• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Dan Perkembangan Gereja Methodist Indonesia Di Medan (1964-1983)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembentukan Dan Perkembangan Gereja Methodist Indonesia Di Medan (1964-1983)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN GEREJA

METHODIST INDONESIA DI MEDAN (1964-1983)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : TOMMI PURBA

NIM : 020706014

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Segenap hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas alam dan segala isinya, berkat penyertaan dan segala anugerah yang

dikaruniakan sehingga penulisan skripsi ini dapat dilakukan. Penulisan skripsi ini

ditujukan untuk sebuah tanggung jawab seorang sejarawan merekontruksi masa

lalu yang diharapkan menjadi sebuah pelajaran dari masa lalu untuk permasalahan

saat ini dan yang akan datang. Dilain pihak skripsi ini ditujukan sebagai

pemenuhan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan aktivitas perkuliahan dan

sebagai modal utama untuk memperoleh gelar sarjana bidang sejarah di

Universitas Sumatera Utara.

Studi ini membahas tentang sejarah pembentukan Gereja Methodist

Indonesia di Medan, dan proses perkembangannya yang dilalui dengan berbagai

masalah dalam itubuh organisasi gereja tersebut. Pada akhirnya masalah-masalah

tersebut dapat disesaikan dengan berbagai kebijakan oleh segenap warga Gereja

Methodist Indonesia. Cara-cara pemecahan permasalahan dan pengembangan

Gereja Methodist Indonesia tersebut akan dipaparkan dalam skripsi ini.

Penulis mengakui masih banyak hal tentang Gereja Methodist Indonesia

yang luput dari jangkauan penulis. Atas kesadaran ini penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang tentunya bersifat untuk membangun agar

karya ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan

permohonan maaf atas kurang lebihnya penulisan skripsi ini.

(3)

UCAPAN TERIMAKASIH

Apapun yang penulis alami sampai saat ini adalah semua berkat Tuhan

Yesus Kristus, begitu juga hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari pada pertolongan yang tulus dariNya. Banyak pihak yang telah turut

serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan materi

maupun spiritual. Skripsi tidak akan terselesaikan tanpa bantuan mereka, untuk

penulis layak mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

mereka:

1. Ayahanda tercinta N Purba (+) yang telah mendahului kami. Terimakasih

untukmu Ayah, berkatmu juga anakmu ini bisa seperti saat ini apapun

adanya. Maaf ayah, banyak anganmu tentangku yang belun dapat

terujutkan semasa hidupmu, semoga Engkau kekal di sisi Bapa di Sorga.

2. Mamaku yang sangat baik, M Br. Saragih, terima kasih ‘Ma, Engkau

selalu berdoa dan berjuang untuk anakmu ini tanpa Ayah di sisimu Engkau

tetap tegar melakoni tugasmu sebagai orangtua yang bertanggungjawab

terhadap anak-anakmu. Semoga Tuhan Yesus Kristus selalu memberkati

Engkau, memberikan umur panjang, memberikan kesehatan dan rejeki

yang melimpah kepadamu. Engkau mama yang terbaik bagiku.

3. Adik-adikku yang selalu setia mendoakan keluarga dan mendoakanku,

terimakasih buat kalian: ada Meli yang cantik, Ria yang maniz, ada

Purnama yang imut-imut, ada Winda yang baik hati dan ada Marta

sibontot yang manja. Sekali lagi terima kasih dan selalu tetap berdoa untuk

(4)

4. Teman-temanku jurusan Sejarah, khususnya stambuk “02”, tanpa

terkecuali, khusus buat bung “G”, engkau tak terlupakan friend, masih

membekas tinjumu dipipiku, awas kubalas kau!

5. Dek “Christ” yang baik hati, terimakasih atas dukungan semangat dan

motipasi yang telah engkau berikan. Kupastikan namamu kan slalu terukir

indah di hatiku.

6. Bapak Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra USU

Medan.

7. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U, selaku Ketua Departemen Sejarah,

sekaligus sebagai pembimbing skripsiku, terimakasih Ibu atas

Bimbingannya kepadaku selama penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Cha-cha, selaku sekretaris departemen Sejarah, terimakasih banyakbu

yah!. Ibu baik Deh!!

9. Selurug Staf pengajar depatemen Sejarah yang tidak dapat saya sebutkan

namanya satu-persatu. Terimakasih atas ilmu yang telah engkau ajarkan

kepada saya.

10.Bang “Am”, Thanks ya Bang atas bantuannya selama ini.

11.Pengurus Gereja Methodist Indonesia di Medan, terima kasih atas

kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian

sehigga dapat diselasaikannya skripsi ini.

Medan, 18 Maret 2008 Saya yang menulis

(5)

ABSTRAK

Gereja Methodist adalah organisasi keagamaan yang memisahkan diri dari Gereja Kristen yang ada di Inggris. Ajaran Methodist pertama kalinya dikemukakan oleh seorang pendeta yang bernama John Wesley. Pedoman-pedoman kekristenan Gereja Methodist berpangkal dari ajaran John Wesley. Ajaran John Wesley telah tersebar diberbagai negara, yang akhirnya menjadi sebuah gereja yang otonom di Negara-negara tersebut, seperti yang terjadi di Indonesia yaitu terbentuknya Gereja Methodist Indonesia yang memperoleh izin otonomnya pada tahun 1964. Gereja Methodist Indonesia mengembangkan jemaatnya melalui berbagai sisi, antara lain kerohanian dan kehidupan dunia, yaitu pendidikan. Hal ini menjadi nilai positif bagi Gereja Methodist Indonesia yang mengakibatkan gereja ini cepat dikenal oleh masyarakat, terutama dikalangan orang Tionghoa dan Batak Toba di Sumatera Utara. Besarnya jumlah orang Batak Toba yang menerima ajaran ini mengalahkan kelompok etnis lainnya, hal ini menjadikan banyak peran strategis dalam tubuh Gereja Methodist Indonesia yang diduduki oleh etnis Batak. Akibat dari latar belakang ini menimbulkan suatu kecemburuan, terutama dari kalangan etnis Tionghoa, yang akhirnya membentuk distrik sendiri, yang dinamakan dengan distrik Tionghoa. Birokrasi Gereja Methodist Indonesia menilai hal ini merupakan suatu hal yang dapat merusak citra Methodist dimasyarakat, sehingga konferensi Agung yang diadakan tahun 1983 memutuskan distrik Tionghoa dihapuskan, maka sejak saat itu Gereja Methodist Indonesia tetap satu distrik.

(6)

DAFTAR ISI

1.3Tujuan Dan Manfaat Penelitian ……… 8

1.4Tinjauan Pustaka ……….. 9

1.5Metode Penelitian ……… 11

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN 2.1 Latar Belakang Historis Dan Perkembangan Kota Medan ……… 13

2.2 Kondisi Geografis Kota Medan ……… 17

2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan ……… 18

BAB III SEJARAH RINGKAS ALIRAN METHODIST 3.1 Latar Belakang Terbentuknya Aliran Methodist ………. 21

3.2 Masuknya Ajaran Methodist Ke Indonesia ………. 26

3.2.1 Perjalanan misi Methodist di pulau Jawa …….. 28

3.2.2 Misi Methodist di Kalimantan ……… 33

3.2.3 Perjalanan Methodist di Sumatera Selatan dan pulau Bangka ……….. 36

3.3 Proses Methodisasi Di Sumatera Utara ……… 39

BAB IV PERKEMBANGAN GEREJA METHODIST INDONESIA DI MEDAN 4.1 Terbentuknya Gereja Methodist Indonesia Di Medan Dan Perkembangannya ………... 46

4.2 Methodist Terbagi Menjadi Dua Distrik ……….. 54

4.3 Gereja Methodist Indonesia Satu Distrik Kembali ……. 60

4.4 Konstitusi Gereja Methodist Indonesia ……… 64

BAB V KESIMPULAN ………. 67

-DAFTAR PUSTAKA ……… 71

(7)

ABSTRAK

Gereja Methodist adalah organisasi keagamaan yang memisahkan diri dari Gereja Kristen yang ada di Inggris. Ajaran Methodist pertama kalinya dikemukakan oleh seorang pendeta yang bernama John Wesley. Pedoman-pedoman kekristenan Gereja Methodist berpangkal dari ajaran John Wesley. Ajaran John Wesley telah tersebar diberbagai negara, yang akhirnya menjadi sebuah gereja yang otonom di Negara-negara tersebut, seperti yang terjadi di Indonesia yaitu terbentuknya Gereja Methodist Indonesia yang memperoleh izin otonomnya pada tahun 1964. Gereja Methodist Indonesia mengembangkan jemaatnya melalui berbagai sisi, antara lain kerohanian dan kehidupan dunia, yaitu pendidikan. Hal ini menjadi nilai positif bagi Gereja Methodist Indonesia yang mengakibatkan gereja ini cepat dikenal oleh masyarakat, terutama dikalangan orang Tionghoa dan Batak Toba di Sumatera Utara. Besarnya jumlah orang Batak Toba yang menerima ajaran ini mengalahkan kelompok etnis lainnya, hal ini menjadikan banyak peran strategis dalam tubuh Gereja Methodist Indonesia yang diduduki oleh etnis Batak. Akibat dari latar belakang ini menimbulkan suatu kecemburuan, terutama dari kalangan etnis Tionghoa, yang akhirnya membentuk distrik sendiri, yang dinamakan dengan distrik Tionghoa. Birokrasi Gereja Methodist Indonesia menilai hal ini merupakan suatu hal yang dapat merusak citra Methodist dimasyarakat, sehingga konferensi Agung yang diadakan tahun 1983 memutuskan distrik Tionghoa dihapuskan, maka sejak saat itu Gereja Methodist Indonesia tetap satu distrik.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang Masalah

Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran

kristus) dimulai dari kesadaran teologis oleh seorang pendeta Inggris bernama

John Wesley, dari keluarga protestan dimana ayah dan ibunya adalah seorang

pendeta. Ajaran Methodist yang dimulai oleh Wesley adalah gereja yang lahir

karena kesadaran teologis, bukan berlatar belakang dari konflik seperti yang

terjadi dengan gereja Kristen lainnya.

John Wesley memulai ajarannya berawal dari pembenahan dirinya sendiri,

dimana hukum dan ajaran protestan diterima dan dilaksanakannya secara keras.

Praktek teologi ini dijalankan oleh Wesley sejak lulus dari bangku universitas

Oxford Inggris. Perkembangan teologi yang sudah tertanam dalam diri John

Wesley semakin berkembang didukung oleh kebaktian dan perjamuan yang sering

dilaksanakan oleh keluarganya dirumah Wesley sendiri.

Hasil yang diterima John Wesley dari pelaksanaan kebaktiaan dan acara

jamuan yang sering dilaksanakan di rumahnya, adalah sebuah pandangan tentang

keagamaan yang berbunyi “Bahwa rahmat Allah tidak didapatkan dengan

melaksanakan peraturan-peraturan, maupun hukum-hukum agama, atau

penyempurnaan diri sendiri tetapi turun kepada kita dengan kepercayaan terhadap

Kristus”1

Filosofi teologi yang diterima oleh John Wesley semakin dikembangkan

(9)

diperoleh oleh Wesley, dan sampai saat ini masih kekal dalam ajaran Methodist,

yaitu:

a. Bahwa anugerah Tuhan yang diberikan kepada seluruh Dunia, sanggup

memenuhi keseluruhan keperluan Manusia.

b. Bahwa Alkitab tidak mengenal keselamatan, selain keselamatan dari

dosa, dan kehidupan suci adalah kasih sayang serta kepercayaan

terhadap Allah.2

Ajaran dan pandangan John Wesley tentang agama dituangkan dalam

bentuk metode-metode keagamaan dan pola hidup sehari-hari, sehingga diterima

oleh kelompok masyarakat lainnya. Jumlah pengikut dari ajaran wesley semakin

berkembang yang akhirya menjadi organisasi gereja bernama Methodist.

Gereja Methodist Indonesia adalah organisasi gereja yang berdiri sendiri

sama seperti organisasi gereja yang lainnya. Masing-masing organisasi gereja

mempunyai corak dan ciri yang berlainan yang berlatar belakang dari perbedaan

misi zending (organiasi penginjilan) dan kondisi lokal seperti misi zending Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan konsep suku Batak Toba, sedangkan

Methodist disebarkan oleh misi zending Amerika Serikat dengan konsep

nasional.3

Penulisan skripsi ini mengajukan pembahasan tentang Gereja Methodist

Indonesia yang disebarkan oleh John Russel misi Zending dari New York

Amerika Serikat. John Russel menilai bahwa pada babakan awal tahun 1900an

penyebaran kristen di Indonesia sangat minim, terlebih ajaran methodist sama

1

Benjamin Munthe, Training Dasar Rohani Kristen, Medan: GKII, 2003, hlm. 1. 2

(10)

sekali belum pernah disebarkan, karena itulah misi Zending Malaysia Annual

Conference (MAC) difokuskan ke daerah Hindia-Belanda yang sebelumnya aktif

dalam penginjilan di Malaysia. Misi Zending MAC mempunyai kemiripan dengan

misi zending lainnya dalam proses penginjilan. Selain mengembangkan Methodist

dari sudut teologia, mereka juga melakukan pelayanan dalam bentuk pembukaan

sekolah, yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan rohani dan

kebutuhan pendidikan dalam kehidupan masyarakat.

Sebagai penginjilan mula-mula, John Russel memfokuskan kegiatannya

dalam bidang kerohanian (penyebaran ajaran Methodist) hal ini yang

melatarbelakangi ajaran Methodist dapat diterima dengan cepat di

Hindia-Belanda. Sebagai langkah pertama, Russel membagi wilayah Hindia Belanda

menjadi dua bagian besar pelayanan, yaitu daerah Jawa dan sekitarnya berpusat di

Singapura, dan pulau Sumatera berpusat di Penang. Pada tahun 1922 kedua

pelayanan Methodis ini sudah mampu menyebarkan agama Kristen kepada suku

Tionghoa, Sunda, Dayak, Batak Toba dan Simalungun. Mereka yang sudah

bergabung dengan misi Methodist ini dinamakan dengan Konferensi misi

(Mission Conference). Nama ini dipakai hingga tahun 1940.4

Sejak tahun 1927, penginjilan Methodist kelompok I, yang berkonsentrasi

untuk wilayah Jawa dan sekitarnya diberhentikan dan dipindahkan kewilayah

Sumatera Utara.. Penghentian penginjilan di wilayah Jawa ini sendiri berlangsung

hingga waktu yang cukup lama yaitu hingga tahun 1964.

Di wilayah Sumatera Utara, khususnya Medan penginjilan yang dilakukan

oleh Methodist tergolong sukses dalam mendapatkan masyarakat yang menjadi

3

(11)

pengikut ajaran Methodist. Kelompok pengikut Methodist dari usaha pelayanan

yang dilakukan oleh penginjilan Methodist dominan etnis Batak Toba dan

Tioanghoa yang sudah lama di Medan. Sedangkan dengan kelompok suku lainnya

yang jumlahnya minim adalah etnis Simalungun dan etnis Karo.

Kelompok etnis Batak Toba dan Tionghoa sangat berkembang pesat

menjadi pengikut Methodist. Banyak masyarakat Tionghoa akhirnya

meninggalkan kepercayaannya dan menjadi pengikut Methodist, demikian juga

etnis Batak Toba yang meninggalkan aliran kepercayaan yaitu Parmalim

(kepercayaan suku Batak Toba) dan menjadi pengikut gereja Methodist. Kedua

kelompok etnis ini masing-masing ikut bergabung dalam Methodist dan saling

mendekatkan dengan etnisitas masing-masing, yang akhirnya menimbulkan

sebuah persaingan yang tidak sehat, misalnya seperti penggunaan bahasa, pada

saat melaksanakan kebaktian. Bahasa yang dipakai dalam prosesi kebaktian

kelompok Batak adalah bahasa Batak Toba, demikian juga etnis Tionghoa yang

memakai bahasa Tionghoa dalam prosesi kebaktiannya. Akibat perbedaan corak

kebaktian antara Methodist Tianghoa dengan Methodist Batak Toba, akhirnya

menimbulkan Methodist di Sumatera Utara, Khususnya Medan terbagi menjadi

dua Distrik, yaitu Distrik Tionghoa dan distrik Batak Toba yang mana

pembagiannya bukan lagi berdasarkan kondisi geografis tetapi berdasarkan

etnisitas.

Kemerdekaan Indonesia yaitu Tanggal 17 Agustus 1945, ternyata

membawa perubahan besar terhadap Methodist di Indonesia yaitu gerakan

Methodis yang semakin lama semakin berorientasi dengan keadaan lokal, hingga

4

(12)

tahun 1964 nama terhadap pengikut Methodist yaitu Misi Methodist berubah

menjadi Gereja Methodist Indonesia (GMI). Proses perubahan ini dilalui dengan

gerakan-gerakan dan pemenuhan beberapa persyaratan kemethodisan.

Walaupun terlihat ada perbedaan yang jelas dalam tubuh methodist, tetapi

ini tidak jadi penghalang dalam hal pengembangan jemaat. Hal ini tidak terlepas

dari usaha masing-masing Distrik dalam meningkatkan jumlah jemaatnya. Disisi

lain Gereja Methodist Indonesia melakukan beberapa gerakan dalam membangun

jemaatnnya baik dalam bentuk kuantitas (pelayanan) maupun dari segi kualitas

melalui pembukaan departemen-departemen sosial dan departemen pendidikan.

Misi sosial yang dilakukan oleh Gereja Methodist Indonesia sangat beragam dan

sangat menyentuh aspek kehidupan manusia.

Sampai beberapa tahun terbentuknya Gereja Methodist Indonesia, tetapi

distrik dalam organisasi ini masih terbagi atas dua bagian. yaitu distrik Batak

Toba dan Tionghoa. Perkembangan jemaat Methodist terlihat pesat dari kelompok

suku yang ada di Sumatera Utara. Kelompok suku yang bertambah ini pada

dasarnya lebih banyak mengikuti distrik Batak Toba. Hal ini dipengaruhi oleh

bahasa dan budaya yang identik, seperti etnis Karo dan Simalungun. Etnis lokal

yang lebih dominan masuk kedalam kelompok Batak Toba, sehingga

perkembangan terlihat lebih cepat dipihak distrik Batak Toba.

Dalam bidang departemen yang dibangun oleh Methodist ternyata banyak

berguna bagi masyarakat, bukan hanya bagi jemaat Methodist saja. Departemen

yang dibangun oleh Methodist pada dasarnya tidak bersifat teologis tetapi bersifat

sekuler, misalnya sekolah yang dibangun oleh pihak Methodist yang bertujuan

(13)

Gereja Methodist Indonesia adalah gereja yang murni berdiri sendiri di

Medan, bukanlah hasil perpecahan dari gereja yang lainnya, akan tetapi Gereja

Methodist Indonesia juga merupakan salah satu anggota Persatuan Gereja

Indonesia, sama seperti gereja kristen yang lain.

Pada tahun 1983, perpecahan yang terjadi ditubuh Gereja Methodist

Indonesia sudah terselesaikan, dimana sejak tahun ini kedua distrik yang berseteru

bersatu menjadi satu distrik yang bersifat nasional, hal ini dipengaruhi oleh

semakin ragamnya etnis yang bergabung menjadi jemaat Gereja Methodist

Indonesia dan semakin besarnya jumlah etnis Batak Toba yang masuk menjadi

jemaat Gereja Methodist Indonesia. Dalam upaya pemersatuan ini tentu ada

gerakan dan kelompok yang sudah berjuang untuk hal ini. Penyatuan ini tentu

akan memberikan peningkatan terhadap perkembangan Gereja Methodist,

bagaimana perkembangan Methodist setelah kembali menjadi satu distrik?

Perjalanan Gereja Methodist Indonesia yang terbentuk di Medan dan

mengalami perkembangan yang pesat, selalu dilalui dengan proses sejarah yang

unik. Banyak usaha yang dilakukan oleh Gereja Methodist Indonesia untuk

menjaga eksistensinya, hal inilah yang menjadikan penulis tertarik dalam memilih

topik ini menjadi penelitian skripsi. Penulis juga tertarik mengetahui lebih lanjut

tentang Methodist. Topik yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah Sejarah

Pembentukan Dan Perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Medan

1964-1983. penulisan skripsi ini akan dilangsungkan sebab bukti-bukti yang akan

digunakan untuk menjawab permasalahan yang akan diangkat dalam karya ini

masih dapat diperoleh.

(14)

1.3 Rumusan Masalah

Topik permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah sejarah

pembentukan dan perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Medan. Untuk

mempermudah klasifikasi permasalahan penulis membuat beberapa poin

pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana proses terbentuknya Gereja Methodist Indonesia di Medan?

2. Bagaimana solusi dari permasalahan antara distrik Batak Toba dengan

distrik Tionghoa?

3. Bagaimana proses perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Medan?

Batasan waktu yang diangkat dalam penelitian ini mengambil tahun 1964,

sebagai awal penelitian dan 1983 sebagai batas akhir penelitian. Tahun 1964

sebagai periode awal dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh tematis

pembentukan pengikut Methodist sebagai gereja lokal, yang dinamakan dengan

Gereja Methodist Indonesia. Tahun 1983 sebagai batasan akhir, berlatarbelakang

dari penyatuan dua distrik di tubuh Gereja Methodist Indonesia. Sejak tahun 1983

Gereja Methodist menjadi satu distrik dalam pengelolaannya.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Setiap segi sejarah kehidupan manusia adalah hal yang sangat perlu

diketahui yang bermanfaat sebagai penelusuran identitas kita. Demikian halnya

dengan penelitian ini ditujukan untuk:

1. Mengetahui proses terbentuknya Gereja Methodist Indonesia di Medan.

2. Mengetahui bagaimana solusi dari permasalahan antara distrik Batak Toba

(15)

3. Mengetahui proses perkembangan jemaat Gereja Methodist Indonesia di

Medan.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. menambah literatur tentang sejarah gereja, khususnya Gereja Methodist

Indonesia di Medan

2. Menambah literatur tentang sejarah sosial khususnya sejarah tentang

organisasi gereja.

1.5 Tinjauan Pustaka

Untuk membahas sejarah dan perkembangan gereja Methodist di Medan,

harus dikaji dari banyak segi kehidupan sosial sebagai cara menghindari

penulisan sejarah yang bersifat konfensional yang berpusat pada peran seorang

tokoh dalam peristiwa tertentu, misalnya hikayat raja-raja, panglima perang,

sementara peran dari aspek lain yang tergolong sebagai pendukung terhadap

peristiwa sejarah selalu dikesampingkan.

Seorang penulis sejarah harus dilengkapi dengan perlengkapan pendekatan

ilmu Bantu sosial lainnya seperti Sosiologi, Antropologi, Politikologi, Ekonomi

dan Psikologi. Untuk mengungkap peristiwa sejarah yang lebih mendalam.5

Richard Daulay dalam bukunya yang berjudul “Kekristenan Dan Kesuku

Bangsaan: Sejarah Perjumpaan Methodisme Dengan Orang Batak Dan Orang

Tionghoa di Indonesia” menjelaskan: Untuk membantu pengkajian tentang

Gereja Methodist Indonesia, tidak terlepas dari misi Zending dan

(16)

banyak yang menerima penginjilan tersebut. Misi zending yang datang ke

Indonesia pada dasarnya barasal dari Eropa, kecuali misi Zending yang membawa

ajaran Methodist ke Indonesia, yang dibawa oleh misi Zending Amerika serikat.

Gambaran tentang kemethodisan di Indonesia dijelaskan pimpinan pusat Methodis

Gereja Methodist dalam buku yang berjudul: “Disiplin Gereja Methodist

Indonesia”, bahwa gereja Methodist adalah gereja yang pada dasarnya sama

dengan gereja lokal lainnya, dimana firman Tuhan diajarkan, dan

sakramen-sakramen dilaksanakan menurut semestinya. Gereja Methodist adalah gereja

Protestan yang tidak langsung dari hasil reformasi, melainkan mekar dari gereja

Inggris oleh John Wesley, dengan proses yang cukup panjang. Latar belakang dari

John Wesley adalah keluarga yang kristen Protestan Inggris, dimana ayah dan

ibunya adalah pendeta protestan.6

Berkat penginjilan-penginjilan yang sangat gigih dari kelompok misi

zending Methodist, maka perkembangan dari sekte ini sangat pesat diberbagai

negara terutama negara-negara maju, seperti negara Inggris dan Amerika serikat,

sedangkan ke Indonesia ajaran Methodist disebarkan pada tahun 1905, yang

bentuknya adalah misi zending. Pertumbuhan jumlah jemaat Methodist sangat

cepat yang mengakibatkan terbentuknya gereja Methodist yang berorientasi

dengan suasana lokal.7

Berita keselamatan menurut Methodist, tidak harus diberitakan oleh

seorang teologia ataupun seorang pendeta, tetapi lebih menekankan seseorang

yang terpanggil dan mengerti firman Tuhan. Mereka bisa saja memberitakan

5

Sartono Kartodirdjo, Beberapa Kecenderungan Dari Study Sejarah di Indonesia Dalm

Sejarah Indonesia Dalam Monograf, Yoyakarta: Jurusan Sejarah Dan Geografi Sosial IKIP Sanata

Dharma, 1980. hlm.9. 6

(17)

Firman Tuhan. Latar belakang inilah yang menyebabkan ajaran Methodist

berkembang dengan pesat.

Penganut Methodist di Medan pada dasarnya lebih berkembang di dalam

dua suku, yaitu etnis Batak Toba dan etnis Tionghoa. Gagasan menuju

terbentuknya gereja lokal yaitu Gereja Methodist Indonesia dominan dipengaruhi

oleh kedua etnis tersebut. Latar belakang ini membuat kedua etnis membentuk

gereja Methodist Indonesia menjadi 2 distrik, masing-masing dengan orientasi

etnisitas (Batak dengan Tionghoa). Tetapi dua distrik yang dulunya terlihat

renggang akhirnya bersatu kembali tepatnya pada tahun 1983 yang semua itu

ditempuh dengan berbagai usaha.8

Dari beberapa konsep dan buku yang dijelaskan di atas, penulis berharap

dapat memberikan bantuan terhadap penelitian ini.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dimana penulis akan menguraikan

secara terperinci proses masuknya ajaran Methodist ke Medan, dan bagaimana

misonaris menyebarkan ajaran Methodist kepada masyarakat, sehingga pada

akhirnya melahirkan organisasi gereja yang bernuansa lokal dan berdiri sendiri

yang dinamakan dengan Gereja Methodist Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam merekonstruksi peristiwa, akan

menggunakan petunjuk-petunjuk penelitian Sejarah, yang prosesnya adalah

sebagai berikut:

7

Ibid., hlm.5. 8

(18)

1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya

yang memberikan penjelasan tentang gerakan Methodist Indonesia

di Medan, melalui metode penelitian kepustakaan (Library

research) yaitu pengumpulan berbagai sumber tertulis seperti buku,

majalah, surat kabar, notulen, buletin, dan hasil laporan penelitian

sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini.

2 Kritik sumber, untuk memeriksa keabsahan data melalui:

a. Kritik intern, yang ditujukan untuk memperoleh dokumen yang

kredibel dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis.

Menganalisis buku-buku, atau dokomen yang berkaitan dengan

Gereja Methodist Indonesia dengan metode membandingkan

dengan sumber yang lainnya.

b. Kritik ekstern, untuk memperoleh data yang otentik, dengan cara

menyesuaikan dengan jiwa Zaman.

3 Interpretasi untuk analisis dan panafsiran data dengan menggunakan

metode komperatif (perbandingan) dengan penelitian sebelumnya.

Metode ini akan dilakukan untuk memastikan hasil penelitian ini

dengan cara menyeragamkan dengan hasil penelitian yang dilakukan

sebelumnya.

4 Historiografi yaitu, menyusun fakta menjadi hasil penelitian yang

bentuknya adalah karya tulis sejarah yang desikriptif analisis. Dari

fakta fakta tentang Gereja Methodist Indonesia yang sudah diuji

(19)

BAB II

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

2.1 Latar Belakang Historis Dan Perkembangan Kota Medan

Dari hasil penelaahan yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi kota

Medan, menghasilkan kesimpulan tentang latar belakang historis kota Medan

yaitu, bahwa kota Medan didirikan oleh guru Patimpus Sembiring yang berasal

dari etnis Karo. Setelah melakukan beberapa pertimbangan tentang berdirinya

kota Medan, akhirnya disimpulkan bahwa kota Medan berdiri tanggal 1 Juli 1590,

maka tanggal 1 Juli dijadikan sebagai hari ulang tahun kota Medan,9

Keadaan Medan pertama kalinya adalah hanya sebuah perkampungan,

yang berfungsi sebagai tempat pemukiman beberapa orang manusia, dan semakin

lama jumlah penduduk yang menempati sekitar perkampungan dan pantai

semakin besar, sehingga Medan menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh

beragam etnis.

yang

dirayakan setiap tahunnya.

Keadaan keagamaan masyarakat pada awal-awal berdirinya Medan masih

tergolong sebagai masyarakat yang sistem kepercayaannya masih menganut

kepercayaan kepada penguasa alam atau roh nenek moyang. Agama sama sekali

belum masuk kewilayah Medan. Hal ini membuktikan, bahwa agama yang ada di

Medan hingga sampai saat ini telah mengalami banyak proses, dari awal masuk

hingga berkembang seperti saat ini.

Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang yang datang ke Medan

ternyata berakibat terhadap perkembangan kota. Medan segera menjadi sebuah

9

(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

2.1 Latar Belakang Historis Dan Perkembangan Kota Medan

Dari hasil penelaahan yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi kota

Medan, menghasilkan kesimpulan tentang latar belakang historis kota Medan

yaitu, bahwa kota Medan didirikan oleh guru Patimpus Sembiring yang berasal

dari etnis Karo. Setelah melakukan beberapa pertimbangan tentang berdirinya

kota Medan, akhirnya disimpulkan bahwa kota Medan berdiri tanggal 1 Juli 1590,

maka tanggal 1 Juli dijadikan sebagai hari ulang tahun kota Medan,9

Keadaan Medan pertama kalinya adalah hanya sebuah perkampungan,

yang berfungsi sebagai tempat pemukiman beberapa orang manusia, dan semakin

lama jumlah penduduk yang menempati sekitar perkampungan dan pantai

semakin besar, sehingga Medan menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh

beragam etnis.

yang

dirayakan setiap tahunnya.

Keadaan keagamaan masyarakat pada awal-awal berdirinya Medan masih

tergolong sebagai masyarakat yang sistem kepercayaannya masih menganut

kepercayaan kepada penguasa alam atau roh nenek moyang. Agama sama sekali

belum masuk kewilayah Medan. Hal ini membuktikan, bahwa agama yang ada di

Medan hingga sampai saat ini telah mengalami banyak proses, dari awal masuk

hingga berkembang seperti saat ini.

9

(21)

Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang yang datang ke Medan

ternyata berakibat terhadap perkembangan kota. Medan segera menjadi sebuah

daerah perdagangan setelah banyak masyarakat dari luar daerah yang

memperdagangkan barang-barang dagangannya ke Medan. Seperti keterangan

yang diperoleh dari De Chineezen Ter Oostkust Van Sumatera menjelaskan

bahwa tahun 1882, Cina telah mengirimkan sejumlah utusannya sebagai biro

perdagangan yang bertugas di Sumatera Timur, berpusat di Medan.10

Selain biro perdagangan, kelompok Tionghoa juga mengirimkan sejumlah

perwira yang bertugas memberikan keamanan perdagangan anatara kelompok

Tionghoa dengan kelompok masyarakat yang ada di Medan. Akibat dari hal ini,

maka kelompok Tionghoa dan kelompok suku lainnya semakin bertambah di

Medan. Medan sudah semakin penting bagi banyak orang.

Kedatangan masyarakat luar ke Medan, secara lengkap membawa serta

unsur budaya yang mereka miliki dari daeah asal. Status mereka sebagai pedagang

ataupun sebagai yang lainnya tidak membatasi mereka dalam mempertahankan

kebudayaan yang mereka miliki walaupun setelah mereka berada di Medan.

Kepercayaan ataupun unsur budaya yang dipertahankam oleh kelompok

etnis pendatang ini di Medan, dengan perlahan-lahan diserap oleh kelompok

masyarakat yang sebagai penduduk asli Medan, tetapi hal ini terjadi setelah

melalui proses waktu yang cukup lama.

Pada awal tahun 1866, pengusaha dari Belanda membuka sistem

perkebunan di Deli, dan mendirikan Deli Maatschappij,11

10

Mahadi, Hari Djadi Dan Garis-garis Besar Perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan: Fakultas Hukum USU, 1967. hlm. 37

yang berpusat di

11

(22)

Medan. Penanaman tembakau di Medan juga memberikan perkembangan Medan,

selain banyaknya masyarakat yang mencari pekerjaan ke Medan, kelompok

masyarakat juga menjadikan Medan sebagai pusat perkumpulan pengusaha yang

ada di Sumatera Timur, baik yang datang dari Eropa, maupun kelompok pedagang

yang datang dari daerah Asia lainnya.

Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan

diresmikan menjadi pusat residen untuk wilayah Sumatera Timur.12

Pembukaan Deli Maatschappij, mengakibatkan terjadinya pengiriman

buruh secara besar-besaran untuk dipekerjakan di perkebunan milik Belanda

tersebut. Kelompok buruh yang terbesar pada dasarnya didatangkan dari pulau

Jawa. Perkembangan kota Medan inilah yang mempengaruhi Sultan Deli

melakukan pemindahan pusat pemerintahannya dari Labuhan Deli ke Medan,

seiring dengan perpindahan pemerintahan Kolonial, yaitu Asisten Residen dari

tempat yang sama pada tahun 1887.

Persetujuan

ini dilakukan antara Sultan Deli dengan masyarakat dan kelompok pengusaha

yang datang ke Medan. Sejak saat itu, maka Medan menjadi pusat segala aktifitas

yang ada di Sumatera Timur, baik pusat pemerintahan, pusat perdagangan,

maupun pusat pemukiman penduduk. Perkembangan Medan sejak saat itu sangat

jauh meninggalkan kota-kota lainnya yang ada di Sumatera Timur.

13

Pokok peristiwa sebelumnyalah yang mendasari kota medan mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Medan dihuni oleh beragam Suku, Etnis,

Agama, dan juga tradisi yang berbeda, berdasarkan masyarakat yang datang

membawanya ke kota Medan. Demikian halnya dengan perkembangan

12

Mahadi, op. cit., hlm. 39. 13

(23)

perekonomian, ini juga dilatar belakangi karena kedatangan pengusaha dan

pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, khususnya daerah Deli.

Perkembangan Medan sangat cepat dibandingkan dengan daerah lainnya,

yang akhirnya menjadi pusat dari propinsi Sumatera Utara, yang mana berfungsi

sebagai pusat administrasi untuk wilayah Sumatera Utara. Ada beberapa hal yang

ingin dicapai oleh pemerintah kota Medan sebagai ibu kota propinsi yaitu

Pusat kegiatan perekonomian,

• Pusat kegiatan industri dan perhubungan,

• Pusat kegiatan pendidikan, pariwisata, sosial dan budaya.

Maka dengan demikian sesuai dengan kegunaannya diatas kota Medan

akan terus mengalami perkembangan baik secara fisik maupun dari sudut

aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan di kota Medan akan terus meningkat,

kecepatan urbanisasi akan terus meningkat, melihat perkembangan kota yang

demikian pesatnya.

Kedatangan kelompok masyarakat luar dari berbagai etnis ke Medan

ternyata disertai dengan unsur kebudayaan yang mereka miliki secara turun

temurun, setelah sampai mereka ditempat tujuan, kebudayaan itu tetap melekat

pada diri mereka, seperti yang sudah terjadi di Medan dimana berbagai kelompok

etnis datang dengan membawa budayanya masing-masing, sehingga

memungkinkan Medan menjadi sebuah kota yang dihuni oleh berbagai etnis yang

masing-masing dengan kepercayaan dan kebudayaan yang beraneka ragam.

(24)

Secara geografis, kota Medan berada pada posisi 3, 30º - 3, 43º Lintang

Utara dan 98,35 º - 98,44º Bujur Timur dengan topografi, kota Medan cenderung

miring kesebelah utara. Wilayah Medan jauh lebih rendah apabila dibandingkan

dengan kabupaten yang ada disebelahnya. Ketinggian Medan berada pada 2,5 –

37, 5 di atas permukaan laut.14

Sebagian wilayah Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai

Barat Belawan, dan wilayah Medan tidak sedikitpun memiliki daerah dataran

tinggi. Dataran tinggi terdekat berada di wilayah kabupaten Karo, hal ini

mengakibatkan daerah Medan memiliki suhu udara yang cukup panas, apalagi

ditambah dengan berkembangnya dunia industri dan semakin padatnya

pemukiman penduduk.

Kota Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong

sebagai teritorial Sumatera Utara yaitu:

- Sebelah Timur Medan berbatasan dengan daerah Deli Serdang

- Sebelah Utara Medan Berbatasan Langsung Dengan Selat Malaka

- Sebelah Barat Medan Berbatsan dengan daerah Deli Serdang dan

- Sebelah Selatan Medan Berbatasan dengan kabupaten Langkat.15

Dengan posisi seperti ini dan ditambah dengan faktor kemajuan Internal

lainnya, maka kota Medan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat Sumatera

Utara dan bahkan masyarakat Indonesia.

2.3 Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Medan

14

Pemerintahan Kota Medan, op. cit., hlm. 36. 15

(25)

Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah, setiap tahunnya,

penduduk yang menempati kota Medan semakin bertambah, yang mana

masyarakat tersebut dominan berusia antara 15-65 tahun. Pertambahan jumlah

pada usia ini ditafsir sebagai masyarakat pendatang atau masyarakat karena proses

urbanisasi, dengan tujuan adalah untuk bekerja. Hal ini terjadi sebagai akibat dari

berkembangnya berbagai usaha industri yang menyerap banyak tenaga kerja di

Medan.

Banyak etnis yang ada di Nusantara, maupun yang datang dari luar negeri

datang ke Medan untuk mencari pekerjaan seperti buruh kebon di perkebunan

yang dibuka oleh pengusaha asing di Indonesia. Banyak dari kelompok buruh ini

menjadi menetap di wilayah Medan atau sekitarnya. Kelompok etnis yang

menetap ini akan mejadi dasar-dasar dari pembentukan sistem sosial dan budaya

di Medan, sebab mereka datang lengkap dengan budaya yang mereka miliki.

Sebelum merdeka, segala sistem yang berlaku di sekitar daerah kesultanan

Medan pada umumnya, terbentuk dari kebijakan kesultanan dan pemerintahan

kolonial. Pada bagian atministrasi masyarakat, kebijakan datang dari

pemerintahan kolonial, sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan sistem

sosial, dan kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk oleh kesultanan. Hal ini

berlangsung sampai Indonesia memperoleh kemerdekaannya.

Kemerdekaan Indonesia Memberikan dampak terhadap perubahan sistem

sosial, dan struktur masyarakat Medan. Hal ini berpengaruh terhadap sistem

budaya Melayu yang sudah diingkari sebagai budaya kesultanan16

16

Mahadi, op . cit., hlm. 57.

kepada sistem

(26)

dominasi dari budaya melayu sangat besar sebagai tradisi yang disahkan di

kesultanan Deli.

Setelah kemerdekaan terdapat budaya baru di kota Medan yang merupakan

budaya percampuran (pluralis) dari berbagai suku yang menempati kota Medan.

Seperti suku Jawa, Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, Aceh, Tionghoa

dan suku-suku yang lainnya masing-masing melaksanakan tradisi yang mereka

miliki, tanpa ada unsus budaya dari suatu suku yang sistem budayanya yang

diutamakan.

Dalam bidang agama, masing-masing suku yang tinggal di Medan

mayoritas dengan agama yang mereka anut sejak mereka berada di daerah asal,

seperti etnis Melayu, Jawa, mandailing telah beragama Islam, demikian halnya

dengan etnis Batak Toba, Simalungun, Karo pada umumnya menganut agama

Kristen Protestan dan Katolik.

Sistem sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang berlaku di

Indonesia. Peraturan pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi dasar dari

kehidupan sosial yang berlaku dalam masyarakat Medan.

Unsur budaya masyarakat Medan berasal dari inti sari budaya-budaya etnis

yang ada di Indonesia, khususnya budaya etnis yang ada di kota Medan. Unsur

budaya tersebut merupakan penyesuaian dengan kaidah-kaidah peraturan dan

undang-undang yang berlaku dalam negara republik Indonesia, sehingga tidak ada

unsur budaya yang dominan dari kelompok masyarakat, ataupun etnis tertentu,

walaupun secara kuantitas ada suatu etnis yang lebih dominan di kota Medan.17

17

(27)

Nilai-nilai kegamaan yang ada di kota Medan sangat banyak memberikan

terselenggaranya kekerabatan dengan sesama masyarakat. Unsur-unsur budaya

dan unsur keagamaan masyarakat yang saling menghormati menjadi salah satu

(28)

BAB III

SEJARAH RINGKAS ALIRAN METHODIST

3.1 Latar Belakang Terbentuknya Aliran Methodist

Gereja Methodist merupakan Gereja Kristen Inggris yang mengalami

proses reformasi oleh seorang pendeta yang bernama John Wesley. Keluarga yang

membesarkan Wesley merupakan keluarga yang selalu setia mengabdi kepada

gereja, sebab ayah dan ibu John Wesley sama-sama berprofesi sebagai pendeta di

Gereja Inggris.

Latar belakang pendidikan teologia dari John Wesley hingga dia

memperoleh gelar sarjana, berasal dari universitas Oxford Inggris, dengan sifat

pribadi dalam bidang teologia adalah, melaksanakan hukum agama dengan keras

dan menghindari penyimpangan dari ajaran agama.18

Melaksanakan ajaran agama secara keras dan mengurangi atau

meminimalisasi pelanggaran yang dilaksanakan oleh John Wesley ternyata

semakin memperbesar beban hidupnya. Anggapan yang dimiliki oleh Wesley

ternyata salah dengan ajaran Kristen, sebab manusia terlalu memberatkan dirinya

sendiri dengan permasalahannya dan mencoba menyempurnakan diri dengan

caranya sendiri. Ajaran yang seharusnya dan yang benar adalah ketika Wesley

mendalami isi Alkitab, tentang kisah yang dialami oleh Rasul Paulus yaitu Prinsip ini menjadi dasar

dan pedoman hidup bagi John Wesley ketika dia masih duduk di bangku

perkuliahan.

18

(29)

penyerahan diri kepada Yesus dan memiliki kepercayaan yang penuh kepada-Nya,

maka mansia tidak harus berpegang pada prinsip dan penyucian diri sendiri.19

Tahun 1738, prinsip lama yang dipegang oleh John Wesley dirobahnya

dengan prinsip baru, dimana manusia harus banyak berserah, bukan menanggung

beban sendiri. Pertobatan baru ini menjadi awal kesaksian bagi Wesley, yang

disebarkan kepada banyak orang, termasuk masyarakat Inggris.

Dua ajaran pokok yang disebarkan oleh John Wesley kepada banyak orang

yaitu: pertama, bahwa anugrah Tuhan yang diberikan kepada seluruh dunia

sanggup memenuhi keseluruhan keperluan manusia dan kedua, dia menerangkan

bahwa Alkitab tidak mengenal keslamatan selain dari pada keslamatan dari dosa.

John Wesley meminta manusia harus memiliki penghidupan yang suci, berupa

kasih sayang kepada sesama manusia.20

Dalam misinya John Wesley tidak menyebarkan agama baru, atau ajaran

gereja yang baru, tetapi pelayanan yang dilakukannya adalah pertobatan dari

manusia itu sendiri. Kehidupan manusia yang semakin materilistis, ternyata

memberikan pengaruh terhadap gereja. Pelayan-pelayan gereja dominan

memberikan pelayanan terhadap orang-orang besar yang datang kepada gereja,

sehingga orang-orang kecil yang tidak datang ke gereja tidak mendapat pelayanan.

Di sisi lain, masyarakat tidak lagi mendapat pemberitaan tentang injil, anggota

dari gereja tertentu membentuk kelompok-kelompok, dan kelompok-kelompok

baru ini membiayai para penginjil untuk melakukan penginjilan terhadap

orang-orang tertentu saja, dengan kata lain penginjilan dilakukan hanya untuk

kepentingan sendiri.

19

Ibid., hlm. 2. 20

(30)

Tindakan seperti inilah yang harus dihindari orang Kristen, menurut ajaran

yang disebarkan oleh John Wesley. Manusia harus memberikan sendiri dan

mempertanggungjawabkan sendiri tindakan yang dilakukannya. Pertobatan,

beriman dan hidup suci menuju kesempurnaan sehingga memperoleh

kesempurnaan hidup, hal inilah yang diinginkan oleh ajaran yang dibawakan oleh

John Wesley.21

Ajaran dan tekanan dari John Wesley menjadi hal yang perlu

dipertahankan dalam tubuh Methodist. Setelah John Wesley meninggal ajaran ini

dikumpulkan menjadi dua buku yang berjudul “Lima Puluh Dua Khotbah John

Wesley dan Notes Upon The New Testament, merupakan ringkasan Wesley dari

pasal-pasal agama. Kumpulan dari Khotbah Wesley ini sampai saat ini menjadi

standart ajaran Methodist di Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari, setelah John Wesley bertobat lebih banyak

menghabiskan waktunya menjadi pengkotbah kepada orang-orang kecil dan

masyarakat. Khotbah yang diberikan John Wesley menjadi suatu ketertarikan

kepada kelompok-kelompok orang tertentu dan kelompok tersebut dikatakan

sebagai pengikut John Wesley.

Sewaktu menyebarkan tentang kekristenan, John Wesley memadukan 3

jenis bidang yang harus dijalankan kelompok yang mengikutinya yaitu

Evangelisasi (ajaran kerohanian), Organisasi/ administrasi dan Pendidikan. Ketiga

bidang ini adalah kegiatan yang perlu ditingkatkan sebagai penyeimbang antara

kehidupan keagamaan dengan kehidupan duniawi

21

(31)

Akibat ajarannya yang dinilai benar oleh masyarakat Inggris, maka ajaran

ini mendapat ijin untuk diajarkan dengan nama ajaran Kristen Methodist. Ajaran

ini segera disebarkan kewilayah Amerika Serikat, sebagai daerah yang masih

dalam penguasaan kerajaan Inggris.22

Ajaran Methodist menjadi gereja yang bersifat otonom dan berdiri sendiri

dinamakan dengan Gereja Methodist Amerika Serikat, setelah negera ini

memperoleh kemerdekaannya. Gereja Methodist Amerika Serikat menjadi gereja

yang berdiri sendiri tanpa ada keterkaitan dengan pemerintah Inggris. Gereja

Methodist Amerika Serikat melakukan sendiri metode penginjilannya sebagai

usaha pengembangan ajaran Methodist, termasuk ke Indonesia yang dilakukan

oleh pendeta John Russel.

Ajaran yang desebarkan kedaerah Amerika

Serikat merupakan ajaran yang lepas dari keterkaitan masalah politik.

Pengikut dari John Wesley setelah kematiannya semakin semangat

menjalankan metode-metode hidup yang dirancang olehnya. Ajaran Methodist

menjadi ajaran Kristen yang perkembangannya sangat pesat. Hal ini dilatar

belakangi rencangan yang dilakukan oleh John Wesley bukan sekedar

pengembangan spiritual, tetapi perkembangan dalam bidang-bidang sosial sebagai

cara menyeimbangkan antara kehidupan agama dengan kebutuhan duniawi.

Walaupun ajaran Methodist lahir di Inggris, tetapi pengikut yang paling

besar dari ajaran ini ada di Amerika Utara, termasuk negara Kanada. Kelompok

migrant yang datang ke Amerika pada dasarnya menjadi pengikut dari Methodist

terutama Irlandia dan negara Skotlandia.

22

(32)

Perkembangan Methodist di Amerika Serikat mengalami perkembangan

yang besar dibandingkan dengan pengikut Methodist yang ada di Inggris. Hal ini

mengakibatkan kurangnya pendeta dan pengkhotbah di Amerika. Thomas Tylor

pengkhotbah awam yang memimpin gerakan Methodist di Amerika Serikat,

menanggapi masalah ini dengan membuat surat kepada John Wesley, yang isinya

adalah sebagai penjelasan perkembangan Methodist di Amerika Serikat dan

Amerika Utara, yang sangat membutuhkan pengkhotbah dan Pendeta untuk

bertugas melaksanakan pelayanan disana.

John Wesley menanggapi surat dari Taylor dengan megirimkan sejumlah

pendeta dan pengkhotbah yang sudah berpengalaman yaitu Richard Boarman dan

Joseph Pilmoor bersama pendeta-pendeta dari Inggris lainnya. Akibat dari

pengiriman para pendeta tersebut maka perkembangan pengikut Methodist di

benua Amerika semakin pesat, bahkan lebih besar dibandingkan dengan pengikut

Methodist di Inggris.

Perhatian John Wesley semakin besar tertuju ke Banua Amerika, dan

selanjutnya Wesley membuat susunan Methodist di Benua Amerika sama seperti

di Inggris. Pelaksanaan kenferensi yang sebelumnya hanya dilakukan di Inggris,

pada tahun 1773 telah dilakukan di Amerika. Hal ini menandakan bahwa

perkembangan Methodist sangat gemilang di Benua Amerika, terutama Amerika

Serikat.

Perkembangan Methodist melahirkan terbentuknya Methodist lokal, yaitu

gereja Methodist yang bernuansa Amerika Serikat dinamakan dengan The

Methodist Epischopal Church (MEC). Pembentukan gereja lokal ini menjadi

(33)

Methodist Amerika Serikat menjadi gereja yang banyak dimasuki penduduk

Amerika, setelah pengurusan Gereja Methodist Amerika diserahkan kepada

masyarakat Amerika sendiri. Pertambahan yang melonjak tinggi terjadi saat

konferensi Natal tahun 1844, dimana perhitungan membuktikan bahwa sampai

saat tersebut jumlah masyarakat Amerika Serikat pengikut Methodist sudah

mencapai 1.171.356 jiwa.23

Pekabaran Injil Methodist Amerika Serikat mulai menjalankan misi

pengabaran injil dan perluasan injil kepada berbagai negara bagian, dan

menjadikan negara Amerika Serikat, tepatnya di New York sebagai pusat kontrol

pengembangan Methodist di benua Amerika.

3.2 Masuknya Ajaran Methodist Ke Indonesia

Misi Methodist pertama-tama di Indonesia pada dasarnya terbagi-bagi

berdasarkan etnisitas tanpa ada suatu organisasi yang menyatukan. Hal ini

dipengaruhi oleh wilayah dan etnisitas yang masih sama sekali belum ada unsur

penyatuan diantara suku-suku yang ada di Indonesia. Pulau-pulau yang

pertama-tama mendapat pekabaran injil Methodist adalah Jawa, Sumatera, Bangka dan

Kalimantan.

Kelompok penginjil yang datang ke Indonesia berasal dari Amerika

Serikat yang membentuk organisasi penginjilannya di Malaysia yang dinamakan

dengan Malaysia Annual Conference (MAC). Dimulai sejak tahun 1905.

23

(34)

Penyebaran injil di Indonesia merupakan perluasan wilayah penginjilan oleh

distrik penginjilan yang ada di Malaysia.24

Pekerjaan pelayanan penginjilan yang dilakukan oleh misi Methodist dari

MAC bersifat menyebar atau dengan kata lian tidak terkonsentrasi pada satu

wilayah saja, oleh karena itu perkembangan masyarakat yang mengikuti ajaran

Methodist di Hindia Belanda tergolong cepat, sehingga memungkinkan kelompok

pelayanan yang melayani disini membentuk suatu distrik Methodist tersendiri,

khusus untuk jemaat Methodist di Hindia Belanda, hal ini dapat terlaksana setelah

pekerjaan ini bejalan selama dua tahun.

Masyarakat Hindia Belanda yang menerima misi Methodist dinamakan

dengan Netherland Indies Mission Conference (NIMC). Pembentukan organisasi

NIMC membawa pengikut Methodist yang ada di Hindia Belanda untuk secara

administratif berada dibawah naungan misi Methodist Amerika Serikat yang mana

sebelumnya berpusat di Malaysia. NIMC semakin banyak mendapat perhatian

dari kelompok penginjil terutama dari Amerika Serikat, NIMC sering mendapat

bantuan berupa dana operasional dan pengadaan pengkhotbah yang

berpengalaman untuk melayani misi Methodist di Hindia Belanda.

Pada tahun 1920 organisasi penginjilan NIMC atau misi Methodist di

Hindia Belanda dibagi menjadi beberapa konsentrasi wilayah yang dinamakan

dengan distrik yaitu, Distrik Jawa, Distrik Kalimantan Barat, Distrik Sumatera

Selatan dan Distrik Sumatera Utara. Dari 4 distrik yang dibentuk oleh misi

Methodist, Distrik Sumatera Utara mendapat peluang yang lebih baik untuk

24

(35)

berkembang, latar belakang ini membuat penginjilan Methodist memfokuskan

aktivitasnya untuk wilayah Sumatera Utara.

Meskipun jumlah penganut ajaran Methodist di beberapa distrik selain

distrik Sumatera Utara tidak berkembang pesat, tetapi aktivitas penginjilan

Methodist sama sekali tidak dihentikan, atau dikurangi, bahkan misi Methodist

berusaha mengembangkan penginjilannya dengan penambahan sejumlah

pengkhotbah untuk daerah-daerah yang tergolong lamban perkembangannya

tersebut. Misi Methodist di wilayah Hindia Belanda adalah untuk memperluas

pekabaran tentang Injil dan untuk memperbanyak pengikut Kristen di belahan

Dunia, khususnya ajaran tentang aliran Methodist.

3.2.1 Perjalanan Misi Methodist Di Pulau Jawa

John Russel Denyes, yang merupakan seorang pendeta yang melayani di

misi Methodist Amerika, diminta badan misi Methodist Singapura untuk

mengajar di sekolah yang didirikan oleh kelompok orang Tionghoa di Singapura.

Permintaan ini tidak ditolak oleh Russel, karena pekerjaan yang akan

dilaksanakannya adalah bentuk pelayanan atau pengabdian kepada sesama

manusia.

Russel mengajar di sekolah Anglo Chinese, dimana sekolah ini merupakan

salah satu sekolah faforit bagi orang Tionghoa yang ada di Hindia Belanda dan

Malaysia. Murid-murid yang ada di sekolah Anglo Chinese pada dasarnya

(36)

tidak mendapat halangan yang berat ketika perlahan-lahan memanfaatkan situasi

yang ada mulai menyebarkan berita tentang injil.25

Masyarakat Tionghoa yang ada di sekolah Anglo mulai mengikuti ajaran

Methodist yang diberikan oleh Russel. Russel membagi waktunya dalam

memberikan pelajaran sekolah dan waktu memberi pelajaran tentang injil. Para

muridnya tidak memberikan kritikan kepada Russel ketika Russel memberitakan

ajaran injil, hal ini disebabkan karena Russel tidak ada menganjurkan atau

memaksa murid-muridnya untuk meninggalkan kepercayaannya dan masuk

menjadi pengikut Methodist, tetapi materi yang diberikan saat penginjilan adalah

gembaran tentang Tuhan, Kekristenan dan arti pentingnya Juruslamat yaitu Tuhan

Yesus Kristus.

Kelompok pelajar Tionghoa dari Hindia Belanda yang mengikuti

pendidikan di Angglo Chinese, tertarik dengan metode yang diberikan oleh

Russel, sehingga kelompok pelajar tersebut memintakan Russel supaya mengajar

di pulau Jawa, sebab jumlah siswa yang sedang menuntut ilmu di Singapura yang

berasal dari pulau Jawa tergolong besar. Jumlah ini akan bertambah jika sekolah

yang sama juga didirikan di Jawa.

Permintaan yang diajukan kelompok pelajar Tionghoa kepada Russel,

disampaikan dan diteruskan kepusat misi Methodist yang ada di Amerika Serikat.

Misi Methodist di Amerika Serikat Menerima permintaan Russel dengan

memperbesar anggaran dana penginjilan dan segera menyediakan tenaga

Pengajar untuk melayani di sekolah-sekolah yang akan dibuka di pulau Jawa

tersebut.

25

(37)

Tahun1905 tepatnya tanggal 12 Maret, Russel bersama-sama dengan B.F

West (pimpinan Distrik Singapura) melakukan kunjungan ke Pulau Jawa, untuk

melihat perkembangan pekabaran injil di pulau tersebut. Mereka melihat

pekerjaan pekabaran injil yang dilakukan di pulau Jawa telah membentuk

kelompok-kelompok tertentu berdasarkan wilayah yaitu, Surabaya, Mojowarno,

Semarang, dan Yoyakarta. Sebelum misi Methodist sampai di Pulau Jawa,

aktivitas pekabaran injil telah berlangsung di pulau Jawa yang dikelola oleh misi

zending dari Belanda dengan nama Nederlands Zendings Vereniging (NZV).

Pendekatan pekabaran injil yang dilakukan oleh misi Methodist lebih

memberikan harapan kepada kelompok masyarakat Tionghoa yang sebelumnya

telah mendapat berita tentang injil ketika sebagian anak mereka berada di sekolah

Angglo Chinese di singapura. Melihat hal ini B.F West menilai bahwa wilayah

Batavia adalah wilayah yang tepat sebagai tempat penyebaran ajaran Methodist,

berbeda dengan wilayah Malaya yang sangat sulit mengalami perkembangan. Hal

ini tidak luput dari permasalahan agama yang telah mereka miliki, yaitu agama

Islam yang mereka anut ternyata sudah mendarah daging terutama kepada

kelompok suku Melayu yang ada di Malaka, sedangkan pada masyarakat

Tionghoa yang ada di pulau Jawa sudah hampir meninggalkan tradisi kepercayaan

yang dimiliki oleh leluhurnya.26

Russel sangat menginginkan situasi seperti yang terjadi di Pulau Jawa ini,

maka dengan segenap usaha dilakukannya untuk pindah dari distrik Malaya yang

dipimpinnya ke Batavia. Permohonan ini diajukan Russel kepada pimpinan

Methodist yang ada di Asia Tenggara, maka pada tahun 1905 Russel diberi izin

26

(38)

untuk misi tersebut, dan saat itu juga Russel membawa keluarganya berangkat

menuju Batavia. Perpindahan ini sekaligus mejadikan Russel menduduki jabatan

sebagai pimpinan Methodist untuk Distrik Hindia Belanda.27

Russel segera memulai pekerjaannya dengan memberikan pemberitaan

tentang injil kepada kelompok sekolah, dengan pelajaran yang dibawakannya

adalah bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk menterjemahkan

Bible (Alkitab) dan The Methodist Hymnal. Dengan pelajaran ini maka

Masyarakat Tionghoa yang sekolah, akhirnya banyak yang mengerti isi Alkitab

dan Hymnal Methodist sehingga membuahkan pertobatan dikalangan masyarakat

Tionghoa.

Kelompok yang bertobat (menurut pandangan Methodist) mula-mula

langsung dikukuhkan menjadi pengikut Kristen tepatnya menjadi anggota Gereja

Methodist setelah proses Babtis yang dilakukan oleh Russel. Pekerjaan ini yang

membuat Russel mendapat gelar dari kalangan masyarakat Methodist sebagai Pak

Ek Poi (Petobat Pertama) di Batavia.28

Pekerjaan Russel yang memadukan antara pelayanan dengan

pengembangan masyarakat, membuahkan pengikut Methodist berkembang secara

cepat di Batavia. Selama dua tahun (1905-1907) Russel telah membentuk sebuah

Jemaat Methodist, dimana Russel menjadi gembala sidang atas gereja tersebut. Pengakuan gelar kepada Russel adalah

sebagai wujud keakraban antara masyarakat Tionghoa dengan kelompok

Methodist yang melakukan penginjilan di Batavia.

Jemaat Methodist yang dipimpin Russel dan pusat Methodist Amerika

Serikat semakin terbuka memberikan bantuannya kepada Russel. Bantuan ini

27

Arsip Gereja Methodist Indonesia, Medan Sumatera Utara. 28

(39)

dipergunakan untuk membangun gereja Methodist dan akhirnya tahun 1907 gereja

Methodist pertama dibangun di pulau Jawa.29

Terbentuknya gereja Methodist pertama di pulau Jawa, diiringi dengan

pengembangan metode penginjilan, seperti pembentukan pos penginjilan di Pasar

Senen, Tanah Abang, Kebantenan dan Cibinong. Metode pelayanan yang baru ini

membuat penginjilan semakin melebar kepada suku-suku Jawa, Ambon, Sunda

dan suku yang lainnya yang ada di pulau Jawa. Kelompok masyarakat yang

mayoritas sebagai pengikut Methodist pertama-tama dari kelompok baru ini masih

didominasi oleh suku Jawa.

Latar belakang perbedaan suku yang diinjili oleh Gerakan Methodist

menyebabkan kebaktian-kebaktian yang dilakukkan di pulau Jawa dilakukan

dengan bahasa masing-masing yaitu menggunakan bahasa suku mayoritas dalam

gereja tersebut. Sejak saat inilah perbedaan bahasa dalam kebaktian Methodist

mulai ada.30

Gerakan Methodist di pulau Jawa diperbesar oleh proses perpindahan

jemaat Katolik yang tertarik dengan metode pengembangan yang dilakukan oleh

Russel. Perkembangan Methodist yang bercorak dengan suku-suku mayoritas di

dalam Gereja Methodist semakin lama mulai diarahkan sesuai dengan disiplin

gereja Methodist, sebagai upaya mengembalikan ajaran Methodist yang

sebenarnya.31

Russel mulai mendidik beberapa orang dari kelompok suku yang

dilayaninya menjadi pelayan dalam misi Methodist. Tujuan tindakan Russel

adalah pendekatan antara penginjil dengan kelompok suku yang dilayaninya.

29

Lihat Gambar 1 30

(40)

Hasil dari tindakan yang dilakukan oleh Denyes adalah berkembangnya pengikut

Methodist di Pulau Jawa baik dari suku Jawa, Ambon, Tionghoa, sunda.dan

suku-suku yang lainnya.

3.2.2 Perjalanan Misi Methodist di Kalimantan

Daerah Kalimantan merupakan wilayah Indonesia yang langsung

berseberangan dengan wilayah negara Malaysia. Pertemuan antara dua negara ini

menjadi hal yang memudahkan perpindahan imigran Malaysia datang

ke-Indonesia khususnya orang-orang Tionghoa yang masuk ke Kalimantan melewati

perbatasan.

Proses imigrasi yang mudah dijangkau oleh penduduk Malaysia

mengakibatkan kelompok Tionghoa banyak yang berpindah dan menjadi

penduduk Indonesia. Pada tahun 1910, jumlah penduduk Tionghoa di Kalimantan

sudah mencapai 6000 orang, dari keseluruhan penduduk yang mendiami

Kalimantan Barat, khususnya Pontianak hanya berjumlah 20.000 jiwa.32

Sesuai dengan hasil keputusan Malaysia Annual Conference, memutuskan

C.M Worthington sebagai missionaries pertama yang akan diutus ke Kalimantan.

Tanpa menolak keputusan dari rapat, Worthington menerima keputusan dari

konferensi dan segera menjadi missionaries di Kalimantan.

Worthington memulai gerakannya dengan membuka sekolah berbahasa

Inggris di Kalimantan. Kegiatan ini dijadikan Worthington sebagai tempat

menginjili kelompok suku Tionghoa sekaligus sebagai sumber untuk mencukupi

kebutuhan hidupnya di Kalimantan. Dengan adanya penginjilan yang dilakukan

31

Ibid., hlm. 127. 32

(41)

oleh Worthington ini, maka penyebaran Methodist dapat berkembang cepat di

Kalimantan.

Seorang Dokter bernama Uching Seng, yang datang dari Singapura, ikut

memperbesar gerakan Methodist di Kalimantan. Uching melakukan pengobatan

sambil melakukan penginjilan di Pontianak. Worthington melakukan kerja sama

dengan Uching yaitu melakukan pelayanan sambil menyebarkan ajaran Kristen

kepada masyarakat Kalimantan. Uching dan Worthington membagikan Alkitab

dan buku lagu-lagu Kristen kepada mereka yang mendapat pelayanan kesehatan

dan pelayanan pendidikan di Kalimantan.

Dari hasil penginjilan yang dilakukan kedua missionaries Methodist ini,

pada tahun 1909, laporan Worthington memaparkan bahwa pengikut Methodist di

Kalimantan telah mencapai, 80 orang anggota penuh 192 anggota percobaan, yang

tersebar di beberapa wilayah di Kalimantan seperti, Singkawang, Sempadung, dan

Sambas. Para jemaat Methodist tersebut dominan berasal dari suku Tionghoa,33

Melihat perkembangan Methodist dikalangan suku Dayak cukup lambat,

maka Russel sebagai pemimpin penginjilan di Hindia Belanda mengutus Abel

Eklund sebagai penginjil yang akan memfokuskan penginjilan kepada masyarakat

Dayak. Latar belakang Abel yang berasal dari negara Amerika Serikat terasa sulit

untuk menginjili suku Dayak, maka 3 orang penginjil yang sebelumnya menuntut

ilmu sekolah penginjilan di Singapura dikirim ke Kalimantan. Ketiga penginjil sedangkan kelompok suku lainnya yang menjadi anggota Methodist berasal dari

suku Dayak.

33

(42)

tersebut adalah Willi Hutagalung, Philemon Simamora, Wismar Panggabean

masing-masing adalah orang Indonesia yang berasal dari etnis Batak.34

Penginjilan tidak terlalu berkembang karena pemahaman bahasa Melayu

sulit dari kelompok suku Dayak. Strategi yang dilakukan oleh keempat

missionaries Methodist tersebut adalah membuka sekolah yang menggunakan

bahasa Melayu dan dikhususkan kepada orang Dayak. Strategi ini memberikan

hasil yang lumayan, sebab anak-anak banyak yang mengikuti program ini. Sambil

melakukan pengajaran mereka tidak lupa memberikan penginjilan kepada

anak-anak suku Dayak.

Perkembangan Methodist pada suku Dayak harus diakui adalah berawal

dari kelompok anak-anak yang menerima pendidikan di sekolah misi Methodist,

akhirnya mereka dewasa seiring dengan perkembangan Methodist. Pengikut

Methodist dari kalangan orangtua pada masyarakat Dayak tidak terlepas dari

pengaruh anak-anak mereka yang menerima pendidikan di sekolah misi

Methodist. Anak-anak dayak yang tumbuh dewasa akhirnya banyak yang menjadi

penginjil.

3.2.3 Perjalanan Misi Methodist di Sumatera Selatan dan Bangka

Sebelum meletusnya perang dunia ke-II, kota Palembang adalah kota yang

terbesar dipulau Sumatera. Kota Palembang adalah pusat perdagangan di pulau

Sumatera. Hal ini menyebabkan banyak masyakat yang datang ke Palembang

untuk kegiatan berdagang dan kegiatan ekonomi lainnya.

34

(43)

Jumlah penduduk yang tergolong besar dan heterogen pada tahun 1908

telah mencapai 65.000 orang yang terfokus pada daerah pelabuhan, sebab

disekitar pelabuhan para pengusaha Amerika telah mendirikan pertambangan

minyak dan daerah ini menjadi pusat pertemuan dari pedagang-pedagang yang

berasal dari berbagai daerah di Dunia..

Russel melihat kota Palembang sebagai daerah yang sangat cocok sebagai

wilayah persebaran ajaran Methodist, sehingga segera Russel mengirim seorang

missionaries bernama Solomon Pakianathan sebagai pemimpin penginjilan

diwilayah ini. Pakianathan memulai penginjilan dengan berkotbah kepada

penduduk Palembang yang sudah beragama Kristen.

Sebagai permulaan pelayanan misi Methodist, maka Pakianathan segera

membuka sekolah berbahasa Inggris di Palembang. Banyak masyarakat etnis

Tionghoa yang tertarik dan mengikuti program tersebut. Mereka rela membayar

para missionaries agar mau mengabdi memberikan pendidikan kepada anak-anak

Tionghoa.

Pakianathan memulai kebaktian dilingkungan sekolah, yang menggunakan

bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kebaktian. Keseimbangan antara waktu

memberikan pengajaran dan pemahaman keagamaaan, membuat banyak orang

mengikuti program yang dibuat oleh Pakianathan. Maka mulailah peraturan

Methodist diterapkan setelah jumlah mereka semakin besar.

Setelah penyebaran Methodist semakin besar di Sumatera Selatan, maka

misi Methodist selanjutnya diteruskan sampai ke Pulau Bangka, kota yang tidak

begitu jauh dari Palembang. Daerah pulau Bangka adalah daerah yang cepat

(44)

daerah pertambangan timah. Banyak orang Tionghoa yang dijadikan pekerja di

daerah pertambangan tersebut. Dari hasil laporan missionaries, penduduk pulau

bangka yang berasal dari etnis Tionghoa sudah mencapai 200.000 orang pada

tahun 1911.35

Freeman ditugaskan sebagai missionaries Methodist di pulau Bangka,

situasi masyakat di daerah ini sama sekali belum ada yang beragama Kristen, jadi

Freeman adalah tokoh Kristen pertama untuk daerah ini. Banyak kendala yang

dialami Freeman ketika sampai di daerah ini, seperti larangan menyebarkan

agama oleh pemerintah Kolonial Belanda, dan keadaan daerah yang sangat panas

sehingga mengganggu kesehatannya.

Dibukanya sekolah di Pangkal Pinang oleh Kolonial Belanda, semakin

memperlebar jalan bagi Freeman untuk menyebarkan injil kepada mereka

anak-anak Tionghoa yang menuntut ilmu di sekolah tersebut. Dalam sekolah tersebut

Freeman mengasuh mata pelajaran bahasa Inggris. Dalam melaksanakan

tugasnya Freeman tidak penah terlambat dan selalu serius, hal ini menjadi dasar

keyakinan dari orang tua murid kepada Freeman untuk menyerahkan anaknya

untuk dididik dan diberi pengetahuan tentang injil.

Melihat tindakan yang dilakukan Freeman adalah baik, maka sejak tahun

1912, pemerintah Kolonial memberikan izin kepada pelayan-pelayan Methodist

untuk menjalankan misi Methodist di Pulau Bangka. Kesempatan ini langsung

dimanfaatkan Freeman dengan membuka kebaktian di lingkungan sekolah. Pada

waktu pagi di hari minggu, Freeman membuka kelas sekolah minggu, yang

kegiatannya adalah belajar bahasa Inggris dan melaksanakan kebaktian dalam

35

(45)

bahasa Inggris, sedangkan untuk kelompok dewasa Freeman membuka English

Bible, yang diselanggarakan pada setiap Minggu malam.

Penginjilan di Bangka tidak bertahan lama, Freeman harus meninggalkan

bangka kerena penyakit yang dideritanya. Freeman digantikan oleh L.L Akerson,

yang sama sekali tidak mengenal bagaimana metode penginjilan di Bangka.

Disamping itu pengembangan Methodist hanya dilakukan dengan penginjilan

yang seharusnya dibarengi dengan pengembangan pendidikan sekolah, akhirnya

banyak murid sekolah dan kelompok dewasa tidak datang lagi ke sekolah.

Semakin lama jumlah anggota misi Methodist semakin berkurang dan akhirnya

L.L Akerson meninggalkan pulau Bangka, dan aktivitas pengembangan Methodist

di pulau Bangka resmi ditutup.36

3.3 Proses Methodisasi Di Sumatera Utara

Sejak masa penjajahan Belanda, wilayah Sumatera Utara termasuk

propinsi yang berpenduduk besar. Tahun 1905 jumlah masyarakat pendatang

sudah besar, dimana orang Eropa sudah mencapai 2.667 orang, Pribumi berjumlah

450.941 orang, Tionghoa dan Asia lainnya 114.809 orang.37

Tidak jauh beda dari penginjilan di daerah-daerah yang lainnya,

penginjilan Methodist selalu diawali kepada masyarakat Tionghoa. Dasar

pemikiran pemfokusan penginjilan kepada orang Tionghoa diawali dari

penginjilan pertama Missionaris Amerika Serikat di Singapura yang mana

masyarakat Tionghoalah menjadi jemaat pertama menerima misi Methodist. Sejak

saat itu masyakat Tionghoa sudah banyak yang beralih dari kepercayaannya,

36

Ibid., hlm. 149. 37

(46)

menjadi pengikut Kristen khususnya pengikut Gereja Methodist. Orang-orang

Tionghoa ini menyebar keberbagai daerah, yang wilayahnya adalah kota

perdagangan.

Sekolah berbahasa Inggris milik Methodist yang ada di Singapura menjadi

salah satu sekolah paforit kelompok Tionghoa dan kelompok Eropa lainnya.

Banyak anak Tionghoa yang diberangkatkan bersekolah di sekolah ini, yang

hasilnya selalu memuaskan, mendapat kemampuan berbahasa Inggris dan

pemahaman Teologiah. Setelah lulus dari sekolah, banyak perkantoran Kolonial

Belanda yang menerima mereka sebagai tenaga kerja. Banyak

perusahaan-perusahaan yang berdiri di Sumatera Utara ini yakin dengan kemampuan para

lulusan sekolah berbahasa Inggris tersebut.

Banyak anak Tionghoa dan Pribumi yang ingin sekolah ke Singapura,

tetapi karena keterbatasan biaya, mereka tidak mampu mewujudkannya. Melihat

keadaan ini, pada tahun 1904, Hong Teen yang merupakan seorang alumni

sekolah Singapura membuka sekolah di Medan dengan program yang sama

dengan sekolah yang ada di Singapura.

Upaya menyesuaikan kualitas antara sekolah Singapura dengan sekolah

berbahasa Inggris yang baru berdiri di Medan, maka Hong Teen mengundang G.

F Pykett yang berpropesi sebagai kepala sekolah dan pemimpin distrik Methodist

di Semenanjung Malaka untuk menilai dan meminta bantuan terhadap

pembenahan sekolah tersebut.

Undangan dari Hong Teen menjadi hal yang sangat tepat bagi Pykett

Referensi

Dokumen terkait

upacara penerimaan sakramen krisma, alat musik batak toba juga di gunakan untuk.. mengiringi lagu ordynarium dan juga

Pandangan Jemaat Kharismatik (Gereja Pentakosta Indonesia) Tentang Budaya Batak Toba Di Desa Asahan Kecamatan Rambung Merah Pematang Siantar Skripsi.. Program Studi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangannya yaitu gereja mengalami peralihan nama menjadi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB)

Tarombo Dalam Gaya Nyanyian Pada Kebudayaan Etnis Batak Toba: Suatu Kajian Musikologis dan Tekstual, (Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya

Perbedaan pola makan dan status gizi anak etnis cina di SD Sutomo 2 dan anak etnis batak toba di SD Antonius dianalisis menggunakan uji t-independent dan untuk mengetahui

Perbedaan pola makan dan status gizi anak etnis cina di SD Sutomo 2 dan anak etnis batak toba di SD Antonius dianalisis menggunakan uji t-independent dan untuk mengetahui

Di Gereja Kristen roti dan anggur disakralkan hanya sebagai simbol makanan rohani saja, sedangkan dalam Gereja Katolik roti dianggap sudah menjadi tubuh dan

Pada bagian kedua, kami akan menguraikan orientasi teologi Kristen sehubungan dengan korupsi, dan menelusuri budaya malu dalam etnis Batak Toba dan Nias yang dapat digunakan sebagai