara penyikatan gigi, frekuensi penggantian sikat gigi serta pasta gigi yang baik untuk kesehatan gigi.

b. Pemeriksaan awal, pemberian kuesioner dan pemberian penyuluhan kedua. Setelah berselang 10 hari, dilakukan pemeriksaan Oral higiene dan pemberian kuesioner dengan prosedur yang sama dengan pemeriksaan awal sebelum penyuluhan pertama dan hasilnya dicatat dalam formulir yang tersedia. Setelah dilakukan pemeriksaan, barulah diberikan penyuluhan kedua dengan materi dan metode yang sama dengan penyuluhan pertama.

c. Pemeriksaan ulang dan pemberian kuesioner

(35)

pemeriksaan, diberikan kuesioner secara lisan untuk menilai daya retensi ingatan penderita tunanetra terhadap penyuluhan yang telah diberikan.

Pada penelitian ini, skor pengukuran oral higiene yang dipakai adalah:

Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion.

Skor Oral Debris

Tidak ada debris atau stein.

a. Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi.

b. Ada stein ekstrinsik yang tidak bergantung pada luas permukaan gigi yang ditutupi walaupun tanpa debris.

Debris menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi.

Debris menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.

Skor kalkulus

Tidak ada karang gigi

Karang gigi supra gingival menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Karang gigi supra gingival yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak melebihi 2/3 permukaan gigi dan atau adanya bercak supra gingival yang tidak melingkari leher gigi.

(36)

Gigi yang diperiksa untuk skor debris dan kalkulus adalah gigi yang telah erupsi sempurna. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi dengan permukaan tertentu yang diperiksa.

Gigi yang diperiksa untuk Skor oral debris dan kalkulus yaitu: Bukkal Labial Bukkal

6 1 6

6 1 6

Lingual Labial Lingual

Skor oral higiene simplified adalah skor oral debris simplified ditambah dengan skor kalkulus simplified.

Tingkat kebersihan oral higiene dapat digolongkan sebagai berikut: Baik : 0,0 - 1,2

Sedang : 1,3 – 3,0 Jelek : 3,1 – 6,0

Untuk penilaian pengetahuan dan retensi ingatan, jumlah pertanyaan yang diberikan adalah 15 pertanyaan sehingga nilai tertinggi adalah 100 apabila semua pertanyaan dapat dijawab dengan benar dan nilai terrendah adalah 0 apabila tidak ada pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar.

(37)

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasikan dengan bantuan program SPSS. Semua data yang telah diperoleh dalam kuesioner diedit, dalam hal ini diperiksa kembali apakah semua isian telah lengkap.

3.9 Analisis data

1. Dihitung rata-rata skor oral higiene dan nilai pengetahuan sebelum penyuluhan pada kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan.

2. Dilakukan uji statistik dengan menggunakan T test paired case untuk melihat perbedaan skor oral higiene dan nilai pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan pada kelompok satu kali penyuluhan.

3. Dilakukan uji statistik dengan menggunakan T test paired case untuk melihat perbedaan skor oral higiene dan nilai pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan pada kelompok dua kali penyuluhan.

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Responden dalam penelitian ini adalah penderita tunanetra berusia 12-19 tahun yang berasal dari panti Sumatera dan panti Karya Murni dengan tingkat penglihatan buta total. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah seluruh responden tunanetra yang mendapatkan penyuluhan adalah 64 orang yang terdiri dari 33 orang di panti Sumatera dan 31 orang di panti Karya Murni. Usia responden yang terbanyak di panti Sumatera adalah berusia 15 tahun (27,2%) dan dipanti Karya Murni adalah berusia 17 tahun (22,6%).

Tabel 1. Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia.

Umur ( tahun ) Panti Tingkat penglihatan Sumatera Karya Murni

12 2 ( 6,1 % ) 2 ( 6,4% ) Buta Total

13 2 ( 6,1 % ) 3 ( 9,7% ) Buta Total

14 4 ( 12,1% ) 3 ( 9,7% ) Buta Total

15 9 ( 27,2% ) 5 ( 16,1% ) Buta Total

16 4 ( 12,1% ) 4 ( 12,9% ) Buta Total

17 7 ( 21,2% ) 7 ( 22,6% ) Buta Total

18 3 ( 9,1% ) 5 ( 16,1% ) Buta Total

19 2 ( 6,1% ) 2 ( 6,4% ) Buta Total

(39)

4.2 Pemeriksaan Indeks Oral Debris dan Oral Higiene

Pemeriksaan skor debris dan OHIS dilakukan sebelum penyuluhan dan setelah penyuluhan dilaksanakan. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui pada kelompok satu kali penyuluhan skor debris sebelum adalah 2,54 dan setelah penyuluhan adalah 1,65. Setelah penyuluhan terlihat pengurangan skor sebesar 0,88. Hasil uji T berpasangan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna untuk skor debris sebelum dan sesudah penyuluhan (p = 0,0001). Sedangkan rata-rata skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,59 dan setelah penyuluhan adalah 2,69. Selisih skor OHIS setelah penyuluhan adalah 0,91. Hasil uji T berpasangan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna untuk skor OHIS sebelum dan akhir (p = 0,0001).

Pada kelompok dua kali penyuluhan, skor oral debris mengalami perbedaan yang signifikan (p = 0,0001) dimana skor debris sebelum adalah 2,46 dan setelah penyuluhan adalah 0,97. Pengurangan skor debris setelah penyuluhan adalah 1,49. Hasil uji T berpasangan juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p = 0,0001) untuk skor OHIS, dimana skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,54 dan setelah penyuluhan adalah 2,01. Pengurangan skor OHIS yang terjadi setelah penyuluhan adalah sebesar 1,53. ( Tabel 2)

4.3 Nilai Pengetahuan Responden

(40)

sebaiknya digunakan dan lama penggantian sikat gigi. Sedangkan persentase jawaban yang dapat dijawab dengan benar (diatas 75%) adalah mengenai penyakit yang sering terjadi pada gigi, frekuensi kunjungan ke dokter gigi, tidak dapatnya gigi dewasa diganti serta dapat timbulnya penyakit gigi bila tidak dirawat. ( Tabel 3 )

Pada kelompok satu kali penyuluhan terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 31,72 dan hasil uji T berpasangan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna untuk pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan (p=0,0001) dimana pengetahuan sebelum penyuluhan adalah 40,41 dan setelah penyuluhan adalah 72,13. Sedangkan untuk kelompok dua kali penyuluhan juga terlihat adanya perbedaan bermakna (p=0,0001) yakni 40,21 sebelum penyuluhan dan 90,13 setelah penyuluhan. Peningkatan pengetahuan yang terjadi adalah sebesar 49,92. ( Tabel 4 )

4.4 Perbandingan Skor OHIS dan Nilai Pengetahuan Setelah Dilakukan Penyuluhan Antara Kedua Kelompok

(41)
(42)

Tabel 2. Perbandingan indeks Oral debris dan indeks OHIS sebelum dan setelah penyuluhan.

Tabel 3. Gambaran persentase jawaban sebelum penyuluhan responden yang dinilai dengan kuesioner.

No Pengetahuan mengenai Jawaban Responden (%) Benar Salah

7 Penyakit yang sering pada gigi bila tidak dibersihkan

14 Dapatkah gigi dewasa tumbuh kembali setelah dicabut

90,62 9,38

(43)

Tabel 4. Perbandingan tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan.

Tabel 5. Perbandingan skor debris, OHIS dan retensi ingatan dihubungkan dengan frekuensi penyuluhan

Nilai kelompok 1x dan 2x

(44)

BAB 5 PEMBAHASAN

Responden tunanetra yang mengikuti penyuluhan berjumlah 64 orang yang terdiri dari 33 orang di panti Sumatera dan 31 orang di panti Karya Murni dengan tingkat penglihatan buta total. Usia responden yang paling banyak di panti Sumatera yaitu 15 tahun (27,2%) dan dipanti Karya Murni yaitu 17 tahun (22,6%). Usia responden paling banyak berkisar antara 15-17 tahun.

Skor debris rata-rata pada kelompok satu kali penyuluhan menunjukkan penurunan signifikan setelah penyuluhan (p=0,0001) yaitu sebesar 0,88. Begitu juga skor OHIS yang mengalami penurunan yang signifikan (p=0,0001) sebesar 0,91. Penurunan OHIS dikarena terjadinya penurunan pada skor debris setelah penyuluhan.

Pada kelompok dua kali penyuluhan, skor oral debris mengalami penurunan yang signifikan (p=0,0001) yaitu sebesar 1,49. Begitu juga halnya dengan skor OHIS yang mengalami penurunan yang signifikan setelah penyuluhan kedua (p=0,0001) yaitu sebesar 1,53. Tetapi penurunan nilai OHIS masih belum dapat dikategori baik meskipun telah diberikan dua kali penyuluhan. Sesuai dengan penelitian Riyanti dkk hal tersebut dapat terjadi karena tidak dilakukannya pembersihan karang gigi serta adanya keterbatasan dalam hal penglihatan.

(45)

terlihat lebih baik dibanding skor OHIS awal pada penderita tunanetra, hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan pada penderita tunanetra sehingga mereka sulit mengetahui apakah gigi yang disikatnya sudah atau belum bersih.

Pengetahuan responden sebelum penyuluhan menunjukkan bahwa responden tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai fungsi, bentuk dan letak gigi serta cara penyikatan, pasta gigi yang sebaiknya digunakan dan lama penggantian sikat gigi. Sedangkan jawaban yang dapat dijawab responden adalah mengenai penyakit yang sering terjadi pada gigi, frekuensi kunjungan ke dokter gigi, tidak dapatnya gigi dewasa diganti serta dapatnya penyakit gigi timbul bila tidak dirawat. Hal ini disebabkan penderita tunanetra hanya mendapatkan informasi tersebut dari guru di sekolah. Oleh karena itu penyuluhan harus lebih ditekankan mengenai bentuk, fungsi, letak gigi serta frekuensi dan cara penyikatan yang baik agar kesehatan gigi dan mulut penderita dapat meningkat.

(46)

materi yang telah dilupakan oleh responden dapat dikembalikan melalui penyuluhan tersebut. Sehingga pada kelompok dua kali penyuluhan terlihat hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan skor oral debris dan OHIS setelah dilakukan penyuluhan terlihat perbedaan yang signifikan antara kelompok satu kali dan dua kali penyuluhan (p=0,0001) dimana terlihat hasil yang lebih baik pada kelompok dua kali penyuluhan. Hal ini disebabkan dengan adanya penyuluhan kedua maka ketrampilan penyikatan gigi penderita tunanetra semakin baik sehingga skor debris dan OHIS semakin baik. Namun pada kedua kelompok, skor akhir hanya menunjukkan peningkatan kategori menjadi sedang. Sesuai dengan penelitian Riyanti dkk hal tersebut dapat terjadi karena tingginya skor kalkulus yang tidak dapat dibersihkan hanya dengan penyikatan gigi saja, keterbatasan dalam hal penglihatan, penderita masih terbiasa dengan kebiasaan menyikat gigi sebelum perlakuan serta motivasi yang masih kurang.

(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ada perbedaan signifikan (p=0,0001) pada skor debris sebelum dan setelah penyuluhan pada kelompok satu kali dan dua kali penyuluhan dimana skor debris setelah penyuluhan menjadi lebih baik pada kelompok dua kali penyuluhan dibandingkan dengan kelompok satu kali penyuluhan.

2. Ada perbedaan signifikan (p=0,0001) pada skor OHIS sebelum dan setelah penyuluhan pada kelompok satu kali dan dua kali penyuluhan dimana skor OHIS setelah penyuluhan menjadi lebih baik pada kelompok dua kali penyuluhan dibandingkan dengan kelompok satu kali penyuluhan. Namun pada kedua kelompok skor OHIS sebelum penyuluhan dikategorikan buruk dan menjadi sedang setelah penyuluhan.

3. Ada perbedaan signifikan (p=0,0001) nilai pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan pada kelompok satu kali dan dua kali penyuluhan dimana terjadi peningkatan pengetahuan yang lebih tinggi pada kelompok dua kali penyuluhan dibandingkan dengan kelompok satu kali penyuluhan.

6.2 Saran

(48)

serta frekuensi dan cara penyikatan gigi. Oleh sebab itu pemberian penyuluhan harus lebih ditekankan mengenai bentuk, fungsi, letak gigi serta frekuensi dan cara penyikatan yang baik agar kesehatan gigi dan mulut penderita dapat meningkat.

Persentase penyuluhan dan latihan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan pada penderita tunanetra masih sangat kurang. Hal ini dapat mengakibatkan buruknya OHIS serta dapat meningkatkan persentase terjadinya karies gigi. Sebaiknya dilakukan penyuluhan berkala secara intensif terutama mengenai cara dan lama penyikatan gigi serta penggunaan sikat gigi yang baik bagi penderita tunanetra sehingga mereka mampu meningkatkan pengetahuan, membentuk kebiasaan serta ketrampilan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka.

Penurunan OHIS tidak dapat menuju kategori baik disebabkan tingginya skor kalkulus pada penderita tunanetra. Melihat hal ini, sebaiknya diberikan perawatan pembersihan karang gigi bagi penderita tunanetra sehngga dapat menurunkan skor OHIS.

(49)
(50)

Daftar Pustaka

1. Paradipta. Penanganan kesehatan gigi dan mulut pada anak yang menderita cacat mental. 2009. <http://paradipta.blogspot.com/2009/03/penanganan-kesehatan-gigi-dan-mulut.html>. ( 4 Agustus 2009 )

2. Pasien special, perlu ditangani khusus. 2007.<

berita.dental.php?id=4 > . ( 11 Oktober 1009 )

3. Wikipedia. Blindness. 2007. <

Agustus 2009 )

4. Delfi. Psikologi anak luar biasa. 2009. <

5. Sitorus R, Preising M, Lorenz B. Causes of blindness at the “Wiyata Guna” school for the blind, Indonesia. 2003. < http://www.pubmedcentral .nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1771829 >. (6 oktober 2009)

6. Schembri A, Fiske DJ. The implications of visual impairment in an elderly population in recognizing oral disease and maintaining oral health. 2008. <

(51)

8. Carter LV, Wagner E. Blind children and oral health. 2007. < www. nidcr.nih.gov/NR/rdonlyres/.../0/Children_special_needs.pdf >. ( 16 Agustus 2009 ).

9. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar islam terpadu (SDIT) Imam Bukhari.Bandung, 2005: 1: 8-11.

10.Santrock JW. Perkembangan anak. 11. Dallas: Erlangga, 2007: 20-2;284-9. 11.Hurlock EB. Perkembangan anak. 6(2). Jakarta: Erlangga, 1993: 238-49. 12.Siti Balqish. Pengaruh motivasi dan penyuluhan dengan metoda listening,

reading dan touching terhadap kondisi periodontal tunanetra, 2009: 31-8 13.Somantri T S. Psikologi anak luar biasa. Jakarta: Refika Aditama, 2006 :

65-85.

14.Wikipedia. Braille. 2009.

2009).

15.Edwina AM, Joyston S. Dasar-dasar karies: Penyakit dan penanggulangannya. Jakarta: EGC, 1992 : 12-3.

16.Manson JD, Eley BM. Buku ajar periodonti. Jakarta: Hipokrates, 1993: 44-9;105-10.

17.Daliemunthe S H, Periodonsia. Medan: USU press, 2007: 50-9

(52)

19.Anitasari S, Rahayu NE. Hubungan frekuensi menyikat gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa sekolah dasar negeri di kecamatan Palaran kotamadya Samarinda provinsi Kalimantan timur. Majalah kedokteran gigi 2005:38 (2):88-90.

20.Hurlock EB. Perkembangan anak. 6(1). Jakarta: Erlangga, 1993: 238-49. 21.Herijulianti E, Indriani T S, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:

EGC, 2002: 66-83.

22.Nasution R O, Syahputra C A, Chan D, Pardamean S, Daliemunthe S H. Motivation and periodontal health promotion for visually handicapped patients. Medan: USU, 2007: 14-21.

23.Pratiknya A W. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008: 135-6

(53)

Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/

KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA 12 – 19 TAHUN ( KUESIONER )

Nama :

Usia :

Jenis kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan

1. Apakah fungsi gigi seri?? a. Memotong makanan

b. Mengoyak / menyobek makanan

c. Menghaluskan makanan 1

d. Tidak tahu

2. Apakah fungsi gigi taring? a. Memotong makanan b. menyobek makanan

c. Menghaluskan makanan 2

d. Tidak tahu

3. Bagaimana bentuk gigi seri pada rahang atas? a. Seperti kapak dan besar

b. Membulat dan memiliki dua tonjolan yang hampir sama besar

c. Runcing dan panjang

3a

d. Berbentuk jajar genjang dan memiliki beberapa tonjolan

(54)

4. Bagaimana bentuk gigi geraham kecil pada rahang atas? a. Seperti kapak dan besar

b. Membulat dan memiliki dua tonjolan yang hampir sama besar

c. Membulat serta memiliki 1 tonjolan besar dan 1 tonjolan kecil 4a d. Berbentuk jajar genjang dan memiliki beberapa tonjolan

Dilakukan penunjukan lokasi gigi tersebut 4b

5. Apakah penyakit pada gigi yang sering terjadi bila gigi tidak dibersihkan? a. Gigi bernanah

b. Gigi berlubang ( karies )

c. Gigi patah 5

d. Tidak tahu

6. Pada waktu kapan sebaiknya kita menyikat gigi ? a. Pagi hari saja

b. Malam hari saja

c. Pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur 6 d. Tidak tahu

7. Bagaimana cara menyikat gigi yang benar? a. Kuat-kuat hanya pada satu sisi

b. Kuat-kuat pada seluruh permukaan gigi

c. Secara lembut dan perlahan hanya pada satu sisi 7 d. Secara lembut dan perlahan mengenai seluruh permukaan gigi

e. Tidak tahu

8. Berapa lama sikat gigi yang telah kita gunakan sebaiknya diganti? a. Tidak usah diganti

b. Bila bulu sikat sudah mekar atau setiap 3 ( tiga ) bulan c. 1 ( satu tahun )

d. Lebih dari 1 ( satu ) tahun 8

e. Tidak tahu

9. Pasta gigi apa yang sebaiknya digunakan untuk kesehatan gigi? a. Pasta gigi apa saja

b. Pasta gigi yang tidak mengandung fluoride

c. Pasta gigi yang mengandung fluoride 9

(55)

10. Seberapa sering sebaiknya kita melakukan kunjungan ke dokter gigi? a. 6 (enam) bulan sekali

b. 1 (satu) tahun sekali

c. Lebih dari 1 (satu) tahun sekali 10 d. Tidak tahu

11. Sikat gigi yang bagaimanakah yang sebaiknya diperggunakan? a. Sikat gigi yang bulu sikatnya keras

b. Sikat gigi yang ujungnya besar

c. Sikat gigi yang buku sikatnya lembut dan ujungnya kecil 11 d. Tidak tahu

12. Apakah bila gigi dewasa sudah tanggal / telah dicabut tersebut dapat tumbuh kembali?

a. Dapat

b. Tidak dapat 12

c. Tidak tahu

13. Apakah bila gigi tidak dirawat dapat menimbulkan penyakit? a. Dapat

b. Tidak dapat

c. Tidak tahu 13

(56)

Lampiran 2

Lembar pemeriksaan indeks oral higiene

Nama

:

Jenis kelamin

:

Umur

:

Data Pemeriksaan

Indeks

Debris

Indeks

kalkulus

Bu

La

Bu

6

1

6

6

1

6

Li

La

Li

Indeks

kalkulus

Indeks

Debris

OHIS = ODIS + OCIS

(57)

Lampiran 3

Konsep Penyuluhan

PANDUAN CARA MEMELIHARA KESEHATAN RONGGA MULUT BAGI ORANG-ORANG TUNANETRA

Pendahuluan :

- Pendekatan dan pengenalan diri ( 5 menit )

Metode penyuluhan :

- Ceramah

- Demonstrasi ( 40 menit )

Materi :

1. Pengenalan rongga mulut

Rongga mulut terdiri dari jaringan keras dan jaringan lunak.

- Jaringan keras yaitu gigi dan tulang rahang.

- Jaringan lunak yaitu gusi, lidah dan mukosa

Pembagian dan jumlah gigi dalam rongga mulut manusia :

a. Gigi anak-anak ( gigi susu ) yang berjumlah 20 buah gigi

b. Gigi orang dewasa ( gigi permanen) yang berjumlah 32 buah gigi

Jenis gigi pada orang dewasa:

a. Gigi seri => 4 buah pada rahang atas

4 buah pada rahang bawah

b. Gigi taring => 2 buah pada rahang atas

(58)

c. Gigi geraham kecil => 4 buah pada rahang atas

4 buah pada rahang bawah

d. Gigi geraham besar => 6 buah pada rahang atas

6 buah pada rahang bawah

Bentuk gigi

- Bentuk gigi seri atas seperti kapak dan besar sedangkan gigi seri bawah kecil dan

sempit.

- Bentuk gigi taring pada rahang atas dan bawah adalah runcing dan panjang.

- Bentuk gigi geraham kecil atas adalah sedikit membulat dan memiliki dua tonjolan

yang sama besar, sedangkan gigi geraham bawah lebih kecil dan memiliki satu

tonjolan besar dan satu tonjolan kecil.

- Bentuk gigi geraham atas adalah bujur sangkar dengan beberapa ( 4 – 5 ) tonjolan

kecil (cusp), sedangkan bentuk gigi geraham bawah adalah jajar genjang dengan

beberapa tonjolan kecil

Fungsi gigi

- Seri : memotong makanan

- Taring : mengoyak / menyobek makanan

- Geraham kecil : membantu menghaluskan makanan

- Geraham besar : menggerus dan menghaluskan makanan.

Catatan :

Penyuluh memandu penderita tunanetra untuk dapat meraba langsung

(59)

2. Beberapa penyakit gigi dan gusi. a. Pada gigi

Gigi berlubang ( karies gigi ) yang disebabkan oleh bakteri penghasil asam

akibat makanan yang tidak terbersihkan pada gigi.

b. Pada gusi

Penyakit gusi yang sering yaitu gusi bengkak dan mudah berdarah (

gingivitis ) yang disebabkan oleh sisa makanan yang tinggal pada gusi akibat

cara penyikatan gigi yang kurang tepat sehingga sisa-sisa makanan yang tinggal

di sekitar gigi dan gusi menjadi tempat hidup bakteri sehingga menyebabkan gusi

menjadi bengkak dan mudah berdarah terutama pada saat menyikat gigi. Bila

keadaan ini dibiarkan maka akan terjadi penyakit radang yang dapat meluas

sampai ke tulang pendukung gigi dan lama kelamaan tulang akan berkurang

sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang. Pada akhirnya gigi harus dicabut,

sehingga mengganggu fungsi pengunyahan dan estetis.

( 5 menit )

3. Cara penyikatan gigi yang baik dan benar.

a. Jenis sikat gigi :

- Dianjurkan memilih sikat gigi dengan bulu lunak dan ujung bulu sikat

yang membulat, permukaan yang rata dan bertangkai lurus.

- Diajarkan cara membedakan bulu sikat yang masih baik dan perlu diganti (

rabakan pada responden mana bulu sikat yang masih baik dan perlu diganti )

b. Metode penyikatan gigi : Metoda Bass

Metode BASS => pemandu menyuluh langsung pada gigi penderita

- Pegang sikat gigi secara horizontal

- Masukkan sikat gigi ke dalam mulut secara horizontal.

(60)

* Bagian lingual / palatal ( dekat lidah )

Rahang bawah kiri – Anterior bawah – Rahang bawah kanan –

Rahang atas kanan – Anterior atas – Rahang atas kiri

* Bagian bukkal / vestibular ( dekat pipi )

Rahang atas kiri – Anterior atas – Rahang atas kanan – Rahang

bawah kanan – Anterior bawah – Rahang bawah kiri

* Bagian oklusal / incisal ( gigit )

Rahang bawah kiri – Anterior bawah – Rahang bawah kanan –

Rahang atas kanan – Anterior atas – Rahang atas kiri ( Petugas

terlebih dahulu memandu penderita untuk meraba daerah antara gusi

dan gigi baru kemudian memandu cara meletakkan sikat ).

- Gerakkan sikat gigi maju mundur dan pendek-pendek ± 20 kali pada setiap

sisi.

- Untuk gigi anterior bagian palatal atau lingual jika sikat gigi tidak dapat

diletakkan secara horizontal maka boleh diletakkan secara vertikal.

- Penyuluh memandu penderita untuk melakukan penyikatan lidah dan

jaringan lunak lainnya dengan perlahan. ( 20 menit )

c. Frekuensi penyikatan gigi :

Dua kali sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum

tidur.

d. Lama penyikatan :

Lebih kurang 3 ( tiga ) menit atau penyikatan sebanyak 20 kali setiap sisi

pada seluruh gigi.

e. Pasta gigi yang baik :

Pasta gigi yang mengandung fluoride sebab bahan ini dapat memperkuat dan

(61)

f. Frekuensi penggantian sikat gigi :

Bila bulu sikat sudah mekar ( dapat diketahui dengan perabaan ) atau paling

lama tiga bulan sekali.

( 5 menit )

Untuk penyuluhan, waktu yang dibutuhkan adalah 40 menit.

Untuk pemeriksaan dan pemberian kuesioner dibutuhkan waktu 30 menit sebelum

penyuluhan dan 30 menit setelah penyuluhan.

Gambar

Tabel 2. Perbandingan indeks Oral debris dan indeks OHIS sebelum dan setelah    penyuluhan
Tabel 5.  Perbandingan skor debris, OHIS dan retensi ingatan dihubungkan    dengan frekuensi penyuluhan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

c. SMK yang ditetapkan sebagai penerima bantuan wajib mengikuti bimbingan teknis yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan SMK;.. Menandatangani surat perjanjian

Sahabat MQ/ Salah satu rekomendasi yang diusulkan kepada Presiden SBY/ untuk menangani persoalan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah/ adalah pembentukan tim pencari

3 Topic 2 Part 1 – Assessable Income “Ordinary Income” STEPS TO IDENTIFY INCOME TAX PAYABLE STEPS TO IDENTIFY “INCOME TAX PAYABLE” … Step 1: Identify what income is “assessable

SURTIDO SURTIDO AMPLITUD DE SURTIDO Conjunto de productos que gozan una cierta homogenidad, cada línea AMPLITUD DE SURTIDO Conjunto de productos que gozan una cierta

Sampel harga obat adalah 23 jenis obat esensial yang dipilih secara purposif berdasarkan kriteria: semua jenis obat terpilih sudah ada generiknya atau ada label OGB

[r]

Media penyampaian informasi dan pelayanan melalui situs WAP inilah yang tepat diterapkan pada Hotel Santika Jakarta berbagai fitur yaitu informasi dan pelayanan pemesanan kamar

Pada penulisan ilmiah ini, penulis membahas tentang pembuatan website yang berisi mengenai penggunaan pelayanan KTP secara online. Didalam website pelayanan KTP online ini