• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PSIKOLOGI KRIMINAL DALAM PROSES PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA MUTILASI DI MUKA PENGADILAN

D. Analisa Kasus

7. Analisa Psikologi Kriminal

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga dalam setiap kehidupan manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan masalah yang dihadapi. Tak terkecuali dalam permasalahan hukum. Di Indonesia, psikologi kemudian membagi bidangnya menjadi enam yaitu psikologi klinis, perkembangan, psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi. Pada kenyataannya di Amerika, pembagian ini sudah menjadi lebih dari lima puluh bagian, mengikuti semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia.233

Perkembangan ilmu psikologi yang mempelajari dan mengidentifikasikan mengenai perkembangan, kondisi dan keadaan jiwa individu dalam bertingkah laku begitu luas hingga ke dalam bentuk psikologi terapan seperti psikologi Salah satunya adalah permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi kriminal.

232

Wishnubroto, Log.Cit, hlm 165

233

Untung Laksono, Peranan Psikologi Forensik Dalam Persidangan, (Jakarta : Ghalia Indah, 2006), hlm. 1

kriminal. Sebagai ilmu yang mengambil kajian atau objek penelitian terhadap individu, psikologi kriminal mengkaji pada aspek-aspek yang mendorong seseorang bertindak asosial, latar belakang individu dalam berbuat kejahatan serta usaha untuk memperbaiki individu tersebut sehingga dapat kembali bersatu dengan kelompok masyarakat.

Adapun mengenai kedudukan dari ilmu psikologi kriminal terhadap hukum pidana adalah sebagai berikut :234

a. Mempelajari interaksi antara hukum, manusia dan masyarakat; b. Mempelajari proses dan efek kriminalisasi dan dekriminalisasi; c. Mengidentifikasi reaksi pihak ketiga terhadap kejahatan dan penjahat; d. Sebagai bagian dalam mekanisme sistem peradilan pidana yaitu

dalam proses pembuktian di muka persidangan;

e. Sebagai proses pembudayaan hukum pada petugas-petugas penegakan hukum;

f. pemidanaan dan proses acara pidana;

Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam proses penegakkan hukum pidana materil melalui proses hukum pidana formil diperlukan adanya suatu sintesa atau jalinan yang terpadu dengan ilmu psikologi kriminal dalam mencari suatu kebenaran materil dari suatu tindak pidana tertentu.

Terhadap kasus mutilasi dengan terdakwa very idham henyansyah, proses pemeriksaan di persidangan mempergunakan tinjauan secara psikologis dalam mengidentifikasikan kondisi kejiwaan pelaku apakah dapat mempertanggung

234

jawabkan perbuatannya secara hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan kondisi kejiwaan terdakwa, diketahui mengenai kondisi kejiwaannya yaitu sebagai berikut :235

a. Bahwa berdasarkan pemeriksaan psikologis terhadap diri terdakwa, diketahui bahwa terdakwa memilki kemampuan untuk memanipulasi lebih dari rata-rata orang pada umumnya ;

b. Bahwa faktor emosional dalam diri terdakwa tergolong tinggi serta dapat bertindak di luar rasional ;

c. Bahwa terdakwa berada dalam kondisi sehat jasmani sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum ;

d. Bahwa saksi mengatakan menurut Rolland flitchsman di dalam bukunya sexuality now, menyatakan bahwa orang dengan orientasi seksual menyimpang seperti homoseksual memilki tingkat agresitivitas dan sensitivitas yang melebihi orang normal pada umumnya, sehingga dapat melakukan perbuatan yang di luar batas kewajaran apabila berada dalam kondisi kejiwaan yang berada di bawah tekanan ;

e. Bahwa berdasarkan pemeriksaan dengan mempergunakan lie detector yang dilakukan terhadap terdakwa, diketahui bahwa terdakwa memiliki kecenderungan untuk berbohong terhadap sejumlah pertanyaan yang dianggap oleh terdakwa bersifat mengancam atau membahayakan posisinya;

235

Lampiran Pemeriksaan Psikologi Berkas Perkara Nomor Register 1036/Pid.B/2009/PN.Depok

f. Bahwa dalam diri terdakwa tidak memilki perasaan menyesal sama sekali terhadap perbuatan yang dilakukannya ;

g. Berdasarkan serangkaian tes yang dilakukan terhadap diri terdakwa meliputi wawancara, observasi dan tes psikologi, saksi menggolongkan kondisi kejiwaan terdakwa sebagai psikopat yang memilki tingkat agresi yang tergolong tinggi;

Pemeriksaan psikologi dalam kasus ini, dari sisi psikologis terdakwa, tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan sebagai bagian dalam proses pembuktian.

Dalam mempelajari mengenai kecenderungan individu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu seperti kejahatan mutilasi, terdapat empat model pendekatan yang dipergunakan dalam mengidentifikasikan hal tersebut, yaitu :236

a. Pendekatan pensifatan atau trait teori tentang kepribadian yang menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain-kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani,

236

dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya;

b. Pendekatan psikoanalisis dengan tokoh sentral Sigmund Freud yang melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari id yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego, id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ketika prinsip itu dikembangkan oleh individu, super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Akibatnya , perilaku untuk sekehendak hati muncul dalam diri seseorang;

c. Pendekatan teori belajar sosial yang menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu merupakan contoh terhadap terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (vicarious

reinforcement), metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan

tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu;

d. Pendekatan teori kognitif yang selalu menuntut kita untuk menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbeda dengan orang normal, para ahli telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive

styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan

bagaimana memproses informasi mengenai kejahatan;

Berdasarkan empat model pendekatan tersebut, dengan mengambil sampel pelaku kriminal dalam pemeriksaan kondisi kejiwaan terdakwa very idham henyansyah yang digolongkan ahli untuk memanipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya, mendapatkan hasil kesimpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Permasalahan tindak pidana merupakan suatu hal yang rentan dengan sisi kehidupan manusia di dalam aktivitasnya. Maraknya berbagai bentuk dan motif yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana tertentu, mendorong sistem hukum yang ada berusaha untuk menyelesaikannya dengan menggunakan sarana hukum pidana sebagai upaya komprehensif dalam mengurangi intensitas terjadinya tindak pidana. Tindak pidana mutilasi merupakan suatu bentuk tindak pidana yang tergolong rare crime, sehingga ilmu psikologi kriminal turut mengambil andil dalam melakukan identifikasi dalam mencari latar belakang dari tindak pidana tersebut. Berdasarkan hasil pemaparan dalam skripsi ini, terdapat beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Psikologi sebagai ilmu yang megambil kondisi kejiwaan manusia sebagai objek kajiannya yang meliputi perkembangan kejiwaan, identifikasi kondisi psikologis tiap tahap perkembangan jiwa manusia dan gangguan jiwa pada diri manusia, memiliki kedudukan dalam mempelajari adanya perilaku seksual menyimpang baik yang diakibatkan oleh faktor genetika, pengaruh lingkungan maupun perilaku maladaftif yang diakibatkan proses peniruan individu pada tahapan perkembangan kejiwaan, yang menyebabkan individu memiliki orientasi seksual yang dikategorikan tidak wajar.

2. Dengan menggunakan pendekatan psikologi perilaku, menyatakan bahwa bentuk perilaku homoseksual terbentuk karena individu memperoleh

pembelajaran mengenai homoseksual ketika usia anak-anak, hal tersebut membekas dan tetap terbawa pada diri individu tersebut hingga dewasa. Dalam kasus tertentu pembelajaran homoseksual dapat di peroleh melalui pengalaman yang dapat menimbulkan sisi traumatis dalam diri individu, sehingga individu cenderung melampiaskan pengalamannya tersebut kepada orang lain sebagai bentuk pencapaian kepuasan secara psikologis.

3. Berdasarkan tinjauan psikologi kriminal, menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu tingkah laku manusia yang melanggar hukum di tentukan oleh instansi-instansi yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Maksudnya tingkah laku manusia pada dasarnya di sadari oleh basic

needs yang menentukan aktivitas manusia itu. Dalam mengidentifikasi

permasalahan mengenai adanya kecenderungan individu untuk berprilaku kriminal adalah dengan menggunakan teori-teori psikologi yang berpangkal pada pendekatan transorientasional mencakup proses penilaian sosial (social

judgement), proses pemberian sifat (atribution), proses kelompok (group process) serta teori peran. Berdasarkan hal tersebut Sigmund Freud

mengungkapkan teori mengenai structure personality sebagai berikut :

d. Das Es atau Id, merupakan sumber gejala sesuatu yang terlupa dan

unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama lahir adalah merupakan kekuatan-kekuatan hidup seperti nafsu, dan instink yang terlupa.

e. Das Ich atau Ego, merupakan pusat seluruh perawakan jiwa dan

f. Das Uber Ich atau superego, merupakan instansi puncak jika

dibandingkan dengan instansi yang lain (das es dan das ich), segala norma-norma dan tata kehidupan yang pernah mempengaruhi das ich membekas dan berada pada das uber ich.

Ketiga unsur personality diatas meruapakan unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

4. Masalah hukum adalah masalah mengenai pembuktian di muka pengadilan guna mencari kebenaran baik secara materil seperti dalam hukum pidana maupu secara formil seperti dalam hukum perdata. Oleh karena itu peran dari pembuktian dalam suatu proses hukum di pengadilan sangatlah penting. Dalam kasus tindak pidana mutilasi, guna memperkuat keyakinan hakim terhadap bersalah atau tidaknya terdakwa, perlu adanya pemeriksaan terlebih dahulu terhadap kondisi kejiwaan pelaku apakah dapat di pertanggungjawabkan terhadap perbuatannya atau tidak untuk dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Ilmu psikologi kriminal memiliki kedudukan dalam mengklasifikasikan kondisi kejiwaan terdakwa sehingga dapat dibuktikan bahwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan, terdakwa dalam kondisi sehat secara psikologis dan bukan disebabkan oleh sakit berubah akal maupun sakit kurang sempurna akal yang menyebabkan terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum.

F. SARAN

Saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi dengan judul tinjauan psikologi kriminal penyimpangan perilaku seksual terhadap tindak pidana mutilasi (studi kasus putusan Pengadilan Negeri Depok nomor 1036/Pid.B/2009/PN.Depok) adalah sebagai berikut :

1. Pola pendidikan pada tiap fase perkembangan individu hendaknya menjadi sentral perhatian oleh lingkungan sekitar terutama keluarga sebagai lembaga sosial terkecil dalam masyarakat, oleh karena pada fase-fase pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja merupakan fase dimana individu sedang mengalami proses perkembangan baik fisik maupun secara psikologis. Pada tahap kehidupan manusia yang terdiri dari beberapa fase memilki kecenderungan untuk melakukan peniruan terhadap berbagai hal yang berada di sekitarnya sehingga sangat penting untuk melakukan pengawasan dan pendidikan sedini mungkin untuk menghindari proses perkembangan jiwa individu menuju kearah orientasi tindakan-tindakan yang tergolong disasosiatif atau asosial. Pola pendidikan secara integral, komprehensif dan lebih mengedepankan etika terhadap persesuaian norma hendaknya menjadi dasar utama dalam proses pembelajaran tersebut.

2. Peran serta media masa dalam mempublikasikan suatu peristiwa kejahatan hendaknya mendapat perhatian secara kritis dari berbagai kalangan, oleh karena sejumlah berita kriminal yang ada memiliki kecenderungan untuk menjadikan kekerasan sebagai bentuk lain hiburan disamping sebagai proses pemberitaan kepada publik. Hal ini tentu menimbulkan proses peniruan

terhadap modus dan motif dari suatu bentuk kejahatan tertentu kepada masyarakat. Meminjam teori kriminologi yang dikemukakan oleh Frank Tannenbaum yang di kenal dengan teori definition and dramatization of evil, proses pemberitaan yang disajikan secara buruk tersebut dapat dikategorikan sebagai penciptaan penjahat.

3. Hendaknya terdapat suatu ketentuan hukum postif yang mengatur mengenai tindak pidana mutilasi tersebut, oleh karena semakin maraknya pola dan motif tindak pidana tersebut sehingga memerlukan suatu bentuk pengaturan secara khusus, mengingat peraturan yang ada di dalam hukum positif semisal KUHP sendiri tidak menggolongkan secara terperinci mengenai jenis tindak pidana mutilasi baik terhadap korban yang masih hidup maupun pada korban yang berupa mayat. Sehingga kecenderungan penjatuhan sanksi berdasarkan suatu klausula pasal tertentu dalam ketentuan hukum positif dapat saja terjadi dan hal ini belum tentu sebanding dengan jenis perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tersebut.

4. Penjatuhan stelsel pemidanaan berupa pidana mati hendaknya dapat dikaji secara lebih mendalam mengenai aspek-aspek psikologis terhadap individu dalam rangka pemberian kesempatan untuk melakukan perbaikan terhadap diri, serta aspek psikologis terhadap masyarakat dalam upaya preventif meluasnya suatu tndak pidana tertentu apakah telah efektif untuk diterapkan. Disamping itu standar criteria kejahatan yang dapat dijatuhi pidana mati hendaknya lebih di perjelas dan hanya diancamkan terhadap tindak pidana yang tergolong extraordinary crime dan rare crime, selain itu sistem

pelaksanaan eksekusi mati juga perlu untuk dibenahi oleh karena pada umumnya sebelum penjatuhan pidana mati, terpidana terlebih dahulu menjalankan pidana penjara hal ini tentu saja merupakan penerapan dua stelsel pemidanaan sekaligus terhadap terdakwa yang tentunya bertentangan dengan prinsip keadilan bagi umum.

Demikian hal-hal yang dapat dipaparkan oleh penulis dalam menyikapi permasalahan mengenai maraknya motif tindak pidana mutilasi yang tergolong sebagai kejahatan sadis terhadap harkat dan martabat manusia (rare crime), sehingga dapat menambah pemahaman mengenai pentingnya suatu pola control hukum dalam rangka menciptakan kesadaran hukum dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

Abdussalam, 2006, Forensik, Jakarta : Restu Agung.

Buku-Buku

Abdussalam,dkk, 2007, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Restu Agung. Ahmadi,Abu, 2003, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta.

Ardhani, Triasti Ardhi, 2007, Psikologi Klinis, Yogyakarta : Graha Ilmu. Arifin, 1991, Teoritikal Kriminology, Jakarta : Ghalia Indah.

Arrasjid,Chainur, 1988, Psikologi Kriminil, Medan : Yani Corporation.

Asoshfa,Burhan, 2007, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.

Beum,Daryl, 1998, Reinforcement Theory of Psychology, Jakarta : Prima Cipta. Boeree,George, 2008, Personality Theories, Jogyakarta : Prismasophie.

Brinkman, 1993, The Art of Culture And Society, Jakarta : Pustaka Bangsa.

Brook,Kelly, 2001, Education of Sexuality for Teenager, North Carolina : Charm Press.

Dirdjosisworo, 2002, Respon Terhadap Kejahatan, Bandung : STHB Press. Festinger, 2001, Comparative Social Psychology Theorie, Jakarta : Gramedia. Fuady,Munir, 2006, Teori Hukum Pembuktian, Bandung : Citra Aditya Bakti. Garner,Bryan, 1999, Black Law Dictionary, New York : Oxford University Press. Grosth,Gilin, 2004, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, Yogyakarta : Prima Aksara. Hamid,AT, 1988, Praktek Peradilan Perkara Pidana, Surabaya : CV. Al-Ikhsan. Hamzah, Andi, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.

Hamzah,Andi, 1993, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta : Arikha Cipta. Hamzah,Andi, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.

Hamzah,Andi, 2009, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika.

Husein,Harun Muhammad, 1994, Surat Dakwaan Teknik Penyusunan Fungsi dan

Permasalahannya, Jakarta : Rineka Cipta.

Jarviss,Matt, 2009, Teori-Teori Psikologi, Bandung : Nusa Media. Joones,Deena, 1999, Talking About Sex, Orlando : Orlando Press

Karjadi,Muhammad, 1997, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bogor : Politeia.

Laksono,Untung, 2006, Peranan Psikologi Forensik dalam Persidangan, Jakarta : Ghalia Indah.

Marpaung,Leden, 2000, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika.

Moeljatno, 1999, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara.

Morgan,King Robinson, 1979, Introduction To Psychology, New York : Mcgrows Hill Book Company Inc.

Muladi, 1995, Kapita Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Semarang : Undip Press.

Nitibraska,Ronny Rahman, 2009, Perangkap Penyimpangan dan Kejahatan, Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.

Patricia,Kim, 2004, Introducional Psychology Science, Boston : South Carolina University Press.

Prakoso,Djoko, 1983, Peranan Psikologi Dalam Pemeriksaan Tersangka Pada

Tahapan Penyidikan, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Projodikoro,Wirjono, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung : Eresco.

Ramlan,Supardi, 1998, Patofisiologi Umum, Bandung : Rineka Cipta.

Rand,Karger, 1994, The Act of Mutilation, Ohio : Bloomington University Press. Reiner,Robert, 1995, The Oxford Handbook of Criminology, New York : Oxford

University Press.

Rowan,James, 1990,Transpersonal Psychology, London : Routledge. Samidjo, 2002, Ilmu Negara, Bandung : Armico.

Santoso,Topo, 2001, Kriminologi, Jakarta : Rajawali Press.

Sarwono,Sarlito Wirawan, 2008, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta : Rineka Cipta.

Sastrowidjodjo,Sofjan, 1995, Hukum Pidana Asas Hukum Pidana Sampai Dengan

Alasan Peniadaan Pidana, Bandung : Armico.

Sholehuddin, 2004, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Berupa Ide-Ide Dasar

Double Track System dan Implementasinya, Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

Sianturi,SR, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta : Alumni. Sianturi,SR, 1996, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta : Alumni Ahaem

Petehaem.

Soekanto,Soerjono, 1989, Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor : Politeia. Utrecht, 1986, Hukum Pidana I, Surabaya : Pustaka Tinta Mas.

Waluyo,Bambang, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika.

Wishnubroto,Aloysius, 2009, Teknis Persidangan Pidana, Yogyakarta : UAJY Press.

Yulia,Rena, 2009, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Kejahatan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Jurnal Psikologi Perkembangan Edisi IV, 2004, Jakarta : Yacobi.

Jurnal

Jurnal Psikologi Perkembangan Edisi XXVI, 2009, Kedudukan Psikologi Dalam

Pemeriksaan di Pengadilan, Jakarta : Yacobi.

Jurnal Psikologi Klinis Edisi IX, 2006, Jakarta : Yacobi.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Berkas Putusan Perkara Nomor Register 1036/Pid.B/2009/PN.Depok, dengan terdakwa very idham henyansyah.

Website 20.12 WIB.