PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH
DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN
Oleh
ONIKA PERMATA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CURRING TIME FOR THE STRENGTH OF PAVING BLOCK AFTER COMBUSTION WITH SOIL AND LIME
MATERIALS FOR THE ROAD OF ENVIRONMENT
by
Onika Permata Sari
Infrastructure rapid development sometimes had negative impact, such as the use of impermeable pavement layers which result the infiltration be hampered. By utilizing the paving block, it can resolve of infrastuture development problem. Known, paving block is composition of building materials that made from the mixture of portland cement or hydraulic adhesives, water, and agrregates with or without the other ingridient as defined in SNI 03-0691-19996. To find the other alternatives then will do the assesment with the limestone and soil.
Soil samples were tested from desa Karang Anyar, South Lampung. The composition of mixture was used 6 %, 8 % and 10 %, with curing time during 7,14 and 28 day, and the treatment with or without combustion and then paving block were tested with compressive strength and water absorption.
The research results obtained by the characteristics of the soil is a clay samples. The average value of compressive strength was linearly proportional to the amount of lime composition. The compressive strength during 28 days of curring time andwithout combustion was from32,96kg/cm2 to 10,87kg/cm2, then the
compressive strength with combustionwas from16,99kg/cm2to56,91kg/cm. Water
absorption test value was inversely proportional to the amount of lime composition. The water absorption was from10,07% to 15,07%.The compressive strength resulting overall still not include the specifications of paving block in SK
- SNI 03-1996, also for the compressive strength was 85 kg/cm2. The value of
water absorption test were notinclude the specifications of paving block SK SNI - 03 - 0691-1996 which ranges from 3 % - 10 %.
ABSTRAK
PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH
DAN KAPUR UNTUK JALAN LINGKUNGAN
Oleh
Onika Permata Sari
Laju pembangunan infrastruktur terkadang menimbulkan dampak negatif, seperti pada penggunaan lapis perkerasan yang kedap air hal ini mengakibatkan proses infiltrasi air ke dalam tanah terhambat. Dengan memanfaatkan paving block maka dapat memberikan solusi pada masalah pembangunan infrastruktur. Secara awamdikenal bahwa paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya sesuai definisi SNI 03-0691-1996. Untuk mencari alternatif lain maka dilakukan pengkajian paving block dengan campuran tanah dan kapur.
Sampel tanah yang diuji berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Komposisi campuran yang digunakan adalah 6%, 8% dan 10%, dengan waktu pemeraman 7,14 dan 28 hari serta dengan perlakuan tanpa pembakaran dan pasca pembakaran pada sampel paving block. Kemudian dilakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air.
Hasil penelitian ini diperoleh karakteristik dari sampel tanah merupakan tanah lempung. Nilai rata-rata kuat tekan berbanding lurus dengan jumlah komposisi kapur, penambahan masa pemeraman. Nilai kuat tekan dengan masa pemeraman hingga 28 hari untuk sampel sebelum pembakaran sebesar 10,87 kg/cm2 sampai 32,96 kg/cm2 sedangkan nilai kuat tekan setelah pembakaran sebesar 16,99 kg/cm2 sampai 56,91 kg/cm2. Nilai uji daya serap air berbanding terbalik dengan jumlah komposisi kapuryaitu sebesar 10,07% sampai 15,07%. Nilai kuat tekan yang dihasilkan secara keseluruhan masih belum memenuhi spesifikasi dari
paving block SK-SNI-03-1996 yaitu minimal kuat tekan sebesar 85 kg/cm2.
Begitu pula dengan nilai uji daya serap air belum memenuhi spesifikasi dari
paving blockSK SNI – 03 – 0691– 1996 yaitu berkisar 3% - 10%..
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR NOTASI ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. RumusanMasalah ... 4
C. BatasanMasalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block ... 6
B. Klasifikasi Tanah ... 11
C. Tanah Lempung ... 17
D. Kapur……….. 21
E. Air ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Penelitian ... 27
B. Metode Pengambilan sampel ... 27
C. Pelaksanaan Pengujian ... 28
D. Urutan Prosedur Penelitian ... 39
E. Analisis Hasil Penelitian ... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 46
B. Klasifikasi Tanah Asli... 51
C. Pengujian Pemadatan Campuran Tanah dan Kapur ... 54
D. Pengujian Sampel Paving Block ... 57
E. Hasil Penelitian dengan Campuran Lainnya ... 76
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 80
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kekuatan Fisik Paving Block ... 10
2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 13
2.3 Sistem Klasifikasi Unified ... 14
2.4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO ... 16
3.1 Variasi Campuran ... 40
3.2 Banyaknya sampel masing-masing variasi ... 40
4.1 Hasil pengujian batas atterberg tanah asli ... 46
4.2 Hasil pengujian analisis saringan ... 48
4.3 Hasil pengujian hidrometer ... 49
4.4 Data Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli Karang Anyar, Lampung Selatan ... 51
4.5 Hasil Uji Pemadatan Tanah Campuran ... 56
4.6 Nilai kuat tekan masing-masing campuran pada usia pemeraman 7 hari ... 58
4.7 Nilai kuat tekan masing-masing campuran pada usia pemeraman 14 hari ... 58
4.9 Kuat tekan rata – rata masing-masing campuran dengan berbagai umur
pemeraman ... 59
4.10 Kuat tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 7 hari ... 62
4.11 Kuat Tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 14 hari ... 63
4.12 Kuat Tekan pasca bakar dengan masa pemeraman 28 hari ... 63
4.13 Kuat tekan rata-rata masing-masing campuran dengan berbagai variasi lama pemeraman ... 64
4.14 Perbandingan nilai kuat tekan rata-rata pra bakar dan pasca bakar ... 65
4.15 Nilai rata-rata daya serap air dengan lama pemeraman dan persentase campuran yang beragam ... 69
4.16 Hasil pengujian berat jenis setiap campuran ... 72
4.17 Komposisi campuran paving block tanah, semen dan fly ash ... 77
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Denah Lokasi Pengambilan Tanah Di Desa Karang Anyar,
Lampung Selatan ... 45
4.2 Grafik Analisis Saringan ... 48
4.3 Rentang Dari Batas Cair (LL) Dan Indeks Plastisitas (PI)
Untuk Kelompok Tanah (Das, 1998). ... 49
4.4 Hubungan Batas Cair dan Indeks Plastisitas Untuk
Kelompok Tanah Berdasarkan Sistem AASHTO (Das,1998) ... 51
4.5 Tanah Sebelum Dan Sesudah Dipadatkan ... 56
4.6 Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Paving Block tanpa
Pembakaran dengan Persentase Campuran ... 58
4.7 Hubungan antara nilai kuat tekan Paving Block pasca
pembakaran dengan kadar campuran ... 58
4.8 Perbandingan nilai kuat tekan rata-rata pra bakar dan pasca bakar ... 59
4.9 Hubungan Kadar Campuran dengan Nilai Daya Serap Air ... 59
4.10 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan
4.11 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan
dibakar dan tanpa dibakar pada 14 hari pemeraman ... 63
4.12 Hubungan nilai berat jenis Paving Block dengan perlakuan
dibakar dan tanpa dibakar pada 28 hari pemeraman ... 63
DAFTAR NOTASI
ω = Kadar Air
Gs = Berat Jenis
LL = Batas Cair
PI = Indeks Plastisitas
PL = Batas Plastis
q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan
Ww = Berat Air
Wc = Berat Container
Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven
Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven
Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering
W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air
W4 = Berat Picnometer + Air
Wci = Berat Saringan
Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi yang sangat
pesat khususnya di kota-kota besar, menuntut kebutuhan sarana/prasarana
infrastruktur yang memadai, seperti perumahan, jalan, tempat parkir dan
sebagainya. Hal ini berakibat terhadap penyempitan lahan hijau yang tersedia.
Lahan hijau yang berkurang karena pemanfaatan bagi sarana/prasarana
infrastruktur dan penggunaan lapis perkerasan yang kedap air tersebut akan
mengakibatkan proses infiltrasi air ke dalam tanah terhambat sehingga akan
menimbulkan limpasan permukaan yang berakibat banjir terutama pada
musim hujan.
Untuk menahan laju pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang
dapat dikatakan tidak mungkin dilakukan, karena pembangunan merupakan
tuntutan dari pertumbuhan penduduk, ekonomi, sosial dan budaya yang
semakin cepat saat ini. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah mencari
solusi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan yang ada dengan
Salah satu solusi yang dapat dipilih untuk mengurangi dampak negatif dari
pembangunan adalah dengan menggunakan material konstruksi yang multi
fungsi, yang selain mampu menjalankan fungsinya dalam konstruksi juga
mampu berfungsi sebagai media penyerapan air ke dalam tanah.
Penggunaan paving block setidaknya dapat menjadi bahan penyelesaian
terhadap masalah di atas. Paving block digunakan untuk berbagai macam
keperluan seperti perkerasan jalan, tempat parkir, tempat penimbun
kontainer, taman, dan jalan lingkungan perumahan. Paving block merupakan
konstruksi yang ramah lingkungan, karena sifat fisik paving block yang
mempunyai pori-pori maka dapat meminimalisasi aliran air pada permukaan
dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah, sehingga tidak banyak
mengganggu konservasi air tanah. Sedangkan Perkerasan dari beton
maupun aspal bersifat kedap air, sehingga air hujan tidak dapat meresap ke
dalam tanah sehingga air hujan akan mengalir sebagai runoff/ limpasan di
atas jalan tersebut.
Beberapa keunggulan lain dari Paving block adalah memiliki nilai estetika
yang unik terutama jika didesain dengan pola dan warna yang
indah sedangkan dari segi biaya harganya lebih rendah dibanding dengan
jenis pengerasan konvensional yang lain. Pada kondisi pembebanan yang
normal (sesuai dengan kualitas jalan dan kendaraan yang melalui), paving
block dapat digunakan dengan aman, awet dan paving block tidak mudah
rusak. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada
saat pengerjaannya. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya
bagian yang rusak tersebut yang diganti.
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving blok (bata beton) adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau
bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton. Berbeda dengan pernyataan
SNI 03-0691-1996 tersebut pada percobaan ini material utama yang akan
digunakan adalah tanah lempung, beranjak dari teori bahwa tanah lempung
mengandung silika, alumina, dan zat lainnya dimana tanah lempung dapat
distabilisasi dengan mencampur material berupa kapur, maka tanah lempung
dipilih sebagai bahan utama dari pembuatan paving block.
Pada proses pembuatan paving block jenis ini dilakukan beberapa tahapan
setelah pencetakan yaitu pengeringan, pembakaran dan pemeraman. Namun
pada penelitian ini fokus pada waktu pemeraman. Waktu pemeraman akan
mempengaruhi besarnya nilai kuat tekan pada paving block walaupun terbuat
dari tanah lempung dan kapur namun prinsipnya akan sama dengan paving block
konvensional dimana biasanya pada lama waktu pemeraman tertentu dapat
menaikkan nilai kuat tekan. Untuk melihat besarnya penambahan kekuatan maka
setelah pemeraman dilakukan uji kuat tekan.
Dari uji coba dengan menggunakan bahan yang belum biasa digunakan ini,
maka diperlukan suatu penelitian secara berkala dan berkelanjutan untuk
memenuhi syarat paving b l o c k yang baik kualitasnya. Sehingga hasil
yang di dapat dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang teknik
B. Rumusan Masalah
Paving block hanya dibuat dari campuran material tanah lempung dan kapur,
dengan campuran material sederhana ini akankah memenuhi standar mutu
yang berlaku. Untuk melihat layak tidaknya paving block ini akan
dibandingkan dengan paving blockkonvensiaonal ditinjau dari besarnya nilai
kuat tekan yang dihasilkan. Besarnya nilai kuat tekan turut dipengaruhi oleh
waktu pemeraman untuk itu akan dilihat pengaruh variasi waktu pemeraman
terhadap kekuatan paving block.
C. Pembatasan Masalah
1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung di desa Karang
Anyar, Lampung Selatan.
2. Bahan pencampur yang digunakan adalah kapur biasa yang digunakan
untuk bangunan.
3. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli
meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa
saringan, berat volume.
4. Terdapat 3 kondisi pencampuran, yaitu :
a. 6% kapur + 94% tanah
b. 8% kapur + 92% tanah
c. 10% kapur + 90% tanah
5. Jenis cetakan paving block berupa persegi panjang dengan panjang sisi
6. Pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari.
7. Pembakaran selama 24 jam.
8. Uji kuat tekan yang dilakukan :
Setelah pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari tanpa pembakaran
masing-masing 3 sampel, dengan total 9 sampel untuk tiap-tiap
persentase campuran.
Setelah pemeraman selama 7, 14 dan 28 hari pasca pembakaran
masing-masing 3 sampel, dengan total 9 sampel untuk tiap-tiap
persentase campuran.
9. Uji porositas selama 24 jam untuk sampel tanpa pembakaran dan pasca
pembakaran setelah pemeraman pada hari ke 7, hari ke 14, dann hari ke
28.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung di desa Karang
Anyar, Lampung Selatan.
2. Mengetahui nilai kuat tekan dan porositas paving block dari campuran
material kapur dan tanah lempung.
3. Mengetahui pengaruh variasi waktu pemeraman terhadap besarnya kuat
tekan paving block.
4. Menyimpulkan apakah paving block dengan campuran lempung dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
1. Definisi PavingBlock
Menurut SII-0819-88 paving block atau beton untuk lantai ialah suatu
komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland
atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau
tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.
Lapis perkerasan paving block adalah jenis perkerasan lentur (flexible
pavement), dimana lapis permukaannya menggunakan unit-unit blok
beton atau segmental beton yang disusun sedemikian rupa sehingga
unit-unit blok beton tersebut saling kunci mengunci (interlocking) antara
unit blok yang satu dengan unit blok lainnya.
2. Klasifikasi Paving Block
Klasifikasi dari paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan
warna antara lain, yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan bentuk
yaitu :
1. Paving block bentuk segiempat (rectangular)
2. Paving block bentuk segibanyak
Kuipers (1984) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa
pemakaian bentuk segiempat untuk lalulintas sedang dan berat lebih
cocok karena sifat pengunciannya yang konstan serta mudah
dicungkil apabila sewaktu-waktu akan diadakan perbaikan. Untuk
keperluan konstruksi ringan (misalnya: trotoar plaza, tempat
parkir, jalan lingkungan) dapat dipakai bentuk segiempat
maupun segibanyak
b. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan
Paving block yang diproduksi secara umum mempunyai variasi
ketebalan sebagai berikut:
1. Paving block dengan ketebalan 60 mm diperuntukkan bagi
beban lalulintas ringan yang frekuensinya terbatas pada pejalan
kaki dan kadang-kadang sedang.
2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, diperuntukkan bagi
beban lalulintas sedang yang frekuensinya terbatas pada pick
up, truck, dan bus.
3. Paving block dengan ketebalan 100 mm. diperuntukkan bagi
beban lalulintas berat, antara lain: crane, loader, dan alat berat
lainnya. Paving block ini sering dipergunakan dikawasan industri
c. Klasifikasi berdasarkan kekuatan
Kekuatan dari paving block berkisar antara 250 kg/cm2 sampai
450 kg/cm2 bergantung dari penggunaan lapis perkerasan. Pada
umumnya paving block yang sudah banyak diproduksi memiliki kuat
tekan karakteristik antara 300 kg/cm2 sampai dengan 350 kg/cm2.
d. Klasifikasi berdasarkan warna
Warna selain menampakkan keindahan juga digunakan sebagai
pembatas seperti pada tempat parkir. Warna paving block yang
ada di pasaran adalah merah, hitam dan abu-abu.
3. Keuntungan Penggunaan Paving Block
Penggunaan paving block mempunyai beberapa keuntungan : Penggunaan
paving block memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
Dapat diproduksi secara massal.
Dapat diaplikasikan pada pembangunan jalan dengan tanpa
memerlukan keahlian khusus.
Pada kondisi pembebanan yang normal (sesuai dengan kualitas jalan
dan kendaraan yang melalui), paving block dapat digunakan dengan
aman, awet dan paving block tidak mudah rusak.
Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa
digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada
Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit
dibandingkan penggunaan pelat beton.
Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran air pada
permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah.
Pengerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon
dan menahan logam berat.
Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika
didesain dengan pola dan warna yang indah
Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis
pengerasan konvensional yang lain.
Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah,
karena jika dikemudian hari terjadi kerusakan cukup hanya pada
bagian yang rusak tersebut yang diganti.
4. Syarat Mutu Paving Block
Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI
03-0691-1996 adalah sebagai berikut :
• Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk
yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut
dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
• Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari
persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen
memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,
ukuran, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.
lebih 3 mm.
5. Penggunaan Paving Block Sebagai Lapisan Perkerasan Permeabel
Pada prinsipnya terdapat 3 buah jenis sistem pada penggunaan paving
block sebagai lapisan perkerasan permeabel, yaitu :
a. Sistem Infiltrasi Total
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian masuk ke dalam tanah sub grade.
b. Sistem Parsial Infiltrasi
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian sebagian akan mengalir melalui pipa berlubang dan
dilepaskan pada saluran drainase, sebagian lagi
c. Sistem Non Infiltrasi
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian seluruh air akan mengalir melalui pipa berlubang dan
dilepaskan pada saluran drainase tanpa ada yang masuk ke dalam
tanah sub grade.
B. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem
klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara
singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang
terinci (Das, 1995).
Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan
tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis
tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan
sebagainya (Bowles, 1989).
Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan
tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap
pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya
berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah
Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun
1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan
selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation
(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian
American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS
sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem
ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing
diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis
(Hendarsin, 2000), yaitu:
a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos
ayakan No.200 < 50 %.
Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa
ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar
dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :
Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada
saringan No. 4
Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara
b. Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No.
200 > 50 %.
Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C)
dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada
grafik plastisitas.
c. Tanah Organis
Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok
Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat
sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari
kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis
yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel
daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol
Kerikil
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
2. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan
mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan
hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of
Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research
Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem
klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan
jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar
yaitu A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 ,
A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang
masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau
lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil
sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan
batas plastis.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan
pada Tabel 2.4 Dimana pada tabel itu menunjukkan bahwa kelompok
tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan
Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, dimana
tanah lempung terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang
padat merupakan polyamorphous yang mana pada bagian ini terdiri dari
mineral inorganis dan organis.
Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran
mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan
unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan
kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas
lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika
bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan
wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”.
Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat
lengket (kohesif) dan sangat lunak.
Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang
mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam
jumlah lebih dari 50 %.
Hardiyatmo (1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung
yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,
kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan
adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai
1. Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung
umumnya memiliki sifat-sifat:
a. Hidrasi
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif
sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu
dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air
teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul
karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air
atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur
yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi
plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup
dengan pengeringan udara saja.
b. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang
tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas
Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai
dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat
membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah
di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.
Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.
Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada
molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar
seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak
akan terjadi apapun.
2. Struktur Komposisi Mineral Lempung
Jenis-jenis tanah liat menurut susunan mineralnya :
a. Lempung Kaolinit
Susunan kimianya adalah Al2O3.2SiO2.2H2O disebut juga
mineral kaolin. Lempung ini berwarna putih bila kadar besinya
rendah.
b. Lempung Monmorilonit.
Berwarna kelabu sampai hijau, bila basah bersifat sangat plastis
dan mudah mengembang, bila kering keras dan mudah hancur.
Karena sifatnya yang mudah mengembang, serta sifat susut kering
yang tinggi maka lempung jenis ini, dalam bidang keramik jarang
dipakai.
c. Lempung Illite
Lempung ini mengandung illite yaitu sejenis kristal hidromika
yang mempunyai sifat susut muainya rendah.
c. Lempung klorit
Bentuk kristalnya monokolin, warna khas hijau dan berkilap kaca
hingga pudar seperti tanah. Bersifat susut bakar rendah sehingga
baik untuk bahan keramik maka dapat diasumsikan bahwa jenis ini
3. Kriteria Tanah Lempung
Suatu tanah dapat digolongkan sebagai tanah lempung jika memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. Mengandung 30% pasir, 40% butiran-butiran ukuran lanau, dan 30%
butiran-butiran ukuran lempung.
b. Butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) berdasarkan ASTM
standar dan berukuran < 0,002 mm.
c. Suatu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada
yang mengandung sejumlah lempung.
4. Sifat tanah Lempung Pada Pembakaran
Tanah Lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti
berikut:
a. Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang
ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah
menjadi paving block mentah.
b. Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara
kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan
menguap.
c. Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal
dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan
mengisi pori- pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.
d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih
e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut
bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti
perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah
lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi
tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.
D. Kapur
Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam berdasarkan
penggunaan yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur
tersebut terdapat dalam kapur tohor, maupun kapur padam. Disamping itu,
kapur dapat diklasifikasikan dalam jenis-jenis kapur sebagai berikut (PUBI,
1982:7-8) :
1. Kapur tohor yaitu hasil pembakaran batu alam yang komposisinya
adalah sebagian besar kalsium karbonat; pada suhu sedemikian tinggi,
sehingga jika diberi air dapat terpadamkan (dapat bersenyawa dengan air
membentuk hidrat).
2. Kapur padam yaitu Hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat.
3. Kapur udara yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah
beberapa waktu hanya dapat mengeras di udara kerena pengikatan karbon
dioksida (CO2).
4. Kapur hidrolis yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air
setelah beberapa waktu dapat mengeras, baik di dalam air aupun di udara.
magnesiumoksida (Mg0), dihitung dari contoh kapur yang dipijarkan.
Kapur juga dapat disebut dengan semen non hidrolik karena fungsinya
hampir sama dengan semen tetapi kapur tidak dapat mengikat dan
mengeras dalam air. Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2
macam berdasarkan penggunaannya yaitu kapur pemutih dan kapur
aduk. Kedua macam kapur tersebut boleh terdapat dalam kapur tohor
maupun kapur padam.
Sifat-sifat kapur sebagai bahan bangunan (bahan ikat) yaitu:
Mempunyai sifat plastis yang baik (tidak getas)
Sebagai mortel, member kekuatan pada tembok.
Dapat mengeras dengan cepat dan mudah.
Mudah dikerjakan.
Mempunyai ikatan yang bagus dengan batu atau bata.
Sejauh ini kapur dimanfaatkan sebagai bahan bangunan diantaranya untuk
pekerjaan plester dan pembuatan semen, sebagai bahan pengikat beton,
sebagai batuan dan juga sebagai pemutih.
E. Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air
yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses
hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses
hidrasi tidak tercapai seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan
Air yang digunakan dapat berupa air tawar, air laut maupun air limbah,
asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan, yaitu:
1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat,
klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya
digunakan air yang dapat diminum.
2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24
jam atau jika bisa, disaring terlebih dahulu.
F. Reaksi Kapur terhadap Tanah Lempung
Pada saat kapur dicampur dengan material lempung akan terjadi berbagai
reaksi kimia. Air juga turut memicu adanya reaksi dalam campuran kedua
material tersebut. Absorsi air, reaksi eksotermis, reaksi ekspansif selain itu
pertukaran ion dan pozollanic merupakan reaksi yang akan terjadi sebagai
akibat dari pencampuran kapur dan tanah. Berikut dapat dilihat bagaimana
proses reaksi itu berlangsung dan akibat dari reaksi tersebut :
1. Absorpsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif
Bila kapur dicampurkan pada tanah, maka pada tanah yang ada
kandungan airnya, akan terjadi reaksi sebagai berikut:
CaO + H2O ⇒ Ca(OH)2 + 15,6 Kcal/mol
Melalui reaksi kimia ini 0,321 kg air bereaksi dengan 1 kg kapur dan
menimbulkan panas sebesar 278 Kcal. Pada saat bersamaan, volume
kapur menjadi kira-kira dua kali lebih besar dari volume asal sehingga
2. Reaksi Pertukaran Ion
Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hidrogen, ion sodium, ion kalsium serta air
yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran-butiran
lempung tadi. Jika kapur ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti
diatas tersebut, maka pertukaran ion segera terjadi dan ion sodium yang
berasal dari kapur diserap oleh permukaan butiran lempung. Ini diikuti
oleh flokulasi butir-butir lempung menjadi gumpalan- gumpalan butir
kasar yang gembur. Efeknya adalah pada umumnya menambah batas
plastis dan memperkecil batas cair. Efek keseluruhan adalah memperkecil
indeks plastis.
3. Reaksi Pozzolan
Dengan berlalunya waktu, maka silika (SIO2) dan alumina (Al2O3)
yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral
reaktif, akan bereaksi dengan kapur dan akan membentuk kalsium silikat
hidrat, kalsium aluminat hidrat dan gehlenite hidrat. Pembentukan
senyawa-senyawa kimia ini terus menerus berlangsung untuk waktu
yang lama.
Menurut Kezdi (1979), proses pencampuran tanah dengan kapur tejadi
dalam beberapa tahap, pada tahap awal pembentukan gel berupa pasta
lempung-kapur tahap berikutnya perubahan formasi akibat proses
ionisasi, selanjutnya tahap pembentukan pencampuran dan tahap
pengerasan atau sementasi pada partikel lempung dengan kapur.
Pencampuran lempung-kapur akan menyebabkan perubahan sifat
lempung asli karena proses sementasi. dengan berkurangnya penyerapan
air pada mineral lempung karena terhalang dan terkekang formasi
sementasi pada partikel lempung. Terbentuknya sementasi dalam struktur
tanah lempung akan menimbulkan terbentuknya rongga pori di dalam
bagian kristalisasi/sementasi, yang lebih sulit ditembus air.
Penambahan kapur terhadap lempung akan menyebabkan pertukaran
kation yang berdekatan. Keuntungan dari penambahan kapur adalah
karena material tersebut mereduksi plastisitas dan mengurangi sifat
pengembangan.
Pada waktu kapur ditambahkan pada tanah lempung. akan terjadi
perubahan yang disebabkan oleh:
a. Adanya perubahan lapisan air sekeliling mineral lempung. Kekuatan
antara 2 mineral lempung bergantung pada muatan. ukuran dan
hidrasi dari ton-ion yang ditarik. Ion Calcium mempunyai 2 valensi
dan mengikat partikel tanah menjadi tertutup sesamanya. Hal
demikian dapat menurunkan plastisitas dan mengakibatkan struktur
granular menjadi tebih terbuka.
b. Kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.
Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10 %,
menghasilkan konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang
c. Reaksi kapur dengan komponen-komponen tanah, akan membentuk
bahan kimia baru. Dua komponen penting dari tanah yang bereaksi
dengan kapur adalah alumina dan silika. Reaksi ini berlangsung
dalam waktu yang lama dan menghasilkan kekuatan yang lebih besar.
bila campuran tanah dengan kapur dibiarkan dulu selama periode
waktu tertentu. Reaksi ini disebut Pozzolanic action atau sementasi
(Whitehurst & Yoder, 1952).
Menurut Ingles dan Metcalf (1972) kapur bereaksi dengan mineral
lempung dari tanah dan membentuk cairan kental atau pasta calcium
silicate. Proses yang terjadi adalah dengan segera akan terbentuk lapisan
silikat gel yang berbentuk gumpalan dan menyelubungi pori tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
1. Definisi PavingBlock
Menurut SII-0819-88 paving block atau beton untuk lantai ialah suatu
komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland
atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau
tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.
Lapis perkerasan paving block adalah jenis perkerasan lentur (flexible
pavement), dimana lapis permukaannya menggunakan unit-unit blok
beton atau segmental beton yang disusun sedemikian rupa sehingga
unit-unit blok beton tersebut saling kunci mengunci (interlocking) antara
unit blok yang satu dengan unit blok lainnya.
2. Klasifikasi Paving Block
Klasifikasi dari paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan
warna antara lain, yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan bentuk
yaitu :
1. Paving block bentuk segiempat (rectangular)
2. Paving block bentuk segibanyak
Kuipers (1984) dalam penelitiannya berkesimpulan bahwa
pemakaian bentuk segiempat untuk lalulintas sedang dan berat lebih
cocok karena sifat pengunciannya yang konstan serta mudah
dicungkil apabila sewaktu-waktu akan diadakan perbaikan. Untuk
keperluan konstruksi ringan (misalnya: trotoar plaza, tempat
parkir, jalan lingkungan) dapat dipakai bentuk segiempat
maupun segibanyak
b. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan
Paving block yang diproduksi secara umum mempunyai variasi
ketebalan sebagai berikut:
1. Paving block dengan ketebalan 60 mm diperuntukkan bagi
beban lalulintas ringan yang frekuensinya terbatas pada pejalan
kaki dan kadang-kadang sedang.
2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, diperuntukkan bagi
beban lalulintas sedang yang frekuensinya terbatas pada pick
up, truck, dan bus.
3. Paving block dengan ketebalan 100 mm. diperuntukkan bagi
beban lalulintas berat, antara lain: crane, loader, dan alat berat
lainnya. Paving block ini sering dipergunakan dikawasan industri
c. Klasifikasi berdasarkan kekuatan
Kekuatan dari paving block berkisar antara 250 kg/cm2 sampai
450 kg/cm2 bergantung dari penggunaan lapis perkerasan. Pada
umumnya paving block yang sudah banyak diproduksi memiliki kuat
tekan karakteristik antara 300 kg/cm2 sampai dengan 350 kg/cm2.
d. Klasifikasi berdasarkan warna
Warna selain menampakkan keindahan juga digunakan sebagai
pembatas seperti pada tempat parkir. Warna paving block yang
ada di pasaran adalah merah, hitam dan abu-abu.
3. Keuntungan Penggunaan Paving Block
Penggunaan paving block mempunyai beberapa keuntungan : Penggunaan
paving block memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
Dapat diproduksi secara massal.
Dapat diaplikasikan pada pembangunan jalan dengan tanpa
memerlukan keahlian khusus.
Pada kondisi pembebanan yang normal (sesuai dengan kualitas jalan
dan kendaraan yang melalui), paving block dapat digunakan dengan
aman, awet dan paving block tidak mudah rusak.
Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa
digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada
Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit
dibandingkan penggunaan pelat beton.
Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran air pada
permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah.
Pengerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon
dan menahan logam berat.
Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika
didesain dengan pola dan warna yang indah
Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis
pengerasan konvensional yang lain.
Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah,
karena jika dikemudian hari terjadi kerusakan cukup hanya pada
bagian yang rusak tersebut yang diganti.
4. Syarat Mutu Paving Block
Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI
03-0691-1996 adalah sebagai berikut :
• Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk
yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut
dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.
• Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari
persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen
memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,
ukuran, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.
lebih 3 mm.
5. Penggunaan Paving Block Sebagai Lapisan Perkerasan Permeabel
Pada prinsipnya terdapat 3 buah jenis sistem pada penggunaan paving
block sebagai lapisan perkerasan permeabel, yaitu :
a. Sistem Infiltrasi Total
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian masuk ke dalam tanah sub grade.
b. Sistem Parsial Infiltrasi
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian sebagian akan mengalir melalui pipa berlubang dan
dilepaskan pada saluran drainase, sebagian lagi
c. Sistem Non Infiltrasi
Pada sistem ini, air yang jatuh ke perkerasan akan merembes
melalui celah diantara paving block, melewati lapisan sub base
kemudian seluruh air akan mengalir melalui pipa berlubang dan
dilepaskan pada saluran drainase tanpa ada yang masuk ke dalam
tanah sub grade.
B. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem
klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara
singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang
terinci (Das, 1995).
Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan
tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis
tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan
sebagainya (Bowles, 1989).
Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan
tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap
pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya
berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah
Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun
1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan
selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation
(USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian
American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS
sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem
ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing
diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis
(Hendarsin, 2000), yaitu:
a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos
ayakan No.200 < 50 %.
Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa
ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar
dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :
Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada
saringan No. 4
Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara
b. Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No.
200 > 50 %.
Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C)
dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada
grafik plastisitas.
c. Tanah Organis
Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok
Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat
sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari
kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis
yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel
daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol
Kerikil
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
2. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan
mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan
hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of
Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research
Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem
klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan
jalan yaitu lapis dasar (sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar
yaitu A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 ,
A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang
masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau
lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil
sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan
batas plastis.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan
pada Tabel 2.4 Dimana pada tabel itu menunjukkan bahwa kelompok
tanah yang paling kiri dengan kualitas paling baik, makin ke kanan
Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar Biasa sampai jelek
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component, dimana
tanah lempung terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang
padat merupakan polyamorphous yang mana pada bagian ini terdiri dari
mineral inorganis dan organis.
Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran
mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan
unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan
kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas
lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika
bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan
wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”.
Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat
lengket (kohesif) dan sangat lunak.
Bowles (1991) Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang
mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam
jumlah lebih dari 50 %.
Hardiyatmo (1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung
yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,
kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan
adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai
1. Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung
umumnya memiliki sifat-sifat:
a. Hidrasi
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif
sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu
dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air
teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul
karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air
atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur
yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi
plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup
dengan pengeringan udara saja.
b. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang
tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas
Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai
dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat
membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah
di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.
Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.
Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada
molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar
seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak
akan terjadi apapun.
2. Struktur Komposisi Mineral Lempung
Jenis-jenis tanah liat menurut susunan mineralnya :
a. Lempung Kaolinit
Susunan kimianya adalah Al2O3.2SiO2.2H2O disebut juga
mineral kaolin. Lempung ini berwarna putih bila kadar besinya
rendah.
b. Lempung Monmorilonit.
Berwarna kelabu sampai hijau, bila basah bersifat sangat plastis
dan mudah mengembang, bila kering keras dan mudah hancur.
Karena sifatnya yang mudah mengembang, serta sifat susut kering
yang tinggi maka lempung jenis ini, dalam bidang keramik jarang
dipakai.
c. Lempung Illite
Lempung ini mengandung illite yaitu sejenis kristal hidromika
yang mempunyai sifat susut muainya rendah.
c. Lempung klorit
Bentuk kristalnya monokolin, warna khas hijau dan berkilap kaca
hingga pudar seperti tanah. Bersifat susut bakar rendah sehingga
baik untuk bahan keramik maka dapat diasumsikan bahwa jenis ini
3. Kriteria Tanah Lempung
Suatu tanah dapat digolongkan sebagai tanah lempung jika memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. Mengandung 30% pasir, 40% butiran-butiran ukuran lanau, dan 30%
butiran-butiran ukuran lempung.
b. Butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) berdasarkan ASTM
standar dan berukuran < 0,002 mm.
c. Suatu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada
yang mengandung sejumlah lempung.
4. Sifat tanah Lempung Pada Pembakaran
Tanah Lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti
berikut:
a. Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang
ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah
menjadi paving block mentah.
b. Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara
kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan
menguap.
c. Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal
dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan
mengisi pori- pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.
d. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih
e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut
bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti
perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah
lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi
tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.
D. Kapur
Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam berdasarkan
penggunaan yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur
tersebut terdapat dalam kapur tohor, maupun kapur padam. Disamping itu,
kapur dapat diklasifikasikan dalam jenis-jenis kapur sebagai berikut (PUBI,
1982:7-8) :
1. Kapur tohor yaitu hasil pembakaran batu alam yang komposisinya
adalah sebagian besar kalsium karbonat; pada suhu sedemikian tinggi,
sehingga jika diberi air dapat terpadamkan (dapat bersenyawa dengan air
membentuk hidrat).
2. Kapur padam yaitu Hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat.
3. Kapur udara yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah
beberapa waktu hanya dapat mengeras di udara kerena pengikatan karbon
dioksida (CO2).
4. Kapur hidrolis yaitu Kapur padam yang apabila diaduk dengan air
setelah beberapa waktu dapat mengeras, baik di dalam air aupun di udara.
magnesiumoksida (Mg0), dihitung dari contoh kapur yang dipijarkan.
Kapur juga dapat disebut dengan semen non hidrolik karena fungsinya
hampir sama dengan semen tetapi kapur tidak dapat mengikat dan
mengeras dalam air. Kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2
macam berdasarkan penggunaannya yaitu kapur pemutih dan kapur
aduk. Kedua macam kapur tersebut boleh terdapat dalam kapur tohor
maupun kapur padam.
Sifat-sifat kapur sebagai bahan bangunan (bahan ikat) yaitu:
Mempunyai sifat plastis yang baik (tidak getas)
Sebagai mortel, member kekuatan pada tembok.
Dapat mengeras dengan cepat dan mudah.
Mudah dikerjakan.
Mempunyai ikatan yang bagus dengan batu atau bata.
Sejauh ini kapur dimanfaatkan sebagai bahan bangunan diantaranya untuk
pekerjaan plester dan pembuatan semen, sebagai bahan pengikat beton,
sebagai batuan dan juga sebagai pemutih.
E. Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air
yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses
hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses
hidrasi tidak tercapai seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan
Air yang digunakan dapat berupa air tawar, air laut maupun air limbah,
asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan, yaitu:
1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat,
klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya
digunakan air yang dapat diminum.
2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24
jam atau jika bisa, disaring terlebih dahulu.
F. Reaksi Kapur terhadap Tanah Lempung
Pada saat kapur dicampur dengan material lempung akan terjadi berbagai
reaksi kimia. Air juga turut memicu adanya reaksi dalam campuran kedua
material tersebut. Absorsi air, reaksi eksotermis, reaksi ekspansif selain itu
pertukaran ion dan pozollanic merupakan reaksi yang akan terjadi sebagai
akibat dari pencampuran kapur dan tanah. Berikut dapat dilihat bagaimana
proses reaksi itu berlangsung dan akibat dari reaksi tersebut :
1. Absorpsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif
Bila kapur dicampurkan pada tanah, maka pada tanah yang ada
kandungan airnya, akan terjadi reaksi sebagai berikut:
CaO + H2O ⇒ Ca(OH)2 + 15,6 Kcal/mol
Melalui reaksi kimia ini 0,321 kg air bereaksi dengan 1 kg kapur dan
menimbulkan panas sebesar 278 Kcal. Pada saat bersamaan, volume
kapur menjadi kira-kira dua kali lebih besar dari volume asal sehingga