Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai ethnic identity pada remaja etnis Jawa di gereja “X” Bandung berdasarkan proses eksplorasi dan komitmen yang dilakukan remaja tersebut mengenai kebudayaan etnisnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ethnic identity adalah pola asuh, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kontak budaya.
Penelitian ini dibuat dalam bentuk deskriptif dengan menggunakan metode survei. Alat ukur yang digunkana pada penelitian ini adalah Multigroup Ethnic Identity Measure (MEIM) berupa kuesioner yang disusun oleh J. S. Phinney. Kuesioner terdiri dari 12 pernyataan-pernyataan untuk mengetahui status ehnic identity berdasarkan eksplorasi dan komitmen.
Kesimpulan yang diperoleh adalah dari 35 remaja etnis Jawa di gereja ”X” Bandung terdapat 22 orang (62,86%) remaja berada pada status achieved ethnic identity, 9 orang (25,71%) remaja berada pada status diffuse ethnic identity, 3 orang (8,57%) remaja berada pada status foreclosure ethnic identity, dan sisanya 1 orang (2,86%) berada pada status search ethnic identity. Faktor yang paling mempengaruhi adalah jenis kelamin, di mana remaja laki-laki mayoritas berada pada status achieved ethnic identity dibandingkan dengan remaja perempuan yang berada pada status diffuse ethnic identity.
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This is a research that is aimed to explain the ethnic identity of Javanese ethnic teenagers in “X” church Bandung based on exploration process and commitment that the teenagers do of their ethnic cultural as well as the factors which are influenced it. The factors that influence ethnic identity are parenting model, ages, gender, education, and cultural contact.
The research is conducted in descriptive research. It uses the survey methodology. The measurement that is used in the research is Multigroup Ethnic Identity Measure (MEIM) in a questionnaire that J. S. Phinney arranged. The questionnaire is created of 12 questions to recognize the ethnic identity status based on exploration and commitment.
The conclussion is based on 35 Javanese ethnic teenagers in ”X” church Bandugn, there are 22 teenagers (62,86%) are at achieved ethnic identity status, 9 teenagers (25,71%) are at diffuse ethnic identity status, three teenagers (8,57%) are at foreclosure ethnic identity, and the rest is one teenager (2,86%) is at search ethnic identity. The most influenced factor is gender, most of the boys are at achieved ethnic identity status compared to the girls that are at diffuse ethnic identity status.
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR BAGAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1 Maksud Penelitian ... 6
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 6
1.4Kegunaan Penelitian ... 6
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 6
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 6
1.5Kerangka Pikir ... 7
Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Identitas Etnik ... 18
2.1.1 Definisi ... 18
2.1.2 Kerangka Pikir Konseptual pada Penelitian Ethnic Identity ... 18
2.1.2.1Teori Identitas Etnik dan Identitas Sosial ... 19
2.1.2.2Akulturasi sebagai Kerangka Pikir pada Penelitian Ethnic Identity .. 20
2.1.2.3Pembentukkan Identitas Etnik ... 23
2.1.3 Komponen-Komponen Ethnic Identity ... 27
2.1.3.1Identifikasi Diri dan Etnisitas ... 27
2.1.3.2Sense of belonging ... 30
2.1.3.3Sikap Positif dan Negatif Terhadap Kelompok Etnik ... 31
2.1.3.4Keterlibatan Etnik (Partisipasi Sosial dan Praktik Kebudayaan) ... 33
2.1.4 Ego Identity ... 33
2.1.5 Penemuan-Penemuan Empiris ... 37
2.1.5.1Self Esteem, Konsep Diri, dan Penyesuaian Psikologis ... 37
2.1.5.2Ethnic Identity dan Hubungannya dengan Budaya Mayoritas ... 41
2.1.5.3Perubahan dalam Ethnic Identity yang Berhubungan dengan Generasi yang Melakukan Imigrasi ... 45
2.1.5.4Ethnic Identity dan Gender ... 46
2.1.5.5Faktor Kontekstual dalam Ethnic Identity ... 46
2.2Remaja ... 47
Universitas Kristen Maranatha
2.2.2 Ciri-Ciri Remaja ... 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 57
3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 58
3.2.1 Variabel Penelitian dan Definisi Konseptual ... 58
3.2.2 Definisi Operasional ... 58
3.3Alat Ukur ... 59
3.3.1 Alat Ukur Ethnic Identity ... 59
3.3.2 Prosedur Pengisian ... 59
3.3.3 Sistem Penilaian ... 59
3.3.4 Data Penunjang ... 60
3.4Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 61
3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 61
3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 62
3.5Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 63
3.5.1 Populasi Sasaran ... 63
3.5.2 Karakteristik Sampel ... 63
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 63
3.6Teknik Analisis Data ... 64
Universitas Kristen Maranatha
4.1.1 Gambaran Responden ... 65
4.1.2 Hasil Pengukuran Status Ethnic Identity ... 67
4.2 Pembahasan ... 68
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 75
5.2 Saran ... 75
5.2.1 Saran Teoritis ... 76
5.2.2 Saran Praktis ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... xiii
DAFTAR RUJUKAN ... xv
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ……….... 16
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Istilah-istilah yang digunakan bagi empat organisasi ... . 22
Tabel 2.2 Status Identitas Ego Marcia (atas) dan tahap-tahap yang diajukan untuk membahas Ethnic Identity ... ... 26
Tabel 3.1 Tabel Dimensi Ethnic Identity ... 59
Tabel 4.1 Suku Orangtua ... 66
Tabel 4.2 Jenis Kelamin ... 66
Tabel 4.3 Lama Tinggal di Bandung... 67
Tabel 4.4 Usia ... 67
Tabel 4.5 Pendidikan yang Ditempuh Saat Ini ... 68
Tabel 4.6 Gambaran Mengenai Status Ethnic Identity ... 68
Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Status Ethnic Identity dengan Faktor- Faktor yang Memengaruhi ... 74
Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Status Ethnic Identity dengan Suku Orangtua ... 75
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Antara Status Ethnic Identity dengan Lama Tinggal di Bandung ... 75
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan. Penduduk Indonesia tahun 2010
sejumlah 237.556.363 jiwa, terdiri atas 119.507.580 pria dan 118.048.783 wanita.
Negara yang terdiri atas lebih kurang 17.000 pulau ini dihuni oleh lebih dari 300
kelompok etnis, dengan proporsi (berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000)
Jawa 41,7%, Sunda 15,4%, Melayu 3,4%, Madura 3,3%, Batak 3,0%,
Minangkabau 2,7%, Betawi 2,5%, Bugis 2,5%, Banten 2,1%, Banjar 1,7%, Bali
1,5%, Sasak 1,3%, Makasar 1,0%, Cirebon 0,9%, Chinese 0,9%, lain-lain 16,1%
(Wikipedia, The Free Encyclopedia).
Jawa Barat merupakan provinsi seluas 35.746,26 km2 dengan jumlah
penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu 43.021.826 jiwa (data 2010; data
Wikipedia, The Free Encyclopedia). Bandung adalah ibukota provinsi Jawa Barat,
merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Jumlah penduduk di kota Bandung adalah 2.514.128 jiwa
(Badan Pusat Statistik, data penduduk Jawa Barat tahun 2005). Selain etnis Sunda,
yang merupakan penduduk asli, terdapat pula etnis lainnya, yang meliputi hampir
semua suku bangsa di Indonesia (Wikipedia, the Free Encyclopedia). Salah satu
2
Universitas Kristen Maranatha
Banyak orang yang melakukan urbanisasi ke kota Bandung. Penduduk dari
berbagai kota pun banyak yang pindah ke Bandung dengan alasan memenuhi
kebutuhan finansial dan pendidikan, begitupun yang dilakukan penduduk suku
Jawa. Mereka pindah dari kota asal ke kota Bandung dengan membawa sanak
saudara. Sebagian masyarakat yang dulunya tinggal di pedesaan, ingin
mendapatkan pekerjaan yang lebih lagi selain menjadi petani. Di samping itu,
mereka ingin mendapatkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, baik untuk
dirinya maupun bagi anak-anaknya kelak.
Penduduk suku Jawa yang pindah ke kota Bandung memiliki identitas
etnis yang melekat dalam dirinya. Ethnic identity adalah bagian dari konsep diri
individu yang berasal dari pengetahuan akan keanggotaan dirinya pada suatu
kelompok sosial, beserta dengan nilai-nilai dan ketertarikan emosi yang signifikan
terhadap keanggotaan tersebut (Tajfel, 1981). Mereka membentuk suatu
perkumpulan yang bertujuan untuk menjaga identitas etnis mereka, antara lain
membentuk gereja.
Gereja merupakan salah satu sarana selain untuk beribadah, digunakan
untuk berkumpul dan menanamkan nilai-nilai tertentu kepada anggotanya.
Kelompok Persekutuan Kristen di Bandung muncul sekitar tahun 1925 diawali
dengan kedatangan orang-orang Kristen yang berasal dari Jawa Timur yang
merupakan warga jemaat Gereja Kristen Jawa ke Bandung. Jemaat ini pada
mulanya hanya berjumlah 6-7 orang saja. Gereja ”X” dipelopori oleh beberapa
orang yang memiliki keinginan untuk merindukan kebaktian dengan pengantar
3
Universitas Kristen Maranatha
mudah dipahami oleh jemaat yang memang berlatarbelakang budaya Jawa
daripada harus mengikuti kebaktian dengan pengantar Bahasa Belanda, Bahasa
Melayu ataupun Bahasa Sunda.
Semakin lama gereja ”X” semakin berkembang. Perkembangan ini
ditandai dengan semakin luasnya area gereja dan jemaatnya pun semakin banyak.
Hingga saat ini jemaatnya mencapai 772 orang yang terdiri atas warga dewasa
526 orang, dan anak 246 orang. Kategori anak ini terdiri atas pemuda, remaja, dan
sekolah minggu. Jumlah remaja yang ada saat ini berjumlah 35 orang. Adapun
kegiatan yang dilakukan oleh gereja untuk menjaga identitas etnis seperti
menggunakan bahasa jawa saat ibadah minggu pertama dan ketiga. Diadakan
kegiatan unduh-unduh yaitu persembahan dimana sebagai ucapan syukur atas
hasil panen rakyat, dan jemaat membawa barang seperti sayur-sayuran,
buah-buahan, kue, hasil kerajinan tangan dan yang lainnya untuk dilelang. Kegiatan ini
dilaksanakan sekali dalam setahun. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh jemaat
gereja terutama remaja ialah Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), retreat,
kebaktian padang, persekutuan Minggu, kunjungan, paduan suara, dan olahraga.
Data ini diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan pendeta gereja ”X” di
Bandung.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Remaja melewati beberapa masa pembelajaran dalam hidupnya. Masa
belajar ini disertai dengan tugas-tugas, yang dalam istilah psikologi dikenal
dengan istilah tugas perkembangan. Istilah tugas perkembangan digunakan untuk
4
Universitas Kristen Maranatha
tugas tertentu pada masa usia tertentu sehingga individu itu dapat menyesuaikan
diri dalam masyarakat.
Menurut Erikson (1968), remaja berada pada tahap perkembangan
psikososial identity versus identity confusion. Dimensi yang penting adalah
mengeksplorasi solusi alternatif mengenai peran. Pencapaian identitas merupakan
hasil dari periode eksplorasi dan eksperimentasi yang terjadi selama masa remaja,
yang pada akhirnya mengarah pada suatu keputusan atau komitmen pada berbagai
area kehidupan (Erikson, 1968). Remaja merupakan periode dalam proses untuk
mencapai kematangan dalam identitas, salah satunya dilihat melalui ethnic
identity. Ethnic identity pada remaja merupakan salah satu hal yang penting,
karena untuk melihat bagaimana eksplorasi dan komitmen pada diri remaja
memertahankan nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang agar
tidak menjadi hilang.
Berdasarkan survei awal melalui wawancara yang dilakukan pada 10
remaja suku Jawa di gereja ”X” Bandung, diperoleh data bahwa sebanyak 10
orang (100%) remaja mengatakan bahwa mereka bangga dan mengakui suku Jawa
sebagai sukunya. Mereka bangga dengan tingkah laku yang sopan dan lembut
yang ditampilkan suku Jawa. Mereka juga bangga terhadap suku Jawa dengan
seninya seperti batik dan kerajaan yang ada di Jawa. Hal ini menunjukkan
eksplorasi yang rendah dan komitmen yang tinggi.
Berdasarkan hasil survei awal, remaja suku Jawa tidak dekat dengan
anggota kelompok remaja suku Jawa di gereja ”X” Bandung. Hal ditunjukkan dari
5
Universitas Kristen Maranatha
kurangnya waktu untuk bersama untuk sekadar bertemu dan berbincang-bincang,
walaupun sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk menjalin ikatan yang
lebih dekat lagi antara yang satu dengan yang lain. Lingkungan tempat tinggal dan
sekolah yang berbeda juga membuat mereka memiliki teman dari etnis yang lain
seperti Sunda, Batak, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan eksplorasi rendah dan
komitmen yang rendah.
Sikap positif terhadap kelompok etnik dilihat pada 8 orang (80%) yang
mengatakan bahwa suku Jawa merupakan suku yang terkenal dengan menjunjung
tinggi tata krama, terkenal akan hasil seni budayanya (seperti batik, kerajaan, dan
lain-lain), dan penggunaan bahasa Jawa yang berbeda-beda membuat suku Jawa
lebih kaya akan bahasanya. Pada wawancara ini, mayoritas remaja suku Jawa
memiliki eksplorasi yang tinggi dan komitmen yang rendah. Di samping sikap
positif, terdapat pula sikap negatifnya yaitu sebanyak 1 orang (10%) mengatakan
bahwa penggunaan bahasa Jawa sulit dimengerti oleh remaja sehingga kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orangtua yang sering menggunakan bahasa Jawa.
Seorang (10%) remaja lainnya, berpendapat bahwa orang suku Jawa mudah
menerima keberadaan orang lain yang berbeda suku dan karakter sehingga
memberikan kesan mudah dibohongi, dan kurang bisa mengekspresikan perasaan.
Keterlibatan etnik terlihat dari 10 orang (100%) remaja suku Jawa, mereka
mendapatkan pengaruh budaya yang diajarkan oleh orangtua secara turun
temurun. Hal ini terlihat dari tingkah laku sehari-hari yang ditampilkan oleh
remaja, seperti jika berbicara dengan orangtua harus sopan, jika memanggil ke
6
Universitas Kristen Maranatha dipanggil ‟mba/ibu‟. Walaupun demikian, remaja di gereja ”X” kurang mencari
tahu mengenai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan etnik Jawa. Berdasarkan
hasil wawancara mayoritas remaja suku Jawa memiliki eksplorasi rendah dan
komitmen yang rendah.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan eksplorasi dan komitmen serta
status ethnic identity yang berbeda-beda, penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut mengenai status ethnic identity pada remaja suku Jawa di gereja ”X”
Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana ethnic identity remaja suku Jawa di gereja ”X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai status
ethnic identity remaja suku Jawa di gereja ”X” Bandung.
1.3.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status ethnic identity remaja
suku Jawa di gereja ”X” Bandung dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang
memengaruhi.
7
Universitas Kristen Maranatha 1.4.1 Kegunaan Ilmiah
Untuk memberikan sumbangan bagi ilmu Psikologi Sosial mengenai
ethnic identity remaja suku Jawa.
Sebagai masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian atau
pembahasan lebih lanjut mengenai ethnic identity pada remaja suku Jawa.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan gambaran pada remaja suku Jawa tentang ethnic identity di
gereja ”X” agar dapat mengevaluasi diri mengenai etnisnya untuk lebih
bereksplorasi dan berkomitmen.
Memberi informasi kepada pihak gereja ”X” mengenai ethnic identity
remaja suku Jawa untuk memberikan pengarahan kepada remaja dan
orangtua dalam menanamkan nilai-nilai etnis.
1.5 Kerangka Pikir
Remaja suku Jawa yang berada di Bandung, menyadari akan adanya
perbedaan etnis dan kebudayaan. Remaja mempunyai kemampuan untuk
menginterpretasikan informasi etnis dan kebudayaan, untuk merefleksikan masa
lalu, berspekulasi tentang masa depan. Hal ini terjadi karena berkembangnya
kematangan kognitif remaja, sehingga mereka lebih mampu untuk berpikir abstrak
dan menganalisis situasi lingkungannya. Ketika mencapai kematangan kognitif,
remaja etnis minoritas benar-benar sadar akan penilaian terhadap kelompok etnis
8
Universitas Kristen Maranatha Ethnic identity adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari
pengetahuan akan keanggotaan dirinya pada suatu kelompok sosial, beserta
dengan nilai-nilai dan ketertarikan emosi yang signifikan terhadap keanggotaan
tersebut (Tajfel, 1981). Ethnic identity adalah gagasan kompleks yang mencakup
eksplorasi dan komitmen seseorang dalam ethnic identity behavior and practices
(keterlibatan dalam aktivitas sosialnya), affirmation and belonging (memiliki
perasaan kebersamaan) serta ethnic identity achievement (adanya perasaan
nyaman sebagai anggota kelompok etnisnya) (Phinney, 1992).
Erikson (dalam Marcia, 1993) mengatakan bahwa pada masa remaja,
perkembangan identitas akan mencapai puncaknya yaitu identity vs identity
confusion. Perkembangan identitas akan terbentuk melalui proses eksplorasi dan
komitmen. Eksplorasi adalah kegiatan remaja yang berusaha untuk
mempertanyakan dan mencari tahu tentang goal dan belief yang dianut dalam
rangka mengetahui dan menemukan dirinya. Sedangkan komitmen melibatkan
tindakan perubahan keputusan dan tanggung jawab terhadap pilihan-pilihan dan
konsekuensi yang terdapat dalam pilihan yang telah ditetapkan (Marcia, 1993).
Kedua hal tersebut sangat memengaruhi terbentuknya ethnic identity, tetapi
individu tidak selalu melakukan eksplorasi dan komitmen.
Berkaitan dengan komitmen, remaja akan menjalankan keputusannya
terhadap pilihannya mengenai ethnic identity. Remaja Jawa akan melibatkan diri
dalam kehidupan sosial dan kebudayaan, seperti menggunakan bahasa Jawa
dengan sesama suku Jawa, memiliki persahabatan dengan orang-orang suku Jawa,
9
Universitas Kristen Maranatha
menyanyikan lagu-lagu Jawa, menikmati atau memainkan musik khas Jawa,
menari tarian Jawa, memakan masakan khas Jawa, serta merayakan perayaan khas
Jawa. Semakin sering remaja melakukan hal-hal yang berkaitan dengan konsep
ethnic behavior and practices semakin besar kemungkinan achieved ethnic identity-nya (Phinney, 1992).
Ethnic identity memiliki empat komponen yaitu identifikasi diri dan
etnisitas, sense of belonging, sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnik,
dan keterlibatan etnik. Komponen identifikasi diri mengacu pada label etnis yang
seseorang gunakan untuk dirinya sendiri. Remaja Jawa yang mudah membedakan
diri secara rasial dari warna-warna kulit atau dengan budaya seperti bahasa,
pakaian, dan adat istiadat dengan jelas akan membedakan dari kelompok budaya
yang lainnya, identifikasi status ethnic identity sedikit banyaknya akan
terpengaruh. Misalnya remaja suku Jawa berbicara menggunakan istilah-istilah
dalam bahasa Jawa dengan teman-temannya ketika sedang berbincang-bincang.
Semakin remaja sering untuk mengidentifikasi diri dan etnisitas, maka status
ethnic identity menjadi achieved.
Komponen berikutnya adalah sense of belonging. Pada komponen ini
hanya terdapat proses komitmen. Remaja memiliki perasaan bangga, senang
sehingga memiliki feeling of belonging. Remaja Jawa yang berkegiatan di gereja
”X” berinteraksi dan bergaul dengan sesama etnisnya akan memiliki kedekatan
satu sama lain sehingga mereka menunjukkan sikap positif terhadap etnisitasnya,
tampak pada remaja yang memiliki perasaan bangga, senang, sehingga memiliki
10
Universitas Kristen Maranatha
kelompok etnisnya. Misalnya merasa kagum dan bangga terhadap suku Jawa,
kegiatan adatnya, keseniannya seperti musik, pakaian, serta sastranya. Semakin
sering remaja memiliki perasaan affirmation and belonging, akan semakin
achieved ethnic identity-nya.
Sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnis merupakan salah satu
komponen dari ethnic identity. Sikap positif menyertakan juga rasa bangga,
kesenangan, kepuasan, dan kerahasiaan dengan kelompok asal yang dimiliki
seseorang. Tidak adanya sikap positif, atau adanya sikap negatif terhadap
kelompoknya dapat menjadi indikasi penyangkalan seseorang terhadap budaya
asalnya. Penolakan tersebut tergambar dari „ketidaksukaan, ketidakpuasan, dan
ketidakbahagiaan‟ dengan etnisitas yang dimiliki seseorang; adanya perasaan
rendah diri, atau keinginan untuk menyembunyikan identitas. Jika remaja suku
Jawa menunjukkan sikap positif terhadap etnisnya, maka status ethnic identity
menjadi achieved dan sebaliknya apabila remaja menunjukkan sikap negatif
terhadap etnisnya maka status ethnic identity menjadi diffuse.
Komponen terakhir adalah keterlibatan etnik. Keterlibatan etnik dapat
dilihat dari keikutsertaan seseorang dalam aktivitas kelompok sosial. Pada
komponen ini, keterlibatan etnis memiliki indikator yang beragam seperti bahasa,
persahabatan, organisasi sosial, agama, transisi budaya, dan politik. Misalnya
remaja suku Jawa menggunakan bahasa Jawa ketika berbicara dengan orang lain.
Semakin sering remaja suku Jawa terlibat dengan etniknya, maka status ethnic
11
Universitas Kristen Maranatha
Phinney mengemukakan tiga status perkembangan ethnic identity yaitu
unexamined ethnic identity, ethnic identity search (moratorium), dan achieved ethnic identity. Pada tahap unexamined ethnic identity, remaja Jawa belum
mengeksplorasi budaya Jawa. Status ini meliputi ethnic identity diffuse dan ethnic
identity foreclosure. Remaja Jawa yang berada pada status ethnic identity diffuse
bisa saja tidak tertarik pada budaya Jawa beserta atributnya atau hanya sedikit saja
memikirkannya. Ciri dari status ini, remaja Jawa belum atau sangat kurang
melakukan eksplorasi dan komitmen identity. Sedangkan ethnic identity
foreclosure, remaja Jawa tetap menyerap sikap etnis dan budaya Jawa yang
bersifat positif dari orangtua atau orang dewasa lainnya di sekitar mereka, namun
mereka tidak menunjukkan preferensi atau keterlibatan yang dalam untuk
kelompok mayoritas (Cross dalam Phinney, 1978). Pada status ethnic identity
foreclosure terdapat komitmen dalam diri seseorang namun dibuat tanpa
eksplorasi. Komitmen yang dimilikinya biasanya dilatarbelakangi oleh nilai-nilai
yang dimiliki orangtua atau masyarakat di mana remaja suku Jawa berada
(Phinney, 1989).
Status kedua dinamakan search ethnic identity (moratorium), remaja terus
menerus melakukan eksplorasi etnisitas asalnya yaitu budaya Jawa tetapi belum
menunjukkan komitmen etnisnya. Remaja Jawa menjalin keterlibatan dengan
etnisnya sendiri bergabung dalam suatu kelompok suku Jawa untuk sekadar
berkumpul dengan teman sesama suku Jawa ataupun mencari informasi mengenai
sejarah suku Jawa. Hal lainnya misalnya berpartisipasi aktif dalam acara-acara
12
Universitas Kristen Maranatha
orang lain mengenai budaya Jawa. Walaupun hal tersebut dilakukan, mereka
belum menunjukkan komitmen yang lebih jauh.
Status yang ketiga adalah achieved ethnic identity. Status ini ditandai oleh
komitmen dan penghayatan kebersamaan dengan kelompoknya sendiri,
berdasarkan pada pengetahuan yang diperoleh dari eksplorasi aktif individu
tentang latar belakang budayanya sendiri, munculnya pengertian dan penghargaan
terhadap etnis dan budayanya sendiri, dan pada status ini remaja Jawa merasa
yakin dengan budaya Jawa yang dimilikinya. Mereka akan secara aktif mengenal
budaya Jawa serta mencari informasi lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan budaya Jawa. Contohnya mereka mengenal bahkan mendalami bahasa,
ritual adat seperti perkawinan, adat kematian, kelahiran anak dalam keluarga,
panen raya, dan memasuki rumah baru. Makanan dan kesenian dimengerti
maknanya dan disertai membuat komitmen dengan cara menjalankan semua hal
yang terkait dengan kebudayaan Jawa yang remaja Jawa ketahui dari hasil
eksplorasi dan mengakui dirinya sebagai suku Jawa.
Status ethnic identity dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu pola asuh, usia, jenis kelamin, pendidikan, sedangkan faktor
eksternal yaitu kontak budaya. Faktor yang pertama adalah pola asuh. Menurut
Kohn (1986), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan
aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan
cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Menurut
13
Universitas Kristen Maranatha identity pada anak. Remaja suku Jawa yang memiliki orangtua yang menerapkan
pola asuh otoriter, cenderung akan menunjukan ethnic identity status foreclosure.
Orangtua mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi peluang mengemukakan
pendapat, membuat komitmen tanpa adanya eksplorasi sehingga mereka akan
menyerap nilai-nilai dari orangtua. Orangtua suku Jawa yang memiliki pola asuh
demokratis, anak remaja akan menunjukkan ethnic identity status achieved. Pada
pola asuh demokratis anak diberi kebebasan untuk memilih dan orangtua memberi
pengarahan akan pilihan-pilihan tersebut serta orangtua mendorong remaja untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, dalam hal ini anak
akan bereksplorasi yang diikuti komitmen yang kuat. Sedangkan orangtua suku
Jawa yang menerapkan budaya Jawa dengan pola asuh permissive, remaja Jawa
akan menunjukkan ethnic identity status moratorium. Pada pola asuh permissive,
anak diberi kebebasan menentukan pilihan tetapi tidak diberi aturan atau arahan
oleh orangtua. Orangtua memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan
mengijinkan mereka mengambil keputusan-keputusan sendiri yang akan
meningkatkan kebingungan identitas remaja, sehingga remaja berada dalam
proses eksplorasi dan belum membuat komitmen (Bernard, 1981; Enright, dkk,
1980; Marcia, 1980 dalam Santrock 2002).
Faktor yang kedua adalah usia. Menurut beberapa penelitian, jika
seseorang datang ke kota pada usia yang lebih muda, status ethnic identity akan
menjadi lemah dan lebih mudah mengalami perubahan (Gracia & Lega (1929)
serta Rogler et al (1920) dalam Phinney (1990)). Seorang Jawa yang lebih tua
14
Universitas Kristen Maranatha
sehingga ia dapat mengidentifikasikan dirinya melalui eksplorasi dan komitmen
dan mampu mencapai status achieved ethnic identity.
Faktor yang ketiga adalah jenis kelamin. Jenis kelamin turut memengaruhi
ethnic identity seseorang. Budaya Jawa memiliki sistem mengikuti garis
keturunan ayah atau disebut patrilineal. Hal ini terlihat dari pemakaian nama ayah
sebagai nama. Anak laki-laki menjadi kebanggaan keluarga dan mendapatkan
perhatian khusus dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini dikarenakan anak
laki-laki diyakini adalah pemimpin rumah tangga. Inilah yang membuat pria suku
Jawa memiliki kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasi budaya Jawa dan
membuat komitmen yang jelas, sehingga kemungkinan pria mencapai status
achieved ethnic identity, sedangkan wanita kemungkinan akan mencapai status unexamined ethnic identity atau status search ethnic identity (moratorium).
Faktor yang berikutnya adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan
individu, akan semakin terbuka pikiran individu untuk menerima perubahan atau
perkembangan dunia luar (Phinney, 1990). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat
pendidikan remaja suku Jawa, kemungkinan status identitas etnisnya adalah ethnic
identity foreclosure. Di sisi lain, status identitas etnis bisa juga menjadi
moratorium bahkan achieved apabila remaja secara aktif mencari tahu dan
berperan aktif dalam mengikuti kegiatan adat Jawa.
Faktor eksternal yang memengaruhi status ethnic identity yaitu kontak
budaya. Kontak budaya adalah bertemunya budaya satu dengan budaya lainnya.
Pada masa remaja akhir, orang-orang Jawa juga akan berinteraksi dengan teman
15
Universitas Kristen Maranatha
dapat berasal dari beragam latar belakang etnisnya (Belle & Paul, 1989; Uperaft &
Gardner). Kontak budaya antara remaja Jawa dengan kelompok mayoritas di
Bandung untuk waktu yang lama dapat menimbulkan pergeseran terhadap
etnisitasnya sebagai suku Jawa. Kontak budaya antara budaya Jawa dan budaya
mayoritas dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam sikap, nilai-nilai, dan
tingkah laku remaja Jawa (Berry, Trimbe, dan Olmedo, Berry, 1992). Akibat dari
kontak budaya tersebut, status ethnic identity remaja Jawa dapat berubah-ubah.
Statusnya dapat berubah dari achieved menjadi search ethnic identity, setelah itu
dapat berubah menjadi achieved lagi dan menurun kembali menjadi search ethnic
identity, berikutnya menjadi achieved lagi dan begitu seterusnya siklus tersebut
berjalan (Marcia, 1987), tergantung pada eksplorasi remaja Jawa mengenai
16
Universitas Kristen Maranatha
Faktor internal : Pola asuh Usia
Jenis kelamin Pendidikan
Unexamined ethnic identity (diffusion & foreclosure)
Komponen ethnic identity : 1.Identifikasi diri dan etnisitas
2.Sense of belonging
3.Sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnik
4.Keterlibatan etnik
Eksplorasi etnisitas & komitmen etnisitas Remaja suku Jawa Gereja
“X” di Bandung ETHNIC
IDENTITY
Ethnic identity search (moratorium)
Achieved ethnic identity
Faktor eksternal : Kontak budaya
17
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
Remaja berada dalam tahap perkembangan pencarian identitas.
Ethnic identity remaja Jawa terdapat tiga status, yaitu unexemined ethnic
identity (yang meliputi diffusion dan foreclosure), ethnic identity search,
dan achieved ethnic identity.
Pembentukan status ethnic identity pada remaja Jawa ditentukan oleh
tinggi-rendahnya eksplorasi dalam komponen identifikasi diri dan etnisitas
dan sense of belonging, serta tinggi rendahnya komitmen dalam komponen
sikap positif dan negatif terhadap kelompok etnik, dan keterlibatan etnik
Pembentukan status ethnic identity remaja Jawa di Gereja ”X” Bandung
dipengaruhi oleh pola asuh, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kontak
78
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menarik simpulan
sebagai berikut:
1. Status ethnic identity pada remaja gereja “X” Bandung paling banyak
berada pada status achieved ethnic identity (62,86%). Status yang kedua
adalah diffuse ethnic identity (25,71%). Status yang ketiga adalah
foreclosure ethnic identity (8,57%) dan yang terakhir adalah search ethnic identity (2,86%).
2. Dari faktor-faktor yang memengaruhi, hanya faktor jenis kelamin yang
menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan status ethnic identity
pada remaja suku Jawa di gereja “X” Bandung, sedangkan pola asuh, usia,
pendidikan, dan kontak budaya tidak menunjukkan kecenderungan
keterkaitan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan
79
Universitas Kristen Maranatha 1. Saran Teoretis
- Penelitian yang selanjutnya dapat dilakukan pada responden dengan
berbagai tahap perkembangan agar dapat diperoleh gambaran yang
lebih lengkap dengan status ethnic identity.
- Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada responden suku Jawa di
luar gereja “X” Bandung, atau di luar kota Bandung untuk mengetahui
apakah ada perbedaan status ethnic identity di tempat lain.
- Penelitian selanjutnya bisa melihat hubungan yang lebih jelas antara
status ethnic identity dengan faktor-faktornya seperti pola asuh, jenis
kelamin, pendidikan, usia, dan kontak budaya.
2. Saran Praktis
- Bagi remaja suku Jawa di gereja “X” Bandung yang belum mencapai
status achieved ethnic identity, diharapkan lebih dapat meluangkan
waktu untuk bersama-sama berkumpul mencari tahu dan membahas
tentang kebudayaan suku Jawa untuk mencapai status achieved ethnic
identity seperti adat istiadat, bahasa dan lain-lain.
- Gereja membuat acara yang berkaitan dengan kebudayaan Jawa
sehingga remaja lebih mengenal dan mempraktekkan
kegiatan-kegiatan kebudayaan Jawa seperti pagelaran seni Jawa.
- Orangtua dapat membantu tercapainya status achieved ethnic identity
dengan cara mengenalkan tradisi dan menanamkan nilai-nilai budaya
80
DAFTAR PUSTAKA
Berry, John W. 2002. Cross-Cultural Psychology. Cambridge: Cambridge University Press.
Erikson, E. 1968. Identity: Youth and Crisis. New York: Norton.
Hurlock, Elizabeth B. 1986. Developmental Psychology, 3rd Ed, New Delhi: McGraw Hill, Inc.
Jatman, Darmanto. 2000. Psikologi Jawa. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.
Koetjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Magnis Suseno, Franz. 1984. Etika Jawa : Sebuah Analisa Falsafi tentang
Kebijaksaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia.
Marcia, J. 1980. Identity in adolescence. In J. Adelson (Ed), Handbook of
adolescent psychology. New York: Wiley.
Organista, Pamela Balls., Kevin M. Chun., Gerardo Marin. 1998. Readings in
Ethnic Psychology. New York : Routledge
Phinney, J. 1990. The Multiple Group Ethnic Identity Measure: A new scale for
use with adolescence and adults from diverse groups.
Phinney, J. 1992. The Multigroup Ethnic identity measure: A new scale for use with adolescents and young adults from diverse groups. Journal of
Adolescent Research.
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5, Jilid 2. (terjemahan Juda Damanik, Ahmad Chusairi). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. (terjemahan Shinto B. Adelar, Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga.
Steinberg, L. 2002. Adolescence (8/1 ed). New York: McGraw-Hill.
81
DAFTAR RUJUKAN
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa
jphinney@calstatela.edu
Kabanga, Ananta. 2014. Studi Deskriptif Mengenai Ethnic Identity pada