• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI

( STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK NO : 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

MUHAMMAD YUSUF SIHITE 060200163

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI

(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK NOMOR 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

MUHAMMAD YUSUF SIHITE 060200163

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Chainur Arrasjid,SH

NIP. 131778652 NIP. 131657239 Liza Erwina,SH.M.Hum

Diketahui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(3)

Kata Pengantar

Puja dan Puji syukur hendaknya kita panjatkan setiap saat dalam hidup

kita kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala sang Rabbul Izzati yang senantiasa

mencurahkan rahmat dan hidayahnya kepada ummat manusia di muka bumi ini.

Shalawat beriring salam seraya terhaturkan ke haribaan Nabi besar

tauladan setiap insan Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam, oleh karena atas

bimbingannya lah maka kita dapat berada pada zaman terang benderang dan

penuh khasanah keilmuan yang memperkaya eksistensi manusia sebagai khalifah

di muka bumi.

Ucapan Alhamdullilah senantiasa mengiringi aktifitas penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir skripsi yang di beri judul “Tinjauan Psikologi Kriminal

Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus

Pengadilan Negeri Depok nomor 1036/Pid.B/2009/PN. Depok).

Masalah psikologi merupakan masalah yang sering kita dengar dalam

kehidupan sehari-hari oleh karena memilki keterkaitan erat dalam aktifitas

manusia. Ilmu psikologi kriminal sebagai ilmu terapan berusaha untuk

mempelajari dan mengidentifikasikan setiap bentuk factor-faktor pendorong

dalam jiwa individu untuk melakukan kejahatan sehingga dapat dicarikan suatu

mekanisme pemecahan masalah berupa solusi dalam rangka mengurangi tingkat

atau laju angka kriminalitas dalam masyarakat.

Persoalan tindak pidana mutilasi yang kian marak sebagai modus

(4)

permasalahan tersebut, sehingga aspek hukum positif di Indonesia dapat berjalan

sebagaimana mestinya guna mencari kebenaran materil dari suatu delik atau kasus

tertentu.

Dalam skripsi ini, penulis berusaha mendeskripsikan mengenai adanya

hubungan antara penyimpangan perilaku seksual dengan terjadinya tindak pidana

mutilasi yang berpijak dari sebuah studi kasus dengan dilandasi suatu tinjauan

berdasarkan ranah keilmuan psikologi kriminal yang dikaitkan dengan ketentuan

hukum positif di Indonesia.

Dalam penulisan ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam

menyusun penulisan skripsi ini hingga selesai, yaitu :

a. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, semoga dalam kepemimpinan

beliau Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat lebih unggul

baik dalam segi kuantitas maupun kualitas sehingga visi USU sebagai

University For Industry dapat tercapai.

b. Bapak Abul Khair, SH.M.Hum, selaku Ketua Departeman Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ibu

Nurmalawati,SH.M.Hum, selaku sekretaris Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara.

c. Bapak Prof. Chainur Arrasjid, SH, selaku dosen pembimbing I penulis

yang telah banyak memberikan arahan, saran, petunjuk dan bimbingan

(5)

d. Ibu Liza Erwina,SH.M.Hum, selaku dosen pembimbing II penulis

yang telah banyak memberikan arahan, saran, petunjuk dan bimbingan

dalam penyelesaian skripsi ini.

e. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, terimakasih atas setiap bantuannya dan kerjasamanya

selama ini.

f. Ayahanda, Muhammad Ali Sihite dan Ibunda, Rosnadewi Nasution,

sujud ananda senantiasa kepada ayahanda dan ibunda yang senantiasa

mendidik ananda sedari kecil hingga sekarang dan mengajari tentang

pentingnya makna kehidupan. Sungguh bersyukur ananda

mendapatkan orangtua yang begitu perhatian dan mencurahkan

segenap kasih sayangnya dengan tulus ikhlas semoga Allah senantiasa

melindungi ayahanda dan ibunda tercinta, ananda sadar begitu banyak

dosa dan kesalahan ananda terhadap ayah dan ibu, semoga dari wisuda

ananda ini dapat menjadi setitik kecil hadiah bagi ayahanda dan

ibunda tercinta.

g. Kepada saudara-saudara penulis, Kartika Ilham Safitri Sihite, Nita

Slavia Sihite, dan Arif Sanjaya Sihite, semoga kalian senantiasa

menjadi kebanggaan orangtua, agama dan bangsa.

h. Team MCC (Moot court competition) FH USU untuk piala Abdul

Kahar Muzakar III FH UII 2009, Tere, Gading, Witra, Maria, Inggrid,

Wina, Jeffri, Rahmat, Anov, Heru, Brando, Satra, Boin, Kukuh,

(6)

i. Team Debat Konstitusi Mahkamah Konstitusi 2009, Anov, Witra dan

Wina, atas kebersamaan kita dalam memperjuangkan prestasi

gemilang bagi almamater kita.

j. Mahasiswa Grup C FH USU yang tidak mungkin di sebut satu persatu,

terimakasih untuk persahabatan kita semoga ini tidak akan berakhir

k. Untuk sahabat sekaligus saudariku Anggi dan Beby, hidupku lebih

berwarna bersama kalian, walaupun bertemu di saat akhir perkuliahan

semoga bukan akhir dari persahabatan kita melainkan sebuah awal

persaudaraan kita kedepannya.

l. Presidium HMI Komisariat FH USU Periode 2009-2010 baik sebelum

maupun sesudah ressufle, semoga makna proses dapat kita dapatkan

sebagai buah dari perjalanan kepengurusan kita, juga kepada Bidang

PA HMI Komisariat FH USU Periode 2009-2010, (panca dan andha),

terimakasih penulis ucapakan atas kerjasamanya selama ini.

m. Adinda Akbar, Dippo, Maya, Avry, Alief, Tika, Frans, Taufik,

Hendrawan.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama dalam

menambah khasanah keilmuan.

Medan, Februari 2009

(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata pengantar i

Daftar isi v

Abstraksi viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 7

D. Keaslian Penulisan 8

E. Tinjauan Kepustakaan 9

1. Pengertian Ilmu Psikologi 9

2. Pengertian Ilmu Psikologi Kriminal 12

3. Pengertian Penyimpangan Perilaku Seksual 14

4. Pengertian Mutilasi 18

F. Metode Penulisan 22

G. Sistematika Penulisan 24

BAB II TINJAUAN PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG

DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI KRIMINAL

(8)

B. Teori Psikologi Kriminal Terhadap Kejahatan 32

C. Ragam Bentuk Penyimpangan Perilaku Seksual 37

D. Tinjauan Psikologi Kriminal Perilaku Homoseksual 42

BAB III TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI

A. Tinjauan Hukum Pidana Terkait Mutilasi Sebagai Kejahatan

Terhadap Jiwa Dan Tubuh 48

B. Kaitan Penyimpangan Perilaku Homoseksual Dengan Tindak

Pidana Mutilasi 55

C. Kajian Psikologi Kriminal Terhadap Aspek Kejiwaan Pelaku

Tindak Pidana Mutilasi 63

BAB IV PERANAN PSIKOLOGI KRIMINAL DALAM PROSES

PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA MUTILASI DI MUKA PENGADILAN

A. Kaitan Teori Dan Tujuan Pemidanaan Terhadap Kejahatan

Mutilasi 70

B. Kaitan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kondisi

Kejiwaan Pelaku Tindak Pidana Mutilasi 80

C. Pembuktian Tindak Pidana Mutilasi di Muka Pengadilan

Dalam Segi Psikologis Terdakwa Dan Segi Alat Bukti 89

(9)

1. Kronologis Kasus Dan Analisa Surat Dakwaan 98

2. Analisa Nota Keberatan Terdakwa 107

3. Analisa Proses Pembuktian di Persidangan 111

4. Analisa Surat Tuntutan Penuntut Umum 124

5. Analisa Nota Pembelaan Terdakwa 130

6. Analisa Putusan dan Kaitan Terhadap Pemidanaan 135

7. Analisa Psikologi Kriminal 143

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 149

B. Saran 152

(10)

Abstraksi

Dosen Pembimbing I

2

Dosen Pembimbing II

3

Mahasiswa Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Pidana

Kejahatan mutilasi merupakan suatu jenis tindak pidana yang digolongkan ke dalam bentuk kejahatan yang tergolong sadis (rare crime) oleh karena objek kejahatan tersebut adalah manusia baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Intensitas tindak pidana mutilasi mengalami peningkatan baik dalam bentuk latar belakang, motif maupun bentuk, yang keseluruhannya bertujuan untuk menghilangkan jejak pelaku terhadap terjadinya suatu peristiwa pidana pembunuhan.

Maraknya ragam bentuk kejahatan mutilasi, mendorong suatu penelitian intensif terhadap kondisi objektif dari latar belakang psikologis pelaku. Berdasarkan pemahaman yang di peroleh dari ilmu psikologi perkembangan, mengenai penjahat dan kejahatan dipengaruhi oleh adanya gangguan terhadap

structure personality dari pelaku kejahatan selama proses perkembangan kejiwaan

individu. Motif lain yang turut mengambil andil atau bagian penting yaitu permasalahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dalam bentuk adanya suatu kesenjangan sosial yang begitu jauh.

Faktor-faktor psikologi sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara untuk mengidentifikasikan suatu jenis kejahatan dari segi psikologis pelaku, hal ini dilakukan dalam rangka usaha baik dalam bentuk tindakan atau refresif terhadap pelaku baik dalam bentuk pemidanaan maupun usaha untuk memperbaiki kondisi psikologi pelaku yang tergolong disasosiatif, maupun dalam bentuk preventif yaitu berupa pencegahan terhadap meluasnya suatu bentuk kejahatan dalam masyarakat.

(11)

Abstraksi

Dosen Pembimbing I

2

Dosen Pembimbing II

3

Mahasiswa Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Pidana

Kejahatan mutilasi merupakan suatu jenis tindak pidana yang digolongkan ke dalam bentuk kejahatan yang tergolong sadis (rare crime) oleh karena objek kejahatan tersebut adalah manusia baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Intensitas tindak pidana mutilasi mengalami peningkatan baik dalam bentuk latar belakang, motif maupun bentuk, yang keseluruhannya bertujuan untuk menghilangkan jejak pelaku terhadap terjadinya suatu peristiwa pidana pembunuhan.

Maraknya ragam bentuk kejahatan mutilasi, mendorong suatu penelitian intensif terhadap kondisi objektif dari latar belakang psikologis pelaku. Berdasarkan pemahaman yang di peroleh dari ilmu psikologi perkembangan, mengenai penjahat dan kejahatan dipengaruhi oleh adanya gangguan terhadap

structure personality dari pelaku kejahatan selama proses perkembangan kejiwaan

individu. Motif lain yang turut mengambil andil atau bagian penting yaitu permasalahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dalam bentuk adanya suatu kesenjangan sosial yang begitu jauh.

Faktor-faktor psikologi sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara untuk mengidentifikasikan suatu jenis kejahatan dari segi psikologis pelaku, hal ini dilakukan dalam rangka usaha baik dalam bentuk tindakan atau refresif terhadap pelaku baik dalam bentuk pemidanaan maupun usaha untuk memperbaiki kondisi psikologi pelaku yang tergolong disasosiatif, maupun dalam bentuk preventif yaitu berupa pencegahan terhadap meluasnya suatu bentuk kejahatan dalam masyarakat.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terdapat tiga tradisi besar orientasi teori psikologi dalam menjelaskan dan

memprediksi perilaku manusia. Pertama, perilaku disebabkan dari alam

(deternimistik). Kedua, faktor disebabkan oleh pengaruh lingkungan atau proses

belajar. Ketiga, faktor disebabkan interaksi manusia dan lingkungan. Berdasarkan

teori-teori psikologi tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses perkembangan

kehidupan manusia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu

sama lain menjadi suatu sintesa yang membentuk karakter watak secara psikologis

tiap-tiap individu.4

Teori yang berorientasi lingkungan dalam psikologi lebih banyak dikaji

oleh behavioristik, perilaku terbentuk karena adanya pengaruh umpan balik Teori-teori yang berorientasi deternimistik lebih banyak digunkan untuk

menjelaskan fenomena kognisi lingkungan, dalam hal ini teori yang di pergunakan

adalah teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia

lebih penting daripada mempelajari perilaku tampaknya (overtbehaviour). Dari

teori ini dapat dilihat bahwa aspek pandangan dan kemampuan individu dalam

proses pembelajaran afektif, kognitif dan psikomotorik sangat berperan dalam

membentuk karakter individu, dalam proses perkembangannya sebagai individu

dalam masyarakat.

4

Kim Patricia, Introducional Psychology Science (Boston : South Carolina University,

(13)

sehingga dalam hal ini dapat diambil pemahaman bahwa karakter manusia

terbentuk karena adanya kontak antara pengaruh positif dan negatif.

Kedua orientasi tersebut bertentangan dalam menjelaskan perilaku

manusia. Orientasi ketiga merupakan sintesa terhadap teori pertama dan kedua.

Premis dasar dari teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia selain disebabkan

faktor lingkungan juga disebabkan faktor internal. Artinya manusia dapat

dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga dapat dipengaruhi manusia.

Psikologi kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

psikologi (kondisi perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang

berhubungan baik langsung maupun tak langsung dengan perbuatan yang

dilakukan dan keseluruhan-keseluruaan akibatnya.berdasarkan pengertian tersebut

maka dapat di tarik pemahaman bahwa ilmu psikologi kriminal merupakan suatu

metode yang di pergunakan guna mengidentifikasi penyebab terjadinya kejahatan

yang diakibatkan oleh kelainan perilaku atau faktor kejiwaan si pelaku tindak

pidana.

Psikologi kriminal dalam hal ini juga mempelajari tingkah laku individu

itu khususnya dan juga mengapa muncul tingkah laku asosial maupun bersifat

kriminal. Tingkah laku individu atau manusia yang asosial itu ataupun yang

bersifat kriminal tidaklah dapat dipisahkan dari manusia lain, karena manusia

yang satu dengan lainnya adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar

yang sama.

Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu

(14)

terdapat pada diri manusia itu sendiri. Hal ini tidak lain disebabkan bahwa tingkah

laku manusia yang sadar tidak mungkin dapat dipahami tanpa mempelajari

kehidupan bawah sadar dan tidak sadar yang berpengaruh kepada kesadaran

manusia.

Oleh karena itu para ahli ilmu jiwa dalam ini mencoba untuk menganalisa

tingkah laku manusia umumnya dengan cara membahas unsur-unsur intern dari

hidup pada jiwa manusia itu, hal ini lah yang dinamakan dengan structure of

personality.

Dalam penulisan skripsi ini juga ditelusuri mengenai keterkaitan antara

kejahatan mutilasi dengan penyimpangan seksual yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan psikologis. Faktor lingkungan yaitu faktor dari luar diri pelaku

(faktor ekstern) dimana pelaku berasal dari lingkungan pergaulan yang yang

terdiri atas orang-orang yang memiliki kelainan seksual. Faktor psikologis yang

berasal dari dalam jiwa atau keadaan pelaku (faktor intern). Misalnya yang

diakibatkan perlakuan penyimpangan seksual yang pernah dialami oleh individu

di masa lalu.

Menurut Sigmun Freud, mengenai gejala-gejala seksual dalam diri

individu terdapat dua fase yaitu :5

a. Pan Seksualitas, yaitu dorongan seksual adalah satu-satunya dorongan

dasar dalam individu yang bersifat primair. Dorongan ini sangat kuat,

sehingga kemungkinan kita tidak dapat menguasainya, sehingga dapat

mengakibatkan kehilangan keseimbangan. Dorongan seksual ini sudah

5

(15)

ada sejak masa kanak-kanak, suatu catatan bahwa pengertian seksual

disini bukanlah berarti hanya alat-alat kelamin (genital) saja, tetapi ia

terpencar pada seluruh daerah jasmaniah manusia itu yang disebut

daerah erogeen (eros)

b. Libido vitalitas, hal ini berkaitan erat dengan dorongan untuk

melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan seksual secara individu.

Dari berbagai bentuk penyimpangan perilaku seksual, psikologi kriminal

berusaha mengkaji dan menghubungkannya terhadap adanya faktor-faktor

penyebab atau yang melatarbelakangi terjadinya suatu kejahatan atau tindak

pidana tertentu.

Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan

bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis

perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan

jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang yang dinilai serta mendapat reaksi yang

yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang

tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu

juga dengan kejahatan mutilasi.

Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana

yang tergolong kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan

bagian-bagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata

mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan

(16)

etika dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi yaitu,

pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis.

Berdasarkan tinjauan sejarah, mutilasi merupakan sebuah budaya yang

pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak

suku-suku di dunia yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan

tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin,

suku-suku brazil, amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya

mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk

menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan female genital

mutilation (FGM), merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau

seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif.

Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam

suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai

filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan

dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk

mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk

dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para

korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian,

seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian

tubuh tersebut dibuang secara terpisah.

Maraknya modus mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi

karena berbagai faktor di samping untuk menghilangkan jejak, baik itu karena

(17)

seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai

tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor

ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku.

Tindak pidana mutilasi yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini adalah

mengenai putusan pengadilan negeri depok nomor register perkara

224/Pid.B/2009/PN.Depok dengan terdakwa Very Idham Henyansyah alias Ryan,

melatar belakangi penulis untuk membahas lebih jauh mengenai motif tindak

pidana mutilasi dari segi penyimpangan perilaku seksual apakah antara satu sama

lain memiliki keterkaitan yang erat, dan bagaimana tinjauan psikologi kriminal

dalam meneliti aspek-aspek kejiwaan pelaku serta faktor-faktor lain yang

mempengaruhi pelaku, serta bagaimana peranan pemeriksaan psikologis sebagai

pembuktian unsur bersalah sehingga hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap

terdakwa.

B. Perumusan Masalah

Perlunya identifikasi terhadap permasalahan yang hendak diangkat

menjadi sebuah bahan kajian topik merupakan hal terpenting dalam menyusun

suatu karya ilmiah dalam bentuk apapun guna mempermudah bagi penulis untuk

menganilisis suatu isu hukum yang hendak dikembangkan, Adapun yang menjadi

rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah kedudukan ilmu psikologi dan psikologi kriminal

(18)

b. Bagaimanakah tinjauan psikologi kriminal terhadap tindak pidana

mutilasi ?

c. Bagaimanakah peranan psikologi kriminal dalam proses pembuktian

perkara tindak pidana mutilasi di muka pengadilan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Di dalam penulisan skripsi ini terdapat beberapa tujuan yang menjadi

landasan bagi penulis dalam mengidentifikasi dan menganilisis rumusan masalah

yang ada, adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

a. Guna mengetahui sudut pandang kajian ilmu psikologi dan psikologi

kriminal terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual menyimpang, dan

bagaimana kedudukan kedua cabang keilmuan tersebut dalam aplikatif

atau penerapan dalam masyarakat.

b. Mengetahui kedudukan ilmu psikologi kriminal sebagai ilmu terapan

dalam meneliti dan mempelajari aspek-aspek kejiwaan yang

mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana yang tergolong

kategori kejahatan terhadap tubuh seperti tindak pidana mutilasi atau

(human cutting body).

c. Mengetahui peranan ilmu psikologi kriminal dalam mempelajari

kondisi karakteristik kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi sebagai

(19)

pedoman pembuktian guna mencari kebenaran materil di muka

pengadilan.

Penulisan ini dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, secara praktis

penulisan ini bermanfaat bagi :

a. Masyarakat secara umum guna memberikan pemahaman secara jauh

terhadap tindak pidana mutilasi dan dampaknya secara meluas dalam

bentuk pengaruhnya sehingga masyarakat dapat melakukan upaya

pencegahan refresif terhadap tindak pidana tersebut.

b. Aparat penegak hukum dan pemerintah, yang bertujuan untuk

menegakkan sendi-sendi hukum pidana dalam mencari kebenaran

materil dari peristiwa pidana mutilasi tersebut.

Secara teoritis penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pakar hukum,

psikolog, dan civitas akademika serta para ilmuwan lainnya dalam memberikan

sumbangsih literatur dan referensi berkaitan dengan tindak pidana mutilasi.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan Psikologi Kriminal

Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (studi kasus

putusan pengadilan negeri Depok No: 224/Pid.B/2009/PN. Depok)” ini

merupakan penulisan asli yang belum pernah terdapat dalam berbagai literatur

manapun. Dalam penulisan skripsi ini didasarkan kepada penalaahan berbagai

(20)

yang memiliki keterkaitan dengan penulisan skripsi secara sistematis menjadi

rujukan bahan dalam penulisan.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Ilmu Psikologi

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari bahasa yunani kuno yaitu dari

kata-kata:6

a. psyche, yang berarti Jiwa ; dan

b. logos (ology), yang berarti Ilmu Pengetahuan

Jadi secara etimologis, psikologi berarti ilmu jiwa yaitu ilmu yang

mempelajari tentang jiwa baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya

maupun latar belakangnya.

Namun ada beberapa ahli yang kurang sependapat bahwa pengertian

psikologi itu benar-benar sama dengan ilmu jiwa, walaupun ditinjau dari arti kata

kedua istilah itu sama. perbedaannya terletak pada7

a. Ilmu jiwa :

:

- Merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan dikenal setiap

orang ;

- Meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan dan

spekulasi mengenai jiwa ;

6

Chainur Arrasjid, Pengantar Psikologi Kriminal, (Medan : Yani Corporation,1988),

hlm. 1

7

Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahapan

(21)

- Istilah lmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa pada umumnya ;

b. Psikologi :

- Merupakan istilah ilmu pengetahuan atau scientific yang dipakai

untuk menunjukkan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak

ilmiah ;

- Meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara

sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi

syarat-syaratnya seperti yang dimufakati sarjana-sarjana psikologi pada

zaman sekarang ini ;

- Istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut

norma-norma ilmiah modern.

Secara umum psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari

tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.

Namun jelas bahwa yang disebut dengan ilmu jiwa belum tentu termasuk

psikologi. Akan tetapi, setiap berbicara tentang psikologi termasuk dalam ilmu

jiwa. Dengan demikian terdapat perbedaan jelas mengenai ilmu psikologi dan

ilmu jiwa termasuk dalam lingkup objek penelitian dari masing-masing bidang

keilmuan tersebut.

Psikologi merupakan suatu jenis ilmu pengetahuan yang menjadi

pertanyaan mengenai kedudukan, dan peranannya jika dibandingkan dengan

psikiatri, beberapa pakar mengemukakan definisi tentang psikologi itu sebagai

berikut :8

8

(22)

a. Woodworth

Psikologi adalah penasihat profesional dengan menggunakan peralatan

ilmiah, member tes dan Konseling pada individu dalam berbagai area

penyesuaian diri atau adjustment pada persoalan yang penting

b. Americal Psycological Association clinical section

Psikologi adalah penentuan kapasistas dan karakteristik tingkah laku

individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment,

analisa dan observasi dalam membantu penyesuaian diri individu secara

tepat

Banyak orang yang mengartikan psikologi dalam berbagai pengertian,

Psikologi itu sendiri mengandung pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan

perkembangan dari ilmu itu sendiri, pengertian psikologi menurut para ahli adalah

sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :

a. TH. F.Hoult9

Psikologi adalah suatu disiplin yang secara sistematis mempelajari

perkembangan dan berfungsinya factor-faktor mental dan emosional

dari jiwa manusia

b. Robert J. Wicks10

Psikologi adalah suatu ilmu tentang perikelakuan

c. Edwin G. Boring dan Herbert S Langelfeld11

9

Soerjono Soekanto, Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 1989), hlm. 13

10

Soerjono Soekanto, Ibid, hlm. 14

11

(23)

Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia

d. Clifford T Morgan12

“Psycology is the science of human and animal behavior” . artinya

adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan

hewan.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disusunlah suatu definisi atau

pengertian umum oleh Sarlito Wirawan Sarwono yang merupakan rangkuman dari

beberapa pengertian, yaitu:13

2. Pengertian Psikologi Kriminal

“Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia

dalam hubungannya dengan lingkungannya”.

Terdapat empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji

hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat kepada

perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan

penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. Ketiga, menguji tingkatan dimana

dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat, dan

keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe

dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan.14

Psikologi kriminal merupakan cabang ilmu psikologi terapan yang

dipergunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan kausalitas antara kondisi

12

Morgan,King,Robinson, Introduction To Psycology, Sixth Edition (New York :

Mcgrows Hill Book Company Inc, 1979)

13

George Boeree, Personality Theori, (Jakarta : Prismha Sophie,2008), hlm. 4

14

(24)

karakteristik dan deternimistik jiwa pelaku tindak pidana terhadap sebab-sebab

terjadinya kejahatan. Mengenai definisi dari Psikologi Kriminal itu sendiri, para

sarjana memberikan pendapatnya sebagai berikut :

a. Sigmund Freud15

Psikologi kriminal dengan menggunakan teori psikoanalisa

menghubungkan antara delinquent (kejahatan) dan perilaku kriminal

dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai

sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga

tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan individu

b. W.A Bonger16

Sehubungan dengan psikologi kriminal, memiliki definisi yang meliputi

dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit meliputi pelajaran

jiwa si penjahat secara perorangan. Dalam arti luas, meliputi arti sempit

serta jiwa penjahat pengolongan, terlibatnya seseorang atau golongan baik

langsung maupun tidak langsung serta akibat-akibatnya.

c. Lundin,R.W17

Theories and system of criminal psychology, yaitu melihat pada proses

bawah sadar dari jiwa individu terhadap adanya probablitas individu

melakukan kejahatan.

Walaupun para sarjana diatas adalah dari kalangan psikiatri (merupakan

bagian ilmu kedokteran), tetapi mereka membuka jalan terhadap pemikiran

15

Topo Santoso,dkk. Ibid, hlm. 51

16

Chainur Arrasjid, Log.Cit, hlm. 2

17

(25)

psikologi kriminal, demi untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan dalam

rangka menegakkan hak-hak asasi manusia.18

3. Pengertian Penyimpangan Perilaku Seksual

Secara tradisional, psikologi cenderung mengabaikan masyarakat yang

mengalami penyimpangan perilaku seksual semisal lesbian dan gay atau

menganggap mereka sebagai orang abnormal. Bahkan, sampai tahun 1974,

diagnostic and statistical manual of mental disorder (sistem untuk menjelaskan

dan mendiagnosa gangguan mental) memasukkan penyimpangan seksual sebagai

gangguan mental. 19

British psychological society membuka bagian gay dan lesbian pada tahun

1999 dengan tujuan untuk memperbaiki pemahaman psikologi masyarakat dan

menggunakan psikologi untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Pada tataran

praktis, ahli psikologi juga bisa memberikan sumbangan dalam menjelaskan dan Meskipun demikian, banyak penelitian telah diteruskan seputar penjelasan

mengapa ada orang tertentu mengalami kondisi penyimpangan perilaku seksual.

Keadaan ini tetap mengidentifikasikan bahwa penyimpangan perilaku seksual

masih perlu diperjelas alasannya secara kebetulan, istilah “penyimpangan perilaku

seksual” itu sendiri problematis, diasosiasikan dengan stereotip negatif dan

gagasan bahwa individu yang mengalami penyimpangan perilaku seksual sudah

menjadi istilah internasional untuk studi psikologi yang membicarakan

permasalahan penyimpangan orientasi seksual.

18

Chainur Arrasjid, Ibid, hlm. 4

19

(26)

mengatasi permasalahan penyimpangan perilaku seksual sampai permasalahan

kecenderungan untuk bereaksi negatif terhadap individu yang mengalami

penyimpangan perilaku seksual.

Sebelum sampai kedalam tahapan definisi Penyimpangan perilaku seksual

itu sendiri, terlebih dahulu dikemukakan mengenai indentifikasi yang bersifat

komperatif antara kondisi jiwa normal dan kondisi jiwa yang dikategorikan

abnormal dimana penyimpangan perilaku seksual termasuk kedalam kategori

abnormal. Adapun mengenai kondisi kejiwaan normal dapat didefinisikan sebagai

berikut :

a. Winkel20

Sehat atau normal adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,

mental, dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa

absennya atau keadaan lemah tertentu ;

b. Karl Menninger21

Kesehatan mental adalah penyesuaian manusia terhadap dunia dan satu

sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. Ia

bukan hanya berupa efisiensi atau hanya perasaan puas atau keluwesan

dalam mematuhi aturan permainan dengan riang hati. Kesehatan

mental mencakup itu semua. Kesehatan mental meliputi kemampuan

menahan diri, menunjukkan kecerdesan, berprilaku dengan

menenggang perasaan orang lain dan sikap hidup yang bahagia ;

20

Tristiadi Ardhi Ardani,dkk. Log.Cit, hlm. 16

21

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta : Raja Grafindo

(27)

c. H.B. English 22

Kesehatan Mental adalah keadaan yang relatif tetap dimana sang

pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri atau

realisasi diri. Kesehatan mental merupakan keadaan Positif bukan

sekedar absennya gangguan mental ;

d. W. W.Boehm23

Kesehatan mental meliputi suatu keadaan dan taraf keterlibatan sosial

yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan bagi orang

yang bersangkutan.

Sebaliknya, ada beberapa kriteria baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama dapat dipakai atau untuk menentukan atau mengukur kategori

abnormalitas kejiwaan individu yaitu sebagai berikut :24

a. Penyimpangan dari norma-norma statistik

Kriteria ini berkaitan dengan sifat kepribadian tertentu seperti agresif,

dimana makin jauh dari nilai rata-rata baik kearah kiri maupun kanan

kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrim yang

saling berkonotasi negarif.

b. Penyimpangan dari norma-norma sosial

Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas yaitu

sifat yang tidak patuh atau sejalan dengan norma sosial. Inilah yang

disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim

22

Tristiadi Ardhi Ardani, Op.Cit, hlm. 42

23

George Boerry, Log.Cit, hlm. 37

24

(28)

adalah normal, sedangkan perbuatan yang tidak sesuai dikategorikan

sebagai penyimpangan.

c. Gejala salah suai (maladjusment)

Abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam

menghadapi, menanggapi, menangani, atau laksanakan

tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber

dari kebutuhannya sendiri.

d. Tekanan Batin

Abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi,

atau sedih atau bahkan perasaan bersalah.

e. Ketidakmatangan

Seseorang dikatakan abnormal bila perilakunya tidak sesuai dengan

tingkat usianya, tidak selaras dengan situasinya.

Berdasarkan pengertian secara dikotomis terhadap kondisi kejiwaan

individu tersebut maka diperoleh pemahaman atau kesimpulan berkaitan dengan

pengertian penyimpangan perilaku seksual sebagaimana dikemukakan oleh Anna

Freud adalah sebagai berikut, penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang

ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak

sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah

menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini

bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari

lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.”25

25

(29)

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui mengenai keterkaitan

atau hubungan kausalitas antara kondisi kejiwaan dengan pengalaman secara

psikologis yang mengakibatkan berubahnya orientasi seksual seseorang.

4. Pengertian Mutilasi

Dalam membahas mengenai terminologi kata atau istilah mutilasi hal ini

memiliki pengertian atau penafsiran makna dengan kata amputasi sebagaimana

yang sering dipergunakan dalam istilah medis kedokteran. Menurut beberapa

sarjana peristilahan kata mutilasi dapat diartikan dalam terminologi sebagai

berikut :

a. Zax Specter26

Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian

tubuh manusia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya

b. Ruth Winfred27

Mutilasi atau amputasi atau disebut juga dengan flagelasi adalah

pembedahan dengan membuang bagian tubuh

c. Definisi Black Law Dictionary28

memberikan definisi mengenai mutilasi atau (mutilation) sebagai “the

act of cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the vistim’s capacity for self-defense

26

Gilin Grosth, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, (Yogyakarta : Prima Aksara,2004),

hlm. 73

27

Supardi Ramlan, Patofisiologi Umum, (Bandung : Rineka Cipta, 1998), hlm. 35

28

(30)

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat dipahami bahwa mutilasi atau

amputasi adalah suatu keadaan, kegiatan yang secara sengaja memisahkan,

memotong, membedah atau membuang satu atau beberapa bagian dari tubuh yang

menyebabkan berkurang atau tidak berfungsinya organ tubuh.

Definisi terhadap mutilasi atau amputasi itu sendiri memiliki perbedaan

dengan kategori tindak pidana mutilasi, selain dikarenakan kepentingan medis

terhadap keselamatan jiwa individu juga terdapat beberapa ciri atau karakteristik

mendasar yang membedakannya dengan tindak pidana mutilasi yaitu adanya

indikasi bedah amputasi berupa :29

a. Iskemia karena penyakit rekularisasi perifer, biasanya pada orang tua seperti orang yang terkena artheroklerosis dan diabetes mellitus

b. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal

injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti

pagets disease dan kelainan congenital.

Disamping itu didalam bedah mutilasi itu sendiri memperguanakan

metode secara tersistematis sehingga berbeda dengan tindak pidana mutilasi, yaitu

sebagai berikut :30

a. Metode terbuka (guillotine amputasi)

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.

Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka

bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi

b. Metode tertutup (flap amputasi)

29

Supardi Ramlan, Op.Cit, hlm. 41

30

(31)

Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit

pada daerah yang diamputasi.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik suatu pemahaman jelas

mengenai definisi mutilasi dalam kepentingan medis.

Dalam sejarah peradaban manusia, sebenarnya terdapat tindakan mutilasi

yang secara budaya dapat diterima atau dibenarkan. Atas dasar ini mutilasi tidak

hanya terbatas pada tindakan memotong-motong tubuh manusia yang satu oleh

manusia yang lain, tetapi juga mencakup tindakan yang menyebabkan luka tubuh,

dan biasanya tidak menyebabkan kematian.31

Uraian terdahulu menggambarkan bahwa mutilasi memiliki beberapa

dimensi, seperti dimensi perencanaan (direncanakan-tidak direncanakan),

dimensi pelaku (individu-kolektif), dan dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi

kesehatan atau medis. Dengan demikian, perbuatan memutilasi tidak dapat

dipukul rata sebagai tindakan kriminal yang dapat dikenakan sanksi pidana. Dari

Mutilasi dalam perspektif budaya telah diketengahkan terdahulu, yakni

berkenaan dengan memutilasi baik anak laki-laki dalam hal memotong kaki dan

tangan maupun anak perempuan membakar payudara kanan di kalangan suku

Amazon. Selain ini terdapat praktik FGM (female genital mutilation) di Afrika

Barat. Di Indonesia sebenarnya terdapat juga praktik mutilasi, yakni memenggal

kepala orang atau kepala musuh pada saat terjadi perang di kalangan suku dayak

dengan tujuan untuk mengambil kekuatan dari korban (mengayau), dan

menunjukkan eksistensi dewasa pada masyarakat.

31

(32)

berbagai macam jenis mutilasi, secara umum setidaknya tindak pidana mutilasi

dibagi menjadi dua bagian yaitu :32

a. Mutilasi defensif (defensive mutilation), atau disebut juga sebagai

pemotongan atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk

menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasional dari

pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti

atau untuk menghalangi diidentifikasikannya potongan tubuh korban.

b. Mutilasi ofensif (offensive mutilation), adalah suatu tindakan irasional

yang dilakukan dalam keadaan mengamuk, “frenzied state of mind”.

Mutilasi kadang dilakukan sebelum membunuh korban.

Untuk dapat mengkategorikan mutilasi sebagai tindak pidana

dipergunakan kategori bahwa sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa

persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai

tindakan yang terlarang baik secara formil atau materil. pembagian tindakan yang

terlarang secara formil atau materil ini sebenarnya mengikut i KUHP sebagai buku

induk dari semua ketentuan hukum pidana nasional yang belaku. KUHP

membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan (misdrijven) dan

pelanggaran (overtredingen). sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika

memang didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam

undang-undang.

Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang

mengatur tindak pidana mutilasi ini secara jelas dan tegas. namun tidak berarti

32

(33)

pelaku dapat dengan bebas melakukan perbuatannnya tanpa ada hukuman. tindak

mutilasi pada hakekatnya merupakan tindakan yang sadis dengan maksud untuk

menghilangkan jiwa, meniadakan identitas korban atau penyiksaan terhadapnya.

oleh karena itu sangatlah jelas dan benar jika tindak mutilasi ini dikelompokan

sebagai tindak pidana bentuk kejahatan.

Mengenai ketentuan hukum pidana yang mengatur, KUHP sebenarnya

memberikan pengaturan yang bersifat dasar, misalnya mutilasi sebagai salah satu

bentuk penganiayaan, penganiayaan berat atau tindak pembunuhan. Hanya saja

memang sangat diakui dalam kasus yang terjadi, sangatlah jarang pelaku

melakukan mutilasi bermotifkan penganiayaan. tindakan mutilasi seringkali

terjadi sebagai rangkaian tindakan lanjutan dari tindakan pembunuhan dengan

tujuan agar bukti mayat tidak diketahui identitasnya.

F. Metode Penulisan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yaitu dengan

pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian

mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut.

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Depok, Lembaga

Pemasyarakatan Pondok Rajeg, dan yayasan konsultasi dan bimbingan

psikologi (YACOBI) jakarta.

(34)

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris,33

a. Bahan hukum primer. Berupa hasil wawancara dengan psikolog pada

yayasan dan konsultasi dan bimbingan psikologi (YACOBI) jakarta

dan wawancara dengan terdakwa Very idham henyansyah pada

lembaga pemasyarakatan Pondok Rajeg.

dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan

melakukan wawancara dengan psikolog pada yayasan konsultasi dan bimbingan

psikologi (YACOBI) jakarta dan wawancara terhadap terdakwa Very idham

henyansyah, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian

terhadap peraturan perundang-undangan, putusan perkara pidana register

1036/Pid.B/2009/PN.Depok, dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan

skripsi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum

primer seperti putusan perkara Pengadilan Negeri Depok register

1036/Pid.B/2009/PN.Depok.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti

buku dan kamus.

3. Teknik pengumpulan data

a. Library research (studi kepustakaan) yaitu mempelajari dan

menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan

33

(35)

undangan, putusan perkara register 1036/Pid.B/2009/PN.Depok dan

sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam

skripsi ini.

b. Field research (studi lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara

langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara

wawancara langsung kepada psikolog pada yayasan konsultasi dan

bimbingan psikologi (YACOBI) jakarta, dan wawancara langsung

terhadap terdakwa Very idham henyansyah di Lembaga

Pemasyarakatan Pondok Rajeg Bogor.

4. Analisis data

Analisa data dalam penulisan ini di gunakan data kualitatif, yaitu suatu

analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga

diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan psikologi kriminal

penyimpangan perilaku seksual terhadap tindak pidana mutilasi (studi kasus

putusan pengadilan negeri depok nomor : 1036/Pid.B/2009/PN.Depok), dibagi

kedalam lima bagian bab yang diderifasikan menjadi sub bab, adapun sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut :

Bab I: Pendahuluan

Terdiri dari tujuh sub bab yang mana memuat hal-hal umum mengenai

(36)

skripsi ini, didalamnya juga mengidentifikasikan rumusan masalah yang

menjadi sudut pandang atau kajian yang hendak dibahas secara

tersistematis yang diarahkan pada tujuan dan manfaat dari penulisan. Pada

bab satu juga dibahas mengenai tinjauan kepustakaan yang secara garis

besar menjadi landasan terminologi dan yuridis dalam melakukan

penulisan dengan menggunakan metode observasi yang dikomperasikan

dengan metode telaah pustaka (library research) guna menganalisis data

kuantitatif dan kualitatif sehingga dapat dijadikan bahan referensi

penulisan.

Bab II: Perilaku Seksual Menyimpang Dalam Sudut Pandang Psikologi Kriminal

Terdiri dari empat sub bab yang meliputi penelaahan teori psikologi dan

teori psikologi kriminal terhadap kondisi kejiwaan individu. Dalam bab ini

juga dibahas mengenai ragam atau jenis-jensi perilaku seksual yang

dikategorikan menyimpang serta bagaimana ilmu psikologi kriminal

memandangnya.

Bab III: Tinjauan Psikologi Kriminal Terhadap Tindak Pidana Mutilasi

Terdiri dari tiga sub bab dimana secara sistematis terdapat

pengkalsifikasian bentuk kejahatan terhadap tubuh, kaitan penyimpangan

perilaku seksual terhadap tindak pidana mutilasi serta bagaimana kajian

psikologi kriminal terhadap aspek kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi.

Bab IV: Peranan Psikologi Kriminal Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana

(37)

Terdiri dari empat sub bab yang berkaitan dengan kedudukan ilmu

psikologi kriminal itu sendiri dalam merumuskan suatu pembuktian

terhadap unsur sifat jahat (mens rea) yang terdapat dalam diri pelaku

tindak pidana mutilasi, juga bagaimana hubungan teori pemidanaan dan

pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan kondisi pemeriksaan

kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi beserta analisa kasus terhadap

putusan pengadilan negeri Depok nomor : 1036/Pid.B/2009/PN.Depok

dengan terdakwa Very Idham Henyansyah.

Bab V: Penutup

Terdiri dari 2 (dua) sub bab yang merupakan kesimpulan atau intisari dari

(38)

BAB II

TINJAUAN PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI KRIMINAL

A. Teori Psikologi Terhadap Karakter Kejiwaan Individu

Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi bertujuan untuk mengerti

suatu gejala atau fenomena. Untuk itu, psikologi memerlukan teori. Dalam

menyusun teori diperlukan data atau fakta dari pengalaman, namun tidak semua

data dapat digunakan untuk penyusunan teori, melainkan hanya data yang

memenuhi syarat yang diperoleh dari suatu eksperimen atau dengan kata lain dari

suatu pengamatan dalam suatu situasi dimana faktor-faktor yang berpengaruh

dikendalikan oleh peneliti.

Definisi dari teori itu sendiri adalah, serangkaian hipotesis atau proposisi

yang saling berhubungan tentang suatu gejala atau sejumlah gejala.34 Definisi ini

menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan teori. Dalam ilmu psikologi

dikenal adanya dua bagian besar teori mengenai kejiwaan yaitu :35

a. Teori Molar, yaitu teori tentang individu sebagai keseluruhan,

misalnya teori tentang tingkah laku individu dalam proses kelompok;

b. Teori Molekular, yaitu teori tentang fungsi-fungsi syaraf dalam tubuh

suatu organisme.

Berkaitan dengan dua aliran besar teori dalam ilmu psikologi tersebut,

memerlukan penderivasian teori oleh karena itu para sarjana psikologi menyusun

34

Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hlm. 5

35

(39)

berbagai teori pendukung dengan objek kajian kejiwaan individu, yaitu sebagai

berikut :36

a. Stimulus Response Theory;

Teori ini mendasarkan pada pernyataan bahwa tingkah laku manusia

berkembang berdasarkan rangsang dan tingkah laku balas yaitu

konsep-konsep dasar untuk menerangkan gejala tingkah laku yang

dapat diukur dan didefinisikan secara nyata

b. Teori Belajar Sosial dan Tiruan;

Menurut teori ini perkembangan kondisi jiwa individu dipengaruhi

oleh empat prinsip dalam belajar yaitu, dorongan (drive), isyarat (cue),

tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward), yang mana

saling memiliki hubungan kausalitas

c. Teori Proses Pengganti;

Menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang bersifat tiruan

merupakan suatu bentuk asosiasi suatu rangsang dengan rangsang

lainnya, yang memperkuat tingkah laku balas tetapi bukan syarat yang

penting dalam proses belajar individu, sehingga dikategorikan sebagai

proses pengganti.

Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan jiwa

individu dipengaruhi oleh faktor interaksi belajar secara sosial dari lingkungan

sekitarnya dimana efek internal individu memiliki kecenderungan untuk

mengalami perubahan.

36

Daryl Beum, Reinforcement Theory of Psychology, (Jakarta : Prima Cipta Jaya, 1998),

(40)

Selanjutnya beberapa proses psikologi diterangkan oleh beberapa

teori-teori yang mendasari tahapan perkembangan kejiwaan individu dalam suatu

kelompok masyarakat, sebagai berikut : 37

a. Teori Kognitif, umumnya menyatakan bahwa perkembangan jiwa

individu dipengaruhi oleh persepsi yang merupakan refresentasi

fenomenal tentang objek distal sebagai hasil pengorganisasian objek

distal itu sendiri;

b. Teori Disonansi Kognitif, menyatkan bahwa dalam perkembangan

jiwa individu dimungkinkan terjadi hubungan yang tidak koheren yang

menimbulkan kejanggalan yang mendorong perubahan tingkah laku

individu.

Dalam perkembangan kondisi kejiwaan manusia melalui dua proses

belajar, yaitu proses belajar secara fisik dan belajar secara psikis, dimana

seseorang mempelajari perannya dan peran orang lain dalam kontak sosial.

Selanjutnya, individu tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan

peran sosial yang dipelajarinya itu. Perkembangan kejiwaan individu erat dengan

adanya proses tingkah laku tiruan (imitation) melaui tiga mekanisme yaitu :38

a. Tingkah laku sama

Terjadi apabila dua orang bertingkah laku balas sama terhadap isyarat

yang sama sehingga tidak ditemukan suatu faktor pembeda yang

menjadi ciri khas di antara keduanya;

b. Tingkah laku tergantung

37

Daryl Beum, Ibid, hlm. 27

38

(41)

Tingkah laku tergantung timbul dalam hubungan antara dua pihak

diamana salah satu pihak memilki kelebihan dari pihak yang satu

c. Tingkah laku salinan

Tingkah laku salinan dipengaruhi oleh ganjaran dan hukuman terhadap

kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan

Dalam proses peniruan tingkah laku terdapat hubungan timbal balik antara satu

pihak yang berfungsi sebagai superior atau yang menjadi model percontohan dan

satu pihak sebagai inferior yang melakukan proses imitasi.

Menurut Erik Erikson di dalam bukunya childhood and society,

menjelaskan tahapan perkembangan karakter kejiwaan setiap individu

berdasarkan prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian kita

berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau

ketidakberhasilan tahap sebelumnya. Setiap tahapan memiliki tugas-tugas

perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat psikososial, yang

berpengaruh terhadap individu dan masyarakat.39

Selanjutnya mengenai fase-fase perkembangan jiwa manusia oleh Alfred

Adler dengan memperluas pendapat Erik Erikson dibagi kedalam delapan tahapan

yaitu:40

a. Tahap pertama oral sensory stage, terjadi pada usia nol sampai dengan

satu tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah

mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk

tidak dipercaya;

39

George Boeroee, Log.Cit, hlm. 74

40

(42)

b. Tahap kedua anal muscular stage, masa balita yang berlangsung mulai

dari usia delapan belas bulan sampai usia tiga atau empat tahun, tugas

yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah kemandirian sekaligus

memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu;

c. Tahap ketiga genital locomotor stage, disebut juga tahap bermain,

berlangsung antara usia tiga sampai dengan enam tahun, pada tahap ini

seorang individu belajar mempunyai gagasan tanpa banyak melakukan

kesalahan;

d. Tahap keempat latency stage, yang terjadi pada usia sekolah dasar

antara umur enam sampai dengan dua belas tahun, kondisi jiwa pada

masa ini adalah individu berusaha mengembangkan kemampuan kerja

keras dan menghindari perasaan rendah diri;

e. Tahap kelima teenagers stage, yang dimulai pada saat masa puber dan

berakhir pada usia delapan belas tahun, kondisi jiwa individu pada

tahap ini adalah adanya pencapaian identitas pribadi (ego identity) dan

menghindari peran ganda (role confusion);

f. Tahap keenam young adulthood, yaitu usia antara delapan belas

sampai tiga puluh tahun. Usia di tahap dewasa ini lebih cair

dibandingkan tahap kanak-kanak, dan setiap orang berbeda satu sama

lain. Kondisi kejiwaan pada tahap ini adalah adanya kedekatan dengan

orang lain (intimacy);

g. Tahap ketujuh middle adulthood, dalam tahap ini tercakup periode

(43)

Kondisi jiwa dalam tahap ini adalah adanya pemikiran mengabdikan

diri untuk keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativity)

dengan tidak berbuat apa-apa (stagnation);

h. Tahap kedelapan late adulthood, berkisar pada usia diatas enam puluh

tahun, kondisi pada tahap terakhir ini adalah adanya integritas ego dan

berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan;

Setiap tahapan harus dilalui sebagaimana mestinya guna memperoleh daya tahan

psikososial dalam kehidupan interaksi sosial didalam masyarakat guna

menghindari keterhambatan perkembangan jiwa (malignansi) yang bersifat

negatif.

Menurut psikologi perkembangan, bahwa selama masa kehidupan manusia

mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan, yaitu :41

a. Masa Progresif

Adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya baik

fisik maupun phisikis. Secara fisik maksudnya adalah sejak kelahiran

manusia hingga menjadi manusia yang beranjak dewasa. Begitu juga

psikisnya atau hidup kejiwaanya berkembang dari fungsi yang paling

sederhana mengarah ke fungsi yang paling kompleks yang

menggambarkan tingkat kematangan individu;

b. Masa stabil

Disebut sebagai masa stabil adalah karena pada masa ini tidak terdapat

perubahan-perubahan yang besar baik secara fisik maupun phsikis,

41

(44)

oleh karena masa ini merupakan masa pengukuhan fungsi-fungsi yang

sudah dimilikinya pada masa sebelumnya;

c. Masa Regresif

Merupakan masa dimana individu mengalami kemunduran baik berupa

fisik maupun phsikis;

Berdasarkan penjelasan teori psikologi perkembangan tersebut, dapat dilihat

pola-pola psikodinamika yang memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda antara satu

dengan lainnya oleh karena tingkat perkembangan kehidupan manusia yang

senantiasa berkembang setiap saat dalam mencapai kematangan sosial.

Proses perkembangan kepribadian dan kejiwaan dari diri seorang individu

merupakan salah satu syarat mutlak untuk menunjukkan eksistensinya dalam

masyarakat, sebagaimana makhluk sosial baik secara internal maupun secara

eksternal.

B. Teori Psikologi Kriminal Terhadap Kejahatan

Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu

tingkah laku manusia yang melanggar hukum di tentukan oleh instansi-instansi

yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Maksudnya tingkah laku manusia

pada dasarnya di sadari oleh basic needs yang menentukan aktivitas manusia itu.42

Dalam mengidentifikasi permasalahan mengenai adanya kecenderungan

individu untuk berprilaku kriminal adalah dengan menggunakan teori-teori

psikologi yang berpangkal pada pendekatan transorientasional mencakup proses

42

(45)

penilaian sosial (social judgement), proses pemberian sifat (atribution), proses

kelompok (group process) serta teori peran.43

a. Teori perbandingan sosial

Adapun mengenai teori-teori

tersebut adalah sebagai berikut :

44

Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling

mempengaruhi dan Perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial

ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self

evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan

diri dengan orang lain;

b. Teori inferensi45

Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menerangkan kesimpulan

pengamatan terhadap perilaku tertentu dari orang lain atau niat (jahat)

dari orang lain tersebut;

Berdasarkan penelaahan kedua teori diatas diketahui bahwa pemahaman akan

orientasi permasalahan psikologi kriminal adalah terhadap terjadinya persaingan

dalam proses interaksi sosial dimana dilakukan dengan pengamatan yang

diorientasikan terhadap adanya identifikasi unsur sikap jahat atau mens rea dari

individu.

Tinjauan psikologi dalam dapat dikategorikan sebagai pisau analisis dalam

memahami tingkah laku individu yang memilki kerentanan untuk berprilaku jahat,

43

Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hal 169

44

Festinger, Comparative Social Phsychology Theorie, (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm.

170

45

(46)

berdasarkan hal tersebut Sigmund Freud mengungkapkan teori mengenai

structure personality sebagai berikut :46

a. Das Es atau Id, merupakan sumber gejala sesuatu yang terlupa dan

unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama lahir adalah merupakan

kekuatan-kekuatan hidup seperti nafsu, dan instink yang terlupa.

b. Das Ich atau Ego, merupakan pusat seluruh perawakan jiwa dan

khususnya inti daripada alam sadar.

c. Das uber ich atau superego, merupakan instansi puncak jika

dibandingkan dengan instansi yang lain (das es dan das ich), segala

norma-norma dan tata kehidupan yang pernah mempengaruhi das ich

membekas dan berada pada das uber ich

Ketiga unsur personality diatas meruapakan unsur yang saling berkaitan dan

saling mempengaruhi satu sama lain.

Setelah mempelajari mengenai unsur personality diatas diketahui bahwa

seseorang yang melakukan perilaku terlarang karena hati nurani, atau superego

begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego nya (yang berperan sebagai suatu

penengah antara superego dan id) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan

dari id (bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang

kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi).

Berkaitan dengan studi mengapa individu memiliki kecenderungan untuk

berprilaku disasosiatif terhadap kondisi di lingkungannya dengan melakukan

perbuatan-perbuatan yang di identifikasikan sebagai perbuatan jahat, para tokoh

46

(47)

psikologi mempertimbangkan suatu variasi dan kemungkinan cacat dalam

kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai di masa kecil,

kehilangan hubungan dengan lingkungan, perkembangan moral yang lemah.47

Kejahatan memiliki keterkaitan dengan kondisi individu penjahat, terdapat

teori-teori yang mengemukakan variabel mengapa individu berperilaku jahat yaitu

sebagai berikut :

Para sarjana psikologi tersebut mengkaji bagaimana agresi di pelajari, situasi apa

yang mendorong kekerasan atau reaksi delinquent, bagaimana kejahatan

berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian, serta asosiasi antara beberapa

kerusakan mental dan kejahatan.

48

a. Teori psikis, berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa sebab-sebab

kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang

b. Teori psikopati, berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada

intelegensia ataupun kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari

sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwa yang abnormal. Seorang

penjahat di sini terkadang tidak memilki kesadaran atas kejahatan yang

telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya.

c. Teori kejahatan sebagai gangguan kepribadian digunakan untuk

menjelaskan perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim

(kejahatan tanpa korban)

Sementara itu berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh ajaran klasik yang

didasarkan pada orientasi hedonistic psychology, menurut ajaran ini manusia

47

Topo Santoso,dkk, Log.Cit, hlm. 36

48

(48)

mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka. Suka yang

diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari

tindakan yang sama. Si petindak diperkirakan berkehendak bebas dan menentukan

pilihannya berdasarkan perhitungan hedonistis saja. Hal ini dianggap penjelasan

final dan komplit dari sebab musabab terjadinya perbuatan menyimpang yang

dikategorikan sebagai kejahatan.49

Berdasarkan alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji

hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat pada

perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian (structure personality) dari penjahat dan

bukan penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. Ketiga, menguji tingkatan

diamana dinamika-dinamika kepribadian moral beroperasi dalam diri penjahat dan

keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe

dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan.50

Pendekatan psychoanalitic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik

fungsi normal maupun fungsi asosial, tiga prinsip dasar dari pendekatan ini

menarik kalangan psikologis yang mempelajari kejahatan, yaitu tindakan dan

tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan

masa anak-anak mereka, tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalinan

dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan, kejahatan pada

dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis dalam diri individu yang

tidak dapat dikendalikan atau di kontrol.51

49

Topo Santoso, dkk, Ibid, hlm. 28

50

George Boeree, Log.Cit, hlm. 93

51

(49)

C. Ragam Bentuk Penyimpangan Perilaku Seksual

Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga

mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis

(heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta

makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang

dalam perilaku seksual amat banyak.

Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang

untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara

yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak

wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di

peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan

faktor genetik.52

a. Homoseksual

Berdasarkan definisi dari penyimpangan perilaku seksual yang dikemukakan di

atas maka dapat di identifikasikan bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang

dikategorikan tidak wajar yaitu sebagai berikut :

53

Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan

seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk

penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau penderita

yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan

kenikmatan fantasi seksual secara melalui pasangan sesama jenis.

52

Kelly Brook, Education Of Sexuality For Teenager, (North Carolina : Charm press,

2001), hlm. 89

53

(50)

Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom

dalam tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual

yang didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun

dalam bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang

memungkinkan individu memiliki kecenderungan terhadapnya;

b. Sadomasokisme54

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan

seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual

dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya.

Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme

seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau

disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan

seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan

seksual;

c. Eksibisionishme55

Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya

dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang

sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit

ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi seperti ini biasanya

diderita pria, dengan memperlihatkan alat kelaminnya yang dilanjutkan

dengan masturbasi hingga ejakulasi, pada kasus penyimpangan

seksual terdapat pula penderita tanpa rasa malu menunjukkan alat

54

Festinger, Log.Cit, hlm. 116

55

Referensi

Dokumen terkait