• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN TANAH DAN KAPUR SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN TANAH DAN KAPUR SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

STUDY OF THE STRENGTH OF POST COMBUSTIONS PAVING BLOCK USING SOIL AND LIME AND RICE HUSK ASH FOR THE

ENVIRONTMENT ROAD

By :

Sauti Lutfiah

Paving block is made of a mixture of portland cement or other kinds of hydrolysis adhesive material, water, and aggregates with or without other additive materials. In this study, the researcher will further examine alternative materials of paving block by using a mixture of soil and lime and rice husk ash for the residential road. Soil samples that were tested in this study were clay, derived from Desa Karang Anyar, Lampung. Content variation of the mixtures used was 6%, 8%, and 10%. The comparison between lime and rice husk ash was conduct about 1: 1 with a curing time of 14 days.

This results had obtained of paving block characteristics were the compressive strength were directly proportional to the increased level of mixtures with the highest compressive strength about 34.83 kg/cm2, which was produced by the post-combustion paving block, and the value of water absorption was inversely proportional to the increased level of the mixture at 25,33% - 34.90%. The results shows that the paving block using soil, lime and rice husk ash does not meet the SNI standard of paving blocks with a minimum compressive strength of 85 kg/cm2 and water absorption values between 3% - 10% for paving block characteristics.

(3)

ABSTRAK

STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN

MENGGUNAKAN TANAH DAN KAPUR SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN

Oleh :

Sauti Lutfiah

Paving block terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolisis sejenisnya, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya. Maka, pada penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut bahan alternatif lain dari paving block

dengan menggunakan campuran tanah dan kapur serta abu sekam padi untuk jalan lingkungan.Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan yaitu 6%, 8%, dan 10%, perbandingan antara kapur dan abu sekam padi adalah 1 : 1 dengan waktu pemeraman 14 hari.

Diperoleh hasil penelitian karakteristik paving block berupa kuat tekan yang berbanding lurus terhadap peningkatan kadar campuran dengan nilai kuat tekan terbesar dihasilkan oleh paving block pasca bakar sebesar 34,83 kg/cm2, serta nilai daya serap air yang berbanding terbalik terhadap peningkatan kadar campuran yaitu sebesar 25,33% - 34,90%. Hasil penelitian menujukkan bahwa paving block

menggunakan tanah, kapur dan abu sekam padi ini tidak memenuhi standar SNI

paving block dengan kuat tekan minimal sebesar 85 kg/cm2 serta nilai daya serap air antara 3% - 10%.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

D. Tujuan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block ... 6

1. KlasifikasiPaving Block ... 6

2. Standar MutuPaving Block ... 8

B. Tanah ... 10

1. Definisi Tanah ... 10

2. Klasifikasi Tanah ... 10

C. Tanah Lempung ... 17

D. Kapur ... 25

E. Abu Sekam Padi ... 27

F. Studi Literatur ... 28

III.METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian ... 31

B. Metode Pengambilan Sampel ... 32

C. Metode Pencampuran Sampel ... 33

(8)

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 35

2. Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air ... 45

E. Urutan Prosedur Penelitian ... 46

F. Analisis Hasil Penelitian ... 50

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 53

1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 54

2. Hasil Pengujian Berat Volume ... 54

3. Hasil Pengujian Berat Jenis (Gs) ... 54

4. Hasil Pengujian Gradasi Analisis Saringan ... 54

5. Hasil Pengujian Batas Atterberg ... 57

6. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 58

B. Klasifikasi Tanah Asli ... 59

1. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 59

2. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ... 60

C. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah Campuran ... 61

D. Analisis Komposisi Paving Block ... 63

E. Hasil Pengujian Daya Serap Air ... 68

F. Hasil Pengujian Kuat Tekan Paving Block ... 71

G. Hasil Pengujian Berat Jenis Paving Block ... 80

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kekuatan Fisik Paving Block ... 9

2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified ... 12

3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS ... 14

4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO ... 16

5. Perkiraan Perubahan Warna Tanah Liat Setelah Proses ... Pembakaran ... 23

6. Variasi Perbandingan Campuran Sampel ... 34

7. Hasil Pengujian Analisis Ukuran Butiran Tanah ... 55

8. Hasil Pengujian Hidrometri ... 56

9. Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli ... 57

10.Data Hasil Pengujian Karakteristik Tanah Asli ... 58

11.Hasil Uji Pemadatan Tanah Campuran ... 62

12.Komposisi Paving Block Sampel 1 ... 64

13.Komposisi Paving Block Sampel 2 ... 66

14.Komposisi Paving Block Sampel 3 ... 67

15.Daya Serap Air Pada Sampel 1 ... 69

16.Daya Serap Air Pada Sampel 2 ... 69

17.Daya Serap Air Pada Sampel 3 ... 69

(10)

19.Hasil Uji Kuat Tekan Tanpa Pembakaran Sampel 2 ... 72

20.Hasil Uji Kuat Tekan Tanpa Pembakaran Sampel 3 ... 72

21.Hasil Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran Sampel 1 ... 75

22.Hasil Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran Sampel 2 ... 75

23.Hasil Uji Kuat Tekan Pasca Pembakaran Sampel 3 ... 75

24.Perbandingan Kuat Tekan Paving Block Tiap Perlakuan ... 77

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Macam–macam Bentuk Paving Block ... 7

2. Pola Pemasangan Paving Block ... 7

3. Bentuk Pasak Topi Uskup... 7

4. Bagan Alir Penelitian ... 52

5. Kurva Hasil Analisa Ukuran Butiran Tanah ... 56

6. Hubungan Batas Cair dan Indeks Plastisitas untuk Kelompok Tanah Berdasarkan Sistem AASHTO ... 60

7. Hubungan Batas Cair dan Indeks Plastisitas (Unified) ... 61

8. Perbandingan Kadar Air Optimun Tanah Campuran ... 62

9. (a) dan (b) Elemen dan Komposisi Paving Block Sampel 1 ... 65

10.10. (a) dan (b) Elemen dan Komposisi Paving Block Sampel 2 ... 65

11.(a) dan (b) Elemen dan Komposisi Paving Block Sampel 3 ... 67

12.Hubungan Daya Serap Air Tiap Sampel Paving Block ... 70

13.Hubungan Variasi Campuran Dengan Kuat Tekan Rerata Paving Block Tanpa Pembakaran... 73

14.Hubungan Variasi Campuran Dengan Kuat Tekan Rerata Paving Block Pasca Pembakaran ... 76

15.Perbandingan Kuat Tekan Paving Block Tiap Perlakuan ... 78

(12)

DAFTAR NOTASI

ω = Kadar Air

γ = Berat Volume

γd = Berat Volume Kering ρair = Massa Jenis Air

e = Angka Pori

n = Prositas

S = Derajat Kejenuhan

Ø = Diameter

P = Beban

L = Luas

CL = Clay

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

V = Volume

(13)

vii

Vv = Volume Pori

Vw = Volume Air dalam Pori Va = Volume Udara dalam Pori

W = Berat

Wk = Berat Sampel Kering

Wb = Berat Sampel Setelah Direndam

Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

W1 = Berat Picnometer + Tanah Basah W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air W4 = Berat Picnometer + Air

Wci = Berat Saringan

Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan Wai = Berat Tanah Tertahan

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalan merupakan sarana transportasi yang sudah ada sejak zaman dahulu yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia, bermula dari tanah yang mengeras karena jejak kaki manusia dan berkembang seiring peradaban manusia hingga saat ini. Di indonesia sendiri dikenal beberapa jenis konstruksi jalan seperti Telford yang diperkenalkan oleh Thomas Telford (1757-1834) dan konstruksi jalan Macadam yang dicetuskan oleh John Loudon McAdam (1756-1836). Pada awal abad ke-20 saat kendaraan bermotor mulai berkembang, pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih nyaman dan aman pun mulai dilakukan. Hingga pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, kemudian disempurnakan dengan teknologi beton mastik pada tahun 1990.

(15)

2

Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai berkembang pesat sejak tahun 1970 dimana mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai dengan klasifikasinya. Sebagian besar klasifikasi jalan ditentukan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan antara lain; jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna; jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi; jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi dan jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri jarak dekat dan kecepatan rendah.

(16)

Secara umum paving block terbuat dari campuran semen, pasir dan air, dimana fungsi semen adalah sebagai pengikat campuran, pasir sebagai bahan pengisi sedangkan air membantu proses reaksi campuran dan proses pengerjaan. Berdasarkan ulasan diatas penulis mencoba membuat penelitian tentang paving block dengan judul “Studi Kekuatan Paving Block Pasca Pembakaran Menggunakan Tanah dan Kapur serta Abu Sekam Padi

untuk Jalan Lingkungan”.

Dimana campuran tanah dan kapur, khususnya tanah lempung berfungsi sebagai bahan pengikat, abu sekam padi sebagai bahan pengisi (filler) serta air sebagai katalisator proses kimia dan mempermudah proses pengerjaan.

Paving block ini diharapkan mampu memenuhi standar berdasarkan SNI 03-0691-1996.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini, adalah :

Melihat dan mengamati bagaimana karakteristik paving block pasca pembakaran yaitu kuat tekan dan daya serap airnya, yang terbuat dari campuran tanah, kapur dan abu sekam padi dengan variasi perbandingan campuran yang berbeda-beda serta menarik kesimpulan apakah paving block

(17)

4

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan – permasalahan yang telah di uraikan diatas, agar tidak menyimpang dari tugas akhir ini maka dibuat suatu batasan masalah. Batasan – batasan masalah dalam pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah yang digunakan adalah sampel tanah liat (lempung) yang berasal dari Karang Anyar, Lampung Selatan.

2. Pengujian sampel tanah di laboratorium, meliputi :

a. Uji kadar air e. Uji batas Atterberg

b. Uji berat jenis f. Uji pemadatan tanah

c. Uji berat volume

d. Uji analisa saringan

3. Kapur yang digunakan adalah kapur bubuk yang didapat di dari desa Gedungbendo, kec. Natar.

4. Menggunakan abu sekam padi yang berasal dari desa Kaliasin kec. Natar. 5. Penelitian ini menggunakan 3 variasi perbandingan campuran antara

kapur dan abu sekam padi, yaitu : 6%, 8%, dan 10%. 6. Air yang digunakan adalah air tanah biasa.

7. Pencetakan dilakukan dengan mesin pencetak paving block dengan sistem getar pada CV. Langgeng

8. Total jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 buah sampel.

9. Pembakaran dilakukan secara konvensional.

(18)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui kekuatan serta karakteristik paving block dari tanah dan kapur serta abu sekam padi pasca pembakaran dengan variasi perbandingan campuran yang berbeda-beda.

2. Megetahui mutu yang dihasilkan pada paving block setelah mengalami perlakuan pembakaran.

3. Mengetahui kuat tekan dan daya resapan paving block tiap variasi perbandingan campuran.

(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

Paving block atau bata beton menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut. Sedangkan menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci. Paving block

merupakan salah satu jenis beton non struktural yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman dan keperluan lain. Bata beton terbuat dari campuran semen portland tipe I dan air serta agregat sebagai bahan pengisi (www.dikti.org).

1. Klasifikasi Paving Block

Berdasarkan SK SNI T-04-1990-F, klasifikasi paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan warna. Klasifikasi tersebut antara lain : a. Klasifikasi berdasarkan bentuk

(20)

1. Paving block bentuk segi empat 2. Paving block bentuk segi banyak

Gambar 1. Macam-macam Bentuk Paving Block

Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pola yang umum dipergunakan ialah susun bata (strecher), anyaman tikar (basket weave), dan tulang ikan (herring bone). Untuk perkerasan jalan diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya, paving block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentu topi uskup.

Gambar 2. Pola Pemasangan Paving Block

(21)

8

b. Klasifikasi berdasarkan ketebalan

Ketebalan paving block ada 3 macam, yaitu :

1. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk konstruksi perkerasan lalu lintas ringan.

2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk konstruksi perkerasan lalu lintas sedang sampai berat.

3. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk konstruksi perkerasan super berat.

c. Klasifikasi berdasarkan kelas penggunaannya

Pembagian paving block berdasarkan kelas penggunaannya, yaitu : 1. Mutu A, digunakan untuk jalan, dengan kuat tekan 35 Mpa – 40

Mpa.

2. Mutu B, digunakan untuk pelataran parkir dengan kuat tekan 17 Mpa – 20 Mpa.

3. Mutu C, digunakan untuk pejalan kaki dengan kuat tekan 12,5 Mpa

– 15 Mpa.

4. Mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain dengan kuat tekan 8,5 Mpa – 10 Mpa.

2. Standar Mutu Paving Block

(22)

a. Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk, ukuran dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

c. Penyimpangan tebal paving block untul lantai diperkenankan ± 3 mm. d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai

berikut :

Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block

Mutu Kegunaan

Kuat Tekan Ketahanan Aus Penyerapan Air

(Kg/cm²) (mm/menit) rata-rata maks

Rata² Min Rata² Min ( % )

A Perkerasan Jalan 400 350 0,009 0,103 3

B Tempat Parkir Mobil 200 170 0,13 1,149 6

C Pejalan Kaki 150 125 0,16 1,184 8

D Taman Kota 100 85 0,219 0,251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

e. Paving block untuk lantai apabila di uji dengan natrium sulfat tidah boleh cacat dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%. f. Toleransi ukuran yang disyaratkan adalah ± 2 mm untuk ukuran

(23)

10

B. Tanah

1. Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Adapun menurut R.F. Craig (Mekanika Tanah Edisi Ke-4), tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).

Tanah memiliki beberapa sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering menjadi keras, sedangkan bila dibakar menjadi kuat dan padat.

2. Klasifikasi Tanah

(24)

menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya.

Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991).

Banyak sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan antara lain : a. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

(25)

12

Tabel 2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol Kerikil

1) Tanah berbutir kasar (Coarse-grained-soil), adalah tanah yang mempunyai persentase lolos saringan No.200 < 50%. Tanah berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini : a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan

pada saringan No. 4

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200

2) Tanah berbutir halus (Fine-grained-soil), adalah tanah dengan persentase lolos saringan No.200 > 50%.

(26)

3) Tanah Organis

(27)

14

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

Ta

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Sumber : Hary Christady, 1996.

(28)

b. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway And Transportation Officials)

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-11 sampai dengan A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah berbutir halus.

Secara garis besar sistem klasifikasi ini didasarkan pada :

1. Ukuran butiran ; kerikil adalah bagian tanah yang lolos saringan diameter 75 mm dan tertahan saringan No.200; pasir adalah tanah yang lolos saringan No. 10 dan tertahan No. 200; Lanau dan lempung adalah tanah yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas, tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Sedangkan tanah berlempung indeks plastisnya sebesar 11 atau lebih.

(29)

16

Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).

(30)

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm. Lanau : Butiran dengan diameter 0,05 – 0,02 mm.

Lempung : Butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,02 mm.

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan batu bata, dimana tanah liat mudah didapat karena banyak ditemukan di areal pertanian terutama persawahan. Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953). Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm. Tanah liat memiliki karakteristik tersendiri yaitu bila dalam keadaan basah akan mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras. Sedangkan bila di bakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanah liat atau lempung ini sebagai bahan baku pembuatan batu bata dan gerabah.

(31)

18

Das (1994), menerangkan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub-mikronis yang dari pelapukan unsur– unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 2003) :

a. Ukuran butiran halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.

Menurut Bowles (1991), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Hidrasi

(32)

b. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion-ion H+ dari air dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya memiliki pH > 7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.

c. Pengaruh zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas

Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.

(33)

20

a. Earthenware (Gerabah)

Earthenware dibuat dari tanah liat yang menyerap air, dibakar pada suhu rendah dari 900-1060 0C. Dalam pembentukan mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Karena itu kemampuan absorpsi air lebih dari 3%.

b. Terracotta

Terracotta adalah jenis bahan tanah liat merah juga. Dengan penambahan pasir atau grog/chamotte (tepung tanah liat bakar), badan ini dapat dibakar sampai suhu stoneware (1200-1300 0C).

c. Gerabah putih

Merupakan jenis gerabah berwarna putih, cukup plastis, badan kuat dan dapat dibakar pada suhu tinggi (12500C).

d. Stoneware (benda batu)

Stoneware dikatakan demikian karena komposisi mineralnya sama dengan batu. Penyerapan airnya 1 – 5%, jenis ini dapat dibakar medium (11500C) yaitu stoneware merah dan dapat dibakar suhu tinggi (12500C) yaitu jenis

stoneware abu-abu.

e. Porcelain (porselen)

(34)

tinggi (12500C) untuk jenis porselen lunak dan suhu bakar tinggi sekali (>14000C) untuk porselen keras.

Menurut Daryanto (1994), tanah liat (lempung) mempunyai sifat-sifat dan unsur kimia yang penting, antara lain :

a. Plastisitas

Plastisitas atau keliatan tanah ditentukan oleh kehalusan partikel-partikel didalamnya. Kandungan plastisitas tanah liat bervariasi, plastisitas berfungsi sebagai pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah liat dengan plastisitas tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu ditambahkan bahan lain.

b. Kemampuan bentuk

Tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa mengalami perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah pembentukan serta dapat mempertahankan bentuknya.

c. Daya Suspensi

(35)

22

d. Penyusutan

Tanah liat akan mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering (setelah mengalami proses pengeringan) dan susut bakar (setelah mengalami proses pembakaran). Penyusutan terjadi karena menguapnya air selaput pada permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga butiran-butiran tanah liat menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat dianggap sebagai susut keseluruhan dari tanah liat sejak dibentuk, dikeringkan sampai dibakar. Tanah liat yang terlalu plastis pada umumnya memiliki persentase penyusutan lebih dari 15% sehingga mengalami resiko retak/pecah yang tinggi. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan pasir halus.

e. Suhu bakar

Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi benda yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah liat tersebut memiliki kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran tanah liat akan mengalami proses perubahan (ceramic change) pada suhu sekitar 6000C, dengan hilangnya air pembentuk.

f. Warna bakar

(36)

arang dan sisa-sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi (Fe). Perubahan warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai setelah dibakar biasanya sulit dipastikan.

Berikut tabel perkiraan perubahaan warna tanah liat mentah setelah proses pembakaran.

Tabel 5. Perkiraan Perubahaan Warna Tanah Liat Setelah Proses Pembakaran

Warna Tanah Liat Mentah Kemungkinan perubahan warna setelah dibakar

Merah Merah atau coklat

Kuning tua Kuning tua, coklat atau merah

Coklat Merah atau coklat

Putih Putih atau putih kekuningan

Abu-abu atau hitam Merah, kuning tua atau putih

Hijau Merah

Merah, kuning, abu-abu tua Pertama merah lalu krem, kuning tua atau kuning kehijauan pada saat melebur.

g. Porositas

(37)

24

h. Kekuatan Kering

Merupakan sifat tanah liat yang setelah dibentuk dan kondisinya cukup kering mempunyai kekuatan yang stabil, tidak berubah bila diangkat untuk keperluan finishing, pengeringan serta penyusunan dalam pembakaran. Kekuatan kering dipengaruhi oleh kehalusan butiran, jumlah air pembentuk, pencampuran dengan bahan lain dan teknik pembentukan.

i. Struktur Tanah

Merupakan perbandingan besar butiran-butiran tanah dengan bentuk butiran-butiran tersebut. Sifat liat, susut kering dan kekuatan kering sangat tergantung dari struktur tanah liatnya. Stuktur tanah liat dibedakan dalam dua golongan yaitu tanah liat sebagai struktur halus dan pasir sebagai struktur kasar.

j. Slaking

Merupakan sifat tanah liat yaitu dapat hancur dalam air menjadi butiran-butiran halus dalam waktu tertentu pada suhu udara biasa. Makin kurang daya ikat tanah liat semakin cepat hancurnya. Sifat slaking ini berhubungan dengan pelunakan tanah liat dan penyimpanannya. Tanah liat yang keras membutuhkan waktu lama untuk hancur, sedangkan tanah liat yang lunak membutuhkan waktu yang lebih cepat.

(38)

a. Pada temperatur ± 1500C, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan paving block

mentah.

b. Pada temperatur antara 4000C – 6000C, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

c. Tahap oksidasi, terjadi pembakaran sisa-sisa tumbuhan (karbon) yang terdapat di dalam tanah liat. Proses ini berlangsung pada suhu 650 – 8000C.

d. Pada temperatur diatas 8000C, terjadi perubahan-perubahan kristal dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.

e. Tahap pembakaran penuh. Bata dibakar hingga matang dan menjadi bata padat.

f. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna paving block.

g. Tanah lempung yang mengalami susut kering kembali mengalami susut yaitu susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.

D. Kapur

(39)

26

hingga memiliki derajat kekerasan tertentu yang terbentuk secara alamiah melalui proses pelelehan, pembekuan, pengendapan dan perubahan alamiah lainnya. Batuan dapat diklasifikasikan menurut komposisi kandungan mineral dari batuan tersebut, dimana penggunaan batu pada konstruksi bangunan dibedakan menjadi, batuan kapur dan batuan yang mengandung bahan utama silikat. Batuan kapur merupakan bahan bangunan yang sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. Kapur ini lebih bersifat sebagai pengikat apabila dicampur dengan bahan lain dengan perbandingan tertentu, sebagai contoh kapur dicampur dengan pasir dan portland cement (PC). Bahan pengikat berfungsi menaikkan kekuatan ikatan atau dalam struktur mikro menaikkan kekuatan/gaya tarik atom/senyawa.

Kelebihan kapur sebagai bahan pengikat ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kapur sebagai berikut :

1. Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.

2. Sebagai bahan pengikat, kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat sehingga memberikan kekuatan ikat kepada dinding.

3. Mudah dikerjakan tanpa harus melalui proses pabrik.

Dalam kehidupan sehari-hari di pasaran dikenal beberapa jenis kapur yang digunakan sebagai bahan bangunan, yaitu :

(40)

2. Kapur udara, yaitu kapur padam yang diaduk dengan air. Setelah beberapa waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida.

3. Kapur hidrolis, merupakan kapur padam yang diaduk dengan air, setelah beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air maupun di udara.

Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik, terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut yang besar. Tanah yang lebih dikenal dengan “tanah mengembang” akan tetapi sifat kembang-susut tersebut akan banyak berkurang, bahkan dapat dihilangkan bila tanah tersebut dicampur dengan kapur (Ingles dan Metealf, 1972). Adanya unsur kation Ca²+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar partikel yang lebih besar yang melawan sifat mengembang dari tanah .

E. Abu Sekam Padi

(41)

28

silikat hidrat yang dapat berfungsi sebagai perekat (Subakti, dalam Putra, 2006). Abu sekam padi yang memiliki ukuran butiran partikel yang tidak lolos ayakan 45 µm akan memiliki bentuk yang tidak teratur dan porositas internalnya sangat tinggi.

Berdasarkan studi literarur, diperoleh informasi bahwa abu sekam padi mengandung silika dalam bentuk amorphous dan mempunyai sifat pozzolan aktif. Adanya sifat pozzolan aktif ini menandakan bahwa abu sekam padi dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat. Abu sekam padi disini lebih sebagai bahan pengisi (filler), dimana bahan pengisi berfungsi menambah kekuatan dan kerapatan bahan.

F. Studi Literatur

Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan dapat dijadikan referensi tambahan dan dapat digunakan sebagai data sekunder, diantaranya adalah : 1. Rosyidi dan Suchriana (2000) menyebutkan bahwa penambahan kapur

dan abu sekam padi pada tanah lempung terbukti dapat meningkatkan penurunan berat volume kering maksimum dari 1,32 gr/cm3 menjadi 1,10 gr/cm3. Menurunnya berat volume kering maksimum ini menunjukkan tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi memiliki sifat yang ringan.

(42)

a. penambahan kapur pada tanah ekspansif menurunkan tekanan dan potensi pengembangan dengan angka yang cukup signifikan. Potensi pengembangan turun dari 12% pada tanah asli menjadi 1,12% pada tanah dengan kadar kapur 10%. Tekanan pengembangan turun dari 340 kPa pada tanah asli menjadi 105 kPa pada tanah dengan kadar kapur 10%.

b. Dengan bertambahnya kadar kapur, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar kapur 4%.

c. Semakin lama masa pemeraman semakin besar kuat tekan bebas. Namun, mulai masa pemeraman 14 hari kenaikan kuat tekan bebas tidak begitu besar, dapat dikatakan cenderung konstan.

3. Dalam Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Sudarsana, Ketut. Dkk, (2011) yang berjudul “Karakteristik Batu Bata Tanpa Pembakaran Terbut Dari Abu

Sekam Padi dan Serbuk Batu Tabas” dikemukakan bahwa :

a. Kuat tekan batu bata terbesar 22,90 kg/cm2 diperoleh pada campuran I pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% tanah, 30% abu sekam padi, 0% serbuk batu tabas dan 10% semen.

b. Resapan air batu bata terendah 44,03% diperoleh pada campuran V pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% semen, 0% abu sekam padi, 30% serbuk batu tabas dan 10% semen.

4. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Temperatur Pembakaran dan

Penembahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata” oleh Miftakhul Huda dan

(43)

30

a. Batu bata yang berkualitas baik yaitu pada komposisi perbandingan tanah : abu (1 : 1,5).

b. Untuk menghasilkan batu bata yang berkualitas baik diperlukan temperatur tinggi dalam proses pembakaran antara 10000C – 10200C karena pada suhu tinggi batu bata mengalami ikatan partikel yang sempurna, partikel-pertikel mengalami perubahan bentuk yang saling mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi lebih kuat dan keras. c. Pada suhu tinggi antara 10000C – 10200C didapat kuat tekan terbesar

sebesar 30,5 kg/cm2, nilai densitas sebesar 1,188.104 kg/cm3, nilai porositasnya sebesar 11,2% dan nilai susur bakarnya sebesar 0,52%. 5. Hasil penelitian Christiawan dan Seno Darmanto (Perlakuan Bahan Bata

Merah Berserat Abu Sekam Padi, Universitas Diponegoro) menunjukkan bahwa :

1. Penambahan serat alam (abu sekam padi) pada campuran cenderung meningkatkan produksi bata sehubungan kenaikan volume campuran, dikarenakan bata berseta abu sekam padi mempunyai massa relatif lebih rendah dibandingkan dengan bata murni.

(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian kali ini antara lain, adalah : 1. Neraca ukur atau timbangan

2. Saringan/ayakan (shieve)

3. Wadah tempat mengaduk adonan 4. Ember

5. Kantong plastik

6. Mesin pencetak paving block dengan sistem getaran 7. Alat uji tekan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

2. Kapur yang dipakai berasal dari desa Gedungbendo, kec. Natar.

3. Abu sekam yang dipakai adalah abu sekam yang berasal dari desa Kaliasin kec. Natar.

(45)

32

B. Metode Pengambilan Sampel

Pada penelitian tugas akhir ini, benda uji merupakan campuran beberapa macam sampel yang didapat dan disiapkan sebagai berikut :

1. Tanah liat (lempung)

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara menyingkirkan lapisan bunga tanah terlebih dahulu, kemudian diambil tanah di bagian bawah bunga tanah dengan kedalaman kurang lebih 50 cm dimana mengandung banyak tanah liat yang baik dengan menggunakan pipa paralon dan kemudian dibungkus dengan plastik agar kadar air tetap terjaga. Tanah liat yang baik adalah tanah yang berwarna merah coklat atau putih kecokelatan. Pengambilan pun dijaga supaya tidak lebih dari kedalaman 1,5 meter sebagai upaya terhadap pelestarian lingkungan. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu cangkul dan 3 buah pipa paralon. Pipa ini digunakan untuk pengambilan tanah yang tidak terganggu (Undisturbed sample) dengan titik pengambilan yang berbeda-beda. Pengambilan sampel ini sebaiknya dicarikan tanah yang tidak terlalu plastis, melainkan tanah yang mengandung sedikit pasir untuk menghindari penyusutan.

2. Kapur

(46)

uji haruslah berupa bubuk, jika berupa butiran atau bongkahan yang terjadi adalah ketika pembakaran, kapur akan menjadi kapur tohor (CaO). Dimana kapur tohor ini jika terkena air akan bereaksi dan mengembang yang akan menyebabkan paving menjadi retak.

3. Abu sekam padi

Abu sekam padi yang diperoleh dari industri batu bata di desa Kaliasin Kec. Natar ukurannya masih belum sesuai, sehingga dilakukan penumbukan terlebih dahulu kemudian disaring dengan ayakan No. 200.

C. Metode Pencampuran Sampel

Metode pencampuran pada masing-masing variasi perbandingan campuran yang berbeda, adalah sebagai berikut :

1. Kapur dan abu sekam padi dicampur dengan sampel tanah yang telah lolos saringan no.4 (4,75 mm) dengan variasi persentase kapur + abu sekam padi antara lain 6%, 8% dan 10%.

(47)

34

campuran ketiga kapur dan abu sekam 10% terdiri dari 90% tanah, 5% kapur dan 5 % abu sekam. Berikut tabel variasi perbandingan tiap variasi campuran :

Tabel 6. Variasi Perbandingan Campuran Sampel

Campuran Tanah Liat Campuran Bahan Perekat Kapur Abu Sekam Padi

A 94% 3% 3%

B 92% 4% 4%

C 90% 5% 5%

Bahan campuran yang ditambahkan pada saat pengolahan harus benar-benar menyatu dengan tanah liat secara merata. Bahan mentah yang sudah jadi ini lebih baik sebelum dibentuk dengan cetakan, terlebih dahulu dibiarkan selama 2 sampai 3 hari dengan cara dimasukan ke plastik kedap

udara. Hal ini disebut „masilin‟ bertujuan memberi kesempatan terjadinya

proses kimia secara lebih baik dan partikel-partikel tanah liat untuk menyerap air agar menjadi lebih stabil, sehingga apabila dibentuk akan terjadi penyusutan yang merata.

(48)

D. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah Antara lain

Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekuatan dan kekokohan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas, semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku apabila tanah akan dijadikan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk suatu sistem pembuangan limbah. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar ASTM D-4318. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain :

a. Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering. Prosedur pengerjaannya berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :

1) Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.

2) Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

(49)

36

b. Uji Berat Jenis

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukanberat jenis tanah yang lolos saringan No. 200 dengan menggunakan labu ukur.

Prosedur pengerjaannya berdasarkan ASTM D-854, yaitu :

1) Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oCsampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.

2) Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan saringan No. 200 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

3) Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. 4) Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

5) Mengambil sampel tanah antara 25 – 30 gram.

6) Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

7) Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.

8) Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat hasilnya dalam temperatur tertentu.

c. Pengujian Batas Atterberg

(50)

akan sifat-sifat tanah yang di uji. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk seperti daya dukung rendah, kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Berikut batas-batas konsistensi tersebut :

1) Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis. Prosedur kerja berdasarkan ASTM D-4318, yaitu :

a) Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan no. 40.

b) Mengatur tinggi jatuh mangkuk casagrande setinggi 10 mm. c) Mengambil sampel tanah yang lolos saringan no. 40 sebanyak

150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk

casagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

d) Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan grooving tool.

(51)

38

f) Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

a) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuaijumlah pukulan.

b) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

c) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar. d) Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

2) Batas Plastis (Plastic Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan semi padat.

Prosedur kerja berdasarkan ASTM D-4318 :

(52)

b) Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

c) Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang.

d) Menentukan kadar air benda uji. Perhitungan :

a) Nilai batas plastis adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.

b) Plastis Indeks (PI) = LL – PL

d. Uji Berat Volume

Berdasarkan ASTM D-2937, tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (Undisturbed Sample), yaitu perbandingan antara berat tanah dan volume tanah.

Prosedur kerja :

1) Membersihkan dan menimbang ring contoh.

2) Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada

ring.

3) Mengambil sampel tanah dengan menekan ring contoh masul ke dalam sampel tanah.

(53)

40

Perhitungan : 1) Berat ring (Wc)

2) Volume ring bagian dalam (V) 3) Berat ring dan tanah (Wcs) 4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc 5) Berat volume (γ)

e. Uji Analisa Saringan

Tujuan pengujian analisis saringan ini adalah untuk mengetahui persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm). Bahan :

1) Tanah asli yang telah di oven sebanyak 500 gram. 2) Air bersih atau air suling sebanyak 1500 cc. Prosedur kerja :

1) Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram dan memeriksa kadar airnya.

2) Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.

(54)

4) Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

Perhitungan :

1) Berat masing-masing saringan (Wci)

2) Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)

3) Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

4) Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai

Wtot)

5) Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)

6) Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : %

(55)

42

Prosedur kerja berdasarkan ASTM D 698-78, yaitu : 1) Penambahan air

a) Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b) Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

c) Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4.

d) Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian, masing-masing 2,5 kg. Masukkan masing-masing bagian kedalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e) Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f) Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

g) Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3 %.

h) Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

(56)

W = Berat tanah

Wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air (Ww) = Wwb - Wwa

i) Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel diatas pan dan mengaduknya sampai rata dengan pengaduk.

2) Pemadatan tanah

a) Menimbang mold standar beserta alas.

b) Memasang coller pada mold, lalu meletakkannya di atas papan.

c) Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai dengan penambahannya.

d) Dengan modifiedproctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian

mold).

e) Melepaskan coller dan meratakan permukaan tanah pada

mold dengan menggunakan pisau pemotong.

(57)

44

g) Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container

untuk pemeriksaan kadar air (w).

h) Mengulangi langkah kerja b.2 sampai b.7 untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 6 data pemadatan tanah. Perhitungan kadar air :

a) Berat cawan + berat tanah basah = W1 (gr) b) Berat cawan + berat tanah kering = W2 (gr)

c) Berat air = W1 – W2 (gr)

d) Berat cawan = Wc (gr)

e) Berat tanah kering = W2 – Wc (gr)

f) (

( Perhitungan berat isi :

a) Berat mold = Wm (gr)

b) Berat mold + sampel = Wms (gr)

c) Berat tanah (W) = Wms – Wm (gr)

d) Volume mold = V (cm3)

e) Berat volume = W/V (gr/cm3)

f) Kadar air (w)

g) Berat volume kering :

h) Berat volume zero air void ( γz )

(58)

2. Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air

Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap paving block dengan komposisi campuran material tanah dan kapur serta abu sekam padi dengan variasi perbandingan campuran yang berbeda-beda bertujuan untuk mendapatkan variasi campuran optimum, nilai porositas dan kuat tekan optimum paving block. Sebelum melakukan uji kuat tekan paving block, perlu terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap penampakan visual seperti bentuk, ukuran, warna, berat dan penyusutan dari benda uji

paving block.

a. Uji Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada paving block adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh paving block. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapatdilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana dibawah dan diatas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya.

Kuat tekan paving block dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dimana :

P = Beban (kg)

(59)

46

b. Uji Densitas dan Penyerapan Air

Berdasarkan standar ASTM C 373-88, porositas sampel dapat dihitung dengan persamaan berikut : (Van Flack, 1992)

Dimana :

Wk = Berat sampel kering (gr)

Wb = Berat sampel setelah direndam air (gr) Wda = Berat sampel digantung didalam air (gr) Vb = Volume benda uji (cm3)

ρair = Massa jenis air (gr/cm3)

E. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran material bahan

Sebelum pencampuran material bahan tanah telah diuji sifat fisik tanahnya dan hasilnya sebagai berikut :

a. Dari hasil pengujian percobaan kadar air, berat jenis,batas atterberg,

berat volume dananalisis saringan untuk tanah asli ( 0 % ) digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO.

(60)

c. Data pengujian pemadatan berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi optimum untuk sampel tanah asli yang telah dicampur dengan kapur dan abu sekam padi.

Setelah mengetahui data diatas maka campuran dapat dibuat dengan langkah menyiapkan bahan-bahan terlebih dahulu, seperti tanah lempung yang telah diuji sifat fisik tanahnya, kapur dan abu sekam padi. Kemudian menentukan komposisi masing-masing bahan campuran. Kemudian dicampur sesuai dengan metode pencampuran sampel diatas.

2. Pencetakan Paving Block

Langkah awal pencetakan paving block adalah mencampur semua komposisi bahan, kemudian diaduk hingga merata lalu mulai dilakukan penambahan air secara bertahap. Setelah semua bahan tercampur rata, kemudian dituang secara manual kemesin pencetak paving block. Sistem pencetakan adalah dengan cara digetar, bentuk paving block yang dihasilkan berupa persegi panjang dengan ukuran 200 mm x 100 mm x 60 mm dan dalam 1 kali pencetakan menghasilkan 24 buah paving block.

3. Pemeraman Paving Block

(61)

48

Setelah benda uji diperam, maka dapat di lakukan pengeringan jika paving block belum kering sepenuhnya.

4. Pengeringan Paving Block

Setelah selesai diperam paving block siap untuk dikeringkan. Pengeringan ini dilakukan secara tradisional, proses pengerjaannya mengandalakan kemampuan alam. Proses pengeringan ini akan lebih baik bila berlangsung secara bertahap agar panas sinar matahari tidah jatuh secara langsung. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian panas matahari terlalu menyengat akan mengakibatkan retakan-retakan nantinya. Pada proses penjemuran ini paving block yang kira-kira sudah “malam” atau setengah kering dibalik/dimiringkan. Proses pengeringan paving block ini memerlukan waktu ± 1 – 2 hari jika kondisi cuacanya baik. Setelah itu maka dapat di lakukan pembakaran. Namun, pada penelitian ini sengaja dibuat 9 sampel untuk benda uji yang tanpa melalui proses pembakaran dan langsung di uji kuat tekan tanpa uji porositas. Hal ini guna membandingkan kuat tekan antara benda uji dengan pembakaran dan tanpa pembakaran.

5. Pembakaran Paving Block

Setelah mengalami tahapan-tahapan tersebut paving block siap untuk dibakar, banyak hal yang harus diperhatikan pada proses pembakaran ini agar didapatkan hasil paving block yang baik. Pembakaran paving block

(62)

memberi ruang seperti terowongan di bagian bawah tumpukan yang berfungsi sebagai tempat masuknya kayu bakar. Bagian samping tumpukan ditutup dengan paving block setengah matang dari proses pembakaran sebelumnya atau paving block yang sudah jadi. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan lumpur tanah liat dengan tujuan agar panas pembakaran menyebar secara merata. Pada awal pembakaran sekitar 4 – 5 jam pertama sebaiknya menggunakan api sedang terlebih dahulu untuk pemanasan awal, lalu selanjutnya api dibesarkan lagi dengan menambahkan kayu bakar. Kayu bakar yang baik untuk pembakaran adalah yang berstruktur keras seperti yang umum digunakan yaitu, akasia, jati dan sonokeling. Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang tempat pembakaran ditutup dengan lumpur tanah liat dengan tujuan agar panas dan semburan api selalu terjaga. Proses pembakaran ini memakan waktu ± 1 hari tergantung jumlah paving block yang dibakar.

6. Uji Porositas

(63)

50

yaitu dengan cara menimbang paving block yang telah direndam selama 1 x 24 jam. Setelah itu menimbang paving block tersebut dalam keadaan basah kemudian paving block di oven 1 x 24 jam dan ditimbang berat keringnya.

7. Uji Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada paving block adalah untuk mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh paving block. Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapatdilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana dibawah dan diatas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya.

F. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ( 0 % ) ditampilkan

dalam bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan Unified System.

2. Dari hasil pengujian terhadap masing-masing campuran dengan kadar kapur + abu sekam padi ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.

(64)

parameter pengujian batas – batas atterberg dan pengujian berat jenis sebagai berikut:

a. Dari hasil pengujian berat jenis didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai berat jenis sampel pada masing-masing perilaku. Dari tabel dan grafik nilai berat jenis tersebut maka akan didapatkan penjelasan perbandingan antara pengaruh masing-masing sampel yang komposisi berbeda terhadap nilai berat jenisnya.

b. Dari hasil pengujian batas cair dan batas plastis (batas atterberg) didapatkan hasil pengujian yang di tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, dengan cara membandingkan nilai batas cair dan batas plastis sampel pada masing-masing prilaku. Dari tabel dan grafik nilai batas cair dan batas plastis tersebut.

c. Dari hasil perendaman untuk mengetahui daya serap air paving block

didapatkan hasil yang ditampilkan dalam bentuk tabel.

d. Dari hasil pengujian kuat tekan didapatkan hasil pengujian yang ditampilkan bentuk tabel dan grafik kuat tekan rata-rata paving block

dari komposisi masing-masing.

(65)

52

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Mulai

Pemeraman Paving Block 14 hari

Pembakaran Paving Block

Pencampuran

(66)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap

paving block pasca pembakaran dengan menggunakan campuran tanah dan kapur serta abu sekam padi untuk jalan lingkungan, maka diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASTHO sampel tanah yang digunakan dalam pembuatan paving block termasuk dalam golongan A-7-6 yang berarti termasuk dalam golongan tanah berlempung. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi USCS dikategorikan sebagai tanah berbutir halus dan masuk dalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang seperti lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau dan lempung kurus. 2. Peningkatan nilai kuat tekan paving block berbanding lurus dengan

(67)

84

pozzolan dan abu sekam padi yang mengandung silica sehingga bersifat saling mengikat.

3. Daya serap air yang dihasilkan oleh paving block adalah sebesar 25,33% - 34,90%. Tingginya kemampuan paving block dalam menyerap air disebabkan oleh volume pori yang dominan akibat dari kepadatan yang rendah ditambah lagi kandungan kapur dan abu sekam padi yang bersifat menyerap air.

4. Paving block ini memiliki karakteristik, antara lain; kuat tekan yang rendah, daya serap air yang tinggi serta berat jenis yang rendah sehingga dari segi fisik terlihat lebih rapuh, ringan dan memiliki banyak pori serta permukaan yang tidak rata.

5. Berdasarkan SNI 03-0691-1996, Paving block ini tidak dapat dijadikan alternatif untuk jalan lingkungan karena kuat tekan terbesar yang dihasilkan masih jauh untuk memenuhi spesifikasi untuk jalan lingkungan yaitu sebesar 170 kg/cm2 – 200 kg/cm2 dan belum mampu mencapai kuat tekan minimal standar paving block yang disyaratkan yaitu sebesar 85 kg/cm2 serta daya serap air yang melebihi standar untuk

paving block yaitu antara 3% - 10%.

B. Saran

(68)

antara kapur dan abu sekam padi dengan variasi yang lebih beragam untuk mengetahui sejauh mana kuat tekan yang dihasilkan paving block

ini.

2. Perlu dilakukan pengkajian terhadap jumlah air yang akan digunakan dalam pembuatan paving block dari tanah agar lebih tepat dan sesuai fungsinya. Serta penyesuaian alat pencetak terhadap adukan yang akan di cetak baik menggunakan mesin ataupun secara manual.

3. Perlunya perhatian pada saat pencampuran dan pembakaran. Saat proses pencampuran harus dipastikan bahwa semua bahan telah tercampur merata dan sebelum dibakar paving block harus dipastikan benar-benar kering sempurna dan sudah mengalami normalisasi suhu sehingga tidak akan mudah pecah pada saat proses pembakaran. Serta suhu pembakaran haruslah tetap terjaga dengan baik.

4. Sebaiknya sebelum menggunakan alat dan melakukan pengujian di Laboratorium perlu dilakukan pembersihan alat serta mesin yang akan digunakan terlebih dahulu agar hasil yang didapat lebih optimal.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982. Annual Book American Standart Testing Machine. Amerika.

Astuti, ambar. 1997. Pengetahuan Keramik. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Bowles, J. E & Hainim, Johan. K. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknik Tanah.

Erlangga. Jakarta.

Christiawan & Darmanto, Seno. Perlakuan Bahan Bata Merah Berserat Abu Sekam Padi. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.

Craig, R.F. & Susilo, Budi. 1991. Mekanika Tanah. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Daryanto. 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Rineka Cipta. Jakarta.

Das, Braja. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip – Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . Erlangga. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. Bata Beton (Paving Block). SNI 03-0691-1996.

Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. Bata Merah Pejal, Mutu Dan Cara Uji. SNI

15-2094-1991. Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.

Grim, R. E. 1968. Clay Mineralogy. Mc Graw Hill Book Company. New York. Hardiyatmo, C. H. 2003. Mekanika Tanah 2. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hatmoko, J.T. & Lulie, Yohanes. 2007. UCS Tanah Lempung Ekspansif Yang

Distabilisasi Dengan Abu Ampas Tebu dan Kapur. Jurnal Teknik Sipil Vol. 8.

Hendarsin, Shirley. L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

(70)

Putra, D. S. 2006. Penambahan Abu Sekam dalam Beton dalam Mengantisipasi Kerusakan akibat Magnesium Sulfat Pada Air Laut. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Vol. 10 No. 2.

Rosyidi, S.A.P. & Suchriana, I.H. 2000. Pengaruh Kapur dan Abu Sekam Padi Pada Nilai CBR Laboratorium Tanah Lempung Untuk Stabilitas Subgrade. Jurnal Semesta Teknika Vol. 3.

Gambar

Gambar 3. Bentuk Pasak Topi Uskup
Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Tabel 2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui dan tentang aktivitas fisik atau dalam bahasa aslinya adalah physical education is education of and through movement. Terdapat tiga

selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri UKWMS dan dosen pembimbing II saya yang selalu memberikan motivasi dan arahan untuk saya tetap semangat dalam mengerjakan skripsi..

Variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji/bayaran, kesempatan dapat promosi, atasan mereka dan rekan kerja dapat terpenuhi

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai kesaksian tentang akhir hidup Sukarno. Hasil penulisan menunjukkan bahwa Sukarno menjadi “Bapak Bangsa” dan

Operasi logika AND dapat dibangun dengan menggunakan konfigurasi dioda seperti yang diperlihatkan dalam gambar 1.9 Seperti pada gerbang OR maka dalam konfigurasi ini juga

pendekatan konflik kognitif terhadap penurunan jumlah miskonsepsi siswa. Penurunan persentase miskonsepsi siswa diketahui dengan perbedaan jumlah miskonsepsi pada pre-test dan

Menurut Anggoro (2016), melalui metode demonstrasi dan percobaan sederhana proses pembelajaran menjadi lebih menarik, memberi motivasi yang kuat agar peserta

The objectives of this study are; (1) to investigate the correlation between MBES derived backscatter mosaic textures with seafloor sediment type derived from ARA method, and (2)