• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komparatif Mengenai Status Ethnic Identity pada Remaja Akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komparatif Mengenai Status Ethnic Identity pada Remaja Akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional Kota Bandung."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan ethnic identity antara remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional Kota Bandung dengan tujuan untuk memperoleh gambaran ethnic identity yang dihayati oleh remaja dari kedua gereja tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diferensial. Variabel penelitiannya adalah ethnic identity yang ditinjau dari 2 dimensi yaitu komitmen dan eksplorasi. Pengambilan data ditujukan kepada remaja akhir berusia 18-22 tahun di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional yang merupakan anggota aktif gereja dan menggunakan metode purposive sampling. Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 48 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari The Multigroup Ethnic Identity Measure Revised (MEIM-R) oleh Phinney & Ong (2007). Teknik validitas yang digunakan ialah expert validity.

Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS dengan uji beda Chi Square Kuadrat diperoleh bahwa Ho diterima dan H1 ditolak pada taraf signifikansi 5% dengan X2 hitung 0.137 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikansi status ethnic identity antara remaja

akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan “X” dan Gereja Nasional “Y”. Sebanyak 40% remaja

Batak Toba di Gereja Kesukuan “X” dan 43.5% remaja Batak Toba di Gereja Nasional “Y”

berada pada status ethnic identity yang achieved.

(2)

viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research is performed to identify the ethnic identity status difference’s in Batak Toba’s late adolescents in Tribal Church and National Church, both are located in Bandung. This research is focused to obtain ethnic identitiy’s description which teenagers from both churches.

Method used in this research is differential method. The research variable is ethnic identity and reviewed from 2 dimension, commitment and exploratio. Data collection is focused on late adolescents from 18 to 22 years old, in Tribal Church and National Church. Those adolescents are the churches’ active members. The method used is purposive sampling. The total sample in this research, is 48 persons. Measuring tools used is adapted from The Multigroup Ethnic Identity Measure Revised (MEIM-R) by Phinney, Ong (2007). Validity technique used are expert validity.

Based on SPSS result with Chi Square test, Ho is accepted and H1 is not, with significance degree 5% and X2 0.137 which means that there are no significance differences in ethnic identity status between Batak Toba's late teenagers in Tribal Churc and National Church.

(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORIGINALITAS ... iii

LEMBAR PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... ... vii

ABSTRACT ... ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 8

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Maksud Penelitian ... 8

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 9

1.5. Kerangka Pikir ... 10

1.6. Asumsi ………. ... 16

(4)

x Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ethnic Identity ... 17

2.1.1. Definisi Ethnic Identity ... 17

2.1.2. Kerangka Pikir Konseptual dalam Penelitian Ethnic Identity ... 17

2.1.2.1. Teori Ethnic Identity dan Identitas Sosial ... 18

2.1.2.2. Akulturasi sebagai Kerangka Pikir untuk Mempelajari Ethnic Identity... 18

2.1.3. Komitmen dan Eksplorasi ... 20

2.1.3.1. Komitmen ... 20

2.1.3.2. Eksplorasi ... 20

2.1.4. Pembentukan Ethnic Identity ... 21

2.1.5. Enkulturasi dan Sosialisasi ... 23

2.2. Remaja ... ... 26

2.2.1. Pengertian Remaja ... 26

2.2.2. Identitas dan Remaja ... 27

2.2.3. Perubahan yang Terjadi pada Masa Remaja ... 28

2.2.3.1. Perubahan Biologis ... 28

2.2.3.2. Perubahan Kognitif ... 28

2.2.3.3. Perubahan Sosioemosional ... 29

2.2.4. Aspek Budaya dan Identitas Etnis ... 29

2.3. Masyarakat Batak Toba ... 30

2.3.1. Sejarah Singkat ... 30

2.3.2. Sistem Kekerabatan Dalihan Na Tolu ... 30

2.3.3. Sistem Kepercayaan ... 31

(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

2.3.5. Kesenian Tradisional ... 32

2.3.6. Nilai Utama Masyarakat Batak Toba... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 36

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 36

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.3.1. Variabel Penelitian ... 37

3.3.1. Definisi Operasional ... 37

3.4. Alat Ukur ... ... 37

3.4.1. Alat Ukur ... 37

3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 39

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.4.3.1. Uji Validitas Alat Ukur ... 39

3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 40

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 40

3.5.1. Populasi Sasaran ... 40

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 40

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 41

3.6. Teknik Analisis Data ... 41

3.7. Hipotesis Statistik ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Sampel Penelitian ... 43

(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

4.3. Pembahasan ... 47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

5.2.1 Saran Teoritis ... 57

5.2.2. Saran Praktis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

DAFTAR RUJUKAN ... 60 LAMPIRAN

(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha

Tabel 2.1 Tabel Status Ethnic Identity ... 22

Tabel 3.1 Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur Ethnic Identity ... 38

Tabel 3.2 Tabel Prosedur Pengisian Alat Ukur Ethnic Identity ... 38

Tabel 3.3 Tabel Kategori Status Ethnic Identity ... 38

Tabel 4.1 Gambaran Responden Jenis Kelamin ... 43

Tabel 4.2 Gambaran Responden Usia ... 44

Tabel 4.3 Gambaran Responden Pendidikan Terakhir ... 44

Tabel 4.4 Gambaran Responden Lama Tinggal di Bandung ... 45

Tabel 4.5 Gambaran Responden Lama Menjadi Jemaat ... 45

Tabel 4.6 Data Pengujian Hipotesis Status Ethnic Identity ... 46

Tabel 4.7 Tabel Hasil Status Ethnic Identity ... 47

(8)
(9)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 3 : Data Responden

Lampiran 4 : Data Mentah Dimensi Komitmen dan Eksplorasi Lampiran 5 : Status Ethnic Identity Responden

(10)

1

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Suku Batak merupakan salah satu suku di Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera. Suku Batak sendiri terdiri dari 6 sub suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola, Batak Mandailing dan Batak Toba. Tiap kelompok dari sub suku ini mendiami daerah-daerah tertentu di Pulau Sumatera dan memiliki bahasanya masing-masing. Kelima kelompok besar Suku Batak memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri, tak terkecuali Suku Batak Toba.

Suku Batak Toba dikenal sebagai salah satu suku yang masih memegang teguh adat dan tradisi yang mereka miliki, seperti sistem kekerabatan, upacara adat maupun filsafat hidup yang merupakan warisan dari nenek moyang mereka. Contohnya seperti ‘anak harus melebihi orang tuanya’ (J.S. Aritonang, 2000). Kata ‘lebih’ di sini merujuk pada keadaan

yang lebih baik dari segi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Keinginan untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik itulah yang membuat orang Batak Toba melakukan migrasi, diikuti oleh faktor ekonomi, rasa tidak puas, dan keinginan untuk memperbaiki nasib (Siahaan, 2002).

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha merupakan etnis mayoritas di kota tersebut. Jika kontak budaya dengan etnis mayoritas ini terjadi dalam jangka waktu tertentu, maka hal tersebut dapat mempengaruhi ethnic identity seseorang (Phinney, 1990).

Ethnic identity didefinisikan sebagai suatu konstruk yang dinamis, multidimensional

yang merujuk pada identitas diri atau perasaan diri sebagai anggota dari satu kelompok etnis tertentu (Phinney, 2003 dalam Phinney & Ong, 2007). Proses pembentukan ethnic identity seseorang dapat terjadi melalui proses pewarisan budaya baik yang dilakukan secara sengaja dan tidak sengaja dari orang tua, teman sebaya maupun orang dewasa lain dan lembaga-lembaga. Orang tua mewariskan nilai-nilai, kebiasaan, dan keterampilan budaya Batak Toba melalui pola asuh sehari-hari. Bentuk pewarisannya misalnya penanaman nilai dari orang tua akan pentingnya menelusuri pertalian keluarga melalui silsilah marga, mengajarkan Bahasa Batak Toba dan mengenalkan kebiasaan orang Batak Toba tentang bagaimana seharusnya kita bersikap berdasarkan adat Toba. Pewarisan budaya yang dilakukan oleh orang tua secara terencana ini disebut juga dengan sosialisasi.

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha gereja untuk memakai ulos dan makan makanan khas Batak Toba seperti arsik dan saksang dalam perayaan khusus di gereja. Proses pewarisan budaya melalui teman sebaya, orang dewasa lain dan lembaga ini dilakukan tanpa pengajaran khusus yang disebut juga dengan enkulturasi. Jika proses pewarisan budaya ini berhasil, maka individu akan menjadi seseorang yang berperilaku sesuai dengan harapan budayanya (Berry dkk, 2002).

Ethnic identity merupakan tugas perkembangan yang penting pada remaja dan emerging adulthood (Phinney, 2006 dalam Phinney & Ong, 2007). Pada tahap remaja akhir,

remaja banyak melakukan eksplorasi identitas dengan mencoba berbagai peran untuk mencapai identitas yang bermakna. Pada tahap remaja akhir ini juga untuk pertama kalinya terjadi perkembangan fisik, psikis, dan sosioemosional yang pesat di mana individu dapat memilih dan memadukan identitas masa kecil untuk membangun jalan hidupnya ke arah kematangan orang dewasa (Santrock, 2007).

Ethnic identity merupakan salah satu aspek dari identitas ego dan menjadi penting ketika remaja Batak Toba menjadi minoritas yang berada di lingkungan heterogen. Sebagai remaja minoritas, mereka memiliki konflik untuk dapat menyesuaikan diri dengan dengan kultur mayoritas dan diharapkan mereka tetap dapat melestarikan nilai-nilai budaya yang mereka miliki di manapun mereka berada. Pada tahap ini, remaja banyak melakukan proses eksplorasi dan menghadapi perubahan yang memaksa mereka untuk mempertimbangkan kembali apa makna keanggotaan mereka dalam kelompok etnis tertentu (Phinney, 1989). Proses ini mencakup mempelajari tentang sejarah, tradisi akan etnis Batak Toba dan menghadapi persoalan akan diskriminasi dan prasangka.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha minat untuk memahami Bahasa Batak Toba, memiliki pandangan negatif terhadap orang Batak Toba, kurangnya rasa ingin tahu tentang tradisi, sejarah, kebiasaan maupun nilai-nilai Batak Toba.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu Ketua Adat di kota Bandung, A. Sianturi mengatakan bahwa dewasa ini generasi muda Batak Toba cenderung kurang memiliki rasa antusias untuk mempelajari bagaimana tata cara pelaksanaan adat, kebiasaan, values maupun hal-hal yang berkaitan dengan budaya Batak Toba lainnya. Hal ini ditandai dengan keengganan generasi muda Batak Toba untuk terlibat secara aktif dalam berbagai upacara adat, kurangnya semangat untuk mempelajari sejarah, bahasa, kebiasaan, dan values yang ada di dalam budaya Batak Toba serta kurangnya rasa ingin tahu untuk memahami pemakaian Dalihan Na Tolu (sistem kekerabatan) pada masyarakat Batak Toba yang lebih luas, serta enggan mengidentifikasikan dirinya sebagai Batak Toba karena masyarakat memiliki pandangan bahwa orang Batak Toba merupakan tipikal yang tempramental. A. Sianturi juga mengatakan bahwa sebagian besar generasi muda Batak Toba mengeluh karena tata cara pelaksanaan adat dalam Batak Toba terlalu lama dan monoton sehingga hal ini membuat mereka enggan untuk mengikuti kegiatan adat tersebut. Selain itu, generasi Batak Toba yang tinggal di kota Bandung berada di lingkungan yang mayoritasnya adalah etnis Sunda sehingga mereka lebih terbiasa untuk menggunakan bahasa setempat dibandingkan dengan bahasa Batak Toba. Secara umum, fenomena tersebut dapat menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan semangat generasi penerus Batak Toba untuk tetap melestarikan budaya dan identitas mereka sebagai seseorang yang memiliki ciri khas di tengah-tengah heterogenitas etnis yang ada di kota Bandung.

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha seluruh anggotanya beretnis Batak Toba dan masih kental budaya Batak Tobanya. Gereja Kesukuan memiliki peran dalam mengenalkan tradisi dan budaya Batak Toba pada anggotanya, melalui kegiatan, perayaan dan interaksi yang terjadi dalam lingkup gereja. Contohnya seperti menggunakan bahasa Batak Toba baik ketika khotbah dan bernyanyi di tiap minggunya, memakai ulos (pakaian khas Batak Toba) dan memakan saksang dan arsik (makanan khas Batak Toba) dalam tiap kesempatan yang ada, serta melaksanakan pesta adat Batak Toba ataupun perayaan-perayaan tertentu yang diadaptasi dari tradisi orang Batak Toba. Melalui aktivitas tersebut para remaja anggota Gereja “X” melihat, mendengar dan mengamati bagaimana tradisi serta budaya Batak Toba. Tidak hanya sebagai tempat beribadah, Gereja Kesukuan juga merupakan sarana untuk tempat berkumpulnya remaja Batak Toba dalam rangka menjaga silaturahmi di antara mereka.

Terdapat 4 status ethnic identity yang didasarkan pada komitmen dan eksplorasi yang dilakukan remaja Batak Toba yaitu achieved ethnic identity, moratorium ethnic identity, foreclosure ethnic identity dan diffused ethnic identity. Remaja Batak Toba yang beribadah di

Gereja Kesukuan diharapkan memiliki achieved ethnic identity. Achieved ethnic identity merupakan hasil dari eksplorasi dan komitmen yang tinggi. Melakukan berbagai hal untuk mencari tahu tentang informasi yang berkaitan dengan etnis Batak Toba merupakan bentuk dari eksplorasi sedangkan merasa bangga dan memiliki rasa keterikatan yang kuat terhadap kelompok etnis Batak Toba merupakan bentuk komitmen. Eksplorasi adalah sejauh mana keterlibatan remaja Batak Toba dalam mencari tahu hal-hal yang berkaitan dengan budaya Batak Toba. Komitmen merupakan perasaan melekat yang mereka dalam kelompok etnis Batak Toba.

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha adalah remaja yang aktif mengikuti kegiatan atau perayaan – perayaan yang dilaksanakan di lingkup gereja, seperti perayaan Natal, Paskah, pesta parhehon dan mengikuti acara lainnya yang dilaksanakan secara rutin di gereja. Selain itu, interaksi yang remaja Batak Toba lakukan dengan teman sebaya seetnis dalam Gereja Kesukuan juga turut mempengaruhi terbentuknya status ethnic identity yang terpadu. Dengan tercapainya achieved ethnic identity pada remaja Batak Toba ini diharapkan mereka dapat mempertahankan adat, kebiasaan, tradisi maupun filsafat hidup orang Batak Toba yang dianggap baik dan melestarikannya.

Selain status achieved ethnic identity, terdapat moratorium ethnic identity. Status ini didasarkan pada komitmen yang rendah dan eksplorasi yang tinggi. Misalnya remaja Batak Toba memiliki usaha untuk mencari informasi tentang apa pentingnya memahami Dalihan Na Tolu, dan bagaimana pelaksanaan martarombo berdasarkan Dalihan Na Tolu ketika bertemu

orang Batak Toba tetapi belum merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari etnis Batak Toba. Kemudian foreclosure ethnic identity didasarkan pada komitmen tinggi dari dan eksplorasi yang rendah misalnya remaja Batak Toba merasa bangga akan etnisitasnya dan merasa menjadi bagian dari Batak Toba namun belum melakukan usaha untuk mencari tahu seperti apa Tarian Tor-Tor, bagaimana upacara perkawinan Batak Toba dan belum memahami pentingnya mengetahui Dalihan Na Tolu sebagai etnis Batak Toba. Terakhir, diffused ethnic identity didasarkan pada komitmen dan eksplorasi yang rendah. Remaja Batak Toba belum berusaha mencari tahu tentang bagaimana sistem kekerabatan orang Batak Toba dan apa pentingnya Sia Sia Na Lima sebagai pedoman hidup orang Batak Toba sehingga remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional cenderung bingung tentang etnisitasnya.

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha lain, seperti tentang pemakaian kata sapaan yang sesuai dengan silsilah marganya, kebiasaan orang Batak Toba dan penggunaan bahasa Batak Toba yang tepat. Sisanya sebanyak 50% mengaku bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang etnis Batak Toba. Selain itu, sebanyak 20% remaja mengatakan bahwa mereka sering mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan adat Batak Toba karena ajakan orang tua maupun teman. Sisanya sebanyak 80% mengatakan bahwa mereka jarang mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan adat Batak Toba karena menganggap adat Batak Toba menghabiskan waktu yang lama.

Kenyataannya, tidak semua orang Batak Toba yang berdomisili di Bandung memilih beribadah di Gereja Kesukuan yang masih kental akan budaya Batak Toba. Dewasa ini, telah banyak orang Batak Toba yang lebih memilih beribadah di Gereja Nasional dengan latar belakang etnis yang beranekaragam. Berbeda dengan Gereja Kesukuan, di Gereja Nasional kebaktian tiap minggunya menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak ada perayaan-perayaan khusus yang berhubungan dengan kebiasaan Batak Toba. Selain itu, etnis Batak Toba menjadi etnis minoritas dalam gereja tersebut sehingga hal ini menyebabkan Gereja Nasional tidak intens dalam mengenalkan ataupun memberikan informasi mengenai budaya Batak Toba. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan situasi dan kondisi yang ada dalam Gereja Kesukuan yang masih mempertahankan budaya Batak Toba dalam pergaulan dan keterlibatan mereka di gereja.

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha mereka karena mereka menganggap orang Batak Toba memiliki stereotip negatif seperti lekas marah dan temperamental.

Sebanyak 40% remaja mengatakan bahwa mereka sering bertanya dan berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan etnisitas yang mereka miliki pada orang lain. Menurut mereka sebagai orang yang memiliki etnis Batak sudah selayaknya mengetahui asal-usul ataupun hal-hal yang berkaitan dengan etnisitasnya. Sisanya sebanyak 60% mengatakan hanya sesekali mereka meluangkan waktu untuk bertanya hal-hal yang berkaitan dengan etnis Batak Toba karena mereka tidak memiliki rasa ingin tahu yang lebih akan etnisitasnya.

Sebanyak 40% remaja mengatakan bahwa mereka sering mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan adat Batak Toba dan sisanya sebanyak 60% mengatakan jarang mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan adat Batak Toba karena memakan waktu yang cukup lama sehingga mereka merasa enggan untuk mengikutinya. Berdasarkan kedua survey tersebut secara umum terlihat bahwa remaja di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional cenderung memiliki komitmen yang tinggi namun memiliki eksplorasi yang rendah.

Melihat adanya variasi teori dengan fenomena yang ada pada remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional, maka kajian ethnic identity menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Peneliti pun tertarik untuk meneliti “Perbedaan Status Ethnic Identity antara Remaja Akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional kota Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui perbedaan status ethnic identity antara remaja yang Batak Toba yang berada di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional.

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha Memperoleh gambaran mengenai perbedaan status ethnic identity yang dimiliki remaja Batak Toba yang berada di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengukur seberapa tingkat perbedaan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional kota Bandung yang masuk dalam masing-masing kelompok status ethnic identity diffused, foreclosure, moratorium dan achieved yang dilihat dari dimensi komitmen dan eksplorasi. Setelah itu dilihat perbedaan status ethnic identity antara remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Diharapkan dapat menambah informasi bagi ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi khususnya Psikologi Sosial dan Psikologi Lintas Budaya dalam menambah pemahaman mengenai ethnic identity, khususnya etnis Batak Toba. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi peneliti yang

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada ethnic identity, khususnya etnis Batak Toba.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan pemahaman pada remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional kota Bandung tentang pengaruh lingkungan seperti lingkungan tempat peribadatan terhadap identitas etnisnya sebagai etnis Batak Toba.

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha dalam mencari tahu tentang sejarah, kebiasaan, nilai maupun adat untuk dapat memahami latar belakang budaya Batak Toba, serta mengembangkan rasa bangga dan rasa saling memiliki pada etnis Batak Toba.

3. Memberikan informasi pada Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional serta orang tuasebagai bahan pertimbangan untuk lebih mengenalkan budaya Batak Toba pada anggota gereja dan anak-anak mereka.

1.5Kerangka Pikir

Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari kanak-kanak menuju dewasa yang mencakup perubahan biologi, kognitif, dan sosioemosional. Dalam fase perubahan sosioemosional tercakup tahap perkembangan kepribadian yang penting yaitu pencarian identitas diri yang tepatnya terjadi pada masa remaja akhir. Remaja akhir diawali pada usia 18 dan berakhir di usia 22 tahun. Pencarian identitas diri merupakan salah satu tugas perkembangan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional yang dapat mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Jika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional dapat berhasil melewati periode ini, maka Ia akan mampu untuk mengidentifikasikan siapa dirinya, mengatasi konflik peran dan identitas serta mengetahui apa yang menjadi tujuan hidupnya. Sebaliknya jika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional gagal melewati periode ini, Ia mengalami kebingungan dan bermasalah akan identitas dirinya. Tahap perkembangan ini sesuai dengan apa yang Erikson katakan dalam teorinya sebagai identity versus identity confusion.

Salah satu bentuk pencapaian identitas ego adalah pembentukan ethnic identity. Ethnic identity didefinisikan sebagai suatu konstruk yang dinamis, multidimensional yang merujuk

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha memiliki peran penting dalam perkembangan identitas (Phinney, Lochner, Murphy, 1990). Sejumlah perubahan yang terjadi pada remaja Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional seperti lebih banyaknya interaksi yang dilakukan dengan komunitas di luar etnis Batak Toba serta perhatian yang lebih besar mengenai kehidupan sosial dapat mempengaruhi pemahaman mereka akan etnisitasnya. Hal ini mendorong remaja Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional untuk melakukan proses eksplorasi dan menghadapi perubahan yang memaksa mereka untuk mempertimbangkan kembali apa makna keanggotaan mereka dalam kelompok etnis tertentu (Phinney, 1989). Proses ini mencakup mempelajari tentang sejarah, tradisi akan etnis Batak Toba dan menghadapi persoalan akan diskriminasi dan prasangka.

Ethnic identity remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional dibentuk melalui dua dimensi yang ada di dalam diri, yaitu dimensi eksplorasi dan komitmen. Dimensi komitmen atau rasa keterikatan merupakan salah satu dimensi yang paling penting dalam ethnic identity. Komitmen merujuk pada rasa kemelekatan yang kuat dan investasi pribadi yang dimiliki remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional terhadap kelompok etnisnya. Jika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional memiliki dimensi komitmen yang tinggi maka mereka akan memiliki identitas yang jelas sebagai bagian dari etnis Batak Toba, mempunyai rasa keterikatan dan rasa bangga terhadap kelompok Batak Toba, serta memahami dengan baik apa arti keanggotaan mereka pada kelompok etnis Batak Toba.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha achieved ethnic identity yang merefleksikan komitmen yang tinggi serta pengetahuan dan pemahaman akan etnisitasnya yang didasarkan pada proses eksplorasi yang dilakukan.

Dimensi eksplorasi merupakan suatu periode perkembangan identitas ketika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional memilih dari sekian pilihan yang tersedia dan pada akhirnya mengembangkan, mencari tahu bahkan terjun dalam pilihannya. Jika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional memiliki dimensi eksplorasi yang tinggi maka mereka akan melakukan berbagai aktivitas untuk berusaha mencari tahu mengenai etnisitasnya seperti membaca sumber-sumber dan berdiskusi dengan sesama etnis Batak Toba tentang hal yang berkaitan dengan sejarah, kebiasaan, values serta adat istiadat Batak Toba serta belajar untuk dapat berbicara bahasa Batak Toba kepada sesama etnis Batak Toba. Eksplorasi juga merupakan proses yang penting dalam menentukan ethnic identity karena tanpa adanya eksplorasi, komitmen remaja Batak Toba akan menjadi kurang

kokoh dan memiliki kemungkinan untuk berubah dengan adanya pengalaman baru.

Berdasarkan sejauh mana remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional melakukan eksplorasi dan komitmen maka akan diperoleh empat status ethnic identity, yaitu: diffused ethnic identity, foreclosure ethnic identity, moratorium ethnic identity,

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha berdasarkan Dalihan Na Tolu namun mereka merasa bangga akan etnisitasnya ataupun merasa bahwa dirinya adalah bagian dari etnis Batak Toba. Komitmen yang mereka miliki ini sejalan dengan adanya nilai-nilai yang diinternalisasikan oleh orang tua sejak kecil sehingga remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional melihat etnisitasnya sesuai dengan pandangan orang lain terhadap etnisitas mereka tersebut (Phinney, 1989).

Status ketiga ialah moratorium ethnic identity. Tahap ini akan terjadi ketika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional telah melakukan eksplorasi namun belum membuat suatu komitmen yang jelas. Ini dapat terlihat dari keterlibatan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional untuk bergabung dalam kelompok etnis Batak Toba, mencari informasi lebih lanjut mengenai apa pentingnya memahami Dalihan Na Tolu, margugu dan martarombo ketika bertemu orang Batak Toba tetapi belum merasa bahwa

dirinya merupakan bagian dari etnis Batak Toba. Mereka mengetahui hal ini melalui proses eksplorasi tetapi tidak menjalankannya karena mereka masih bingung atau belum menetapkan pilihan mereka terkait dengan identitas yang mereka miliki.

Status keempat ialah achieved ethnic identity, yaitu status remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional yang telah melakukan eksplorasi dan membuat komitmen akan etnisitasnya. Ini dapat terlihat dari rasa ingin tahu dan ketertarikan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan etnisitasnya, merasa bahwa dirinya bagian dari Batak Toba dan usaha untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai bagaimana pelaksanaan Sia Sia Na Lima, serta apa pentingnya memahami Dalihan Na Tolu dan margugu sebagai etnis

Batak Toba.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha diri remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional, seperti: usia, jenis kelamin dan status pendidikan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri, seperti kontak budaya dan enkulturasi yang berasal dari orang tua dan lingkungan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional.

Berkaitan dengan faktor internal, Phinney mengatakan bahwa usia mempengaruhi status ethnic identity seseorang. Semakin tua usia remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional kota Bandung, maka semakin achieved pula status ethnic identitynya. Jenis kelamin juga dapat berkontribusi dalam menentukan status ethnic identity seseorang. Terdapat beberapa etnis yang mengutamakan wanita sebagai sebagai sosok yang harus lebih memahami budaya yang Ia miliki. Sebaliknya, pada beberapa etnis yang menganut sistem patrilineal (menurut garis keturunan ayah) seperti layaknya etnis Batak Toba, lebih mengutamakan pria untuk dapat lebih memahami kebudayaan etnis yang Ia miliki. Ini sejalan dengan pandangan bahwa laki-laki dianggap sebagai orang yang meneruskan garis keturunan (marga) sehingga mereka memiliki peran penting dalam kegiatan adat yang ada dalam etnis Batak. Hal ini menyebabkan seorang remaja laki-laki Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional diharapkan lebih memahami adat istiadat maupun kebiasaan etnis Batak Toba dibandingkan dengan remaja perempuan Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional.

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha Faktor eksternal muncul ketika remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional berinteraksi dengan orang lain. Kontak budaya terjadi ketika remaja Batak Tobadi Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional tinggal di lingkungan yang memiliki etnis berbeda dengan dirinya dan melakukan interaksi secara terus menerus dengan budaya mayoritas, yaitu etnis Sunda. Hal ini dapat menyebabkan perubahan budaya dan psikologis karena perjumpaan suatu budaya dengan budaya lain yang yang memiliki perilaku berbeda. Status ethnic identity yang dimiliki remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional dapat berubah-ubah sebagai akibat dari kontak budaya tersebut. Statusnya dapat berberubah-ubah dari achieved dapat kembali menjadi moratorium ethnic identity. Setelah itu, dapat berkembang kembali ke achieved ethnic identity dan menurun kembali ke moratorium ethnic identity sesuai dengan pengalaman dan tantangan yang remaja alami terkait dengan interaksinya dengan budaya mayoritas. Berkembangnya siklus status ethnic identity ini tergantung dari eksplorasi remaja Batak Toba mengenai etnisnya.

(25)

16

(26)
(27)

16

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

1. Pembentukan status ethnic identity, pada remaja Batak Toba yang berada di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional Bandung ditentukan oleh dimensi komitmen dan eksplorasi yang dilakukan oleh individu yang berkaitan dengan etnis Batak Toba. 2. Status yang mungkin terjadi adalah status diffuse ethnic identity yaitu eksplorasi yang

rendah disertai dengan komitmen yang rendah, status foreclosure ethnic identity yaitu eksplorasi yang rendah disertai dengan komitmen yang tinggi, status moratorium ethnic identity yaitu eksplorasi yang tinggi disertai dengan komitmen yang rendah, dan achieved ethnic identity yaitu eksplorasi yang tinggi disertai dengan komitmen yang

tinggi.

3. Terdapat faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi ethnic identity seseorang. Faktor internal yang mempengaruhi status ethnic identity adalah usia, jenis kelamin, dan status pendidikan sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah adanya kontak budaya, enkulturasi dan sosialisasi.

1.7Hipotesis

(28)

56

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 48 remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional Bandung, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan status ethnic identity yang signifikan antara remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional Bandung.

2. Remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan ketika menghayati tradisinya telah berbaur tetap mampu mencapai status yang achieved meskipun cukup banyak yang diffused. 3. Remaja akhir Batak Toba di Nasional ketika menghayati tradisinya telah berbaur justru

lebih banyak yang menampilkan status achieved

4. Berdasarkan data sosiodemografis diperoleh bahwa jenis kelamin memiliki keterkaitan dengan ethnic identity.

5. Banyaknya pergaulan remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional dengan sesama etnis Batak Toba memiliki keterkaitan dengan ethnic identity yang achieved.

6. Teman akrab remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional yang juga berasal dari Batak Toba cenderung memiliki keterkaitan dengan tercapainya ethnic identity yang achieved.

(29)

57

Universitas Kristen Maranatha menunjukkan kemampuan untuk mencapai status ethnic identity yang achieved meskipun mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan etnis Batak Toba dan non Batak Toba. 8. Pengenalan budaya Batak Toba di Gereja Kesukuan memiliki pengaruh akan tercapainya

ethnic identity yang achieved dibandingkan dengan di luar gereja namun sebaliknya di

responden di Gereja Nasional akan menunjukkan status yang achieved ketika mereka mendapat pengenalan budaya Batak Toba di luar gereja

9. Remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional yang menghayati bahwa pergaulan di gereja berpengaruh menunjukkan keterkaitan dengan ethnic identity yang achieved.

10. Orang tua cenderung memiliki keterkaitan dalam mengenalkan budaya Batak Toba pada remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja Nasional turut mempengaruhi ethnic identity yang mereka miliki.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti yang ingin meneliti topik yang serupa disarankan untuk :

 Penelitian selanjutnya dapat meneliti bagaimana pengaruh lingkungan seperti orang

(30)

58

Universitas Kristen Maranatha  Penelitian selanjutnya dapat membandingkan bagaimana pengaruh konteks

lingkungan yang homogen dan heterogen terhadap pembentukan ethnic identity seseorang.

5.2.2 Saran Praktis

 Diharapkan remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan dan Gereja Nasional dapat tetap

mempertahankan ciri khas sebagai bagian dari etnis Batak Toba di lingkungan yang beragam dan lebih aktif dalam mencari informasi mengenai budaya Batak Toba guna meningkatkan pemahaman mengenai etnis Batak Toba.

 Bagi orang tua baik remaja akhir Batak Toba di Gereja Kesukuan dan di Gereja

Nasional diharapkan dapat meningkatkan pengenalan budaya Batak Toba kepada anak-anaknya sehingga dapat menumbuhkan kesadaran pada diri mereka untuk mempelajari budaya Batak Toba.

 Bagi Gereja Kesukuan diharapkan untuk mempertahankan pembelajaran budaya di

(31)

STUDI KOMPARATIF MENGENAI STATUS ETHNIC IDENTITY PADA

REMAJA AKHIR BATAK TOBA DI GEREJA KESUKUAN DAN

GEREJA NASIONAL KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana Pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

JUSLIANA SIANTURI NRP : 1230054

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

(32)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pertolongan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini ini dengan tepat waktu. Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir skripsi pada Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha dengan mengambil judul “STUDI KOMPARATIF

MENGENAI STATUS ETHNIC IDENTITY PADA REMAJA AKHIR BATAK TOBA DI GEREJA KESUKUAN DAN GEREJA NASIONAL KOTA BANDUNG”.

Begitu banyak bimbingan, bantuan, maupun dorongan yang peneliti dapatkan selama proses penulisan penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene Prameswari, M.Si, Psik selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si, Psikolog selaku koordinator mata kuliah Skripsi. 3. Magdalena Fanuel, M.Psi, selaku dosen pembimbing utama yang dengan tulus telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Cakrangadinata, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing pendamping yang juga menyedikan waktu, tenaga, serta memberikan ide dan saran yang membangun bagi peneliti selama proses penulisan penelitian ini.

(33)

vi

6. Remaja Batak Toba di Gereja Kesukuan HKI Dame Bandung dan Gereja Nasional GBI Aruna selaku sampel dalam penelitian dan survey awal yang sudah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti.

7. Bapak, Mama, Kakak, Abang, dan seluruh keluarga tercinta atas dukungan doa dan motivasinya terutama dalam melewati masa-masa yang berat yang sempat dialami oleh peneliti.

8. Sahabatku Melissa dan Maggie yang selalu memberikan semangat dan bantuan yang tulus kepada peneliti.

9. Temanku Dian, Inri, Astrid, Fitri, Nisrina, Anggita, Erin dan teman-teman seperjuanganku Psikologi 2012 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Sebagai orang yang masih perlu banyak belajar, peneliti sadar bahwa penelitian ini masih belum sempurna, karena itu peneliti terbuka untuk menerima saran dan kritik membangun yang dapat melengkapi dan memperbaiki bagian-bagian yang kurang sempurna. Akhir kata, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pembaca.

Bandung, November 2016

(34)

59

Marcia, J. E. (1980). Identity in adolescence-handbook of adolescent psychology. New York: Wiley. Adolescent Mental Health. Newbury Park, CA: Sage.

Phinney, J. S., & Ong, A. D., (2007). Conceptualization and measurement of ethnic identity: current status and future direction. Journal of Counseling Psychology, 54, 271-281. Phinney, J. S., Romero, I., Nava, M., Huang, D. (2001). The role of language, parents and

peers in ethnic identity among adolescents in immigrant families. Journal of Youth and Adolescence, 30, 135-153.

Santrock, John W. (2003). Adolescence: perkembangan remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. (2007). Adolescence: perkembangan remaja. Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Siahaan, A M. S. (2002). Adat batak. Jakarta.

Singarimbun, Masri. (1995). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Siahaan Dr. Ir. Bisuk. (2005). Batak Toba-Kehidupan Di Balik Tembok Bambu. Jakarta: Penerbit Kempala Foundation.

Suryadinata, L. (1999). Etnis tionghoa dan pembangunan bangsa. Jakarta : LP3ES.

(35)

60

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Maha, Gina. (2015). Perbedaan Ethnic Identity Antara Remaja Karo yang Lahir dan Besar di Bandung dan yang Lahir dan Besar di Sumatera Utara di Gereja “X” Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Referensi

Dokumen terkait

Kontak keempat yang dapat terjadi jika remaja Karo yang lahir dan besar di Bandung maupun yang lahir dan besar di Sumatera Utara di Gereja “X” Bandung kehilangan

Tabel Regresi Pengaruh Pola Asuh Orang tua Terhadap Perilaku Kesehatan Remaja Pada Keluarga Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten

98.. Universitas Kristen Maranatha dengan religiusitas dimensi ideologis dan eksperiensial pada jemaat Katolik yang tidak mengikuti PDKK di Gereja Laurentius Bandung.

Pandangan Jemaat Kharismatik (Gereja Pentakosta Indonesia) Tentang Budaya Batak Toba Di Desa Asahan Kecamatan Rambung Merah Pematang Siantar Skripsi.. Program Studi

Melalui pemaparan di atas masing-masing anggota PKK, meditator dan umat Gereja memiliki dimensi kematangan spiritual di dalam diri mereka yang dapat dilihat dari

Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif mengenai orientasi nilai individualism-collectivism pada mahasiswa Batak Toba yang berusia 19-22 tahun di Universitas “X”

Berdasarkan hasil pengolahan data statistik diperoleh bahwa 56,9 % mahasiswa etnis Batak Toba di universitas “X” Bandung menganggap aspek kedekatan fisik bukanlah hal yang

Keenam dimensi dan berbagai faktor yang dimiliki oleh perempuan lajang usia dewasa madya di Gereja “X” Kota Bandung akan membentuk Psychological Well-being mereka,