• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity Pada Pemuda Batak Toba di Gereja "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity Pada Pemuda Batak Toba di Gereja "X" Bandung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ABSTRAK

Penelitian berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity Pada

Pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung” ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai ethnic identity pada kelompok pemuda Batak Toba di Gereja

“X” Bandung. Pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling dengan ukuran sampel 121 pemuda. Alat ukur berupa kuesioner (41 pernyataan) mengenai ethnic identity yang disusun oleh peneliti, dengan validitas berkisar antara 0,39 sampai 0.90 dan reliabilitasnya sebesar 0,936.

Hasilnya, sejumlah 47,10% pemuda berada pada status achieved ethnic identity, sejumlah 23,97% berada pada status search ethnic identity, sejumlah 23,14% berada pada status unexamined ethnic identity (diffuse), dan sejumlah 5,79% berada pada status unexamined (foreclosure). Faktor eksternal yang paling mempengaruhi status ethnic identity responden adalah internalisasi orangtua.

Kesimpulannya, sebagian besar (98,35%) pemuda di Gereja “X” Bandung mengatakan bangga akan etnis Batak Toba. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian mengenai ethnic identity pada jenis kelompok/organisasi yang berbeda dan mengaitkan ethnic identity dengan variabel lain. Saran praktis bagi Gereja “X” agar dapat mengadakan berbagai pagelaran seni budaya Batak Toba yang dikemas secara menarik dan diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan pemuda dalam etnisnya.

(2)

ABSTRACT

The research “Descriptive Study of Ethnic Identity of Bataknese Early adulthood at Church “X” in Bandung” was done in order to recognize the vision

of ethnic identity of Bataknese early adulthood at Church “X” Bandung. The sample of the research was taken by accidental sampling method by 121 respondent. The instrument that being use to collect data taken about ethnic identity from questioneirre (41 statements) that was made by researcher. The validation value of the result is about 0.39 to 0.90 and the reliability value is 0.936

The final result, 47,10% of Bataknesse early adulthood having achieved ethnic identity, 23,9% of Bataknesse early adulthood having search ethnic identity, 23,14% of Bataknesse early adulthood having unexamined ethnic identity (diffuse), 5,79% of Bataknesse early adulthood having unexamined ethnic identity (foreclosure,. The most external factor that invokes ethnic identity respondents is internalization by parents.

In conclusion, most of Bataknesse early adulthood (98,35%) at Church "X" in Bandung stated that they were proud of the ethnic of Batak Toba. The further research suggestion: research of ethnic identity of Bataknesse in different kind of group/organization and using other variable that are related to ethnic identity. Practical suggestion for Church "X" is to perform many kinds of Bataknesse culture in a interesting way and adulthood is expected to raise their contribution in their ethnic.

(3)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1 Maksud Penelitian ... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 12

1.5 Kerangka Pemikiran ... 12

1.6 Asumsi ... 22

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ethnic Identity ... 23

2.1.1 Definisi Ethnic Identity ... 23

2.1.2 Kerangka Pikir Konseptual Dalam Penelitian Ethnic Identity ... 25

2.1.2.1 Ethnic Identity dan Teori Identitas Sosial ... 25

2.1.2.2 Akulturasi sebagai Kerangka Pikir untuk Mempelajari Ethnic Identity ... 28

2.1.2.3 Pembentukan Ethnic Identity ... 31

2.1.3 Komponen-Komponen Ethnic Identity ... 38

2.1.3.1 Etnisitas dan Identifikasi Diri Etnis ... 39

2.1.3.2 Sense of Belonging ... 41

2.1.3.3 Sikap Positif dan Negatif terhadap Kelompok Etnisnya .. 42

2.1.3.4 Keterlibatan Etnis ... 44

2.1.4 Reliabilitas dari Pengukuran ... 46

2.1.5 Interelasi, Tingkat Kepentingan, dan Generalitas Komponen- Komponen Ethnic Identity ... 47

2.1.5.1 Interelasi Komponen-Komponen ... 48

2.1.5.2 Tingkat Kepentingan Komponen ... 49

2.1.5.3 Aspek General Versus Aspek Spesifik dari Ethnic Identity 50 2.1.6 Penemuan-Penemuan Empiris ... 52

2.1.6.1 Self-Esteem, Konsep Diri, dan Penyesuaian Psikologis ... 52

2.1.6.2 Ethnic Identity dan Hubungannya dengan Budaya Mayoritas ... 56

(5)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

2.1.6.3 Ethnic Identity dan Gender ... 59

2.1.6.4 Faktor Konstektual dalam Ethnic Identity... 61

2.1.7 THE MEIM (Multigroup Ethnic Identity Measure) ... 63

2.2 Kebudayaan ... 64

2.2.1 Definisi Kebudayaan ... 64

2.2.2 Tiga Wujud Kebudayaan ... 65

2.2.3 Unsur-Unsur Kebudayaan ... 66

2.3 Remaja ... 66

2.3.1 Pengertian dan Batasan Remaja ... 66

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja ... 68

2.3.3 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Masa Remaja ... 69

2.3.4 Perubahan Identitas Berdasarkan Perkembangan ... 71

2.3.5 Aspek Budaya dan Etnis dari Identitas ... 72

2.4 Ciri-Ciri Dewasa Awal ... 77

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 80

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 80

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 81

3.3.1 Variabel Penelitian ... 81

3.3.2 Definisi Operasional ... 81

3.4 Alat Ukur ... 82

(6)

3.4.2 Prosedur Pengisian ... 83

3.4.3 Sistem Penilaian... 83

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 85

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 86

3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 86

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 86

3.6 Populasi dan Teknik Sampling ... 88

3.6.1 Populasi ... 88

3.6.2 Karakteristik Populasi ... 88

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ... 89

3.7 Teknik Analisis Data ... 89

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 91

4.1.1 Usia ... 91

4.1.2 Pendidikan Terakhir ... 92

4.1.3 Pekerjaan ... 92

4.2 Data Hasil Penelitian ... 93

4.3 Pembahasan ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 106

(7)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA ... 109

DAFTAR RUJUKAN... 110

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran ... 21 Bagan 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 80

(9)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Istilah-istilah yang digunakan bagi empat organisasi ... 31

Tabel 2.2 Marcia’s Ego Identity Statuses dan Proposed Stages of Ethnic Identity ... 36

Tabel 3.1 Tabel Rancangan Kuesioner ... 83

Tabel 3.2 Tabel Nilai Jawaban Responden ... 84

Tabel 3.3 Pengelompokkan Skor Ethnic Identity dan kisaran skor ... 85

Tabel 4.1 Usia ... 91

Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir ... 92

Tabel 4.3 Jenis Pekerjaan ... 92

Tabel 4.4 Gambaran Status Ethnic Identity Responden ... 93

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Status Ethnic Identity & Data Penunjang. Lampiran 2 Validitas Alat Ukur.

Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur.

Lampiran 4 Identitas Responden & Status Ethnic Identity-nya. Lampiran 5 Data Mentah.

Lampiran 6 Tabel Pengelompokkan Skor Komponen-Komponen Ethnic Identity. Lampiran 7 Crosstabs Status Ethnic Identity dengan usia, pendidikan terakhir, dan

pekerjaan yang dimiliki.

Lampiran 8 Crosstabs Status Ethnic Identity dengan data penunjang.

Lampiran 9 Crosstabs Status Ethnic Identity dengan komponen-komponen ethnic identity.

Lampiran 10 Crosstabs Status Ethnic Identity dengan setiap item. Lampiran 11 Sejarah Batak Toba.

(11)

1

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang luas yang memiliki banyak pulau dan memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di berbagai pulau. Sampai saat ini tercatat ada lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Masing-masing etnis itu tidak berdiri sebagai entitas yang tertutup dan independen tetapi saling berinteraksi satu sama lain dan saling bergantung (Abdillah, 2001). Masing-masing etnis saling mempengaruhi satu sama lain (Siahaan, 2003). Salah satu suku bangsa yang cukup besar di Indonesia adalah Suku Batak (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak).

Suku Batak berasal dari gunung Pusuk Buhit yang terletak di sebelah Barat Laut Danau Toba, Sumatera Utara, dan ada sebagian yang menyebar (merantau) keseluruh pelosok tanah air. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa, kesenian, dan tata pergaulan yang khas sebagai etnis Batak Toba (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak).

(12)

2

teguh nilai dan norma-norma, sistem kepercayaan, adat budaya yang dimiliki sejak nenek moyang dahulu, yang harus dipelihara sepanjang hidup masyarakat Batak Toba (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak).

Pada mulanya, sebelum suku Batak menganut agama Kristen, masyarakat Batak Toba mempunyai sistem kepercayaan tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan terwujud dalam Debata Natolu, menyangkut jiwa dan roh. Sistem kepercayaan masyarakat Batak Toba ini disertai dengan berbagai ritual yang khas, yang cukup mempengaruhi tradisi masyarakat Batak Toba pada mulanya, seperti membuat sesajen, melalui tarian pemanggilan roh (gondang), juga ada kanibalisme. Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak Toba dan ritual mereka, Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup, daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi". Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak masuknya ajaran agama ke Tanah Batak (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak).

(13)

3

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak). Pada 7 Oktober 1861, para misionaris RMG (Rheinische Missions-Gesselschaft) dari Jerman meresmikan gereja pertama yang dibangun di Tanah Batak, yaitu “X” (http://id.wikipedia.org/ wiki/Suku_Batak).

Sejak dahulu, masyarakat suku Batak Toba sudah mulai melakukan perantauan, kawasan-kawasan yang menjadi tujuan masyarakat Batak untuk bermukim selain Sumatera Utara adalah Riau, Pulau Jawa, dan Sumatera Barat (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak). Oleh sebab itu, di mana pun masyarakat Batak Toba menetap, biasanya terdapat Gereja “X” di sana (http://www.anneahira.com/batak-toba.htm).

Salah satu kawasan tujuan perantauan masyarakat suku Batak Toba adalah Jawa Barat. Terdapat 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku pendatang seperti suku Batak dan Minang banyak mendiami kota-kota besar di Jawa Barat, suku lainnya yang merantau ke kawasan ini adalah Suku Jawa, Suku Betawi, dan Tionghoa. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Jawa_Barat). Semakin banyaknya masyarakat suku Batak Toba yang datang ke Bandung, menimbulkan usaha untuk tetap menjaga identitas kebatakannya tetapi sesuai dengan ajaran Kristen. Untuk memenuhi kebutuhan itu, dirintislah Gereja ”X” di Bandung.

Di Bandung sampai saat ini terdapat tiga Gereja “X”. Gereja “X” dalam penelitian ini adalah salah satu dari ketiga Gereja “X” di Bandung tersebut. Gereja “X” yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan, berdiri pada tahun 1962.

(14)

4

Bandung adalah 762 kepala keluarga atau 3271 jiwa, dengan perincian kaum bapak 674 jiwa, kaum ibu 738 jiwa, remaja 285 jiwa, pemuda 874 jiwa, dan anak-anak 700 jiwa (Data Statistik Jemaat Gereja “X” Per-Desember 2010). Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa kuantitas tertinggi dipegang oleh kaum orang tua dan pemuda. Berdasarkan survei awal juga diperoleh, bahwa pemuda Batak Toba yang berjemaat di Gereja “X” Bandung ini kebanyakan

mengikuti jejak orangtuanya yaitu beribadah di gereja tradisional dengan latar belakang budaya yang sama.

Berdasarkan wawancara dengan St. A. S, salah satu majelis di Gereja “X” Bandung, beliau mengatakan bahwa tujuan didirikannya Gereja “X” di Bandung adalah sebagai wadah persekutuan umat Kristen dari suku Batak Toba dalam melestarikan etnis serta adat/tradisinya agar sesuai dengan ajaran Kristen, mengingat beberapa adat dalam budaya Batak Toba telah bergeser dan hal tersebut sangat dirasakan oleh orang-orang Batak Toba di Gereja “X” Bandung. Pergeseran tersebut mengawali gejala menurunnya semangat generasi muda untuk mengenali budaya Batak Toba.

St. A. S juga menambahkan bahwa pada dasarnya kontribusi yang diberikan oleh Gereja “X‟ untuk membimbing para jemaatnya dalam melestarikan budaya

(15)

5

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA karena itu kontribusi Bahasa Toba pun tidak dapat maksimal dilakukan. Selain itu pula, Gereja menyediakan organisasi khusus pemuda Gereja “X” Bandung,

organisasinya dikenal dengan Naposo Gereja “X”. Dalam bahasa Batak, naposo artinya pemuda. Jemaat yang berusia mulai dari 17 tahun sampai sekitar 30 tahunan atau yang sedang berkuliah dan atau bekerja namun belum menikah, maka akan secara otomatis didata oleh gereja dalam divisi pemuda.

Tujuan dasar dari dibentuknya organisasi naposo ini adalah sebagai wadah kegiatan pemuda Gereja “X” Bandung agar pemuda Gereja “X” Bandung ini

dapat mengambil bagian dalam pelayanan di Gereja, serta dapat mengenal dan memahami budaya Batak Toba lebih mendalam, namun tetap secara alkitabiah, sehingga mereka dapat melestarikan budaya Batak Toba tersebut dengan benar, mengingat kuantitas pemuda adalah yang tertinggi dibandingkan divisi lainnya dalam data jemaat Gereja “X” Bandung. Cukup banyak kegiatan yang dilakukan

oleh organisasi ini untuk menjangkau pemuda-pemuda lainnya agar terlibat dalam kepemudaan di Gereja “X” Bandung ini. Beberapa kegiatan pelayanan rutin yang

dilakukan tiap tahun adalah paduan suara, band, retreat, persekutuan doa, pendalaman alkitab, bedah film, seminar, dan Parheheon (pesta panen / kebangunan adalah acara untuk mengenalkan tradisi Batak Toba, yang seringkali memakai bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantarnya).

Kegiatan kepemudaan yang dilakukan oleh kelompok pemuda di Gereja “X” Bandung ini selain untuk memupuk rasa keimanan pada pemuda Batak Toba

(16)

6

melakukan persiapan ibadah di gereja, para pemuda dilibatkan dalam proses persiapannya. Seperti pada saat sebelum perayaan keagamaan para pemuda membantu mempersiapkan hal apa saja yang diperlukan. Selain itu juga kelompok pemuda ini melakukan pelestarian budaya Batak Toba dengan sesekali menggunakan Bahasa Toba dalam berkomunikasi dengan orang lain, khususnya ketika mereka berkomunikasi dengan kaum orangtua, selain itu juga mereka berpartisipasi dalam pengisian acara saat ada perayaan keagamaan di Gereja “X”

Bandung, seperti menampilkan tarian tor-tor.

Namun dalam pelaksanaannya, adapun kendala-kendala yang seringkali dihadapi dalam organisasi ini adalah kekonsistenan anggota untuk terlibat dalam setiap kegiatan, misalnya kesediaannya untuk hadir dalam rapat atau dalam pelatihan-pelatihan untuk kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu pula, dikarenakan gereja memberikan tugas kepada organisasi ini untuk bertugas dalam paduan suara di salah satu kebaktian umum di Gereja “X” Bandung setiap

minggunya, sehingga masalah yang seringkali dihadapi adalah ketika jadualnya latihan cukup banyak yang ikut terlibat, pembagian suara pun sudah ditetapkan berdasarkan kehadiran, namun saat hari “H” beberapa orang mendadak tidak

hadir.

(17)

7

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA keikutsertaannya bertugas di kebaktian tidak memuaskan, gereja hanya cenderung memberikan kritikan agar lebih serius lagi dalam melakukan latihan dan pertemuannya. Selain itu, tidak sedikit pemuda yang terdata di Gereja “X”

Bandung tetapi mengikuti ibadah di gereja lain, karena mereka merasa lebih dapat mendalami iman mereka di gereja tersebut, atau juga karena mengikuti teman-teman dekatnya.

Divisi pemuda di Gereja “X” Bandung pun mengupayakan penjangkauan terhadap pemuda lainnya yang terdata dalam jemaat Gereja “X” Bandung melalui

facebook, twitter, dan situs-situs kebersamaan lainnya. Melalui situs-situs tersebut mereka mencoba menciptakan komunikasi dan membangun relasi yang baik dengan pemuda lainnya, agar mereka mau terlibat dalam kegiatan kepemudaan di gereja dan mengenal budayanya sendiri agar budaya Batak Toba ini tetap terlestarikan, mengingat kaum Batak Toba di Bandung ini sebagai minoritas. Upaya-upaya tersebut dilakukan guna mempertahankan ethnic identity dalam diri pemuda sebagai bagian dari suku Batak Toba. Ethnic identity menjadi penting hanya ketika dua atau lebih kelompok etnis mengalami kontak pada rentang waktu tertentu (Phinney, 1990).

Ethnic identity adalah suatu konstruk dinamis, multidimensional yang merujuk kepada identitas diri, atau ia merasa diri sebagai anggota dari satu kelompok etnis tertentu.” (Phinney, 2003: 63, dalam Helius Sjamsuddin, 2008).

Terbentuknya ethnic identity didasarkan atas dua dimensi yang ada didalam diri

individu, yaitu komitmen dan eksplorasi. Dimensi eksplorasi merupakan suatu

(18)

8

tersedia dan berarti dan pada akhirnya mengembangkan dan mencari tahu bahkan

terjun dalam pilihannya. Dimensi komitmen yaitu bagian dari perkembangan identitas

dimana seseorang menunjukan investasi pribadi atau ketertarikan pada apa yang akan

mereka pilih dan apa yang mereka lakukan. (Phinney, 1989, dalam Organista, Pamela

Balls., Kevin M. Chun., Gerardo Marin, 1998). Tinggi atau rendahnya proses

eksplorasi dan proses komitmen yang terjadi dalam diri pemuda Batak Toba akan

menentukan status ethnic identity individu tersebut.

Proses eksplorasi ditunjukkan melalui komponen etnisitas dan identifikasi diri etnis. Self-Identification (disebut juga identifikasi diri atau pelabelan diri sendiri) mengacu pada proses pencarian segala informasi etnis sampai memutuskan label etnis yang seseorang gunakan untuk dirinya sendiri (Phinney, 1990). Survei awal telah dilakukan terhadap 12 pemuda di Gereja “X” Bandung. Sebanyak 10 pemuda (83,3%) mengatakan mereka terkadang meluangkan waktunya dengan cara membaca buku tentang etnis Batak Toba, bertanya pada orangtua atau

orang yang dituakan untuk mendapatkan informasi yang lebih lagi mengenai etnis

Batak Toba, sedangkan sisanya sebanyak 2 pemuda (16,7%) mengatakan hampir

tidak pernah melakukan hal tersebut di atas, karena bagi mereka hal itu bukan hal

penting lagi karena mereka sudah hidup dan besar di luar Tanah Batak. Berdasarkan

survei tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemuda di Gereja “X” memiliki

eksplorasi yang tergolong tinggi.

(19)

9

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA sebanyak 12 pemuda (100%) pemuda mengakui dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari etnis Batak Toba.

Proses komitmen dalam komponen sense of belonging ditunjukkan dengan seberapa kuat rasa memiliki pemuda akan etnisnya. Seseorang bisa saja menggunakan suatu label etnis tertentu jika ditanya, tetapi belum tentu mereka memiliki rasa memiliki yang kuat pada kelompok yang dipilih (Phinney, 1990). Sebanyak 6 pemuda (50%) menyatakan merasa memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok etnisnya, 4 pemuda (33,3%) menyatakan jarang merasa memiliki ikatan yang kuat dengan etnisnya, dan sisanya 2 pemuda (16,7%) menyatakan merasa tidak memiliki ikatan dengan etnisnya.

Proses komitmen dalam komponen sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnisnya ditunjukkan dengan bagaimana kecenderungan sikap pemuda Batak Toba terhadap etnisnya. Sebanyak 10 pemuda (83,3%) mengatakan bahwa mereka bangga akan etnis mereka, serta merasa sebagai bagian dari etnis Batak Toba dan dapat merasa tersinggung jika ada orang lain yang mengkritik etnis Batak Toba. Sisanya 2 pemuda (16,7%) mengaku tidak bangga, namun tetap mengakui sebagai bagian dari etnis Batak Toba, karena mereka terlahir sebagai orang beretnis Batak Toba.

(20)

10

beretnis Batak Toba, seperti terlibat dalam beberapa arisan sekaligus, paduan suara, partangiangan (doa bersama), dll. Sisanya sebanyak 5 pemuda (41,7%) mengatakan tidak tergabung dalam komunitas-komunitas tersebut. Selain itu pula, sebanyak 9 pemuda (75%) dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Batak Toba dan sering menggunakannya ketika berinteraksi dengan sesama etnis Batak Toba, sedangkan sisanya sebanyak 3 pemuda (25%) mengatakan tidak cendurung mengerti arti dari bahasa Batak Toba, namun belum tidak bisa menggunakannya ketika berinteraksi dengan sesama etnis Batak Toba. Berdasarkan survei awal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemuda di Gereja “X” memiliki

komitmen yang tergolong tinggi juga.

Berdasarkan tinggi atau rendahnya eksplorasi yang dilakukan dan komitmen yang dimiliki pemuda berdasarkan komponen-komponennya, maka dapat dilihat status ethnic identity-nya. Phinney (1989), mengatakan ada 3 kemungkinan status ethnic identity individu. Status yang pertama yaitu unexamined ethnic identity; eksplorasi dan komitmen rendah (diffuse) atau eksplorasi rendah dan komitmen tinggi (foreslosure), status kedua yaitu pencarian ethnic identity (search), dan status ketiga yaitu tercapainya ethnic identity (achieved ethnic identity).

(21)

11

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA gambaran ethnic identity pada kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran ethnic identity pada pemuda Batak Toba di Gereja „X‟ Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini diadakan untuk memperoleh gambaran mengenai ethnic identity pada pemuda Batak Toba di Gereja „X‟ Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang terperinci mengenai ethnic identity pada pemuda Batak Toba di Gereja „X‟ Bandung berdasarkan dimensi eksplorasi dan komitmen dalam komponen-komponen ethnic identity dan kaitannya dengan faktor-faktor internal dan eksternal individu.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

- Penelitian ini menggunakan teori Psikologi Umum, Psikologi Sosial dan

(22)

12

diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan terkait dengan teori tersebut di atas.

- Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai ethnic identity Batak Toba.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan sumbangan pengetahuan kepada masyarakat tentang ethnic identity.

- Memberikan informasi kepada pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung mengenai gambaran ethnic identity dalam dirinya sehingga bermanfaat untuk menambah pemahaman tentang dirinya akan etnisnya. Selain itu pula, informasi ini dapat dijadikan sebagai masukan terhadap masyarakat Batak Toba lainnya di Gereja “X” Bandung.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi dari masa anak-anak

menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Ahli

perkembangan semakin banyak yang membedakan antara remaja awal (dimulai usia

10-13 tahun) dan remaja akhir (kira-kira usia 17-22 tahun). Masa remaja juga

merupakan masa pencarian jati diri yang yang paling intensif. Pada masa ini, remaja

mengalami suatu fase tugas perkembangan yang oleh Erikson disebut juga sebagai

identity versus identity confusion. Remaja dihadapkan pada tugas untuk memutuskan

siapa dirinya, apa dirinya, dan kemana ia akan mengarahkan langkah ke masa

depannya (Santrock, 2003). Dalam perkembangannya menuju dewasa, remaja juga

(23)

13

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA berpikir tentang masa depan, menyusun rencana-rencana, berpikir tentang politik, kepercayaan/ agama, dan filosofi (Santrock, 2003).

Setelah masa remaja berakhir, pemuda akan memasuki masa dewasa awal.

Dewasa awal biasanya dimulai pada akhir umur belasan atau permulaan duapuluhan

dan berlangsung sampai usia tigapuluhan. Masa ini merupakan waktu pembentukan

kemandirian ekonomi dan pribadi. Perkembangan karir dan intimasi menjadi lebih

penting (Santrok, 2003). Menentukan bilamana masa remaja berakhir dan masa

dewasa awal dimulai bukanlah merupakan hal yang mudah. Seperti yang telah

dikatakan, masa remaja dimulai dalam biologi dan berakhir dalam budaya.

Maksudnya adalah tanda dimulainya remaja ditentukan oleh dimulainya kematangan

pubertas, dan tanda dimulainya masa dewasa ditentukan oleh standar budaya dan

pengalaman (Santrock, 2003).

Pengenalan yang jelas akan budaya asal pada individu merupakan hal yang penting, terutama bagi remaja yang berada pada masa pencarian identitas diri. Menurut Erickson, remaja yang gagal dalam pencarian identitas diri akan merasa kebingungan dan bermasalah dalam identitas dirinya yang biasa disebut Erickson sebagai identity diffusion. Identitas etnis atau biasa disebut Phinney sebagai ethnic identity juga merupakan salah satu aspek dalam identitas diri, sehingga kejelasan individu akan identitas etnisnya juga merupakan hal yang penting. Individu harus memiliki kejelasan akan identitasnya supaya ia merasa yakin diri dan memiliki tujuan hidup (Santrock 2003).

(24)

14

Proses eksplorasi dan komitmenlah yang mempengaruhi ethnic identity seseorang namun masing-masing individu tidak selalu dapat melakukan keduanya (Phinney, 1989, dalam Organista, Pamela Balls., Kevin M. Chun., Gerardo Marin, 1998). Proses tersebut juga dapat ditunjukan melalui beberapa komponen, yaitu komponen etnisitas dan identifikasi diri etnis, sense of belonging, sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnisnya, dan keterlibatan etnis (partisipasi sosial, kegiatan-kegiatan kebudayaan, dan perilaku). (Phinney, 1990).

Komponen etnisitas dan identifikasi diri etnis mengacu pada label etnis yang seseorang gunakan untuk dirinya sendiri (Phinney, 1990). Pada remaja dan orang dewasa dianggap sudah mengetahui etnisitas mereka; dan masalah yang muncul lebih terarah pada label seperti apa yang mereka pilih untuk diri mereka sendiri. Meskipun kelihatannya hal ini merupakan hal yang cukup rumit, sebagaimana juga etnisistas seseorang ditentukan oleh dari etnis apa orang tuanya berasal (latar belakang keturunan orangtuanya), bisa saja berbeda bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri secara etnis (Phinney, 1990). Baik label etnis yang mereka pilih itu adalah yang merupakan bawaan dari orangtuanya atau bahkan pilihan

mereka sendiri, keduanya akan mewakili ethnic identity yang mereka pilih untuk

dirinya. Hal tersebut berarti apakah label yang mereka pilih berkoresponden

dengan etnis yang dimiliki oleh kedua orang tua mereka (Aboud, dalam Phinney 1990).

(25)

15

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA sejarahnya, tradisi, adat, dan menghabiskan banyak waktu untuk mencoba mempelajari lebih banyak lagi tentang budaya dan sejarah etnis Batak Toba misalnya dengan orang-orang kelompok etnis Batak Toba untuk mempelajari latar belakang budaya etnis Batak Toba lebih mendalam. Hal tersebut menentukan apakah individu memiliki pemahaman etnisitas yang mendalam atau tidak tentang etnisnya, seperti apa saja yang baik dan dilarang untuk dilakukan sehingga mereka diharapkan mampu mengantisipasi perilaku yang harus ditampilkan pada saat mereka berada di perkumpulan yang kebanyakan anggotanya etnis Batak Toba. Jika mereka merasa nyaman di lingkungan tersebut maka mereka memutuskan untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan etnis Batak Toba, namun jika mereka kurang atau tidak merasa nyaman di lingkungan tersebut maka mereka enggan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan etnis Batak Toba.

(26)

16

dengan budaya etnis Batak Toba, sehingga dapat diterima, diakui, dan dihargai oleh orang-orang sesama etnis Batak Toba. Hal ini menyebabkan kelompok pemuda Batak Toba akan merasa nyaman berada ditengah-tengah lingkungan etnis Batak Toba sehingga akan mengulangi sikap tersebut yang dampak komitmennya akan lebih tinggi yang ditunjukan dengan cara terlibat lebih dalam dan mengikuti kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi kebudayaan etnis Batak Toba.

Komponen sense of belonging dapat menunjukkan sejauh mana proses komitmen terjadi dalam diri individu. Dalam komponen sense of belonging, pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung bisa saja menggunakan label sebagai

anggota etnis Batak Toba jika ditanya, tetapi belum tentu mereka memiliki rasa memiliki yang kuat pada kelompok etnis Batak Toba tersebut. Jika komponen sense of belonging pemuda tergolong kuat, maka pemuda dapat merasa memiliki ikatan yang kuat dan mendalam dengan kelompok etnisnya, sampai pemuda Batak Toba merasa menjadi bagian dari kelompok etnis Batak Toba, atau merasa dirinya sekarang cocok dengan suatu label etnis Batak Toba. Pemuda akan merasa memiliki budayanya tersebut. Tajfel dan Turner (dalam Phinney 1990) mengatakan bahwa seorang individu, dengan menjadi anggota sebuah kelompok, akan memunculkan perasaan memiliki terhadap kelompok tersebut. Rasa kepemilikan seseorang pada kelompoknya dapat didefinisikan berbeda dengan perasaan terhadap kelompok lain (Lax dan Richards, dalam Phinney 1990).

(27)

17

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dikucilkan, dibedakan, atau dipisahkan dari anggota kelompok lain. Sebagai contoh, sejauh mana perbedaan individu dengan kelompok lain, atau seberapa serupa individu dengan kelompok lain (Rosenthal dan Hrynevich, dalam Phinney 1990). Karena itu, penting untuk memperoleh keterangan mengenai rasa memiliki (sense of belonging) ini dari pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung.

Proses komitmen juga dapat ditunjukkan melalui komponen sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnisnya. Pemuda Batak Toba bisa memiliki perilaku positif maupun negatif terhadap kelompok etnisnya sendiri. Kelompok pemuda Batak Toba yang memiliki ketertarikan untuk berinteraksi dan bergaul dalam masyarakat kota Bandung dan mereka memiliki rasa kedekatan antar sesama etnis sehingga memunculkan perasaan-perasaan dan perilaku-perilaku positif terhadap kelompok etnis Batak Toba dalam bentuk rasa senang, puas, dan bangga terhadap kelompok etnis Batak Toba. Tidak adanya perilaku positif atau hadirnya perilaku negatif yang aktual terhadap kelompok etnis Batak Toba, dapat dipandang sebagai penyangkalan terhadap identitas etnis individu. Perilaku-perilaku tersebut mencakup “rasa tidak senang, tidak puas, tidak suka” terhadap

etnisitas diri (Lax dan Richards, dalam Phinney, 1990); perasaan inferior; atau hasrat untuk menyembunyikan identitas kultural diri (Driedger & Ullah, dalam Phinney, 1990).

(28)

18

berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan praktis budaya etnis Batak Toba. Kegiatan-kegiatan praktis tersebut seperti bahasa, persahabatan, makanan khas, musik khas atau kebiasaan-kebiasaan khas etnis Batak Toba, persahabatan, afiliasi dan kegiatan keagamaan dengan orang yang beretnis Batak Toba, kelompok sosial dan etnis yang berstruktur, ideologi dan aktivitas politik, area tempat tinggal, dan berbagai aktivitas etnis/budaya dan perilakunya (Phinney, 1990).

Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komponen-komponen ethnic identity pada kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah usia, jenis kelamin (gender), dan pendidikan mereka. Model developmental mengemukakan bahwa dengan usia yang semakin bertambah, maka ethnic identity-nya juga semakin tercapai. Pada faktor jenis kelamin, terdapat juga perbedaan dan ekspektasi kultural tertentu untuk pria dan wanita, seperti adanya asumsi bahwa wanita adalah penerus tradisi etnis. Selain itu pula, semakin tinggi tingkat pendidikan mereka, maka akan memiliki pemikiran yang lebih terbuka dalam menerima informasi yang baru dan berbeda. Biasanya semakin tinggi pendidikan mereka maka akan semakin membuka kesempatan individu untuk lebih bereksplorasi baik mengenai budayanya juga budaya orang lain.

(29)

19

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA diberikan orantuanya, mengakibatkan kelompok pemuda Batak Toba melakukan kontak budaya dengan cara yang berbeda-beda.

Adanya interaksi antar kelompok sebaya yang berasal dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda, dimana pemuda suku Batak Toba Kristen sebagai golongan minoritas di kota Bandung berada di antara golongan mayoritas yaitu budaya Sunda yang mayoritas memeluk agama Islam. Berbagai sumber tersebut dapat mempengaruhi kebingungan kelompok pemuda Batak Toba dalam menentukan ethnic identity apa yang akan dihayatinya.

Setelah melalui mekanisme pembentukan ethnic identity melalui beberapa komponen, maka terbentuklah status ethnic identitiy. Menurut Phinney terdapat tiga status pada ethnic identity yaitu status unexamined ethnic identity (diffuse dan foreclosure), search ethnic identity, dan achieved ethnic identity.

Status unexamined ethnic identity, pada tahap ini kelompok pemuda Batak Toba belum melakukan eksplorasi mengenai budaya. Pada tahap ini seseorang yang kurang berminat terhadap kelompok etnisnya tampak tidak banyak mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan etnis tersebut, tidak mengerti tentang adat dan falsafah etnis bagi dirinya, hal ini dinamakan sebagai status diffusion ethnic identity (Phinney, 1990). Kemudian adanya nilai-nilai orang tua tentang etnis Batak Toba yang ditanamkan pada pemuda. Pemuda menyerap nilai-nilai tersebut tanpa melakukan proses eksplorasi terlebih dahulu, hal ini dinamakan status foreclosure ethnic identity. (Phinney, 1990).

(30)

20

pada orang-orang sekitar mengenai tentang adat, falsafah dan seni budaya etnis yang bersangkutan. Hal ini memang mereka lakukan namun belum menunjukkan adanya usaha melakukan komitmen lebih jauh. Adanya pengalaman signifikan yang mendorong munculnya kewaspadaan seseorang atas etnis asalnya atau bahkan untuk beberapa orang, tahap ini bisa disertai adanya penolakan terhadap nilai-nilai dari budaya yang dominan atau budaya mayoritas. (Phinney, 1990).

(31)

21

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

Jemaat Batak Toba kelompok

pemuda (remaja akhir

dan dewasa awal) Gereja “X” Bandung

Faktor Internal : - Usia - Jenis kelamin

- Pendidikan

Komponen Ethnic Identity : 1. Etnisitas dan identifikasi diri etnis

(Eksplorasi & Komitmen) 2. Sense of Belonging (Komitmen) 3. Sikap positif dan negatif terhadap

kelompok etnisnya (Komitmen) 4. Keterlibatan Etnis (Komitmen)

Ethnic Identity

Search Ethnic Identitiy

Achieved Ethnic Identity Unexamined Ethnic Identity;

- Diffusion Ethnic Identity - Foreclosure Ethnic Identity

Faktor Eksternal : - Internalisasi orangtua - Kontak dengan budaya

(32)

22

1.6 Asumsi

Dari uraian kerangka pemikiran dalam penelitian, dapat diturunkan asumsi sebagai berikut :

1. Status ethnic identity seseorang ditentukan melalui tinggi atau rendahnya usaha individu untuk mencari informasi lebih banyak mengenai etnisnya (eksplorasi) dan

adanya penghayatan dan keputusan tegas untuk terlibat dalam kegiatan etnis yang

ditunjukan dalam komponen etnisitas dan identifikasi diri etnis, sense of belonging, (suatu perasaan memiliki pada kelompok), sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnisnya, dan keterlibatan etnis (partisipasi sosial, kegiatan-kegiatan kebudayaan, dan perilaku).

2. Ada faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi ethnic identity pada pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung. Faktor-faktor internalnya adalah usia, jenis kelamin, dan pendidikan. Faktor-faktor eksternalnya adalah internalisasi dari orangtua, kontak dengan budaya mayoritas/lain, dan status sosial.

(33)

106

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka didapat suatu gambaran mengenai ethnic identity pada kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut :

 Sebagian besar (47,10%) kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X”

Bandung berada pada status achieved ethnic identity yang ditunjukkan melalui dimensi eksplorasi dan komitmen yang tinggi. Sebagian kecil (5,79%) kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung berada pada status

foreclosure ethnic identity yang ditunjukkan melalui eksplorasi yang rendah dan komitmen yang tinggi. (Tabel 4.4)

 Sebagian besar (53,4%) kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X” Bandung

yang memiliki status achieved ethnic identity berada pada usia 17-22 tahun dan sebagian besar juga (51,1%) memiliki pendidikan S1. (Tabel 6.5 dan tabel 6.6)  Internalisasi budaya Batak Toba yang dilakukan oleh orangtua memengaruhi

eksplorasi dan komitmen pada kelompok pemuda Batak Toba di Gereja “X”

(34)

107

telah ditanamkan nilai-nilai etnis Batak Toba dengan cukup kuat oleh orangtuanya. (Tabel 6.9)

Pada semua status ethnic identity, sebagian besar pemuda (98,35%)

mengatakan bangga dengan etnis Batak Toba (Tabel 6.30), dan sebagian besar (97,52%) mengatakan menjadi etnis Batak Toba adalah pengalaman positif bagi mereka (Tabel 6.53).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu :

1. Saran Teoritis

 Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada responden etnis Batak

Toba pada jenis kelompok/organisasi yang berbeda (di luar Gereja “X” Bandung).

 Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian hubungan atau pengaruh

antara ethnic identity dengan variabel lain misalnya pola asuh keluarga, kontak budaya, penyesuaian diri.

 Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melihat pengaruh teman sebaya

dan status sosial terhadap proses eksplorasi dalam hal ethnic identity.

Untuk penelitian ethnic identity selanjutnya juga dapat dilakukan pada

(35)

108

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2. Saran Praktis

 Kepada para pemuda di Gereja “X” Bandung agar tetap mempertahankan

rasa bangga yang telah dimiliki terhadap etnis Batak Toba. Selain itu pula agar pemuda lebih terlibat lagi dalam setiap kegiatan yang telah diadakan oleh gereja atau komunitas naposo.

 Bagi organisasi Gereja ”X” untuk membuat forum diskusi mengenai budaya

Batak Toba dan mengadakan pelatihan kepemimpinan dengan cara mengadakan pertemuan rutin dalam suatu kelompok kecil beranggotakan pemuda-pemuda etnis Batak Toba di Gereja “X” Bandung untuk mendorong minat para pemuda agar mau terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan bahkan pemuda pun nantinya bersedia untuk menjadi pemimpin kegiatan tersebut.

 Bagi organisasi Gereja “X” agar membuat acara-acara seperti pagelaran seni

Batak Toba, kuliner mengenai makanan khas Batak Toba, atau forum diskusi mengenai etnis Batak Toba dengan cara mengadakan pertemuan rutin, dalam rangka meningkatkan pengetahuan pemuda mengenai etnisitasnya, sehingga dapat meningkatkan ethnic identity pemuda.

 Bagi jemaat di Gereja “X” Bandung agar dapat mendukung dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh Gereja “X” Bandung khususnya

(36)

109

DAFTAR PUSTAKA

Berry, John W., Ype H.Poortinga., Marshall H.Segall., Pierre R.Dasen. 1992. Cross-cultural Psychology : Research and Applications. New York: Cambridge University Press.

Berry, John W., Ype H.Poortinga., Marshall H.Segall., Pierre R.Dasen. 1999. Psikologi Lintas Budaya : Riset Dan Aplikasi . Jakarta : Gramedia.

Denscombe, M. 2003. The good reasearch guide. Second edition. 2003.

Phinney, J. 1992. The Multigroup Ethnic Identity Measure: A New Scale For Use With Adolescents and Young Adults From Diverse Groups. Journal of Adolescent Research.

Phinney, J. 2003. “Ethnic identity and acculturation.” In K. Chun, P. B. Organista, & G. Marin (Eds.), Acculturation: Advances in theory, measurement, and applied research (pp.63- 81). Washington, DC: American Psychological Association.

Phinney, Jean S. April 1992. The Multigroup Ethnic Identity Measure; a new scale for use with diverse group. Journal pf adolescent research, vol 7. Rajamarpodang, D. J. Gultom. Drs. 1992. Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku

Batak. Medan

Santrock, John W. 2003. Adolescence 6th. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W.2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jilid I. Jakarta: Erlangga

Siahaan A. M. S. 2002. Adat Batak. Jakarta

Surakhmad, W. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar Metoda Teknik. Bandung : Tarsito

Yusuf, Yusmar. 1989. Psikologi Antarbudaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bandung.

(37)

110

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR RUJUKAN

______. 2010. Asal-usul Suku Batak. (Online). (http://sosbud.kompasiana.com/ 2010/04/19/asal-usul-suku-batak/, diakses pada 20 Januari 2012)

______. 2010. Data Statistik Jemaat HKBP “X” Per-Desember 2010. Bandung : Gereja Huria Kristen Batak Protestan Bandung Timur.

______. 2010. Budaya Suku Batak. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_ Batak, diakses pada 20 Januari 2012)

Christina, Laura. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Schwartz’s Value Pada Mahasiswa dengan Latar Belakang Budaya Suku Batak Toba yang

Berjemaat di Gereja “X” Bandung. Bandung : Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha.

Megawati. 2007. Survei Mengenai Ethnic Identity Mahasiswa Keturunan

Tionghos Fakultas “X” Universitas “Y” Bandung. Bandung : Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Roberts, R., Phinney, J., Masse, L., Chen, Y., Roberts, C., & Romero, A. 1999. The Structure of Ethnic Identity in Young Adolescents From Diverse Ethnocultural Groups. Journal of Early Adolescence.

Sihombing, Lumbantoruan. 2012. Mitodologi Suku Batak. (Online). (http:// sihombing.lumbantoruan.net/?p=45, diakses pada 20 Januari 2012).

Sinaga, Richard. 1997. Leluhur Marga-Marga Batak Dalam Sejarah Silsilah dan Legenda. (Online). (http:// sihombing.lumbantoruan.net/?p=45, diakses pada 20 Januari 2012).

Sulaeman, Eman. 2012. Artikel Yayasan Hanjuang Bodas, Bogor. (Online). (http: //3gplus.wordpress.com/2008/04/10/kebudayaan-suku-sunda-2/, diakses pada 27 Juni 2012).

Tarakanita, Irene. 2001. Hubungan Status Identitas Etnik dengan Konsep Diri Mahasiswa pada Kelompok Etnik Sunda dan Kelompok Etnik Cina (Tesis). Bandung : Universitas Padjajaran.

(38)

111

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini mempunyai pola ritme yang sederhana dibandingkan dengan pola bagian A dan B dengan memainkan tangan kanan pada ride cymbal untuk memunculkan suasana tenang,

Hitung subnetting berikut dan tuliskan alamat network, , rentang alamat host, alamat broadcast, dan tentukan jenis dari alamat IP (host/network/broadcast) berikut..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang penerapan metode story telling pada kemampuan membaca permulaan di Kelompok B3 TK Budi Mulia 2 Pandeansari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis morfologi serbuk sari tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara populasi padi Rojolele yang diuji, tetapi berdasarkan

[r]

[r]

[r]

Ini merupakan sebuah alat penghitung laju aliran air yang sudah jadi tetapi tidak ada fitur-fitur yang dibutuhkan pada skripsi, maka dari itu alat ini dibongkar dan