TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI
( STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK NO : 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK )
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
MUHAMMAD YUSUF SIHITE 060200163
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI
(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK NOMOR 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
MUHAMMAD YUSUF SIHITE 060200163
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Chainur Arrasjid,SH
NIP. 131778652 NIP. 131657239 Liza Erwina,SH.M.Hum
Diketahui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar
Puja dan Puji syukur hendaknya kita panjatkan setiap saat dalam hidup
kita kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala sang Rabbul Izzati yang senantiasa
mencurahkan rahmat dan hidayahnya kepada ummat manusia di muka bumi ini.
Shalawat beriring salam seraya terhaturkan ke haribaan Nabi besar
tauladan setiap insan Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam, oleh karena atas
bimbingannya lah maka kita dapat berada pada zaman terang benderang dan
penuh khasanah keilmuan yang memperkaya eksistensi manusia sebagai khalifah
di muka bumi.
Ucapan Alhamdullilah senantiasa mengiringi aktifitas penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir skripsi yang di beri judul “Tinjauan Psikologi Kriminal
Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus
Pengadilan Negeri Depok nomor 1036/Pid.B/2009/PN. Depok).
Masalah psikologi merupakan masalah yang sering kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari oleh karena memilki keterkaitan erat dalam aktifitas
manusia. Ilmu psikologi kriminal sebagai ilmu terapan berusaha untuk
mempelajari dan mengidentifikasikan setiap bentuk factor-faktor pendorong
dalam jiwa individu untuk melakukan kejahatan sehingga dapat dicarikan suatu
mekanisme pemecahan masalah berupa solusi dalam rangka mengurangi tingkat
atau laju angka kriminalitas dalam masyarakat.
Persoalan tindak pidana mutilasi yang kian marak sebagai modus
permasalahan tersebut, sehingga aspek hukum positif di Indonesia dapat berjalan
sebagaimana mestinya guna mencari kebenaran materil dari suatu delik atau kasus
tertentu.
Dalam skripsi ini, penulis berusaha mendeskripsikan mengenai adanya
hubungan antara penyimpangan perilaku seksual dengan terjadinya tindak pidana
mutilasi yang berpijak dari sebuah studi kasus dengan dilandasi suatu tinjauan
berdasarkan ranah keilmuan psikologi kriminal yang dikaitkan dengan ketentuan
hukum positif di Indonesia.
Dalam penulisan ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun penulisan skripsi ini hingga selesai, yaitu :
a. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, semoga dalam kepemimpinan
beliau Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat lebih unggul
baik dalam segi kuantitas maupun kualitas sehingga visi USU sebagai
University For Industry dapat tercapai.
b. Bapak Abul Khair, SH.M.Hum, selaku Ketua Departeman Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ibu
Nurmalawati,SH.M.Hum, selaku sekretaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara.
c. Bapak Prof. Chainur Arrasjid, SH, selaku dosen pembimbing I penulis
yang telah banyak memberikan arahan, saran, petunjuk dan bimbingan
d. Ibu Liza Erwina,SH.M.Hum, selaku dosen pembimbing II penulis
yang telah banyak memberikan arahan, saran, petunjuk dan bimbingan
dalam penyelesaian skripsi ini.
e. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, terimakasih atas setiap bantuannya dan kerjasamanya
selama ini.
f. Ayahanda, Muhammad Ali Sihite dan Ibunda, Rosnadewi Nasution,
sujud ananda senantiasa kepada ayahanda dan ibunda yang senantiasa
mendidik ananda sedari kecil hingga sekarang dan mengajari tentang
pentingnya makna kehidupan. Sungguh bersyukur ananda
mendapatkan orangtua yang begitu perhatian dan mencurahkan
segenap kasih sayangnya dengan tulus ikhlas semoga Allah senantiasa
melindungi ayahanda dan ibunda tercinta, ananda sadar begitu banyak
dosa dan kesalahan ananda terhadap ayah dan ibu, semoga dari wisuda
ananda ini dapat menjadi setitik kecil hadiah bagi ayahanda dan
ibunda tercinta.
g. Kepada saudara-saudara penulis, Kartika Ilham Safitri Sihite, Nita
Slavia Sihite, dan Arif Sanjaya Sihite, semoga kalian senantiasa
menjadi kebanggaan orangtua, agama dan bangsa.
h. Team MCC (Moot court competition) FH USU untuk piala Abdul
Kahar Muzakar III FH UII 2009, Tere, Gading, Witra, Maria, Inggrid,
Wina, Jeffri, Rahmat, Anov, Heru, Brando, Satra, Boin, Kukuh,
i. Team Debat Konstitusi Mahkamah Konstitusi 2009, Anov, Witra dan
Wina, atas kebersamaan kita dalam memperjuangkan prestasi
gemilang bagi almamater kita.
j. Mahasiswa Grup C FH USU yang tidak mungkin di sebut satu persatu,
terimakasih untuk persahabatan kita semoga ini tidak akan berakhir
k. Untuk sahabat sekaligus saudariku Anggi dan Beby, hidupku lebih
berwarna bersama kalian, walaupun bertemu di saat akhir perkuliahan
semoga bukan akhir dari persahabatan kita melainkan sebuah awal
persaudaraan kita kedepannya.
l. Presidium HMI Komisariat FH USU Periode 2009-2010 baik sebelum
maupun sesudah ressufle, semoga makna proses dapat kita dapatkan
sebagai buah dari perjalanan kepengurusan kita, juga kepada Bidang
PA HMI Komisariat FH USU Periode 2009-2010, (panca dan andha),
terimakasih penulis ucapakan atas kerjasamanya selama ini.
m. Adinda Akbar, Dippo, Maya, Avry, Alief, Tika, Frans, Taufik,
Hendrawan.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama dalam
menambah khasanah keilmuan.
Medan, Februari 2009
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Kata pengantar i
Daftar isi v
Abstraksi viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 7
D. Keaslian Penulisan 8
E. Tinjauan Kepustakaan 9
1. Pengertian Ilmu Psikologi 9
2. Pengertian Ilmu Psikologi Kriminal 12
3. Pengertian Penyimpangan Perilaku Seksual 14
4. Pengertian Mutilasi 18
F. Metode Penulisan 22
G. Sistematika Penulisan 24
BAB II TINJAUAN PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG
DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI KRIMINAL
B. Teori Psikologi Kriminal Terhadap Kejahatan 32
C. Ragam Bentuk Penyimpangan Perilaku Seksual 37
D. Tinjauan Psikologi Kriminal Perilaku Homoseksual 42
BAB III TINJAUAN PSIKOLOGI KRIMINAL TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI
A. Tinjauan Hukum Pidana Terkait Mutilasi Sebagai Kejahatan
Terhadap Jiwa Dan Tubuh 48
B. Kaitan Penyimpangan Perilaku Homoseksual Dengan Tindak
Pidana Mutilasi 55
C. Kajian Psikologi Kriminal Terhadap Aspek Kejiwaan Pelaku
Tindak Pidana Mutilasi 63
BAB IV PERANAN PSIKOLOGI KRIMINAL DALAM PROSES
PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA MUTILASI DI MUKA PENGADILAN
A. Kaitan Teori Dan Tujuan Pemidanaan Terhadap Kejahatan
Mutilasi 70
B. Kaitan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Kondisi
Kejiwaan Pelaku Tindak Pidana Mutilasi 80
C. Pembuktian Tindak Pidana Mutilasi di Muka Pengadilan
Dalam Segi Psikologis Terdakwa Dan Segi Alat Bukti 89
1. Kronologis Kasus Dan Analisa Surat Dakwaan 98
2. Analisa Nota Keberatan Terdakwa 107
3. Analisa Proses Pembuktian di Persidangan 111
4. Analisa Surat Tuntutan Penuntut Umum 124
5. Analisa Nota Pembelaan Terdakwa 130
6. Analisa Putusan dan Kaitan Terhadap Pemidanaan 135
7. Analisa Psikologi Kriminal 143
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 149
B. Saran 152
Abstraksi
Dosen Pembimbing I
2
Dosen Pembimbing II
3
Mahasiswa Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Pidana
Kejahatan mutilasi merupakan suatu jenis tindak pidana yang digolongkan ke dalam bentuk kejahatan yang tergolong sadis (rare crime) oleh karena objek kejahatan tersebut adalah manusia baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Intensitas tindak pidana mutilasi mengalami peningkatan baik dalam bentuk latar belakang, motif maupun bentuk, yang keseluruhannya bertujuan untuk menghilangkan jejak pelaku terhadap terjadinya suatu peristiwa pidana pembunuhan.
Maraknya ragam bentuk kejahatan mutilasi, mendorong suatu penelitian intensif terhadap kondisi objektif dari latar belakang psikologis pelaku. Berdasarkan pemahaman yang di peroleh dari ilmu psikologi perkembangan, mengenai penjahat dan kejahatan dipengaruhi oleh adanya gangguan terhadap
structure personality dari pelaku kejahatan selama proses perkembangan kejiwaan
individu. Motif lain yang turut mengambil andil atau bagian penting yaitu permasalahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dalam bentuk adanya suatu kesenjangan sosial yang begitu jauh.
Faktor-faktor psikologi sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara untuk mengidentifikasikan suatu jenis kejahatan dari segi psikologis pelaku, hal ini dilakukan dalam rangka usaha baik dalam bentuk tindakan atau refresif terhadap pelaku baik dalam bentuk pemidanaan maupun usaha untuk memperbaiki kondisi psikologi pelaku yang tergolong disasosiatif, maupun dalam bentuk preventif yaitu berupa pencegahan terhadap meluasnya suatu bentuk kejahatan dalam masyarakat.
Abstraksi
Dosen Pembimbing I
2
Dosen Pembimbing II
3
Mahasiswa Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Pidana
Kejahatan mutilasi merupakan suatu jenis tindak pidana yang digolongkan ke dalam bentuk kejahatan yang tergolong sadis (rare crime) oleh karena objek kejahatan tersebut adalah manusia baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Intensitas tindak pidana mutilasi mengalami peningkatan baik dalam bentuk latar belakang, motif maupun bentuk, yang keseluruhannya bertujuan untuk menghilangkan jejak pelaku terhadap terjadinya suatu peristiwa pidana pembunuhan.
Maraknya ragam bentuk kejahatan mutilasi, mendorong suatu penelitian intensif terhadap kondisi objektif dari latar belakang psikologis pelaku. Berdasarkan pemahaman yang di peroleh dari ilmu psikologi perkembangan, mengenai penjahat dan kejahatan dipengaruhi oleh adanya gangguan terhadap
structure personality dari pelaku kejahatan selama proses perkembangan kejiwaan
individu. Motif lain yang turut mengambil andil atau bagian penting yaitu permasalahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dalam bentuk adanya suatu kesenjangan sosial yang begitu jauh.
Faktor-faktor psikologi sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara untuk mengidentifikasikan suatu jenis kejahatan dari segi psikologis pelaku, hal ini dilakukan dalam rangka usaha baik dalam bentuk tindakan atau refresif terhadap pelaku baik dalam bentuk pemidanaan maupun usaha untuk memperbaiki kondisi psikologi pelaku yang tergolong disasosiatif, maupun dalam bentuk preventif yaitu berupa pencegahan terhadap meluasnya suatu bentuk kejahatan dalam masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat tiga tradisi besar orientasi teori psikologi dalam menjelaskan dan
memprediksi perilaku manusia. Pertama, perilaku disebabkan dari alam
(deternimistik). Kedua, faktor disebabkan oleh pengaruh lingkungan atau proses
belajar. Ketiga, faktor disebabkan interaksi manusia dan lingkungan. Berdasarkan
teori-teori psikologi tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses perkembangan
kehidupan manusia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu
sama lain menjadi suatu sintesa yang membentuk karakter watak secara psikologis
tiap-tiap individu.4
Teori yang berorientasi lingkungan dalam psikologi lebih banyak dikaji
oleh behavioristik, perilaku terbentuk karena adanya pengaruh umpan balik Teori-teori yang berorientasi deternimistik lebih banyak digunkan untuk
menjelaskan fenomena kognisi lingkungan, dalam hal ini teori yang di pergunakan
adalah teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia
lebih penting daripada mempelajari perilaku tampaknya (overtbehaviour). Dari
teori ini dapat dilihat bahwa aspek pandangan dan kemampuan individu dalam
proses pembelajaran afektif, kognitif dan psikomotorik sangat berperan dalam
membentuk karakter individu, dalam proses perkembangannya sebagai individu
dalam masyarakat.
4
Kim Patricia, Introducional Psychology Science (Boston : South Carolina University,
sehingga dalam hal ini dapat diambil pemahaman bahwa karakter manusia
terbentuk karena adanya kontak antara pengaruh positif dan negatif.
Kedua orientasi tersebut bertentangan dalam menjelaskan perilaku
manusia. Orientasi ketiga merupakan sintesa terhadap teori pertama dan kedua.
Premis dasar dari teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia selain disebabkan
faktor lingkungan juga disebabkan faktor internal. Artinya manusia dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga dapat dipengaruhi manusia.
Psikologi kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
psikologi (kondisi perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang
berhubungan baik langsung maupun tak langsung dengan perbuatan yang
dilakukan dan keseluruhan-keseluruaan akibatnya.berdasarkan pengertian tersebut
maka dapat di tarik pemahaman bahwa ilmu psikologi kriminal merupakan suatu
metode yang di pergunakan guna mengidentifikasi penyebab terjadinya kejahatan
yang diakibatkan oleh kelainan perilaku atau faktor kejiwaan si pelaku tindak
pidana.
Psikologi kriminal dalam hal ini juga mempelajari tingkah laku individu
itu khususnya dan juga mengapa muncul tingkah laku asosial maupun bersifat
kriminal. Tingkah laku individu atau manusia yang asosial itu ataupun yang
bersifat kriminal tidaklah dapat dipisahkan dari manusia lain, karena manusia
yang satu dengan lainnya adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar
yang sama.
Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu
terdapat pada diri manusia itu sendiri. Hal ini tidak lain disebabkan bahwa tingkah
laku manusia yang sadar tidak mungkin dapat dipahami tanpa mempelajari
kehidupan bawah sadar dan tidak sadar yang berpengaruh kepada kesadaran
manusia.
Oleh karena itu para ahli ilmu jiwa dalam ini mencoba untuk menganalisa
tingkah laku manusia umumnya dengan cara membahas unsur-unsur intern dari
hidup pada jiwa manusia itu, hal ini lah yang dinamakan dengan structure of
personality.
Dalam penulisan skripsi ini juga ditelusuri mengenai keterkaitan antara
kejahatan mutilasi dengan penyimpangan seksual yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan psikologis. Faktor lingkungan yaitu faktor dari luar diri pelaku
(faktor ekstern) dimana pelaku berasal dari lingkungan pergaulan yang yang
terdiri atas orang-orang yang memiliki kelainan seksual. Faktor psikologis yang
berasal dari dalam jiwa atau keadaan pelaku (faktor intern). Misalnya yang
diakibatkan perlakuan penyimpangan seksual yang pernah dialami oleh individu
di masa lalu.
Menurut Sigmun Freud, mengenai gejala-gejala seksual dalam diri
individu terdapat dua fase yaitu :5
a. Pan Seksualitas, yaitu dorongan seksual adalah satu-satunya dorongan
dasar dalam individu yang bersifat primair. Dorongan ini sangat kuat,
sehingga kemungkinan kita tidak dapat menguasainya, sehingga dapat
mengakibatkan kehilangan keseimbangan. Dorongan seksual ini sudah
5
ada sejak masa kanak-kanak, suatu catatan bahwa pengertian seksual
disini bukanlah berarti hanya alat-alat kelamin (genital) saja, tetapi ia
terpencar pada seluruh daerah jasmaniah manusia itu yang disebut
daerah erogeen (eros)
b. Libido vitalitas, hal ini berkaitan erat dengan dorongan untuk
melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan seksual secara individu.
Dari berbagai bentuk penyimpangan perilaku seksual, psikologi kriminal
berusaha mengkaji dan menghubungkannya terhadap adanya faktor-faktor
penyebab atau yang melatarbelakangi terjadinya suatu kejahatan atau tindak
pidana tertentu.
Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan
bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis
perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan
jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang yang dinilai serta mendapat reaksi yang
yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang
tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu
juga dengan kejahatan mutilasi.
Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana
yang tergolong kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan
bagian-bagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata
mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan
etika dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi yaitu,
pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis.
Berdasarkan tinjauan sejarah, mutilasi merupakan sebuah budaya yang
pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak
suku-suku di dunia yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan
tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin,
suku-suku brazil, amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya
mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk
menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan female genital
mutilation (FGM), merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau
seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif.
Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam
suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai
filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan
dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk
mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk
dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para
korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian,
seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian
tubuh tersebut dibuang secara terpisah.
Maraknya modus mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi
karena berbagai faktor di samping untuk menghilangkan jejak, baik itu karena
seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai
tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor
ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku.
Tindak pidana mutilasi yang menjadi bahan kajian dalam skripsi ini adalah
mengenai putusan pengadilan negeri depok nomor register perkara
224/Pid.B/2009/PN.Depok dengan terdakwa Very Idham Henyansyah alias Ryan,
melatar belakangi penulis untuk membahas lebih jauh mengenai motif tindak
pidana mutilasi dari segi penyimpangan perilaku seksual apakah antara satu sama
lain memiliki keterkaitan yang erat, dan bagaimana tinjauan psikologi kriminal
dalam meneliti aspek-aspek kejiwaan pelaku serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pelaku, serta bagaimana peranan pemeriksaan psikologis sebagai
pembuktian unsur bersalah sehingga hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap
terdakwa.
B. Perumusan Masalah
Perlunya identifikasi terhadap permasalahan yang hendak diangkat
menjadi sebuah bahan kajian topik merupakan hal terpenting dalam menyusun
suatu karya ilmiah dalam bentuk apapun guna mempermudah bagi penulis untuk
menganilisis suatu isu hukum yang hendak dikembangkan, Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah kedudukan ilmu psikologi dan psikologi kriminal
b. Bagaimanakah tinjauan psikologi kriminal terhadap tindak pidana
mutilasi ?
c. Bagaimanakah peranan psikologi kriminal dalam proses pembuktian
perkara tindak pidana mutilasi di muka pengadilan ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Di dalam penulisan skripsi ini terdapat beberapa tujuan yang menjadi
landasan bagi penulis dalam mengidentifikasi dan menganilisis rumusan masalah
yang ada, adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
a. Guna mengetahui sudut pandang kajian ilmu psikologi dan psikologi
kriminal terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual menyimpang, dan
bagaimana kedudukan kedua cabang keilmuan tersebut dalam aplikatif
atau penerapan dalam masyarakat.
b. Mengetahui kedudukan ilmu psikologi kriminal sebagai ilmu terapan
dalam meneliti dan mempelajari aspek-aspek kejiwaan yang
mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana yang tergolong
kategori kejahatan terhadap tubuh seperti tindak pidana mutilasi atau
(human cutting body).
c. Mengetahui peranan ilmu psikologi kriminal dalam mempelajari
kondisi karakteristik kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi sebagai
pedoman pembuktian guna mencari kebenaran materil di muka
pengadilan.
Penulisan ini dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, secara praktis
penulisan ini bermanfaat bagi :
a. Masyarakat secara umum guna memberikan pemahaman secara jauh
terhadap tindak pidana mutilasi dan dampaknya secara meluas dalam
bentuk pengaruhnya sehingga masyarakat dapat melakukan upaya
pencegahan refresif terhadap tindak pidana tersebut.
b. Aparat penegak hukum dan pemerintah, yang bertujuan untuk
menegakkan sendi-sendi hukum pidana dalam mencari kebenaran
materil dari peristiwa pidana mutilasi tersebut.
Secara teoritis penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pakar hukum,
psikolog, dan civitas akademika serta para ilmuwan lainnya dalam memberikan
sumbangsih literatur dan referensi berkaitan dengan tindak pidana mutilasi.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan Psikologi Kriminal
Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (studi kasus
putusan pengadilan negeri Depok No: 224/Pid.B/2009/PN. Depok)” ini
merupakan penulisan asli yang belum pernah terdapat dalam berbagai literatur
manapun. Dalam penulisan skripsi ini didasarkan kepada penalaahan berbagai
yang memiliki keterkaitan dengan penulisan skripsi secara sistematis menjadi
rujukan bahan dalam penulisan.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Ilmu Psikologi
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari bahasa yunani kuno yaitu dari
kata-kata:6
a. psyche, yang berarti Jiwa ; dan
b. logos (ology), yang berarti Ilmu Pengetahuan
Jadi secara etimologis, psikologi berarti ilmu jiwa yaitu ilmu yang
mempelajari tentang jiwa baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya
maupun latar belakangnya.
Namun ada beberapa ahli yang kurang sependapat bahwa pengertian
psikologi itu benar-benar sama dengan ilmu jiwa, walaupun ditinjau dari arti kata
kedua istilah itu sama. perbedaannya terletak pada7
a. Ilmu jiwa :
:
- Merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan dikenal setiap
orang ;
- Meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan dan
spekulasi mengenai jiwa ;
6
Chainur Arrasjid, Pengantar Psikologi Kriminal, (Medan : Yani Corporation,1988),
hlm. 1
7
Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada Tahapan
- Istilah lmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa pada umumnya ;
b. Psikologi :
- Merupakan istilah ilmu pengetahuan atau scientific yang dipakai
untuk menunjukkan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak
ilmiah ;
- Meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi
syarat-syaratnya seperti yang dimufakati sarjana-sarjana psikologi pada
zaman sekarang ini ;
- Istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut
norma-norma ilmiah modern.
Secara umum psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
Namun jelas bahwa yang disebut dengan ilmu jiwa belum tentu termasuk
psikologi. Akan tetapi, setiap berbicara tentang psikologi termasuk dalam ilmu
jiwa. Dengan demikian terdapat perbedaan jelas mengenai ilmu psikologi dan
ilmu jiwa termasuk dalam lingkup objek penelitian dari masing-masing bidang
keilmuan tersebut.
Psikologi merupakan suatu jenis ilmu pengetahuan yang menjadi
pertanyaan mengenai kedudukan, dan peranannya jika dibandingkan dengan
psikiatri, beberapa pakar mengemukakan definisi tentang psikologi itu sebagai
berikut :8
8
a. Woodworth
Psikologi adalah penasihat profesional dengan menggunakan peralatan
ilmiah, member tes dan Konseling pada individu dalam berbagai area
penyesuaian diri atau adjustment pada persoalan yang penting
b. Americal Psycological Association clinical section
Psikologi adalah penentuan kapasistas dan karakteristik tingkah laku
individu dengan menggunakan metode-metode pengukuran assessment,
analisa dan observasi dalam membantu penyesuaian diri individu secara
tepat
Banyak orang yang mengartikan psikologi dalam berbagai pengertian,
Psikologi itu sendiri mengandung pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
perkembangan dari ilmu itu sendiri, pengertian psikologi menurut para ahli adalah
sebagaimana dikemukakan sebagai berikut :
a. TH. F.Hoult9
Psikologi adalah suatu disiplin yang secara sistematis mempelajari
perkembangan dan berfungsinya factor-faktor mental dan emosional
dari jiwa manusia
b. Robert J. Wicks10
Psikologi adalah suatu ilmu tentang perikelakuan
c. Edwin G. Boring dan Herbert S Langelfeld11
9
Soerjono Soekanto, Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1989), hlm. 13
10
Soerjono Soekanto, Ibid, hlm. 14
11
Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia
d. Clifford T Morgan12
“Psycology is the science of human and animal behavior” . artinya
adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan
hewan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disusunlah suatu definisi atau
pengertian umum oleh Sarlito Wirawan Sarwono yang merupakan rangkuman dari
beberapa pengertian, yaitu:13
2. Pengertian Psikologi Kriminal
“Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia
dalam hubungannya dengan lingkungannya”.
Terdapat empat alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji
hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat kepada
perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian dari penjahat dan bukan
penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. Ketiga, menguji tingkatan dimana
dinamika-dinamika kepribadian normal beroperasi dalam diri penjahat, dan
keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe
dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan.14
Psikologi kriminal merupakan cabang ilmu psikologi terapan yang
dipergunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan kausalitas antara kondisi
12
Morgan,King,Robinson, Introduction To Psycology, Sixth Edition (New York :
Mcgrows Hill Book Company Inc, 1979)
13
George Boeree, Personality Theori, (Jakarta : Prismha Sophie,2008), hlm. 4
14
karakteristik dan deternimistik jiwa pelaku tindak pidana terhadap sebab-sebab
terjadinya kejahatan. Mengenai definisi dari Psikologi Kriminal itu sendiri, para
sarjana memberikan pendapatnya sebagai berikut :
a. Sigmund Freud15
Psikologi kriminal dengan menggunakan teori psikoanalisa
menghubungkan antara delinquent (kejahatan) dan perilaku kriminal
dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai
sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga
tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan individu
b. W.A Bonger16
Sehubungan dengan psikologi kriminal, memiliki definisi yang meliputi
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit meliputi pelajaran
jiwa si penjahat secara perorangan. Dalam arti luas, meliputi arti sempit
serta jiwa penjahat pengolongan, terlibatnya seseorang atau golongan baik
langsung maupun tidak langsung serta akibat-akibatnya.
c. Lundin,R.W17
Theories and system of criminal psychology, yaitu melihat pada proses
bawah sadar dari jiwa individu terhadap adanya probablitas individu
melakukan kejahatan.
Walaupun para sarjana diatas adalah dari kalangan psikiatri (merupakan
bagian ilmu kedokteran), tetapi mereka membuka jalan terhadap pemikiran
15
Topo Santoso,dkk. Ibid, hlm. 51
16
Chainur Arrasjid, Log.Cit, hlm. 2
17
psikologi kriminal, demi untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan dalam
rangka menegakkan hak-hak asasi manusia.18
3. Pengertian Penyimpangan Perilaku Seksual
Secara tradisional, psikologi cenderung mengabaikan masyarakat yang
mengalami penyimpangan perilaku seksual semisal lesbian dan gay atau
menganggap mereka sebagai orang abnormal. Bahkan, sampai tahun 1974,
diagnostic and statistical manual of mental disorder (sistem untuk menjelaskan
dan mendiagnosa gangguan mental) memasukkan penyimpangan seksual sebagai
gangguan mental. 19
British psychological society membuka bagian gay dan lesbian pada tahun
1999 dengan tujuan untuk memperbaiki pemahaman psikologi masyarakat dan
menggunakan psikologi untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Pada tataran
praktis, ahli psikologi juga bisa memberikan sumbangan dalam menjelaskan dan Meskipun demikian, banyak penelitian telah diteruskan seputar penjelasan
mengapa ada orang tertentu mengalami kondisi penyimpangan perilaku seksual.
Keadaan ini tetap mengidentifikasikan bahwa penyimpangan perilaku seksual
masih perlu diperjelas alasannya secara kebetulan, istilah “penyimpangan perilaku
seksual” itu sendiri problematis, diasosiasikan dengan stereotip negatif dan
gagasan bahwa individu yang mengalami penyimpangan perilaku seksual sudah
menjadi istilah internasional untuk studi psikologi yang membicarakan
permasalahan penyimpangan orientasi seksual.
18
Chainur Arrasjid, Ibid, hlm. 4
19
mengatasi permasalahan penyimpangan perilaku seksual sampai permasalahan
kecenderungan untuk bereaksi negatif terhadap individu yang mengalami
penyimpangan perilaku seksual.
Sebelum sampai kedalam tahapan definisi Penyimpangan perilaku seksual
itu sendiri, terlebih dahulu dikemukakan mengenai indentifikasi yang bersifat
komperatif antara kondisi jiwa normal dan kondisi jiwa yang dikategorikan
abnormal dimana penyimpangan perilaku seksual termasuk kedalam kategori
abnormal. Adapun mengenai kondisi kejiwaan normal dapat didefinisikan sebagai
berikut :
a. Winkel20
Sehat atau normal adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,
mental, dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa
absennya atau keadaan lemah tertentu ;
b. Karl Menninger21
Kesehatan mental adalah penyesuaian manusia terhadap dunia dan satu
sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. Ia
bukan hanya berupa efisiensi atau hanya perasaan puas atau keluwesan
dalam mematuhi aturan permainan dengan riang hati. Kesehatan
mental mencakup itu semua. Kesehatan mental meliputi kemampuan
menahan diri, menunjukkan kecerdesan, berprilaku dengan
menenggang perasaan orang lain dan sikap hidup yang bahagia ;
20
Tristiadi Ardhi Ardani,dkk. Log.Cit, hlm. 16
21
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta : Raja Grafindo
c. H.B. English 22
Kesehatan Mental adalah keadaan yang relatif tetap dimana sang
pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri atau
realisasi diri. Kesehatan mental merupakan keadaan Positif bukan
sekedar absennya gangguan mental ;
d. W. W.Boehm23
Kesehatan mental meliputi suatu keadaan dan taraf keterlibatan sosial
yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan bagi orang
yang bersangkutan.
Sebaliknya, ada beberapa kriteria baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dapat dipakai atau untuk menentukan atau mengukur kategori
abnormalitas kejiwaan individu yaitu sebagai berikut :24
a. Penyimpangan dari norma-norma statistik
Kriteria ini berkaitan dengan sifat kepribadian tertentu seperti agresif,
dimana makin jauh dari nilai rata-rata baik kearah kiri maupun kanan
kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrim yang
saling berkonotasi negarif.
b. Penyimpangan dari norma-norma sosial
Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas yaitu
sifat yang tidak patuh atau sejalan dengan norma sosial. Inilah yang
disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim
22
Tristiadi Ardhi Ardani, Op.Cit, hlm. 42
23
George Boerry, Log.Cit, hlm. 37
24
adalah normal, sedangkan perbuatan yang tidak sesuai dikategorikan
sebagai penyimpangan.
c. Gejala salah suai (maladjusment)
Abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam
menghadapi, menanggapi, menangani, atau laksanakan
tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber
dari kebutuhannya sendiri.
d. Tekanan Batin
Abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi,
atau sedih atau bahkan perasaan bersalah.
e. Ketidakmatangan
Seseorang dikatakan abnormal bila perilakunya tidak sesuai dengan
tingkat usianya, tidak selaras dengan situasinya.
Berdasarkan pengertian secara dikotomis terhadap kondisi kejiwaan
individu tersebut maka diperoleh pemahaman atau kesimpulan berkaitan dengan
pengertian penyimpangan perilaku seksual sebagaimana dikemukakan oleh Anna
Freud adalah sebagai berikut, penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang
ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak
sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini
bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari
lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.”25
25
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diketahui mengenai keterkaitan
atau hubungan kausalitas antara kondisi kejiwaan dengan pengalaman secara
psikologis yang mengakibatkan berubahnya orientasi seksual seseorang.
4. Pengertian Mutilasi
Dalam membahas mengenai terminologi kata atau istilah mutilasi hal ini
memiliki pengertian atau penafsiran makna dengan kata amputasi sebagaimana
yang sering dipergunakan dalam istilah medis kedokteran. Menurut beberapa
sarjana peristilahan kata mutilasi dapat diartikan dalam terminologi sebagai
berikut :
a. Zax Specter26
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian
tubuh manusia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
b. Ruth Winfred27
Mutilasi atau amputasi atau disebut juga dengan flagelasi adalah
pembedahan dengan membuang bagian tubuh
c. Definisi Black Law Dictionary28
memberikan definisi mengenai mutilasi atau (mutilation) sebagai “the
act of cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the vistim’s capacity for self-defense
26
Gilin Grosth, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, (Yogyakarta : Prima Aksara,2004),
hlm. 73
27
Supardi Ramlan, Patofisiologi Umum, (Bandung : Rineka Cipta, 1998), hlm. 35
28
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat dipahami bahwa mutilasi atau
amputasi adalah suatu keadaan, kegiatan yang secara sengaja memisahkan,
memotong, membedah atau membuang satu atau beberapa bagian dari tubuh yang
menyebabkan berkurang atau tidak berfungsinya organ tubuh.
Definisi terhadap mutilasi atau amputasi itu sendiri memiliki perbedaan
dengan kategori tindak pidana mutilasi, selain dikarenakan kepentingan medis
terhadap keselamatan jiwa individu juga terdapat beberapa ciri atau karakteristik
mendasar yang membedakannya dengan tindak pidana mutilasi yaitu adanya
indikasi bedah amputasi berupa :29
a. Iskemia karena penyakit rekularisasi perifer, biasanya pada orang tua seperti orang yang terkena artheroklerosis dan diabetes mellitus
b. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal
injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti
pagets disease dan kelainan congenital.
Disamping itu didalam bedah mutilasi itu sendiri memperguanakan
metode secara tersistematis sehingga berbeda dengan tindak pidana mutilasi, yaitu
sebagai berikut :30
a. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka
bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi
b. Metode tertutup (flap amputasi)
29
Supardi Ramlan, Op.Cit, hlm. 41
30
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit
pada daerah yang diamputasi.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik suatu pemahaman jelas
mengenai definisi mutilasi dalam kepentingan medis.
Dalam sejarah peradaban manusia, sebenarnya terdapat tindakan mutilasi
yang secara budaya dapat diterima atau dibenarkan. Atas dasar ini mutilasi tidak
hanya terbatas pada tindakan memotong-motong tubuh manusia yang satu oleh
manusia yang lain, tetapi juga mencakup tindakan yang menyebabkan luka tubuh,
dan biasanya tidak menyebabkan kematian.31
Uraian terdahulu menggambarkan bahwa mutilasi memiliki beberapa
dimensi, seperti dimensi perencanaan (direncanakan-tidak direncanakan),
dimensi pelaku (individu-kolektif), dan dimensi ritual atau inisiasi, serta dimensi
kesehatan atau medis. Dengan demikian, perbuatan memutilasi tidak dapat
dipukul rata sebagai tindakan kriminal yang dapat dikenakan sanksi pidana. Dari
Mutilasi dalam perspektif budaya telah diketengahkan terdahulu, yakni
berkenaan dengan memutilasi baik anak laki-laki dalam hal memotong kaki dan
tangan maupun anak perempuan membakar payudara kanan di kalangan suku
Amazon. Selain ini terdapat praktik FGM (female genital mutilation) di Afrika
Barat. Di Indonesia sebenarnya terdapat juga praktik mutilasi, yakni memenggal
kepala orang atau kepala musuh pada saat terjadi perang di kalangan suku dayak
dengan tujuan untuk mengambil kekuatan dari korban (mengayau), dan
menunjukkan eksistensi dewasa pada masyarakat.
31
berbagai macam jenis mutilasi, secara umum setidaknya tindak pidana mutilasi
dibagi menjadi dua bagian yaitu :32
a. Mutilasi defensif (defensive mutilation), atau disebut juga sebagai
pemotongan atau pemisahan anggota badan dengan tujuan untuk
menghilangkan jejak setelah pembunuhan terjadi. Motif rasional dari
pelaku adalah untuk menghilangkan tubuh korban sebagai barang bukti
atau untuk menghalangi diidentifikasikannya potongan tubuh korban.
b. Mutilasi ofensif (offensive mutilation), adalah suatu tindakan irasional
yang dilakukan dalam keadaan mengamuk, “frenzied state of mind”.
Mutilasi kadang dilakukan sebelum membunuh korban.
Untuk dapat mengkategorikan mutilasi sebagai tindak pidana
dipergunakan kategori bahwa sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai
tindakan yang terlarang baik secara formil atau materil. pembagian tindakan yang
terlarang secara formil atau materil ini sebenarnya mengikut i KUHP sebagai buku
induk dari semua ketentuan hukum pidana nasional yang belaku. KUHP
membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan (misdrijven) dan
pelanggaran (overtredingen). sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika
memang didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam
undang-undang.
Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang
mengatur tindak pidana mutilasi ini secara jelas dan tegas. namun tidak berarti
32
pelaku dapat dengan bebas melakukan perbuatannnya tanpa ada hukuman. tindak
mutilasi pada hakekatnya merupakan tindakan yang sadis dengan maksud untuk
menghilangkan jiwa, meniadakan identitas korban atau penyiksaan terhadapnya.
oleh karena itu sangatlah jelas dan benar jika tindak mutilasi ini dikelompokan
sebagai tindak pidana bentuk kejahatan.
Mengenai ketentuan hukum pidana yang mengatur, KUHP sebenarnya
memberikan pengaturan yang bersifat dasar, misalnya mutilasi sebagai salah satu
bentuk penganiayaan, penganiayaan berat atau tindak pembunuhan. Hanya saja
memang sangat diakui dalam kasus yang terjadi, sangatlah jarang pelaku
melakukan mutilasi bermotifkan penganiayaan. tindakan mutilasi seringkali
terjadi sebagai rangkaian tindakan lanjutan dari tindakan pembunuhan dengan
tujuan agar bukti mayat tidak diketahui identitasnya.
F. Metode Penulisan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yaitu dengan
pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian
mengadakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut.
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Depok, Lembaga
Pemasyarakatan Pondok Rajeg, dan yayasan konsultasi dan bimbingan
psikologi (YACOBI) jakarta.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris,33
a. Bahan hukum primer. Berupa hasil wawancara dengan psikolog pada
yayasan dan konsultasi dan bimbingan psikologi (YACOBI) jakarta
dan wawancara dengan terdakwa Very idham henyansyah pada
lembaga pemasyarakatan Pondok Rajeg.
dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan
melakukan wawancara dengan psikolog pada yayasan konsultasi dan bimbingan
psikologi (YACOBI) jakarta dan wawancara terhadap terdakwa Very idham
henyansyah, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian
terhadap peraturan perundang-undangan, putusan perkara pidana register
1036/Pid.B/2009/PN.Depok, dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan
skripsi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum
primer seperti putusan perkara Pengadilan Negeri Depok register
1036/Pid.B/2009/PN.Depok.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti
buku dan kamus.
3. Teknik pengumpulan data
a. Library research (studi kepustakaan) yaitu mempelajari dan
menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan
33
undangan, putusan perkara register 1036/Pid.B/2009/PN.Depok dan
sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam
skripsi ini.
b. Field research (studi lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara
langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara
wawancara langsung kepada psikolog pada yayasan konsultasi dan
bimbingan psikologi (YACOBI) jakarta, dan wawancara langsung
terhadap terdakwa Very idham henyansyah di Lembaga
Pemasyarakatan Pondok Rajeg Bogor.
4. Analisis data
Analisa data dalam penulisan ini di gunakan data kualitatif, yaitu suatu
analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga
diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan psikologi kriminal
penyimpangan perilaku seksual terhadap tindak pidana mutilasi (studi kasus
putusan pengadilan negeri depok nomor : 1036/Pid.B/2009/PN.Depok), dibagi
kedalam lima bagian bab yang diderifasikan menjadi sub bab, adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut :
Bab I: Pendahuluan
Terdiri dari tujuh sub bab yang mana memuat hal-hal umum mengenai
skripsi ini, didalamnya juga mengidentifikasikan rumusan masalah yang
menjadi sudut pandang atau kajian yang hendak dibahas secara
tersistematis yang diarahkan pada tujuan dan manfaat dari penulisan. Pada
bab satu juga dibahas mengenai tinjauan kepustakaan yang secara garis
besar menjadi landasan terminologi dan yuridis dalam melakukan
penulisan dengan menggunakan metode observasi yang dikomperasikan
dengan metode telaah pustaka (library research) guna menganalisis data
kuantitatif dan kualitatif sehingga dapat dijadikan bahan referensi
penulisan.
Bab II: Perilaku Seksual Menyimpang Dalam Sudut Pandang Psikologi Kriminal
Terdiri dari empat sub bab yang meliputi penelaahan teori psikologi dan
teori psikologi kriminal terhadap kondisi kejiwaan individu. Dalam bab ini
juga dibahas mengenai ragam atau jenis-jensi perilaku seksual yang
dikategorikan menyimpang serta bagaimana ilmu psikologi kriminal
memandangnya.
Bab III: Tinjauan Psikologi Kriminal Terhadap Tindak Pidana Mutilasi
Terdiri dari tiga sub bab dimana secara sistematis terdapat
pengkalsifikasian bentuk kejahatan terhadap tubuh, kaitan penyimpangan
perilaku seksual terhadap tindak pidana mutilasi serta bagaimana kajian
psikologi kriminal terhadap aspek kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi.
Bab IV: Peranan Psikologi Kriminal Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana
Terdiri dari empat sub bab yang berkaitan dengan kedudukan ilmu
psikologi kriminal itu sendiri dalam merumuskan suatu pembuktian
terhadap unsur sifat jahat (mens rea) yang terdapat dalam diri pelaku
tindak pidana mutilasi, juga bagaimana hubungan teori pemidanaan dan
pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan kondisi pemeriksaan
kejiwaan pelaku tindak pidana mutilasi beserta analisa kasus terhadap
putusan pengadilan negeri Depok nomor : 1036/Pid.B/2009/PN.Depok
dengan terdakwa Very Idham Henyansyah.
Bab V: Penutup
Terdiri dari 2 (dua) sub bab yang merupakan kesimpulan atau intisari dari
BAB II
TINJAUAN PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI KRIMINAL
A. Teori Psikologi Terhadap Karakter Kejiwaan Individu
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi bertujuan untuk mengerti
suatu gejala atau fenomena. Untuk itu, psikologi memerlukan teori. Dalam
menyusun teori diperlukan data atau fakta dari pengalaman, namun tidak semua
data dapat digunakan untuk penyusunan teori, melainkan hanya data yang
memenuhi syarat yang diperoleh dari suatu eksperimen atau dengan kata lain dari
suatu pengamatan dalam suatu situasi dimana faktor-faktor yang berpengaruh
dikendalikan oleh peneliti.
Definisi dari teori itu sendiri adalah, serangkaian hipotesis atau proposisi
yang saling berhubungan tentang suatu gejala atau sejumlah gejala.34 Definisi ini
menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan teori. Dalam ilmu psikologi
dikenal adanya dua bagian besar teori mengenai kejiwaan yaitu :35
a. Teori Molar, yaitu teori tentang individu sebagai keseluruhan,
misalnya teori tentang tingkah laku individu dalam proses kelompok;
b. Teori Molekular, yaitu teori tentang fungsi-fungsi syaraf dalam tubuh
suatu organisme.
Berkaitan dengan dua aliran besar teori dalam ilmu psikologi tersebut,
memerlukan penderivasian teori oleh karena itu para sarjana psikologi menyusun
34
Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hlm. 5
35
berbagai teori pendukung dengan objek kajian kejiwaan individu, yaitu sebagai
berikut :36
a. Stimulus Response Theory;
Teori ini mendasarkan pada pernyataan bahwa tingkah laku manusia
berkembang berdasarkan rangsang dan tingkah laku balas yaitu
konsep-konsep dasar untuk menerangkan gejala tingkah laku yang
dapat diukur dan didefinisikan secara nyata
b. Teori Belajar Sosial dan Tiruan;
Menurut teori ini perkembangan kondisi jiwa individu dipengaruhi
oleh empat prinsip dalam belajar yaitu, dorongan (drive), isyarat (cue),
tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward), yang mana
saling memiliki hubungan kausalitas
c. Teori Proses Pengganti;
Menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang bersifat tiruan
merupakan suatu bentuk asosiasi suatu rangsang dengan rangsang
lainnya, yang memperkuat tingkah laku balas tetapi bukan syarat yang
penting dalam proses belajar individu, sehingga dikategorikan sebagai
proses pengganti.
Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan jiwa
individu dipengaruhi oleh faktor interaksi belajar secara sosial dari lingkungan
sekitarnya dimana efek internal individu memiliki kecenderungan untuk
mengalami perubahan.
36
Daryl Beum, Reinforcement Theory of Psychology, (Jakarta : Prima Cipta Jaya, 1998),
Selanjutnya beberapa proses psikologi diterangkan oleh beberapa
teori-teori yang mendasari tahapan perkembangan kejiwaan individu dalam suatu
kelompok masyarakat, sebagai berikut : 37
a. Teori Kognitif, umumnya menyatakan bahwa perkembangan jiwa
individu dipengaruhi oleh persepsi yang merupakan refresentasi
fenomenal tentang objek distal sebagai hasil pengorganisasian objek
distal itu sendiri;
b. Teori Disonansi Kognitif, menyatkan bahwa dalam perkembangan
jiwa individu dimungkinkan terjadi hubungan yang tidak koheren yang
menimbulkan kejanggalan yang mendorong perubahan tingkah laku
individu.
Dalam perkembangan kondisi kejiwaan manusia melalui dua proses
belajar, yaitu proses belajar secara fisik dan belajar secara psikis, dimana
seseorang mempelajari perannya dan peran orang lain dalam kontak sosial.
Selanjutnya, individu tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan
peran sosial yang dipelajarinya itu. Perkembangan kejiwaan individu erat dengan
adanya proses tingkah laku tiruan (imitation) melaui tiga mekanisme yaitu :38
a. Tingkah laku sama
Terjadi apabila dua orang bertingkah laku balas sama terhadap isyarat
yang sama sehingga tidak ditemukan suatu faktor pembeda yang
menjadi ciri khas di antara keduanya;
b. Tingkah laku tergantung
37
Daryl Beum, Ibid, hlm. 27
38
Tingkah laku tergantung timbul dalam hubungan antara dua pihak
diamana salah satu pihak memilki kelebihan dari pihak yang satu
c. Tingkah laku salinan
Tingkah laku salinan dipengaruhi oleh ganjaran dan hukuman terhadap
kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan
Dalam proses peniruan tingkah laku terdapat hubungan timbal balik antara satu
pihak yang berfungsi sebagai superior atau yang menjadi model percontohan dan
satu pihak sebagai inferior yang melakukan proses imitasi.
Menurut Erik Erikson di dalam bukunya childhood and society,
menjelaskan tahapan perkembangan karakter kejiwaan setiap individu
berdasarkan prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian kita
berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau
ketidakberhasilan tahap sebelumnya. Setiap tahapan memiliki tugas-tugas
perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat psikososial, yang
berpengaruh terhadap individu dan masyarakat.39
Selanjutnya mengenai fase-fase perkembangan jiwa manusia oleh Alfred
Adler dengan memperluas pendapat Erik Erikson dibagi kedalam delapan tahapan
yaitu:40
a. Tahap pertama oral sensory stage, terjadi pada usia nol sampai dengan
satu tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah
mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk
tidak dipercaya;
39
George Boeroee, Log.Cit, hlm. 74
40
b. Tahap kedua anal muscular stage, masa balita yang berlangsung mulai
dari usia delapan belas bulan sampai usia tiga atau empat tahun, tugas
yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah kemandirian sekaligus
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu;
c. Tahap ketiga genital locomotor stage, disebut juga tahap bermain,
berlangsung antara usia tiga sampai dengan enam tahun, pada tahap ini
seorang individu belajar mempunyai gagasan tanpa banyak melakukan
kesalahan;
d. Tahap keempat latency stage, yang terjadi pada usia sekolah dasar
antara umur enam sampai dengan dua belas tahun, kondisi jiwa pada
masa ini adalah individu berusaha mengembangkan kemampuan kerja
keras dan menghindari perasaan rendah diri;
e. Tahap kelima teenagers stage, yang dimulai pada saat masa puber dan
berakhir pada usia delapan belas tahun, kondisi jiwa individu pada
tahap ini adalah adanya pencapaian identitas pribadi (ego identity) dan
menghindari peran ganda (role confusion);
f. Tahap keenam young adulthood, yaitu usia antara delapan belas
sampai tiga puluh tahun. Usia di tahap dewasa ini lebih cair
dibandingkan tahap kanak-kanak, dan setiap orang berbeda satu sama
lain. Kondisi kejiwaan pada tahap ini adalah adanya kedekatan dengan
orang lain (intimacy);
g. Tahap ketujuh middle adulthood, dalam tahap ini tercakup periode
Kondisi jiwa dalam tahap ini adalah adanya pemikiran mengabdikan
diri untuk keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativity)
dengan tidak berbuat apa-apa (stagnation);
h. Tahap kedelapan late adulthood, berkisar pada usia diatas enam puluh
tahun, kondisi pada tahap terakhir ini adalah adanya integritas ego dan
berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan;
Setiap tahapan harus dilalui sebagaimana mestinya guna memperoleh daya tahan
psikososial dalam kehidupan interaksi sosial didalam masyarakat guna
menghindari keterhambatan perkembangan jiwa (malignansi) yang bersifat
negatif.
Menurut psikologi perkembangan, bahwa selama masa kehidupan manusia
mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan, yaitu :41
a. Masa Progresif
Adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya baik
fisik maupun phisikis. Secara fisik maksudnya adalah sejak kelahiran
manusia hingga menjadi manusia yang beranjak dewasa. Begitu juga
psikisnya atau hidup kejiwaanya berkembang dari fungsi yang paling
sederhana mengarah ke fungsi yang paling kompleks yang
menggambarkan tingkat kematangan individu;
b. Masa stabil
Disebut sebagai masa stabil adalah karena pada masa ini tidak terdapat
perubahan-perubahan yang besar baik secara fisik maupun phsikis,
41
oleh karena masa ini merupakan masa pengukuhan fungsi-fungsi yang
sudah dimilikinya pada masa sebelumnya;
c. Masa Regresif
Merupakan masa dimana individu mengalami kemunduran baik berupa
fisik maupun phsikis;
Berdasarkan penjelasan teori psikologi perkembangan tersebut, dapat dilihat
pola-pola psikodinamika yang memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda antara satu
dengan lainnya oleh karena tingkat perkembangan kehidupan manusia yang
senantiasa berkembang setiap saat dalam mencapai kematangan sosial.
Proses perkembangan kepribadian dan kejiwaan dari diri seorang individu
merupakan salah satu syarat mutlak untuk menunjukkan eksistensinya dalam
masyarakat, sebagaimana makhluk sosial baik secara internal maupun secara
eksternal.
B. Teori Psikologi Kriminal Terhadap Kejahatan
Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu
tingkah laku manusia yang melanggar hukum di tentukan oleh instansi-instansi
yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Maksudnya tingkah laku manusia
pada dasarnya di sadari oleh basic needs yang menentukan aktivitas manusia itu.42
Dalam mengidentifikasi permasalahan mengenai adanya kecenderungan
individu untuk berprilaku kriminal adalah dengan menggunakan teori-teori
psikologi yang berpangkal pada pendekatan transorientasional mencakup proses
42
penilaian sosial (social judgement), proses pemberian sifat (atribution), proses
kelompok (group process) serta teori peran.43
a. Teori perbandingan sosial
Adapun mengenai teori-teori
tersebut adalah sebagai berikut :
44
Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling
mempengaruhi dan Perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial
ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self
evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan
diri dengan orang lain;
b. Teori inferensi45
Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menerangkan kesimpulan
pengamatan terhadap perilaku tertentu dari orang lain atau niat (jahat)
dari orang lain tersebut;
Berdasarkan penelaahan kedua teori diatas diketahui bahwa pemahaman akan
orientasi permasalahan psikologi kriminal adalah terhadap terjadinya persaingan
dalam proses interaksi sosial dimana dilakukan dengan pengamatan yang
diorientasikan terhadap adanya identifikasi unsur sikap jahat atau mens rea dari
individu.
Tinjauan psikologi dalam dapat dikategorikan sebagai pisau analisis dalam
memahami tingkah laku individu yang memilki kerentanan untuk berprilaku jahat,
43
Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hal 169
44
Festinger, Comparative Social Phsychology Theorie, (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm.
170
45
berdasarkan hal tersebut Sigmund Freud mengungkapkan teori mengenai
structure personality sebagai berikut :46
a. Das Es atau Id, merupakan sumber gejala sesuatu yang terlupa dan
unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama lahir adalah merupakan
kekuatan-kekuatan hidup seperti nafsu, dan instink yang terlupa.
b. Das Ich atau Ego, merupakan pusat seluruh perawakan jiwa dan
khususnya inti daripada alam sadar.
c. Das uber ich atau superego, merupakan instansi puncak jika
dibandingkan dengan instansi yang lain (das es dan das ich), segala
norma-norma dan tata kehidupan yang pernah mempengaruhi das ich
membekas dan berada pada das uber ich
Ketiga unsur personality diatas meruapakan unsur yang saling berkaitan dan
saling mempengaruhi satu sama lain.
Setelah mempelajari mengenai unsur personality diatas diketahui bahwa
seseorang yang melakukan perilaku terlarang karena hati nurani, atau superego
begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego nya (yang berperan sebagai suatu
penengah antara superego dan id) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan
dari id (bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang
kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi).
Berkaitan dengan studi mengapa individu memiliki kecenderungan untuk
berprilaku disasosiatif terhadap kondisi di lingkungannya dengan melakukan
perbuatan-perbuatan yang di identifikasikan sebagai perbuatan jahat, para tokoh
46
psikologi mempertimbangkan suatu variasi dan kemungkinan cacat dalam
kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai di masa kecil,
kehilangan hubungan dengan lingkungan, perkembangan moral yang lemah.47
Kejahatan memiliki keterkaitan dengan kondisi individu penjahat, terdapat
teori-teori yang mengemukakan variabel mengapa individu berperilaku jahat yaitu
sebagai berikut :
Para sarjana psikologi tersebut mengkaji bagaimana agresi di pelajari, situasi apa
yang mendorong kekerasan atau reaksi delinquent, bagaimana kejahatan
berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian, serta asosiasi antara beberapa
kerusakan mental dan kejahatan.
48
a. Teori psikis, berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa sebab-sebab
kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang
b. Teori psikopati, berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada
intelegensia ataupun kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari
sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwa yang abnormal. Seorang
penjahat di sini terkadang tidak memilki kesadaran atas kejahatan yang
telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya.
c. Teori kejahatan sebagai gangguan kepribadian digunakan untuk
menjelaskan perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim
(kejahatan tanpa korban)
Sementara itu berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh ajaran klasik yang
didasarkan pada orientasi hedonistic psychology, menurut ajaran ini manusia
47
Topo Santoso,dkk, Log.Cit, hlm. 36
48
mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka. Suka yang
diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari
tindakan yang sama. Si petindak diperkirakan berkehendak bebas dan menentukan
pilihannya berdasarkan perhitungan hedonistis saja. Hal ini dianggap penjelasan
final dan komplit dari sebab musabab terjadinya perbuatan menyimpang yang
dikategorikan sebagai kejahatan.49
Berdasarkan alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji
hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat pada
perbedaan-perbedaan antara struktur kepribadian (structure personality) dari penjahat dan
bukan penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. Ketiga, menguji tingkatan
diamana dinamika-dinamika kepribadian moral beroperasi dalam diri penjahat dan
keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe
dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan.50
Pendekatan psychoanalitic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik
fungsi normal maupun fungsi asosial, tiga prinsip dasar dari pendekatan ini
menarik kalangan psikologis yang mempelajari kejahatan, yaitu tindakan dan
tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan
masa anak-anak mereka, tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalinan
dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan, kejahatan pada
dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis dalam diri individu yang
tidak dapat dikendalikan atau di kontrol.51
49
Topo Santoso, dkk, Ibid, hlm. 28
50
George Boeree, Log.Cit, hlm. 93
51
C. Ragam Bentuk Penyimpangan Perilaku Seksual
Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga
mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis
(heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta
makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang
dalam perilaku seksual amat banyak.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara
yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak
wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di
peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan
faktor genetik.52
a. Homoseksual
Berdasarkan definisi dari penyimpangan perilaku seksual yang dikemukakan di
atas maka dapat di identifikasikan bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang
dikategorikan tidak wajar yaitu sebagai berikut :
53
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan
seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk
penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau penderita
yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan
kenikmatan fantasi seksual secara melalui pasangan sesama jenis.
52
Kelly Brook, Education Of Sexuality For Teenager, (North Carolina : Charm press,
2001), hlm. 89
53
Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom
dalam tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual
yang didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun
dalam bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang
memungkinkan individu memiliki kecenderungan terhadapnya;
b. Sadomasokisme54
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan
seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual
dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya.
Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme
seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau
disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan
seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan
seksual;
c. Eksibisionishme55
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya
dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang
sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit
ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi seperti ini biasanya
diderita pria, dengan memperlihatkan alat kelaminnya yang dilanjutkan
dengan masturbasi hingga ejakulasi, pada kasus penyimpangan
seksual terdapat pula penderita tanpa rasa malu menunjukkan alat
54
Festinger, Log.Cit, hlm. 116
55