• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH

DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN

Oleh

ONIKA PERMATA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CURRING TIME FOR THE STRENGTH OF PAVING BLOCK AFTER COMBUSTION WITH SOIL AND LIME

MATERIALS FOR THE ROAD OF ENVIRONMENT

by

Onika Permata Sari

Infrastructure rapid development sometimes had negative impact, such as the use of impermeable pavement layers which result the infiltration be hampered. By utilizing the paving block, it can resolve of infrastuture development problem. Known, paving block is composition of building materials that made from the mixture of portland cement or hydraulic adhesives, water, and agrregates with or without the other ingridient as defined in SNI 03-0691-19996. To find the other alternatives then will do the assesment with the limestone and soil.

Soil samples were tested from desa Karang Anyar, South Lampung. The composition of mixture was used 6 %, 8 % and 10 %, with curing time during 7,14 and 28 day, and the treatment with or without combustion and then paving block were tested with compressive strength and water absorption.

The research results obtained by the characteristics of the soil is a clay samples. The average value of compressive strength was linearly proportional to the amount of lime composition. The compressive strength during 28 days of curring time andwithout combustion was from32,96kg/cm2 to 10,87kg/cm2, then the

compressive strength with combustionwas from16,99kg/cm2to56,91kg/cm. Water

absorption test value was inversely proportional to the amount of lime composition. The water absorption was from10,07% to 15,07%.The compressive strength resulting overall still not include the specifications of paving block in SK

- SNI 03-1996, also for the compressive strength was 85 kg/cm2. The value of

water absorption test were notinclude the specifications of paving block SK SNI - 03 - 0691-1996 which ranges from 3 % - 10 %.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH

DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN

Oleh

Onika Permata Sari

Laju pembangunan infrastruktur terkadang menimbulkan dampak negatif, seperti pada penggunaan lapis perkerasan yang kedap air hal ini mengakibatkan proses infiltrasi air ke dalam tanah terhambat. Dengan memanfaatkan paving block maka dapat memberikan solusi pada masalah pembangunan infrastruktur. Secara awamdikenal bahwa paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya sesuai definisi SNI 03-0691-1996. Untuk mencari alternatif lain maka dilakukan pengkajian paving block dengan campuran tanah dan kapur.

Sampel tanah yang diuji berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Komposisi campuran yang digunakan adalah 6%, 8% dan 10%, dengan waktu pemeraman 7,14 dan 28 hari serta dengan perlakuan tanpa pembakaran dan pasca pembakaran pada sampel paving block. Kemudian dilakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air.

Hasil penelitian ini diperoleh karakteristik dari sampel tanah merupakan tanah lempung. Nilai rata-rata kuat tekan berbanding lurus dengan jumlah komposisi kapur, penambahan masa pemeraman. Nilai kuat tekan dengan masa pemeraman hingga 28 hari untuk sampel sebelum pembakaran sebesar 10,87 kg/cm2 sampai 32,96 kg/cm2 sedangkan nilai kuat tekan setelah pembakaran sebesar 16,99 kg/cm2 sampai 56,91 kg/cm2. Nilai uji daya serap air berbanding terbalik dengan jumlah komposisi kapuryaitu sebesar 10,07% sampai 15,07%. Nilai kuat tekan yang dihasilkan secara keseluruhan masih belum memenuhi spesifikasi dari

paving block SK-SNI-03-1996 yaitu minimal kuat tekan sebesar 85 kg/cm2.

Begitu pula dengan nilai uji daya serap air belum memenuhi spesifikasi dari

paving blockSK SNI – 03 – 0691– 1996 yaitu berkisar 3% - 10%..

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 4

C. BatasanMasalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block ... 6

B. Klasifikasi Tanah ... 11

C. Tanah Lempung ... 17

D. Kapur……….. 21

E. Air ... 22

(8)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan Penelitian ... 27

B. Metode Pengambilan sampel ... 27

C. Pelaksanaan Pengujian ... 28

D. Urutan Prosedur Penelitian ... 39

E. Analisis Hasil Penelitian ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 46

B. Klasifikasi Tanah Asli... 51

C. Pengujian Pemadatan Campuran Tanah dan Kapur ... 54

D. Pengujian Sampel Paving Block ... 57

E. Hasil Penelitian dengan Campuran Lainnya ... 76

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 80

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kekuatan Fisik Paving Block ... 10

2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 13

2.3 Sistem Klasifikasi Unified ... 14

2.4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO ... 16

3.1 Variasi Campuran ... 40

3.2 Banyaknya sampel masing-masing variasi ... 40

4.1 Hasil pengujian batas atterberg tanah asli ... 46

4.2 Hasil pengujian analisis saringan ... 48

4.3 Hasil pengujian hidrometer ... 49

4.4 Data Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli Karang Anyar, Lampung Selatan ... 51

4.5 Hasil Uji Pemadatan Tanah Campuran ... 56

4.6 Nilai kuat tekan masing-masing campuran pada usia pemeraman 7 hari ... 58

4.7 Nilai kuat tekan masing-masing campuran pada usia pemeraman 14 hari ... 58

(10)

4.9 Kuat tekan rata – rata masing-masing campuran dengan berbagai umur

pemeraman ... 59

4.10 Kuat tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 7 hari ... 62

4.11 Kuat Tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 14 hari ... 63

4.12 Kuat Tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 28 hari ... 63

4.13 Kuat tekan rata-rata masing-masing campuran dengan berbagai variasi lama pemeraman ... 64

4.14 Perbandingan nilai kuat tekan rata-rata pra bakar dan pasca bakar ... 65

4.15 Nilai rata-rata daya serap air dengan lama pemeraman dan persentase campuran yang beragam ... 69

4.16 Hasil pengujian berat jenis setiap campuran ... 72

4.17 Komposisi campuran paving block tanah, semen dan fly ash ... 77

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Denah Lokasi Pengambilan Tanah Di Desa Karang Anyar,

Lampung Selatan ... 45

4.2 Grafik Analisis Saringan ... 48

4.3 Rentang Dari Batas Cair (LL) Dan Indeks Plastisitas (PI)

Untuk Kelompok Tanah (Das, 1998). ... 49

4.4 Hubungan Batas Cair dan Indeks Plastisitas Untuk

Kelompok Tanah Berdasarkan Sistem AASHTO (Das,1998) ... 51

4.5 Tanah Sebelum Dan Sesudah Dipadatkan ... 56

4.6 Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Paving Block tanpa

Pembakaran dengan Persentase Campuran ... 58

4.7 Hubungan antara nilai kuat tekan Paving Block pasca

pembakaran dengan kadar campuran ... 58

4.8 Perbandingan nilai kuat tekan rata-rata pra bakar dan pasca bakar ... 59

4.9 Hubungan Kadar Campuran dengan Nilai Daya Serap Air ... 59

4.10 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan

(12)

4.11 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan

dibakar dan tanpa dibakar pada 14 hari pemeraman ... 63

4.12 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan

dibakar dan tanpa dibakar pada 28 hari pemeraman ... 63

(13)

DAFTAR NOTASI

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas

PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven

Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven

Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

W4 = Berat Picnometer + Air

Wci = Berat Saringan

Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi yang sangat

pesat khususnya di kota-kota besar, menuntut kebutuhan sarana/prasarana

infrastruktur yang memadai, seperti perumahan, jalan, tempat parkir dan

sebagainya. Hal ini berakibat terhadap penyempitan lahan hijau yang tersedia.

Lahan hijau yang berkurang karena pemanfaatan bagi sarana/prasarana

infrastruktur dan penggunaan lapis perkerasan yang kedap air tersebut akan

mengakibatkan proses infiltrasi air ke dalam tanah terhambat sehingga akan

menimbulkan limpasan permukaan yang berakibat banjir terutama pada

musim hujan.

Untuk menahan laju pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang

dapat dikatakan tidak mungkin dilakukan, karena pembangunan merupakan

tuntutan dari pertumbuhan penduduk, ekonomi, sosial dan budaya yang

semakin cepat saat ini. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah mencari

solusi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan yang ada dengan

(15)

Salah satu solusi yang dapat dipilih untuk mengurangi dampak negatif dari

pembangunan adalah dengan menggunakan material konstruksi yang multi

fungsi, yang selain mampu menjalankan fungsinya dalam konstruksi juga

mampu berfungsi sebagai media penyerapan air ke dalam tanah.

Penggunaan paving block setidaknya dapat menjadi bahan penyelesaian

terhadap masalah di atas. Paving block digunakan untuk berbagai macam

keperluan seperti perkerasan jalan, tempat parkir, tempat penimbun

kontainer, taman, dan jalan lingkungan perumahan. Paving block merupakan

konstruksi yang ramah lingkungan, karena sifat fisik paving block yang

mempunyai pori-pori maka dapat meminimalisasi aliran air pada permukaan

dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah, sehingga tidak banyak

mengganggu konservasi air tanah. Sedangkan Perkerasan dari beton

maupun aspal bersifat kedap air, sehingga air hujan tidak dapat meresap ke

dalam tanah sehingga air hujan akan mengalir sebagai runoff/ limpasan di

atas jalan tersebut.

Beberapa keunggulan lain dari Paving block adalah memiliki nilai estetika

yang unik terutama jika didesain dengan pola dan warna yang

indah sedangkan dari segi biaya harganya lebih rendah dibanding dengan

jenis pengerasan konvensional yang lain. Pada kondisi pembebanan yang

normal (sesuai dengan kualitas jalan dan kendaraan yang melalui), paving

block dapat digunakan dengan aman, awet dan paving block tidak mudah

rusak. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada

saat pengerjaannya. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya

(16)

bagian yang rusak tersebut yang diganti.

Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving blok (bata beton) adalah suatu

komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau

bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan

lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton. Berbeda dengan pernyataan

SNI 03-0691-1996 tersebut pada percobaan ini material utama yang akan

digunakan adalah tanah lempung, beranjak dari teori bahwa tanah lempung

mengandung silika, alumina, dan zat lainnya dimana tanah lempung dapat

distabilisasi dengan mencampur material berupa kapur, maka tanah lempung

dipilih sebagai bahan utama dari pembuatan paving block.

Pada proses pembuatan paving block jenis ini dilakukan beberapa tahapan

setelah pencetakan yaitu pengeringan, pembakaran dan pemeraman. Namun

pada penelitian ini fokus pada waktu pemeraman. Waktu pemeraman akan

mempengaruhi besarnya nilai kuat tekan pada paving block walaupun terbuat

dari tanah lempung dan kapur namun prinsipnya akan sama dengan paving block

konvensional dimana biasanya pada lama waktu pemeraman tertentu dapat

menaikkan nilai kuat tekan. Untuk melihat besarnya penambahan kekuatan maka

setelah pemeraman dilakukan uji kuat tekan.

Dari uji coba dengan menggunakan bahan yang belum biasa digunakan ini,

maka diperlukan suatu penelitian secara berkala dan berkelanjutan untuk

memenuhi syarat paving b l o c k yang baik kualitasnya. Sehingga hasil

yang di dapat dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang teknik

(17)

B. Rumusan Masalah

Paving block hanya dibuat dari campuran material tanah lempung dan kapur,

dengan campuran material sederhana ini akankah memenuhi standar mutu

yang berlaku. Untuk melihat layak tidaknya paving block ini akan

dibandingkan dengan paving blockkonvensiaonal ditinjau dari besarnya nilai

kuat tekan yang dihasilkan. Besarnya nilai kuat tekan turut dipengaruhi oleh

waktu pemeraman untuk itu akan dilihat pengaruh variasi waktu pemeraman

terhadap kekuatan paving block.

C. Pembatasan Masalah

1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung di desa Karang

Anyar, Lampung Selatan.

2. Bahan pencampur yang digunakan adalah kapur biasa yang digunakan

untuk bangunan.

3. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli

meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa

saringan, berat volume.

4. Terdapat 3 kondisi pencampuran, yaitu :

a. 6% kapur + 94% tanah

b. 8% kapur + 92% tanah

c. 10% kapur + 90% tanah

5. Jenis cetakan paving block berupa persegi panjang dengan panjang sisi

(18)

6. Pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari.

7. Pembakaran selama 24 jam.

8. Uji kuat tekan yang dilakukan :

 Setelah pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari tanpa pembakaran

masing-masing 3 sampel, dengan total 9 sampel untuk tiap-tiap

persentase campuran.

 Setelah pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari pasca pembakaran

masing-masing 3 sampel, dengan total 9 sampel untuk tiap-tiap

persentase campuran.

9. Uji porositas selama 24 jam untuk sampel tanpa pembakaran dan pasca

pembakaran setelah pemeraman pada hari ke 7, hari ke 14, dann hari ke

28.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung di desa Karang

Anyar, Lampung Selatan.

2. Mengetahui nilai kuat tekan dan porositas paving block dari campuran

material kapur dan tanah lempung.

3. Mengetahui pengaruh variasi waktu pemeraman terhadap besarnya kuat

tekan paving block.

4. Menyimpulkan apakah paving block dengan campuran lempung dan

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

1. Definisi PavingBlock

Menurut SII-0819-88 paving block atau beton untuk lantai ialah suatu

komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland

atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau

tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.

Lapis perkerasan paving block adalah jenis perkerasan lentur (flexible

pavement), dimana lapis permukaannya menggunakan unit-unit blok

beton atau segmental beton yang disusun sedemikian rupa sehingga

unit-unit blok beton tersebut saling kunci mengunci (interlocking) antara

unit blok yang satu dengan unit blok lainnya.

2. Klasifikasi Paving Block

Klasifikasi dari paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan

warna antara lain, yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan bentuk

(20)

yaitu :

1. Paving block bentuk segiempat (rectangular)

2. Paving block bentuk segibanyak

Kuipers (1984) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa

pemakaian bentuk segiempat untuk lalulintas sedang dan berat lebih

cocok karena sifat pengunciannya yang konstan serta mudah

dicungkil apabila sewaktu-waktu akan diadakan perbaikan. Untuk

keperluan konstruksi ringan (misalnya: trotoar plaza, tempat

parkir, jalan lingkungan) dapat dipakai bentuk segiempat

maupun segibanyak

b. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan

Paving block yang diproduksi secara umum mempunyai variasi

ketebalan sebagai berikut:

1. Paving block dengan ketebalan 60 mm diperuntukkan bagi

beban lalulintas ringan yang frekuensinya terbatas pada pejalan

kaki dan kadang-kadang sedang.

2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, diperuntukkan bagi

beban lalulintas sedang yang frekuensinya terbatas pada pick

up, truck, dan bus.

3. Paving block dengan ketebalan 100 mm. diperuntukkan bagi

beban lalulintas berat, antara lain: crane, loader, dan alat berat

lainnya. Paving block ini sering dipergunakan dikawasan industri

(21)

c. Klasifikasi berdasarkan kekuatan

Kekuatan dari paving block berkisar antara 250 kg/cm2 sampai

450 kg/cm2 bergantung dari penggunaan lapis perkerasan. Pada

umumnya paving block yang sudah banyak diproduksi memiliki kuat

tekan karakteristik antara 300 kg/cm2 sampai dengan 350 kg/cm2.

d. Klasifikasi berdasarkan warna

Warna selain menampakkan keindahan juga digunakan sebagai

pembatas seperti pada tempat parkir. Warna paving block yang

ada di pasaran adalah merah, hitam dan abu-abu.

3. Keuntungan Penggunaan Paving Block

Penggunaan paving block mempunyai beberapa keuntungan : Penggunaan

paving block memiliki beberapa keuntungan, antara lain :

 Dapat diproduksi secara massal.

 Dapat diaplikasikan pada pembangunan jalan dengan tanpa

memerlukan keahlian khusus.

 Pada kondisi pembebanan yang normal (sesuai dengan kualitas jalan

dan kendaraan yang melalui), paving block dapat digunakan dengan

aman, awet dan paving block tidak mudah rusak.

Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa

digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton.  Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada

(22)

Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit

dibandingkan penggunaan pelat beton.

 Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran air pada

permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah.

 Pengerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon

dan menahan logam berat.

Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika

didesain dengan pola dan warna yang indah

 Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis

pengerasan konvensional yang lain.

 Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah,

karena jika dikemudian hari terjadi kerusakan cukup hanya pada

bagian yang rusak tersebut yang diganti.

4. Syarat Mutu Paving Block

Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI

03-0691-1996 adalah sebagai berikut :

• Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk

yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut

dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

• Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari

persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen

memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,

ukuran, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

(23)

lebih 3 mm.

5. Penggunaan Paving Block Sebagai Lapisan Perkerasan Permeabel

Pada prinsipnya terdapat 3 buah jenis sistem pada penggunaan paving

block sebagai lapisan perkerasan permeabel, yaitu :

a. Sistem Infiltrasi Total

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian masuk ke dalam tanah sub grade.

b. Sistem Parsial Infiltrasi

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian sebagian akan mengalir melalui pipa berlubang dan

dilepaskan pada saluran drainase, sebagian lagi

(24)

c. Sistem Non Infiltrasi

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian seluruh air akan mengalir melalui pipa berlubang dan

dilepaskan pada saluran drainase tanpa ada yang masuk ke dalam

tanah sub grade.

B. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem

klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara

singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang

terinci (Das, 1995).

Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan

tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis

tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan

sebagainya (Bowles, 1989).

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan

tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap

pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang

karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya

berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah

(25)

Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :

1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun

1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan

selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian

American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS

sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem

ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing

diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis

(Hendarsin, 2000), yaitu:

a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos

ayakan No.200 < 50 %.

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa

ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar

dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

 Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada

saringan No. 4

 Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara

(26)

b. Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No.

200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C)

dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada

grafik plastisitas.

c. Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok

Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat

sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari

kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis

yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel

daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.

Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol

Kerikil

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

(27)

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

(28)

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway

and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan

mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan

hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of

Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research

Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem

klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan

jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar

yaitu A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 ,

A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari

jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang

masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau

lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil

sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh

AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk

mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan

batas plastis.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan

pada Tabel 2.4 Dimana pada tabel itu menunjukkan bahwa kelompok

tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan

(29)

Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

(30)

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, dimana

tanah lempung terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang

padat merupakan polyamorphous yang mana pada bagian ini terdiri dari

mineral inorganis dan organis.

Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran

mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan

unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan

kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas

lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika

bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan

wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”.

Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat

lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang

mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam

jumlah lebih dari 50 %.

Hardiyatmo (1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung

yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,

permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,

kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan

adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai

(31)

1. Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung

umumnya memiliki sifat-sifat:

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif

sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu

dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air

teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul

karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air

atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur

yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi

plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup

dengan pengeringan udara saja.

b. Pengaruh Zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang

tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas

Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai

dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat

membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah

di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.

Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.

Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada

(32)

molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar

seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak

akan terjadi apapun.

2. Struktur Komposisi Mineral Lempung

Jenis-jenis tanah liat menurut susunan mineralnya :

a. Lempung Kaolinit

Susunan kimianya adalah Al2O3.2SiO2.2H2O disebut juga

mineral kaolin. Lempung ini berwarna putih bila kadar besinya

rendah.

b. Lempung Monmorilonit.

Berwarna kelabu sampai hijau, bila basah bersifat sangat plastis

dan mudah mengembang, bila kering keras dan mudah hancur.

Karena sifatnya yang mudah mengembang, serta sifat susut kering

yang tinggi maka lempung jenis ini, dalam bidang keramik jarang

dipakai.

c. Lempung Illite

Lempung ini mengandung illite yaitu sejenis kristal hidromika

yang mempunyai sifat susut muainya rendah.

c. Lempung klorit

Bentuk kristalnya monokolin, warna khas hijau dan berkilap kaca

hingga pudar seperti tanah. Bersifat susut bakar rendah sehingga

baik untuk bahan keramik maka dapat diasumsikan bahwa jenis ini

(33)

3. Kriteria Tanah Lempung

Suatu tanah dapat digolongkan sebagai tanah lempung jika memenuhi

syarat sebagai berikut :

a. Mengandung 30% pasir, 40% butiran-butiran ukuran lanau, dan 30%

butiran-butiran ukuran lempung.

b. Butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) berdasarkan ASTM

standar dan berukuran < 0,002 mm.

c. Suatu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada

yang mengandung sejumlah lempung.

4. Sifat tanah Lempung Pada Pembakaran

Tanah Lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti

berikut:

a. Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang

ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah

menjadi paving block mentah.

b. Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara

kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan

menguap.

c. Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal

dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan

mengisi pori- pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.

d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih

(34)

e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut

bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti

perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah

lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi

tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.

D. Kapur

Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam berdasarkan

penggunaan yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur

tersebut terdapat dalam kapur tohor, maupun kapur padam. Disamping itu,

kapur dapat diklasifikasikan dalam jenis-jenis kapur sebagai berikut (PUBI,

1982:7-8) :

1. Kapur tohor yaitu hasil pembakaran batu alam yang komposisinya

adalah sebagian besar kalsium karbonat; pada suhu sedemikian tinggi,

sehingga jika diberi air dapat terpadamkan (dapat bersenyawa dengan air

membentuk hidrat).

2. Kapur padam yaitu Hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat.

3. Kapur udara yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah

beberapa waktu hanya dapat mengeras di udara kerena pengikatan karbon

dioksida (CO2).

4. Kapur hidrolis yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air

setelah beberapa waktu dapat mengeras, baik di dalam air aupun di udara.

(35)

magnesiumoksida (Mg0), dihitung dari contoh kapur yang dipijarkan.

Kapur juga dapat disebut dengan semen non hidrolik karena fungsinya

hampir sama dengan semen tetapi kapur tidak dapat mengikat dan

mengeras dalam air. Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2

macam berdasarkan penggunaannya yaitu kapur pemutih dan kapur

aduk. Kedua macam kapur tersebut boleh terdapat dalam kapur tohor

maupun kapur padam.

Sifat-sifat kapur sebagai bahan bangunan (bahan ikat) yaitu:

 Mempunyai sifat plastis yang baik (tidak getas)

 Sebagai mortel, member kekuatan pada tembok.

 Dapat mengeras dengan cepat dan mudah.

 Mudah dikerjakan.

 Mempunyai ikatan yang bagus dengan batu atau bata.

Sejauh ini kapur dimanfaatkan sebagai bahan bangunan diantaranya untuk

pekerjaan plester dan pembuatan semen, sebagai bahan pengikat beton,

sebagai batuan dan juga sebagai pemutih.

E. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,

membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air

yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses

hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses

hidrasi tidak tercapai seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan

(36)

Air yang digunakan dapat berupa air tawar, air laut maupun air limbah,

asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat,

klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya

digunakan air yang dapat diminum.

2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24

jam atau jika bisa, disaring terlebih dahulu.

F. Reaksi Kapur terhadap Tanah Lempung

Pada saat kapur dicampur dengan material lempung akan terjadi berbagai

reaksi kimia. Air juga turut memicu adanya reaksi dalam campuran kedua

material tersebut. Absorsi air, reaksi eksotermis, reaksi ekspansif selain itu

pertukaran ion dan pozollanic merupakan reaksi yang akan terjadi sebagai

akibat dari pencampuran kapur dan tanah. Berikut dapat dilihat bagaimana

proses reaksi itu berlangsung dan akibat dari reaksi tersebut :

1. Absorpsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif

Bila kapur dicampurkan pada tanah, maka pada tanah yang ada

kandungan airnya, akan terjadi reaksi sebagai berikut:

CaO + H2O ⇒ Ca(OH)2 + 15,6 Kcal/mol

Melalui reaksi kimia ini 0,321 kg air bereaksi dengan 1 kg kapur dan

menimbulkan panas sebesar 278 Kcal. Pada saat bersamaan, volume

kapur menjadi kira-kira dua kali lebih besar dari volume asal sehingga

(37)

2. Reaksi Pertukaran Ion

Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan

negatif. Ion positif seperti ion hidrogen, ion sodium, ion kalsium serta air

yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran-butiran

lempung tadi. Jika kapur ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti

diatas tersebut, maka pertukaran ion segera terjadi dan ion sodium yang

berasal dari kapur diserap oleh permukaan butiran lempung. Ini diikuti

oleh flokulasi butir-butir lempung menjadi gumpalan- gumpalan butir

kasar yang gembur. Efeknya adalah pada umumnya menambah batas

plastis dan memperkecil batas cair. Efek keseluruhan adalah memperkecil

indeks plastis.

3. Reaksi Pozzolan

Dengan berlalunya waktu, maka silika (SIO2) dan alumina (Al2O3)

yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral

reaktif, akan bereaksi dengan kapur dan akan membentuk kalsium silikat

hidrat, kalsium aluminat hidrat dan gehlenite hidrat. Pembentukan

senyawa-senyawa kimia ini terus menerus berlangsung untuk waktu

yang lama.

Menurut Kezdi (1979), proses pencampuran tanah dengan kapur tejadi

dalam beberapa tahap, pada tahap awal pembentukan gel berupa pasta

lempung-kapur tahap berikutnya perubahan formasi akibat proses

ionisasi, selanjutnya tahap pembentukan pencampuran dan tahap

(38)

pengerasan atau sementasi pada partikel lempung dengan kapur.

Pencampuran lempung-kapur akan menyebabkan perubahan sifat

lempung asli karena proses sementasi. dengan berkurangnya penyerapan

air pada mineral lempung karena terhalang dan terkekang formasi

sementasi pada partikel lempung. Terbentuknya sementasi dalam struktur

tanah lempung akan menimbulkan terbentuknya rongga pori di dalam

bagian kristalisasi/sementasi, yang lebih sulit ditembus air.

Penambahan kapur terhadap lempung akan menyebabkan pertukaran

kation yang berdekatan. Keuntungan dari penambahan kapur adalah

karena material tersebut mereduksi plastisitas dan mengurangi sifat

pengembangan.

Pada waktu kapur ditambahkan pada tanah lempung. akan terjadi

perubahan yang disebabkan oleh:

a. Adanya perubahan lapisan air sekeliling mineral lempung. Kekuatan

antara 2 mineral lempung bergantung pada muatan. ukuran dan

hidrasi dari ton-ion yang ditarik. Ion Calcium mempunyai 2 valensi

dan mengikat partikel tanah menjadi tertutup sesamanya. Hal

demikian dapat menurunkan plastisitas dan mengakibatkan struktur

granular menjadi tebih terbuka.

b. Kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.

Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10 %,

menghasilkan konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang

(39)

c. Reaksi kapur dengan komponen-komponen tanah, akan membentuk

bahan kimia baru. Dua komponen penting dari tanah yang bereaksi

dengan kapur adalah alumina dan silika. Reaksi ini berlangsung

dalam waktu yang lama dan menghasilkan kekuatan yang lebih besar.

bila campuran tanah dengan kapur dibiarkan dulu selama periode

waktu tertentu. Reaksi ini disebut Pozzolanic action atau sementasi

(Whitehurst & Yoder, 1952).

Menurut Ingles dan Metcalf (1972) kapur bereaksi dengan mineral

lempung dari tanah dan membentuk cairan kental atau pasta calcium

silicate. Proses yang terjadi adalah dengan segera akan terbentuk lapisan

silikat gel yang berbentuk gumpalan dan menyelubungi pori tanah.

(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

1. Definisi PavingBlock

Menurut SII-0819-88 paving block atau beton untuk lantai ialah suatu

komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland

atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau

tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.

Lapis perkerasan paving block adalah jenis perkerasan lentur (flexible

pavement), dimana lapis permukaannya menggunakan unit-unit blok

beton atau segmental beton yang disusun sedemikian rupa sehingga

unit-unit blok beton tersebut saling kunci mengunci (interlocking) antara

unit blok yang satu dengan unit blok lainnya.

2. Klasifikasi Paving Block

Klasifikasi dari paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan

warna antara lain, yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan bentuk

(41)

yaitu :

1. Paving block bentuk segiempat (rectangular)

2. Paving block bentuk segibanyak

Kuipers (1984) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa

pemakaian bentuk segiempat untuk lalulintas sedang dan berat lebih

cocok karena sifat pengunciannya yang konstan serta mudah

dicungkil apabila sewaktu-waktu akan diadakan perbaikan. Untuk

keperluan konstruksi ringan (misalnya: trotoar plaza, tempat

parkir, jalan lingkungan) dapat dipakai bentuk segiempat

maupun segibanyak

b. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan

Paving block yang diproduksi secara umum mempunyai variasi

ketebalan sebagai berikut:

1. Paving block dengan ketebalan 60 mm diperuntukkan bagi

beban lalulintas ringan yang frekuensinya terbatas pada pejalan

kaki dan kadang-kadang sedang.

2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, diperuntukkan bagi

beban lalulintas sedang yang frekuensinya terbatas pada pick

up, truck, dan bus.

3. Paving block dengan ketebalan 100 mm. diperuntukkan bagi

beban lalulintas berat, antara lain: crane, loader, dan alat berat

lainnya. Paving block ini sering dipergunakan dikawasan industri

(42)

c. Klasifikasi berdasarkan kekuatan

Kekuatan dari paving block berkisar antara 250 kg/cm2 sampai

450 kg/cm2 bergantung dari penggunaan lapis perkerasan. Pada

umumnya paving block yang sudah banyak diproduksi memiliki kuat

tekan karakteristik antara 300 kg/cm2 sampai dengan 350 kg/cm2.

d. Klasifikasi berdasarkan warna

Warna selain menampakkan keindahan juga digunakan sebagai

pembatas seperti pada tempat parkir. Warna paving block yang

ada di pasaran adalah merah, hitam dan abu-abu.

3. Keuntungan Penggunaan Paving Block

Penggunaan paving block mempunyai beberapa keuntungan : Penggunaan

paving block memiliki beberapa keuntungan, antara lain :

 Dapat diproduksi secara massal.

 Dapat diaplikasikan pada pembangunan jalan dengan tanpa

memerlukan keahlian khusus.

 Pada kondisi pembebanan yang normal (sesuai dengan kualitas jalan

dan kendaraan yang melalui), paving block dapat digunakan dengan

aman, awet dan paving block tidak mudah rusak.

Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa

digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton.  Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada

(43)

Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit

dibandingkan penggunaan pelat beton.

 Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran air pada

permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah.

 Pengerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon

dan menahan logam berat.

Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika

didesain dengan pola dan warna yang indah

 Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis

pengerasan konvensional yang lain.

 Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah,

karena jika dikemudian hari terjadi kerusakan cukup hanya pada

bagian yang rusak tersebut yang diganti.

4. Syarat Mutu Paving Block

Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI

03-0691-1996 adalah sebagai berikut :

• Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk

yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut

dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

• Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari

persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen

memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,

ukuran, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

(44)

lebih 3 mm.

5. Penggunaan Paving Block Sebagai Lapisan Perkerasan Permeabel

Pada prinsipnya terdapat 3 buah jenis sistem pada penggunaan paving

block sebagai lapisan perkerasan permeabel, yaitu :

a. Sistem Infiltrasi Total

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian masuk ke dalam tanah sub grade.

b. Sistem Parsial Infiltrasi

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian sebagian akan mengalir melalui pipa berlubang dan

dilepaskan pada saluran drainase, sebagian lagi

(45)

c. Sistem Non Infiltrasi

Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes

melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base

kemudian seluruh air akan mengalir melalui pipa berlubang dan

dilepaskan pada saluran drainase tanpa ada yang masuk ke dalam

tanah sub grade.

B. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem

klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara

singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang

terinci (Das, 1995).

Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan

tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis

tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan

sebagainya (Bowles, 1989).

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan

tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap

pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang

karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya

berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah

(46)

Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :

1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun

1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan

selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian

American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS

sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem

ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing

diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis

(Hendarsin, 2000), yaitu:

a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos

ayakan No.200 < 50 %.

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa

ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar

dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

 Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada

saringan No. 4

 Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara

(47)

b. Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No.

200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C)

dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada

grafik plastisitas.

c. Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok

Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat

sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari

kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis

yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel

daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.

Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol

Kerikil

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

(48)

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

(49)

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway

and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan

mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan

hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of

Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research

Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem

klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan

jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar

yaitu A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 ,

A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari

jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang

masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau

lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil

sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh

AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk

mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan

batas plastis.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan

pada Tabel 2.4 Dimana pada tabel itu menunjukkan bahwa kelompok

tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan

(50)

Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

(51)

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, dimana

tanah lempung terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang

padat merupakan polyamorphous yang mana pada bagian ini terdiri dari

mineral inorganis dan organis.

Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran

mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan

unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan

kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas

lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika

bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan

wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”.

Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat

lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang

mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam

jumlah lebih dari 50 %.

Hardiyatmo (1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung

yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,

permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,

kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan

adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai

(52)

1. Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung

umumnya memiliki sifat-sifat:

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif

sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu

dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air

teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul

karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air

atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur

yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi

plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup

dengan pengeringan udara saja.

b. Pengaruh Zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang

tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas

Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai

dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat

membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah

di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.

Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.

Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada

(53)

molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar

seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak

akan terjadi apapun.

2. Struktur Komposisi Mineral Lempung

Jenis-jenis tanah liat menurut susunan mineralnya :

a. Lempung Kaolinit

Susunan kimianya adalah Al2O3.2SiO2.2H2O disebut juga

mineral kaolin. Lempung ini berwarna putih bila kadar besinya

rendah.

b. Lempung Monmorilonit.

Berwarna kelabu sampai hijau, bila basah bersifat sangat plastis

dan mudah mengembang, bila kering keras dan mudah hancur.

Karena sifatnya yang mudah mengembang, serta sifat susut kering

yang tinggi maka lempung jenis ini, dalam bidang keramik jarang

dipakai.

c. Lempung Illite

Lempung ini mengandung illite yaitu sejenis kristal hidromika

yang mempunyai sifat susut muainya rendah.

c. Lempung klorit

Bentuk kristalnya monokolin, warna khas hijau dan berkilap kaca

hingga pudar seperti tanah. Bersifat susut bakar rendah sehingga

baik untuk bahan keramik maka dapat diasumsikan bahwa jenis ini

(54)

3. Kriteria Tanah Lempung

Suatu tanah dapat digolongkan sebagai tanah lempung jika memenuhi

syarat sebagai berikut :

a. Mengandung 30% pasir, 40% butiran-butiran ukuran lanau, dan 30%

butiran-butiran ukuran lempung.

b. Butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) berdasarkan ASTM

standar dan berukuran < 0,002 mm.

c. Suatu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada

yang mengandung sejumlah lempung.

4. Sifat tanah Lempung Pada Pembakaran

Tanah Lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti

berikut:

a. Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang

ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah

menjadi paving block mentah.

b. Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara

kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan

menguap.

c. Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal

dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan

mengisi pori- pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.

d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih

(55)

e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut

bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti

perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah

lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi

tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.

D. Kapur

Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam berdasarkan

penggunaan yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur

tersebut terdapat dalam kapur tohor, maupun kapur padam. Disamping itu,

kapur dapat diklasifikasikan dalam jenis-jenis kapur sebagai berikut (PUBI,

1982:7-8) :

1. Kapur tohor yaitu hasil pembakaran batu alam yang komposisinya

adalah sebagian besar kalsium karbonat; pada suhu sedemikian tinggi,

sehingga jika diberi air dapat terpadamkan (dapat bersenyawa dengan air

membentuk hidrat).

2. Kapur padam yaitu Hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat.

3. Kapur udara yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah

beberapa waktu hanya dapat mengeras di udara kerena pengikatan karbon

dioksida (CO2).

4. Kapur hidrolis yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air

setelah beberapa waktu dapat mengeras, baik di dalam air aupun di udara.

(56)

magnesiumoksida (Mg0), dihitung dari contoh kapur yang dipijarkan.

Kapur juga dapat disebut dengan semen non hidrolik karena fungsinya

hampir sama dengan semen tetapi kapur tidak dapat mengikat dan

mengeras dalam air. Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2

macam berdasarkan penggunaannya yaitu kapur pemutih dan kapur

aduk. Kedua macam kapur tersebut boleh terdapat dalam kapur tohor

maupun kapur padam.

Sifat-sifat kapur sebagai bahan bangunan (bahan ikat) yaitu:

 Mempunyai sifat plastis yang baik (tidak getas)

 Sebagai mortel, member kekuatan pada tembok.

 Dapat mengeras dengan cepat dan mudah.

 Mudah dikerjakan.

 Mempunyai ikatan yang bagus dengan batu atau bata.

Sejauh ini kapur dimanfaatkan sebagai bahan bangunan diantaranya untuk

pekerjaan plester dan pembuatan semen, sebagai bahan pengikat beton,

sebagai batuan dan juga sebagai pemutih.

E. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,

membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air

yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses

hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses

hidrasi tidak tercapai seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan

(57)

Air yang digunakan dapat berupa air tawar, air laut maupun air limbah,

asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat,

klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya

digunakan air yang dapat diminum.

2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24

jam atau jika bisa, disaring terlebih dahulu.

F. Reaksi Kapur terhadap Tanah Lempung

Pada saat kapur dicampur dengan material lempung akan terjadi berbagai

reaksi kimia. Air juga turut memicu adanya reaksi dalam campuran kedua

material tersebut. Absorsi air, reaksi eksotermis, reaksi ekspansif selain itu

pertukaran ion dan pozollanic merupakan reaksi yang akan terjadi sebagai

akibat dari pencampuran kapur dan tanah. Berikut dapat dilihat bagaimana

proses reaksi itu berlangsung dan akibat dari reaksi tersebut :

1. Absorpsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif

Bila kapur dicampurkan pada tanah, maka pada tanah yang ada

kandungan airnya, akan terjadi reaksi sebagai berikut:

CaO + H2O ⇒ Ca(OH)2 + 15,6 Kcal/mol

Melalui reaksi kimia ini 0,321 kg air bereaksi dengan 1 kg kapur dan

menimbulkan panas sebesar 278 Kcal. Pada saat bersamaan, volume

kapur menjadi kira-kira dua kali lebih besar dari volume asal sehingga

Gambar

Tabel  2.1. Kekuatan Fisik Paving Block
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tabel 2.4.  Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan pada paving block campuran tanah dan larutan additive ISS 2500, maka dapat didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut

Hasil Pengujian nilai kuat tekan bebas tertinggi dari penelitian yang dilakukan terhadap tanah lempung dengan campuran semen dengan kadar 12% dan waktu pemeraman 28 hari

Pada pengujian Kuat Tekan Bebas (UCS) tanah lempung dan lanau dengan variasi pemeraman pada kondisi rendaman, tanah campuran kapur dengan pemadatan modified

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kadar campuran yang lebih bervariasi, waktu pemeraman dengan dimensi (6x6x6)cm 3 yang lebih menditail untuk mengetahui nilai

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan kapur dalam persentase tertentu dan lama waktu pemeraman terhadap peningkatan daya

Pada penelitian ini akan dicoba masalah yang dititik beratkan pada pengaruh penambahan kapur pada tanah lempung berpasir serta lama waktu pemeraman sebagai bahan campuran

Paving block memiliki komposisi campuran dari portland cement , air dan agregat halus dengan atau tanpa bahan tambah lainnya.. Salah satu bahan utama yang memiliki pengaruh

Komposisi ini dipilih karena pada penelitian terdahulu sudah ada yang menggunakan kadar campuran kapur sebanyak 6%, 8% dan 10%. Dengan penambahan kapur yang