SKRIPSI
Oleh :
JENNI MARIA HUTAPEA/080307033 PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
JENNI MARIA HUTAPEA/080307033 PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
(Ir. Mbue Kata Bangun, MS) (Ir.E. Harso Kardhinata,M.Sc.) Ketua Anggota
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Nama : Jenni Maria Hutapea
NIM : 080307033
Departemen : Agroekoteknologi
Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
(Ir. Mbue Kata Bangun,MS) (Ir.E. Harso Kardhinata,M.Sc) Ketua Anggota
Mengetahui,
i ABSTRAK
Jenni Maria Hutapea : Tanggap Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)
Terhadap Pemberian Pupuk Organik, dibimbing oleh Mbue Kata Bangun dan E. Harso Kardhinata.
Permintaan jagung selalu meningkat, sehingga produksinya harus ditingkatkan, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan varietas yang tepat yang memiliki respon yang baik dengan pemberian pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk organik, telah dilaksanakan di lahan BBI Tanjung Selamet, Deli Serdang, Medan dari bulan April sampai dengan Juli 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor, yaitu: Faktor pertama varietas jagung yang terdiri dari 3 varietas: V1: varietas Bisma,V2: varietas Pioneer 12, dan V3: varietas SHS 11. Faktor kedua adalah pupuk organik “Green Giant” dengan 5 taraf: G0(0g/tanaman),G1:75g/tanaman,G2:150g/tanaman,G3:NPK 8,4g/tanaman dan G4: 75g/tanaman+NPK 8,4g/tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, luas daun, panjang tongkol dan pipilan kering/sampel. Pupuk organik “Green Giant” yang diuji berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, luas daun dan pipilan kering/sampel. Interaksi antara varietas dan pupuk organik “Green Giant” berbeda nyata pada produksi pipilan kering/sampel.
ii ABSTRACT
Jenni Maria Hutapea : Response on Growth and Yield Some Maize Varieties Zea mays L.) on Organik Fertilizer, guided by Mbue Kata Bangun and E. Harso
Kardhinata.
Maize request always mount, so that its production have to be improved, one of effort which can be done that is by using correct variety owning good respon with the organic fertilizer. The objective of this research aim to know the response on growth and yield some maize varieties to organik fertilizer was done in UPT Balai Benih Induk Tanjung Selamet, Deli Serdang, Medan from April until July 2012. This research using by Completely Randomized Design with two factors. The first factor are three varieties of maize: V1:Bisma, V2:Pioneer 12, V3:SHS 11. The second factor is organic fertilizer "Green Giant" by five levels: G0:(0g/plant),G1:75g/plant,G2:150g/plant,G3:NPK8,4g/plant,G4:75g/plant+ NPK8,4g/plant. Data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and continued with HSD test.
The result showed that varieties were significantly different to parameters plant height, wide of leaf, stem of corn and seed of corn. Organic fertilizer "Green Giant" were significantly different to plant height, wide of leaf and seed of corn. The interaction of varieties and organik fertilizer “Green Giant” were significantly effect to seed of corn.
iii
RIWAYAT HIDUP
Jenni Maria Hutapea, lahir di Tarutung pada tanggal 7 Januari 1989. Anak
kelima dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda P.H Hutapea (+) dan Ibunda
E. Tambunan.
Adapun jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah
sebagai berikut :
- SD : Negeri 173155 Pansurbatu Lulus Tahun 2001
- SLTP : SLTPN 1 Adiankoting Lulus Tahun 2004
- SMU : SMUN 2 Tarutung Lulus Tahun 2007
Tahun 2008 penulis lulus Ujian Masuk Bersama (UMB) di Universitas
Sumatera Utara (USU). Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman,
Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Departemen Budidaya Pertanian (HIMADITA) sebagai salah satu
anggota, mengikuti organisasi kerohanian di Kebaktian Mahasiswa Kristen
(KMK) Unit Pelayanan Fakultas Pertanian sebagai pengurus. Pada Tahun 2011
penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara III Kebun Gunung Pamela, Sumatera Utara. Dan tahun 2012
melaksanakan penelitian di lahan UPT Balai Benih Induk Tanjung Selamet, Deli
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah Tanggap Beberapa Varietas Jagung
(Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk Organik yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada Ir. Mbue Kata Bangun, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Ir. Emmy H. Kardhinata, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan saran dan arahan kepada penulis selama melakukan
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.
Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ucapkan kepada ayahanda
P.H Hutapea (+) dan ibunda E.Tambunan yang telah sabar dalam mendidik,
mendoakan dan menyayangi penulis dan juga kepada abang saya (Sahala,
Jonathan dan Hasudungan) serta kakak saya (Debora) atas nasehat, dukungan dan
doa pada penulis. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2012
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 7
Iklim ... 7
Tanah... 8
Varietas ... 9
Pupuk Organik “Green Giant” ... 10
Heritabilitas ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan ... 18
vi
Penanaman ... 18
Aplikasi Pupuk Organik “Green Giant” ... 18
Pemeliharaan Tanaman ... 19
Penyiraman ... 19
Penyulaman ... 19
Penjarangan ... 19
Penyiangan ... 19
Pengendalian hama dan penyakit ... 19
Panen... 20
Pengamatan Parameter... 20
Tinggi tanaman (cm) ... 20
Luas daun (cm2) ... 20
Umur berbunga (hst) ... 20
Panjang tongkol (cm) ... 21
Diameter tongkol (cm) ... 21
Bobot tongkol (g) ... 21
Produksi pipilan kering/sampel (g) ... 21
Bobot 100 biji kering/sampel (g) ... 21
Heritabilitas ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22
Tinggi Tanaman (cm) ... 22
Luas daun (cm2) ... 24
Umur berbunga (hst) ... 25
Panjang tongkol (cm) ... 26
Diameter tongkol (cm) ... 27
Bobot tongkol (g) ... 28
Produksi pipilan kering/sampel (g) ... 28
Bobot 100 biji kering/sampel (g) ... 29
Heritabilitas ... 30
Pembahasan ... 32
Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung ... 32
Pengaruh varietas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung ... 34
Interaksi pupuk organik dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung ... 35
vii KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 38 Saran ... 38
viii
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Model sidik ragam dan nilai kuadrat tengah ... 15
2. Rataan tinggi tanaman 2 MST-7 MST dari varietas dan
pemberian pupuk organik ... 23
3. Rataan luas daun (cm2) dengan varietas dan perlakuan pupuk
organik serta interaksi varietas dan pupuk organik ... 24
4. Rataan umur berbunga (hst) dengan perlakuan pupuk organik dan
varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 25
5. Rataan panjang tongkol (cm) dengan perlakuan pupuk organik dan
varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 26
6. Rataan diameter tongkol (cm) dengan perlakuan pupuk organik dan
varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 27
7. Rataan berat tongkol (g) dengan perlakuan pupuk organik dan
varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 28
8. Rataan produksi pipilan kering/sampel (g) dengan perlakuan pupuk
organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 29
9. Rataan bobot 100 biji kering/sampel (g) dengan perlakuan pupuk
organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas ... 30
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Bagan Penelitian ... 40
2. Deskripsi Varietas Jagung ... 41
3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 44
4. Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 45
5. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 45
6. Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 46
7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 3 MST ... 46
8. Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 47
9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 47
10.Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 5 MST ... 48
11.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 5MST ... 48
12.Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 49
13.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 49
14.Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 50
15.Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 7 MST ... 50
16.Pengamatan Luas Daun (cm2) ... 51
17.Sidik Ragam Luas Daun (cm2) ... 51
18.Pengamatan Umur Berbunga (hst) ... 52
19.Sidik Ragam Umur Berbunga (hst) ... 52
20.Pengamatan Panjang Tongkol (cm) ... 53
21.Sidik Ragam Panjang Tongkol (cm) ... 53
22.Pengamatan Diameter Tongkol (cm) ... 54
23.Sidik Ragam Diameter Tongkol (cm) ... 54
24.Pengamatan Berat Tongkol (g) ... 55
25.Sidik Ragam Berat Tongkol (g) ... 55
26.Pengamatan Produksi Pipilan Kering/Sampel (g) ... 56
27.Sidik Ragam Produksi Pipilan Kering/Sampel (g)... 56
28.Pengamatan Bobot 100 Biji Kering/Sampel (g) ... 57
29.Sidik Ragam Bobot 100 Biji Kering/Sampel (g) ... 57
x
31.Foto Lahan Penelitian ... 61
32.Foto Biji Jagung pada Masing-masing Perlakuan ... 62
33.Foto Biji Jagung Masing-masing Varietas ... 63
i ABSTRAK
Jenni Maria Hutapea : Tanggap Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)
Terhadap Pemberian Pupuk Organik, dibimbing oleh Mbue Kata Bangun dan E. Harso Kardhinata.
Permintaan jagung selalu meningkat, sehingga produksinya harus ditingkatkan, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan varietas yang tepat yang memiliki respon yang baik dengan pemberian pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk organik, telah dilaksanakan di lahan BBI Tanjung Selamet, Deli Serdang, Medan dari bulan April sampai dengan Juli 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor, yaitu: Faktor pertama varietas jagung yang terdiri dari 3 varietas: V1: varietas Bisma,V2: varietas Pioneer 12, dan V3: varietas SHS 11. Faktor kedua adalah pupuk organik “Green Giant” dengan 5 taraf: G0(0g/tanaman),G1:75g/tanaman,G2:150g/tanaman,G3:NPK 8,4g/tanaman dan G4: 75g/tanaman+NPK 8,4g/tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, luas daun, panjang tongkol dan pipilan kering/sampel. Pupuk organik “Green Giant” yang diuji berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, luas daun dan pipilan kering/sampel. Interaksi antara varietas dan pupuk organik “Green Giant” berbeda nyata pada produksi pipilan kering/sampel.
ii ABSTRACT
Jenni Maria Hutapea : Response on Growth and Yield Some Maize Varieties Zea mays L.) on Organik Fertilizer, guided by Mbue Kata Bangun and E. Harso
Kardhinata.
Maize request always mount, so that its production have to be improved, one of effort which can be done that is by using correct variety owning good respon with the organic fertilizer. The objective of this research aim to know the response on growth and yield some maize varieties to organik fertilizer was done in UPT Balai Benih Induk Tanjung Selamet, Deli Serdang, Medan from April until July 2012. This research using by Completely Randomized Design with two factors. The first factor are three varieties of maize: V1:Bisma, V2:Pioneer 12, V3:SHS 11. The second factor is organic fertilizer "Green Giant" by five levels: G0:(0g/plant),G1:75g/plant,G2:150g/plant,G3:NPK8,4g/plant,G4:75g/plant+ NPK8,4g/plant. Data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and continued with HSD test.
The result showed that varieties were significantly different to parameters plant height, wide of leaf, stem of corn and seed of corn. Organic fertilizer "Green Giant" were significantly different to plant height, wide of leaf and seed of corn. The interaction of varieties and organik fertilizer “Green Giant” were significantly effect to seed of corn.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan sektor pertanian yang strategis harus didukung dan ditingkatkan
dalam pelestarian swasembada pangan dalam arti yang luas. Tidak terbatas hanya
pada swasembada beras, tetapi mencakup pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat secara keseluruhan termasuk palawija, hortikultura serta bahan
makanan lainnya (Hutapea dan Ali, 2000).
Dengan penduduk 216 juta jiwa, Indonesia saat ini membutuhkan bahan
pangan pokok sekurang-kurangnya 53 juta ton beras, 12,5 juta ton jagung dan 3,0
juta ton kedelai. Jika tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan produksi pangan
dalam negeri secara signifikan, dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional
rendah. Meskipun upaya peningkatan produksi pangan di dalam negeri saat ini
terus dilakukan, namun laju peningkatannya masih belum mampu mencukupi
kebutuhan pangan dalam negeri karena produktivitas tanaman pangan serta
peningkatan luas areal yang stagnan bahkan cenderung menurun
(Hutapea dan Ali, 2000).
Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat
fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan
bahan baku industri. Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar
kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat
krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional
Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu
pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara umum
(Zubachtirodin, dkk, 2000).
Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia
dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup
memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan
pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan
konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin
meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan makin meningkatnya
jumlah penduduk Indonesia. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung
sebagai komponen utama sebanyak 51,4 % (Subandi, dkk, 1988).
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai
3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cenderung meningkat dengan laju 3,38% per
tahun. Masih rendahnya produktivitas menggambarkan bahwa penerapan
teknologi produksi jagung belum optimal. Dalam periode 1990-2006, produksi
jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju peningkatan 4,17% per tahun. Terindikasi
bahwa peningkatkan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh perbaikan
produktivitas daripada peningkatan luas panen (laju peningkatan 0,96%)
(Zubachtirodin, dkk, 2000).
Apabila total produksi jagung nasional dibandingkan dengan konsumsi
jagung yang dibutuhkan setiap tahunnya tidak kurang dari 9 juta ton, dengan
demikian secara real Indonesia masih kekurangan produksi jagung berkisar antara
1 sampai 2 juta ton per tahun. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Indonesia
Tanaman Pangan (2002), laju pertumbuhan import jagung Indonesia kurun waktu
11 tahun (1990 sampai dengan 2000) terus mengalami peningkatan dengan
rata-rata pertumbuhan 12,99 persen per tahunnya, dengan jumlah import pada tahun
2000 saja mencapai 1264,58 ribu ton. Hal ini merupakan tantangan bagi
Departemen Pertanian, agar dapat mengurangi ketergantungan impor jagung
tersebut (Sudana, 2002).
Upaya peningkatan produksi tanaman jagung, salah satunya adalah dengan
pengaplikasian pupuk yang tepat. Dalam hal pemupukan, kendala utama yang
dihadapi petani dalam penerapan teknologi adalah tingginya harga pupuk
terutama pupuk N, P, dan K. Harga pupuk buatan terus mengalami kenaikan,
sementara harga dasar jagung cenderung stabil malah menurun terutama pada saat
panen raya. Untuk mengantisipasi kenaikan pupuk buatan tersebut, maka salah
satu alternatif adalah mencari jenis pupuk yang harganya lebih murah dan lebih
efektif dalam peningkatan produksi jagung antara lain dengan pupuk organik
(Fattah, 2010).
Pupuk organik sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah dan
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Kandungan bahan organik
yang rendah menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan penggunaan pupuk
anorganik secara terus-menerus tanpa diimbangi oleh pupuk organik dapat
menyebabkan kesuburan tanah semakin rendah. Kesuburan tanah yang rendah
menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air
dengan baik dan menurunkan pH tanah. Sehingga memerlukan perbaikan kondisi
tanah dengan penambahan bahan organik melalui pemberian pupuk organik.
yang akan bepengaruh pada kesuburan tanah sehingga terjadi peningkatan
produksi tanaman (Kartikawati dkk, 2011).
Semua pupuk organik dan pupuk alternatif yang akan beredar di tingkat
petani perlu dikaji pengaruh positif dan negatifnya terhadap pertumbuhan
tanaman, termasuk pengaruhnya terhadap peningkatan produksi tanaman
(Fattah, 2010).
Dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai tanggap beberapa varietas jagung terhadap tingkat pemberian pupuk
organik Green Giant.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tanggap beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap
pemberian pupuk organik Green Giant.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan respon varietas jagung terhadap pupuk organik
2. Ada pengaruh dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung
3. Ada interaksi varietas dan pupuk organik pada pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung
Menurut Steenis (2003), tanaman jagung diklasifikasikan dalam Kingdom:
Plantae,Divisio:Spermatophyta,Subdivisi:Angiospermae,Kelas:Monocotyledonae,
Ordo : Poales, Famili : Poaceae, Genus : Zea, Spesies: Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk tanaman semusim (annual), berbatang tinggi,
tegak dan biasanya tunggal dominan walaupun ada beberapa tunas (anakan),
kedudukan daunnya distik (dua baris daun yang keluar dalam kedudukan
berselang), dengan pelepah daun yang saling bertindih-tindih dan daun-daunnya
lebar dan relatif panjang (Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal
dan akar udara. Akar seminal tumbuh pada saat biji berkecambah, sementara akar
koronal tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula muncul. Akar
udara merupakan akar yang tumbuh dari buku – buku di atas permukaan tanah,
tetapi dapat masuk ke dalam tanah. Sistem perakaran ini berfungsi untuk
mengisap air serta garam – garam yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat
organik serta senyawa yang tidak diperlukan, dan alat pernafasan
(Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas, tidak
bercabang. Ruas-ruas berjajar secara vertikal pada batang jagung. Pada tanaman
jagung yang sudah tua, jarak antar ruas semakin berkurang.
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung
dan sebagai tempat pertukaran unsur hara. Unsur hara dibawa oleh pembuluh
bernama xilem dan floem. Floem bergerak dua arah dari atas kebawah dan dari
bawah ke atas. Floem membawa sukrosa menuju seluruh bagian tanaman dengan
bentuk cairan (Fisher and Goldsworthy, 1996).
Daun tanaman terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun
memanjang dengan ujung daun runcing. Kemiringan daun sangat bervariasi antar
genotip dan kedudukan daun yang berkisar dari hampir datar sampai tegak.
Kemiringan daun akan mempengaruhi intersepsi cahaya yang akhirnya akan
menentukan produktifitas tanaman (Sutoro dkk, 1994).
Tanaman jagung berumah satu (monoecus), yaitu bunga jantan terbentuk
pada ujung batang dan bunga betina terletan daun di bagian tengah batang pada
salah satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga jantan
matang lebih dahulu 1-2 hari daripada bunga betina. Letak bunga jantan dan
bunga betina terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk
silang (cross pollination). Pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang
jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada pada tongkol).
Bunga betina (tongkol) hanya siap dibuahi dalam waktu tiga hari saja
(Poehlman,1987).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok - kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seed coat), endosperm dan embrio
Bentuk biji ada yang bulat, berbentuk gigi/pipih sesuai dengan
varietasnya. Warna biji juga bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange,
dan merah hampir hitam (Tobing, dkk, 1995).
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian
utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah
embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air ; (b) endosperm, sebagai
cadangan makanan, mencapai 75 % dari bobot biji yang mengandung 90 % pati
dan 10 % protein, mineral, minyak dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur
tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum dan koleoptil
(Tobing dkk, 1995).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan dengan
temperatur antara 14-300C pada daerah dengan ketinggian sekitar 2200 m di atas
permukaan laut (dpl). Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan
curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah
mencapai 100 mm/bulan. Sehingga perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan
distribusinya selama 10 tahun terakhir agar waktu tanam dapat ditentukan dengan
tepat (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu 21oC dan 27oC, dan
berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah pada suhu tanah lebih rendah
berlangsung pada kisaran suhu 10oC hingga 40oC tetapi terbaik pada suhu antara
21oC dan 30oC. Suhu rendah sangat menghambat pertumbuhan, khususnya setelah
mulai tumbuh bunga jantan (terseling) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil
biji yang tidak optima
Tanah
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan
baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutaman
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5-7,0.
Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung
dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah dengan maksud untuk
mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu hujan lebat (Subandi,1988).
Varietas.
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat (morfologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan
bila dproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari
yang lainnya (Sutopo, 1998).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotip. Respon genotip terhadap faktor ingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai
peranan penting dalam upaya peningkatan produktivitas jagung. Memilih varietas
hendaknya melihat deskripsi varietas, terutama potensi hasilnya, ketahanan
terhadap hama maupun penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah
masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Varietas jagung berdasarkan genotipenya digolongkan menjadi 2, yaitu
bersari bebas (komposit) dan hibrida. Varietas bersari bebas dicirikan dengan
adanya penyerbukan acak (random mating) antar tanaman dalam varietas,
sehingga merupakan satu populasi. Varietas bersari bebas dibentuk dari beberapa
galur murni atau berbagai plasmanutfah. Sedangkan varietas hibrida adalah F1
persilangan antara dua tetua, dimana tetua dapat berupa galur murni, hibrida
silang tunggal, dan varietas atau populasi bersari bebas
Pupuk Organik “Green Giant”
Pupuk adalah setiap bahan organik ataupun anorganik, alam atau buatan,
mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
normal tanaman yang dapat diberikan kepada tanah atau tanaman yang dapat
diaplikasikan melalui daun atau bagian tanaman lainnya dan merupakan kunci
dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan
unsur yang habis terisap tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis, membantu dalam mencegah
terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. Pupuk organik memacu
dan meningkatkan populasi mikrobia di dalam tanah jauh lebih besar daripada
hanya diberikan dengan pupuk kimia (Sutanto, 2002).
Pemanfaatan bahan organik pada usaha tani merupakan salah satu
alternatif yang tepat dan perlu mendapat perhatian yang besar untuk
mempertahankan bahan organik tanah sebab sebagian besar lahan pertanian
intensif di Indonesia berkadar bahan organik rendah di samping mahalnya pupuk
anorganik (Urea, ZA, SP36, dan KCl). Bahan organik dalam tanah akan
mengalami dekomposisi dan menghasilkan humus yang akan menjadi sumber
hara bagi tanaman terutama N,P,K dan unsur hara mikro lainnya yang sangat
dibutuhkan tanaman (Syafruddin dkk, 2000).
Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Sifat pupuk N umumnya mudah larut
dalam air sehingga mudah hilang baik melalui pencucian maupun penguapan.
bertahap, sebab hasil yang diperoleh lebih besar daripada pupuk N yang berasal
dari urea yang diberikan sekaligus (Ridwan, 2009).
Pupuk organik sebaiknya diberikan lebih awal sebelum bertanam karena
pupuk ini mempunyai sifat sukar larut atau lambat larut dalam air. Hal ini berguna
untuk memberi kesempatan pada pupuk untuk melarut dan pada waktunya nanti
dapat segera digunakan tanaman sedangkan pupuk yang bersifat mudah larut
dalam air dapat diberikan pada saat bertanam ataupun setelah tanaman tumbuh
(Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik Green Giant berbentuk pelet mengandung unsur hara
lengkap dengan kapasitas tukar kation yang tinggi yang akan meningkatkan
ketersediaan unsur hara tanaman. Pupuk Green Giant mengandung unsur hara
makro, seperti N = 3%, P = 5%, K = 3%, Ca = 6,81%, Mg = 0, 88%, S = 0,95%,
dan Na = 0, 48%; serta unsur hara mikro Fe = 0,82%, Zn = 0,15%, Mn = 0,10%,
B = 0,11%, Cu = 94,94 ppm, Mo = 15,03 ppm, Se = 0,21 ppm
(Pupuk organik, 2012).
Beberapa kegunaan pupuk organik Green Giant adalah :
- Melepas unsur hara secara konstan, cocok untuk tanaman tahunan karena
menghemat penggunaan hara tanah, sehingga memperpanjang umur produktif
tanah
- Menyediakan seluruh unsur hara mineral dan asam amino protein yang
dibutuhkan tanaman dan dapat meningkatkan pH tanah
- Mencegah degradasi tanah karena kerusakan struktur (pemampatan)
- Mengembalikan keseimbangan tanah dan mempertahankan unsur hara dalam
- Mempertahankan kelembaban tanah sehingga berguna dalam meningkatkan
ketegaran tanaman di lahan kering
- Mengefektifkan pemakaian pupuk kimia, karena pupuk ini dapat
meminimalisir kehilangan pupuk kima akibat pencucian dan meningkatkan
ketersediaan pupuk kimia di zona perakaran, dimana penggunaannya juga
dapat dicampur dengan pupuk kimia
- Aman terhadap tanaman, lingkungan dan pemakai
- Bebas bibit hama penyakit dan biji gulma karena proses pembuatannya dengan
sterilisasi
(Pupuk organik, 2012).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien
yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan
fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi
tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi
terhadap produktivitas yang tinggi (Fehr, 1987).
Dari segi pemuliaan pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu
sangat diperlukan informasi genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh nilai
duga heritabilitas dan variabilitas. Menurut Pinaria et al. (1995), pemilihan/seleksi
pada suatu lingkungan akan berhasil bila karakter yang diamati menunjukkan nilai
duga heritabilitas yang tinggi dan variabilitas yang luas. Pada karakter yang
mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh
genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan. Selain hal tersebut
diperlukan. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi, semakin erat hubungan antara
kedua karakter tersebut (Saleh, dkk, 2005).
Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi
pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu
karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan
dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi,
maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya
(Alnopri, 2004).
Nilai heritabilitas dilakukan dengan menghitung seluruh parameter
tanaman pada saat panen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
σ2g σ2 h
g
2
σ
= =
2
p σ2g + σ2 dimana σ2p = σ2g + σ2 dimana :
h2 = heritabilitas σ2 σ
g = varians genotipe
2
p = varians penotipe σ2
Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut : = varians lingkungan
Heritabilitas tinggi > 0,5
Heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5
Heritabilitas rendah < 0,2
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi
genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang
penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini
yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam
arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.
Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila
seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung
Menurut Steenis (2003), tanaman jagung diklasifikasikan dalam Kingdom:
Plantae,Divisio:Spermatophyta,Subdivisi:Angiospermae,Kelas:Monocotyledonae,
Ordo : Poales, Famili : Poaceae, Genus : Zea, Spesies: Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk tanaman semusim (annual), berbatang tinggi,
tegak dan biasanya tunggal dominan walaupun ada beberapa tunas (anakan),
kedudukan daunnya distik (dua baris daun yang keluar dalam kedudukan
berselang), dengan pelepah daun yang saling bertindih-tindih dan daun-daunnya
lebar dan relatif panjang (Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal
dan akar udara. Akar seminal tumbuh pada saat biji berkecambah, sementara akar
koronal tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula muncul. Akar
udara merupakan akar yang tumbuh dari buku – buku di atas permukaan tanah,
tetapi dapat masuk ke dalam tanah. Sistem perakaran ini berfungsi untuk
mengisap air serta garam – garam yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat
organik serta senyawa yang tidak diperlukan, dan alat pernafasan
(Fisher dan Goldsworthy, 1996).
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas, tidak
bercabang. Ruas-ruas berjajar secara vertikal pada batang jagung. Pada tanaman
jagung yang sudah tua, jarak antar ruas semakin berkurang.
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah 10-40 ruas. Tanaman jagung
dan sebagai tempat pertukaran unsur hara. Unsur hara dibawa oleh pembuluh
bernama xilem dan floem. Floem bergerak dua arah dari atas kebawah dan dari
bawah ke atas. Floem membawa sukrosa menuju seluruh bagian tanaman dengan
bentuk cairan (Fisher and Goldsworthy, 1996).
Daun tanaman terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun
memanjang dengan ujung daun runcing. Kemiringan daun sangat bervariasi antar
genotip dan kedudukan daun yang berkisar dari hampir datar sampai tegak.
Kemiringan daun akan mempengaruhi intersepsi cahaya yang akhirnya akan
menentukan produktifitas tanaman (Sutoro dkk, 1994).
Tanaman jagung berumah satu (monoecus), yaitu bunga jantan terbentuk
pada ujung batang dan bunga betina terletan daun di bagian tengah batang pada
salah satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga jantan
matang lebih dahulu 1-2 hari daripada bunga betina. Letak bunga jantan dan
bunga betina terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk
silang (cross pollination). Pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang
jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada pada tongkol).
Bunga betina (tongkol) hanya siap dibuahi dalam waktu tiga hari saja
(Poehlman,1987).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok - kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seed coat), endosperm dan embrio
Bentuk biji ada yang bulat, berbentuk gigi/pipih sesuai dengan
varietasnya. Warna biji juga bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange,
dan merah hampir hitam (Tobing, dkk, 1995).
Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian
utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah
embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air ; (b) endosperm, sebagai
cadangan makanan, mencapai 75 % dari bobot biji yang mengandung 90 % pati
dan 10 % protein, mineral, minyak dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur
tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum dan koleoptil
(Tobing dkk, 1995).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan dengan
temperatur antara 14-300C pada daerah dengan ketinggian sekitar 2200 m di atas
permukaan laut (dpl). Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan
curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah
mencapai 100 mm/bulan. Sehingga perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan
distribusinya selama 10 tahun terakhir agar waktu tanam dapat ditentukan dengan
tepat (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu 21oC dan 27oC, dan
berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah pada suhu tanah lebih rendah
berlangsung pada kisaran suhu 10oC hingga 40oC tetapi terbaik pada suhu antara
21oC dan 30oC. Suhu rendah sangat menghambat pertumbuhan, khususnya setelah
mulai tumbuh bunga jantan (terseling) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil
biji yang tidak optima
Tanah
Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan
baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutaman
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5-7,0.
Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung
dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah dengan maksud untuk
mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu hujan lebat (Subandi,1988).
Varietas.
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh
setiap sifat (morfologi, sitologi, kimia, dll) yang nyata untuk usaha pertanian dan
bila dproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari
yang lainnya (Sutopo, 1998).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu
umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap
genotip. Respon genotip terhadap faktor ingkungan ini biasanya terlihat dalam
penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai
peranan penting dalam upaya peningkatan produktivitas jagung. Memilih varietas
hendaknya melihat deskripsi varietas, terutama potensi hasilnya, ketahanan
terhadap hama maupun penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah
masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang
(Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).
Varietas jagung berdasarkan genotipenya digolongkan menjadi 2, yaitu
bersari bebas (komposit) dan hibrida. Varietas bersari bebas dicirikan dengan
adanya penyerbukan acak (random mating) antar tanaman dalam varietas,
sehingga merupakan satu populasi. Varietas bersari bebas dibentuk dari beberapa
galur murni atau berbagai plasmanutfah. Sedangkan varietas hibrida adalah F1
persilangan antara dua tetua, dimana tetua dapat berupa galur murni, hibrida
silang tunggal, dan varietas atau populasi bersari bebas
Pupuk Organik “Green Giant”
Pupuk adalah setiap bahan organik ataupun anorganik, alam atau buatan,
mengandung satu atau lebih unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
normal tanaman yang dapat diberikan kepada tanah atau tanaman yang dapat
diaplikasikan melalui daun atau bagian tanaman lainnya dan merupakan kunci
dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan
unsur yang habis terisap tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis, membantu dalam mencegah
terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. Pupuk organik memacu
dan meningkatkan populasi mikrobia di dalam tanah jauh lebih besar daripada
hanya diberikan dengan pupuk kimia (Sutanto, 2002).
Pemanfaatan bahan organik pada usaha tani merupakan salah satu
alternatif yang tepat dan perlu mendapat perhatian yang besar untuk
mempertahankan bahan organik tanah sebab sebagian besar lahan pertanian
intensif di Indonesia berkadar bahan organik rendah di samping mahalnya pupuk
anorganik (Urea, ZA, SP36, dan KCl). Bahan organik dalam tanah akan
mengalami dekomposisi dan menghasilkan humus yang akan menjadi sumber
hara bagi tanaman terutama N,P,K dan unsur hara mikro lainnya yang sangat
dibutuhkan tanaman (Syafruddin dkk, 2000).
Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Sifat pupuk N umumnya mudah larut
dalam air sehingga mudah hilang baik melalui pencucian maupun penguapan.
bertahap, sebab hasil yang diperoleh lebih besar daripada pupuk N yang berasal
dari urea yang diberikan sekaligus (Ridwan, 2009).
Pupuk organik sebaiknya diberikan lebih awal sebelum bertanam karena
pupuk ini mempunyai sifat sukar larut atau lambat larut dalam air. Hal ini berguna
untuk memberi kesempatan pada pupuk untuk melarut dan pada waktunya nanti
dapat segera digunakan tanaman sedangkan pupuk yang bersifat mudah larut
dalam air dapat diberikan pada saat bertanam ataupun setelah tanaman tumbuh
(Damanik, dkk, 2010).
Pupuk organik Green Giant berbentuk pelet mengandung unsur hara
lengkap dengan kapasitas tukar kation yang tinggi yang akan meningkatkan
ketersediaan unsur hara tanaman. Pupuk Green Giant mengandung unsur hara
makro, seperti N = 3%, P = 5%, K = 3%, Ca = 6,81%, Mg = 0, 88%, S = 0,95%,
dan Na = 0, 48%; serta unsur hara mikro Fe = 0,82%, Zn = 0,15%, Mn = 0,10%,
B = 0,11%, Cu = 94,94 ppm, Mo = 15,03 ppm, Se = 0,21 ppm
(Pupuk organik, 2012).
Beberapa kegunaan pupuk organik Green Giant adalah :
- Melepas unsur hara secara konstan, cocok untuk tanaman tahunan karena
menghemat penggunaan hara tanah, sehingga memperpanjang umur produktif
tanah
- Menyediakan seluruh unsur hara mineral dan asam amino protein yang
dibutuhkan tanaman dan dapat meningkatkan pH tanah
- Mencegah degradasi tanah karena kerusakan struktur (pemampatan)
- Mengembalikan keseimbangan tanah dan mempertahankan unsur hara dalam
- Mempertahankan kelembaban tanah sehingga berguna dalam meningkatkan
ketegaran tanaman di lahan kering
- Mengefektifkan pemakaian pupuk kimia, karena pupuk ini dapat
meminimalisir kehilangan pupuk kima akibat pencucian dan meningkatkan
ketersediaan pupuk kimia di zona perakaran, dimana penggunaannya juga
dapat dicampur dengan pupuk kimia
- Aman terhadap tanaman, lingkungan dan pemakai
- Bebas bibit hama penyakit dan biji gulma karena proses pembuatannya dengan
sterilisasi
(Pupuk organik, 2012).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien
yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan
fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi
tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi
terhadap produktivitas yang tinggi (Fehr, 1987).
Dari segi pemuliaan pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu
sangat diperlukan informasi genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh nilai
duga heritabilitas dan variabilitas. Menurut Pinaria et al. (1995), pemilihan/seleksi
pada suatu lingkungan akan berhasil bila karakter yang diamati menunjukkan nilai
duga heritabilitas yang tinggi dan variabilitas yang luas. Pada karakter yang
mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh
genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan. Selain hal tersebut
diperlukan. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi, semakin erat hubungan antara
kedua karakter tersebut (Saleh, dkk, 2005).
Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi
pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu
karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan
dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi,
maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya
(Alnopri, 2004).
Nilai heritabilitas dilakukan dengan menghitung seluruh parameter
tanaman pada saat panen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
σ2g σ2 h
g
2
σ
= =
2
p σ2g + σ2 dimana σ2p = σ2g + σ2 dimana :
h2 = heritabilitas σ2 σ
g = varians genotipe
2
p = varians penotipe σ2
Menurut Stansfield (1991) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut : = varians lingkungan
Heritabilitas tinggi > 0,5
Heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5
Heritabilitas rendah < 0,2
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi
genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang
penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini
yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam
arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis.
Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila
seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan UPT Balai Benih Induk Tanjung
Selamet, Deli Serdang, Medan dengan ketinggian tempat ± 25m di atas
permukaan laut (dpl). Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan
bulan Juli 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung Varietas
Bisma, Pioneer 12, dan SHS 11, sebagai objek yang diamati. Pupuk organik
Green Giant dan pupuk NPK (15-15-15) sebagai faktor perlakuan, insektisida,
fungisida, polybag berukuran 10 kg dan tanah top soil sebagai media tanam.
Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, timbangan analitik, jangka
sorong, gembor, pacak sampel, plank nama, buku tulis, kalkulator, dan
handsprayer.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2
faktor, yaitu :
Faktor I : Varietas jagung yang terdiri dari 3 varietas (V), yaitu :
V1 : Varietas Bisma
V2 : Varietas Pioneer 12
V3 : Varietas SHS 11
Faktor II : Pupuk organik “Green Giant” dengan 5 taraf perlakuan, yaitu :
G0 : 0 g/tanaman
G1 : 75 g/tanaman
G3 : NPK 8,4 g/tanaman (NPK Mutiara)
G4 : 75 g/tanaman + NPK 8,4 g/tanaman
Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan, yaitu :
V1G0 V1G1 V1G2 V1G3 V1G4
V2G0 V2G1 V2G2 V2G3 V2G4
V3G0 V3G1 V3G2 V3G3 V3G4
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 45 plot
Jumlah tanaman/polybag : 1 tanaman
Jumlah polybag/plot : 3 polybag
Jumlah sampel/plot : 2 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 90 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 135 tanaman
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Model linear dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ +ρi + Aj + Bk + (AB)jk + ε i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1,2,3,4,5
ijk
Dimana :
Yijk
μ = Nilai tengah
= Hasil pengamatan pada blok ke-i terhadap varietas pada taraf ke-j dan pemberian pupuk organik pada taraf ke-k
ρi =
A
Pengaruh blok pada taraf ke-i
Bk (AB)
= Pengaruh pemberian pupuk organik pada taraf ke-k
jk
ε
= Pengaruh interaksi antara varietas pada taraf ke-j dan pupuk organik pada taraf ke-k
ijk
Data dianalisis dengan sidik ragam Tabel 1. Jika efek analisis
menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan
berdasarkan Uji Beda Tukey (BNJ) pada taraf 5 % (Steel dan Torrie, 1993).
= Pengaruh galat dari blok ke-i dengan penggunaan varietas pada taraf
ke-j dan pemberian pupuk organik pada taraf ke-k
Untuk menghitung varians fenotipe (σ2
[image:42.595.113.511.374.558.2]f) dan varians genotipe (σ2g
Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah
)
disajikan pada tabel di bawah ini.
Sumber
Keragaman Db JK KT
Estimasi kuadrat tengah Varietas (A) (a-1) = 2 JKA KTA σ2+3σ2ab+12σ2a
Pupuk organik (B) (b-1) = 4 JKB KTB σ2+3σ2ab+10σ2b
AB (a-1)(b-1) = 8 JKAB KTAxB σ2+3σ2ab+3σ2ab
Error (ab-1)(r-1)= 28 JKE KTE σ2
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang
tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 x
100 cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar
ulangan 50 cm dengan jumlah plot adalah 36 plot.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah top soil yang telah dikeringanginkan
dan diisi ke dalam polybag yang berukuran 10 kg.
Penanaman
Benih ditanam pada polybag yang telah disediakan dengan lubang
tanaman sedalam 2-3 cm sebanyak 2 benih per lubang tanam, setelah itu lubang
tanam ditutup dengan tanah. Sebelum benih ditanam, benih direndam dalam
larutan fungisida selama 15 menit untuk menghindari penjamuran.
Aplikasi Pupuk Organik “Green Giant”
Pupuk Green Giant diaplikasikan pada tanaman sesuai dengan masing –
masing perlakuan pada saat satu minggu sebelum penanaman benih. Pupuk Green
Giant diaplikasikan pada sekeliling lubang tugal yang akan ditanami benih. Untuk
perlakuan pupuk NPK Mutiara (15:15:15) diaplikasikan 2 Minggu Setelah Tanam
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman
dilakukan pada pagi atau sore hari.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati atau
tumbuh abnormal. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar
2 MST agar pertumbuhannya seragam.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan apabila dalam 1 polybag tumbuh lebih dari 1
tanaman. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan
dilakukan dengan memotong tanaman yang tumbuhnya tidak baik, dipotong
dengan menggunakan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu, mencabut gulma dengan
tangan untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman dalam
mendapatkan air dan unsur hara dari dalam tanah yang. Penyiangan dilakukan
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan
Panen
Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panennya adalah
sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Biji yang ditekan dengan
tangan tidak meninggalkan bekas.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh
dengan menggunakan meteran, pengukuran tinggi tanaman jagung ini dimulai
setelah tanaman berumur 2 MST sampai 7 MST yang dilakukan setiap minggu.
Luas Daun (cm2)
Pengambilan data total luas daun dilakukan 7 MST dengan mengukur
panjang dan lebar daun yang sudah terbuka sempurna dan masih berwarna hijau.
Luas daun dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
A = P x L x K x n
dimana : A = Luas daun
P = Panjang daun
L = Lebar daun
K = Konstanta (0,75)
N = Jumlah daun/tanaman
Daun yang diukur adalah sepertiga bagian atas dari tajuk tanaman jagung.
Umur Berbunga (hst)
Umur berbunga ditetapkan bila 50% tanaman per plot telah mengeluarkan
Panjang Tongkol (cm)
Panjang tongkol diukur mulai dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol
dengan menggunakan meteran. Panjang tongkol diukur setelah jagung dipanen
dan kelobotnya dikelupas.
Diameter Tongkol (cm)
Diameter tongkol dihitung setelah panen dan dikupas kelobotnya.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada bagian tengah
tongkol.
Berat Tongkol (g)
Penimbangan dilakukan setelah jagung dipanen dan kelobot dikelupas.
Tongkol ditimbang dengan menggunakan timbangan.
Produksi Pipilan Kering per Sampel (g)
Berat pipilan kering per tanaman ditimbang sesudah tongkol dikeringkan
selama 3-4 hari di bawah terik matahari pada cuaca cerah dan dipipil untuk
mendapatkan pipilan kering dengan kadar ± 18%. Berat pipilan kering ditimbang
pada masing – masing sampel dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot 100 biji Kering per Sampel (g)
Diambil biji kering secara acak pada masing - masing sampel sebanyak
100 biji, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Heritabilitas
Heritabilitas dihitung untuk tiap parameter. Dilakukan pada akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman
2-7 MST dan luas daun. Perlakuan varietas berbeda nyata pada parameter tinggi
tanaman 2-7 MST, luas daun, panjang tongkol dan pipilan kering/sampel.
Sedangkan interaksi antara pupuk organik dan varietas berbeda nyata pada
produksi pipilan kering/sampel.
Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter tinggi tanaman, dapat
dilihat pada lampiran 4-15. Dari sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk
organik dan varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2-7 MST
sedangkan interaksi antara pupuk dengan varietas belum berbeda nyata.
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman pada 2-7 MST dari varietas dan pemberian pupuk organik
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
2 3 4 5 6 7
Varietas
V1 (Bisma) 40,43a 62,24a 89,31a 116, 21a 162, 15a 189, 88 a
V2 (Pioneer12) 35,48b 56,30a 88,53a 118,49a 164,52a 194,15 a
V3 (SHS 11) 33,34b 45,61b 67,24b 91,57b 128,21b 152,08 b
Pupuk
G0 (0 g/tan) 31,16b 49,47a 74,62b 100,04b 142,91b 169,06 a
G1 (75g/tan) 39,66a 56,64a 81,49ab 105,35ab 143,48b 168,90 a
G2 (150g/tan) 39,53a 57,91a 85,99ab 110,29ab 156,81ab 191,20 a
G3 (NPK) 32,46ab 50,07a 76,66ab 103,47b 144,96ab 168,07 a G4 (75g+NPK) 39,27a 59,50a 89,71a 124,64a 169,97a 196,31 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (Uji BNJ) pada taraf 5%
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa varietas Pioneer 12 memiliki rataan
tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan varietas Bisma, namun berbeda
nyata dengan varietas SHS 11. Hal ini dapat dilihat dari tinggi tanaman pada
3-7 MST dan hanya pada 2 MST saja varietas ini berbeda nyata dengan varietas
Bisma.
Sedangkan pada pupuk organik, pemberian pupuk organik 75 g/tanaman
dan penambahan NPK 8,4 g/tanaman menghasilkan rataan tinggi tanaman
tertinggi bila dibandingkan dengan hanya pemberian pupuk organik saja ataupun
dengan pupuk NPK saja kecuali pada umur 2 MST namun tidak berpengaruh
nyata dengan hanya pemberian NPK maupun dengan pemberian pupuk organik.
Luas Daun (cm2)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter luas daun dapat dilihat
pupuk organik berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun sedangkan
interaksi antara pupuk dengan varietas belum berbeda nyata.
Rataan luas daun dari varietas dan perlakuan pupuk organik serta interaksi
[image:49.595.115.513.226.337.2]antara pupuk dengan varietas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan luas daun dengan varietas dan perlakuan pupuk organik serta interaksi varietas dan pupuk organik.
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 0,64 0,52 0,63 0,43 0,72 0,59 b
/V2 (Pioneer 12) 0,81 0,88 0,68 0,89 1,05 0,86 a V3 (SHS 11) 0,29 0,34 0,52 0,32 0,71 0,44 c
Rataan 0,58b 0,58b 0,61 b 0,54 b 0,83a 0,63 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan
baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (Uji BNJ) pada taraf 5%
Dari tabel 3 diketahui bahwa rataan luas daun tertinggi terdapat pada
varietas Pioneer 12 yang berbeda nyata dengan varietas Bisma dan SHS 11.
Sedangkan pemberian pupuk organik sebanyak 75 g/tanaman dan penambahan
pupuk NPK 8,4 g/tanaman mampu menghasilkan rataan luas daun tertinggi yang
berpengaruh nyata dengan hanya pemberian pupuk organik maupun dengan hanya
pupuk NPK serta tanpa pemberian pupuk.
Umur Berbunga (hst)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter umur berbunga dapat
dilihat pada lampiran 18-19. Dari sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
organik dan varietas serta interaksi antara pupuk dengan varietas tidak berbeda
nyata terhadap umur berbunga.
Rataan umur berbunga dengan perlakuan pupuk organik dan varietas serta
Tabel 4. Rataan umur berbunga dengan perlakuan pupuk organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas.
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 54,0 52,7 53,0 54,5 51,0 51,0
V2 (Pioneer 12) 53,8 54,8 53,2 55,2 52,2 52,2
V3 (SHS 11) 55,8 54,8 53,7 53,2 55,8 55,8
Rataan 54,5 54,1 53,3 54,3 53,0 53,0
Dari tabel 4 diketahui bahwa rataan umur berbunga tercepat terdapat pada
varietas Bisma yaitu 51,0 hari setelah tanam dan terlama pada varietas SHS 11
yaitu 55,8 hari setelah tanam.
Untuk pemberian pupuk organik, rataan umur berbunga tercepat terdapat
pada pemberian pupuk organik 75 g/tanaman dan penambahan pupuk NPK
8,4 g/tanaman dibandingkan bila dengan hanya pemberian pupuk NPK dan
terlama berbunga adalah tanpa pemberian pupuk.
Panjang Tongkol (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter panjang tongkol dapat
dilihat pada lampiran 20-21. Dari sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda
nyata terhadap panjang tongkol sedangkan pemberian pupuk organik serta
interaksi antara pupuk dengan varietas belum berbeda nyata pada panjang
tongkol.
Rataan panjang tongkol dengan perlakuan pupuk organik dan varietas
Tabel 5. Rataan panjang tongkol dengan perlakuan pupuk organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas.
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 15,4 15,3 14,9 15,4 14,4 15,1 ab V2 (Pioneer 12) 17,6 16,9 16,0 16,8 17,0 16,9 a V3 (SHS 11) 15,3 13,7 14,4 13,9 14,0 14,3 b
Rataan 16,1 15,3 15,1 15,4 15,1 15,4
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (Uji Tukey) pada taraf 5%
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa varietas Pioneer 12 mampu
menghasilkan rataan panjang tongkol yang terpanjang yang berbeda nyata dengan
varietas SHS 11 namun tidak berbeda nyata dengan varietas Bisma. Sedangkan
pada pemberian pupuk organik, panjang tongkol pada ketiga varietas tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata dimana rataan panjang tongkol yang tertinggi
terdapat tanpa pemberian pupuk dan terendah pada pemberian pupuk organik.
Diameter Tongkol (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter diameter tongkol dapat
dilihat pada lampiran 22-23. Dari sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas,
pupuk organik dan interaksi antara pupuk dengan varietas belum berbeda nyata
terhadap diameter tongkol.
Rataan diameter tongkol dengan pemberian pupuk organik dan varietas
[image:51.595.111.511.115.229.2]Tabel 6. Rataan diameter tongkol dengan perlakuan pupuk organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas.
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 5,0 4,7 4,1 4,9 4,6 4,7
V2 (Pioneer 12) 4,4 4,6 4,7 4,6 4,4 4,5
V3 (SHS 11) 4,5 4,4 4,5 4,2 4,0 4,3
Rataan 4,6 4,6 4,4 4,6 4,3 4,5
Tabel 6 menunjukkan bahwa ketiga varietas yang digunakan belum
berbeda nyata terhadap diameter tongkol dimana rataan diameter tongkol tertinggi
terdapat pada varietas Bisma dan terendah pada varietas SHS 11. Pemberian
pupuk organik juga belum menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap diameter
tongkol dimana dari taraf pupuk yang diberikan, rataan diameter tongkol tertinggi
adalah pada pemberian pupuk organik 75 g/tanaman, pupuk NPK dan tanpa
pemberian pupuk dan yang terendah pada pemberian pupuk organik 75 g/tanaman
dan penambahan pupuk NPK 8,4 g/tanaman.
Berat Tongkol (g)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter berat tongkol dapat
dilihat pada lampiran 24-25. Dari sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas,
pupuk organik dan interaksi antara pupuk dengan varietas belum berbeda nyata
terhadap berat tongkol.
Rataan berat tongkol dengan pemberian pupuk organik dan varietas serta
[image:52.595.113.512.115.225.2]Tabel 7. Rataan berat tongkol dengan perlakuan pupuk organik dan varietas serta interaksi pupuk organik dan varietas.
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 223,3 205 175,8 185 153,3 188,5
V2 (Pioneer 12) 245,8 213,3 178,3 210,8 195,8 208,8 V3 (SHS 11) 171,7 190 188,3 192,1 148,3 178,1
Rataan 213,6 202,8 180,8 196,0 165,8 191,8
Tabel 7 menunjukkan bahwa varietas yang digunakan belum berbeda
nyata pada berat tongkol dimana rataan berat tongkol tertinggi terdapat pada
varietas Pioneer 12 dan terendah pada varietas SHS 11. Pemberian pupuk organik
juga belum menunjukkan pengaruh yang nyata pada berat tongkol dengan rataan
berat tongkol tertinggi adalah dengan tanpa pemberian pupuk dan yang terendah
pada pemberian pupuk organik 75 g/tanaman dan penambahan NPK
8,4 g/tanaman.
Produksi Pipilan Kering /Sampel (g)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter produksi pipilan
kering/sampel dapat dilihat pada lampiran 26-27. Dari sidik ragam dapat diketahui
bahwa varietas, pemberian pupuk organik, dan interaksi antara varietas dengan
pupuk organik berbeda nyata terhadap produksi pipilan kering/sampel.
Rataan produksi pipilan kering/sampel dengan pemberian pupuk organik
dan varietas serta interaksi antara pupuk dengan varietas dapat dilihat pada
Tabel 8. Rataan produksi pipilan kering/sampel dari pemberian pupuk organik pada tiga varietas
Varietas Pupuk organik Rataan
G0 G1 G2 G3 G4
V1 (Bisma) 145,4a 103,6ab 79,8b 105,8ab 93,8ab 105,7 a V2 (Pioneer 12) 106,1ab 164,4a 111,4ab 62,4b 103,0b 109,5 a V3 (SHS 11) 79,9a 55,6a 64,9a 88,3a 70,4a 71,8 b
Rataan 110,5a 107,9a 85,4a 85,5a 89,1a 95,7 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan
baris yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Jujur (Uji Tukey) pada taraf 5%
Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa varietas Pioneer 12 menghasilkan
rataan produksi pipilan kering/sampel tertinggi yang berbeda nyata dengan
varietas SHS 11 namun tidak berbeda nyata dengan varietas Bisma. Sedangkan
pupuk yang diberikan pada tanaman jagung belum menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap produksi pipilan kering/sampel pada semua taraf pupuk
dengan rataan produksi pipilan kering/sampel tertinggi adalah tanpa pemberian
pupuk dan terendah pada pemberian pupuk organik 150 g/tanaman. Dari interaksi
antara varietas dan pupuk organik, dapat diketahui bahwa varietas Pioneer 12
lebih respon dengan pemberian pupuk organik yang menghasilkan rataan produksi
pipilan kering/sampel yang tertinggi pada taraf 75 g/tanaman. Sedangkan varietas
Bisma menghasilkan produksi yang lebih baik tanpa pemberian pupuk dan
varietas SHS 11 menghasilkan produksi yang tinggi dengan pemberian pupuk
NPK.
Bobot 100 Biji Kering/Sampel (g)
Data pengamatan dan sidik ragam dari parameter bobot 100 biji
[image:54.595.113.511.117.232.2]diketahui bahwa varietas, pupuk organik dan interaksi antara pupuk dengan
varietas belum be