• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERAMALAN BISNIS DAN EKONOMI

PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS

DENGAN METODE DEKOMPOSISI

TREND MOMENT

“Kabupaten Langkat”

Disusun Oleh:

NAMA

NPM

BIMA MAHDI 1204300189

FAJAR HAKIKI 1204300169

LUTHFI ANSHAR 1204300156

M. IBNUL 1204300111

M. JAILUL FAHMI PURBA 1204300154

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ANALISIS PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS METODE DEKOMPOSISI TREN MOMENT di Kab. Langkat”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada kedua orang tua kami. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Desi Novita SP., M.Si., selaku dosen pengampu Mata Kuliah Peramalan Bisnis dan Ekonomi. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Kegunaan... 4

BAB II PEMBAHASAN ... 5

2.1.

Kajian Pustaka ... 5

2.2.

Proyeksi Produksi/Penawaran Beras... 7

2.3.

Proyeksi Kebutuhan/Permintaan Beras ... 10

2.4.

Proyeksi Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras ... 11

2.5.

Strategi Kebijakan Swasembada Beras ... 14

BAB III PENUTUP... 18

3.1.

Kesimpulan ... 18

3.2.

Saran ... 18

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Produksi Padi/Beras... 8

Tabel 2 : Data Nilai Proyeksi Produksi Beras ... 9

Tabel 3 : Data Jumlah Penduduk dan Permintaan Beras ... 11

Tabel 4 : Data Nilai Proyeksi Permintaan Beras... 12

Tabel 5 : Data Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras ... 14

(5)

DAFTAR GAMBAR

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan pangan, maka urusan pangan menjadi suatu kebutuhan yang vital bagi manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Pangan merupakan kebutuhan dasar manuasia (HAM), pemerintah wajib menyediakan pangan yang layak. Hal ini tertuang dalam Deklarasi Roma tahun 1996 pada KTT Pangan Dunia dan Deklarasi Millenium (MDGs) tahun 2000 yang menyepakati penurunan jumlah penduduk lapar hingga setengahnya pada tahun 2015, dan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICOSOC) yang diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun 2005 yang berisi tentang; Pertama, Hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya atas pangan. Kedua, Setiap orang harus bebas dari kelaparan. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi demi keberlangsungan hidup manusia. Jika terjadi kelangkaan dalam kebutuhan vital ini maka keseimbangan dalam kehidupan manusia juga akan terganggu.

Pertanian tanaman pangan dalam pembangunan pertanian mempunyai peran yang strategis, salah satu indikatornya adalah sebagai penghasil makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Peran ini tidak dapat digantikan secara sempurna oleh sub sektor pertanian lainnya. Ketahanan pangan merupakan prasyarat utama bagi ketahanan politik dan ketahanan ekonomi, apalagi dihubungkan dengan kondisi perekonomian global maupun nasional yang tidak stabil. Ketahanan pangan yang paling mantap dapat dicapai melalui pencapaian swasembada pangan dimana langkah yang paling tepat adalah dengan meningkatkan produksi pangan nasional.

(7)

mengandung 146 KKal dan 1,2 gr protein. Oleh karena itu, komoditas beras dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat yang umumnya masih kekurangan energi dan protein.

Konsumsi faktual rata-rata beras di Indonesia masih terbilang sangat tinggi daripada konsumsi normatif yang dianjurkan. Konsumsi rata-rata beras nasional yakni 139 kilogram per kapita per tahun melebihi negara tetangga, yaitu Thailand yang hanya mencapai 65 kilogram per kapita per tahun dan Malaysia yang hanya mencapai 75 kilogram per kapita per tahun (Wiryawan, 2011). Tingginya rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan pangan beras yang cukup tinggi dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Ditambah lagi 95% dari total penduduk Indonesia masih mengutamakan beras sebagai pemuncak menu makanan sehari-hari. diusahakan secara diversifikasi dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan dari kegiatan usahataninya. Selain itu, pengusahaan usahatani secara diversifikasi untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga secara optimal. Komoditas yang banyak diusahakan petani secara diversifikasi adalah kedelai, sayuran, bunga teratai dan ikan lele. Komoditas ini diusahakan petani dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan permintaan pasar.

Produksi padi di Kabupaten Langkat merupakan produksi terbesar kedua setelah Kabupaten Deli Serdang di Sumatera Utara pada tahun 1997-2007. Produksi padi dari pertanian yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, terbesar di Sumatera Utara. Nurmalina (2007) memaparkan bahwa pada hasil analisis dinamis menunjukkan pada tahun 2015 akan terjadi defisit ketersediaan beras nasional sebanyak 7,15 juta ton per tahun yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan permintaan beras yang lebih cepat daripada pertumbuhan penyediaannya. Hal ini sepatutnya diantisipasi dengan pengelolaan pertanian padi yang baik melalui pengelolaan faktor-faktor produksinya oleh petani untuk menciptakan peningkatan hasil produksi dalam rangka memenuhi pertumbuhan kebutuhan beras akibat pertumbuhan penduduk.

(8)

> 1.00 – 1.14. Artinya dalam mencapai status swasembada pangan di suatu daerah khususnya swasembada beras, maka daerah tersebut harus memenuhi kebutuhan beras masyarakat dari hasil produksi lokal setidaknya seimbang dengan kebutuhan beras masyarakat atau 1,14 kali lebih banyak ketersediaannya dibandingkan dengan kebutuhan beras penduduk. Peningkatan produksi melalui optimalisasi faktor-faktor produksi termasuk teknologi oleh petani dan pemenuhan kebutuhan beras penduduk berdasarkan tingkat kebutuhan normatif berdasarkan pola pangan harapan yang dianjurkan untuk hidup layak merupakan sebuah tantangan bagi Kabupaten Langkat. Komparasi keduanya akan menunjukkan suatu rasio keberimbangan antara hasil produksi dan konsumsi yang pada akhirnya akan menggambarkan apakah Kabupaten Langkat merupakan daerah yang sebenarnya mampu untuk berswasembada beras atau tidak.

Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dikenal dengan sebutan peramalan (forecasting). Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa. Setiap kebijakan ekonomi maupun kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa yang akan datang, dimana kebijakan tersebut dilaksanakan.

Oleh karena itu, perlu dilihat dan dikaji siutasi dan kondisi pada saat kebijakan tersebut dilaksanakan. Usaha untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi tersebut tidak terlepas dari kegiatan peramalan. Peralaman dibuat guna mengetahui kondisi beras serta juga mengetahui kebutuhan beras di daerah Kabupaten Langkat dimasa yang akan datang agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Berapa nilai proyeksi produksi/penawaran beras di Kabupaten Langkat? 2. Berapa nilai proyeksi konsumsi/permintaan beras di Kabupaten Langkat? 3. Bagaimana kondisi beras dimasa yang akan datang di Kabupaten Langkat?

4. Apa strategi kebijakan yang tepat dalam menangani ketahanan pangan di Kabupaten Langkat?

1.3. Tujuan

(9)

2. Untuk mengetahui nilai proyeksi konsumsi/permintaan beras di Kabupaten Langkat. 3. Untuk mengetahui kondisi beras dimasa yang akan datang di Kabupaten Langkat. 4. Untuk mengetahui strategi kebijakan yang tepat dalam menangani ketahanan pangan

di Kabupaten Langkat.

1.4. Kegunaan

1. Sebagai salah satu syarat nilai dan tugas untuk Mata Kuliah Peramalan Bisnis dan Ekonomi.

(10)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kajian Pustaka

a. Beras sebagai Komoditas Pangan Pokok

Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain. Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang disebut padi (Oryza sativa). Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makanan pokok bagi bangsa Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang, dan Myanmar.

Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh manusia dimasa mendatang akan semakin besar, oleh karena itu sejak REPELITA III pemerintah memberikan prioritas pada kebijakan pangan yang mengutamakan makanan pokok berpati lainnya untuk mengisi kekurangan beras. Mengingat pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia akan mengakibatkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak stabil pada harga-harga serta dapat menimbulkan reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki yang cenderung menghambat kegiatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

b. Metode Peralaman Trend Moment

Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan secara sistematis. Selama ini banyak peramalan dilakukan secara intuitif menggunakan metode-metode statistika seperti metode smoothing, Box-Jenkins, ekonometri, regresi dan sebagainya. Pemilihan metode tersebut tergantung pada berbagai aspek, yaitu aspek waktu, pola data, tipe model sistem yang diamati, tingkat keakuratan ramalan yang diinginkan dan sebagainya.

Peramalan dapat diartikan sebagai berikut:

(11)

b. Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan dan pola yang sistematis. Apabila direnungkan secara mendalam, banyak orang akan terkejut karena menyadari bahwa pada kenyataannya banyak keputusan penting yang yang dilakukan secara pribadi maupun perusahaan yang mengarah kepada kejadian-kejadian di masa yang akan datang sehingga memerlukan ramalan tentang keadaan lingkungan masa depan tersebut.

Dalam dunia ekonomi, hasil peramalan mampu memberikan gambaran tentang masa depan perekonomian suatu daerah yang memungkinkan manajemen ekonomi untuk membuat perencanaan, demi perbaikan dan perkembangan pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Kegunaan dari peramalan dapat terlihat pada saat pengambilan keputusan. Setiap orang selalu dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Apabila kurang tepat ramalan yang kita susun atau yang kita buat, maka kurang baiklah keputusan yang kita ambil. Walaupun demikian perlu disadari bahwa suatu ramalan adalah tetap ramalan, di mana selalu ada unsur kesalahan. Sehingga yang paling diperhatikan adalah usaha untuk memperkecil kemungkinan kesalahan tersebut.

Ada enam faktor utama yang diidentifikasikan sebagai teknik dan metode peramalan (Pinem, 2012) yaitu:

1. Horizon Waktu

Ada dua aspek dari horizon Waktu yang berhubungan dengan masing-masing metode peramalan. Pertama adalah cakupan waktu dimasa yang akan datang, kedua adalah jumlah periode untuk peramalan yang diinginkan.

2. Pola Data

Dasar utama dari metode peramalan adalah anggapan bahwa macam-macam dari pola yang didapati didalam data yang diramalkan akan berkelanjutan.

3. Jenis dari Model

Model-model merupakan suatu deret dimana waktu digambarkan sebagai unsur yang penting untuk menentukan perubahan-perubahan dalam pola. Model-model perlu diperhatikan karena masing-masing model mempunyai kemampuan yang berbeda dalam analisis keadaan untuk pengambilan keputusan.

4. Biaya

(12)

5. Ketepatan metode peramalan

Tingkat ketepatan yang dibutuhkan sangat erat kaitannya dengan tingkat perincian yang dibutuhkan ddalam suatu peramalan.

6. Kemudahan dalam penerapan

Metode-metode yang dapat dimengerti dan mudah diaplikasikan sudah merupakan suatu prinsip umum bagi pengambilan keputusan.

Dalam penerapan metode Trend Moment dapat di lakukan dengan menggunakan data historis dari satu variabel, adapun rumus yang di gunakan dalam penyusunan dari metode ini menurut Sugiarto & Dergibson (2002), adalah:

Y=a+b X

Dimana :

Y = nilai trend atau variabel yang akan diramalkan a = bilangan konstant

b = slope atau koefisien garis trend

X = indeks waktu (dimulai dari 0,1,2,….n)

Untuk mencari nilai a dan b pada rumus diatas, digunakan dengan cara matematis dengan penyelesaiannya menggunakan metode subtitusi dan metode eliminasi. Adapun persamaannya menurut Sugiarto & Dergibson (2002), yaitu :

Σy=a .n+b . Σx

Σxy=a . Σx+b . Σ x2

Dimana :

Σy = jumlah dari data penjualan Σx = jumlah dari periode waktu

Σxy = jumlah dari data penjualan dikali dengan periode waktu n = jumlah data

Setelah itu mengidentifikasi kesalahan terkecil yang digunakan dalam metode Trend Moment ini dengan menggunakan MAD (Mean Absolute Deviation), rumusnya antara lain :

¿e∨¿

n MAD=¿

Dimana nilai e adalah selisih antara nilai Y dengan peramalan (Yt). Model yang memiliki MAD paling kecil adalah model persamaan yang paling baik.

2.2. Proyeksi Produksi/Penawaran Beras

(13)

pertanian yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, terbesar di Sumatera Utara. Kini tersedia potensi pertanian yang cukup melimpah. Sebagian besar produksinya, sayur-mayur dan jeruk malah telah dipasarkan ke provinsi lain bahkan ke luar negeri. Karena itu, tidak mengherankan jika sektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Luas areal pertanian meliputi lahan sawah irigasi teknis seluas 141.234 ha, sawah non irigasi teknis seluas 131.213 ha, dengan saluran irigasi primer, sekunder dan tersier sepanjang 345.467 Ha. Pada 2005, sawah-sawah ini menghasilkan 2.447.784 ton padi, sedangkan di tahun 2007 hanya memproduksi 3.234.784 ton padi.

Salah satu informasi yang sangat penting sebagai dasar pengambilan kebijakan terkait komoditas padi/beras adalah data produksi, yang merupakan hasil perkalian antara luas panen dan produkstivitas. Selama ini produktivitas yang diperoleh dari hasil survei ubinan adalah dalam kualitas gabah kering panen (GKP). Sementara data produksi yang dipublikasikan BPS adalah dalam kualitas gabah kering giling (GKG) dan data yang diperlukan Pemerintah dalam perumusan kebijakan pangan adalah dalam bentuk beras. Penghitungan produksi padi/beras dari GKP ke GKG dan dari GKG ke beras dilakukan dengan menggunakan angka konversi GKP ke GKG dan konversi GKG ke beras.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2009 hingga kini, angka konversi GKP ke GKG yang digunakan 86,02 persen yang merupakan hasil survei susut panen dan pasca panen padi 2005-2007. Angka konversi itu sebenarnya telah diperbarui pada 2012 melalui survei konversi gabah ke beras menjadi angka konversi baru, yakni 83,12 persen. Dengan angka konversi ini, produksi padi dalam kualitas GKG akan terkoreksi negatif 2,90 persen. Namun, BPS menangguhkan pemberlakuan angka konversi tersebut dengan alasan survei dilakukan satu paket dengan survei lain yang hasilnya harus diberlakukan bersamaan. Untuk memperoleh produksi beras dari angka produksi GKG, digunakan angka rendemen penggilingan. Hingga kini BPS menggunakan angka rendemen 62,74 persen yang juga merupakan hasil survei susut panen dan pasca panen 2005–2007. Angka ini pun telah dimutakhirkan dan menghasilkan angka rendemen 62,85 persen.

Berikut hasil dan pembahasan data produksi padi yang dikonversikan menjadi beras di Kabupaten Langkat Tahun 2003-2012.

Tabel 1: Data Produksi Padi/Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012

(14)

2006 318.965 200.470

Tabel 2: Data Nilai Proyeksi Produksi Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012

Tahun Periode (x) ProduksiBeras (y) xy x2 Nilai

Proyeksi (y) |e|

2003 0 179.642 0 0 185.860,09 6.218

2004 1 175.264 175.264 1 193.179,24 17.915 2005 2 228.118 456.236 4 200.498,39 27.619

2006 3 200.470 601.409 9 207.817,54 7.348

2007 4 217.877 871.508 16 215.136,69 2.740 2008 5 229.096 1.145.482 25 222.455,84 6.641 2009 6 256.009 1.536.057 36 229.774,99 26.234 2010 7 207.154 1.450.080 49 237.094,14 29.940 2011 8 235.352 1.882.815 64 244.413,29 9.061 2012 9 258.977 2.330.789 81 251.732,44 7.244

Jumlah 45 2.187.959 10.449.639 285 MAD = 14.096,13

Sumber: Data Olah Primer

Berdasarkan

data yang diperoleh pada

tabel 2, telah diketahui nilai

sebagai berikut:

(15)

Maka telah didapat nilai a=185.860,085 dan nilai b=7.319,15 sehingga memiliki persamaan Trend Moment adalah Y^=185.860,085+7.319,15X dimana X adalah variabel

waktu. Untuk mengetahui prediksi produksi beras di tahun 2013 dan tahun 2014 maka di masukkan persamaan Trend Moment tadi yang didapat sehingga menghasilkan nilai proyeksi produksi beras tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 maka hasilnya sebesar 259.051,585 Ton beras dan proyeksi produksi beras tahun 2014 dengan variabel waktu (X) = 11 maka hasilnya sebesar 266.370,735 Ton beras. Berdasarkan data produksi padi/beras pada sepuluh tahun terakhir produksi beras/padi berfluktuatif namun lebih cenderung mengalami peningkatan, begitu juga halnya pada nilai peramalan yang menunjukkan produksi padi/beras mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan grafik produksi beras mengalami trend positif. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi akibat peningkatan produksi padi/beras di Kabupaten Langkat, diantaranya luas lahan padi yang bertambah, peningkatan teknologi seperti penggunaan bibit-bibit unggul atau penyediaan sarana dan prasarana produksi serta peran pemerintah terhadap komoditi pertanian. Sedangkan penurunan produksi bisa disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu atau hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman padi. Hal ini menjadi motivasi bagi para petani untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta peran pemerintah yang menjadi sumber informasi bagi para petani selaku pembuat dan penetapan kebijakan.

Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD (Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation

(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut:

MAD=

|e| n =

140961,3

10 =14.096,13

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan adalah sebesar 14.096,13 kesalahan peramalan.

2.3. Proyeksi Kebutuhan/Permintaan Beras

(16)

naik drastis menjadi 138,81 kg/kapita/tahun, dan pada 2005-2007 sebesar 139,15 kg/kapita/tahun. Tahun 2007 konsumsi beras nasional sekitar 139 kg/kapita/tahun dan jumlah ini berlangsung sampai sekarang.

Konsumsi beras nasional sebesar 139 kg/kapita/tahun dinilai sangat tinggi bila dibandingkan negara lainnya di Asia seperti Jepang hanya 60 kg dan Malaysia 80 kg per kapita per tahun. Hal ini mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaan sehingga untuk menutupi kekurangnya dilakukan impor. Pertumbuhan produksi beras tahun 2001-2006 sebesar 0.9% tetapi kenaikan ini tidak mampu mengimbangi kenaikan konsumsi beras yaitu sebesar 2% per tahun yang mengakibatkan Indonesia harus impor beras rata-rata 2 juta ton per tahun.

Permintaan suatu komoditi pertanian adalah banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang substitusi, harga barang komplementer, selera dan keinginan, jumlah konsumen yang bersangkutan. Karena jumlah penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh terhadap permintaan barang di pasaran, maka fungsi permintaan terhadap barang juga dipengaruhi oleh variabel ini. Permintaan konsumen terhadap beras dipengaruhi oleh banyak hal, seperti harga beras itu sendiri, harga barang substitusi dan komplementer, pendapatan konsumen serta jumlah penduduk. Permintaan beras tersebut harus diimbangi dengan produksi beras agar kebutuhan masyarakat akan beras dapat terpenuhi.

Berikut hasil dan pembahasan data jumlah penduduk dan permintaan beras di Kabupaten Langkat Tahun 2003-2012.

Tabel 3: Data Jumlah Penduduk dan Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012

(17)

Tabel 4: Data Nilai Proyeksi Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012

2003 0 131.296,62 0 0 135.900,08 4.603,46

2004 1 132.793,37 132.793,37 1 136.381,74 3.588,36

2005 2 134.890,19 269.780,37 4 136.863,40 1.973,21

2006 3 140.925,01 422.775,03 9 137.345,06 3.579,95

2007 4 142.810,55 571.242,18 16 137.826,72 4.983,83

2008 5 144.910,70 724.553,49 25 138.308,38 6.602,32

2009 6 147.029,75 882.178,51 36 138.790,04 8.239,72

2010 7 134.487,37 941.411,56 49 139.271,70 4.784,33

2011 8 135.744,90 1.085.959,18 64 139.753,36 4.008,46

2012 9 135.787,02 1.222.083,14 81 140.235,02 4.448,00

Jumlah 45 1.380.675,46 6.252.776,83 285 MAD = 4.681,16

Sumber: Data Olah Primer

Gambar 2 : Grafik Permintaan Beras Kab Langkat Tahun 2003 - 2012

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4, telah diketahui nilai sebagai berikut:

n=10

(18)

kebutuhan beras pada tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 maka hasilnya sebesar 140.716,68 Ton beras dan proyeksi kebutuhan beras pada tahun 2014 dengan variabel waktu (X) = 11 maka hasilnya sebesar 141.198,34 Ton beras. Permintaan beras pada sepuluh tahun terakhir di Kabupaten Langkat cenderung meningkat namun mengalami penurunan yang cukup drastis pada tahun 2010 dimana pada tahun 2009 permintaan beras sebesar 147.029,75 Ton kemudian mengalami penurunan permintaan beras menjadi sebesar 134.487,37 Ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2 menunjukkan grafik proyeksi permintaan beras mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan beras ini disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut juga mendorong peningkatan konsumsi bahan pangan, terutama beras sebagai bahan pangan pokok. Sedangkan penurunan permintaan beras kemungkinan disebabkan semakin banyaknya diversifikasi bahan pangan selain beras sehingga konsumsi beras menjadi turun serta adanya program-program kebijakan pemerintah untuk pengurangan jumlah penduduk seperti program keluarga berencana.

Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD (Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation

(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut:

MAD=

|e|

n =

46.811,6

10 =4.681,16

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan adalah sebesar 4.681,16 kesalahan peramalan.

2.4. Proyeksi Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras

(19)

Produksi padi dan kebutuhan akan beras merupakan hal mutlak yang harus selalu mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan untuk mencegah permintaan akan beras yang lebih besar daripada produksi padi para petani. Karena jika terjadi demikian maka kesejahteraan masyarakat akan terhambat akibat kekurangan bahan pangan pokok. Selain itu juga dapat menimbulkan masalah-masalah di bidang lainnya di badan pemerintahan seperti di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lainnya.

Berikut hasil dan pembahasan data perbandingan produksi dan konsumsi beras di Kabupaten Langkat tahun 2003 – 2012.

Tabel 5: Data Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras Kabupaten Langkat Tahun 2003 -2012 Sumber : Data Olah Primer

Tabel 6: Data Proyeksi Perbandingan Produksi Beras dan Kebutuhan Beras Kabupaten Langkat Tahun 2003 - 2012

Tahun Periode(x) Surplus (y) xy x2 Proyeksi |e|

2003 0 48.345,65 - 0 49.960,1 1.614,48

2004 1 42.470,77 42.470,77 1 56.797,5 14.326,76

2005 2 93.227,66 186.455,32 4 63.634,9 29.592,75

2006 3 59.544,49 178.633,47 9 70.472,3 10.927,81

2007 4 75.066,52 300.266,08 16 77.309,7 2.243,17

2008 5 84.185,72 420.928,62 25 84.147,1 38,64

2009 6 108.979,67 653.878,00 36 90.984,5 17.995,19 2010 7 72.666,86 508.668,04 49 97.821,9 25.155,00 2011 8 99.606,98 796.855,86 64 104.659,3 5.052,27 2012 9 123.189,55 1.108.705,97 81 111.496,6 11.692,91

Jumlah 45 807.283,88 4.196.862,14 285 MAD = 11.863,9

(20)

Gambar 3: Grafik Perbandingan Produksi dan Permintaan Beras Kabupaten Langkat Tahun 2003 - 2012

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20120 50000

100000 150000 200000 250000 300000

Perbandingan Produksi Beras dan Permintaan Beras

Tahun Produksi Beras Permintaan Beras

Sumber: Data Olah Primer

n=10

x=45

y=807.283,88

xy=4.196 .862,14

x

(¿¿2)=285

¿ x ¿ ¿ ¿

(21)

Maka telah didapat nilai a=49960,13 dan nilai b=6837,39 sehingga memiliki persamaan Trend Moment adalah Y^=49960,13+6837,39X dimana X adalah variabel

waktu. Berdasarkan pada tabel 5 menunjukkan sejak sepuluh tahun terakhir Kabupaten Langkat mengalami surplus beras. Ini membuktikan tingkat ketahanan pangan masih cukup aman sehingga Kabupaten Langkat dapat swasembada beras dan menjadi contoh bagi daerah lain. Jika diproyeksikan kembali untuk di tahun 2013 dengan nilai X = 10 dan tahun 2014 dengan nilai X = 11 maka Kabupaten Langkat tetap surplus beras dan mengalami peningkatan sebesar 118.334,03 Ton beras di tahun 2013, sedangkan tahun 2014 sebesar 125.171,42 ton beras. Keadaan seperti ini merupakan hal yang strategis dan perlu diapresiasi karena secara umum kondisi global saat ini sedang menghadapi berbagai krisis. Krisis energi yang dibarengi dengan krisis pangan bahkan saat ini krisis keuangan global sedang melanda berbagai belahan dunia.

Swasembada pangan berkelanjutan dapat terus ditopang dengan implementasi program 3M yang mencakup Meningkatkan ketahanan pangan, Meningkatkan nilai tambah dan daya saing melalui pemanfaatan teknologi pertanian, serta Meningkatkan kesejahteraan petani. Kesuksesan swasembada pangan utamanya beras di Kabupaten Langkat memiliki nilai strategis dan memberikan harapan baru bagi produksi dan ketahanan pangan nasional. Upaya mempertahankan swasembada pangan tersebut harus terus menerus didukung dengan kebijakan dan program yang kondusif. Program penguatan kelembagaan petani, revitalisasi penyuluhan, dan kelancaran penyediaan sarana produksi pertanian serta pembiayaan pertanian harus tetap menjadi prioritas utama.

Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD (Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation

(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut:

MAD=

|e| n =

118.639

10 =11.863,9

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan adalah sebesar 11.863,9 kesalahan peramalan.

(22)

(1) sumber daya alam dan lingkungan serta

(2) sumber daya manusia, selama ini belum digali dan dikelola secara optimal.

Sumber daya alam dan lingkungan antara lain mencakup potensi fisik material dan potensi hayati; sedangkan sumber daya manusia mencakup potensi kuantitas dan kualitas manusia dan interaksi serta struktur sosialnya. Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan lingkungan dapat dilihat dari potensi lahan pertanian, air dan udara, hutan, laut dan pesisir, serta material tambang. Sedangkan kekayaan sumber daya manusia ditunjukkan dengan populasi dan angkatan kerja yang sangat besar serta kekuatan interaksi dan jaringan sosialnya. Selama ini berbagai sumber daya tersebut sudah dimanfaatkan, meskipun dalam prakteknya belum dikelola secara optimal sehingga belum mampu memberikan kontribusi dan kemanfaatan yang cukup signifikan bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain penguasaan teknologi yang relatif masih lemah, sikap mental yang kurang progresif serta kualitas sumber daya pelaku yang belum memadai.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) menyiapkan enam program untuk mendorong swasembada pangan. Keenam kebijakan ini masuk dalam program ketahanan pangan.Enam kebijakan itu antara lain;

1. memperluas lahan pertanian dan perikanan. Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN Wismana Adi Surya Brata mengatakan, kebijakan ini akan sesuai dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan dan tata ruang.

2. melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan khususnya, dalam hal ini sistem jaringan irigasi, sistem perbaikan pada jalan usaha tani dan memperbanyak produksi di daerah sentra produksi pangan.

3. penyediaan benih atau bibit unggul, mendukung industri hilir baik pertanian dan perikanan, memberikan hasil inovasi penelitian untuk pertanian serta pengembangan pertanian dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian.

4. pemantapan cadangan pangan pemerintah dan juga dalam hal menganekaragamkan konsumsi pangan pangan masyarakat.

5. stabilitas harga pangan nasional atau dalam negeri.

6. terjaminnya ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melaui pembenahan mekanisme subsidi pupuk.

(23)

a) Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.

b) Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian) .

c) Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan.

d) Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM dan lumbung desa.

e) Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliput penerapan technical barrier for Trade (TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit , dan harmonisasi tarif bea masuk, pajak resmi dan tak resmi.

Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proyeksi produksi beras tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 menghasilkan sebesar 259.051,585 Ton beras dan proyeksi produksi beras tahun 2014 dengan variabel waktu (X) = 11 menghasilkan sebesar 266.370,735 Ton beras. Berdasarkan data produksi padi/beras pada sepuluh tahun terakhir produksi beras/padi berfluktuatif namun lebih cenderung mengalami peningkatan, begitu juga halnya pada nilai peramalan yang menunjukkan produksi padi/beras mengalami peningkatan.

(24)

Permintaan beras pada sepuluh tahun terakhir di Kabupaten Langkat cenderung meningkat namun tidak terlalu signifikan.

3. Selisih produksi beras dan kebutuhan beras mengalami surplus sehingga jika diproyeksikan di tahun 2013 dengan nilai X = 10 dan tahun 2014 dengan nilai X = 11 maka tetap surplus beras dan mengalami peningkatan sebesar 118.334,03 Ton beras di tahun 2013, sedangkan tahun 2014 sebesar 125.171,42 ton beras.

4. Ada enam streategi kebijakan untuk mendorong swasembada beras yaitu memperluas lahan pertanian, melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian, penyediaan benih atau bibit unggul, pemantapan cadangan pangan pemerintah, stabilitas harga pangan nasional atau dalam negeri dan terjaminnya ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melaui pembenahan mekanisme subsidi pupuk.

3.2. Saran

1. Kepada petani sebaiknya perlu mengetahui hal-hal yang menyebabkan produksi menurun dan tau bagaimana cara pengolahan atau pembibitan tanaman padi yang benar sehingga dapat meningkatkan produksi padi yang menjadi sumber ketahanan pangan. 2. Kepada pemerintah sebaiknya terus memantau masalah-masalah yang terjadi atau akan

terjadi terhadap ketahanan pangan agar tidak terjadi rawan pangan terutama untuk komoditi beras.

DAFTAR PUSTAKA

Assauri Sofjan, 1990. Teknik dan Metode Peramalan.

Badan Pusat Statistik Langkat. 2012. Langkat Dalam Angka 2012. Kabupaten Langkat

Emperadani, W. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras di Rantau Prapat. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Fanny, W. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga Perdesaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Desa Putukrejo Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian – Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta

(25)

(http://rahmifauziyah914.blogspot.com/2013/03/makalah-ketahanan-pangan.html, diakses pada 2 Januari 2015)

Gaybita, N. 2008. Sentra Kebijakan Perberasan Nasional.

(www.majalahpadi.blogspot.com, Diakses pada 28 Desember 2014)

Khoirina, Anindya. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi. (http://anindyaditakhoirina.wordpress.com, diakses pada tanggal 26 Desember 2014)

Lindeke R. (2005). Forecasting Model. Modul Pembelajaran.

Muthia. 2013. Penerapan Metode Trend Moment dalam Forecast Penjualan Motor Yamaha di PT. Hasjrat Abadi. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal AgroEkonomi, Volume 26 No. 1, Maret 2008: 47-79.

Nuryanti, Sri. 2005. Analisis Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 71-81.

Rohandi, M. 2013. PENERAPAN METODE TREND MOMENT DALAM FORECAST PENJUALAN MOTOR YAMAHA DI PT. HASJRAT ABADI. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

(http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFT/article/download/204/183, di akses pada tanggal 23 Desember 2014)

Sidik. 2011. Strategi Kebijakan Swasembada Beras.

(http://sidikaurora.wordpress.com/2011/04/22/swasembada-pangan/, diakses pada 2 Januari 2015)

Santoso, Singgih.2009.Business Forecasting Metode Peramalan Bisnis Masa Kini dengan Minitab dan SPSS, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Gambar

Gambar 1: Grafik Produksi Beras Kab Langkat Tahun 2003 - 2012
Tabel 3: Data Jumlah Penduduk dan Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Tabel 4: Data Nilai Proyeksi Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Tabel 5: Data Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras Kabupaten Langkat Tahun 2003 -2012
+2

Referensi

Dokumen terkait

Evi Yully Desna Nababan : Peramalan Tingkat Produksi Beras Dan Kebutuhan Beras Di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008, 2008.. USU Repository

Hasil analisis kesenjangan menunjukkan tingginya kesenjangan antara jumlah konsumsi dan jumlah produksi daging sapi yang kemudian akan dipenuhi oleh daging sapi impor, sehingga

Nilai elastisitas impor nasional terhadap harga beras eceran adalah elastis baik dalam jangka pendek (3,045) dan jangka panjang (5,926) yang menunjukkan jika harga beras eceran

Elastisitas permintaan dan Penawaran merupakan ukuran yang menunjukkan sampai dimana kuantitas yang diminta atau barang ditawarkan akan mengalami perubahan sebagai

Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga bahan baku yang meningkat, atau kenaikan tingkat bunga modal, akan me-nyebabkan perusahaan

Data pendukung yang digunakan meliputi data luas areal panen, produksi padi, harga riil gabah tingkat petani, stok beras akhir tahun, impor beras Indonesia, produktivitas padi,

Adapun nilai elastisitas stok beras luar Jawa terhadap produksi beras luar Jawa adalah elastis baik dalam jangka pendek (2,66) dan jangka panjang (8,25)

Hasil pengujian parsial variabel- variabel eksogen terhadap permintaan susu segar menunjukkan variabel harga susu segar, konsumsi susu segar perkapita dan pendapatan