• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

SKRIPSI

Oleh : Arifani Ridwan 201210230311368

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

LOCUS OF CONTROL DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhamadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan utuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh Arifani Ridwan 201210230311368

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Locus of Control dan Resiliensi pada Pekerja yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

2. Nama Peneliti : Arifani Ridwan

3. NIM : 201210230311368

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 17 Juni – 15 Juli 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 4 Agustus 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si ( )

Anggota Penguji : 1. Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi ( )

2. Dr. Diah Karmiyati, S.Psi., M.Si ( )

3. Zainul Anwar, S.Psi., M.Psi ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi

Malang, 19 Agustus 2016

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Arifani Ridwan

Nim : 201210230311368

Fakultas/ Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi atau karya ilmiah yang berjudul :

Locus of Control dan Resiliensi pada Pekerja yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

1. Bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebukan sumbernya.

2. Hasil tulisan skripsi atau karya ilmiah dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royaliti non eksklusif, apabila dihgunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui

Ketua Program Studi

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si

Malang, 25 Juli 2016 Yang Menyatakan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Locus of control dan resiliensi pada pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”. Penelitian skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, saran dan kerjasama dari berbagai pihak, segala hambatan tersebut dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si. selaku pembimbing I yang selalu meluangkan waktu, membimbing serta memberi arahan yang sangat bermanfaat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

3. Ibu Tri Muji Ingarianti, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktu membimbing, memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi serta memberikan perhatian, motivasi, doa dan semangat yang sangat berarti bagi penulis. 4. Ibu Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A selaku dosen wali yang sangat membantu

dalam proses perkuliahan dari awal hingga selesainya studi.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama peneliti melakukan studi di Universitas Muhammadiyah Malang.

9. Paduan suara mahasiswa Gitasurya Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan banyak pengalaman berharga bagi penulis di dunia musik, berpaduan suara dan berorganisasi dengan mengikuti berbagai kompetisi di dalam dan luar negeri sehingga bisa mengharumkan nama Indonesia dan almamater tercinta.

(6)

11.Sahabat penulis, Rizki Wira Paramita dan Desy Auliya Rachmasari yang telah menemani penulis dalam sedih maupun senang semenjak awal studi hingga sekarang. Terimakasih atas empat tahun untuk kebersamaannya semoga persahabatan kita tetap terjaga.

12.Teman-teman penulis, Yulida Khairunnisa, Novan A. B. Saputra, Ryanantya Dheayufie, Ardiansyah Ngaba, Ilham Ansharil, Siswahyudi, Diana Febi Nurmala, Noratika Ardilasari, Kak Jefry, Mas Roni, Yunairisya Ayu Permatasari, Atur Nanda Pambudi, Aistria, Maghfeyra, Desy R. Hehanusa, dan Nanda Permanadani yang telah menjadi orang-orang berpengaruh dan banyak berperan penting selama ini.

13.Teman-teman Psikologi G 2012 yang telah mejadi rekan dan menemani dalam proses studi selama ini. Semoga pertemanan kita tetap terjaga.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh dari kata sempurna, hal ini didasari keterbatasan yang dimiliki peneliti. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian skripsi ini, dengan besar harapan semoga skripsi yang ditulis oleh peneliti ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Malang, 25 Juli 2016 Peneliti

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

LANDASAN TEORI Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 4

Resiliensi ... 5

Proses resiliensi ... 6

Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi ... 7

Aspek-aspek resiliensi ... 7

Locus of control ... 8

Karakteristik locus of control ... 8

Fakor-faktor yang mempengaruhi locus of control ... 8

Aspek locus of control ... 9

Locus of control dan resiliensi ... 9

Hipotesa ... 10

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 11

Subjek Penelitian ... 11

Variabel dan instrumen penelitian ... 11

Prosedur dan analisa data ... 12

HASIL PENELITIAN ... 13

DISKUSI ... 14

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 18

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian ... 12

Tabel 2. Deskripsi subjek penelitian ... 13

Tabel 3. Kategori locus of control ... 14

Tabel 4. Hasil perhitungan resiliensi ... 14

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

LOCUS OF CONTROL

DAN RESILIENSI PADA PEKERJA YANG

MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Arifani Ridwan

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

arifaniridwan25@gmail.com

Pemutusan hubungan kerja menyebabkan sebagian besar individu akan mengalami stress dan harus mampu beradaptasi, mampu bertahan dalam situasi sulit yang disebut dengan resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan seorang individu dalam beradaptasi, bangkit dari kegagalan yang dialami lalu menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Locus of control merupakan faktor protektif internal dari resiliensi yang berperan dalam membentuk resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan locus of control dengan resiliensi. Rancangan penelitian ini adalah korelasional dengan alat ukur skala resiliensi dan skala locus of control. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 297 orang yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diperoleh melalui teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang terjadi antara locus of control dengan resiliensi (R=0,207 dan p=0,000) dibuktikan dari hasil perhitungan product moment pearson.

Kata kunci : Resiliensi, locus of control, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

The work termination causes most of individual having stress because they should be able to adapt and withstanding in the difficult situation. This situation is called resilience. Resilience is an ability of a person while adapting, rising from failure to be a better personal. Locus of control is internal protective factor for the formation of resilience. The aim of this study is to know the connection between locus of control and resilience. The method of this study is correlational research using resilience and locus of control scale. The total subject of this study is 297 employee layoffs by applying purposive sampling. The study shows the positive relation between locus of control and resilience (R=0,207 and p=0,000) using product moment pearson.

(11)

Jumlah buruh di Kota Malang, Jawa Timur yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak drastis. Selama 2015 sekitar 2.000 buruh terkena PHK sedangkan pada 2014 hanya 60 orang. Dari jumlah buruh yang terkena PHK, sekitar 600 orang di antaranya tergolong berusia produktif. Data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang menyebutkan terjadi PHK terhadap 2.000 tenaga kerja mulai Januari - November 2015. Jumlah ini naik lebih dari 30 kali lipat dibanding tahun 2014. Tahun 2014, buruh yang mengalami PHK bukan karena pensiun dini, tetapi karena bermasalah dengan pabrik tempat mereka bekerja. Sementara tahun 2015, ada ribuan buruh yang mengajukan pensiun dini, keluar, ataupun dipecat oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Adapun perusahaan yang paling banyak melakukan PHK adalah di bidang industri rokok karena di tahun 2015 bisa dibilang sebagai tahun yang sulit bagi pabrik rokok, terutama SKT (sigaret kretek tangan). Trend penjualan SKT cenderung turun yang berakibat kepada volume produksi dan pekerja. Dinas Tenaga Kerja Kota Malang juga mencatat jumlah pekerja pada awal 2016 ini sebanyak 53.000 orang. Mereka tersebar di 940 perusahaan. Jumlah itu menurun dari pada 2015 yang mencapai 56.000 orang. (Wibowo & Pamong Praja, 2016).

Hartoyo (dalam Apriawal, 2012) mengatakan puluhan perusahaan terpukul akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan terjadi efisiensi besar-besaran. Menurut Djawahir (dalam Apriawal, 2012), efisiensi merupakan tindakan yang diambil oleh perusahaan dalam menghadapi situasi krisis agar perusahaan tetap survive, Efisiensi tidak harus dilakukan dengan memberhentikan karyawan. Namun kenyatannya, banyak perusahaan yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah karena melakukan efisiensi.

Menurut Vega (2014) pemutusan hubungan kerja merupakan segala macam pengakhiran dari pekerja/buruh. Pengakhiran untuk mendapatkan mata pencaharian, pengakhiran untuk membiayai keluarga, rekreasi dan masa pengakhiran untuk biaya pengobatan. Kondisi tersebut membuat banyak individu yang gagal karena tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan tetapi ada juga individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat juga situasi-situasi yang semakin sulit bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu yang dikenal dengan istilah resiliensi.

Menurut Zamani (dalam Aslan & Araza, 2015) Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan dan tantangan dalam hidup. Menurut Reivich & Shatte (dalam Listyanti, 2012) resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau direnggangkan. Bila digunakan sebagai istilah psikologi, resiliensi adalah kemampuan individu untuk cepat pulih dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan.

(12)

keberdayaan menjadi kekuatan. Menurut Coulson (dalam Ayu, 2014) Seseorang yang memiliki resiliensi dalam dirinya akan melewati empat proses dimana pada fase pertama individu yang dihadapkan dengan kondisi yang sulit penuh tekanan mengalami penurunan yang akhirnya membuat dirinya pasrah, menyerah dan mengalah dengan keadaan, Fase ini disebut succumbing (mengalah). Kemudian individu memasuki fase kedua yang disebut dengan survive (bertahan), pada fase ini individu akan bertahan dari kondisi penuh tekanan namun tidak bisa mengembalikan fungsi psikologis dan emosi secara normal. Proses resiliensi berlanjut pada fase ketiga yang disebut dengan recovery (pemulihan). Pada fase ini individu mampu mengembalikan fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan bisa menerima keadaan. Individu dapat beraktivitas sehari-harinya dan menunjukkan sebagai individu yang resilien. Kemudian individu masuk pada fase keempat dan terakhir yang disebut thriving (berkembang dengan pesat) Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya setelah mengalami kondisi yang menekan. Karena proses pengalaman menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik.

Menurut Werner & Smith (dalam Dipayanti & Chairani, 2012), resiliensi pada individu berkaitan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan faktor eksternal ini seringkali disebut faktor protektif karena berperan sebagai pelindung individu sehingga individu tidak terpengaruh secara negatif oleh faktor-faktor risiko dalam hidupnya. Faktor resiko dapat memberikan efek secara langsung dan dapat menimbulkan perilaku yang maladaptif. Sedangkan faktor protektif merupakan karakteristik dari individu atau lingkungan yang terkait dengan hasil positif, Lerner & Steinberg (dalam Dewanti & Suprapti, 2014). Faktor protektif berperan penting dalam meredakan efek negatif dari lingkungan yang merugikan dan membantu menguatkan resiliensi. Empat kategori faktor internal yang secara konsisiten telah diidentifikasikan dari berbagai penelitian, yaitu: kompetensi sosial (keterampilan sosial, empati), otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of control), keterampilan memecahkan masalah (keterampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan kreatif), dan sense of purpose (optimism, motivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan tertentu, keyakinan). Salah satu faktor protektif internal resiliensi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah locus of control. Sebab locus of control berperan dalam pembentukan resiliensi, McCarthy (dalam Refilia & Hendriani, 2014).

Locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan atau keberuntungan. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Menurut Rotter (dalam Riyadiningsih, 2015) locus of control internal artinya bahwa individu memiliki keyakinan bahwa dia mampu mengontrol setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sedangkan locus of control eksternal adalah ketika individu memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mengontrol setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya.

(13)

dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Rotter (dalam Yohana & Ida, 2010).

Penelitian Karimi & Alipour (2011) di Malaysia menunjukkan bahwa locus of control mengacu pada penyebab individu tersebut berhasil atau tidak melewati kegagalan yang dialami mereka. Mungkin ada banyak hal yang membuat individu cenderung memiliki locus of control internal seperti keluarga atau motivator yang ada di kehidupan mereka, hal itu akan membuat individu merasa percaya diri bahwa dia bisa mengendalikan hidupnya tanpa harus ada ketergantungan dengan orang lain. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih banyak karyawan yang memiliki locus of control internal dan sebagian besar sampel adalah dari golongan usia muda.

Hasil penelitian Apriawal (2012), juga menunjukkan bahwa individu yang mengalami PHK tidak membutuhkan waktu lama untuk akhirnya mampu bangkit untuk mencari pekerjaan baru dan mencoba hal-hal baru. Subjek mampu menerima bahwa dirinya di PHK, subjek merasakan ada perubahan-perubahan dalam kesehariannya, perasaan cemas dan tekanan-tekanan yang menuntut subjek untuk mencari pekerjaan baru. Kondisi ekonomi merupakan tuntutan terbesar untuk cepat bergerak.

Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu maka peneliti berasumsi bahwa ketika pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) memiliki locus of control internal akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan resiliensi sebagai kemampuan untuk segera kembali beradaptasi terhadap situasi yang menekannya. Sebaliknya, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memiliki locus of control eksternal akan lebih pasrah dan memiliki daya ketangguhan yang lemah. Atas dasar tersebut maka peneliti berkeinginan melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of control dengan resiliensi pada pekerja yang mengalami PHK. Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi dan pengetahuan tambahan tentang locus of control dan resiliensi pada bidang psikologi industri organisasi dan sosial.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu karena dengan bekerja seseorang mendapatkan hal-hal yang berharga dalam kehidupannya, seperti status dan prestis, penghasilan, kesempatan untuk mengekspresikan diri, kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta kesempatan untuk membina hubungan baik dengan orang-orang dalam lingkup pekerjaan. Dilihat dari pentingnya makna bekerja bagi seseorang, dapat dikatakan bahwa kehilangan pekerjaan atau PHK merupakan satu peristiwa yang menjadi sumber stress yang mempengaruhi emosi seseorang karena dengan kehilangan pekerjaan, individu tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri dan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

(14)

ditelaah lebih lanjut, bukan semata-mata karena PHK jenis ini memberi kontribusi terbesar atas jumlah pengangguran yang ada di Indonesia, tapi juga karena dampak psikologis yang dialami oleh para pekerja yang mengalaminya. Tidak seperti para pekerja yang mengalami PHK karena habis kontrak kerja dan mengundurkan diri, para pekerja yang mengalami PHK karena pailit tidak pernah memperhitungkan kemungkinan akan terjadinya pemutusan hubungan kerja.

Manulang (dalam Zulhartati, 2010) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :

1. Termination : yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.

2. Dismissal : yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindakan kejahatan, merusak perlengkapan kerja miliki pabrik. 3. Redundancy : yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan

pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

4. Retrenchment : yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah-masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

Flippo (dalam Zulhartati, 2010) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Lay Off : keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus diputustugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.

2. Out placement : ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja baik tenaga kerja professional, manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. 3. Discharge : kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak

nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis PHK ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.

Resiliensi

(15)

emosional yang negatif, Fredrickson & Barret (dalam Ayu, 2014). Menurut Reivich & Shatte (dalam Ayu, 2014), resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit. Individu yang memiliki resiliensi mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma, terlihat kebal dari berbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang negatif serta mampu beradaptasi terhadap stress yang ekstrim dan kesengsaraan. Reivich dan Shatte memandang resiliensi sebagai kapasitas individu untuk merespon dengan cara-cara yang sehat dan produktif ketika individu menghadapi adversitas atau trauma. Resiliensi bukan hanya kapasitas individu untuk mengatasi, memandu keluar, dan bangkit kembali dari masalah atau trauma, tetapi resiliensi juga membantu individu meningkatkan aspek-aspek positif dari kehidupan.

Al Siebert (dalam Rohmah, 2012) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dari keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan yang mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan mudah untuk kembali ke keadaan normal. Mereka mampu mengelola emosi mereka secara sehat. Mereka punya hak dan berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati dan tertekan tetapi mereka tak membiarkan perasaan itu menetap dalam waktu yang lama. Mereka cepat memutus perasaan yang tidak sehat, yang kemudian justru membantunya tumbuh menjadi orang yang kuat.

Resiliensi merupakan hal penting ketika individu membuat keputusan yang berat dan sulit di saat-saat kondisi terdesak. Resiliensi merupakan mindset yang mampu untuk meningkatkan seseorang dalam mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap yang positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain serta lebih berani mengambil resiko atas tindakannya. Menurut Connor Davidson (dalam Apriawal, 2012) resiliensi disebut sebagai keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidup atau proses individu untuk tetap sehat (wellness) dan terus memperbaiki diri (self repair).

Dari beberapa definisi resiliensi yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik sebuah garis merah terkait definisi resiliensi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Definisi resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang individu dalam beradaptasi dan bangkit dari kegagalan yang dialami dan bagaimana cara seorang individu mengatasi keterpurukan lalu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian setiap individu seharusnya memiliki resiliensi sebagai sebuah keahlian khusus yang ditanamkan pada dirinya agar menjadi individu yang kuat dan bertahan dalam menghadapi problematika kehidupan.

Proses Resiliensi

Resiliensi merupakan proses ketika seseorang menghadapi sebuah ancaman atau kondisi yang menekan. Coulson (dalam Ayu, 2014) mengemukakan empat proses yang dapat terjadi ketika seseorang mengalami situasi cukup menekan (significant adversity), yaitu succumbing, survival, recovery, dan thriving.

1. Succumbing (Mengalah)

(16)

yang terlalu berat bagi mereka. Penampakan (outcomes) dari individu yang berada pada kondisi ini berpotensi mengalami depresi dan biasanya penggunaan narkoba sebagai pelarian, dan pada tataran ekstrim dapat menyebabkan individu bunuh diri.

2. Survival (Bertahan)

Pada level ini individu tidak mampu meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi yang positif setelah saat menghadapi tekanan. Efek dari pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar (recovery), dan berkurang pada beberapa respek. Individu pada kondisi ini dapat mengalami perasaan, perilaku, dan kognitif negatif berkepanjangan seperti, menarik diri, berkurangnya kepuasan kerja, dan depresi.

3. Recovery (Pemulihan)

Merupakan kondisi ketika individu mampu pulih kembali (bounce back) pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar, dan dapat beradaptasi terhadap kondisi yang menekan, meskipun masih menyisakan efek dari perasaan yang negatif. Individu dapat kembali beraktivitas dalam kehidupan sehari-harinya, menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien.

4. Thriving (Berkembang dengan Pesat)

Pada kondisi ini individu tidak hanya mampu kembali pada level fungsi sebelumnya setelah mengalami kondisi yang menekan. Karena proses pengalaman menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan dan menantang hidup mendatangkan kemampuan baru yang membuat individu menjadi lebih baik. Hal ini termanifes pada perilaku, emosi, dan kognitif seperti, sense of purpose of in life, kejelasan visi, lebih menghargai hidup, dan keinginan akan melakukan interaksi atau hubungan sosial yang positif.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Menurut Reivich dan Shatte (dalam Dewanti & Suprapti, 2014), ada tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi yaitu (1). Emotion regulation , adalah kemampuan untuk tetap tenang saat menghadapi kondisi yang menekan. (2). Impulse control, kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan kesukaan, dan tekanan yang muncul dari dalam diri. (3). Optimism, individu yang percaya bahwa sesuatu akan berubah menjadi lebih baik. (4). Causal analysis, individu memiliki kemampuan mengidentifikasi secara akurat permasalahan yan dihadapi. (5). Emphaty, kemampuan bagamana individu dapat membaca tanda-tanda dar kondisi psikologi dan emosinal orang lain. (6). Self efficasy, mempresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu untk menyelesaikan masalah dan menggunakan kemampuan diri untuk sukses. (7). Reaching out, merupakan kemampuan individu dapat meraih aspek

(17)

3. Menerima perubahan secara positif dan dapat membuat hubungan yang aman dengan orang lain. Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi atau mampu beradaptasi jika menghadapi perubahan.

4. Kontrol atau pengendalian diri dalam mencapai tujuan dan bagaimana meminta atau mendapatkan bantuan dari orang lain.

5. Pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib. Locus Of Control

Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Julian Rotter pada 1996, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Menurut Rotter (dalam Dipayanti dan Chairani, 2012) locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan atau keberuntungan. Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi pada dirinya. Larsen & Buss (dalam Yohana & Ida, 2010) mendefinisikan locus of control sebagai suatu konsep yang menunjuk pada keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya (action) dengan akibat/hasilnya (outcome). Locus of control diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control adalah bagaimana seorang individu mengartikan sebab dari suatu peristiwa.

Rotter membedakan orientasi locus of control menjadi dua yaitu locus of control internal dan eksternal. Individu dengan locus of control internal cenderung menganggap bahwa keterampilan (skill), kemampuan (ability), dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang mereka peroleh dalam hidup mereka. Sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal cenderung menganggap bahwa hidup mereka terutama ditentukan oleh kekuatan dari luar mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan oang lain yang berkuasa. Apabila individu yang meyakini bahwa dirinya bertanggung jawab terhadap berbagai peristiwa dalam hidupnya, maka ia dikatakan memiliki locus of control internal. Sebaliknya, apabila individu meyakini bahwa berbagai kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh keberuntungan nasib atau kekuatan lain diluar dirinya, maka individu dikatakan memiliki locus of control eksternal.

Karkteristik Locus Of Control

Perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal (dalam Ridwan, 2013), adalah sebagai berikut : 1. Locus of control internal (a). suka bekerja keras. (b). memiliki inisiatif yang tinggi. (c). selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah. (d). selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin. (e). selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. 2. Locus of control eksternal (a). kurang memiliki inisiatif. (b) mudah menyerah, kurang percaya bahwa faktor luar yang mengontrol. (c). kurang mencari informasi. (d). mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan. (e). lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Locus Of Control

(18)

skor locus of control internal yang lebih tinggi pada anak perempuan, hal ini menunjukkan bahawa individu menjadi semakin berorientasi internal ketika bertambah dewasa. (2). Faktor keluarga, menurut Hamedoglu, Kantor & Gulay (2012) lingkungan keluarga merupakan tempat seorang individu tumbuh dapat memberikan pengaruh terhadapa locus of control yang dimilikinya. Orangtua mendidik anak, pada kenyataannya mewakili nilai-nilai dan sikap atas kelas sosial mereka. (3). Faktor sosial, individu dengan kelas sosial rendah dan kelompok minoritas menunjukkan locus of control eksternal. Semakin rendah tingkat sosial individu, maka semakin eksternal locus of control seseorang (Schultz, 2005).

Aspek Locus Of Control

Rotter (dalam Safitri, 2013) membagi locus of control menjadi 2 kategori yaitu internal dan eksternal. Kedua aspek locus of control tersebut tidak bersifat statis tapi dapat berubah, individu yang berorientasi internal dapat berubah menjadi berorientasi eksternal, begitu pula sebaliknya (Arifin dan Rahayu, 2007). Setiap orang dapat sekaligus memiliki faktor internal dan eksternal, sehingga yang membedakan hanya pada tingkat perbandingannya saja. Hal tersebut disebabkan oleh situasi dan kondisi yang menyertainya, yaitu di tempat individu tinggal dan sering melakukan aktivitasnya.

Individu dengan locus of control internal percaya bahwa kesuksesan dan kegagalan yang dialami disebabkan oleh tindakan dan kemampuannya sendiri. Individu dengan locus of control eksternal melihat keberhasilan pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan dari luar dirinya. Levenson (dalam Stewart, 2012) mencoba mengembangkan menjadi 2 kategori yaitu internal (I), individu percaya bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya dapat dikontrol sendiri. Eksternal powerfull other (P), percaya bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup karena kuasa orang lain. Eksternal chance (C), percaya bahwa keberuntungan dan nasib berperan dalam hidup.

Locus Of Control dan Resiliensi

Mengacu pada kajian secara teoritis sebelumnya, dapat dilihat keterkaitan antara kedua variabel penelitian. Individu yang mampu melewati musibah, ditimpa kemalangan, keterpurukan atau kegagalan bukanlah suatu kebetulan atau keberuntungan. Kemampuan individu dalam melanjutkan hidup ketika ditimpa kemalangan atau kegagalan disebut dengan istilah resiliensi.

(19)

(keterampilan sosial, empati), (2) Otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of control), (3). Keterampilan memecahkan masalah (keterampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan kreatif), dan (4). Sense of purpose (optimism, motivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan tertentu, keyakinan) McCarthy (dalam Refilia & Hendriani, 2014). Sedangkan faktor eksternal terdiri dari keluarga, teman dan lingkungan. Faktor intenal dan eksternal ini sering disebut sebagai faktor protektif. Faktor protektif berfungsi sebagai pelindung individu dari pengaruh negatif atas faktor-faktor resiko di dalam hidupnya. Salah satu faktor protektif internal resiliensi yang berperan dalam pembentukan resiliensi adalah locus of control. Locus of control merupakan hasil dari suatu tindakan yang dipengaruhi oleh keterampilan atau keberuntungan. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Menurut Rotter (dalam Riyadiningsih, 2015) locus of control internal artinya bahwa individu memiliki keyakinan bahwa dia mampu mengatasi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupanya sedangkan locus of control eksternal adalah ketika individu memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mengontrol setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Individu yang memiliki locus of control internal memiliki karakteristik suka bekerja keras, memiliki inisiatif tinggi, selalu berusaha menemukan pemecahan masalah, berfikir seefektif mungkin, memiliki persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Sedangkan individu yang memiliki locus of control eksternal memiliki karakteristik kurang inisiatif, mudah menyerah, kurang mencari informasi, mudah pesimis, lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain. Dengan mengkategorikan seseorang pada locus of control internal dan eksternal berdasarkan karakteristik tersebut, maka akan diketahui apakah individu memiliki resiliensi yang tinggi atau rendah yang dapat dilihat pada faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi yang terdiri dari (1). Mampu untuk tetap tenang saat menghadapi kondisi yang menekan, (2). Mampu untuk mengendalikan keinginan, dorongan kesukaan dan tekanan, (3). Percaya bahwa sesuatu akan akan berubah menjadi lebih baik, (4). Mampu mengidentifikasi secara akurat permasalahan yang dihadapi, (5). Mampu membaca tanda-tanda kondisi psikologi dan emosional orang lain, (6). Yakin mampu menyelesaikan dan menggunakan kemampuan diri untuk sukses dan (7). Mampu meraih aspek positif dari kehidupan setelah ditimpa kemalangan.

Para karyawan atau pekerja yang mengalami PHK akan merasakan akibat dari PHK itu sendiri yang sebagian besar akan mengalami stress karena penghasilan terhenti, terjadi penurunan kekuatan fisik, adanya perasaan kesepian, dan berhenti dari berbagai kegiatan yang menyenangkan, Looker & Gregson (2005). Individu yang mengalami PHK memiliki locus of control sebagai hasil dari sutu tindakan dalam menanggapi atau menyelesaikan pemasalahan hidup yang dipengaruhi oleh faktor internal (skill) dan eksternal (keberuntungan). Locus of control internal dan eksternal memiliki dampak pada pekerja yang mengalami PHK. Pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan memiliki locus of control internal akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan resiliensi sebagai kemampuan untuk segera kembali beradaptasi terhadap situasi yang menekannya. Sebaliknya, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memiliki locus of control eksternal akan lebih pasrah dan memiliki daya ketangguhan yang lemah.

Hipotesa

(20)

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dimana pendekatan penelitian ini dilakukan dengan berlandaskan pada filsafat positivism, disebut pendekatan kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2014). Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaitu metode korelasional, penelitian korelasional bermaksud untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, dengan demikian dalam rancangan penelitian korelasional peneliti harus melibatkan paling tidak dua variabel (Laily, 2013). Selain itu penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel yang berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih pada variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan study korelasional, peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada atau tidaknya efek variabel satu terhadap variabel yang lain (Azwar, 2013).

Subjek Penelitian

(21)

diketahui masuk pada kategori locus of control internal atau eksternal. Skala yang digunakan pada locus of control adalah skala likert. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial.

Sedangkan variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan seorang individu dalam beradaptasi dan bangkit dari kegagalan yang dialami dan bagaimana cara seorang individu mengatasi keterpurukan lalu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Resiliensi dalam penelitian ini diukur dengan skala resiliensi yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala resiliensi disusun berdasarkan lima aspek yang dijelaskan oleh Connor dan Davidson (dalam Rinaldi, 2010) yaitu kompetensi pribadi, kepercayaan seseorang pada insting, penerimaan diri yang positif dan hubungan dengan orang, pengendalian diri, kepercayaan seseorang pada Tuhan dan takdir. Pada skala ini terdapat 30 item dan disusun dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Skala yang digunakan pada resiliensi adalah skala likert. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial.

Berikut hasil tryout skala locus of control dan resiliensi yang telah dilakukan oleh 50 subjek pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja pada satu tahun terakhir yakni 2015 dan mendapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Jumlah Item

Diujikan Jumlah Item Valid Indeks Validitas Indeks Reliabilitas (Alpha)

Locus of control 24 20 0,304 – 0,667 0,885 sampai dengan 0,648. Kedua instrument yang dipakai dalam tryout penelitian ini reliable karena reliabilitas pada setiap instrument > 0,60 (Cronbach alpha). Hal ini membuktikan bahwa kedua instrument yang dipakai dalam penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang memadai.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

(22)

alat ukur yang lain. Peneliti akhirnya melakukan try out yang ketiga pada tanggal 16 Juni 2016 dengan subjek berjumlah 50 sama dengan try out yang dilakukan sebelumnya. Hasil try out ketiga untuk skala 2 menunjukkan dari 24 item yang di ujikan terdapat 20 item yang valid sehingga penelitian bisa dilanjutkan pada tahap selanjutnya.

Pada tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan, peneliti melakukan penelitian dengan subjek yang telah ditentukan sebanyak 297. Penentuan subjek berdasarkan pada jumlah populasi PHK pada tahun 2015 sebanyak 2.000 dan dihitung berdasarkan rumus Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 5% sehingga di dapat 297 sampel. Tahap pelaksanaan dilakukan di BPJS Ketenagakerjaan Kota Malang pada tanggal 17 Juni 2016. Pengambilan data penelitian tidak dapat dilanjutkan sementara karena ada kegiatan yang tidak dapat diganggu, akhirnya peneliti mengambil opsi melanjutkan pengambilan data penelitian di BPJS Ketenagakerjaan Kota Batu pada tanggal 20 Juni – 1 Juli 2016. Kemudian pengambilan data dilanjutkan kembali di BPJS Ketenagakerjaan Kota Malang pada tanggal 13 – 15 Juli 2016, sehingga jumlah data penelitian terpenuhi. BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan media peneliti untuk mendapatkan subjek penelitian yaitu Pekerja yang mengalami PHK. Sebelumnya peneliti memberikan petunjuk pengisian skala dan pengantar untuk memastikan bahwa subjek adalah pekerja yang mengalami PHK pada tahun 2015.

Tahap selanjutnya yaitu proses analisa data, peneliti melakukan entry data dan dilanjutkan dengan analisa menggunakan teknik analisa dan korelasi Product Moment Pearson dengan software perhitungan SPSS (Statistical Program for Social Science) for windows versi 21.0. selanjutnya tahap terakhir peneliti menuliskan laporan hasil penelitian yang meliputi pembuatan abstrak, hasil penelitian, diskusi dan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian

Keterangan Kategori Frekuensi Presentase

Usia 19 – 40 Tahun 272 92%

41 – 58 Tahun 25 8%

Jenis Kelamin Laki-laki 161 54%

Perempuan 136 46%

Status Perkawinan Menikah 184 62%

Belum Menikah 113 38%

Jumlah Tanggungan Keluarga 0-6 297 100%

Pendidikan Terakhir SD 3 1%

SMP 17 6%

SMA 158 53%

DIPLOMA 24 8%

SARJANA 95 32%

Lama Bekerja 1 – 20 Tahun 290 98%

(23)

Tabel 3. Kategori locus of control

Kategori Frekuensi Presentase

Locus of control internal 241 81%

Locus of control eksternal 56 19%

Total 297 100%

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari 297 subjek, 241 (81%) memiliki locus of control internal sedangkan 56 (19%) memiliki locus of control eksternal. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa subjek cenderung memiliki resiliensi yang tinggi karena sebagian besar sedangkan 145 (49%) subjek memiliki resiliensi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek dalam penelitian cenderung memiliki resiliensi yang tinggi.

Tabel 5. Korelasi locus of control dengan resiliensi

N R �� Sig

Locus of control 297 0,207 0,043 0,000 Resiliensi 297

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan, diperoleh koefisien (R) sebesar 0,207 dengan nilai signifikan (p) sebesar 0,000 < 0,050. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara locus of control dengan resiliensi yang dimiliki oleh pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jika pekerja yang mengalami PHK memiliki locus of control internal maka resiliensinya tinggi, sebaliknya jika pekerja yang mengalami PHK memiliki locus of control eksternal, maka resiliensinya rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian di terima. Hasil penelitian menunjukkan koefisien determinasi variabel (�2 = 0,043) yang artinya adapun sumbangan antara locus of control dengan resiliensi sebesar 4,3% dan sisanya 95,7% ditentukan oleh variabel lain atau faktor lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini.

DISKUSI

(24)

internal akan mampu tetap tenang saat menghadapi kondisi PHK, mampu mengendalikan tekanan yang ditimbulkan akibat PHK, percaya bahwa kehidupan setelah di PHK akan berubah menjadi lebih baik, mampu mengidentifikasi secara akurat permasalahan PHK yang dihadapi, mampu membaca tanda-tanda kondisi psikologi dan emosional orang lain, mampu menyelesaikan permasalahan PHK dan menggunakan kemampuan diri untuk sukses dan mampu meraih aspek positif dari kehidupan setelah di PHK, Reivich dan Shatte (dalam Dewanti & Suprapti, 2014). Sedangkan resiliensi pada seseorang yang memiliki locus of control eksternal saat menghadapi permasalahan PHK akan gelisah saat menghadapi kondisi PHK yang menekan, melakukan sesuatu tanpa berpikir dampak jangka pendek dan panjang, pesimis terhadap masa depan setelah di PHK, tidak dapat menganalisa permasalahan PHK yang sedang di hadapi, kurang peka dengan kondisi psikologi dan emosional orang lain, tidak percaya terhadap diri sendiri dan tidak dapat mengambil sisi positif dari kehidupan setelah di PHK.

Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa locus of control merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan resiliensi. penelitian sebelumnya mengatakan bahwa pada dasarnya locus of control merupakan indikator dari ekspektasi umum dari penguatan dan mengindikasikan tingkat kepercayaan umum manusia bahwa mereka dapat mengontrol hidupnya. Karena itu, pekerja yang mengalami PHK yang memiliki ekspekstasi tinggi terhadap masa depannya setelah PHK, akan mengeluarkan banyak upaya dan tertap bertahan meskipun dalam pencapaian tujuannya sulit dicapai. Pekerja yang mengalami PHK yang lebih mengutamakan usaha dan upaya dalam mencapai tujuannya inilah cenderung memiliki locus of control internal. Begitu pula sebaliknya, pekerja yang mengalami PHK yang memiliki ekspektasi rendah terhadap masa depannya setelah PHK, akan kurang berusaha keras untuk mencapai tujuannya dan lebih memilih untuk menyerahkannya pada nasib atau keberuntungan, pekerja yang mengalami PHK yang lebih mempercayai nasib dalam mencapai tujuannya inilah yang cenderung memiliki locus of control eksternal. (Suharso, 2013).

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat lebih banyak responden yang masuk ke dalam kategori locus of control internal. Individu dengan locus of control internal berarti memiliki karakteristik suka bekerja keras, memiliki inisiatif tinggi, berusaha menemukan pemecahan masalah, dapat berpikir jangka panjang serta memiliki persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil. Locus of control internal dalam diri seseorang pada dasarnya memiliki kesimpulan bahwa orang tersebut memiliki keyakinan kuat dan rasa percaya yang besar bahwa segala sesuatu yang terjadi pada dirinya dapat dihadapi dan dikendalikan oleh diri mereka sendiri. Sedangkan locus of control eksternal berfokus pada rasa percaya akan adanya faktor eksternal (luar) yang berpengaruh terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Artinya seseorang yang berada pada kategori locus of control eksternal kurang dapat mengandalikan kemampuannya sendiri dan mengendalikan permasalahan yang dihadapinya. Jika dilihat dari faktor lain, usia memberikan kontribusi yang cukup besar adanya locus of control internal pada responden (Schultz, 2005). Hal ini sejalan dengan jumlah responden yang dimiliki oleh peneliti menunjukkan banyaknya responden yang lebih muda memiliki locus of control internal. Menurut Fournier (2003), Faktor usia mempengaruhi locus of control. Semakin mereka dapat menerima dan menikmati hidup dalam pasca mengalami situasi sulit, seiring dengan usia mereka menjadi semakin internal.

Penelitian ini juga membuktikan koefisien determinasi variabel (�2= 0,043) yang artinya

(25)

control merupakan salah satu dari beberapa faktor lain yang berperan dalam pembentukan resiliensi. Hal ini adalah alasan mengapa sumbangan locus of control dan resiliensi pada penelitian ini hanya sebesar 4,3% dan sisanya 95,7% ditentukan oleh faktor lain seperti kompetensi sosial (keterampilan sosial, empati) , kemudian otonomi (self-esteem, self efficacy), keterampilan memecahakan masalah (keterampilan membuat keputusan, berpikir kritis, dan kreatif), dan sense of purpose (optimis, motivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan tertentu, keyakinan). Faktor-faktor tersebut disebut dengan faktor protektif yang berperan penting dalam meredakan efek negatif dari lingkungan yang merugikan dan membantu menguatkan resiliensi. Selain itu juga ada faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, keluarga dan sosial.

Berdasarkan dari aspek-aspek resiliensi kategori tinggi atau terbilang baik akan terkait dengan hal-hal yang mengarah pada kompetensi personal atau keuletan, bahwa seseorang akan merasa mampu mencapai tujuan dalam situasi kemunduran dan kegagalan. Apabila dikaitkan dengan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK), beberapa orang yang memiliki locus of control eksternal akan menganggap masalah tersebut sebagai suatu kegagalan dan sulit untuk mengambil sisi positif dari hal tersebut. Namun orang-orang dengan resiliensi tinggi akan percaya dengan dirinya sendiri, menerima perubahan positif dalam dirinya, dan memiliki kontrol diri yang baik, Connor & Davidson (2003). Hal ini membuktikan bahwa locus of control internal akan menimbulkan resiliensi yang tinggi sementara locus of control eksternal akan menimbulkan resiliensi yang rendah.

Penelitian ini konsisten dengan penelitian Brouskeli & Markos (2013), yang menemukan bahwa meskipun hanya beberapa dari individu yang kehilangan pekerjaan membuat upaya yang kuat untuk menemukan pekerjaan baru dan mencoba peruntungan untuk masa depan, setengah dari mereka merasa kurang optimis untuk menemukan pekerjaan baru. Sampel sebagian besar adalah dari golongan usia muda yang biasanya percaya diri dalam kemampuan mereka mencari pekerjaan. Tindakan mencari pekerjaan baru tersebut merupakan ciri perilaku resiliensi tinggi yang mengarah pada karakter locus of control internal, dimana orang dengan karakter locus of control internal akan memilih untuk bekerja keras dan berusaha menemukan pemecahan masalah seperti menemukan pekerjaan baru untuk berhasil dibanding pesimis dengan keadaan yang dihadapi.

Sesuai dengan teori perkembangan pada usia dewasa awal bahwa dalam rentan usia 19 – 40 tahun adalah masa-masa individu yang kecenderungan memiliki produktivitas kerja dan fisik yang energic, Santrock (2002). Hal ini memiliki adanya konsistensi positif dengan temuan dari peneliti, dimana jumlah responden lebih dominan berada pada rentan usia 19 - 40 tahun (dewasa awal). Dibuktikan dengan penelitian ini bahwa sebagian besar responden adalah usia dewasa awal yaitu sebanyak 272 (91%) dan memiliki locus of control internal. Akan tetapi usia tidak selalu mencerminkan perilaku locus of control internal seperti pada penelitian sebelumnya yaitu Brouskli & Markos (2013) yang mengatakan bahwa mereka merasa kurang optimis menemukan pekerjaan baru padahal sampel sebagian besar adalah dari golongan usia muda yang yang biasanya percaya diri dalam kemampuan mereka mencari pekerjaan.

(26)

yang dilakukan oleh Sumijah (2015) yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama-sama memiliki skor tinggi pada locus of control internal. Meskipun sering terjadi proses pemahaman gender khususnya bagi perempuan yang seringkali masih terkesan dikesampingkan peran perempuan dalam berbagai bidang di kehidupan dan seringkali perempuan diberi label sebagai makhluk Tuhan yang lemah, dengan penelitian ini dapat menepis fenomena yang terjadi selama ini sehingga kesejajaran antara laki-laki dan perempuan memang sudah selayaknya dipertimbangkan dalam segala hal. Penelitian lain yang mendukung dalam penelitian ini adalah resiliensi pada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengungkapkan bahwa resiliensi pada karyawan yang mengalami PHK mempunyai pemikiran yang positif dalam menghadapi masalahnya. Hal ini juga tidak lepas dari bantuan keluarga dan lingkungan subjek, serta bentuk pemikiran yang sederhana dari tindakannya, masalah yang dihadapi subjek dapat diatasi dengan sikap positif, dengan memasrahkan semua yang terjadi kepada Allah SWT menjadikan subjek dapat berpikir positif dan melakukan usahanya dengan baik juga bentuk dukungan dari orang terdekat menjadikan resiliensi subjek menjadi baik sesuai dengan yang dikatakan oleh Grotberg (1995), kualitas resiliesni setiap orang tidaklah sama, sebab kualitas resiliensi seseorang sangat ditentukan oleh tingkat usia, taraf perkembangan, intensitas seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan serta seberapa besar dukungan sosial dalam pembentukan resiliensi seseorang. (Nailiyah ,2015).

Resiliensi adalah faktor penting dalam kehidupan kita sekarang ini. Ketika perubahan dan tekanan hidup berlangsung begitu intens dan cepat, maka seseorang perlu mengembangkan kemampuan dirinya sedemikian rupa untuk menjaga kesinambungan hidup yang optimal, maka kebutuhan akan kemampuan untuk menjadi resilien sungguh menjadi makin tinggi. (1). Orang-orang dengan resiliensi yang tinggi, akan mampu keluar dari masalah dengan cepat dan tak terbenam dengan perasaan sebagai korban lingkungan atau keadaan. (2). Perusahaan dengan karyawan yang resilien akan memiliki keuntungan di banding kompetitor mereka. (3). Saat banyak tekanan untuk melakukan efisiensi dan restrukturisasi dengan downsizing misalnya, maka pekerja resilien dengan keterampilan yang beragamlah yang dipertahankan. Multi-skilled employee- lah yang akan dipertahankan di perusahaan. (4). Saat melamar pekerjaan, orang-orang dengan resiliensi yang tinggilah yang lebih punya kesempatan. (5). Di tengah tekanan ekonomi yang ada, keluarga dengan individu yang resilien didalamnyalah yang akan cepat keluar dari krisis. (6). Pribadi dengan resiliensi tinggilah yang cepat mengambil keputusan saat berada dalam situasi sulit. (7). Mereka juga adalah pribadi yang tak mudah sakit saat banyak diterpa masalah. Jelas, bahwa resiliensi adalah ketrampilan yang penting untuk dikembangkan di segala sektor kehidupan. Adapun beberapa cirri utama pribadi dengan resiliensi tinggi itu berkisar pada kemampuan mereka mempertahankan perasaan positif dan juga kesehatan serta energy mereka. Mereka juga memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik. Yang tak kalah penting adalah berkermbangnya harga diri, konsep diri dan kepercayaan diri mereka secara optimal. (McEwen, 2011).

(27)

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus of control dengan resiliensi pada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Penelitian ini membuktikan bahwa jika pekerja yang mengalami PHK memiliki locus of control internal maka resiliensinya tinggi, sebaliknya jika pekerja yang mengalami PHK memiliki locus of control eksternal maka resiliensinya rendah.

Implikasi dari penelitian ini meliputi bagi perusahaan, diharapkan untuk memberikan motivasi, dukungan dan arahan bagi pekerja yang akan di PHK, sehingga mampu membangun resiliensi dan meningkatkan locus of control setelah di PHK. Dengan demikian, mereka akan terarah kepada hal-hal positif serta mengutamakan usaha dan upaya dalam menghadapi kondisi PHK. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian terkait dengan resiliensi dan locus of control dari fenomena yang berbeda atau subjek yang berasal dari suku dan budaya yang berbeda karena faktor demografi juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya resiliensi dan locus of control pada subjek.

REFERENSI

Achadiyah, B. N., & Laily, N. (2013). Pengaruh Locus Of Control Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. XI. No. 2, 2013. Hal. 11-18.

Apriawal, J. (2012). Resiliensi Pada Karyawan Yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Yogyakarta. Vol. I. No. 1, Desember 2012.

Arifin, Z., & Rahayu, I.T. (2007). Hubungan antara orientasi religius, locus of control dan psychoogical well being mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal Psikologi.

Aslan, G., & Araza, A. (2015). Employee Innovation Resilience: A Proposal for Multidimensional Construct. Business & Management Studies: An International Journal. Vol. 3. No. 3, 2015. Hal. 290-308.

Ayu N., S., P. (2014). Resiliensi pada Pasien Stroke Ringan Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 02, No. 02, Januari 2014.

Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Pustaka pelajar.

Brouskeli V., & Markos, A. (2013). The Role of Locus of Control and Perceived Stress in Dealing with Unemployment during Economic Crisis. Research on Humanities and Social Sciences. Vol. 3. No. 21, 2013.

(28)

Dewanti, A. P., & Suprapti, V. (2014). Resilensi Remaja Putri terhadap Prolematika Pasca Orang Tua Bercerai. Jurnal Psikologi dan Perkembangan. Vol 3, No. 3, Desember 2014.

Dipayanti, S., & Chairani, L. (2012). Locus of Control dan Resiliensi pada Remaja yang Orang Tuanya Bercerai. Jurnal Psikologi, Vol. 8. No. 1, Juni 2012.

Fournier, G., & Jeanrie, C. (2003). Locus of control: back to basic in Possitive Psychology Assessment: A Handbook of models and measuresi . Edited by: Lopez, S. J. & Snyder, C. R. Washington DC: American Psychological Association.

Hamedoglu, A.M., Kantor, J., & Gulay, E. (2012). The effect of locus of control and culture on leader. International Online Journal of Educational Sciences, 4(2), 319-324.

Karimi, R., & Alipour, F. (2011). Reduce Job Stress in Organizations: Role of Locus of Control. International Journal of Business and Social Science. Vol. 2. No. 18, October 2011.

Listyanti, E., W. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Humanitas, Vol. IX. No. 2, Agustus 2012.

McEwen, Kathryn. (2011). Building resilience at work. Australia ; Australian Academic Press.

Nailiyah, A. (2015). Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015.

Organisasi Perburuhan Internasional. (2007). Perekonomian Informal : Transisi Menuju Formalisasi. Janewa, 27-29 November 2007.

Pamong Praja (18 Januari 2016). PHK di Kota Malang Naik Drastis , Dari http://malang.memo-x.com/165/phk-di-kota-malang-naik-drastis-2. (diakses pada tanggal 4 April 2016).

Refilia, N., D., & Hendriani, W. (2014). Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Vol. 03. No. 03, Desember 2014.

Ridwan. (2013). Peranan Etika Kerja Islam Terhadap Hubungan Locus of Control dengan Kinerja Karyawan. Vol. 12. No. 1, Juni 2013. Hal. 72-84.

(29)

Riyadiningsih, H. (2015). Faktor Determinan Kondisi Psikologis Individu Dalam Pengambilan Keputusan. Jurnal Probisnis. Vol. 8. No. 2, Agustus 2015.

Rohmah, U. (2012). Resiliensi dan Sabar sebagai Respon Pertahanan Psikologis dalam Menghadapi Post-Traumatic. Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 6. No. 20, Desember 2012.

Safitri, I.N. (2013). Kepatuhan penderita diabetes mellitus tipe II ditinjau dari locus of control. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1 (2).

Santrock. (2002). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga, 2002.

Schultz, D.P., & Schultz, E.S. (2005). Theory of personality (8th ed). United States of American: Thomson Wadsworth.

Stewart, T. (2012). Undergraduate Honors Service Learning & Effects on Locus of Control. Journal of Service Learning in Higher Education, Vol 1. May, 2012.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharso, (2013). Hubungan Locus Of Control dengan Motivasi Konselor Dalam Layanan Konseling Perorangan, IJGC 2 (3), April 2013.

Sumijah (2015). Locus Of Control pada Masa Dewasa. Psychology Forum UMM, 2015. Vega, A. I. (2014). Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Pekerja Disebabkan Perusahaan

Dinyatakan Pailit Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jurnal Ilmiah, Maret 2014.

Wibowo, A. (11 Januari 2016). Jumlah Buruh Di Kota Malang Yang Kena PHK Melonjak Drastis, from https://m.tempo.co/read/news/2016/01/11/058734839/jumlah-buruh-di-kota-malang-yang-kena-phk-melonjak-drastis (diakses pada tanggal 4 April 2016).

Yohana, C. D., & Ida. (2010). Pengaruh Locus of Control, Financial Knowledge, Income Terhadap Financial Management Behavior. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 12. No. 3, Desember 2010, Hlm. 131-144.

Zaidi, H. I., & Mohsin. (2013). Locus Of Control in Graduation Students. International Journal of Psychological Research. 6 (1). PP. 15 – 20. June, 2013.

(30)
(31)

22

Kerangka Berpikir

Karyawan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Akibat PHK sebagian besar individu akan mengalami stress, Karena penghasilan terhenti, terjadi penurunan kekuatan fisik, adanya perasaan kesepian, dan berhenti dari berbagai kegiatan yang menyenangkan, (Looker & Gregson, 2005).

(32)
(33)
(34)

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan hormat,

Perkenalkan Saya Arifani Ridwan, Saya mahasiswa semester 8 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang menempuh Skripsi. Dalam rangka penelitian yang akan saya lakukan, maka Saya mohon bantuan Saudara untuk mengisi skala penelitian berikut.

Perlu Saudara ketahui bahwa hasil skala ini benar-benar digunakan untuk tujuan penelitian, dan tidak digunakan untuk maksud-maksud lain. Oleh karena itu, Saudara tidak perlu ragu-ragu untuk menjawab pernyataan yang tersedia, karena Saya akan menjamin kerahasiaan jawaban yang Saudara berikan. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, sebab semua jawaban mempunyai makna dalam penelitian ini.

Besar harapan Saya dapat menerima kembali skala penelitian yang telah Saudara isi. Atas kesediaan Saudara dalam membantu penelitian ini, Saya ucapkan terimaksih.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb.

Hormat Saya,

Arifani Ridwan

PETUNJUK PENGISIAN SKALA

1. Saudara dimohon untuk membaca sejumlah pernyataan ini dengan teliti.

2. Saudara dimohon untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan Saudara secara objektif dengan memberikan tanda Silang (X) pada salah satu kriteria untuk setiap pernyataan yang menurut Saudara paling tepat. Masing-masing pernyataan terdiri dari 4 alternatif jawaban, yaitu:

SS : Apabila pernyataan Sangat Setuju dengan keadaan Saudara S : Apabila pernyataan Setuju dengan keadaan Saudara

TS : Apabila pernyataan Tidak Setuju dengan keadaan Saudara

STS : Apabila pernyataan Sangat Tidak Setuju dengan keadaan Saudara Contoh :

SS S TS STS

X

3. Apabila Saudara ingin mengganti jawaban, berilah tanda Sama dengan (=) pada jawaban yang telah saudara buat sebelumnya. Kemudian berilah tanda Silang (X) pada jawaban yang baru.

Contoh :

SS S TS STS

X X

(35)

IDENTITAS PARTISIPAN

7. Dalam keadaan sedih setelah di PHK, saya masih bisa bepikir positif.

11. Sekalipun berada dalam suatu tekanan yang mengharuskan kehilangan pekerjaan, saya tetap akan berpikir dengan jernih untuk menemukan alternatif dari pemecahan masalah.

(36)

16. Tidak mudah bagi saya untuk menerima bahwa saya bantuan dalam menghadapi permasalahan PHK yang saya alami.

(37)

kemampuan saya menjadi seorang pengendara

5. Saya yakin rencana yang telah saya buat dapat berjalan

6. Saya tidak bisa menghindarkan nasib buruk dari kepentingan pribadi saya

7. Biasanya saya mendapatkan apa yang saya ingin karena sedang beruntung

8. Walaupun saya memiliki kemampuan yang bagus tetapi

atasan tidak akan memberikan tangung jawab memimpin jka saya tidak meminta

9. Jumlah teman yang saya miliki tergantung dari sifat saya

10. Seringkali saya menyadari bahwa sesuatu yang akan terjadi, benar benar terjadi kemudian

11. Hampir seluruh hidup saya diatur orang lain

12. Saya akan terlibat dalam sebuah kecelakan atau tidak tergantung nasib saya

13. Saya memiliki kemungkinan yang kecil untuk melindungi kepentingan pribadi ketika mengalami konflik dengan orang lain

14. Saya tidak merencanakan suatu hal terlalu jauh karena semuanya bisa berubah

15. Saya harus menyenangkan orang lain untuk mendapatkan apa yang saya ingin

16 Saya bisa menjadi pemimpin atau tidak tergantung dari keberuntungan

17 Saya tidak punya banyak teman karena orang lain tidak menyukai saya

18 Saya dapat mengontrol apa yang terjadi dalam hidup saya 19 Saya bisa melindungi kepentingan pribadi saya

20 Saya terlibat kecelakaan atau tidak tergantung dari pengendara lain

21 Saya mendapatkan apa yang saya ingin karena bekerja keras 22 Rencana yang saya jalankan harus disetujui oleh orang lain 23 Hidup saya ditentukan oleh tindakan saya sendiri

(38)

REKAPITULASI HASIL TRY OUT

SKALA RESILIENSI

No. Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1 Friska 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 3

2 Eko 4 3 4 2 4 2 3 2 4 3 1 1 4 4 1 1 2 1 2 2 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3

3 Andi 4 2 4 2 4 3 4 2 4 4 4 4 1 3 4 4 4 4 4 4 1 4 1 4 4 4 4 3 4 4

4 Joko 4 2 3 3 4 2 3 1 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3

5 Budianto 4 3 2 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4

6 Nur 4 3 2 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 1 3 4 3 3 3 3 3 4 2 4 4 3 4 4 4

7 Luklu'ul 4 3 4 3 4 4 4 4 2 1 3 1 4 1 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4

8 Windi 4 2 2 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 1 2 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4

9 Dani 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 4 4 3 3 3 2 3 3 3 2 3 4

10 Gandi 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 1 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4

11 Yuni 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4

12 Ridwan 4 4 4 4 4 1 4 2 4 4 4 1 4 4 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 1 4 1 4

13 Anang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

14 Sunakiyah 3 2 3 2 4 1 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 2 4 2 3 1 3 2 3 2 4

15 Rudi 3 2 3 3 4 2 1 4 3 1 3 3 1 2 1 3 2 4 1 2 2 3 4 4 1 2 4 3 1 4

16 Mardi 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4

17 Doni 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4

18 Viky 4 3 4 4 4 2 1 1 2 1 4 4 4 2 4 3 4 3 4 3 3 2 3 2 2 4 3 3 4 4

19 Yuniawan 4 2 3 2 4 1 3 3 4 3 4 1 3 3 3 2 4 3 3 1 3 3 3 1 4 4 4 4 4 4

20 Nurul 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

21 Agus 4 4 3 2 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 1 2 4 4 4 2 3 3 4 2 4 4 4 3 4 4

22 Aminudin 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3

23 Sari 4 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3

Gambar

Tabel 5. Korelasi locus of control dengan resiliensi ..........................................................
Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 5. Korelasi locus of control dengan resiliensi

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, beban pemasaran berkepentingan untuk menghubungkan suatu produk mulai saat barang atau jasa tersebut selesai diproduksi sampai dengan diubah menjadi pendapatan yang

Pelanggaran berat merupakan pelanggaran yang dilakukan di luar batas toleransi tata tertib asrama, diantaranya adalah:. • Mencuri, berbuat onar (perkelahian yang

Honda yang sampai saat ini masih memimpin pasar. Sistem penjualan dan pembelian pada perusahaan tersebut sudah terkomputerisasi., namun pada setiap bagian operasional masih

• ditujukan untuk menjamin lingkungan kerja dan belajar yang aman dan nyaman, serta terhindar dari kemungkinan petaka yang bersifat fatal terhadap diri sendiri, orang lain,

Pada umumnya penutur bahasa di Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba berdialok konjo atau menggunakan bahasa Makassar berdialok konjo dalam percakapannya, akan

Selain itu, da- lam perjumpaan antara Injil dan tradisi Jawa Timur- an yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: (1) Meniadakan hal-hal yang bernuansa sinkritis

Sebagai contoh, Amerika yang kaya dengan lahan pertanian, atau Negara dengan ongkos SDM rendah seperti Taiwan, Thailand, dan lain-lain, memiliki factor-