• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Baht

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Baht"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAN THAILAND TERHADAP NILAI TUKAR

RUPIAH ATAS BAHT

SKRIPSI

Oleh Yudi Prasetyo

09610329

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

ii

PENGARUH SELISIH INFLASI

INDONESIA DAN THAILAND TERHADAP NILAI TUKAR

RUPIAH ATAS BAHT

Oleh Yudi Prasetyo

09610329

Diterima dan setujui pada tanggal ..../…/ 2013

pembimbing:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Wiyono, M. M. Drs. Warsono, M. M. Mengetahui:

Dekan Ketua Program Studi Manajemen

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada allah, atas rahmat dan berkahnya skripsi dengan judul “Pengaruh Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Baht” studi kurs tengah bulanan Rp/BHT dan selisih inflasi bulanan Indonesia dan Thailand 31/01/2005-30/12/2011 alhamdulillah terselesaikan.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh selisish inflasi Indonesia dan Thailand terhadap nilai tukar Rupiah atas Baht.

Suka duka dan segala hambatan yang dialami dalam menyelesaikan skripsi ini dilalui dengan mengucap bismillah untuk mengharap ridha Allah dan sebagai persembahan bagi orang tua tercinta. Penulis dalam hal ini ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Aniek Rumijati. M.M sebagai ketua program studi manajemen universitas muhammadiyah malang.

2. Drs. Wiyono, M.M sebagai pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Drs. Warsono, M.M sebagai pembimbing dua yang telah memberikan

bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(4)

iv

5. Seluruh rekan-rekan kosentrasi keuangan angkatan 2009, terimakasih atas kerjasama, kekompakan serta rasa kekeluargaan yang telah dibangun selama ini, dalam menempuh dan menyelesaikan program S1.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sangatjauh dari sempurna, karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ahirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi masa depan penulis dan seluruh pihak yang dapat memanfaatkan skripsi ini untuk kepentingan akademik dalam bidang manajemen keuangan.

Malang, 2 Pebruari 2013

Penulis

(5)

v

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 5

II. TUJUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 6

A. Landasan Penelitian Terdahulu ... 6

B. Landasan Teori ... 6

C. Kerangka Pikir... 24

D. Hipotesis ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Definisi Oprasional Variabel ... 26

C. Jenis dan Sumber Data ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

(6)

vi

Halaman

IV. HASIL PENELITIAN ... 31

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 31

B. Analisis Data ... 40

C. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ilustrasi Pritas Daya Beli ... 18

Gambar 2.2 Ilustrasi Disparitas Daya Beli ... 19

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian... 26

Gambar 3.1 Daerah penerimaan dan penolakan Ho... 31

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Kurs Transaksi Rupiah Terhadap Baht Thailand ... 51

Lampiran 2 Data Inflasi Indonesia dan Thailand ... 54

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Kurs Tengah Dan Selisih Inflasi ... 57

(10)

x

ABSTRAK

Judul: “Pengaruh Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Baht”.

(Yudi Prasetyo, Drs. Wiyono, M.M, Drs. Warsono, M.M)

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh selisih inflasi Indonesia Dan Thailand terhadap nilai tukar rupiah atas baht. Sempel dalam penelitian ini adalah kurs tukar Rp/TBH dan selisih inflasi Indonesia dan Thailand dari tahun 2005-2011.Alat analisis yang digunakan adalah regresi sederhana dan koefisien determinasi. Tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui pengaruh selisih inflasi terhadap nilai tukar yaitu dengan melakukan uji t. Hasil analisis menunjukkan bahwa selisih inflasi Indonesia dan Thailand tidak berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah atas baht, ditunjukan oleh hasil uji t yang menunjukkan variabel selisih inflasi tidak berpengaruh terhadap nilai tukar Rp/TBH.

(11)

xi ABSTRACT

Title: "The Influence of Difference Against Inflation in Indonesia and Thailand Rupiah against the Baht".

(Yudi Prasetyo, Drs. Wiyono, MM, Drs. Warsono, MM)

The research objective was to determine the effect of the difference in inflation in Indonesia and Thailand against the baht exchange rate. Sempel in this study is the exchange rate of USD / TBH and the difference between inflation in Indonesia and Thailand from the year 2005-2011.The analysis tools are simple regression coefficient of determination. These benchmarks are used to determine the effect of inflation on the exchange rate difference is by t test.The analysis showed that the difference in inflation in Indonesia and Thailand did not affect the value of the baht exchange rate, indicated by the t test results that show the difference in the inflation variable does not affect the exchange rate of USD / TBH.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Algifari,2009,Analisis Regresi,Edisi ke dua,BPFE,Yogyakarta

Budi Santoso,A,2008,Kemampuan Inflasi Pada Model Purchasing Power Parity Dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika,Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.15, no. 1. 39-53. Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang

Chatib Basri.M,1997, Purchasing Power Parity dalam Jangka Panjang :Studi Kasus Indonesia dan Austrlia, Jurnal Bisnis dan Politik, Vol.1:40-50 Duwi Eka Wahyuni,2009,Pengaruh Inflasi Terhadap Kurs Rupiah, Skripsi Pada

Fakultas Ekonomi: Universitas Muhammadiyah Malang

Josephine Wuri,2001,Analisis Penentuan Kurs Valuta Asing di Indonesia: Pendekatan Koreksi Kesalahan dan Stock Penyangga Masa Depan,

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.6 No.I,FE UII, Yogyakarta

Kuncoro,Mudrajat,1996,Metode Riset dan Ekonomia,Edisi ke Empat,Jakarta: Erlangga

Kuncoro,Mudrajat,2001,Manajemen Keuangan Internasional,Edisi Ke dua,BPFE Yogyakarta

Madura,Jeff,2000,Manajeman Keuangan Internasional;Jilid 1, Erlangga,Jakarta Purwanto Suharyadi S.K,2004,Statitiska Untuk Ekonomi dan Keuangan Moderen

Buku Dua ,Salemba Empat Jakarta

Triyono,2008, Analisis Perubahan Kurs Tukar Terhadap Dollar Amerika,Jurnal Ekonomi Pembangunan,Vol.9 No.2:156-167

Yuni Kusumatuti.s,2004,Penentuan Nilai Tukar:Pengujian Purchasing Power Parity,Jurnal Kinerja, Vol.8 No.1:43-55

Zhenhui.Xu,2003,Purchasing Power Parity,Price Indices,and Exchange Rate Forcasts.jurnal of international money and finance 22 (2003) 105-130. School Of Business,CBX14,Georgia College and State University,Milledgeville,GA 31061,USA

http://www.bi.go.id

(13)

http;//portaltataruang.wordpress.com http;//www.setneg.go.id

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya kebutuhan manusia itu berkaitan dengan kelangsungan hidup dan kepuasan yang diinginkan. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas mendorong manusia untuk menciptakan barang dan jasa sebagai alat pemenuhan kebutuhan, untuk menghasilkan barang dan jasa, diperlukan perusahaan pemproduksi, dan usaha produksi memerlukan sumber daya produksi. Sumber daya-sumber daya tersebut terdiri dari sumber-sumber alam, tanah, air, hutan, bahan-bahan tambang, dan sebagainya, sumber daya manusia seperti, pengusaha, modal, dan segala macam alat buatan manusia yang membantu dalam proses produksi.

(15)

2

Perdagangan internasional dilakukan semua negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara dapat diibaratkan manusia, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Begitu juga dengan negara, tidak ada negara yang bisa bertahan tanpa kerja sama dengan negara lain. perdagangan internasional sering mendapatkan permasalahan, salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah permasalahan nilai tukar, karena perdagangan internasional dilakukan antar negara maka dalam proses transaksi pembayaran harus mengunakan mata uang di negara lain dan nilai tukar mata uang suatu negara tersebut selalu berubah. Permasalahan ini terkadang bisa merugikan dalam perdagangan internasional.

Nilai tukar ( exchange rate ) akan terus berubah, perubahan nilai mata uang biasanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran uang tersebut, jika permintaan sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang lainnya, dan sebaliknya jika permintaan mata uang itu rendah, maka harga akan melemah terhadap mata uang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai tukar salah satunya yaitu laju inflasi, laju inflasi dapat mempengaruhi kurs tukar mata uang karena perbedaan tingkat harga di beberapa Negara yang berakibat menimbukan perubahan aktivitas perdagangan internasional, hal ini yang selanjutnya dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta, sehingga menimbulkan terjadinya perubahan nilai tukar.

(16)

3

sebagian perusahaan yang melakukan transaksi valuta asing mengalami kerugian apabila tidak bisa mengelola dengan baik. Inflasi dapat dikelola salah satunya dengan mengetahui seberapa besar pengaruh inflasi terhadap nilai tukar.

Penelitian ini akan menghitung seberapa berpengaruh selisish inflasi Indonesia dan Thailand terhadap nilai tukar, bila kita melihat krisis nilai tukar tahun 1998 di Indonesia salah satunya disebapkan dari berawalnya krisis di Thailand, tentunya semua negara tidak menginginkan terulang kembali krisis tersebut, dan bila dilihat dari data inflasi tahunan kedua negara terdapat selisih inflasi yang cukup besar. Tabel 1.1 menunjukkan selisih inflasi tahunan dari negara Indonesia dan Thailand yang cukup tinggi.

Tabel 1.1 Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand

Tahun Inflasi Indonesia Inflasi Thailand Selisih inflasi

2005 17,11 % 5,80 % 11,31 %

(17)

4

cukup besar dari kedua negara dikawatirkan akan mempengaruhi nilai tukar Rp/TBH.

Thailand merupakan salah satu mitra dagang Indonesia, tercatat pada bulan januari-juli 2011 ekspor non migas Indonesia ke Thailand sebesar 3.452,6, juta US $, dari jumlah ekspor ke Thailand dan selisih inflasi kedua Negara yang cukup besar diperlukan penelitian untuk mengetahui seberapa pengaruh selisih inflasi terhadap nilai tukar Rupiah atas Baht Thailand, berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul

Pengaruh Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Baht”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah selisih inflasi Indonesia dan Thailand berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah atas Baht Thailand?”

C. Pembatasan Masalah

(18)

5

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh selisih inflasi Indonesia dan Thailand terhadap kurs tukar Rupiah atas Baht Thailand.

2. Kegunaan Penelitian a. Bagi investor

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para investor dalam menilai pengaruh inflasi dikedua negara terhadap perubahan nilai tukar mata uang, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam pengambilan keputuasan berinvestasi pada valuta asing. b. Bagi Penelitian Selanjutnya

(19)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Wahyuni (2009), tahun penelitian yang digunakan yaitu tahun 2004-2007. Obyek yang diteliti adalah variabel terikat kurs rupiah dan variabel bebas inflasi domestik, adapun perbandingan kurs dilakukan pada mata uang Dollar Amerika, yen Jepang, dan mata uang euro. Kesimpulan dari penelitaian tersebut yaitu, selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap kurs Rp/$, sebaliknya kurs Rp/€ dan, Rp/¥, tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap kurs Rp/€ dan Rp/¥.

B. Tinjauan Teori

1. Teori Nilai Tukar

Madura (2000:89) Nilai tukar ekuilibrium akan berubah sepanjang waktu seiring dengan perubahan permintaan dan penwaran. Sebelum memahami teori nilai tukar, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perubahan nilai tukar. Madura (2000:89-94) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang adalah:

(20)

7

Perubahan laju inflasi dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, karena mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta, dan dengan demikian mempengeruhi nilai tukar.

b. Suku Bunga Relatif

Perubahan suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam sekuritas-sekuritas asing, yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing, dan nilai tukar.

c. Tingkat Pendapatan Relatif

Faktor pendapatan relatif, asumsikan suatu negara mengalami kenaikan pendapatan nasional, dari peningkatan pendapatan tersebut akan mengakibatkan permintaan produk dari dalam dan luar negeri meningkat, yang akibatnya dapat mempengaruhi nilai tukar.

d. Kontrol Pemerintah

Faktor selanjutnya kontrol pemerintah. Pemerintah negara-negara asing dapat mempengaruhi nilai tukar ekluibrium dengan berbagai cara, diantaranya melalui hambatan jual beli valuta asing, hambatan perdagangan, intervensi pembelian dan penjualan dalam pasar valas, dan pengubahan variabe-variabel makro seperti inflasi,suku bunga, dan tingkat pendapatan nasional.

(21)

8

Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi akan nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas berreaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak kedepanya.

f. Interaksi Antarfaktor

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perdagangan dan faktor-faktor keuangan kadang-kadang saling berinteraksi. Sebagai contoh, peningkatan tingkat GNP kadang-kadang memunculkan ekspektasi akan meningkatnya suku bunga. Jadi, walaupun kenaikan tingkat GNP bisa menaikan impor, secara langsung juga akan menarik lebih banyak modal masuk dengan mengasumsikan suku bunga meningkat. karenanya tingkat GNP seringkali diharapkan menaikan valuta lokal.

faktor-faktor tersebut cukup erat kaitanya dalam perubahan nilai tukar, namun ada teori-teori yang sering digunakan dalam perubahan nilai tukar.

(22)

9

Pertama adalah teori paritas suku bunga (IRP) memiliki variabel kunci, premium (diskon) kurs forward, selisih suku bunga, asumsi IRP yaitu kurs forward suatu valuta lain akan mengandung premium (atau diskon) sesuai selisih suku bunga antara dua negara. Karenanya,

convered interest arbitrage tidak akan memberikan pengembalian yang lebih baik dari pada pengembalian domestik.

Asumsi paritas suku bunga:

P =

1

F = S (1+ p) Keterangan: P = diskon forward

= suku bunga dalam negeri

= suku bunga deposito luar negeri

S = kurs spot

F = kurs forward

(23)

10

Asumsi paritas daya beli:

=

1

Keterangan:

= presentase perubahan valuta asing

= inflasi dalam negeri

= inflasi luar negeri

Ketiga adalah dampak frisher internasional (IFE) variabel-variabel kunci presentase perubahan kurs spot dari suatu valuta dalam hubunganya dengan valuta lain akan berubah sesuai dengan selisih suku bunga antara dua bunga. Konsekuensinya, dari perpektif investor domestik asal, pengembalian dari sekuritas-sekuritas pasar uang luar negeri secara rata-rata tidak akan lebih baik dibanding pengembalian dari sekuritas-sekuritas pasar uang domestik.

=

1

Keterangan:

= presentase perubahan valuta asing yang mendominasi sekuritas

= suku bunga dalam negeri

(24)

11

2. Teori Purchasing Power Parity

Teori Paritas Daya Beli (purchasing power parity-PPP) diperkenalkan oleh Gustav Cassel pada tahun 1918, yang menjelaskan hubungan antara harga komoditi dalam mata uang domestik (lokal) dengan dengan nilai tukar. Teori ini menyatakan bahwa nilai tukar akan meyesuaikan diri dariwaktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara, akibat adanya daya beli konsumen untuk membeli produk domestik akansama dengan daya beli untuk membeli produk luar negeri (Madura,2000:208).

Kuncoro (2001:194) asumsi utama yang mendasari teori PPP adalah bahwa pasar komoditi merupakan pasar yang efisien dilihat dari alokasi, operasional, penentuan harga, dan informasi. Secara implisit berarti semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional tanpa dikenai biaya transportasi sama sekali, tidak ada bea masuk, kuouta, atau pun hambatan lain dalam perdagangan internasional. barang luar negeri dan barang domestik adalah homogen secara sempurna untuk masing-masing barang dan adanya kesamaan indeks harga yang digunakan untuk menghitung daya beli mata uang asing dan domestik.

(25)

12

cendrung sama di kedua negara tersebut. Bila kedua pasar tersebut adalah dua negara yang berbeda, harga produk atau jasa tersebut biasanya dinyatakan dalam mata uang yang berbeda, namun harga produk atau jasa masih tetap sama. Perbandingan harganya hanya memerlukan suatu konversi mata uang ke mata uang lain.

Teori PPP dibedakan benjadi dua, yaitu bentuk Absolut dan bentuk

Relatif. Teori PPP Absolut menyatakan bahwa harga dari dua produk homogen di negara-negara yang berbeda akan sama jika diukur dalam valuta yang sama. Jika terdapat perbedaan harga setelah diukur memakai valuta yang sama, akan terjadi perubahan permintaan sehingga harga yang satu akan mendekati harga yang lain (Madura,2000:208).

Sementara itu, teori PPP Relative menyatakan bahwa laju perubahan indeks harga di dua negara akan hampir sama, sepanjang biaya transportasi dan hambatan-hambatan perdagangan tidak berubah (Madura,2000:209).

Kuncoro (2001:195) teori purchasing power parity versi absolut mengatakan bahwa kurs valas dinyatakan dalam nilai harga di dua negara:

Keterangan:

= kurs spot priode t

(26)

13

dengan kata lain, purchasing power parity absolut menerangkan bahwa kurs spot ditentukan oleh harga relatif dari sejumlah barang yang sama.

Sementara itu, purchasing power parity relatif mengatakan bahwa persentase perubahan kurs nominal akan sama dengan perbedaan inflasi di antara kedua negara. Dinyatakan dalam konteks mendatang (ex anteterms), harapan perubahan kurs valas sama dengan harapan perbedaan inflasi, adapun persamaannya adalah:

keterangan:

= harapan perubahan kurs spot

= harapan perubahan inflasi domestik

= harapan perubahan inflasi luar negeri

3. Latar Belakang Pemikiran Teori Purchasing Power Parity

(27)

14

Pemindahan konsumen dari AS ke Inggris akan terus terjadi sampai nilai pound mengalami apresiasi sampai ketingkat dimana harga yang dibayarkan untuk produk-produk Inggris oleh konsumen AS tidak lebih rendah daripada harga produk-produk yang sebanding yang dibuat di AS, dan harga yang dibayarkan oleh konsumen Inggris untuk produk-produk AS lebih tinggi daripada harga yang dibayarkan untuk produk-produk yang sama yang dibuat di Inggris. Besarnya apresiasi pound yang dibutuhkan untuk mencapai ekuilibrium baru ini adalah 4%, seperti yang akan dijlaskan berikut ini.

Asumsikan bahwa inflasi Inggris 5% dan apresiasi pound 4%, konsumen AS akan membayar 9% lebih tinggi untuk produk-produk Inggris dibanding sebelumnya. Ini sama dengan inflasi AS yang sebesar 9%. Misal pound hanya mengalami apresiasi 1%. Dalam hal ini, dimata konsumen AS, kenaikan harga barang-barang Inggris sekitar 6%, yang lebih rendah dari kenaikan harga barang-barang AS sekitar 9%. Jadi, kita memperkirakan konsumen AS akan terus mengalihkan konsumsi mereka ke produk-produk Inggris. purchasing power parity mengimplikasikan bahwa naiknya konsumsi AS akan produk-produk Inggris akan terus berlanjut sampai pound mengalami apresiasi sebesar 4%. Setiap tingkat apresiasi di bawah 4% berati bahwa produk-produk Inggris masih lebih menarik daripada produk-produk AS dari perspektif konsumen.

(28)

15

terus mengurangi impor dari AS sampai pound berapresiasi cukup tinggi sampai barang-barang AS tidak lebih mahal dari barang-barang yang sama yang ada di Inggris. Setelah apresiasi pound mencapai 4%, harga-harga di AS akan sama dengan harga-harga-harga-harga di Inggris dari perspektif konsumen Inggris. Lebih jelasnya, dari mata konsumen inggris, harga-harga produk dari AS pada akhirnya hanya naik 5%.

4. Grafik Purchasing Power Parity

Dengan mengunakan teori PPP, kita dapat menilai dampak potensial dari inflasi atas nilai tukar. Gambar 1 merupakan salah satu bentuk grafis dari teori PPP. titik-titik yang terdapat pada gambar tersebut menyiratkan bahwa, jika diketahui selisih inflasi antara negara asal dengan negara asing katakanlah x persen, maka nilai valuta asing yang dimaksud juga harus berubah x persen, garis diagonal yang menghubungkan semua titik ini dinamakan dengan garis purchasing power parity.

Titk A mewakili contoh dimana laju inflasi AS dan Inggris masing-masing diasumsikan 9% dan 5%, sehingga , seperti yang digambarkan oleh titik A. Titik B mencerminkan contoh dimana laju inflasi AS dan prancis diasumsikan masing masing 1% dan 6%, sehingga

(29)

16

maka titik-aktual akan berada pada atau dekat dengan garis PPP yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Garis PPP

4 A

%∆ kurs spot valas

-4 -2 2 4 -4

B

Gambar 2.1. Ilustrasi Pritas Daya Beli

Gambar 2.1 mengidentifikasi area disparitas daya beli. Asumsikan bahwa pada awalnya nilai tukar berada dalam ekluibrium, kemudian terjadi inflasi dengan laju yang berbeda di dua negara. Jika kedua nilai tukar tidak berubah seperti yang dinyatakan teori PPP, maka muncul disparitas atau ketidaksamaan dalam daya beli atas produk-produk dari negara asal dengan produk-produk negara lain.

(30)

17

produk-produk negara asing tersebut menjadi lebih baikrelatif terhadap daya beli mereka atas produk-produkdomestik. Teori PPP menyatakan bahwa dispritas daya beli semacam itu hanya muncul dalam jangka pendek. Dengan berlalunya waktu, seiring konsumen negara asal mengambil keuntungan reltif murahnya produk-produk luar negeri, kenaikan nilai valuta asing yang dimaksud akan menyebabkan titik C bergerak mendekati garis PPP, dapat dilihat pada gambar 2.2.

meningkatnya daya belia C Garis PPP

atas produk asing 3

%∆ kurs spot valas

-3 -2 1 3

D -3

Menurunya daya beli atas produk asing

Gambar 2.2. Ilustrasi Disparitas Daya Beli

(31)

18

Tetapi valuta asing yang dimaksud hanya mengalami deperesiasi 2%. Sekali lagi, muncul disparitas daya beli. Daya beli atas produk-produk asing telah menjadi lebih buruk daripada daya beli atas produk-produk dalam negeri.

Teori PPP menyatakan bahwa valuta asing dalam kasus ini harus mengalami depresiasi 3% agar selisish inflasi sepenuhnya ditutupi, karena valuta asing yang dimaksud tidak melemak sampai sejauh ini, konsumen negara asal akan mengurangi pembelian produk-produk negara asing, yang menyebabkan valuta asing melemah sampai sejauh yang diindikasikan oleh teori PP, dan titik D akan bergerak mendekati garis PPP. semua titik di sebelah kanan garis PPP mewakili daya beli yang lebih baik atas produk domestik daripada atas produk-produk asing.

5. Derivasi Purchasing Power Parity

Madura (2000:209) diasumsikan bahwa indeks harga domestik (h)

(32)

19

Teori PPP menyiratkan bahwa nilai tukar tidak akan tetap konstan, tetapi akan menyesuaikan diri untuk mempertahankan purchasing power parity. Apabila inflasi terjadi dan nilai tukar antara valuta lokal dengan valuta asing berubah, maka indeks harga luar negeri dari perspektif konsumen domestik menjadi :

( 1 + ) ( 1 + )

Dimana mewakili persentase perubahan nilai valuta asing yang bersangkutan. Menurut teori purchasing power parity, persentase perubahan nilai valuta asing harus berubah untuk mempertahankan paritas dalam indkes harga yang baru dari kedua negara, dengan demikian dalam kondisi PPP sebagai berikut :

( 1 + ) ( 1 + ) = ( 1 + ) sama di kedua negara), maka:

=

-

1

(33)

20

mengalami apresiasi terhadap valuta domestik pada saat inflasi domestik melebihi inflasi luar negeri. Sebaliknya bila nilai < , maka nilai akan negatif dan berarti nilai valuta asing mengalami depresiasi pada saat inflasi inflasi domestik lebih rendah dibandingkan dengan inflasi luar negeri (Madura,2000:2010).

6. Hubungan Inflasi dan Kurs Mata Uang

Pada dasarnya, nilai tukar mata uang suatu negara dapat mengambarkan kondisi inflasi di negara tersebut, negara yang memiliki tingkat inflasi tinggi cendrung akan mengalami penurunan nilai mata uang atau depresiasi atas mata uang negara-negara lain, dan sebaliknya bila negara tersebut memiliki laju inflasi yang rendah, akan menyebabkan nilai mata uang negaranya cendrung meningkat atau apresiasi terhadap nilai mata uang negara-negara lain seperti mata uang Indonesia dan Thailand.

Apabila inflasi di Indonesia lebih tinggi dari pada Thailand maka, nilai mata uang Indonesia akan mengalami depresiasi dari nilai mata uang Thailand, yang tentunya akan memicu permintaan impor barang dari negara lain seperti Thailand, dan konsumsi atas produk domestik akan menurun karena harga atas barang yang lebih mahal.

(34)

21

menyatakan bahwa harga dari sejumlah produk yang sama di kedua negara yang berbeda akan setara jika diukur dengan mata uang yang sama, jika berbeda harga yang diukur pada mata uang yang sama, permintaan akan berubah sehingga kedua negara tersebut akan menyesuaikan menjadi setara dengan syarat tidak ada hambatan internasional.

7. Model Pengujian Purchasing Power Parity

Pengujian teori purchasing power parity diantaranya dapat dilakukan dengan beberapa cara, Madura (2000:218) Pengujian dapat dilakukan dengan pengujian statistik yang agak sederhana. Purchasing power parity dapat dikembangkan dengan mengaplikasikan analisis regresi terhadap kurs dan selisish inflasi historis. Sebagai ilustrasi mari kita berfokus pada salah satu kurs tertentu. Presentase perubahan kuartalan dalam nilai valuta asing ( ) dapat diregresikan terhadap selisih laju inflasi yang terdapat pada awal kuartal, seperti yang digambarkan berikut ini.

= +

1 ] + µ

dimana adalah konstan, adalah koefisien slope, dan µ adalah error term.

(35)

22

masing adalah 0 dan 1,0. Koefisien-koifisien ini mengimplikasikan bahwa untuk selisih inflasi tertentu, secara rata-rata, muncul presentase perubahan nilai tukar dengan besar yang setara. Uji –t yang tepat bagi koefisien regresi memerlukan perbandingan dengan nilai hipotesa, dan dibagi dengan setandart error dari koefisien yaitu:

uji untuk = 0

t =

uji untuk

t =

tabel t kemudian akan digunakan untuk mencari nilai-t kritis. Jika salah satu uji-t menemukan bahwa nilai koefisien berbeda signifikan dari apa yang diharapkan, maka hubungan antara selisih inflasi dengan nilai tukar berbeda dengan apa yang dinyatakan teori PPP.

(36)

23

nilai tukar riil tidak berubah. Besarnya depresiasi valuta tersebut ditutupi oleh rendahnya kenaikan harga produk-produk luar negeri.

Jika nilai tukar riil selalu berusaha mendekati ke suatu nailai rata-rata setiap saat, hal menyiratkan bahwa nilai tukar riil tersebut konstan dalam jangka panjang, dan setiap penyimpangan dari rata-rata tersebut hanya bersifat temporer. Sebaliknya, jika nilai tukar riil bergerak acak, ini menyiratkan bahwa nilai tukar tersebut bergerak tanpa pola yang bisa diramalkan, yaitu nilai tukar riil tersebut cendrung berusaha tidak mendekat ke suatu nilai rata-rata, dan karenanya tidak bisa dipandang konstan dalam jangka panjang, dalam kondisi ini konsep paritas daya beli tidak absah karena pergerakan nilai tukar riil tampaknya lebih dari sekedar penyimpangan temporer dari nilai ekuilibriumnya.

8. Kelemahan Doktrin Purchasing Power Parity

(37)

24

domestik. Pengalihan ini mempengaruhi nilai tukar, asumsi tersebut bisa terjadi apabila tidak adanya produk subtitusi dipasar domestik.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini mengambarkan pengaruh selisih inflasi Indonesia dan Thailand terhadap kurs Rp/BHT, Untuk mengujinya mengunakan analisis regresi sederhana dari hasil analisa pengaruh tersebut dapat diketahui kebenaran teori purchasing power parity yang menyatakan bahwa selisih inflasi antara kedua negara dapat mempengaruhi kurs tukar kedua negara.

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian

(38)

25

D. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan tinjauan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disusun satu hipotesa yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian ini yaitu:

Gambar

Tabel 1.1 Selisih Inflasi Indonesia dan Thailand
Gambar 2.1. Ilustrasi Pritas Daya Beli
Gambar 2.2. Ilustrasi Disparitas Daya Beli
Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

membran dengan metode ini adalah polimer yang digunakan harus larut pada. pelarutnya atau

Fungsi dari adanya metode ini adalah agar kita dapat mengetahui indicator pencapaian hasil yang telah dilakukan melalui serangkaian metode dan kegiatan dari awal hingga

Dalam kegiatan pencatatan program pemberian makanan tambahan pemulihan di wilayah kerja Puskesmas Oepoi belum sesuai karena ibu balita tidak melakukan pencatatan harian

1) Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan kedaerahannya dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya. 2) Melakukan koordinasi di antara bermacam-macam

Materi pembelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB) dalam kurikulum (2013) diantaranya adalah mengenal bangun datar

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Asuransi Jiwa Bersama Bumiutera Syariah Banda Aceh agar dapat lebih hati-hati lagi terhadap pengambilan keputusan dalam menanggulangi risiko agar tidak terjadinya risiko

Perhitungan manual dengan metode Killbridge didapatkan waktu siklus sebesar 42 detik dengan banyaknya stasiun kerja menggunakan rumus yang ada terdiri dari 4 stasiun