• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENULISAN HUKUM STUDI TENTANG PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK MELALUI PROSES MEDIASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENULISAN HUKUM STUDI TENTANG PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK MELALUI PROSES MEDIASI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak sebagai makhluk yang masih dalam taraf pertumbuhan dan

perkembangan sangat rentan melakukan suatu perbuatan. Perbuatan tersebut

yang menurut mereka adalah suatu hal yang biasa, namun kenyataan secara

yuridis perbuatan yang mereka lakukan termasuk kategori tindak pidana. Hal

ini dikarenakan pola pikir mereka yang belum matang.

Tindak pidana anak secara kuantitas cenderung meningkat dewasa ini,

nyaris semua tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dilakukan pula

oleh anak-anak. Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menggunakan sebutan Anak yang

Berkonflik dengan Hukum (ABH).

Perlakuan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana atau anak

yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang seakan membekaskan stigma atas

diri anak lebih sering terjadi dibandingkan perlakuan aparat penegak hukum

yang mencerminkan perlindungan hak-hak anak yang melakukan tindak

pidana. Anak yang terlibat dalam proses peradilan pidana memperoleh

perlakuan yang buruk bahkan dalam beberapa hal telah diperlakukan lebih

buruk bila dibandingkan dengan orang dewasa yang berada dalam situasi yang

sama. Mayoritas dari anak yang melakukan tindak pidana mengalami tindak

kekerasan selama dalam proses peradilan pidana.1

1

Achmad Ratomi. Prosedur Pelaksanaan Diversi Pada Tahap Penyidikan dalam Penyelesaian

(2)

2

Proses peradilan pidana dalam sebuah peradilan formal yang dialami oleh

anak cenderung akan memberikan dampak trauma dan mempunyai efek buruk

pada masa depannya, terlebih lagi apabila proses tersebut menyebabkan

anak-anak terpaksa mengalami penahanan sampai pemenjaraan.

Upaya terbaik yang dapat dilakukan sebagai solusi adalah menjauhkan

anak-anak dari sistem peradilan pidana dan mengalihkannya pada penanganan

yang lebih baik, berupa pembinaan dan pembimbingan terhadap anak agar

kembali baik pada keadaan semula. Kepada anak-anak harus diprioritaskan

untuk mencegah timbulnya trauma dan penderitaan ganda akibat proses

peradilan formal.

Penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak seharusnya dengan

menekankan pemulihan dan bukan pembalasan. Tidak semua perkara anak

yang berkonflik dengan hukum harus diselesaikan melalui jalur peradilan

formal, melainkan memberi alternatif bagi penyelesaian dengan pendekatan

keadilan restoratif maka, atas perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum

(ABH) dapat dilakukan diversi demi kepentingan terbaik bagi anak dan dengan

mempertimbangkan keadilan bagi korban.2

Diversi merupakan suatu pengalihan penyelesaian perkara anak dari

proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.

Kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dialihkan ke proses

di luar pidana formal atau dengan penyelesaian damai.3

2

M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum (catatan pembahasan UU sistem

peradilan anak (UU-SPPA). Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 137.

3

(3)

3

Penyelesaian di luar pidana formal atau dengan penyelesaian damai

merupakan alternatif bagi penyelesaian perkara anak dengan pendekatan

keadilan restoratif, artinya penyelesaian yang melibatkan pelaku, korban,

keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali dan

bukan pembalasan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 6

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pengakuan atau pernyataan bersalah pelaku merupakan salah satu dari

syarat-syarat/kriteria dari pada keadilan restoratif.4 Pertemuan tatap muka antara pihak pelaku dan pihak korban didalamnya berisi musyawarah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Llewellyn dan Howse

pada tahun 1998 dalam bukunya Umbreit menyatakan bahwa keikhlasan hati, kejujuran dalam sebuah pertemuan tatap muka antara korban dan pelaku merupakan elemen utama dalam restorative justice. Keikhlasan artinya ada pengakuan tulus dari pelaku untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukannya terhadap korban dan korban dengan ketulusan hati memahami dan mencoba memberikan rasa maafnya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana sehingga merugikan diri korban, baik secara materiil maupun secara nonmateriil.5

Pengakuan bersalah anak atas perbuatannya tidak boleh dipaksakan

dengan ancaman atau bujukan. Apabila anak mengakui dan menyesali

perbuatannya, maka dapat digunakan pertimbangan yang positif untuk

dilakukannya diversi. Diversi tidak dapat dipertimbangkan jika anak tidak

mengakui perbuatannya.6

4 DS. Dewi. Restorative Justice, Diversionary Schemes and Special Children’s Courts In

Indonesia. http://www.kemlu.go.id. Diakses 16 Desember 2014, pukul 10.00 wib 5

Marlina. 2012. Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan

Restorative Justice. Bandung. Penerbit Refika Aditama. Hal 25. 6

Yunan Prasetyo Kurniawan. 2010. Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

(4)

4

Pengakuan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang dimaksud

adalah anak benar-benar dari hati mengakui kesalahan perbuatannya. Seperti

yang ditegaskan sebelumnya, pengakuan tidak boleh atas bujukan atau imbalan

semata, misalnya “kalau kamu mengaku nanti akan diberi diversi atau tidak

dipidana/dihukum”. Jadi pengakuan yang diberikan oleh Anak yang Berkonflik

dengan Hukum (ABH) tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Pengakuan ini

diberikan atas maksud dirinya sendiri.

Pengakuan bersalah juga harus ditunjukkan dengan sikap tanggung jawab

terhadap akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya. Pelaku bertanggung

jawab dengan melakukan perbaikan untuk mengganti kerugian. Perbaikan

tersebut adalah dengan memberikan kompensasi kerugian finansial dan/atau

harta benda. Biaya perbaikan harus diberikan apabila terdapat kerusakan dan

barang yang diambil oleh anak harus dikembalikan, misal pencurian, apabila

tidak memungkinkan, maka harus ada penggantian atas nilai barang tersebut.

Selain itu permintaan maaf anak terhadap korban menunjukkan anak mau

bertanggung jawab atas perbuatannya.7

Pengakuan bersalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH)

haruslah benar-benar berasal dari hati sehingga ia merasa jera dan berjanji

untuk meninggalkan perbuatan tercela atau tidak mengulangi dikemudian hari.

Sehingga pengakuan bersalah atas perbuatan yang ia lakukan, diharapkan tidak

hanya untuk mengejar dan mencapai upaya diversi semata guna menghindari

penghukuman atau pemidanaan, melainkan benar-benar ia menyadari dalam

hati terhadap perbuatan yang dilakukan sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

7

(5)

5

Pengakuan bersalah akan dirasakan manfaatnya jika ia dapat

menunjukkan dalam norma agama, yang mana norma ini merupakan salah satu

norma yang hidup dalam masyarakat serta dianut dan digunakan sebagai

pedoman untuk bersikap dan bertindak oleh masyarakat.

Norma agama bersumber dari keyakinan/kepercayaan seseorang terhadap

agama yang dianutnya dan berasal dari Tuhan yang isinya perintah, larangan

dan ajaran. Norma ini mengatur kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan

dan kepada manusia itu sendiri. Yang dituju adalah sikap batin seseorang.

Bentuk sanksinya berupa perasaan berdosa yang diyakini akan datang dari

Tuhan di akhirat, bahwa pada suatu saat Tuhan akan menghukumnya.8

Seseorang yang menyadari dan mengakui kesalahan perbuatannya, ia

dapat dilakukan dengan cara “bertaubat”. Ia merasa berdosa sehingga ia akan

meninggalkan perbuatan yang melanggar hukum kepada hal yang terpuji. Ia

berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Taubat berakar dari kata taba yang berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah SWT adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu; kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji; kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya; kembali dari maksiat menuju taat; kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya; kembali dari yang saling bertentangan menuju yang saling menyenangkan; kembali dari Allah setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat setelah menentang-Nya.9

Seorang Muslim yang telah menyadari bahwa ia telah berbuat kesalahan

atau kemaksiatan, haruslah ia segera bertaubat kepada Allah SWT. Bahkan

seorang Muslim dianjurkan untuk selalu bertaubat kepada Allah meskipun ia

tidak mengetahui kesalahannya. Karena bisa jadi tanpa disadari ia telah

melakukan kesalahan.

8

R. Soeroso. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal. 218. 9

Yunahar Ilyas. 2009. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta. Penerbit Lembaga Pengkajian dan

(6)

6

Dalam bertaubat seseorang harus dengan perasaan menyesal, ia harus

berniat melepaskan diri dari perbuatan dosa yang telah diperbuat dan juga

berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Dan pada saat itu pula

berarti ia juga telah kembali kepada pengabdian kepada Allah yang untuk

itulah ia diciptakan. Keadaan kembali yang seperti inilah yang disebut dengan

hakikat taubat.10

Penyesalan seorang pelaku merupakan penderitaan yang disebabkan oleh perbuatannya, sehingga muncul perasaan kehilangan terhadap apa yang dicintainya. Penyesalan bisa membangkitkan keadaan lain, yang disebut kehendak dan maksud untuk melakukan sesuatu pada keadaan saat itu, masa lampau dan masa datang. Artinya keadaan saat itu adalah dengan meninggalkan dosa yang sedang dilakukannya. Keadaan masa depan adalah dengan bertekad untuk meninggalkan dosa hingga akhir hayat. Sedangkan masa lampau adalah dengan mengejar apa yang hilang darinya jika masih memungkinkan.11

Seseorang yang telah melakukan tindak pidana atau telah berbuat

kesalahan, dalam norma agama seorang pelaku tersebut tentu tidak akan

mendapat sanksi dari sesamanya, masyarakat misalnya, karena dalam norma

agama yang dituju adalah sikap batin seseorang, yaitu perasaan berdosa,

perasaan kecewa dan sebagainya. Sehingga apabila seorang pelaku telah

menyadari perbuatan bersalahnya, maka ia akan mengakui perbuatan dan

bertaubat.

Begitu pula dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH)

diharapkan ia pun juga menyadari dan menyesali perbuatannya dan tertanam

dalam hatinya untuk tidak mengulangi dikemudian hari. Sehingga dengan ini,

tidak hanya bertujuan mengejar penyelesaian dengan diversi guna menghindari

peradilan formal, terlebih dengan adanya bujukan.

10

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. 2005. Bertaubatlah (Konsep Taubat dan Istighfar Menurut

Pandangan Ulama Salaf). Solo. Penerbit Al-Qowam. Hal. 12-13. 11

(7)

7

Seseorang yang telah melakukan kesalahan dalam melakukan taubat, ia

harus memenuhi lima syarat untuk mencapai taubat yang sempurna, yaitu :12 1. Menyadari kesalahan. Seseorang tidak mungkin bertaubat, kalau ia

tidak menyadari kesalahannya atau tidak merasa bersalah atas perbuatannya. Maka disinilah perlunya seseorang mempelajari ajaran Kepercayaannya, terutama tentang perintah-perintah yang wajib dilaksanakannya dan larangan-larangan yang wajib ditinggalkannya. 2. Menyesali kesalahan. Dalam hal seseorang tahu dan sadar bahwa ia

bersalah tetapi tidak menyesal telah melakukannya, maka orang yang seperti ini belum dapat dikatakan bertaubat. Apalagi kalau ia bangga dengan kesalahannya tersebut.

3. Memohon ampun kepada Allah SWT (Istighfar). Seseorang yang semakin banyak dan sering mengucap istighfar maka akan semakin baik. Bagi seorang yang telah berbuat kesalahan dan ia bertaubat, haruslah ia mengucap istighfar dengan keyakinan bahwa Allah SWT akan mengampuninya.

4. Berjanji tidak akan mengulanginya. Janji haruslah keluar dari hati nuraninya dengan sejujurnya, tidak hanya lisan, sementara di dalam hati masih tersimpan niat untuk kembali mengerjakan dosa tersebut sewaktu-waktu. Taubat ini seperti diibaratkan dengan taubat sambal,

waktu kepedasan menyatakan “kapok”, tetapi besok-besok dimakan lagi.

5. Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh. Tindakan ini untuk membuktikan bahwa ia benar-benar telah bertaubat. Dalam hal ini dinyatakan dalam firman Allah SWT :

Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang

bertaubat, beriman, dan beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar”(QS. Thaha 20:82).

Terkait dengan syarat yang terakhir, seorang yang menyadari, mengakui

dan menyesal atas perbuatan salahnya maka ia haruslah menebus akibat dari

pada perbuatannya tersebut.

Apabila dosa dalam kategori hak Allah, seperti meninggalkan shalat, puasa, zakat, khumus, haji, dan lain-lain, hendaknya ia mengerjakan

qadha’nya. Apabila dosa dalam kategori hak manusia, seperti hak suatu harta

yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Apabila pemilik telah meninggal dunia hendaknya dikembalikan kepada ahli warisnya. Sedangkan apabila tidak mengenalnya maka hendaknya mengeluarkan sedekah atas nama orang tersebut. Apabila dosa dalam kategori hak kehormatan (telah menyakiti anggota tubuh seseorang), hendaknya memohon maaf kepada orang tersebut. Dan apabila dosa dalam kategori hak hukum, seperti menuduh (baik dari pihak

12

(8)

8

istri atau suami, telah berbuat sesuatu yang tidak senonoh), hendaknya urusan itu diserahkan kepada yang berwenang mengurusnya, agar dihukum atau dimaafkan.13

Dalam hal Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) telah

memberikan pengakuan atas perbuatan bersalahnya, diharapkan tidak hanya

untuk mengejar upaya diversi guna mengalihkan proses peradilan semata,

melainkan juga untuk menanamkan pada anak rasa jera sehingga tidak

mengulangi kembali, dan rasa bertanggung jawab terhadap akibat yang telah

ditimbulkan.

Pengakuan yang tulus dari pelaku tindak pidana atau anak yang

mengakui perbuatannya merupakan elemen utama dalam penyelesaian tindak

pidana dengan pendekatan Restorative Justice. Penyelesaian perkara dengan

upaya diversi dalam penyelesaian perkara anak sangat baik dengan pendekatan

Restorative Justice.

Penyelesaian perkara anak dengan upaya diversi dengan pendekatan

Restorative Justice yaitu pertemuan bersama antara pihak korban dan pihak

pelaku serta pihak lain yang terkait. Dalam pertemuan ini tentu ada seorang

penyidik yang menjadi pihak ketiga yang sifatnya netral atau penengah atau

menjembatani. Karena dalam forum pertemuan ini para pihak saling

berkomunikasi dan bermusyawarah dalam penyelesaian perkara, sehingga

peran penyidik sebagai pihak ketiga sangat berperan sebagai mediator.

Berdasarkan dari penjelasan latar belakang tersebut diatas, maka penulis

berupaya untuk mengkaji terkait dengan pengakuan bersalah oleh pelaku atau

Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) dalam pelaksanaan diversi

13

(9)

9

dengan pendekatan Restorative Justice. Pelaksanaan ini dilakukan dengan

melalui proses mediasi, yang mana dalam bentuk penulisan hukum yang

berjudul “Studi Tentang Penyelesaian Tindak Pidana Anak Melalui Proses

Mediasi” dengan studi di Kepolisian Resort Kota Malang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan

diatas dan untuk lebih fokus dengan pembahasan ini sehingga dapat

menguraikan permasalahan dengan tepat maka tersusun beberapa

permasalahan yang penulis dapat rumuskan, sebagai berikut :

1. Apa kriteria pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan Hukum

dalam pelaksanaan diversi pada tindak pidana anak ?

2. Bagaimana mekanisme pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan

Hukum dalam pelaksanaan diversi pada tindak pidana anak ?

3. Bagaimana legalitas pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan

Hukum dalam pelaksanaan diversi pada tindak pidana anak ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan

yang melandasi penelitian ini , sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kriteria pengakuan oleh Anak yang Berkonflik

dengan Hukum dalam pelaksanaan diversi pada tindak pidana anak.

2. Untuk mengetahui mekanisme pengakuan oleh Anak yang Berkonflik

dengan Hukum dalam pelaksanaan diversi pada tindak pidana anak.

3. Untuk mengetahui legalitas pengakuan oleh Anak yang Berkonflik

(10)

10

D. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini, sebagai berikut :

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran dalam bidang hukum pidana terkait dengan pelaksanaan diversi pada

proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Ada pula kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai

berikut:

1. Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan berguna untuk

menambah wawasan penulis dan mengembangkan pola pikir,

khususnya berkaitan dengan pelaksanaan diversi dalam penyelesaian

tindak pidana anak.

2. Bagi masyarakat, hasil dari pada penelitian ini diharapkan berguna

untuk menambah pemahaman masyarakat terkait pelaksanaan diversi

dalam penyelesaian tindak pidana anak, utamanya perlindungan

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana.

3. Bagi akademisi penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan

manfaat teoritis berupa sumbangan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya terkait pelaksanaan diversi dalam

penyelesaian tindak pidana anak.

E. METODE PENELITIAN

Dalam rangka untuk memperoleh data yang valid terkait permasalahan

yang dikemukakan di atas, maka penulis menggunakan suatu metode

(11)

11

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam menyusun penulisan

hukum ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat

hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat14. Dalam hal ini penulis mencoba melakukan penelitian mengenai pelaksanaan diversi melalui

mediasi dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak

khususnya perihal pengakuan yang dilakukan oleh pelaku atau Anak yang

Berkonflik dengan Hukum (ABH).

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Polres Kota Malang.

Dengan dasar pertimbangan bahwa pertama, Polres Kota Malang

merupakan suatu instansi yang sesuai dengan judul dan permasalahan yang

diangkat serta mempunyai wewenang di bidang penegakan hukum. Kedua,

Kota Malang merupakan salah satu kota besar yang berada di Provinsi Jawa

Timur, maka penulis beranggapan bahwa Kota Malang merupakan salah

satu kota yang terdapat tingginya suatu tindak pidana yang terjadi, termasuk

tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

3. Jenis Data

a. Data Primer adalah jenis data dokumen tertulis, file, rekaman, informasi,

pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang utama/pertama15. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini didapatkan di lokasi

penelitian, yang dilakukan dengan melakukan wawancara dengan

penyidik yang menangani proses diversi ini.

14

Pedoman Penulisan Hukum. 2012. Fakultas Hukum UMM, hal. 18 15

(12)

12

b. Data Sekunder adalah data yang yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang terkait dengan penelitian sebagai penunjang, hasil

penelitian dalam bentuk skripsi, tesis dan peraturan perundang-undangan

yang terkait. Adapun data sekunder menurut Gregory Churchill dalam

bukunya Soerjono Soekanto dapat dibagi menjadi 3 jenis, sebagai

berikut16:

1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan

terkait dengan objek penelitian yang terdiri dari :

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak;

2) Bahan hukum sekunder, memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, yang terdiri dari buku-buku dan tulisan-tulisan sebagai

acuan yang terkait dengan objek penelitian, misal hasil karya dari

kalangan hukum.

3) Bahan hukum tersier, yang terdiri dari tulisan-tulisan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

diatas seperti kamus, ensiklopediadan majalah-majalah yang terkait

dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian.

Dalam pelaksanaan penelitian ini teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian

Lapangan (Field Research).

16

(13)

13

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) : mengumpulkan bahan

atau literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

dengan membaca dan menganalisa terkait dengan masalah yang

diangkat, untuk memperoleh data secara teoritis.

b. Penelitian Lapangan (Field Research) : dilakukan untuk

memperoleh fakta-fakta yang terjadi di lokasi penelitian yaitu

Kepolisian Resort Kota Malang, dengan beberapa cara, sebagai

berikut :

1) Wawancara : proses tanya jawab yang berlangsung lisan yang

dilakukan dua orang atau lebih dengan cara bertatap muka dan

mendengarkan secara langsung keterangan dari Responden yang

terkait. Dalam hal ini penulis menggunakan Purposive

Sampling, yaitu sampel yang dipilih atau yang dituju

berdasarkan pertimbangan. Peneliti memilih Responden yang

dianggap sesuai dengan kriteria masalah yang sedang dibahas.

Responden yang dipilih adalah orang yang mempunyai

keterkaitan dengan pokok masalah yaitu Penyidik Polres Kota

Malang yang menangani proses diversi.

a. Populasi : Anggota Kepolisian yang bertugas di

Kepolisian Resort Kota Malang.

b. Sampel : Unit Reskrim Kepolisian Resort Kota

Malang.

c. Responden : Kanit II Pelayanan Perempuan dan Anak

(14)

14

Penyidik Pembantu Kanit II PPA

Kepolisian Resort Kota Malang.

5. Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian maka akan

dilakukan analisa data deskriptif kualitatif, artinya uraian yang penulis

lakukan terhadap data yang terkumpul tidak menggunakan angka-angka dan

tidak diadakan pengukuran, sehingga data yang diperoleh adalah data yang

bersifat deskriptif.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara

berurutan, mulai dari Bab I sampai dengan Bab IV, secara garis besar dapat

diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan

masalah, tujuan dari penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka

teori, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan teori-teori hukum yang dapat mendukung

peneliti dalam membahas rumusan masalah terkait dengan pelaksanaan diversi

dalam penyelesaian tindak pidana anak.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian berdasarkan masalah yang telah di

rumuskan dari obyek penelitian yang kemudian juga akan dilakukan analisa

(15)

15 BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari pada hasil penelitian serta

saran-saran yang perlu disampaikan terkait dengan masalah yang diangkat sebagai

(16)

i

PENULISAN HUKUM

STUDI TENTANG PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK MELALUI

PROSES MEDIASI

( Di Kepolisian Resort Kota Malang)

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan

dalam bidang Ilmu Hukum

Oleh :

Romida Retno Wulan

201110110311195

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS HUKUM

(17)
(18)
(19)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan

petunjuk kepada umat Islam dari jaman kebodohan menuju jaman yang penuh

dengan Ilmu melalui ajaran Agama Islam, sehingga penulis dapat menyelesaiakan

Tugas Akhir Penulisan Hukum atau Skripsi sebagai persyaratan guna memperoleh

gelar Sarjana Hukum dengan judul “STUDI TENTANG PENYELESAIAN

TINDAK PIDANA ANAK MELALUI PROSES MEDIASI (Studi di Polresta

Malang)”.

Selama proses penyusunan Tugas Akhir ini, penulis selalu diiringi doa,

dukungan dan semangat dari segenap pihak, oleh karena itu dengan segala

kerendahan hati perkenankanlah penulis menghaturkan ucapan terimakasih

kepada :

1. Orangtua yang Tercinta, Bapakku Suwarto Saffar, S.Kep.,Ns dan

Ibukku Aisah, yang menjadi orangtua yang sangat luar biasa hebatnya,

memberikan segala yang terbaik untuk anak-anaknya. Terimakasih atas

kasih sayang, nasihat, motivasi, bimbingan, semangat, dukungan,

dorongan moriil dan materiil serta tidak ketinggalan doa tulus dan

pengorbanan untuk kami. Terimakasih segala apa yang diberikan untuk

(20)

v

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yaitu Dr.

Sulardi, S.H.,M.Si, terimakasih atas arahan, bantuan dan motivasinya

kepada penulis.

3. Dr. Tongat, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I sekaligus

Pembantu Dekan I, terimakasih atas waktu dan segala bimbingan yang

telah diberikan kepada Penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

4. Sidik Sunaryo, S.H.,M.Si.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II,

terimakasih waktu yang telah diberikan, bimbingan dan dukungan

untuk cepat segera menyelesaikan, segala bantuan yang diberikan

selama penulisan Tugas Akhir ini.

5. Wali Kelas dan seluruh Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang, serta segenap civitas akademika Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

6. Tetehku tersayang Sigma Waristama, S.Kep.Ns, terimakasih atas kasih

sayang, motivasi, semangat, dukungan serta doa tulus dan terimakasih

setia mendengar segala ceritaku.

7. Danu Surya Abdi Pratama, terimakasih atas cinta dan kasih sayang,

semangat, serta doa. Tidak lupa pula kepada Keluarga, terimakasih

semangat dan doanya untuk penulis.

8. Para sahabat yang sama-sama berjuang di Malang, Nurul Fitria, Putri

Ika Kusuma Wardani dan Salwa Febi Maharani, terimakasih saling

(21)

vi

9. Teman-teman seperjuangan kelas E angkatan tahun 2011 Fakultas

Hukum UMM. Vergie, Wulan, Dina, Devi, Dilla, Citra, Cuwi, Sari dll.

10. Keluarga kos Al-kautsar 1A. Bapak Ibuk kos, Tika teman sekamar

adek-adek kos Vikka dll.

11. Kepolisian Resort Kota Malang, Bapak Sunardi Riono selaku Kabag

Ops dan Unit II PPA Bapak Bambang Heryanta, Bapak Himawan dll.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Allah

SWT dan penulis pun menyadari penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari

berbagai kekurangan. Demikian juga penulis berharap semoga apa yang telah

penulis sajikan dalam Tugas Akhir ini dapat diambil manfaatnya demi

pengembangan ilmu pengetahuan. Mohon maaf atas segala kekurangan dan

penulis haturkan terimakasih.

Malang, 01 Mei 2015

(22)

vii

DAFTAR ISI

Lembar Cover/Sampul Dalam...i

Lembar Pengesahan ...ii

Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiasi ...iv

Motto dan Persembahan ...v

Abstraksi ...vi

Abstract ...vii

Kata Pengantar ...viii

Daftar Isi...xi

Daftar Bagan ...xiii

Daftar Lampiran ...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ...1

2. Permasalahan...9

3. Tujuan Penelitian ...10

4. Manfaat Penelitian ...10

5. Kegunaan Penelitian...10

6. Metode Penelitian...11

7. Sistematika Penulisan ...15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Penyelesaian Tindak Pidana ...17

A.1 Penyelesaian Melalui Jalur Penal ...18

A.2 Penyelesaian Melalui Jalur Non Penal ...24

A.2.a Penyelesaian Jalur Non Penal Melalui Diversi...26

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana Anak ...34

B.1 Pengertian Tindak Pidana ...34

B.2 Pengertian Anak ...36

B.3 Pengertian Tindak Pidana Anak ...38

C. Tinjauan Umum Mediasi...40

C.1 Pengertian Mediasi ...40

(23)

viii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...51

B. Kriteria Pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan hukum dalam Pelaksanaan Diversi pada Penyelesaian Tindak Pidana Anak ...57

C. Mekanisme Pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan hukum dalam Pelaksanaan Diversi pada Penyelesaian Tindak Pidana Anak ...65

D. Legalitas Pengakuan oleh Anak yang Berkonflik dengan hukum dalam Pelaksanaan Diversi pada Penyelesaian Tindak Pidana Anak ...76

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ...82

B. Saran ...86

DAFTAR PUSTAKA ...88

(24)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Tugas Penulisan Hukum.

Lampiran 2. Berita Acara Seminar Proposal Tugas Akhir.

Lampiran 3. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Tugas Akhir.

Lampiran 4. Kartu Kendali Bimbingan Tugas Akhir.

Lampiran 5. Surat Observasi/Mencari Data.

(25)

x

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum (catatan pembahasan UU sistem peradilan anak (UU-SPPA). Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

Marlina. 2012. Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung. Penerbit Refika Aditama.

R. Soeroso. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

Yunahar Ilyas. 2009. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta. Penerbit Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam (LPPI).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. 2005. Bertaubatlah (Konsep Taubat dan Istighfar Menurut Pandangan Ulama Salaf). Solo. Penerbit Al-Qowam.

Yusuf Al-Qardhawy.1999. Taubat. Jakarta. Penerbit Pustaka Al-Kautsar.

Ali Mir Khalaf Zadeh. 2007. Kisah-kisah Orang Bertaubat. Jakarta. Penerbit Qorina.

Soerjono Soekanto. 2012. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Penerbit Alumni.

Barda Nawawi Arief. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana

(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru). Jakarta.Penerbit

Kencana.

Leden Marpaung. 1992. Proses Penangan Perkara Pidana “(Penyidikan dan Penyelidikan). Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

Setya Wahyudi. 2011. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Yogyakarta. Penerbit Genta Publishing.

M. Marwan dan Jimmy P. 2009. Kamus Hukum (Dictionary of Law Complete Edition). Penerbit Gama Press.

Tongat. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif

Pembaharuan. Malang. Penerbit UMM Press.

(26)

xi

Wagiati Soetodjo. 2010. Hukum Pidana Anak. Bandung. Penerbit Refika Aditama.

Abdul Manan. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama. Jakarta. Penerbit Kencana.

Rachmad Syafaat. 2006. Advokasi dan Pilihan Penyelesaian Sengketa, Latar Belakang, Konsep, Implementasinya. Malang. Penerbit Agritek YPN Malang.

Yahya Harahap. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Edisi 2. Cetakan 13. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

SKRIPSI :

Arifin rada. 2011. Mediasi penal dalam penyelesaian TP pada konflik horizontal di Kepulauan Kei melalui mekanisme SDOV (perundingan). Universitas Brawijaya Malang.

JURNAL :

Yunan Prasetyo Kurniawan. 2010. Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dengan Pendekatan Restorative Justice Di Indonesia. Malang. Themis Volume 4 No. 1. Universitas Muhammadiyah Malang.

INTERNET :

Achmad Ratomi. Prosedur Pelaksanaan Diversi Pada Tahap Penyidikan dalam

Penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak. http://

hukum.ub.ac.id, diakses tanggal 15 Desember 2014 pukul 19.00 wib.

Dewi. Restorative Justice, Diversionary Schemes and Special Children’s Courts

In Indonesia. http://www.kemlu.go.id. Diakses 16 Desember 2014, pukul 10.00 wib

Naely Nasikhah Faoziah.2014. Penyelesaian Non-Penal Dalam Penyelesaian Kecelakaan Lalu Lintas. http://digilib.uin-suka.ac.id, diakses tanggal 05 Februari 2015 pukul 14.00 wib.

(27)

xii

I Made Agus Mahendra Iswara. 2013. Mediasi Penal Penerapan Nilai-Nilai

Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali.

http://lib.ui.ac.id. Hal. 48.diakses tanggal 11 Januari 2015 pukul 13.00 wib

Liliana Tedjosaputro dan Krismiyarsi. 2012. Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Melalui Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana KDRT. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No. 1 Mei 2012. Hal 59. http://journal.ui.ac.id, diakses tanggal 29 Januari 2015 pukul 14.00 wib.

Siapa Bilang Kasus Pidana Tak Bisa Dimediasi. http://www.hukumonline.com,

diakses tanggal 29 Januari 2015 pukul 15.00 wib.

Zusan Cicilia. Mediasi Penal : Penyelesaian Perkara Pidana di Luar Pengadilan. http://academia.edu, diakses tanggal 29 Januari 2015 pukul 16.00 wib.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Alternative Sengketa

Referensi

Dokumen terkait

komprehensif yang dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas. dan perencanaan

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel minuman probiotik whey keju dengan 5% sari tomat pada saat setelah fermentasi selesai

Dalam setiap Rangkaian tradisi thugun mandi terdapat isi pesan didalamnya mulai dari Pemasangan gelang (Jimek) pada bayi yang berisikan sebagai perlindungan untuk

Lari 100 meter dengan waktu yang sangat singkat membutuhkan kekuatan bukan hanya dari kekuatan otot tungkai tetapi hampir semua anggota tubuh termasuk otot

Ada perubahan konstruksi dari gabungan verba + nomina dalam bahasa Inggris menjadi satu kata verba yaitu refined.. (b) Kata majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk

Keluarga pada dasarnya salah satu unsur penting dalam kehidupan kita karena keluarga merupakan pokok dari kehidupan kita dimana seorang keluarga mampu membuat diri

Berat rata-rata udang yang diperoleh dari kelima petak tersebut, tidak jauh berbeda dengan Tahe dan Makmur (2016), pada penelitiannya pengaruh padat penebaran terhadap