• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumbang Saran Untuk Kemajuan Dunia Peternakan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sumbang Saran Untuk Kemajuan Dunia Peternakan Di Indonesia"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Kumpulan Konsep

Sumbang Saran Untuk Kemajuan Dunia Peternakan Di Indonesia

Hasnudi Sayed Umar Iskandar Sembiring Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

1. MEMOTIVASI PETANI UNTUK MENINGKATKAN

SKALA PEMILIKAN TERNAK SAPI

1. Pendahuluan.

Menurut Undang-undang nomor : 6 Tahun 1967, bahwa bentuk penyelenggaraan usaha peternakan dibagi menjadi 2 (dua) ialah peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Selanjutnya dijelaskan bahwa peternakan rakyat adalah peternakan yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya. Sedangkan perusahaan peternakan merupakan kegiatan usaha dibidang peternakan yang diselenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersil. Kaitannya dengan peternakan rakyat, maka sebagian dari peranan Pemerintah dalam pembangunan bidang peternakan adalah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat dapat menyelenggarakan peternakan, berusaha mempertumbuhkan dan memperkembangkan badan-badan hukum yang diperlukan seperti koperasi-koperasi dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan peranan Pemerintah diatas, maka melalui berbagai Instansi Pemerintah (terutama Ditjennak Departemen Pertanian) melakukan kegiatan yang salah satu bentuknya berupa penyelenggaraan kegiatan pengadaan dan penyebaran ternak kepada rakyat (petani) di pedesaan, termasuk diberbagai daerah Transmigrasi.

(2)

penyebaran ternak bakalan untuk penggemukan dibeberapa wilayah pedesaan di Indonesia, dengan sistem bagi hasil atau pembagian atas pertambahan nilai ternak tersebut.

Salah satu perkembangan lebih lanjut dari kegiatan seperti uraian diatas adalah adanya suatu pemikiran untuk meningkatkan skala pemilikan ternak oleh rakyat (petani) terutama terhadap ternak sapi, dimana rata-rata pemilikannya 1-2 ekor per petani, yang dinilai oleh berbagai kalangan masyarakat kurang memberikan keutungan bagi petani peternak. Penilaian ini tercermin dari berbagai pandangan yang mengemuka pada berbagai kesempatan, misalnya pada : rapat-rapat, lokakarya, seminar dibidang peternakan, dimana tidak jarang oleh penyelenggara ataupun pesertanya memunculkan perihal skala pemilikan ternak tersebut sebagai topik bahasan. Pandangan tersebut antara lain berupa penilaian bahwa skala pemilikan yang kecil tersebut adalah sebagai faktor penyebab para petani tidak dapat menerapkan teknologi peternakan dalam usahanya, sebagai faktor penyebab atas rendahnya pendapatan petani dari bidang peternakan, dan selanjutnya dinilai sebagai usaha yang tidak ekonomis. Namun demikian, siapa sebenarnya yang paling tepat untuk menetapkan skala usaha/ pemilikan ternak tersebut dan untuk itu perlu juga untuk dilihat tentang alasan petani memelihara ternak sapi dan faktor yang mempengaruhinya.

2. Alasan Petani memelihara Ternak Sapi

Pada umumnya petani di Indonesia adalah petani yang mengusahakan komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan dan Perikanan serta Peternakan secara bersama-sama sesuai dengan dukungan lingkungan dan sumber daya yang dimilikinya. Usahatani yang dilakukan petani mengarah pada “Sistem Usahatani Terpadu”. Komoditi yang paling disukai oleh petani adalah Padi dan untuk itu terlihat upaya petani untuk menanamnya pada lahan kering maupun basah, sehingga pada perkembangan selanjutnya tanaman padi terseleksi menjadi tanaman padi di lahan kering (padi gogo) dan padi lahan sawah. Untuk pengolahan lahan tanaman padi tersebut sangat dibutuhkan tenaga ternak, yang belakangan ini secara perlahan tapi pasti perannya digantikan oleh traktor. Namun demikian petani tetap menginginkan memelihara ternak sebagai komoditi tambahan yang penting bagi usahatani terpadu yang telah dilakukan petani secara turun-temurun. Untuk daerah perkebunan keberadaan ternak sapi sebagai sumber tenaga kerja terutama dikaitkan dengan gerobak, sebagai sarana angkutan hasil kebun. Disamping itu petani sadar bahwa lahan usahatani yang terpadu tersebut sangat memerlukan pupuk kandang sebagai salah satu input pengembangan komoditi tanam-tanaman, baik tanaman perkebunan maupun tanaman pangan.

(3)

lingkungan atas ketersediaan pakan yang dimiliki petani. Semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara petani akan semakin banyak mendesak pengembangan komoditi lainnya dari bidang tanaman pangan dan perkebunan atau perikanan. Petani umumnya di Indonesia adalah petani bercocok-tanam, apakah tanaman semusim atau tanaman tahunan atau campuran keduanya. Upaya untuk mengganti atau merubah dominasi komoditi tanaman dengan komoditi ternak sapi menghadapi tolakan yang kuat dari para petani. Hal ini dapat dibuktikan oleh pengalaman dari kegiatan penyebaran ternak oleh berbagai proyek pemerintah dimasa lalu, antara lain misalnya adalah melalui proyek P3TK-IFAD phase I dan II yang telah melibatkan sekitar 200.000 petani yang tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi; Proyek ADB di Pulau Kalimantan, yang juga melibatkan puluhan ribu petani. Dari jumlah tersebut, pada saat ini (setelah lebih kurang 15 tahun), ternyata bahwa persentase petani yang memelihara ternak, katakanlah dengan skala pemilikan 5 - 10 ekor sangat sedikit sekali jumlahnya. Kenyataan ini adalah sebagai hasil dari pengaruh berbagai faktor dalam suatu pendekatan yang dilakukan petani dalam mengelola usahataninya yakni optimalisasi pemanfatan Sumber daya yang tersedia dan yang dimiliki.

Pendekatan yang dilakukan oleh petani umumnya yang mengarah pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan termiliki, menimbulkan pertanyaan apakah masih perlu kita membicarakannya dalam banyak kesempatan perihal penetapan Skala pemilikan ternak yang layak atau ekonomis bagi seorang petani.

Kiranya lebih bijak perihal penetapan skala pemilikan yang ekonomis tersebut diserahkan kepada petani sepenuhnya tanpa perlu dibicarakan secara serius dalam rapat-rapat, lokakarya ataupun seminar, yang sering dimaksudkan sebagai upaya dalam kerangka meningkatkan pengembangan peternakan rakyat. Namun demikian, secara Uji kelayakan yang bermanfaat bagi pengusaha peternakan dapat saja disiapkan atau didukung oleh semua jajaran instansi pemerintah dibidang peternakan.

3. Meningkatkan Motivasi Petani Beternak.

Motivasi petani untuk melakukan pemeliharaan ternak sapi, tentunya sangat berhubungan dengan sejauhmana usaha ternak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan dan keinginan petani serta tingkat kesulitan yang bakal dihadapi petani dalam menyelenggarakannya.

Sehubungan dengan itu, maka upaya untuk lebih menumbuh-kembangkan peternakan rakyat perlu dilakukan melalui upaya-upaya meningkatkan motivasi para petani untuk memelihara ternak. Untuk itu dapat ditempuh melalui pelaksanaan berbagai kegiatan yang selama ini berhubungan dengan kendala utama yang dihadapi petani, tanpa harus mengganggu usahatani yang telah dikembangkannya yakni sistem usahatani terpadu, misalnya: kemudahan atau ketersediaan faktor-faktor produksi dilingkungan petani, sebagai contoh: ketersediaan hijauan pakan yang berkualitas dan berkesinambungan di pinggir jalan atau ditempat-tempat yang biasanya petani memotong hijauan pakan disekitar pedesaan, untuk itu

(4)

model, sehingga pakan sebagai salah satu faktor produksi untuk ternak ruminansia menjadi terbatas; Disamping itu, pemasaran juga masih merupakan kendala, kurangnya jaminan pemasaran (kemudahan menjualnya) dengan harga yang berpihak kepada petani. Dari berbagai kesempatan menunjukkan bahwa harga ternak ditingkat petani sangat rendah dibandingkan dengan harga ternak (hasil ternak) di tingkat konsumen.

Untuk itu pemerintah dapat melakukan kegiatan pembangunan Pasar Hewan dan mengembangkan sistem penentuan harga yang lebih menguntungkan petani, misalnya adalah berdasarkan hasil timbangan untuk ternak potong dan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu untuk ternak bibit. Kegiatan lainnya adalah yang berhubungan dengan keamanan ternak dari ulah jahat para pencuri. Banyak media cetak telah menuliskan bahwa motivasi petani untuk beternak menjadi sangat rendah dikarenakan ulah jahat para pencuri tersebut. Untuk itu pemerintah perlu segera menciptakan suatu kawasan yang aman dan tindakan hukum yang tegak terhadap para pelaku pencuri ternak. Kualitas Bibit dan kesehatan ternak sangat menentukan terhadap pendapatan petani, sehingga untuk ini pemerintah dapat mendorong untuk tersedianya jasa pelayanan Inseminasai Buatan dan Kesehatan ternak yang mandiri.

4. Penutup.

Skala pemilikan ternak yang layak dan ekonomis bagi seorang petani sangat ditentukan oleh pemilikan sumber daya termiliki oleh petani, yang beragam diantara petani. Menumbuh-kembangkan pemeliharaan ternak sapi rakyat/petani seyogianya dilakukan melalui upaya peningkatan motivasinya.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk partisipasi penulis dalam rangka pembangunan peternakan di Indonesia, yang saat ini sedang bergelut untuk pencapaian usaha swasembada daging sapi pada tahun 2005 mendatang. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca.

2. BEBERAPA PRINSIP DARI SISTEM PAKAN TERNAK

BERDASARKAN TANAMAN KACANG-KACANGAN

(LEGUMINOSA)

1. Pendahuluan

Pada dekade belakangan ini timbul kesadaran dan perhatian yang lebih tinggi terhadap tanaman legum, sejak lebih banyak diketahui bahwa legum dapat berproduksi tinggi, beradaptasi dengan baik, serta seringkali menjadi kunci keberhasilan peningkatan produksi ternak dengan metode yang murah dan berhasil-guna dalam kerangka upaya swasembada produksi ternak dan meningkatkan pendapatan para petani sebagai produsen hasil ternak. Peningkatan kesadaran diatas sebagai pengaruh dari berbagai kegiatan penyuluhan dan ketrampilan petani untuk meningkatkan palatabilitas melalui pelayuan serta gerakan pengembangan tanaman legum sesuai dengan lingkungan tertentu dengan tujuan lainnya seperti pelindung, pagar dan cover crop. Penilaian tersebut tercermin dari jenis hijauan sebagai pakan yang diberikan petani kepada ternak peliharaannya terutama para petani ternak Kambing bahwa dari sekian jenis tanaman dalam sejumlah hijauan yang diberikan kepada ternak ternyata porsi legum cukup besar.

(5)

nitrogen dari udara serta kemampuan adaptasi serta produksi tinggi. Disamping itu tanaman legum dapat berperan penting dalam padang penggembalaan sebagai sumber unsur hara, dimana pada waktu musim kemarau dan banyak nodula-nodula dari pembusukan akar menjadi sumber nitrogen bagi tanaman lainnya. Sedangkan urine ternak pada suhu tinggi seperti didaerah tropis maka 80 % hilang dengan cara adanya pemecahn urea menjadi amonia dan karbon dioksida oleh enzym urease.

Dengan sistem pakan yang mengandalkan legum, tidak berarti akan selalu meningkatkan daya tampung ternak dan hasil ternak per unit luasan lahan. Sebaliknya di daerah-daerah curah hujan lebih dari 1200-1500mm atau didaerah yang yang permasalahan airnya dapat diatasi dengan irigasi, maka areal tersebut jika ditanami rumput sejenis dan terpilih akan memberikan hasil BK (bahan kering) yang lebih tinggi sehingga meningkatkan daya tampung ternak dan pertambahan hasil ternak. Namun pada daerah dengan curah hujan rendah (<1000 mm per tahun) dimana tanaman rumput tidak dapat berproduksi maksimal baik secara kuantitas dan kualitas, maka keberadaan tanaman legum sangat berarti dan dapat meningkatkan hasil ternak per unit area. Demikian juga pada usahatani yang membutuhkan pelindung dan pagar serta cover crop, maka kehadiran tanaman legum akan memberikan pengaruh atas daya tampung dan produksi hasil ternak serta pendapatan petani-peternak. Ada pendapat mengemukakan bahwa pertambahan berat badan ternak lebih tinggi pada pemberian pakan dengan hijauan legum yang lebih banyak dibandingkan yang hanya diberikan rumput saja.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil pakan hijauan dan sistem-sistem pakan hijauan

Faktor-faktor yang berpengaruh yang perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan hijauan pakan baik dari produksi dan pertumbuhannya, sebagai berikut :

2.1 Iklim.

Curah hujan,Radiasi sinar matahari, panjang hari, suhu, angin, kelembaban dan penguapan.

2.2 Tanah.

Keseburun kimiawi, Kandungan fisis, kelembaban tanah dan topografi.

2.3 Spesies hijauan.

Potensi genetik, adaptasi, persaingan antar tanaman, siklus hidup (ketahanan jangka panjang), rasa (palatabilitas) pada ternak.

2.4 Manajemen tanaman hijauan pakan.

Tinggi dan frekwensi pemotongan; sistm penggembalaan (kepadatan penggembalaan dan sistemnya, Type ternak yang merumput pada sistem tersebut); Pupuk yang diberikan (jumlah, jenis dan waktunya); Pengontrolan tanaman pengganggu (gulma).

3. Syarat-syarat yang Dikehendaki pada Tanaman Makanan Ternak.

(6)

3.1 Menghasilkan hijauan pakan yang berkualitas baik dan dalam jumlah tinggi.

3.2 Daya tahan- dalam hal ini tingkat kepermanan, kemampuan untuk bertahan pada berbagai tekanan seperti kekeringan, perengutan(defoliasi), hama dan penyakit. Tanaman setahunan (annual) dan tahunan (perennial) sangat tergantung pada benih/biji. sehinga benih/biji dalam tanah sangat penting artinya untuk kesinambungan hidup sesuatu jenis tanaman pakan.

3.3 Mudah diperbanyak- baik dengan benih maupun secara vegetatif.

3.4 Dalam sistem pertanaman seringkali diperlukan tanaman pakan yang serba guna dan bermanfaat untuk berbagai keperluan, baik pakan ternak, mulch, pupuk organis, tanaman pelindung, pagar hidup, pendukung dan pengawet tanah.

3.5 Di padang rumput diperlukan tanaman yang mampu untuk hidup berdampingan dengan tanaman lainnya.

4. Pengembangan tanaman legum

Untuk menentukan jenis tanaman hijauan pakan yang akan ditanam, kita perlu mengetahui jenis apa yang tersedia, lingkungan apa yang cocok dengan jenis tersebut serta bagaimana karateristik serta hal-hal yang membatasinya.

Petanyaan penting bagi kita adalah : apakah tanaman hijauan pakan harus ditanam oleh petani dan bagaimana mereka dapat memperoleh hasil yang terbaik dari tanamn -tanaman tersebut?

Perlu diingat bahwa tidak ada resep yang tunggal untuk banyak maslah, tidak ada spesies yang cocok untuk semua lingkungan dan sistem apa saja- ada banyak pilihan tergantung untuk sistem dan lingkungan yang dimiliki.

Pengembangan tanaman hijauan makanan ternak dengan hanya menanam beberapa jenis tanaman pakan tanpa suatu evaluasi yang relevan sebelumnya, akan berhadapan dengan resiko yang tinggi, karena kemungkinan tanaman yang dipilih tidak cocok dengan lingkungan yang ada, kemungkinan manajemen dipaksakan atau tanaman tersebut harus berhadapan dengan hama dan penyakit yang kompleks sehingga tanaman tersebut berhadapan dengan terlalu banyak tekanan. Walaupun demikian resiko tersebut dapat diperkecil asal mempunyai pengetahuan tentang adaptasi, karateristik agronomis dan memakai cukup banyak jenis tanaman hijauan pakan yang dikembangkan.

(7)

5. Klasifikasi Legum Berdasarkan Karateristik Tumbuh dan Adaptasinya.

Klasifikasi tanaman legum tersebut menjadi penting dikarenakan keragaman lingkungan dimasing-masing daerah pengembangan ternak, dimana jenis tanaman pada lingkngan yang sesuai akan memberi peluang lebih besar terhadap keberhasilan. Dibawah ini klasifikasi tanaman legum dan beberapa contoh janis tanamannya.

5.1 Berdasarkan morphologis, bentuk tumbuh tanaman legum. (a) Type-type Berdaun/memanjat atau Menjalar.

Macroptilium atropurpureum ( siratro ); Neonotonia wightii ( tinarro & cooper ); Centrocema schiedeanum (belalto); C.macrecarpum; C.plumeiri; C.acutifolium; C.virginianum; C.schotii; C.pascourum; Pueraria phaseloides (kudzu); Calopogonium muconudes (calopo); Taramnus labialis (rabbit vine, winer); T.uncinatus; Lab-lab purpureus (sebagian memanjat dan sebagian tidak); Clitoria ternatea (blue pea) Desmodium intortums memanjat pada semak-semak disekitarnya.

(b) Berdaun / Tidak memanjat.

Stylosanthes hamata (caribbean stylo); S.humilis (townsville stylo); S.guyanensis (stylo);S.capitata; S.macrocephala; Desmodium intortum; D.unicatum; D.triflorum; D.procumbens; D.heterophyllum; D.heterocarpon; D.ovalifolium; D.canum; Zornia spp; Alysiacarpus vaginalis, Arachis spp (perennial peanut).

(c) Setengah Berkayu/ Tidak memanjat - Perdu atau Setengah Perdu untuk Potongan atau Perenggutan.

Stylosanthes scraba (shrubby stylo); S.viscosa; Desmodium distortum; D.groydes (codariocalyx); Desmanthus virgatus; D.strigillosum; D.rensonii; Flamengia congesta.

(d) Pohon atau Perdu - Berkayu / Tidak memanjat, untuk potongan dan kadang-kadang untuk Perenggutan.

Leucaena leucocephala (lamtoro), L.deversifolia; L.hybrid; Acasia spp; Pithecellobium spp. Calliandra spp; Sesbania spp(turi); Albizia spp; Gliricidia (gamal); Adenanthera (saga); Pterocarpus (angsana)

5.2. Berdasarkan Adapatasi terhadap tingkat kemasaman tanah.

(a) Dianjurkan untuk tanah-tanah yang Asam / tidak subur (dengan PH <5) dengan kadar aluminium larut yang sedang-tinggi (> 40 % alluminium jenuh).

(8)

Macroptilium atropurpureum; Neonotonia wightii; Desmodium intortum; D.unicatum; D.triflorum; D.procumbens; D.heterophyllum; D.heterocarpon; D.ovalifolium; D.canum; Stylosanthes; Leucocephala (lamtoro). Sesbania (turi)

(c) Dianjurkan untuk Tanah berPH tinggi (7-8.5)

Desmanthus virgathus; Leucane leucocephala; Stylosanthes hamata; M.atropurpureum (siratro) dst.

5.3 Berdasarkan Adaptasi Klimat.

(a) Dianjurkan bagi daerah lembab : Curah hujan >1200 mm/th

Centrosema pubescens; C.macrocarpum. Pueraria phaseloides; Calopogonium muconoides; Desmodium unicatum; D.heterophylum; D.ovalifolium; Vigna pakeri (didaerah dingin misalnya >500 m diatas permukaan laut); Stylosanthes guyanensis; Codariocalyx.

(b) Dianjurkan bagi daerah Kering: Curah hujan <1200 mm/th.

Stylosanthes hamata; S.humilis; S.viscosa; M.atropurpreum; N.Wightii; L.leucocephala; Desmanthus virgatus; Centrosema pascuorum; C.brasilianum; Cassia rotundifolia.

(c) Mempunyai Toleransi yang baik terhadap Genangan Air.

Desmodium heterophyllum; D.heterocarpon; Pueraria spp; Sesbania; Centrosema pubescens; Macroptilium lathyroides.

6. Penutup.

Pengembangan tanaman legum pakan didaerah-daerah sentra pengembangan ternak ruminansia kecil dan besar, perlu diupayakan keberhasilannya, untuk mendukung pengembangan peternakan dimasa mendatang. Semoga tulisan yang singkat ini memberikan manfaat bagi pembaca.

3. ALTERNATIF FOKUS KEGIATAN PENDUKUNG DALAM RANGKA PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DI PEDESAAN 1. Pendahuluan.

Pembangunan di bidang peternakan dilakukan dengan pendekatan pengembangan peternakan rakyat di pedesaan, dimana pengusahaan ternak umumnya bersifat sambilan dan cabang usaha serta merupakan bagian input untuk usahatani lainnya seperti ternak sebagai sumber pupuk kandang, tenaga kerja dan sebagai tabungan. Manajemen pemeliharaan ternak yang dilakukan para petani tergolong pada pemeliharaan secara tradisional dengan pengertian umumnya belum menerapkan teknologi modern baik dalam bidang pakan, manajemen pemeliharaan, penanganan penyakit dan perkembang-biakan.

(9)

melanda Indonesia serta gejala sulitnya mendapatkan ternak dari pedesaan yang merupakan basis peternakan rakyat sebagai akibat dari "pengurasan" untuk memenuhi kebutuhan pasar konsumen sedangkan penambahan produksi ternak dari kelahiran dan pertambahan berat badan masih rendah. Namun demikian jika dilihat pada tingkat petani-peternak maka perubahan harga ternak tidak terlalu besar dibanding pada tingkat konsumen. Dengan perkataan lain bahwa pemasaran hasil peternakan rakyat tidak berjalan sebagaimana layaknya.

Pemerintah melalui berbagai proyek dengan sumber dana dari Dalam negeri (pusat atau daerah), Luar negeri atau dari institusi donor lainnya, telah dan sedang melakukan kegiatan penyebaran dan pengembangan ternak di pedesaan yang sangat membutuhkan ternak baik untuk alasan pemanfaatan potensi wilayah, sumber tenaga untuk pengolah tanah, transportasi, alasan peningkatan mutu pangan, peningkatan pendapatan petani, yang dilakukan di semua Provinsi. Untuk itu pemerintah melakukan kegiatan pendukung, antara lain : pembinaan, pelayanan kesehatan ternak, pengembangan tanaman hijauan pakan baik rerumputan maupun legum, dan pengaturan.

2. Pengembangan Tanaman Hijauan Pakan.

Pengembangan tanaman hijauan pakan di lokasi penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah, dilakukan melalui program GEMARRAMAK, dengan Sistem Tiga Strata pada beberapa tempat. Namun secara prinsip bahwa lokasi pengembangan tanaman hijauan pakan tersebut lokasi pengembangannya diarahkan pada lahan usahatani milik petani. Selanutnya jika dilakukan peninjauan ke lahan petani sebagai lokasi tanam tanaman hijauan pakan tersebut, umumnya memperlihatkan hasil yang kurang menggembirakan baik jumlah yang ditanam maupun perawatannya serta pemanfaatannya. Pada sisi lain kita melihat petani secara berkelompok kecil ramai-ramai mencari rumput di luar wilayah usahatani mereka dan jika kita amati lebih jauh tidak jarang terlihat kebiasaan mereka bernyanyi kecil "nembang" memperlihatkan kegembiraan diwajahnya. Lokasi sumber rerumputan tersebut umumnya adalah tanah fasilitas umum, dipinggir hutan, di sisi sungai, di tepi jalan. Dengan demikian perlu dilakukan suatu perubahan pendekatan kegiatan pengembangan tanaman hijauan pakan yang diarahkan pengembangannya pada lokasi yang tidak dimiliki secara individu oleh petani peternak, tetapi pada lokasi milik umum seperti : Disisi sungai, dipinggir jalan, dipinggir hutan dan di areal fasilitas umum lainnya, dimana petani biasanya melakukan pemotongan rumput atau "ngarit" ataupun menggembalakan ternaknya. Kegiatan tersebut dapat dilakukan pemerintah sendiri ataupun dilakakan secara bergotong-royong bersama kelompok ternak yang ada atau juga melalui kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

3. Pasar Hewan.

(10)

Sejalan dengan uraian tersebut hendaknyalah didirikan pasar hewan sesuai dengan skala populasi ternak disuatu wilayah yang dilengkapi dengan fasilitas untuk mendukung penilaian harga yang wajar dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen.

Pada beberapa daerah yang merupakan gudang ternak seperti di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, pasar hewan tidak tumbuh dan tidak berkembang dengan baik dan dari masyarakat menyampaikan keenggannya menjual ternaknya ke Pasar Hewan karena tidak mendapat kepastian ternaknya tejual, Oleh karenanya Pasar Hewan tersebut perlu dirancang sedemikian rupa agar semua ternak yang ditawarkan petani pasti terjual, untuk ini pengelolaan Pasar dapat berbentuk Badan Usaha, yang terkait dengan pembibitan ternak dan penggemukan ternak.

4. Petugas Lapangan.

Para petugas lapangan merupakan salah satu "faktor kunci" menuju keberhasilan kegiatan penyebaran dan pengembangan peternakan di pedesaan yang secara garis besarnya melaksanakan fungsi: penyuluhan, pelayanan, pengaturan dan pelaporan atas kegiatan penyebaran ternak pemerinah kepada para petani. Dalam melaksanakan tugasnya petugas lapangan sering sekali tidak didukung oleh ketersediaan fasilitas yang memadai dan pendapatan merekapun relatif rendah. Pada akhirnya petugas lapangan kurang memberikan tampilan kerja yang memuaskan. Untuk itu diperlukan upaya pengembangan usaha baru seperti penggemukan ternak, pembibitan ternak dilingkungan wilayah tugasnya, dimana petugas lapangan dapat diberi tempat sebagai bagian pengelola didalamnya dan untuk itu petugas lapangan memperoleh pendapatan tertentu sebagaimana layaknya atas peran yang diembannya dalam kerangka kegiatan tersebut.

Pendekatan ini diyakini penulis akan memberikan pengaruh berupa peningkatan motivasi petugas untuk bekerja dengan baik dan akan memebrikan hasil pekerjaan yang lebih baik pula.

5. Pelaporan.

Kegiatan pelaopran merupakan hal yang terlalu penting untuk tidak dikerjakan dengan baik, dikarenakan pelaporan merupakan titik awal bagi pihak manajemen untuk menetapkan kebijakan baru untuk mengatasi permasalahan yang mungkin akan mengganggu proyek mencapai tujuannya.

(11)

6. Kelompok Peternak.

Sejak awal penyebaran ternak, bahkan sebelum ternak disebarkan di suatu Desa, selalu dilakukan pembentukan kelompok peternak, minimal kelompok kecil atau "Kelompok Kawin Ternak", seterusnya kelompok-kelompok kecil tersebut dihimpun dalam satu kelompok ternak atau bahkan terhimpun dalam kelompok tani yang sdah ada. Pada awal-awal kelompok terbentuk, kegiatannya sangat tinggi, tetapi biasanya tidak berlangsung lama. Kelemahan utama adalah lemahnya kelompok dalam idea-idea, sehingga kelompok tidak mampu mengikuti keinginan dan menyelesaikan permasalahan anggota. Hal ini diawali dengan lemahnya pencacatan / notulensi kegiatan-kegiatan kelompok yang mengakibatkan kelompok tidak memiliki arah dan berjalan tidak konsisten, yang pada akhirnya mengurangi minat dari para anggota untuk berperan aktif didalam kelompok tersebut.

Untuk itu petugas lapangan perlu melakukan bimbingan para pengurus dan anggota kelompok dalam hal administrasi / notulensi pada setiap pertemuan kelompok dan pada saat tertentu hendaknya petugas lapangan melakukan evaluasi berdasarkan notulensi tersebut dengan para anggota dan pengurus kelompok.

7. Sosialisasi Sistem Gaduhan.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang timbul sering sekali cerminan dari kekurang-pahaman para penggaduh tentang sistem gaduhan ternak yang diterimanya, yang meliputi alasan penyebaran dan pengembangan ternak tersebut, hak dan kewajiban peserta/ penggaduh, mekanisme pembinaan dan pelayaan yang dilakukan berkaitan baik dengan ternak maupun berkaitan dengan pembinaan petani penggaduh. Seyogianya sosialisasi sistem gaduhan ini telah dilakukan jauh hari sebelum kegiatan penyebaran ternak, sehingga para penggaduh dapat mengkondisikan dirinya dalam sistem yang dilaksanakan tersebut.

8. Penutup

Tulisan ini diselesaikan dalam rangka sumbangan pemikiran atas upaya meningkatkan efektifitas (berhasil-guna) kegiatan penyebaran dan pengembangan peternakan dimasa-masa mendatang. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

4. PASAR HEWAN DAN KAITANNYA DENGAN MOTIVASI PETANI MEMELIHARA TERNAK

1. Pendahuluan

(12)

Secara umum ternak ruminansia besar dan kecil mendapat perlakuan yang sangat baik oleh petani, yang tercermin dari kandang khusus dan bersih terawat, pemberian pakan dan garam di dalam kandang serta kebersihan ternak.

Sebagai salah satu komoditi dalam usahatani, petani menjual ternak pada waktu tertentu. Waktu penjualan ternak oleh petani sering sekali berkaitan dengan kebutuhan petani, keadaan/ kondisi ternak ( misal : sudah mencapai berat yang optimum, umur ternak sudah tua, dikarenakan sesuatu hal yang mengakibatkan tidak mungkin dipelihara lebih lama lagi) serta tekanan kondisi lingkungan (misalnya : daya dukung lahan pengehasil rerumputan yang semakin sempit atau diolah karena musim untuk penggunanaan lainnya). Penjualan ternak di pedesaan umumnya dilakukan ke para pedagang perantara “belantik” dan sesekali langsung kepada konsumen, terutama berkaitan dengan upacara-upacara adat dan keagamaan.

Penentuan harga ternak dilakukan dengan pendekatan taksiran dan tawar-menawar antara belantik dan peternak. Pada kondisi seperti ini petani memiliki posisi yang sangat lemah dikarenakan informasi pasar yang dimilikinya sangat sedikit dan petani hanya memiliki posisi tawar berdasarkan kepada harga ternak tetangganya pada waktu sebelumnya, sehingga harga ternak ditingkat petani tidak berfluktuasi sebagaimana fluktuasi harga produk ternak di konsumen akhir. Padahal disisi lain jika kita ikuti perubahan harga harian di tingkat konsumen dari Radio RRI memperlihatkan fluktuasi yang sangat tinggi dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.

Harga ternak yang diterima petani dengan penjualan melalui belantik, sudah dapat dibayangkan akan mengurangi penerimaan petani dari nilai ternak tersebut, dikarenakan para belantik harus memperoleh keuntungan yang terkadang melebihi keuntungan yang diperoleh para petani. Padahal petani memerlukan waktu yang lama untuk pemeliharaan ternak sampai siap dijual, sedangkan pedagang / belantik memerlukan waktu yang lebih singkat untuk menjualkan kembali ternak tersebut serta berpeluang untuk meningkatkan skala penjualannya (omset) menjadi lebih besar.

Pasar Hewan yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai perlu ditumbuh-kembangkan didaerah-daerah pengembangan ternak. Pasar hendaknya mampu mempengaruhi terwujudnya pemasaran ternak yang lebih berpihak kepada para petani, baik dari jaminan terjualnya ternak petani yang dibawa ke pasar maupun harga yang diterima petani lebih baik, sehingga meningkatkan pendapatan petani. Hal ini sekaligus akan meningkatkan motivasi petani memelihara ternak, baik terhadap jumlah ternak yang dipelihara maupun tingkat pemeliharaan yang akan lebih baik dan meningkatkan mutu ternak itu sendiri.

2. Batasan Pasar

(13)

Pasar berfungsi untuk mempertemukan para penjual dan pembeli, sehingga memudahkan untuk berlangsungnya proses transaksi jual-beli barang (dalam artian bahwa pasar adalah suatu tempat). Sedangkan dalam artian pasar sebagai gambaran penyerapan konsumen atas suatu produk, maka fungsinya dapat digunakan untuk menentukan jumlah produksi (skala usaha) dan merencanakan pengadaan bahan baku, serta pembeli juga dapat memetakan pasar yang harus didatanginya untuk memperoleh produk sesuai dengan yang dibutuhkan atau diinginkannya. Pasar yang ideal adalah yang dapat memberikan kepuasan bagi para pembeli dan penjual dan berkesinambungan. Perolehan tingkat kepuasan masing-masing para pembeli dan penjual sangat mempengaruhi motivasi mereka untuk meramaikan pasar tersebut dan menumbuh-kembangkan pasar tersebut.

3. Pasar Hewan di Indonesia

Pasar Hewan di Indonesia, lebih cendrung sebagai tempat berkumpulnya para penjual dan pembeli ternak. Orang datang menjual ternak ke Pasar Hewan umumnya bukan para petani tetapi adalah para belantik, yang terutama disebabkan petani kurang bermotivasi menjual ternaknya langsung di pasar hewan, dikarenakan petani tidak memperoleh jaminan bahwa ternaknya akan terjual di Pasar Hewan serta harganya pun belum tentu lebih mahal dari harga yang diajukan oleh para belantik. Faktor penyebab dari tidak adanya beda harga di Pasar Hewan dan penawaran belantik di desa dikarenakan belantik di pedesaan juga merupakan pembeli/penjual di Pasar Hewan, selain itu petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat sebagai akibat dari informasi yang dimiliki petani sangat terbatas dibandingkan dengan para belantik. Sedangkan pembeli ternak adalah para belantik, pengumpul ternak bagi para pedagang ternak antar pulau, sebagain kecil para pejagal dirumah potong hewan, dan para petani yang berkeinginan memelihara ternak untuk penggemukan ataupun untuk calon induk ataupun untuk sebagai penarik gerobak / bajak.

Pertumbuhan pasar hewan hanya terlihat dibeberapa tempat di Indonesia, yakni di Pulau Jawa dan sedikit daerah di Luar Pulau Jawa. Namun demikian para pengunjung yang datang di Pasar Hewan, umumnya dipenuhi oleh para benlatik baik yang menjual maupun yang membeli ternak. Sehingga petani sebagai produsen dan “ Pejagal “ sebagai pendistribusi daging ke konsumen akhir tidak berperan secara aktif disana, sehingga nilai tambah dari rantai pemasaran tersebut tidak dinikmati oleh petani dan penjagal. Hal ini jika dikaitkan dengan motivasi, sebenarnya dikarenakan pasar tidak memberikan kepuasan kepada keduanya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.

Petani menunjukan keberhasilan dalam usaha penggemukan atau pembiakan ternak, tetapi sering sekali mengalami hambatan untuk penjualannya. Terutama ternak betina, sehingga harga ternak betina jauh lebih murah dibandingkan dengan harga ternak jantan. Ternak sapi dan kambing berjenis kelamin jantan, seringkali berhubungan erat dengan upacara-upacara adat dan keagamaan, semisal : Aqiqah, Qurban.

4. Pasar Hewan yang Sesuai di Indonesia

(14)

pasar hewan, tersedia areal untuk pengembangan tanaman hijauan pakan, holding ground / kandang penampungan yang memadai, ketersediaan air baik untuk minum ternak maupun untuk pembersihan kandang. Pasar Hewan demikian dapat memudahkan petani menjual ternaknya baik betina maupun jantan dengan harga yang memadai (petani puas) serta para pembeli ternak untuk penggemukan, pengembiakan, pejagal dapat memperoleh kepuasan juga.

Pembangunan pasar hewan tersebut pada tahap awal dapat dilakukan oleh pemerintah untuk selanjutnya ditawarkan kepada swasta untuk mengganti rugi keseluruhan asset/ investasi yang dilakukan pemerintah dan menghubungkan dengan pihak perbankan guna urusan keuangan yang antara lain dapat meliputi : pendanaan kredit, transfer, tabungan.

Pengelolaan Pasar Hewan harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan bisnis yang komersial, walaupun tetap menjaga fungsi sebagai “jembatan” pemuas bagi penjual dan pembeli ternak. Kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh Manajemen Pasar Hewan, antara lain dapat berupa : Penggemukan ternak, Pengusahaan ternak betina untuk pengembangbiakan, Perdagangan ternak baik untuk bakalan induk maupun untuk bakalan pengemukan serta untuk penjualan ternak hasil penggemukan yang siap untuk pemotongan.

Pemasaran ternak seperti terurai diatas akan meningkatkan motivasi petani untuk mengembangkan usaha dibidang peternakan baik dari segi skala pemilikan maupun dari segi kualitas ternak. Hal ini seiring dengan orientasi para petani memelihara ternak pada saat ini, umumnya telah mengarah kepada pertimbangan rugi/laba, serta tingkat kemudahan/kesulitan dan tinggi rendahya biaya dari pengusahaan suatu komoditi atas usahatani yang dikelola para petani.

5. Penutup

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pasar hewan ruminansia besar dan kecil didaerah sentra pengembangan ternak, masih belum sepenuhnya dapat memuaskan para pembeli dan penjual ternak, sehingga perlu ditumbuh-kembangkan dengan proyeksi kegiatan yang dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh serta antisipatif terhadap kemungkinan munculnya ketidak puasan para petani dan pembeli sebagai suatu syarat berlangsungnya suatu Pasar Hewan. Kepuasan tersebut akan meningkatkan motivasi para petani/peternak untuk melakukan usaha penggemukan, pengembangbiakan ternak dengan perhatian tinggi terhadap kualitas dan kesinambungan usahanya.

(15)

5. PENGOBATAN ALTERNATIF UNTUK TERNAK RUMINANSIA

“Setiap penyakit ada obatnya”

Tulisan ini bukan didasari oleh sikap prihatin penulis terhadap permasalahan penyakit ternak yang dihadapi oleh peternak di pedesaan, yang belum tentu ada mantri ternaknya ataupun tidak terjangkau pelayanannya secara cepat oleh mantri ternak. Jikapun tersedia pelayanan dari mantri ternak seringkali harus dibayar mahal sebagai imbas mahalnya harga obat-obatan pasca krisis ekonomi yang melanda negeri tercinta ini sejak 1997. Semua orang tahu, berapa kali lipat harga obat kini naik ?. temasuk didalamnya obat hewan. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan alternatif.

Secara biologis khususnya fisiologis, manusia dan hewan ruminansia relatif sama. Untuk manusia dan ruminansia, perbedaan yang menyolok terdapat pada sistem pencernaannya. Jika manusia termasuk non-ruminansia (monogastrik), sapi, kerbau, kambing dan domba masuk ruminansia. Dalam dunia farmakologi, semua obat manusia, penelitiannya dilakukan pada hewan, yang dikenal sebagai hewan percobaan. Begitu juga beberapa jenis penyakit yang menimpa ternak, dapat juga menular ke manusia ataupun sebaliknya, yang kita kenal dengan istilah zoonosis. Oleh karena itu, obatnyapun relatif sama dengan obat manusia. Paling tidak bahan bakunya sama. Hanya dosisnya yang berbeda. Dosis obat biasanya didasarkan pada umur dan berat badan.

Tulisan ini disarikan dari pengalaman penulis sendiri semasa menjadi mantri hewan (Satgas) di lapangan, di daerah transmigrasi Riau dan dari hubungan penulis dengan para peternak di berbagai provinsi di Indonesia. Jadi yang dimaksud dengan pengobatan alternatif disini adalah pengobatan tradisional yang biasa dilakukan oleh petani berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara turun-temurun. Pengobatan tradisional tersebut diyakini oleh petani/peternak khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang diderita oleh ternak.

Bahan yang Sering Digunakan

Bahan obat yang sering digunakan biasanya adalah bahan-bahan yang mudah diperoleh disekitar kita. Tercatat, ratusan jenis tanaman digunakan sebagai bahan obat untuk ternak ruminansia. Sedangkan bahan-bahan lain di luar tanaman antara lain adalah garam, madu, gula merah, telor, kecap, minyak kelapa, oli bekas, belerang, abu-gosok, batu-kapur dan (maaf) air kencing manusia.

Dari berbagai jenis tanaman tersebut, bagian yang digunakan bermacam-macam. Mulai dari akarnya seperti Alang-alang, Bidara upa dan Jambu klutuk sampai bagian batang, bunga, biji, buah dan daun. Bagian tanaman yang paling sering dan banyak digunakan adalah daunnya.

Dari segi khasiat, beberapa jenis bahan secara relatif mempunyai kegunaan yang sama, seperti jenis tanaman yang sepat/bergetah (jambu, sawo, nangka, pepaya dll.) sering digunakan untuk mengobati penyakit diarrhea (mencret). Dari segi formula, terdapat perbedaan antara petani ataupun daerah yang satu dengan yang lain, walaupun selalu ada salah satu unsur/bahan yang sama, atau setidaknya dari jenis bahan yang mempunyai khasiat yang sama.

(16)

1. Diarrhea/Mencret

Diantara penyebab terjadinya diarrhea/mencret ini adalah keadaan pakan yang dikonsumsi oleh ternak seperti daun-daunan/rumput yang terlalu muda atau disebabkan oleh bakteri yang terdapat dalam alat pencernaan. Jika penyebabnya adalah yang pertama, maka pengobatannya cukup dengan menyetop pemberian pakan tersebut, dan diganti dengan rumput/daun-daunan dengan kondisi yang biasa diberikan. Tetapi jika penyebabnya bukan karena pakan yang diberikan, maka pengobatan berikut dapat diberikan.

Bahan yang sering digunakan untuk pengobatan penyakit ini adalah jenis tanaman yang bergetah seperti daun, batang atau akar jambu, daun pepaya, daun nangka dll. Cara pemberiannya, yang paling sederhana adalah disajikan dalam bentuk segar sebagai pakan; atau ditumbuk kemudian dicampur dengan sedikit garam dan air hangat, setelah itu diperas, dan diminumkan. Berapa besarnya proporsi masing-masing bagian, tidak ada ukuran yang pasti. Kenyataan di lapangan sangat beragam, berdasarkan pengetahuan yang diperoleh peternak secara turun-temurun. Jika sedemikian jauh tidak juga sembuh, perlu dikonsultasikan ke Manteri atau Dokter Hewan yang ada untuk diberikan obat.

2. Kembung (bloat)

Hampir sama seperti penyakit diarrhea, kembung bisa diakibatkan oleh rumput/legum yang terlalu muda, rumput pagi yang masih berembun atau gangguan pencernaan. Juga disinyalir, ada beberapa jenis pakan hijauan yang mudah menghasilkan gas dalam pencernaan.

Pengalaman penulis, bahan yang efektif untuk menyembuhkan penyakit kembung ini adalah minyak kelapa/minyak goreng yang dicampur dengan air hangat, lalu dikocok dalam botol untuk selanjutnya diminumkan. Pengalaman penulis, untuk sapi Bali, 90% berhasil. Tetapi, belum pernah berhasil untuk kambing.

Usaha tambahan yang tak kurang pentingnya adalah eksplorasi per rectal kemungkinan terjadinya konstipasi (pemadatan kotoran) yang mungkin menyulitkan buang kotoran atau menyumbat keluarnya angin. Bahkan beberapa petani, memasang tangkai daun pepaya pada anus sapi yang mengalami kembung agar “angin” dapat keluar secara bebas.

3. Scabies/Penyakit Kulit

Beberapa jenis tanaman yang sering digunakan untuk mengobati penyakit scabies ini adalah daun gamal, daun tembakau, daun lamtoro dan daun ketepeng. Sedangkan bahan yang lain adalah oli bekas, minyak kelapa, belerang dan abu gosok.

Cara yang paling sederhana adalah bahan tunggal (daun gamal, tembakau, lamtoro dan ketepeng) digosok-gosokkan pada kulit yang terinfeksi. Formula lain adalah mencampur bahan tersebut dengan minyak dan/atau ditambah sedikit belerang. Cara penggunaanya, bisa dioleskan seperti salep, atau ditempelkan/dibobokkan pada kulit yang terinfeksi.

4. Penyakit Mata

(17)

Penggunaanya, untuk jeruk nipis, peras airnya dan gunakan untuk mencuci mata yang sakit. Untuk daun sirih dan garam, tambahkan segelas air hangat, sampai larut. Kemudian gunakan untuk mencuci mata yang sakit. Begitu juga untuk penggunaan air kencing manusia. Pencucian ini dilakukan pagi dan sore dalam waktu berhari-hari.

5. Parasit Alat Pencernakan/Cacing

Banyak bahan/tanaman yang sering digunakan untuk mengobati penyakit cacing ini, antara lain adalah buah pinang, daun ketapang, daun tembakau, daun pepaya, daun waru, daun lamtoro, bambu muda, temu hitam, kunir/kunyit dan garam.

Penggunaannya, jika mungkin diberikan sebagai campuran pakan. Jika tidak memungkinkan, bahan tersebut dilarutkan dalam air hangat kemudian diminumkan. Fungsi penambahan garam adalah hanya untuk menambah nafsu makan.

6. Gangguan Serangga/Lalat/Nyamuk

Cara yang paling umum untuk mengusir/menghilangkan gangguan nyamuk dan lalat adalah dengan menggunakan asap. Tidak ada bahan/tanaman khusus yang digunakan (dibakar) untuk menghasilkan asap ini. Bahkan kerap kali peternak menggunakan sisa-sisa pakan dalam kandang dan sampah dedaunan sekitar kandang untuk dibakar.

Cara lain adalah mencampur daun pinang dengan air, kemudian diminumkan. Hal lain yang sangat membantu adalah menjaga kebersihan ternak dan kandangnya.

7. Keracunan

Untuk mengatasi keracunan pada ternak, bahan yang sering digunakan adalah tumbukan arang kayu. Serbuk arang ini bersifat higroskopis (menyerap). Caranya dengan mencampur serbuk arang tersebut dengan air ditambah sedikit garam kemudian diminumkan. Bahan lain yang juga sering digunakan adalah air kelapa khususnya air kelapa hijau. Caranya sama seperti diatas, diminumkan.

Lebih baik Mencegah dari pada Mengobati

Mengobati adalah cara terakhir mengatasi kemungkinan kerugian yang lebih besar. Oleh karena itu kata kunci untuk menghindari kerugian adalah mencegah terjadinya penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga kebersihan ternak, lingkungan, pakan/minum yang cukup dan bergizi, cukup bergerak (olah-raga) dan obat/bahan penambah nafsu makan.

Kebersihan ternak dan kandangnya dapat mengurangi terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit seperti cacing, gigitan nyamuk, kutu/tungau ataupun kerumunan lalat yang dapat mengganggu aktifitas hidupnya. Dengan memandikan ternak pagi dan sore serta membersihkan kandang dan lingkungannya setiap hari akan cukup menjaga tetap bersih ternak dan lingkunganya.

(18)

Penutup

Seperti diketahui, tulisan ini baru mengungkap sedikit cara pengobatan tradisional yang dilakukan oleh peternak di Daerah transmigrasi di Riau dan dibeberapa daerah lainnya. Penulis yakin, bahwa masih banyak cara pengobatan lain yang dilakukan oleh peternak di wilayah lain di Indonesia yang dikenal mempunyai tradisi dan kebudayaan sangat beragam ini.

6. PEMANFAATAN LAHAN KERING UNTUK PENGEMBANGAN

PETERNAKAN RUMINANSIA

Pendahuluan

Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam segala kehidupan manusia, karena lahan atau tanah diperlukan manusia untuk tempat tinggal dan hidup, melakukan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pertambangan dan sebagainya. Karena pentingnya peranan lahan atau tanah dalam kehidupan manusia, maka ketersediaannya juga jadi terbatas. Keadaan ini menyebabkan penggunaan tanah yang rangkap (tumpang tindih), misalnya tanah sawah yang digunakan untuk perkebunan tebu, kolam ikan atau penggembalaan ternak atau tanah hutan yang digunakan untuk perladangan atau pertanian tanah kering.

Pendayagunaan lahan atau tanah memerlukan pengelolaan yang tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestarian sumber daya alam tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada sistem lingkungan tanah, usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan pendayagunaan tanah yang optimum.

Pendayagunaan lahan atau tanah yang kurang tepat akan menyebabkan lahan atau tanah tersebut menjadi rusak (kritis) dan kehilangan fungsinya. Hilangnya fungsi produksi dari sumber daya tanah dapat terus menerus diperbaharui, karena diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah tersebut.

Akhir-akhir ini masalah kerusakan sumberdaya tanah, terutama tanah pertanian lahan kering didaerah aliran sungai (DAS) bagian hulu, sudah mencapai tahap sangat mengkhawatirkan. Dari tahun ketahun laju pertambahan kerusakan tanah semakin meningkat, diperkirakan luas tanah yang rusak bertambah sekitar satu sampai dua persen setiap tahunnya.

Pemanfaatan lahan untuk pengembangan peternakan menimbulkan isu-isu yang santer, pandangan tentang dampak ternak terhadap lahan terpecah dalam dua kutub. Di satu pihak terdapat pandangan ekstrim yang memandang ternak sebagai hama yang menimbulkan kerusakan sumber daya alam. Di pihak lain terdapat keyakinan bahwa ternak justru dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah. Kedua pandangan tersebut sama-sama mengandung kebenaran, karena ternak memang ibarat pisau bermata dua. Dengan pengelolaan yang tepat ternak dapat dimanfaatkan, sebaliknya dapat menjadi musibah kalau dikelola secara ceroboh.

(19)

tergantung pada lahan (non-land base) justru merupakan ciri kekuatan peternakan. Kekeliruan ini terdapat di sementara kalangan di luar peternakan. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan membawa kerugian kepada semua pihak.

Pergesekan kepentingan (conflict of interest) sudah sering terjadi antar sub-sektor yang menuntut jurisdiksi terhadap lahan. Masing-masing pihak menuntut secara maksimal lahan untuk pengembangan bidangnya sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing. Permasalahan muncul terutama di tingkat pelaksanaan, meskipun ketidakpastian tersebut juga sangat mempersulit perencanaan pembangunan.

Peranan Ternak Ruminansia

Ternak ruminansia berfungsi ganda dalam pola usahatani terpadu yaitu sebagai penghasil pupuk kandang disamping sebagai sumber pendapatan dan protein bagi petani. Fungsi ternak ruminansia sebagai sumber pupuk organik terutama sangat menonjol pada sistem usahatani tanah kering / tegalan untuk tanaman palawija dan tanaman tahunan.

Penggunaan pupuk kandang untuk tanah kering/tegalan adalah praktis dan ekonomis, karena pupuk ini dapat memperbaiki tanah fisik tanah, menggiatkan aktifitas mikroorganisme untuk mengikat partikel-partikel tanah, meningkatkan jumlah air yang digunakan tanaman dan memberikan pertumbuhan akar tanaman lebih baik. Disamping itu pupuk kandang mempunyai pengaruh susulan yang lama didalam tanah. Efek langsung dari tanah dapat terlihat bila menggunakan pupuk kandang dalam jumlah besar karena dapat memenuhi kebutuhan hara P tanah bagi tanaman jagung, ketela pohon, ketela rambat, sayuran, kentang, pisang, tanaman buah-buahan, kelapa dan sebagainya. Pengaruh susulan yang lama dari pupuk kandang terutama lebih menonjol pada rotasi tanaman setahun.

Fungsi lain dari ternak ruminansia selain sebagai sumber pupuk adalah sebagai tenaga kerja, sumber tabungan dan fungsi sosial. Tetapi dalam makalah ini fungsi-fungsi yang lain tersebut tidak dibahas secara rinci, karena makalah ini menyoroti bagaimana pemanfatan lahan kering ditinjau dari aspek kesuburannya untuk peternakan ruminansia dan usahatani terpadu.

Sistem Produksi Peternakan

Sistem produksi peternakan ruminansia dalam kaitannya dengan lingkungan sumberdaya alam (lahan) untuk pengembangan peternakan dibagi dalam dua bentuk : 1) sistem setengah terbuka dan 2) sistem terbuka. Pada bentuk yang pertama, sistem usaha tani setengah terbuka terhadap pasar, dalam arti sebagian besar produk dijual ke pasar sedang sebagian input terutama pakan dan bibit berasal dari sistem usaha tani tersebut. Pada bentuk yang kedua sistem usaha tani sepenuhnya terbuka terhadap pasar dalam arti sebagian besar produk dijual ke pasar, demikian pula sebagian besar produk input diperoleh dari pasar.

(20)

Dalam perkembangan berikutnya karena pengaruh naungan dan pemupukan dengan pupuk kandang maka akan berkembang Axonopus compressus dan Paspalum dilatatum. Sejak dari tahap alang-alang sampai berkembangnya jenis graminal baru, maka dapat dilakukan pertanaman campuran dengan kacang-kacangan Centrosema pubescens dan Peuraria phaseoloides.

Pada sistem produksi terbuka, maka input pakan akan mempunyai arti khusus dalam kaitan ternak-pakan-lahan. Makin terbuka sistem usahatani maka makin tergantung ternak akan pakan dari luar, tetapi sebaliknya makin tidak terikat lahan setempat. Dengan perkataan lain pengaruh lahan baik luas maupun kualitas menjadi kurang nyata.

Potensi Sumber Daya Alam

Menurut Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan (1985), pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada proposisi bahwa :a) lahan adalah sumber pakan untuk ternak, b) semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan, c) pemanfaatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan sistem produksi pertanian, d) hubungan antara lahan dan peternakan bersifat dinamis. Selanjutnya dikatakan, bahwa pemanfaatan lahan tersebut bukan sekedar cocok, tetapi juga diperhitungkan resiko erosi dan longsor.

Dewasa ini masalah lahan untuk peternakan menjadi isu nasional yang cukup menarik perhatian. Dengan lajunya peningkatan jumlah penduduk, maka terjadi persaingan yang ketat dalam penggunaan lahan, terutama sebagai pemukiman dan untuk penanaman tanaman pangan yang langsung untuk konsumsi. Akibatnya ialah tiada tanah yang tersisa bagi kepentingan peternakan, apalagi yang bersifat spesialitis seperti khusus untuk produksi daging atau susu yang pengusahanya komersial.

Disatu pihak ketersediaan lahan untuk usaha peternakan semakin sempit, cukup besar. Pada dasarnya sumber daya lahan ditiap-tiap wiulayah mempunyai potensi dan faktor-faktor pembatas yang berbeda, antara lain topografi, jenis tanah, iklim, dan keadaan sumber air. Selanjutnya dikatakan, bahwa informasi mikro dan makro sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya.

Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat penting terutama sebagai sumber hijauan pakan. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa semakin padatnya penduduk, lahan yang tersedia untuk hiajuan pakan ternak semakin menyempit. Akibatnya didaerah padat penduduk ternak lebih banyak tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah pertaian tersedia secara efektif untuk makanan ternak. Peningkatan pengadaan pakan erat hubungannya dengan keberhasilan peningkatan tanaman pangan, khususnya palawija. Bahkan sekarang bahwa sekurang-kurangnya untuk dewasa ini dan untuk pulau Jawa, maka maju mundurnya pertanian pun erat hubungannya dengan maju mundurnya peternakan.

(21)

Bentuk operasional produksi ternak ruminansia tidak dilakukan dalam bentuk ladang ternak melainkan pemafaatan lahan untuk peternakan yang diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan untuk usaha tani dengan sistem produksi usaha peternakan.

Peruntukan Lahan Kering

Cara yang tepat untuk menggunakan lahan kering secara operasional akan lebih berarti kalau peruntukan lahan dikelompokkan sebagai berikut: 1) lahan kering tanaman pangan, 2) lahan kering tanaman perkebunan, 3) padang rumput dan 4) lahan hutan.

Lahan Kering Tanaman Pangan

Pada lahan kering tanaman pangan maka tanaman pangan yang umum berupa palawija (karena padi terutama ditanam disawah), prioritas kedua adalah tanaman holtikultura, dengan demikian hijauan pakan untuk ternak berasal dari limbah pertanian tanaman palawija, gulma, peperduan dan pepohonan. Peperduan yang penting adalah merry gold, lantana camara, kaliandra dan lamtoro, sedangkan pepohonan yang potensial adalah albizia, nangka, mindi dan sebagainya. Hijauan unggul ditanam dibibir teras, lereng teras dan dibatas-batas tanah, juga tebing-tebing dan selokan-selokan serta pinggir-pinggir jalan. Dilahan semacam ini peternakan adalah bagian integral sistem usahatani dengan klimaks berupa sistem ”agroforestry”. Ternak sangat berfungsi sebagai sumber pupuk kandang sedangkan pemanfaatan sebagai ternak kerja menduduki tempat kedua.

Pada lahan kering tanaman pangan terutama didaerah pegunungan dengan tanaman sayur-mayur iklim sedang, maka dapat dikembangkan “ley sistem” yaitu pergiliran penanaman sayuran dengan rerumputan ternyata menguntungkan dipandang dari siklus hara maupun pengendalian hama penyakit tanaman. Namun demikian cara semacam ini lebih layak kalau ternak yang dikembangkan adalah sapi perah.

Lahan Kering Tanaman Perkebunan

Pada lahan kering tanaman perkebunan terutama pada lahan perkebunan rakyat masih dimungkinkan ternak ruminansia karena cara berkebun yang kurang intensif maka masih dimungkinkan untuk mengarit gulma sebagian pakan. Disamping itu perkebunan rakyat membutuhkan pupuk kandang untuk tanaman perkebunan. Pemeliharaan ternak dibawah pohon kelapa yang lebih dikenal dengan “coco beef” memberi banyak harapan tetapi sudah pasti terjadi “trade off” antara kepentingan perkebunan dengan kepentingan peternakan.

Pada lahan perkebunan besar, maka pengambilan hijauan pakan yang berupa “cover crops” akan sangat dibatasi karena tujuan penanaman “cover crops” adalah untuk penutupan tanah yang terus menerus sehingga tidak terjadi erosi untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah. Kalaupun kehilangan hara yang terjadi karena pemanenan “cover crops” dapat diimbangi dengan pemupukan. Satu-satunya cara yang sudah pasti dalam pengembangan hijauan pakan adalah penanaman hijauan pakan dibatas-batas lahan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.

(22)

Pemanfaatan bungkil ini (limbah industri perkebunan) relatif lebih mudah karena limbah yang ada sudah berkonsentrasi sehingga pengumpulannya tidak merupakan masalah. Keuntungan lain adalah: 1) pencemaran lingkungan karena limbah tersebut dapat diatasi, 2) perluasan kesempatan kerja melalui pemilikan ternak dan 3) penghematan devisa.

Padang Rumput

Yang dimaksud dengan padang rumput disini adalah padang rumput alam. Sumber pakan ternak terutama berupa rumput alam tersebut. Perbaikan biasanya dengan penanaman lamtoro yang populer dengan nama “lamtoronisasi”. Pembuatan dam-dam pengendali akan memungkinkan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura tetapi bukan dalam kawasan yang luas. Meskipun demikian sudah ada kemungkinan peningkatan pakan berupa limbah pertanian. Dampak utama dari pembangunan dan pengendali maka akan berkembang dua macam usaha produksi peternakan yaitu sistem ekstensif (pengembalaan) dan sistem intensif (penggemukan).

Dipandang dari kepentingan yang lebih luas dan dalam jangka panjang maka penggunaan lahan alang-alang lebih menguntungkan dibandingkan dengan lahan pasang surut dan lahan hutan. Dipandang dari daya dukung sumberdaya pakan hijauan maka pada tahap-tahap awal lahan alang-alang adalah yang paling potensial dan dapat dikembangkan lebih cepat dan lebih murah menjadi sumber hijauan pakan. Oleh karena itu usaha pokok peternakan seyogyanya diletakkan dilahan alang-alang terutama kalau ternak ruminansia dipilih sebagai usaha pokok.

Lahan Hutan

Tergantung pada status kawasan hutan apakah hutan lindung, hutan produksi atau hutan konservasi, maka dukungan pakan dapat bervariasi dari rendah sekali sampai potensial. Satu-satunya cara adalah penyediaan daerah penyangga berupa penentuan tanaman suatu luasan tertentu sepanjang tepi hutan untuk penanaman hijauan pakan yang secara hidro-orologis dapat dipertanggung jawabkan.

Pada lahan hutan produksi kesempatan lahan lebih terbuka untuk pengembangan hijauan pakan yaitu :1) pada periode-periode permulaan, 2) sebagai usaha diversifikasi kehutanan untuk menghasilkan hijauan pakan kualitas unggul (lamtoro, kaliandra, albizia) secara komersial, 3) pengembangan hijauan pakan ditepi-tepi hutan, baik berupa daerah penyangga maupun sekedar sebagai pasar hidup.

Pad hutan konversi, maka terbentuk konversinya apakah untuk lahan kering tanaman pangan, lahan kering perkebunan atau kebun rumput, maka cara pemeliharaan ternak dapat disesuaikan dengan peruntukan lahan tersebut.

Kesimpulan

1. Peternakan ruminansia sebagai bagian integral dari sistem usaha tani terpadu, menghasilkan pupuk kandang (pupuk organik) yang dapat menyuburkan lahan pertanian (usahatani) sehingga produktivitas uasaha tani meningkat.

(23)

7. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA SEBAGAI

PELAKSANA PEMBANGUNAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN

Abad 21 merupakan era globalisasi yang ditandai dengan semakin tipisnya batas antar negara dalam berbagai bidang. Keadaan ini tidak terlepas dari dampak kemajuan yang dicapai manusia dalam tehnologi komunikasi, informasi serta transportasi.

Salah satu bidang yang sangat mendapat perhatian dan tanggapan luas dari berbagai kalangan adalah bidang perdagangan yang lazim disebut dengan perdagangan bebas dunia (WTO), yang konskuensinya meningkatkan persaingan perdagangan yang semakin ketat. Semua negara mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar dapat bertahan, bahkan masing-masing negara berupaya untuk dapat memetik keuntungan dari keadaan tersebut.

Indonesia memiliki peluang besar dan sekaligus tantangan yang besar dalam menghadapi kerjasama APEC ( Asia Pacific Economic Cooperation ) pada tahun 2020 dan juga bentuk kerjasama lainnya seperti AFTA, NAFTA ( North America Free Trade Area ) dan Uruguay Round. Peluang dimaksud adalah dalam mencapai efesiensi dan kesejahteraan penduduk Indonesia . Sedangkan tantangan dimaksud adalah dikarenakan kondisi perekonomian nasional saat ini , walaupun telah menunjukkan kemajuan yang berarti tetapi belum cukup kuat untuk menghadapi berbagai persaingan dan ketergantungan Internasional. Berbagai indikator sosial ekonomi menunjukkan kelemahan perekeoniam dimaksud antara lain : Pertama, sumber daya manusia Indonesia yang relatif masih rendah. Kedua, masih banyaknya produk yang berdaya saing rendah dan diproduksi dengan tidak efesien. Ketiga, tingkat penguasaan tehnologi yang rendah . Keempat, keterbatasan infrastruktur dan birokrasi. Kelima, masih kuatnya hasrat masyarakat indonesia mengkonsumsi barang impor.

APEC dibentuk pada bulan November 1989 di Canbera atas usulan dari Perdana Menteri Australia Bob Hawke. Berbagi hal yang melatar belakangi pembentukan tersebut antara lain adalah Pertama, adanya kekhawatiran gagalnya perundingan dan atau hambatan dalam putaran Uruguay yang dapat berakibat meningkatnya proteksionisme. Kedua, munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti pasar tunggal eropa ( ME ) dan pasar bebas Amerika Utara (NAFTA). Ketiga, adanya perubahan besar dalam bidang politik dan ekonomi yang terjadi dan berlangsung di Uni Soviet dan Eropa Timur. Keempat, adanya pemikiran bahwa kemajuan perekonomian suatu negara dapat tercapai bila didorong oleh pasar ke suatu intergrasi ekonomi baik regional maupun internasional.

Sektor pertanian sudah dapat dipastikan akan juga menerima dampak dari perdagangan bebas tersebut, sehingga perlu dilakukan upaya terobosan agar tercapai sasaran dan target dari pembangunan dibidang pertanian.

(24)

Pada kurun waktu belakangan ini komoditi pertanian mengalami suatu dilema yang perlu segera ditanggulangi, yakni semakin meningkatnya impor seperti jagung, kedelai, daging sapi dan sapi bakalan serta produk peternakan lainnya seperti susu dan hasil ikutannya bahkan juga impor beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi sebagai akibat tidak sebanding dengan laju peningkatan produksi pertanian dalam negeri dan laju peningkatan permintaan masyarakat Indonesia akan produksi peranian tersebut.

II. PEMBANGUNAN PETERNAKAN INDONESIA.

Secara garis besarnya bahwa pembangunan peternakan di Indonesia dititik-beratkan kepada pembangunan peternakan rakyat. Ternak merupakan komoditi yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan petani.

Pola usahatani yang dilaksanakan sebagian besar petani Indonesia adalah usahatani campuran /terpadu (mix farming), dengan pengertian petani mengusahakan sekaligus secara bersamaan diantara komoditas tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan pada satu atau lebih bidang lahan yang dikuasainya.

Ciri yang sangat menonjol dari usaha peternakan rakyat adalah pemeliharaan ternak secara tradisional, skala usaha kecil, kurang ekonomis dan sifat usaha mengarah kepada usaha sampingan atau cabang usaha. Bentuk pengusahaan yang demikian tidak dapat memberikan produktifitas yang tinggi, kurang layak penerapan tehnologi dan mutu produksi rendah.

Pada dekakde belakangan ini kebijakan pengembangan peternakan sebagaimana kebijakan

pengembangan pertanian pada umumnya, diterapkan dengan pendekan terpadu, terkonsentrasi,

ekonomis dan sesuai dengan dukungan alam setempat.

Pada dua tahun pelita VI ( 1994 dan 1995 ) pertumbuhan PDB peternakan masih belum

mencapai target, yaitu sebesar 6,4 % per tahun, karena pertumbuhan pada 2 tahun pelita VI baru

meningkat 5,04 % per tahun.

Populasi ternak mengalami peningkatan, kecuali pada ternak babi dan kuda. Demikian

Pula produksi ternak berupa daging, telur dan susu pada 2 tahun pelita VI menunjukkan peningkatan, khususnya daging sapi sebagai akibat dari peningkatan impor sapi bakalan yang cukup tinggi yakni 78.000 ekor pada tahun 1994 dan sebesar 169.000 ekor pada tahun 1995.

Konsumsi hasil ternak meningkat sesuai dengan peningkatan penduduk, pendapatan dan pendidikan masyarakat Indonesia. Peningkatan konsumsi perkapita untuk daging sebesar 6,9 % , telur sebesar 6,4 % dan susu sebesar 3,9 %. Peningkatan konsumsi tersebut belum dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri sehingga harus diimpor. Khusus untuk susu pemenuhan konsumsi sebagian besar melalui impor.

(25)

perdagangan telah mencapi 492,2 Juta US $ dan pada 4 bulan pertama tahun 1995 telah mencapai 645,4 Juta US $ ( dalam tahun 1995 diperkirakan mencapai 728,8 Juta US $ ), data tersebut memperlihatkan suatu peningkatan yang cukup besar.

Paradigma pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada manusia, dimana pembangunan pertanian meletakkan petani dan nelayan sebagai subjek. Karena itu pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, peternak dan nelayan merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya-upaya tersebut untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran pemerintah adalah sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani, peternak dan nelayan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Visi pembangunan pertanian memasuki abad 21 adalah pertanian modern, tangguh dan efesien. Untuk mewujudkan visi pertanian tersebut, misi pembangunan pertanian adalah memberdayakan petani, peternak dan nelayan menuju masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan.

Wujud pertanian dan pembangunan pertanian seperti itu akan dapat dicapai melalui pembangunan pertanian dengan cara :

a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi)

b. Perluasan spektrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi pada : teknologi, sumber daya, produksi dan konsumsi

c. Penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi secara dinamis

d. Peningkatan efesiensi sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi pertanian dengan kandungan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan bagi petani dan masyarakat konsumen secara berimbang.

Sejalan dengan visi dan misi tersebut, maka tujuan pembangunan pertanian adalah : 1) Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak dan nelayan 2) Meningkatkan ketahanan pangan nasional

3) Menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi untuk mengisi pasar domestik dan ekspor

4) Meningkatkan lapangan kerja dengan produktifvitas tingi dan kesempatan berusaha yang efesien dibidang agribisnis.

5) Meningkatkan kemandirian petani-nelayan dan pemberdayaan kelembagaan serta prasarana pertanian.

Abad 21 merupakan era globalisasi yang ditandai dengan semakin tipisnya batas antar negara dalam berbagai bidang. Keadaan ini tidak terlepas dari dampak kemajuan yang dicapai manusia dalam tehnologi komunikasi dan informasi.

(26)

bahkan masing-masing negara berupaya untuk dapat memetik keuntungan dari keadaan tersebut.

Indonesia memiliki peluang besar dan sekaligus tantangan yang besar dalam menghadapi kerjasama APEC ( Asia Pacific Economic Cooperation ) pada tahun 2020 dan juga bentuk kerjasama lainnya seperti AFTA, NAFTA ( North America Free Trade Area ) dan Uruguay Round. Peluang dimaksud adalah dalam mencapai efesiensi dan kesejahteraan penduduk Indonesia . Sedangkan tantangan dimaksud adalah dikarenakan kondisi perekonomian nasional saat ini , walaupun telah menunjukkan kemajuan yang berarti tetapi belum cukup kuat untuk menghadapi berbagai persaingan dan ketergantungan Internasional. Berbagai indikator sosial ekonomi menunjukkan kelemahan perekeoniam dimaksud antara lain : Pertama, sumber daya manusia Indonesia yang relatif masih rendah. Kedua, masih banyaknya produk yang berdaya saing rendah dan diproduksi dengan tidak efesien. Ketiga, tingkat penguasaan tehnologi yang rendah . Keempat, keterbatasan infrastruktur dan birokrasi. Kelima, masih kuatnya hasrat masyarakat indonesia mengkonsumsi barang impor.

APEC dibentuk pada bulan November 1989 di Canbera atas usulan dari Perdana Menteri Australia Bob Hawke. Berbagi hal yang melatar belakangi pembentukan tersebut antara lain adalah Pertama, adanya kekhawatiran gagalnya perundingan dan atau hambatan dalam putaran Uruguay yang dapat berakibat meningkatnya proteksionisme. Kedua, munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti pasar tunggal eropa ( ME ) dan pasar bebas Amerika Utara (NAFTA). Ketiga, adanya perubahan besar dalam bidang politik dan ekonomi yang terjadi dan berlangsung di Uni Soviet dan Eropa Timur. Keempat, adanya pemikiran bahwa kemajuan perekonomian suatu negara dapat tercapai bila didorong oleh pasar ke suatu intergrasi ekonomi baik regional maupun internasional.

Sub sektor peternakan sudah dapat dipastikan akan juga menerima dampak dari perdagangan bebas tersebut, sehingga perlu dilakukan upaya terobosan agar tercapai sasaran dan target dari pembangunan dibidang peternakan.

Pengembangan peternakan dapat menjadi sangat penting dikaitkan dengan komoditi peternakan merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat strategis terutama pada dekade belakangan ini sebagai akibat dari meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat dan perubahan pola konsumsi pangan masyarakat. Disamping itu pengusahaan peternakan umumnya dilakukan oleh para petani yang umumnya tinggal di pedesaan dan memiliki daya saing yang sangat rendah.

Pada kurun waktu belakangan ini komoditi peternakan mengalami suatu dilema yang perlu segera ditanggulangi, yakni semakin meningkatnya impor terutama daging sapi dan sapi bakalan serta produk peternakan lainnya seperti susu dan hasil ikutannya. Peningkatan perkembangan peternakan tidak sebanding dengan laju peningkatan permintaan masyarakat.

Upaya terobosan tersebut adalah mengembangan sentra produksi secara terkonsentrasi dengan disertai upaya penerapan teknologi yang disebut dengan Gerakan Pengembangan Sentra Bibit Baru di Pedesaan serta Pendekatan Inseminasi Buatan.

(27)

II. PEMBANGUNAN PETERNAKAN INDONESIA

.

Secara garis besarnya bahwa pembangunan peternakan di Indonesia dititik-beratkan kepada pembangunan peternakan rakyat. Ternak merupakan komoditi yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan petani.

Pola usahatani yang dilaksanakan sebagian besar petani Indonesia adalah usahatani campuran / terpadu (mix farming), dengan pengertian petani mengusahakan sekaligus secara bersamaan diantara komoditas tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan pada satu atau lebih bidang lahan yang dikuasainya.

Ciri yang sangat menonjol dari usaha peternakan rakyat adalah pemeliharaan ternak secara tradisional, skala usaha kecil, kurang ekonomis dan sifat usaha mengarah kepada usaha sampingan atau cabang usaha. Bentuk pengusahaan yang demikian tidak dapat memberikan produktifitas yang tinggi, kurang layak penerapan tehnologi dan mutu produksi rendah.

Pada dekakde belakangan ini kebijakan pengembangan peternakan sebagaimana kebijakan pengembangan pertanian pada umumnya, diterapkan dengan pendekan terpadu, terkonsentrasi, ekonomis dan sesuai dengan dukungan alam setempat.

Pada dua tahun pelita VI ( 1994 dan 1995 ) pertumbuhan PDB peternakan masih belum mencapai target, yaitu sebesar 6,4 % per tahun, karena pertumbuhan pada 2 tahun pelita VI baru meningkat 5,04 % per tahun.

Populasi ternak mengalami peningkatan, kecuali pada ternak babi dan kuda. Demikian pula produksi ternak berupa daging, telur dan susu pada 2 tahun pelita VI menunjukkan peningkatan, khususnya daging sapi sebagai akibat dari peningkatan impor sapi bakalan yang cukup tinggi yakni 78.000 ekor pada tahun 1994 dan sebesar 169.000 ekor pada tahun 1995.

Konsumsi hasil ternak meningkat sesuai dengan peningkatan penduduk, pendapatan dan pendidikan masyarakat Indonesia. Peningkatan konsumsi perkapita untuk daging sebesar 6,9 % , telur sebesar 6,4 % dan susu sebesar 3,9 %. Peningkatan konsumsi tersebut belum dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri sehingga harus diimpor. Khusus untuk susu pemenuhan konsumsi sebagian besar melalui impor.

Secara ekonomis memperlihatkan bahwa neraca perdagangan ternak dan hasil ternak pada tahun belakangan ini mengalami defisit bahkan terlihat kecendrungan defisit yang semakin membesar, sebagai akibat dari semakin meningkatnya impor susu, sapi bakalan, daging sapi dan kulit dari tahun ke tahun. Pada tahun 1994 defisit neraca perdagangan telah mencapi 492,2 Juta US $ dan pada 4 bulan pertama tahun 1995 telah mencapai 645,4 Juta US $ ( dalam tahun 1995 diperkirakan mencapai 728,8 Juta US $ ), data tersebut memperlihatkan suatu peningkatan yang cukup besar.

Dinamika sumber daya manusia dicirikan oleh perubahan struktur demografis, ditinjau

dari jumlah, komposisi umur, proporsi angkatan keraja, tingkat pendidikan dan struktur pendapatan. K eadaan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keragaan sektor pertanian di masa mendatang. Tiga hal utama yang merupakan dampak dari perubahan tersebut adalah :

(28)

• Meningkatnya ketersediaan tenaga kerja, yang tidak saja dapat dipandang sebagai asset produktif, tetapi uga memiliki potensi kerawanan sosial apabila peningkatan tenaga kerja ini tidak mampu diserap oleh sektor eonomi lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Mustafa Bahçeci, Rotary 2000, ADD Menemen Şubesi, Türkiye- Avrupa Birliği Demeği, Biyologlar Derneği ve Türk Fizik Demeği, Mustafa Ke­ mal Gençlik Vakfı, BRT Yönetim

+DULDGL06+DUGMRSUDQMRWR:XUOLQD+$+HUPDGL%8WRPR5LPD\DQWL ,17ULDQDGDQ+5DWQDQL,OPX.HPDMLUDQSDGD7HUQDN&HWDNDQ $LUODQJJD8QLYHUVLW\3UHVV6XUDED\D

Untuk soal nomor 1 sampai dengan 20, pilihlah pasangan kata yang paling tepat untuk mengisi titik-titik (...)pada bagian tengah kalimat, agar antarbagian kalimat tersebut

Beberapa implikasi penting dari penelitian ini adalah: (1) perancangan teknologi harus mempertimbangkan cabai sebagai salah satu komponen dari penelitian ini adalah: (1)

[r]

Dari hasil uji regresi yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa mekanisme CG yang diwakili oleh kepemilikan manajerial, proporsi outside directors,

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa Jaddih bermigrasi ke Papua adalah jumlah keluarga, status kepemilkan rumah, status pekerjaan dan

London Sumatra Indonesia Tbk, Medan adalah sebuah perusahaan terkemuka millik asing di Indonesia yang bergerak dibidang perkebunan dengan kegiatan usaha mencakup