• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Identitas Gay di Jejaring Sosial Facebook

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Identitas Gay di Jejaring Sosial Facebook"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Konstruksi Identitas

Gay di Jejaring

Sosial

Facebook

FebryanY

Wulansary

Alumni Program Studi llmu Komunikasi Fakultas llmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Email : febrye-0ywu.le-nsery@ya!-9.a cgm

Abstract

Discrimination agoinst homosexuals

in

lndonesio is the background of this reseorch. Where the existence of discrimination on goys make the other identity. Facebook is chosen by the gay medio for identity construction. The purpoie

of

this study was to find out how the,y construct thetr identit[es in 'Focebook,

and whot difference their identity in the real worLd and the virtual world. And what ore the foctors that require them

to do'

This study used ethnogrophic reseorch methods and three informants as o reseorch subiect The results

of

this study indicate that one foctor being goy wos largely due to familiot foctors. They chose to construct thek identity in online ond offline. They do impression management through back stage and front stoge os in the theory of dromaturgY.

Keywords: H o m osex u a L, F a ceb oo k, I de ntity, Co n stru ct io n

Abstrak

Diskriminasi terhadap homoseksual di Indonesia merupakan latar belakang

dari

penelitian

ini. Di

mana dengan adanya diskriminasi pada

gay

membuat adanya identitas

lain yang

mereka konstruksi. Facebook merupakan media yang dipilih oleh gay untuk mengkonstruksi identitas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mereka mengkonstruksi identitas mereka dalam Facebook,

dan apa

perbedaan identitas mereka dalam dunia nyata dan dunia maya. Serta apa saja faktor yang mengharuskan mereka untuk melakukan hal tersebut. Penelitian ini menggunalan metode penelitian etnografi dan tiga orang informan sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor seseorang menladi gay sebagian besar adalah karena faktor keluarga. Mereka memilih untuk mengkonstruksi identitasnya dalam online maupun offline. Mereka melakukan impression management melalui bock stage dan

front

stage seperti yang ada dalam teori dramaturgi.
(2)

Pendahuluan

Saat

ini media

berkenrbang sangat pesat, seperti vang clikemuliakan oleh Marshall

Mc.

Luhan (I-ittlc John, 2005: 273) sekarang

klta hidup

di

clunia 1.ang disebut sebagai "Ghba/vi//a.ge", yaitu sebual-r perkampungan grobar yang rerintcgrasi melalui kornunikasi massa. Salah satu media vang palng cepat dan digunakan oleh se|:ruh masyarakat dunia dalam mengakses dan mendapatkan infor.masi saat in.i adalah internet. Sejak munculnya internet tanpa saclar otak manusia drpengaruhi oleh adanva budaya dan segala sesuatu yang ada

di

dalamnya. Terlebih hadirnya internet di l'donesia mcrupakan suatu fenomena yang luar biasa, dimana internet telah betkembang menjacli "kebutuhan" bagi

lebih da.

jutaan orang di Indonesia. Dari bermacam-macam situs jcjar.ing sosial di Internet, Facebook menarik banyak pethatian pengguna internet.

Akun

Facebook didukung dengan banyaknya

fitut

dalam satu halaman spontanitas membuat otang enfol dengan Facebook. N{ereka bisa mengetahui secara langsung

^pa yang sedang dipikirk ^n ^t^u ^pavang sedang dilakukan oleh teman-ternannya sekaligus bisa langsung memberikan komentar. Facebook belakangan

ini

juga sering digunakan untuk mengkonstruksi identitas

diri

oleh individu. Seperti yang dikemukakan oleh Dennis

Mceuail

bahwa salah satu fungsi media adalah untuk membangun identitas drri di depan khalayak umum ([4c.Quail, 1.99 6 : 7 2).

Dalam

interaksi

ce to

furc

seseorang; akan memahami gambaran icrentitas

diri

orang larn melalui

ge'der,

ras, pakaian, dan karakteristik non-verbal !..tnnya.

Namun,

bebetapa karaktcristik

ini

sangat

s.lit muncul

clalarn interak

st uirtual,

teknologi interner menawarkan fasilitas untuk menl,embunyrkan beberapa petunjuk atau karakterisuk tertentu yang tidak ingin ditampilkan dan diketahui oleh publik. Facebook juga berlaku demikian, setiap

i'dividu

berrombalomba menampilkan dirinya sebaik mungkin.

Ini

dapat dilihat darj aktivitas lrpdate st:Ltls clan aktivitas memasang foto pro6l terbaik yang dilakukan oleh Facebookers unruk menciptakan citta did yang

positif

dan normzrl.

Proses informasi inilah yang terjadi

di

Facebook, siapa

X di

dunia n\rata clan siapa X di duni

a

rtualbjsa jadi sama dan bisa jadi sangat berbeda. X sebagai seorang leiaki pekerja, kepala keluarga, dan memrriki dua orang anak bisa menjadr

X

yang bujangan, berstatus mahasiswa, dan belum memiliki pacar.

Ini

yang disebut oleh Tim Jordan (1999: 62-87), bahwa operasionalisasi identitas dr dunia u)rhra/ menjadi
(3)

tefbentuk

ini

tidaklah mesti sama atau mendekati dengan idenutasnya

di

dr.rrua fly^t^ (,ffine irlentitu . Renouated hierarclties adalah pfoses di mana hirark.i-hirarki yang

te rjadi di dunia nyata (ffine hierarchie direkabentuk kembali rnenladi on/ine hierartlties. Hasil akhir dati identiry fuidi4t dan renouated hiewchies inllah yang selanjutnya rne njadi

i

rnationa/ gace, yakor inlormasi vang menggambatkan realita yang hanya berlaku

di dunia virtual (Tim Jo:dan 1999: 62-81).

Euer1dalt

Life,

settap

individu

pada kenyataannya melakukan konsttuksi atas dlri mereka dengan cara menamPilkan

diti

(-c

pefornann)' Namun, penampilan diri tersebut pada dasarnya dibentuk atau

untuk

memenuhl keinginan audien.r atau lingkungan sosial, br-rkan berasal dari diti dan bukan pula diciptakan oleh individu itu senditi. Sehingga identrtas yang nruncul adalah penggambaran

^P^ y^ng sebenarnl'a

menjadi keinginan dan guna memenuhi kebutuhan pengakuan social dan rdcntitas manusia bisa berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang

lain

(http: /

/

s,'u'w. Fejournal.stainpurwokerto.ac.id akses 9 aptil 201 2).

Individu

)rang mensgunakan dunia maya

untuk

membangun identitas diri adalah individu ),ang tidak bisa diterima identitas aslirrya

di

dunia nyata. Sebagd

contoh

adalah

kaum

Lesbian, Gay, Biseksual,

dan

Transgender

(LGBT). Di

Indonesra kekrmpok

I-GBT

menjadi salah satu lielompok masYarakat yang terus mendapatkan drsl<riminasi multidimensional. Diskriminasi di sini dapat diartilian sebagai pelal'21ntt a.tau pedaliuan yang tidak adil terhadap individu tertentu, d.i mana perlakuan berbeda

ini

dibuat berdasarkan katakteristik yang diwakili oleh individu tersebut, seperti karakterisuk kelemin, orientasi seksual, ras, agama dan keperca\raan,

aliran politik, kondisr fisik atau katakteristrk lain, yang tidak mengindahkan tuiuan vang sah atau wajar (Ariyanto

&

Rido Ttiawan, 2008: 26-27) '

Dalam penelitian ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah homoselisual, pada

khususnya gay yang mengkonstruksi identitasnya di jejaring sosial Facebool< akibat diskrimlnasi atau penolakan masyarakat terhadap kaum gay Tidak banyak yane tahu apa alasan meteka melakukan hal tersebut, dengan adanya diskriminasi mengapa mereka tidak bettahan dengan identitas gay tersebut jika mengingat setiaP orang rnemiliki hak untuk n-ren'rilih orientasi seksual masing-masing'

Homoseksual atau hubungnn seksual sering dikaitkan dengan gendet karena jenis kelanrin, di mana sesungguhnya gender dengan

kelamin

e-xJ itu dua hal vang berbeda. Dalam

buku

Gender Troub/e, Buder mengatakan bahrva budayalah yang mengkonstruksi gender dan membuatnya seolah olah seks adalah gender. Bagi Butler
(4)

6i,

.':,Ji'i'i:;

masalal-r kebutuhan yaitu alat kclamin mamrsta (vagina dan penis). Sedanglian gender adalah sebuah konstruksi budaya yang tidak ada hubunga.nnya dengan

kelamin

ax) yang

dimililii

oleh seseorang. Rutler melihat bahrva pemahatnan gender yang ada sekarang adalah sebuah pemahaman yang dibentuk oleh budaya )'ang sudah ada seiak zaman dahulu yaitu budava patrialkal, dan kita yang hidup pada masa Hni seolah meyakini bahwa hal

itu

alamiah. Gendet bukan seseorang, tetapi sesuatu

yang dilakukan oleh orang (Butler, 1999:33).

Terlepas dari persoalan gender dan seks, lieberadaan homoseksual sendid dalam masyarakat memang sudah

memiliki

label yang negatif, terlebrh dengan adanya

perbedaan pandangan dan perlakuan terhadap kaum hornoseksual ditengah kuasa heteronolnativitas dan heteropatriatki. I(onsep heteronotmattvitas adalah sebuah konsep di mana heteroseksual adalah kelompok yang normal dan mereka yang ada

di luar konsep ini adalatr

abnorm

. Sedangkan konsep heteropatriatki adalah sebuah konsep )rang bethubungan dengan opresi kelompok dominan tethadap kelompok mar

jinal

dalam kaitannya de ngan budaya

patriarki

(Lindner,

Martins,

Romao,

2004:12). Pada titik im munculah apa yang disebut dengan homophobia. Phar (1995: 54) menyebutkan bahwa homophobia muncul karena. adanya heterosexism. Akrbat dari terus munculnya homophobia dan label peny'impangan tethadap kaum gay menimbulkan dampak negatif pada kelompok tersebut. Dengan adanya pelabelan yang diberikan masyarakat kepada kaum gay maka mereka akan cenderung meLihat

ditinya

sebagar kelompok )'ang

lain

e o/her), marginal bahkan abnotmal dan

membuat para gay memihh untuk menyembunyikan identitas seksual mereka.

Di

Amerika

sebetulnl'a komunitas homoseksual sudah

mulai

membuat

perlarvanan, ditandai dengan melctusnya peristis'a Stonewall (1969)

di

mana pada saat itu terjacli perlawanan secara fisik komunitas homoseksual di dalam sebuah bar lesbian, gay, dan transcksual

di

karvasan Greenwich Village, New

York

betnama

Stonewall Inn (Spe ncet, 2004:441). Peristiwa Stonewall menjadi awal mula komunitas homoseksual untuk rnempetjuangkan keadilan dan persamaan hak meteka secata

terbuka

setelah sebelumnya komunitas homoseksual

terus

mettyembunyikan identitas mereka karena tekanan dari masyarakat sekitar. Penggunaan istilah yang secara term.inologi menghina kaum homoseksual pada u'aktu

itu

juga semakin

memperjelas adanya pembedaan

yang

dilakukan

sebagai upaya menjadikan homoseksual sebagai kaum yang terpingg.irkan, sebagai contoh penggunaan istilah

paur,

Fair1, ataa Fag4oL

"Iiata

pneer berasal dari kata bahasa Jerman yang berarti bengkok, miring, atau salah" (JuliastLrti dalam wwr.v.kunci.or.id/esai /n:x,s 105 /gay.
(5)

homoseksual

lakilaki

hingga secara petlahan mular digantikan dengan istilah "gay" yang berarti orang y^ng meriah (Anclerson dalam Oetomo, 2003:10)

Dengan adanl,a peristirva Stoner.vall seliarang

ini

rnemang semakin birnvak

kaum homoseksual yang selama ini tcrPasung dalam satu lingkungan yang tertutup menjadi lebih terbuka untuk mempetiuangkan

^P^ y^ng meniadi pilihan hiclupnva

terkuak identitas homoseksualnya.

Di

Indonesia sendiri contohnya adalah kasus pembunuhan mutilasi yang dilakr,rkan oleh Ryan tahun 2008 dan Baekuni "Babeh" akhrr tahun 2009 lalu, dimana peristiwa kekejarnan tersebut dilatar belakangi oleh orientasi seksr.ral mereka yang menf impang.

T'idak seclikit

dari

n-rereka )rang sekarang

ini

melakukan

politik

identitas

unruk

tetap bisa ber.interaksi

dan

bersosialisasi dengan masyarakat heterosel<s. Politik identitas sendiri dipahami sebagai "tinclakan pol,itis untuk mengedepankan

kepent-ingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok katena memiliki hesamaan identitas atau katakteristill, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, gender,

atau keagamaan" (Lukmantoro dalam vww:wawasandigital.com/index.php diakses 10 J:uIi 2012).

Selain melakukan pohtik ider-rtitas kaum gay saat ini mengembangkan identites

bil<ultrrr (Santrok, 1999: 17).Identitas biku]tur adalah dua identitas yang dimiliki

oleh seseorang

lakilahi gay

yang tidak metubah orientasi seksualnlra dengan tetap

menjadi gay namLrn memiliki anak dan istri. N{enjalani kehidupan sebagai gay secara

tersembunyi namun juga hidr:p normal dan bersosialisasai sepetti orang bi^sa tanPa

masyarakar tau bahrva. sesungguhnya mereka adalah gayr Identitas bikultur ini kcrap

dilakukan oleh hornosel<sual tertutup (in the close

Hal

ini

disebut

oleh

Erving

Goffman

dengan Ittprusian Manageruent, yang

memiliki pengertian kemampuan

individu Lrntuk

mengatul tingkah iakr-rn1'2 d21 segala sesuatu dalam dirinya agar tetsampaikan suatu citra diti 1.ang ingin ditunir-rkkan (Goffman, 1959: 17). Iutprusion nrti d!,e xe t

inl

terdapat dalam suatu konsep t'ang

lebih besar dari Goffman yaitu teori dramaturgi, di mana teori

ini

mengungkapl<an

bahwa banyak tefdapat kesamaan antata Pementasan teatef dengan berbagai ienis pefan yang kita mainkan dalam interaksi dan tindakan seharian. Dalam dtarnaturgi, interaksi sosial drmaknai sama dengan pertunjukan teater. Nlanusia adalal-r alitor yang

berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang

lain melalui pertunjukan dramanya sendiri.

Dalam mencapai tujuannya terscbut, menufut konsep dramaturgi, manusia akan mengembanglian perilaku-pefil^liu ),2rng
(6)

kehidupan juga harus mempetsiapkan kelengkapan pertuniukan. I(elengkapan

ini

antara lain memperhitungktn setting, tttstum, penggunaan kata (dialog) dan tindakan

non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan ialan mencapai tujuan (wwwwikipedia.org/

wiki/Dramaturgy Akses 21 September 2012).

Goffman mengistilahkan tindakan di atas dalam istilah "lnrprerion

Man

ent".

Goffman juga rnelihat bahwa ada perbedaan akting vang besar saat aktor berada di atas panggung (fi'ont stage) dan di belakang Panggung (back stage) drama kehidupan.

I(ondisi

akting di front stage adalah adanya penonton yang melihat

kita

dan kita

sedang berada dalam kegiatan pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan

peran

kita sebaik-baiknya agar

penonton

memahami tujuan

dari

perilaku kita. Perilaku

kita

dibatasi oleh konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang

panggung, dengan kondisi bahrva ridak ada penonton. Sehingga kita dapat berprilaku bebas tanpa mernpedulikan p/at perllak:u bagaimana yang harus kita bawakan. Pada

penelitian

ini

Facebook menjadi panggung sandiwara di mana objek atau informan

merupakan

individu

yang menjalani kehidupan layaknya seperti

mahluk

sosial

lainnya, normal (mencintai lawan jenis), betgaul dengan orang lain, bekerjasama dalam sebuah team, berplJl'ak:u batk (frant stage) dengan segala

atribut

dan setting yang juga telah dipersiapkan. Namun ketika berada dilingkungan pribadi maka dia menjadi seorang seorang gay (back stage) (GoffmarL, 1.959: 44). Dan ketika apa

yang dilakukan

di

depan panggung berhasil dan dilakukan secara berulang, maka

^p^ yang kita lakukan akan menjadi identitas y^ng

onng

berikan pada diri kita. Identitas bukanlah setiap sifat yang kita

miliki

bukan pula sesuatu yang kita miliki. Tetapi identitas personal 1ebi1-r merujuk kepada apa yane kita pikirkan tentang

diri

kita sebagai pribadi (Giddens dalam Barker, 2006: 111).Identitas juga sesuatu

yang ada dalam kesadaran dan dilafalkan dalarn komunikasi sosial.

Oleh

karena

itu, identitas merupakan sebtah sense dari individu atau kelompok, sebab identitas adalah produk dari kesadaran individu yang

dimilikt

oleh saya dan anda sebagai

suatu entitas yang membcdakan saya dari anda dan membeclakan kita dari merelia

(Huntington, 2004: 21).

Kerangka

Teoritik

(7)

is-Social-Media--iCrossing-eb<;ok.pclf, alises 1

6 Aptll

201'2)

'

Dengan adanya sosial

media manusia yang biasa saling berbagi ide, beketiasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikit, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi ten-ran baik, menemukan pasangan, membentuk suatu identitas dan n-rembangun sebuah komunitas sangat menarik. Dengan betmacam-macam media sosial, manusia atau user hanya tinggal

merrilih

media sosial apa yang akan digunakan sesuai clenqan tujr-ran atau kepeduannya.

Ada tujuh dasar jet-ris rr-redia sosial, yaitu: .f rtcial Nenttork, B/ags, lVikis' Podcast,

Foruns, Microblogingdan Cantent Corurttrnities.I{etuluh pemetaan berdasatkan jenis clan fungsi yang digunakan te tsebut membantu Pengguna interne

t

dalam ment'alurkau,

memberi rnformasi, berbagi

foto

maupun r.'ideo

di

lempat yang tepat. Nlenulis sebuah cerita dan langsung mendapat tanggapan serta memberikan pengetahuan melalui

foto-foto

dari berbagai budaya, negara )rang dapat dipublikasikan sehingga semua orang dapat mengetahui

informasi

tersebut.

Itulah

media sosial, dapat menun-rbuhkan kreativitas, mengenal

individu lewat

budaya,

dan

dapat saling berbagi.

Dati

macam-macam jenis medta sostal dtatas, Facebook masuk dalam Social Network yang sangat populer di Indonesia bahkan dunia setelah diluncurkan oleh Mark Zuckerberg pada 4 Februari 2004. Aplikasi yang tetdapat dalam Facebook men-rungkinkan setiap or^ng y^ng men-riliki account untuk menampilkan infbrmasi personalnya, seperti hobi, musik favorit, kampung halaman, temPat tinggal

be

tu juga clengan foto atzru garnbar prtbadi. Selain itu, Pengguna juga dapat mengiriml;an pesan yang setara dengan fasilitas pesan elektronik lainnya, dan Facebooli iuga menampilkan dan n-renyediakan informasi )'ang lebih banyak dibandingkan dengan situs jaringan sosial online lainnl'a (Stutzman dalam Girsang, 2008: 9).

Tubbs (2003: 87-89) menyatakan bahwa fasiltas yang

dimiliki

Facebook juga memudahkan penggunantra untuk mengirimkan dan berbagi biografi visual untuk mempertahankan pertemanan clengan kenalan dan untuk mengeksplorasi hubungan yang dibentuk dengan otang larn )'ang be lum dikenal. Mengetahui infotmasi petsonal

merupakan syarat utama ketika seseotang memulai suatu hubungan interpersonal. Pada hubungan personal yang dibentuk secara online, kita mengembangkan identitas kita sebagai anggota dari l<omunitas online tersel:ut dan membentuk kesan terhadap anggota lainnya.

Namun terdapat pe rbedaan antara komr-rnikasi langsung dengan komunihrsi

(8)

di!iH!;*rs,i;rinl

tidak mengetahui dengan siapa kita menjalin komunikasi. Hal

ini

sejalan dengan

Devito

(dalam Girsang, 201,2: 16) yang mendukung salah satu kerugian ketika kita membina hubungan secara online kita tidak dapat melihat secara langsung orang yang

kita

ajak menjalin hubungan. Selain

rtu

terdapat kemungkinan orang yang bednteraksi secara online memberitahu informasi yang salah mengenai dir.inya dan terdapat kemungkinan

kecil

untuk

mengetahui kebohongan tersebut. A{enurut Tay\og 2009 (dalam Girsang 2008: 1.1) menyatakan bahwa anonimitas yang terdapat

dalam

interaksi

secara online memwdahkan seseorang

untuk

mengungkapkan informasi personalnya, hal ini mungkin karena individu metasa meteka lebih mampu mengekspresikan aspek-aspek penting

dari

diri

mereka saat mereka melakukan interaksi secara onJine.

Dengan fasilitas Facebook yang tidak menuntut

untuk

memberlkan informasi itulah maka sekarang ini banyak pengguna Facebook yang menggunakan Facebook

untuk mengkonstruksi identitas. N{emberikan identitas palsu

di

Facebook, entah merubah total atau hanya menamb ahi apa yang sudah ada menjadi seperti apa yang diharapkan dengan tujuan tertentu. Identitas atau dikenal dengan identiry dapat diattikan dari sudut budaya sebagat tasa memiliki, rasa

^m^n, rasa berarti yang dapat dirasakan oleh seseotang sebagai anggota kelompok yang terikat bersama nilai dan gaya hidup bersama (Lull, 1,998:221).

Stuart Hall (dalam Barker, 2005: 1.72) menjelaskan konsep bahwa ada

iga

cara untuk mengkonseptualisasikan identitas, ia menyebutnya sebagai subjek pencerahan,

subjek sosiologis

dan

subjek pascamodern. Subjek Pencerahan adalah Sublek yang melihat bhawa individu mampu mengatur

diri

mereka sendirl dan mampu

memlilih

^pa y^ng baik untuk diri mereka sendiri, Sujek Sosiologis adalah subjek yang menganggap bahwa identitas bukanlah sesuatu yang diciptakan sendiri namun seutuhnya diciptakan oleh budaya (cultural), sedangkan Subjek Pasca Modern adalah subjek yang beranggapan bahwa identitas akan tetus bergeser, terpecah, dan jamak.

Dengan adanya identitas lain

di

Facebook yang berbeda dengan dunia nyata, maka apa sama dengan Teori Dramaturgi Erving Goffman dalam

ltuktnya

The

in euerydal Life yang menyatakan bahwa kehidupan sehari-hari setiap individu sama seperti sebuah pertunjukkan teater dimana

dari waktu

kewaktu setiap individu

betganti peran sesuai dengan kebutuhan dan kemauan mereka (Collen, 2008:326-327).

Di

dalam membahas sebuah pettunjukan,

Goffman

mengatakan bahwa
(9)

tuluan kepada orang lain melah-ri "pertunjukan dramanya sendiri". Dalam melcapai tu juannya tersebut, menurut konse;l dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-pefllaku yang mendukung pefannya tersebut. Selayaknya pettunjukan drama, seorang aktor clrama kehidupan juga harr:s mempersiapkan kelengliapan

pertunjukan.

I(elengkapan

ini

antara

lain

memperhitr-rngkan selting

kosum,

penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, ha1

ini

tentunya bertr:juan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memulr,rskan ialan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan cliatas disebut dalam

istilah

"iutpression managemenl" (Goffman, 1'959: 17)

N{enurut Goffman, ada dua bidang penampilan yang pedu dibedakan, }'^itu panggung depan (frant stage) dan Panggung

belakang

ack stage). Goffman rnelhat bahwa ada perbedaan akting 1'ang besat saat aktor berada

di

atas

panggr-rng

nt

nt stage adalah adanya penonton yang rnelihat kita dan kita sedang berada dalam

bagan pertr.rnjukan, selain itu panggung depan adaiah rnerupakan bagian Penampil2n

rndividu yang secafa tefarur beffungsi di dalam mode yang umum dan tet^p untuk mendefinisikan situasi bagi mefeka yang menyaksikan penampilan itu. Saat

itu

liita berusaha untuk memainkan peran

kita

sebaik-baikny agar penonton rnemahami tuluan

dari

perilaku kita. Petilaku krta dibatasi oleh konsep-konseP drama yang

bef tujuan untuk membuat dran'ra yang bethasil. Aspek-aspek yang berpengaruh dalam

front stage antara lain cara berpakaian, jenis kelamin, umur, karaktetistik rasial, uliuran tubuh dan postur, cara

berbicara,

rd atau gerak tubuh, bahkan informasi mengenri

pe

rner (orangyang sedang melakul<an pertunjr:kkan) seperti pekeriaan, aliliasi dalam

organisasi atau komunitas tertentu dan lain sebagainya (Goffman, 1959:24).

Back stage (panggung

belakan

yaltu merupakan keadaan dimana kita berada di

belakang pangEiung pe ristiu'a yang memungkinkannya mempersiapkan pctannva di

wilayah depan di mana disana terdapat kamat tias tempat pemain sandirvara betsantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan dengan kondisi tidak ada penonton. Sehingga aktor dapat berpetilaku bebas tanpa

mempeduLikan

plot

perilaku bagaimana yang harus kita bau'akan nam]un back rtttge merupakan ruang drmana dis.itulah berialan skenario pertuniukan yang dibr-rat oleh indi'"'idu untuk mengzttuf pementasan sebelum aktor tersebut memainkan pelannva di atas panggung.

I(etika

seorang fietfornar melakukan p

e

rlltance, ia akan bel-rsaha sekuat tenaga untuk menampilkan apa yang ia ingin ditunjukll-an kepada attdience-nya dan akan mengurangi segala hal yang akan membuat a rlience-oya mendapatkan
(10)

Metode

Penelitian

Jenis penelitian

ini

adalah penelitian etnografi

yang

mengkaji rnendalam mengenai identrtas gay

di

jejaring sosial Facebook.

Teknik

pengumpulan data

menggunakan wawancara mendalam

(in-

th interuiew), observasi partisipan, analisis

dokumen,

dan studi

pustaka.

Teknik

analisis clata data yang digunakan dalam

peneLitian

ini

adalah dengan pengamatan yang sudah ditultskan dalam catatan lapangan, kemudian ditelaah dan dipelajari sebelum direduksr yang pada alihirnya ditarik kesimpr"rlan.

Hasil

dan Analisis

Biografi Informan

o

Profil

JA "Man

Ga1t"

JA

merupakan sosok laki-laki yang ganteng

dan

sangat maskulin. Seorang yang berprofesi sebagai pegawai bank di salah satu bank swasta di Yogyakatta. Dia dipindah tugaskan ke Yogyakatta setelah sebelumnya di Malang. Awal dra

menjadi gay adalah trauma yangmendalam terhadap hubungan heteroseksualnya yang tidak disetujui oleh kedua orang tuanya karena perbed^

n agaml

o

Profil

S'N "Sis:1t

CE"

Berbeda dengan JA, Snfl merupakan

lakilaki

)rang feminim. Banyak hal yang

dilakukan

oleh

perempuan juga dilakukan olehnya. I(epribadian

SW

yang

memang

feminim

membuatnya

lebih

gampang akrbab dengan perempuan,

SW lebih banyak memiliki teman perempuan dibandingkan dengan teman laki-laki. arval SW menjadi gay aclalah karena kurangnya perhatian dari orang tua

karena poligami yang dilakukan oleh ayahnya. SW mengaku seteiah ayahnya

berpoligami,

ibu

dan semua anggota keluarganya tidak pernah peduli dengan

^pa y^ng sedang atau akan dtlakukan oleh S\Xl I(arena itulah pergaulan SW tidak tetkontrol hingga akhirnya ia menjadi ga,v.

o

Profil SP "Cool Ca1"

SP betasal

dari

keluarga yang sangat berkecukupan, orang tuanya seorang

pengusaha sukses. Berkerja

di

salah satu percetakan

di

Yogyakarta setelah

keluar dari kampus katena alasan malas kuliah. I{urangnya perhatian katena

kesibukkan yang dimilit<r kedua otang tuanya membuat SP menjadi gay sejak

(11)

SP semakin berkembang. I(umpul bersama komunitas-komunitaspun kerap ta

lakukan.

Konsttuksi

Identitas

Offline

Fenomena-t-enome na komunitas homoscksual pacla jaman dahulu sr-rlit untnk

ditemui, namun seiring dengan berjalannya rvaktu perlahanlahan merclia mulai membuka

jati diri

sebenarnya Jiang selama

ini ditutupi

dari

publik.

l\IunculLrva fenomena-fenomena tersebut membuat banyak omng tergugah untuli mctlbaLras

dan

mencari

tahu

darimana

dan

bagaimana fenomena

itu

datang.

Namun

di lndonesia sendiri, dunia bagi para homose ksual masih termasuk dalan-r

ltelompoh-kelonpr,lk kecil (minoritas) yane setiap eay atau lesbian rnasih segan untuk nrcnsaliui jati ditinya senditi clan lebih memilih untuk menutr-rp

Tapi dengan semakin banyaknva kaun-r gav tersebut tidak rnenjaclikan selurLrh

gay

untuk

bisa terbuka. Banyak pula gay yang memilih

untuk tettutup

clengan

identitasnya tersebut. I(onsekuensi buruk vang akan mereka terima bisa saja berupa

ucap^n ataupun 'undakan. Otang orang clisekitarnya

bisa

saia secal^ tiba-ttb^ menjauhinya tanpa diketahui alasannya, tidak lagi bisa care atau senyaman sebelum mereka mengetahui jdenritas g21y nya" Dengan berbagai siasat, hingga

kini

rnerel<a bisa tetap n-rempertahankan identitas seksualnva.

Tidak

seperti otang

lain

vang bisa "cuek" mengahui dirinl'a sselnr* gay. Dan setiaP ga)r dalam menyembunlikan

identitasnya agar: udak dil<etahui orang sckitarnva memiliki cara masing rr-rasing. Contohnya dari ketiga

tnlorman

penelitian, mereka

lnemiliki

cara yang berbeda

unuk

metahasiakan statusnya sebagat ga1'.

Cara

JA

dalam menyembr-rnf i[21t identitas gay nya dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan melakukan hal-hal yang memang hatusnya dia lakukan. I{atena

pada dasarnyaJA memang sangat maskulin maka ticlak petlu ada vang di buat-buat. JA hanya perlu hati-hati dalam bcrhubungan dengan Pasangan gay flva baik secara

langsungmaupun hubungan via elektronik. Tetlebih hubungannva terdahulu betsama

perempuan yang tidak disetr-rjui oleh orang tuanlra 6sftrrp meyakinkan orang tua dan orang-orang sekitarnl'a fnhrva dirinya normal. Sedangkan SW vang memPun)'a'

sifat feminim akan mchliukan banyak aktinq dalarn kehidupan sehati-hari r-rntuk

menyembunr.ikan identitas gay n)ra. Dart memperkenalhan tem^n PeremPuannva kepada orang

tua

sebagai Pacar, berusaha

lcbih

maskulin

jika

berada ditumah, tidak memperbolehkan teman-temannya masr-rk kedalam kamarnya karena
(12)

yang memang harusnya drlakukan, hanya saja SP berhasil menggambarkan dirinya sebagai lalri laki yang playboy. Dart situ lah orang orang disekitarny^ Pefc^y^ ^tau yakin bahwa SP adalah lakrlaki normal.

Identitas Online

Gay

Dalam subbab in.i peneliti akan membahas bagaimana konsttuksi identitas yang terjadi melalui komunikasi yang tefmediasi oleh komputet

at^i

cz///P/.tter nediaterl canmtnicatior,t dan diimpiementasikan

di

situs jejaring sosial Facebook. I{ehaditan teknologi dianggap menjadi salah satu medium yang mampu memenuhi kebutuhan individu akan komunikasi dan bisa mendofong lebih bebas setiap indivldu untuk mengungkapkan siapa

diri

meteka. Facebook merupakan Penggambaran yang sempurna bagaimana sebuah teknologi mampu mendorong serta menyediakan ruang bagi setiap individu dalam mengkonstruksi

diri

mereka, di mana dalarn hal ini adalah gay'. Dari segi tealitas yang ditanyakan peneliti kepada informan, tel.rryat^ jawaban-jawaban yang didapatkan adalah memang meteka menggunakan Facebook untuk menghonstruksi identitas

diri

agar lebih "aman"

di

pandangan masyarakat dengan rdentitasnya sebagai laki-laki normal sePerti aPa yang mereka gambarkan dalam Facebook.

Informan yang pada dasarnya merupakan ga1 hidden rr'embuat atau meperbatki rdentitas asLinya sebagai gay melalui ieiating sosial Facebook, dengan alasan banyak pengguna Facebook yang memang berada di kehidupan mereka yang secara otomatis akan melihat dan metespon

^P^ yang dilakukan

di

Facebook

di

kehidupan nyata. Dengan adanya Facebook, akan memudahkan

informan

dalam mengkonstruksi identitas di dunia nyata ((fine

iden

,mereka memainkan perannya dalam Facebook (on/ine identij) secara apik sefringga lebih menegaskan dan meyakinkan bahrva apa yang dilakukan dalam dunia nyata. akan terlihat seperti kenyataan. I(arena perilaku

kita dalam

suatu

bentuk interaksi, dipengatuhi

oleh

harapan peran mengenai identitas kita di depan orang lain.
(13)

gay

di

tengah mas\r^raliat hctcroseksual. Selair-r alasan yang menguntunglian diri

bagi individu gay, identitas lain dalam on/ine ,:'an1 berpengaruh dalam kehidupan e adalah terhindarnya resiko untuk menemPatkan keluatganlta terLltama orang

tua dalam kondisi )'ang tidak menyenangkan karena salah satu altggotanYa ga\r.

Inlorman atau ga\r lain pastr akan mengalzrn-ri konflik atas identitas gay yans n'rereka

miliki dcngan perasaan orang tuarrya jika sampai ide ntitasu'a diketahui sebaqai salah

satu anggota minoritas atau,vallg di diskriminasi oleh pemerintah dan tn:rsvat akat Inclonesia.

Dalam mengkonstruksi identitas

di Facebook, ketiga

inforrnan

melakukan clengan cara \rang berbeda beda. SP dan JA menggunakan nama asli dan fcrto asli

nrcreka

di

jejaring sosial Faccbook,

tidak

sePerti S\X/ vang mengglrnakan nrtna

lain dan bukan

foto

dinnya. N{enurut peneakuan dari SP dan

JA

justn-L clenean

menggunakan nama palsu dan foto palsu di iejaring sosial Facebook, maka iclcntitas mereka di lraccbook akan diragukan keasliannya.

Namun dari

perbeclaan cara mereka dalam me ngkonstrr-rksi identitas di Facebook, ketiganva memiliki tr-rjuan 1'ang sama yaitu menl'errbunyikan ()rientxsi

seksual mereka. I(etiga infbrn-ran melakukan hal-hal vang tidak dilakukan dt alf ine

identi\ untak mendukung kcbe rhasilan an/ine

iden

. Contohnya saja JA, J

A

vang lebih banyak diam di dunia nyata maka akan sangat komunikatif di dunia n'rava. JA

rnenjadikan dirinya sangat rara clan terbuke liepada teman teman Facebooknlrl.

Ilort

yang dilakukan oleh SW yang merniliki pacar PeremPuan

di

akun Faceboolinya,

sedangkan pada lien),ataannya paczu dari SW berjenis kelamin lahilaH.

Elemen-elemen

liecil

yang jil.'a

tidak

diperhatikan secara

detail

teln,vata

merupakan hal 1'ang sudah atau sedang dikonstruksi oleh g4rr bidden dalan iejarinq

sosial Facebook tanpa orang lain tahu.

Dan dati

hal-hal kecjl itr-r akan men-rberi

pengatuh besar dalam konstruksi identitas. Satu sama

lain

dati

hal

yang 1sl2h

dihonstruksi dalam Faccbook saling berhubungan dan berpengatuh. Jiha salah satu

hal yang drkonstruksi tidah bisa diterima oleh orang lain maka hal-hal lairr iLtaa akan sama. Oleh karena itu ga1' 1'ang melakukan konsttuksi idenutas melal<r:kannva dengan sangat hatl-hati dan se detail munghin. I{arena itu akan sangat berPenqartrh pada kehidupan nyata, tetlebih jika seseorang individu sudah

di

anggap baik, lalu tedihat keburukanny2

62[2

al<an sangat terlihat clampaknva.

l(onstruksi yang berhasil tidak akan pernah tedihat oleh otang lain. Bahkan orang

lain

akan menganggap bahwa
(14)

lingkungan yang bisa menerima kita juga dapat memberi gambaran bahwa apa yang

kita bentuk dan bangun agar dapat diterima oleh lingkungan sekitar tanpa adanya

diskriminasi sudah ada hasilnya.

Itu

terjadi pada ketiga informan penelitian, ketiga

informan penelitian bisa berjalan seimbang antara kehidupan soslal dan kehidupan

bersama pasangannya (aki-laki).

Analisis

Informan

.

Analisis Infbrman terhadap Penggunaan Facebook sebagai

Media

I(onstruksi

Identitas

Dari berbagai macam pendapat dan cara pandang informan tethadap fungsi

dan penggunaan Facebook sebagai

media

untuk

mengkonstruksi identitas ditemukan satu kesamaan.

Di

mana mayoritas dari informan yang metupakan gcyt hidden menerima kehadiran Facebook dan menggunakannya sebagai media

untuk mengkonstruksi idenutas guna mempertegas dan meyakinkan

^tas ap^

yang dilakukan dalam dunia nyata. Hal hal yang mendasari sikap meteka untuk melakukan konstruksi identitas dalam jejaring sosial Facebook adalah karena

ketidaksiapan mereka

untuk

membuka identitas gay kepada keluarga dan

masyarakat yang mayoritas hetetoseksual, katena masyarakat menganggap gay

merupakan

^flcarr'an dan harus di hindari karena melakukan penyimpangan.

Alasan yang diberikan ketiga informan dari wav ancan mendalam yang telah

dilakukan, mengapa mereka menggunakan Facebook untuk mengkonstruksi

identitas bukan media

^t^u c^t^ lain adalah karena Facebook merupakan med.ia

yang cukup berpengaruh daiam masyarakat dan sudah menjadi btdaya (cu/ta

di

Indonesia. Seperti konsep identitas Stuart

Hall

(dalam Barker,2005: 172)

yang menjelaskan subjek sosiologis,

di

mana konsep

ini

menganggap bahwa identitas bukanlaL-r hal yang dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya

diciptakan oleh budaya (cw/tare).

Ini

yang coba dilakukan oleh ketiga infotman untuk membentuk identitas yang ingin di anggap atau diakui oleh masyarakat

dan

lingkungan sekitar. Dengan alasan yang dikemukakan

oleh

informan,

maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan psikologi sosial oleh Martin dan

I{anaya

piliweri,

2003: 12-78) tentang pemahaman identitas juga dibuktikan oleh ketiga infotman.

Di

mana dalam pendekatan psikologi sosial

ini

melihat bahwa kehidupan dan perilaku

individu selalu dalam lingkungan sosial

yang

menyebabkan individu dibentuk oleh lingkungan sosial.

Goffman

dalarn The Presentation oJ' S'e/f in Euerydal I'ife juga mengungkapkan bahwa penampilan

diri

(15)

bukan berasal clarl

diri

senditi. Sehingga identitas yang muncul kepada lietiga informan dalam penelitian

ini

adalah penggambaran atas apa yang sebenalnva menjacli keinginan

infornan

guna mencJapat pengakuan dan perlakuan sosial yang baik.

Analisis Informan terhadap Identitas Online dan Offline

Setelah melakukan

walancara

mcnclalam

dan

oben asi lanusung t.ane dilakukan oleh peneliti dalan'r penelitian rni dapat membeti inforn'rasi bal-rrva gay hidden yang melakul<an l<onstruksi identitas di Faccbook melakukan dengan cara yanll berbeda-beda

nlmun

clcngan tujuan yang sama. I{etiga informan yang memiliki karakter berbecla-beda, vaitu S\W dengan gal'a feminimnya, JA dengan galla cooln)'a, serta SP yang sanllat '\/etgek'an" menvetr-rjui keharlrsan adanya iclentitas gancla r-rntuk

menl'smbun kan

identitas gay yang clirniliki.

Narnun

ada liesamaan )rxitu mereka

tidak

per:nah berinteral'si san-ra sekali c{engan pasangannya cli jejaring lracebooli meskipun mereka berteman. l)alan'r aliun Faccbook dan kehiclupan sehari-hari yang melibatlian orang lain in firrnran

rnenjadi individu ;'ang berbecla bai-rkan sangat berbeda dengan saat

di

mana

informan

sedang sendiri atau dengan Pasangannlra )rang memanl] metlrrsuki tanah pribadinva.

Ini

prcrsis scpertl Teori Dramaturgi ),ang dikemban{:lian

oleh

llrving

Goffman,

di

mana kehidupan diibatatkan sebagai petuainan peran oleh manusia,

ada

nl .r/aga tTan back stage. Tentu permainan perxn vxng

dimainkan olch manusia tersebut cltsesuaikan dengan tujuan lrang

in

n dicapai sebelumnl'a. Informan dalam penelitian rni juga demikian, mereka mernainkan berbagai petan cli clepan linckungan sosial dengan tujuan pengakuan idenritas

///an

ezl sendiri dalam dramaturgi metupakan kemampuan individn untnk mengatur tingkah lakunya, dan segala sesuatu dari dirinya agat tersampailian suatu citra

diri

yang ditunjukkan (Goffman, L959: 1.7). Front stage tidak hanya tetjadi di Facebool< sebagai panggung atalr media 1'ang mereka gunalian untulr

dengan Facebook sebagai media untuk mempertegas bahwa apa yang n-rereka lakukan di dunia n)rata adalah benrrr adanya.

(16)

foto

asli karena dirasa alian mendukung imptession marlagement yang sedang

ia bangun api sebaliknya terjadi pada JA dan SP, meteka lebih memrlih untuk

menggunakan

foto

asli dalam akun Facebooknya.

Ini

menunlr-rkkan bahwa

terkadang indiviclu al<an berusaba

mclakukan

re.r.rion ntanageltml agat drterima

Dalarn menjalankan petannva ada banyak hal yang dapat membr,rat apa vang

menjadi tr:juann;'a gagal atar-r seclikit mengaiami gangguan. Gangguan tcrseblrt muncul dati luat dan dalam cliri Lita, faktor internal yang dapat menggan(qgLr perforntaace biasa dise br-rt dengan unrueant geasture yaitu tingkah laku ata.u gcrai<an

dilakulian

(Goffman,

1959: 209). Sedangkan

faktor

elrsternal r,aitu bcrupa

individu J'ang rnuncul secata se ngaja rnaupun tidak sengaja yang memberikan inlormasi yang bertolak belakang dengan impre si yang dilakukan oleh

roe

r/://er (Goffn'ran, 1959: 145). Itu juga tcrjacli pada informan dalam penelitianini, contoh

gangguan laktor internal yang dialami oleh infrrrrnan yaitu apa yang ter]acli pada

S'rX,i

Di

rnana SW 1'ang n-remihhi gesture dan ga1,a bicava 1'ang fcminimhal-rs meyakrnkan orang clisekitarnya bahwa dia adalah laki laki notmal. Dan Lrntuli

rnenghindati faktor elistcrnal yang muncul, informan tedlhat sangat menjaga

hubungan baik dengan trmrn-teman yang menjadi member dalam Facebook

dan

teman-teman yang ada clalam lingkungan sekitarnya dengan menjaga

inage sebagai laki-laki normal.

Dan

dengan dilal<ukannl'a hal tersebut sccara

berulang diirarapkan dapat men-rberikan dampak positif guna menyembun\,ihan identttasnya sebagai gay serta penerimaan diri oleh masyarakat.

Kesimpulan

Dan

apa vang telah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan balrr.va:

.

Setiap gay akzrn memberi penolakan pada awal mengetahui otientasi seksual

merel<a. N{ere ka bertrsaha untr-rk mengabaikan perasaan terhadap lal<i-laki 1,ang

timbul, hcinginan

untuk

mengubah orientasi seksual juga kerap muncul. Tetapi

pada akhrrnya mereka te tap bet tahan dan berusaha menerirna diri merel<:r apa

adanya bal-rwa ini adalah sesuatu hal 1,ang sudah tidak bisa ditubah lagi.

.

Faktor keluarga clan lingkungan terhadap munculnya suatu perilaku, dalam hai

ini orientasi seksual yang sejenis (gay) sangat besar.

.

Adanya diskriminasi dan penolakan dt Indonesia terhadap kaum ga1,, rnembuat
(17)

/dE

Sii't,'',,,,nut

.

Caragay mengkonstruksi identitas di Facebook betberbeda-beda dan bermacam-m^cam setiap indir.idu, ada 1'ang memilih hanya sedikit menambahkan apa yang telah ada dalam dirinya, ada pr.rla yang mengubah total seluruh identitas aslinya.

Dan konstruksi identitas dalam Facebook digunakan untuk menegaskan bahwa

^pa y^ng dilakukan di dunia nyata (ffine

iden

adalah suatu fakta.

Daftar

Pustaka

Buku:

Anderson, Benedict R. O'G. (1990). I.anguage and Power: Exploring Palitical Cultaru in I ndone sia. Ithaca: CorneilUniversity Press.

Barker, Chis (2006) Cwltaral J'tadies. Yogyakarta: Ifueasi Wacana.

Buder,

Judith.

(1999). Gender'Tronbk: Feninisn and the Subuersion

of

Identifl. New

York: Roudedge.

Devito,

J.

A.

(2008).

Erential

Hnman Camntunication (6'L

e/.

Boston: Person

International.

Goffman,

Erving

(1959).ThePruenta

on

J'elf inEuerydqL-rfe.Dotfileday Anchor: Garden Ciry', New York.

Jordan,

Tim

(1999). Clberpoaur, The culture and

Politcs

Clberspace and The Internet. London and New York: Routledge

Littlejohn,

Stephen

Sil

(2005). Theories

of

Hunan

Corumunication.

New

York: Wadsworth Pubhshing Company.

Lull, James (1.995). Media Kantanikasi Kebudalaan: J'aata Purdekatan C/aba/. lakarra: Yayasan

Obor

lndonesia.

Manning,

Philip

(2005) "Iruprusion Managenent"

Enclc/opedia

Social Theorl, F'd. George Ritzer. Vol. 1. Thousand Oaks: Sage Reference,. 2 YoIs. Gale Virtaal

Reference Librarl.

Oetomo,

Dede

(1 999). IGhidupan Ga1t. Ssv2.!'t^tn Abadi Prastama.

Santrock, J. Sfl (i999). L.tfe-,fq,an Deuelopruent euent edition).

McGraw-Hill

Coilege,

Boston. Dalam Jurnal Penelitian Psikologi No. 1

Spencer, Colin (2004). Histoire de I'horuosexaalite: De I'antiquite a nos joars, tryn.

Ninrk

(18)

YOILJTiI

Taylor, S.E., Peplau,

L.A.,

D.O. (2009). Pikologt

Sosial

disi ke dtta be/as). Jal<arta:

Kencana Ptenada Media GrouP.

Taylor, D.

M,

&

Moghaddam, F,

M.

(1994).

Theaies

intergrotp relations. London:

Praeger.

TriawanRido,Ariy2llo. (2008).JadiKauTakMerasaBersalah!?,.\'tudiKasusDnk asi dan kkerasan Tu'ltadap Kaunt LGBTI. Jakatta Selatan : Arus Pelangi

&

Yayasan

Tifa.

Tubbs, Stewart,

L.

dan Moss, Sylvia. (2003). Hunan Corumwnication, Konteks-konteks

Komanikasi (buku kedrt . Bandung : Remaja Rosdakarya.

Skripsi

:

Girsang, Firty Putri Yas\n. (2012). Huhangan Melalai FaubaaklangDialanti Maha'rtsa'a

U,9U dalan Per:pekiJ Fenontenolagi. Universitas Sumatera Utara.

Internet:

Juliastuti dalam wwwkunci.or.id /esai /nws /05

/

gay.htm diakses tanggal 10 Juli

2012,

I(ito,

Mie.

(2005). The

Jaurnal

.|ocia/ Pslchology. http://www.Psych.umn.edu/

Tanggal akses 23

JuIi201.2

Lukmantoro dalam www.wawasandigital.com/ index.php diakses 10 Juli 2012

Mayfield dalam lVhat a S acialMel27 @ttp: / /www.icros sing.co.uk / fileadmin /uPload

/

eBook/What

is

Social Media iCrossing ebook.pdf, akses 16 ApitI2012)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan setek dan konsentrasi Growtone serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot segar

Classified Ads adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi

Hal ini dikarenakan tarian Amboyo memiliki peranan penting dalam bagian inti pada proses upacara ritual Naik Dango karena tarian ini memiliki sejarah dalam masyarakat

Berpijak dari permasalahan di atas, karya-karya saya secara realistik banyak menampilkan kehidupan sosial pada masyarakat bawah untuk dapat kita jadikan contoh riil

Komparasi keduanya akan menunjukkan suatu rasio keberimbangan antara hasil produksi dan konsumsi yang pada akhirnya akan menggambarkan apakah

Agar perusahaan dapat mengetahui secara pasti mengenai hal tersebut maka perlu didukung dengan suatu perencanaan dan pengendalian yang baik melalui penetapan standard

Untuk para pemuka agama atau para penceramah di daerah tersebut agar memberikan pengetahuan khususnya mengenai larangan nikah, yang mana yang dilarang dan mana yang

Serangan hama thrips pada tanaman kacang hijau yang tidak dikendalikan relatif tinggi dibanding perlakuan yang lain, tinggi tanaman yang diamati pada saat panen hanya 31 cm,