• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN

TAHUN 2011-2031

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara

Disusun Oleh:

100903039 FITRI PUSPITA

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh: Nama : FITRI PUSPITA

NIM : 100903039

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF

DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

Medan, 16 Juli 2014

Dosen Pembimbing

NIP. 196401261988032002

Dra.Asima Yanti Siahaan, MA, Ph.D

Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

NIP. 196401081991021001

Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

DEKAN FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam yang selalu mengingatkan penulis dengan kasihnya “maka

sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.Sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan.Maka apablia engkau telah seslesai dengan suatu

urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada

Tuhan-mulah engkau berharap.”(Q.S Al-Insyirah 5-8) sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”.Skripsi ini salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pertama dan terutama sekali skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah tersayang Yusrizal yang setiap harinya tak lupa memberikan penulis hadiah dari syurga, terimakasih atas doa-doa yang Ayah mohonkan kepada Allah untuk kebaikan Pipit, terimakasih untuk seribu mimpi yang Ayah punya untuk kami anak-anak Ayah, dan kepada Mamak terkasih Asmarniyang selalu berdoa agar Allah mengkaruniakannya anak-anak yang sholeh dan sholehah, terimakasih Mak atas cinta tulusmu untuk Pipit. Selanjutnya dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

(4)

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara dan Ibu Elita Dewi, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan, MA., Ph.d sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas pembelajaran dan pengalaman meneliti yang Ibu berikan kepada penulis bahkan sebelum penulis memulai skripsi ini.

4. Bapak Dadang Darmawan, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang luar biasa dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dengan sabar sejak awal perkuliahan serta seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi negara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis

6. Kak Dian dan Kak Mega yang telah memberikan masukan serta membantu dalam urusan administrasi kampus.

7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Kota Medan yang telah memberikan ijin melakukan penelitian kepada penulis di lingkungan Pemerintahan Kota Medan.

(5)

9. Abang Doni selaku Kepala Sub-bagian Peraturan Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan yang membantu penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.

10.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, khususnya Bapak CP. Nainggolan, S.E, M.AP dan Ustadz H. Muslim Maksum, LCdan seluruh staff Kantor DPRD Kota Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian di lingkungan DPRD Kota Medan. Dan seluruh jajaran Pemerintah Kota Medan yang membantu penulis dalam melakukan penelitian di Pemerintah Kota Medan

Tidak lupa juga ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada:

1. Abang Ardizal, S.Sos dan Kakak Ipar Juita Haryani, S.Pd, Abang Azman, S.H, Abang Rafi dan Kakak Ipar Fatimah, Abang Rifzen, S.Hi, Kakakku tersayang Aminah, S.Pd, Abang Ahmad Zueni, S.Pt, M.Si, serta seluruh keluarga, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Kepada ponakan Bucik yang sholeh dan sholehah Amna, Risa, Qiya, Sayif, Rizky, dan Ahlal terimakasih atas keceriaan yang kalian berikan.

2. Chingutersayang Siti Harum Munthethank you for always catch me whenever I fall, teman seperjuangan Devi Sahrani, Nurul Elvandari, Adek

(6)

Administrasi Negara 2010 untuk dukungan, bantuan, semangat, kebersamaan, pengalaman, dan kenangan selama perkuliahan.

3. Teman-teman magang Desa Batu Jongjong Joppy Kheristian Sinulingga, Olber Juahta Sembiring, Jeremia Pratama Sinaga, Ibran Tampubolon, Devi Sahrani, Adek Handayani, Nurul Elvandari, Laura Silvina Rahman, Hafni Rahmanita, Morina Sinaga, dan Hanna Maria Lubis. Terimakasih telah menjadi keluarga selama magang. We are Ceki United!

4. Terimakasih kepada IMDIAN FISIP USU dan UKMI As-siyasah FISIP USU yang telah membantu penulis untuk fastabiqul khairat, membawa penulis menuju keridhoan Allah SWT.

5. Terimakasih kepada seluruh Murabbi penulis yang tidak bosan membimbing dan menggenggam tangan penulis agar selalu bersama di lingkaran kasih sayang Allah, Kak Sri, Kak Fia, Kak Minah, Dan kak Tiwi.

6. Teman-teman Kos Wanita Muslimat 448 A Kak Uwi, Ipeh, Puspa, Nur, Tia, Izmi, Putri, Harum, dan Rida terimakasih telah menjadi keluarga Ipit.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 16 Juli 2014 Penulis

(7)

ABSTRAKSI

DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 Skripsi ini disusun oleh:

NAMA : FITRI PUSPITA

NIM :100903039

DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGRA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra. ASIMA YANTI SIAHAAN, MA., PhD

Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 yang diperbaharui menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 yang diperbaharui menjadi Undang-undnag No. 68 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan maksud memperoleh gambaran jelas tentang proses pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 serta mendapatkan gambaran yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalm proses pembentukan kebijakan tersebut dalam hal pendalaman proses demokrasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data skunder, atau wawancara dengan informan serta observasi yang disajikan dalam bentuk narasi. Dalam penelitian ini digunakan informan penelitian dari berbagai unsur : Unsur Pemerintah Kota Medan, Non Government Organization, Akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Poses pembentukan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dilakukan dalam dua kali pengerjaan yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008 (2) Pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyadaran serta pemberdayaan bagi publik untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (3) Inisiatif publik juga masih rendah untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (4) Partisipasi masyarakat mempengaruhi muatan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 menjadi RTRW yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota dengan pusat pertubuhan kedua disebut dengan “Pusat Pertumbuhan Utara”.

(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Pendahuluan ... 1

I. 2 Fokus Penelitian ... 8

I. 3 Perumusan Masalah ... 9

I. 4 Tujuan Penelitian ... 9

I. 5 Manfaat Penelitian ... 10

I. 6 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik ... 12

II.1.1. Konsep Demokrasi ... 12

II.1.2. Teori Demokrasi ... 14

II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik ... 14

II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern ... 16

II.1.3. Partisipasi Publik ... 18

II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik ... 23

II.3 Demokrasi sebagai Bagian dari Participatory Governance ... 27

II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang ... 28

II.5 Defenisi Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Metode Penelitian ... 33

III.2. Lokasi Penelitian ... 34

III.3. Informan Penelitian ... 35

III.4. Instrumen Penelitian ... 37

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 37

III.6. Teknik Analisis Data ... 39

III.7. Pengujian Keabsahan Data ... 40

III.8. Etika Penelitian ... 41

III.9. Kesulitan dalam Penelitian ... 42

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 44

(9)

IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan ... 49

IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 51

IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan ... 53

IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan ... 53

IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan ... 55

IV.2.3. Tujuan Bappeda Kota Medan ... 57

IV.2.4. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ... 58

IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ... 59

IV.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ... 59

IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan .. 59

IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ... 63

IV.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan ... 63

IV.4.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan ... 63

IV.4.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan ... 67

BAB V PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan ... 70

V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan . 72 V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 ... 74

IV.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ... 75

IV.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan .... 76

IV.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan ... 77

IV.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun RTRW Kota Medan ... 85

IV.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan RTRW ... 91

IV.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ... 98

IV.3.2.1.Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan akibat Perubahan Peraturan Perundang-undangan ... 98

IV.3.2.2.Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan RTRW Kota Medan ... 101

IV.3.2.3.Bappeda sebagai fasilitator dan Koordinator Penyusunan RTRW Kota Medan ... 103

IV.3.2.4.Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses Legislasi ... 114

BAB VI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 V.4.1. Publikasi Efektif ... 120

(10)

V.4.3. Konsultasi Publik ... 128 V.4.4. Pegawasan oleh Stakeholder ... 129 BAB VI PENUTUP

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein, 1996 ... 20 Gambar 3.1 Komponen Analisis Dara (iteractive model) Miles and

Huberman , 1984 ... 40 Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 52 Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Medan 59 Gambar 4.3 Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota

Medan ... 64 Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun

2006-2016 ... 77 Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun

2006-2016 ... 80 Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU

(13)

ABSTRAKSI

DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 Skripsi ini disusun oleh:

NAMA : FITRI PUSPITA

NIM :100903039

DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGRA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra. ASIMA YANTI SIAHAAN, MA., PhD

Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 yang diperbaharui menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 yang diperbaharui menjadi Undang-undnag No. 68 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan maksud memperoleh gambaran jelas tentang proses pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 serta mendapatkan gambaran yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalm proses pembentukan kebijakan tersebut dalam hal pendalaman proses demokrasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data skunder, atau wawancara dengan informan serta observasi yang disajikan dalam bentuk narasi. Dalam penelitian ini digunakan informan penelitian dari berbagai unsur : Unsur Pemerintah Kota Medan, Non Government Organization, Akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Poses pembentukan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dilakukan dalam dua kali pengerjaan yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008 (2) Pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyadaran serta pemberdayaan bagi publik untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (3) Inisiatif publik juga masih rendah untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (4) Partisipasi masyarakat mempengaruhi muatan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 menjadi RTRW yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota dengan pusat pertubuhan kedua disebut dengan “Pusat Pertumbuhan Utara”.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

II.1 Latar Belakang

Dalam sistem pemerintahan yang dikelola secara demokratis, pemerintahan dijalankan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas.Kebijakan pemerintah tidak lagi ditentukan dan diputuskan oleh beberapa orang pejabat yang dirasa berkompeten di suatu bidang, tetapi harus dilakukan dengan prosedur demokrasi yang melibatkan orang banyak baik secara langsung maupun secara tidak langsung.Bahkan sekarang, suara terbanyak dalam lembaga legislatif pun tidak dapat lagi secara bebas memutuskan sendiri suatu kebijakan dalam ruang yang tertutup, tanpa mendapat dukungan publik secara luas.

Pelibatan publik atau partisipasi publik menjadi mutlak dalam rangka menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan. Idealnya peran serta publik dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Hal ini lebih dikenal sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat.Pelaksanaan kebijakan daerah diharapkan dapat menjadi ajang

(15)

mengembangkan stakeholders dalam kemampuan mereka bekerjasama membentuk prundang-undangan1

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Australia Indonesia Government Research Partnership pada tahun 2009 diketahui bahwa berbagai manfaat demokratis yang potensial untuk diperoleh melalui partisipasi ini sebagian besar telah hilang dalam proses pembuatan peraturan. Meskipun masyarakat memiliki

.

Konsisten dengan alasan-alasan tersebut pasal 53 Uundang-undang (UU) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10 tahun 2004) dan pasal 139 (1) UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004) menyediakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan perundangan. Keduanya menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan masukan, secara lisan maupun tertulis, dalam pembahasansuatu undang-undang atau peraturan daerah (Perda).

Perda merupakan salah satu instrumen hukum yang srategis dalam mendukung pembangunan di daerah. Keberhasilan otonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya, ditentukan melalui Perda.Peluang besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah (pemda) untuk menghasilkan Perda yang berkualitas dalam kerangka pembentukan hukum yang bertanggungjawab sosial, mampu mendorong kemajuan dan pemberdayaan daerah.

1

Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan

(16)

hak untuk berpartisipasi, namun tidak diikuti dengan pemberian dukungan yang mampu mendorong dan memudahkan anggota masyarakat untuk melaksanakan haknya dalam pembentukan peraturan daerah. Proses legislasi masih menjadi wilayah elit politis. Pembuat kebijakan dan pembuat peraturan jarang berupaya untuk berkonsultasi dengan konstituen mereka untuk menentukan apakah peraturan-peraturan tertentu memang diperlukan, dan jika memang diperlukan apa yang seharusnya ada di dalamnya. Bahkan warga masyarakat maupun swasta yang mengetahui bahwa penyusun peraturan tengah mempertimbangkan untuk memasukkan suatu kebijakan tertentu dalam sebuah peraturan mungkin memiliki kesulitan mengakses informasi yang relevan. Akses pubik ke informasi yang relevan untuk proses penyusunan peraturan, termasuk dokumentasi kebijakan yang relevan dan draf peraturan, secara umum tidak mencukupi. Analisis atas biaya dan manfaat peraturan yang dibuat jarang dilakukan sebelum pengesahan, berarti bahwa beban yang sangat signifikan kadang-kadang dipikul oleh swasta sementara manfaat bagi pemerintah juga sangat sedikit2

Masyarakat sering dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif dalam pembuatan Perda salah satunya dalam pembuatan perencaan kota. Mereka diberi tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan perencanaan. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih sering diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri,

.

2

M. Nur Sholikin dan Simon Butt.2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah

(17)

percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum papa yang termasuk dalam kategori

‘the silent majority’, keterlibatan mereka tidak boleh dikatakan tidak ada.3

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang serta Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa tujuan dari penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan.Hal ini dimaksudkan agar rencana tata ruang yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai produk kesepakatan antar-pemangku kepentingan sehingga dapat diimplementasikan secara efektif. Dalam proses ini, peran masyarakat tidak dapat diabaikan, mengingat masyarakat merupakan obyek dan subyek utama dalam penyelenggaraan pembangunan.

3

(18)

penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi pertimbangan di dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang untuk meminimalisir terjadinya konflik-konflik antar pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya pemerintah perlu memfasilitasi agar penyampaian aspirasi masyarakat dalam penataan ruang dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

Kota Medan saat ini disebut sebagai unmanaged city. Kota ini, dilihat dari susunan tata ruang kota tidak lagi merupakan kota idaman seperti yang dimaksudkan pada awal pendirian sebuah kota. Dan kota ini pun tidak mungkin dapat ditata ulang sebagai sebuah kota harapan. Tata ruang kota Medan telah berantakan dan telah menghilangkan jati dirinya sebagai kota idaman, sebagai suatu pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elit kota memanfaatkan bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis4

Berdasarkan hasil survey Most Liveable City Index tahun 2011, kota Medan memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan bangunan bersejarah yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas kota

.

5

Saat ini Pemerintah Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang wilayah berupa peraturan daerah (perda) yakni Peraturan Daerah Kota Medan No.13

.

4

http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2849:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15)

5

(19)

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan.Perda ini merupakan kelanjutan dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Disahkannya Perda tersebut banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Kritikan tersebut mengenai proses pembentukan maupun substansi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011. Adapun beberapa kritikan tersebut yakni sejak diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) pada pertengahan Maret 2011 lalu, DPRD Medan terkesan memburunya untuk cepat disahkan. Tercatat, sejak pengajuan tersebut, Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang terbentuk untuk membahasnya hanya melakukan rapat sebanyak lima kali. Hal tersebut terungkap saat pembahasan Pansus, rapat-rapat internal dan rapat bersama SKPD terkait tanpa melibatkan publik seperti NGO dan akademisi hanya dilakukan sebanyak lima kali karena beberapa agenda yang dibatalkan dan tertunda. Selain itu, Pansus hanya melakukan konsultasi ke Kementrian PU Jakarta serta Pemerintahan Yogyakarta pada 25 hingga 29 April 2011, hingga melakukan rapat finalisasi pembahasan Ranperda RTRW pada 20 Juni 2011.Catatan wartawan, Pansus hanya melakukan satu kali rapat pada bulan April dantertunda berulang kali serta dua kali pada bulan Juni 20116

Catatan lain dari Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU), Perda mengenai RTRW ini disahkan tidak melalui proses yang partisipatif dari

.

6

(20)

tahun 2007 APTRSU melakukan pengawalan penyusunan RTRW di Sumut termasuk tawaran pada waktu itu adalah RTRW Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo) namun karena begitu lambannya respon pemerintah pada saat itu, akhirnya APTRSU tidak lagi menjadi mitra strategis Pemko sebagai pemberi masukan kritis dalam perumusan RTRW tersebut. Apa yang diketuk palu oleh DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan hanya sekedar memenuhi mandat Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang7

Penelitian mengenai proses pembentukan Perda ini pernah dilakukan oleh Simbolon pada tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perda ini pembentukannya dimulai dari pihak eksekutif yaitu Waikota Medan yang kemudian dibahas bersama dengan DPRD. Dalam proses pembentukannya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam membentuk Perda ini telah melakukan

focus group discussion dan melakukan pendekatan partisipatif dengan

masyarakat

.

8

. Bappeda juga telah melakukan jaring aspirasi masyarakat di setiap kecamatan9. Selain itu penetapan kebijakan harus menyerap aspirasi dalam masyarakat, oleh karena itu Panitia Khusus DPRD untuk Perda No. 13 Tahun 2011, dalam pembuatan Perda ini telah melakukan surveyke lapangan (masyarakat)10

7

Wawancara melalui email dengan Bapak Bekmi salah seorang anggota APTRSU pada 18 Desember 2013 pukul 16.42 WIB

8

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan dalam Shynta Nastasia Simbolon.2012. Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal. 229

9

Hasil wawancara dengan Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam ibid.

10

Hasil wawancara dengan Kepala Sekretaris Pansus DPRD untuk Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 dalam ibid. Hal. 234

(21)

Penelitian Simbolon berfokus pada analisis proses formulasi dan adopsi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan penelitian berasal dari pihak Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Walikota beserta Satuan Perangkat Kerja terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tanpa melibatkan masyarakat sebagai informan penelitiannya.

Berdasarkan uraian mengenai kritikan yang muncul dari masyarakat serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon yang terkesan kontradiksi diatas serta ketertarikan peneliti pada pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan publik, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”

II.2 Fokus Penelitian

(22)

II.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bangaimana proses Peyusunan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?

2. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?

3. Bagaimana inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?

II.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk menganalisis proses Peyusunan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.

(23)

3. Untuk mengetahui inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.

II.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU.

2. Penelitian ini diharapkan bergunan bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang demokrasi partisipatif dan perumusan kebijakan publik.

(24)

II.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analis data, pengujian kredibilitas data, etika penelitian, dan tantangan dalam penelitian.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB V PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 20011-2031

BAB VI DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka berpikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyororti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti.

II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik II.1.1. Konsep Demokrasi

Ada bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, krats/kratein berarti kekuasaan/berkuasa)11

Sesudah Perang Dunia II secara formal demokrasi menjadi dasar dari kebanyakan negara di dunia. Hal ini di perkuat dengan penelitian yang diselenggrakan UNESCO pada tahun 1949 yang menyatakan bahwa demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem oraganisasi poitik dan sosial. Namun UNESCO juga menyimpulkan bahwa ide demokrasi juga masih ambigous atau mempunyai

.

11

(26)

banyak pengertian atau sekurang-kurangnya terdapat ambiguity mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural dan historis yang memengaruhi istilah, ide dan praktik demokrasi itu sendiri12

Menurut Dahl, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama, untuk mencapai persamaan (equality) politik yang mencakup tiga hal, yaitu kebebasan manusia (baik secara individu maupun kolektif), perindungan terhadap nilai (harkat dan martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia

.

13

. Bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanya ia merupakan sistem yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju, dibanding kondisi yang sedang dialami masyarakat14

Demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah yaitu adanya keikutsertaan anggota masyrakat (rakyat) dalam menyusun agenda-agenda politik (pemerintahan) yang dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan berkala, adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan politik. Atau dalam bahasa lain, dalam sistem negara demokrastis ada beberapa ciri yang berlaku secara konsisten, yaitu : partisipasi publik dalam pembuatan keputusan, persamaan kedudukan di depan hukum, distribusi pendapatan secara adil, kesempatan memperoleh pendidikan, kebebasan

.

12 Ibid. 13

Syamsuddin Haris. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta. Hal. 5 14

(27)

mengemukakan pendapat, kebebasan pers, berkumpul dan beragama, kesediaan dan keterbukaan informasi, mengindahkan fitsoen (tatakrama politik), kebebasan individu, semangat kerja sama, dan hak untuk protes.

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan penting pemerintahan atau garis kebijaksanaan di belakang keputusan-keputusan trsebut secara langsung secara langsung atau tidak langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi diperintah15

II.1.2. Teori Demokrasi

. Jadi, jelas bahwa demokrasi memberikan kesempatan bagi publik untuk terlibat dalam proses kebijakan publik, termasuk di dalamnya proses legislasi. Partisipasi publik dalam proses legislasi merupakan hak politik yang mesti dijamin oleh negara demokratis.

II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik

1. Teori Individualisme Liberal/Libertarian

Inti dari pandangan teori individualisme liberal, yang dipraktikkan oleh negara Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa Barat, yang pada perkembangannya banyak diikuti oleh negara-negara baru lainnya, adalah kebebasan individu merupakan nilai utama yang harus dilindungi oleh pemerintah. Dari sudut pandang ilmiah, demokrasi libertarian dikategorikan

15

(28)

berdasarkan kenyataan bahwa walaupun Negara (Pemerintah) merupakan bagian dari struktur demokratis dalam koridor konstitusional, namun sebagian besar kondisi sosial dan ekonomi tetap dianggap sebagai wilayah privat yang lepas dari intervensi dan struktur politik. Berdasarkan konsep ini, Undang-Undang Dasar yang menjamin kebebasan institusi politik demokrasi liberal hanya akan menemukan keseimbangan sosialnya dalam ekonomi pasar bebas yang dikombinasikan dengan kebebasan hak milik individu, privat, serta tanggung jawab tiap-tiap individu warga negara atas kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka16

2. Teori Sosialis

.

Titik awal dari konsep Demokrasi Sosial dalam bentuk modernnya adalah Konvensi Hak-Hak Dasar PBB tahun 1996 (United

Nation’s Covenants on Basic Rights 1996). Dokumen ini – merupakan

bagian yang sah dari hak internasional – menyatakan lima kelompok Hak-hak Asasi: Hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Dua kelompok hak yang pertama sudah dikenal dengan baik.Mereka membentuk dasar untuk demokrasi liberal.Hak-hak sipil contohnya seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dan berkumpul, hak-hak politik seperti hak untuk membentuk partai politik dan untuk memilih. Namun tiga kelompok hak lainnya

16

Thomas Meyer. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang Bersaing

(29)

memiliki tingkat kepentingan dan validitas yang sama: hak sosial adalah hak atas perlidungan sosial, keamanan sosial, pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain, hak ekonomi meliputi hak memperoleh pekerjaan, atas pembayaran yang adil, atas kondisi kerja yang layak, dan hak budaya melindungi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kebudayaan suatu masyarakat dan untuk mengekspresikan identitas kebudayaan seseorang. Gagasan dibalik lima dimensi konsep hak-hak asasi tersebut adalah kebebasan dan kesempatan bagi pengembangan personal dan partisipasi penuh dari semua individu dalam kehidupan sosial haruslah dijamin bagi semua manusia terlepas dari status sosial dan kekayaannya17

II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern

.

1. Teori Demokrasi Elit

(30)

– menekankan bahwa kekuasaan politik selalu dijalankan oleh minoritas (elite).Ia juga membenarkan Roberto Michels dan menegaskan dalam pengembangan hukum selalu cenderung menuju kepada pemerintah oligarkis (iron law of oligarchy/hukum besi oligarki)18

2. Teori Demokrasi Partisipatif .

Teori demokrasi partisipatif yang muncul kemudian adalah sebuah bentukpenolakan terhadap asumsi yang dibuat oleh teori demokrasi elitis yang menekankanbahwa masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas danimpersonal”.Ide dasar dari demokrasi partisipatif adalah bagaimana kekuasaan politik dikembangkan lagi kepada seluruh rakyat.Rakyat, tidak tergantung pendidikan, keturunan, agama, jenis kelamin, maupun harta kekayaan yang dimilikinya, selayaknya ikut serta dalam pengambilan keputusan yang penting bagi dirinya. Melalui proses ini partisipasi warga dapat diperluas dan diperdalam sebagai bagian dari pendalaman demokrasi19

Teoridemokrasi partisipatif justru menekankan bahwa “perkembangandiri individu” sebagai kriteria utama untuk mengevaluasi karakter negara danmasyarakat.Dalam hal ini John

.

18

Ibid. Hal. 205 19

Suhirman.2004. Kerangka Hukum dan kebijakan tentang Partisipasi Warga di

(31)

Dewey menyatakan bahwa keberadaan suatumasyarakat demokrasi tergantung pada konsensus sosial dengan fokus perkembanganmanusia yang didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi politik.Sementara itu Peter Bachrach percaya bahwa partisipasi aktif – dalam arti yangluas – dari individu dalam berbagai keputusan di suatu komunitas merupakan faktorutama dalam mengembangkan kemampuan rakyat. Suatu perubahan dari demokrasiyang ada saat ini kepada “demokrasi partisipasi” akan memerlukan: (1) perubahankesadaran rakyat, yang tadinya memandang diri mereka sebagai penerima pasif atassegala sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan menjadi agen-agen perubahan sosial yangaktif melalui bentuk partisipasi yang positif dalam proses pengambilan keputusan olehnegara; dan (2) pengurangan secara besar-besaran segala ketimpangan yang ada20

II.1.3. Partisipasi Publik

.

Sebagai bagian dari demokrasi, partisipasi publik saat ini menjadi istilah yang sangat penting, termasuk juga di dalam proses legislasi perundang-undangan. Ada beberapa beberapa alasan mengapa partisipasi publik dalam penyelenggaraan Negara menjadi sebuah keharusan sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Balitbang HAM bekerjasama dengan Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2003.Pertama

20

(32)

partisipasi sebagai implementasi dari pemerintahan demokrasi untuk memperkuat demokrasi.Kedua, partisipasi publik publik sebagai kesadaran atas hak politik21

Dari pengalaman yang ada partisipasi sebagai bentuk keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan publik, bukanlah hal yang serta merta dapat terjadi. Melainkan memerlukan proses penyadaran, pengorganisasian, inisiasi dan fasilitasi ruang-ruang publik. Praktek pertisipasi warga membutuhkan aktor-aktor yang terdiri dari warga negeara yang aktif, melalui proses pengorganisasian dan pendampingan yang intens political

will dan political awareness dari institusi pemerintahan

.

22

. Maka menjadi suatu kewajaran jika partisipasi masyarakat sejauh ini baru pada level adanya informasi kepada masyarakat akan diaturnya suatu materi dalam suatu perundnag-undangan (di tingkat persiapan) dan keterlibatan secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (di tingkat pembahasan dan pengesahan)23

21

Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik.Balitbang

Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003 22

Laporan Studi Kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan

dan Demokrasi Lokal.Local Government Support Program dan PP Lakpesdam NU, tidak

diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksana Hak

Politik.Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008

23

Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang

Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003

(33)

Partisipasi dapat dipahami dengan menggunakan versi tangga

[image:33.595.215.480.203.505.2]

partisipasi yang dikembangkan oleh Arnstein, sebagai berikut24

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein,1969

Demokrasi, partisipatif

Kekuasaan warga

Tokenisme

Demokrasi representatif Non Partisipasi

Eksploitatif

Sumber :Jim Ife dan Frank Tesorieri, 2008

Dari tipologi ini, jelas bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai

partisipasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan

sampai kepada warga Negara yang memiliki control terhadap keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka bervariasi menurut tingkat kontrol.

:

24

Jim Ife dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif Pengembangan KontrolWarga

Negara

Kekuasaan di delegasikan

Kemitraan

Menenangkan

Konsultasi

Menginformasikan

Terapi

(34)

Secara lebih rinci lagi, indikator partisipasi kewargaan yang telah disusun secara terperinci oleh tim penulis Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) sebagai berikut25

Tingkat

[image:34.595.126.523.237.752.2]

:

Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan

Tujuan Strategi Komunikasi Metode/Teknik Pertukaran informasi (information exchang): warga menyampaikan informasi dan memperoleh informasi. Penyadaran warga. Mengumpulkan opini publik. Membangun momentum bagi penyusunan kebijakan. Komunikasi tertulis. Komunikasi elektronik. Komunikasi lisan. Komunikasi verbal. Opinion survey. Komentar publik. Dengar pendapat umum.

Poster dan media kampanye. Konsultasi (consultation): warga dimintai masukannya dalam menganalisis, menyusun alternatif dan mengambil keputusan. Pendidikan warga Mendorongdebat publik. Menjabarkan nilai-nilai. Memperluas penyediaan informasi. Memperbaiki keputusan. Pertemuan tatap muka dengan warga. Pertemuan on-line dengan warga. Pertemuan warga (public meeting). Konsultasi online (Econsultation).

Pelibatan Melibatkan Pertemuan Musyawarah

25

(35)

(engagement): pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan. warga dalam penyelesaian masalah. Melibatkan warga dlam pengambilan keputusan. Mengembangkan kapasitas dalam melaksanaan kebijakan. Memperbaiki hasil pelaksanaan. tatap muka dengan warga. Pertemuan on-line dengan warga. Pendeegasian kewenangan. warga (public deliberation). Musyawarah online (online deliberation). Kolaborasi (collaboration): pemerintah dan warga menjadi mitra (partner) dalam penyusunan kebijakan. Mewakili berbagai pemangku kepentingan. Melibatkan pakar. Mengurangi konflik kepentingan. Memperbaiki kebijakan. Membangun Komite Penasihat. Merancang proses. Pengambilan kepuusan bersama (share decision making) Perundingan multipihak. Proses konsesus kebijakan.

Sumber :Analisis FPPM, 2007

(36)

II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik

Inti kehidupan bernegara adalah demokrasi yang dilihat dari pembelajaran dan pengalaman selama ini. Suatu negara dikatakan memiliki demokrasi yang baik dilihat dari kebijakan publik yang unggul yang dikembangkan dalam konteks dan proses yang demokrasi. Dan pada hakekatnya, bentuk terluar dari demokrasi dan kebijakan publik tersebut adalah pelayanan publik yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance26

Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya.Disamping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan Negara. Hal ini disebabkan sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.

.

27

Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya–sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.Kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para

26

Riant Nugroho. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Hal. 9

27

(37)

politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas28

Kemudian Edwards III dan Sharkansy mengartikandefinisi Kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atautidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atautujuan programa-program pemerintah.Edwards dan Sharkanskykemudian mengatakan itu ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturanperundang-undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teraspemerintah atau programa-programa dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah

.

29

1. Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan.

.

Hal yang sama juga dikemukakan Anderson mengatakan kebijakan publik adalahkebijakan negara adalahkebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Anderson implikasi dari pengertian kebijakan negaratersebut adalah :

2. Bahwa kebijkana negara berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah.

28

Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman Offset YPAPI: Yogyakarta. Hal. 1

29

(38)

3. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan pemerintah apa yang mereka bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.

4. Kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu atau bersifat negatifdalam arti: merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif-didasarkan

atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan dan bersifat memaksa30

Konsep demokrasi tidak bisa dipisahkan dari pembahasan hal-hal yang baerkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politis termasuk di dalamnya kegiatan pengambilan keputusan publik. Semua proses politik dan lembaga-lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Oleh karena itu Ranny (1996), berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk

pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasaran prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality),

konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas

.

31

1. Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignity)

.

Prinsip kedaulatan rakyat menekankan bahwa kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan berada di tangan seluruh rakyat, bukan berada ditangan beberapa atau salah satu dari orang tertentu.Kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis dapat dilimpahkan atau didelegasikan

30 Ibid 31

(39)

kekuasaan membuat keputusan atau kebijakan kepada legislatif, eksekutif, yudikatif, administrator, atau kepada siapa pun yang dikehendaki sebagai wakilnya.Rakya dikatakan berdaulat sepanjang mereka masih mempunyai kekuatan untuk memutus dimana kekuasaan membuat keputusan tetap berada di tangannya dan bisa didelegasikan kepada siapa saja yang bisa bertanggungjawab paa periode waktu tertentu.

2. Kesetaraan Politik (Political Equality)

Kesetaraan politik menekankan bahwa setiap warga negara dewasa mempunyai kesempatan yang sama dengan lainnya untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan politik. Kesetaraan politik memberikan tempat yang longgar untuk timbulnya perbedaan pendapat.Inilah moral demokrasi karena adanya moral disagreement.

3. Konsultasi Rakyat (Popular Consultation)

Prinsip konsultasi rakyat mempunyai dua ketentuan, yaitu: pertama, negara harus mempunyai mekanisme yang melembaga yang dipergunakan oleh pejabat-pejabat negara dalam memahami dan mempelajari kebijakan publik sesuai dengan yang diehendaki rakyat. Kedua, negara harus mampu mengetahui secara jelas preferensi-preferensi rakyat.Dengan demikian, pejabat-pejabat pemerintah bisa meletakkan preferensi tersebut dalam konteks pembuatan kebijakan publik walaupun preferensi tersebut tidak seluruhnya dipakai.Dalam prinsip konsultasi rakyat ini, proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal yang lebih penting ketimbang isinya. Semakin banyak kesempatan dialog yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyanya semakin terbuka jalan demokrasi dalam pemerintahan. 4. Kekuasaan Mayoritas (Majority Rule)

Prinsip suara mayoritas menghendaki agar suara terbanyak yang mendukung atau menolak dijadikan acuan diterima atau ditolaknya suatu kebijakan publik.Namun prinsip ini bukanlah berarti bahwa setiap tindakan pemerintah harus dikonsultasikan kepada rkyat atau disahkan oleh mayoritas. Meainkan suara mayoritas ini hanya diperlukan bagi berbagai jenis proses pengambilan kebijakan publik.

Keempat prinsip diatas bermuara pada rakyat, seperti pengertian asli demokrasi yakni suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat.Pelaksanaan demokrasi dalam mewujudkan prinspi-prinsip diatas

(40)

II.3. Demokrasi Sebagai Bagian dari Participatory Governance

Esensi dari participatory governanve adalah untuk mengembangkan aktor non-pemerintah, baik individu maupun organisasi, dengan maksud untuk sungguh-sungguh dan aktif menjadi bagian dari proses pengembangan kebijakan32. Participatory governanve bukanlah sebuah teknik pembangunan yang biasa digunakan dan seluruh penelitian dalam bidang ini didasarkan pada sebuah perspektif normatif yang jarang membuatnya eksplisit atau didiskusikan33.Speer mengelompokkan empat perspektif normatif yang biasa diadopsi dalam mempelajari participatory governance. Keempat perspektif tersebut adalah34

1. Democratic Decentralization

:

Dalam pandangan ini participatory governance penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas dari pemerintahan lokal.Participatory governance diprediksikan untuk meningkatkan legitimasi pemerintahan dan untuk mencegah pengeluaran sosial dari public service.

2. Deliberative Democracy

Participatory governance dalam pandangan ini harusnya membuat

sistem politik lebih demikratis dengan memperkuat bentuk deliberatif dari pembuatan kebijakan.

3. Empowerement

32

Meredith Edwards. 2008. Participatory Governance (Issues Paper Series No.6)

Corporate Governance ARC Project. University of Canbera

33

Goldfrank. 2007. Dalam Johanna Speer. 2011. Participatory Governance, Accountability,

and Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in Rural Guatemala. Dissertation.Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät der Humboldt-Universität zu Berlin.

34

(41)

Dalam pandangan ini tujuan pokok dalam participatory governance adalah pemberdayaan kaum miskin.Disamping itu diharapkan adanya kemungkinan bagi kaum lemah untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.

4. Self-governance

Dalam pandangan ini, tujuan dari pengimplemntasian participatory governance adalah untuk mengijinkan masyarakat untuk mempengaruhi desain dan implementasi dari setiap aturan pada kebijakan publik.

Participatory governance menghendaki adanya pengembangan kemampuan aktor no-pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik. Hal ini dapat terjadi jika adanya pengembangan demokrasi dalam proses pengambilan kebijakan tersebut.

II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang

Di dalam tata ruang tercakup distribusi tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya.Konsep tata ruang menurut Foley tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau aspasial.Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi fungsional, pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas35

Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif. Memang mereka diberi aktivitas untuk kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi

.

35

(42)

peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya36. Lebih lanjut dikatakan bahwa sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya, manusia membutuhkan rasa penguasaan dan pengawasan terhadap habitat dan lingkungannya.Rasa tersebut merupakan faktor mendasar dalam menumbuhkan rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan atau melestarikan. Pendekatan dengan partisipasi penduduk dalam perencanaan kota, memungkinkan keseimbangan antara kepentingan administrasi dari pemerintah setempat dan integrasi penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat lokal37

Menurut Suciati, partisipasi masyarakat dalam penataan ruang dapat berbentuk sebagai berikut

. Dijelaskan lebih lanjut bahwa terdapat dua jenis partisipasi penduduk yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horisontal. Partisipasi vertikal adalah interaksi dengan cara dari bawah ke atas (bottom up), sedang partisipasi horisontal adalah interaksi penduduk dengan berbagai kelompok lain.

38

No.

[image:42.595.113.513.556.692.2]

:

Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang

Pendapat Teori Variabel

1. Keith Davis (1988)

Bentuk-bentuk partisipasi meliputi: -Konsultasi, biasanya dalam

bentuk jasa

-Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

-Konsultasi.

-Sumbangan uang dan barang.

-Mendirikan proyek yang sifatnya

36

Eko Budihardjo. Loc. Cit. 37

J.T. Jayadinata. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan,

dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung. Hal. 201

38

Suciati.2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang

Kota Pati.Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota

(43)

-Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari dermawan, pihak ketiga. -Mendirikan proyek yang sifatnya

berdikari dan dibiayai oleh seluruh masyarakat. -Aksi massa.

-Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa sendiri. -Membangun proyek masyarakat

bersifat otonom.

berdikari.

-Sumbangan dalam bentuk kerja. -Aksi massa -Mengadakan

pembangunan di kalangan keluarga. -Membangun proyek

masyarakat.

2. PP No. 69 Tahun 1996

Bahwa peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dapat berbentuk :

- Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.

- Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan.

- Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang.

- Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang. - Pengajuan keberatan terhadap

rancangan rencana tata ruang. - Kerjasama dalam penelitian dan

pengembangan dan bantuan tenaga ahli

- Pemberian masukan - Pengidentifikasian

potensi dan masalah. - Pemberian informasi,

saran, pertimbangan atau pendapat. - Pengajuan keberatan

terhadap rancangan rencana.

- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan - Bantuan tenaga ahli

(44)

Berdasarkan tabel 2.2, masyarakat diberikan kesempatan berpartisipasi dalam perencanaan penataan ruang dalam berbagai bentuk sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.Bentuk partisipasi dapat berupa masukan ide maupun bantuan materi dalam proyek pengembangan tata ruang.

II.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena yang hendak diteliti secara tepat39

1. Kebijakan Publik

.

Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas.Kebijakan Publik yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

2. Partisipasi Publik

Partisipasi publik merupakan bentuk keterlibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan publik. Partisipasi public yang dimaksud dalam penelitian

39

(45)

ini adalah keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

3. Demokrasi Partisipatif

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat40

Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin penelitian kualitatif diartikan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya

. Penelitian diskriptif juga dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi fenomena atau kenyataan sosial.

41

. Menurut Hamidi, penelitian kualitatif lebih menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa, pandangan para responden42

Pen eliti m em ilih pen elitian ini karena penelitian kualitatif bersifat m en yeluruh (holistic), din am is dan tidak m en gen eralisasi. Dalam pen elitian in i, pen eliti in gin m elihat secara khusus fen om ena sosial yan g terdapat dalam pem buatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 20 11. Fen om en a sosial yan g in gin diteliti adalah pen yelen ggaraan dem okrasi partisipatif dalam pem buatan kebijakan tersebut. Oleh karena itu

.

40

Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 22

41

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata

Langkah danTeknik-teknik Teoritisasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 4

42

(47)

dibutuhkan inform asi secara m endalam dan m enyeluruh m elalui wawancara m endalam dari m asing-m asing inform an kunci m aupun utam a agar terlihat

dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.

III. 2. Lokasi Penelitian

1. Kantor Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Kota Medan jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Kode Pos 20112, Medan.

2. Kantor DPRD Kota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 1 kode Pos 20112, Medan.

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Bappeda Kota Medan merupakan pihak pemrakarsa penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. Bappeda bertanggungjawab atas segala proses dan prosedur yang dilaksanakan mulai dari persiapan awal sampai terbentuknya Perda Kota Medan No. 13 tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .

(48)

III. 3. Informan Penelitian

Dalam sebuah penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan sampel.Populasi dalam penelitian kualitatif adalah social situation yang terdiri dari tempat,pelaku dan aktivitas yang bersinergis. Dan sampel bukan responden akan tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu peneliti menjawab permasalahan penelitian43

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan. .

Informan dalam penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui tentang proses demokrasi partisipatif dalam penyusunan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui dan atau terlibat langsung dengan fokus permasalahan sehingga peneliti dapat merangkum informasi yang penting dalam fokus penelitian.

Informan dalam penelitian ini meliputi :

2. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat. 4. Pemuka Masyarakat.

5. Akademisi.

Setelah dilakukan penelitian lapangan, informan peneliti berubah terutama karena sebelumnya peneliti tidak melakukan pengelompokan antara informan kunci dan informan utama serta informan tambahan. Selain itu, perubahan

43

(49)

informan dalam penelitian terjadi disebabkan oleh adanya pendisposisian surat permohonan ijin penelitian yang peneliti ajukan kepada divisi atau bidang yang lebih mengetahui permasalahan yang peneliti ingin ketahui. Sehingga diharapkan penelitian yang dilakukan menghasilkan gambaran yang jelas mengenai proses penyusunan RTRW Kota Medan beserta segala interaksi berbagai pihak yang terjadi selama proses penyusunan RTRW tersebut.

Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah sebagai berikut : I. Informan Kunci

1. Ketua Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan Daerah Kota Medan.

2. Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan.

II. Informan Utama

1. Konsultan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031. 2. Akademisi Universitas Sumatera Utara.

3. Kepala Sub Bagian Perundang-undangan pada Sekretariat Daerah Kota Medan.

III. Informan Tambahan

1. Anggota Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan Daerah Kota Medan dalam Pembentukan Peraturan Daerah.

2. Kepala Bagian Risalah dan Persidangan pada Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.

(50)

4. Akademisi Depaertemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

5. Akademisi Depaertemen Antropologi Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan masyarakat Kota Medan wilayah Utara.

III. 4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau yang disebut sebagai human instrument.Peneliti berfungsi sebagai instrumen dan setelah peneliti dapat melihat fokus penelitian secara jelas maka peneliti harus mengembangkan fokus penelitian tersebut secara sederhana dengan harapan hasil pengembangan yang dilakukan dapat melengkapi data yang dibutuhkan di dalam penelitian.

III. 5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data Primer

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan :

(51)

pertanyaan wawancara sebelumnya, namun ketika dilapangan pertanyaan yang telah disiapkan menjadi berubah dan berkembang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses penyusunan RTRW Kota Medan serta temuan-temuan yang ditemukan di lapangan oleh peneliti.

b. Observasi diperlukan peneliti untuk menemukan hal-hal yang tidak terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti ingin memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti, sehingga peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial untuk mendapatkan pandangan yang holistik atau menyeluruh.Observasi dilakukan peneliti dengan mengamati pemberitaan yang terdapat di media massa, baik cetak maupun portal berita online yang memuat pemberitaan terkait penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031. 2. Metode Pengumulan Data Skunder

Merupakan data yang tidak secara langsun g dari objek pen elitian , terdiri dari:

a. Penelitian Kepustakaan, pengumpulan data melalui buku-buku, makalah, literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi, dengan cara mengkaji informasi yang bersumber dari dokumen-dokumen yang menyangkut dengan masalah penelitian.

(52)

Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Sebelum peneliti memasuki lapangan analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan untuk menentukan fokus penelitian.Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap yaitu reduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian44

Sumber: Miles and Huberman, 1984

[image:52.595.151.474.345.529.2]

.

Gambar 3. 1 Komponen Analisis Data (interactive model) Miles and Huberman, 1984

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

44

HB Sutop. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam

(53)

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

III. 7. Pengujian Keabsahan Data

(54)

III. 8. Etika Penelitian

Dalam menulis karya ilmiah ini penulis harus memperhatikan etika penelitian, terutama yang berkenaan dengan informan dalam hal pengumpulan atau penulisan data dan informasi. Etika penelitian yang harus dipenuhi oleh peneliti meliputi informed consent, anonimity, dan confidentiallity. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan informed consent, yaitu memberikan penjelasan kepada informan mengenai maksud dan tujuan penelitian dengan tujuan agar informan mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode nomor atau inisial responden (anonimity). Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan juga dijamin oleh peneliti dengan menyimpan hasil rekaman tersebut secara baik dan hanya dilaporkan pada saat penyajian hasil riset (confidentiality).

(55)

dalam laporan peneliti. Begitu juga dengan kuesioner dan catatan hasilwawancara yang disimpan dengan baik oleh peneliti dan tidak diberitahukankepada orang lain termasuk dosen pembimbing untuk menjaga kerahasian dariinformasi yang telah diberikan informan dan narasumber kepada peneliti. Etikayang digunakan dalam penelitian ini bersifat objektif, jujur dan tidak terdapatmanipulasi data.

III. 9. Kesulitan dalam Penelitian

Selama penelitian berlangsung, peneliti menemui beberapa kesulitandalam penelitian dan pengerjaan laporan skripsi. Kesulitan tersebut diantaranyakesulitan dalam menemui DPRD yang merupakan Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 karena jadwal kunjungan kerja ke luar kota yang padat serta jadwal mengikuti paripurna beberapa ranperda yang sedang dibahas di DPRD Kota Medan saat peneliti melaksanakan penelitian. Pada akhirnya peneliti baru bisa melakukan wawancara dengan Pansus RTRW sebulan setelah surat penelitian diterima oleh staf Komisi D DPRD Kota Medan. Selain itu Ketua Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan 2011-2031 sempat memberikan informasi yang salah kepada peneliti. Ketua Pansus memberikan informasi mengenai proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan sedangkan infomasi yang ingin peneliti ketahui adalah informasi penyusunan Renacana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan.

(56)

mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan pihak konsultan yang menyusun RTRW pada tahun 2006. Pada akhirnya peneliti tidak mendapatkan informasi langsung dari konsultan mengenai proses penyusunan yang dilakukan pada tahun 2006. Kesulitan lain adalah konsultan yang melakukan proses penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 sedang melakukan tugas luar kota, sehingga peneliti tidak dapat melakukan wawancara secara langsung. Pada akhirnya wawancara dilakukan melalui surat elektronik dan pesan singkat serta telepon.

(57)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1. Gambaran Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah45

45

http://www.pemkomedan.go.id

(58)

pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan.

Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Ke

Gambar

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein,1969
Tabel 2.1  Indikator Partisipasi Kewargaan
Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang
Gambar 3. 1 Komponen Analisis Data (interactive model) Miles and
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ada sanggahan, maka dapat disampaikan secara tertulis kepada Pokja Pengadaan Konstruksi Pokja Pengadaan Konstruksi ULP MIN Mila / Ilot Kantor

Jika pada pemikiran Kant dalam Kritik atas rasio murni ditegaskan bahwa kita hanya dapat mengetahui objek sejauh dalam fenomen melalui persepsi inderawi, maka

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dan memberi kontribusi untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan (manajemen) secara umum, khususnya manajemen sumber daya

Sebenarnya surealis menentang realis, tapi dalam pertunjukan ini surealis dan realis bisa disatukan, karena tokoh Nina adalah tokoh dengan pikiran yang terganggu, artinya

Politik Islam kontemporer selain menampilkan beragam pandangan dari para tokoh atau aliran yang hadir dalam kurun mutakhir, juga membahas isu-isu yang juga

Program FEATI (Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information) merupakan suatu program pemberdayaan dan pembangunan yang dikembangkan oleh

Penerapan teknik search kedalam program Ceramah, praktek, diskusi dan tanya jawab.. Mahasiswa mampu menerapkan teknik sort ke dalam

Merujuk pada hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar IPA terpadu berbasis Higher