IMPLEMENTASI MEDlK KONSERVASI PADA
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1798):
STUD1 KASUS PADA EMPAT LEMBAGA
KONSERVASI EKSITU Dl INDONESIA
WlNNY PRAMESYWARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
WlNNY PRAMESYWARI. lrnplernentasi Medik Konsewasi pada Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798): Studi Kasus pada Ernpat Lembaga Konsewasi Eksitu d i Indonesia. Dibimbing oleh R.P. AGUS LELANA.
ABSTRACT
WlNNY PRAMESYWARI. Implementation of Conservation Medicine o n Silvery Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798): Cases Study a t Four Excitu Conservation Institutions i n Indonesia. Under direction of R.P. AGUS LELANA.
IMPLEMENTASI MEDlK KONSERVASI PADA
OWA JAWA
(Hylobates rnoloch
Audebert
1798):
STUD1 KASUS PADA EMPAT LEMBAGA
KONSERVASI EKSITU Dl INDONESIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi lmplementasi Medik Konsewasi pada Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798): Studi Kasus pada Empat Lembaga Konsewasi Eksitu di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari pembirnhing dan belum pernah diajukan dalen bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Surnber inforrnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan rnaupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
Winny Pramesywari
Judul Skripsi : lmplementasi Medik Konsewasi pada Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798): Studi Kasus pada Empat Lernbaga Konservasi Eksitu di Indonesia
Nama : Winny Pramesywari NIM : 804103152
Disetujui Dosen Pembimbing
drh. R.P. Aqus Lelana. Sp.MP. MSi NIP. 131 473 988
kteran Hewan IPB
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W l atas segala rahrnat dan karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Berawal dari latar belakang sebagai rnahasiswa kedokteran hewan dan minat serta kepedulian terhadap satwa liar, rnaka dalam penyusunan karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir penulis rnernilih tema upaya konservasi owa jawa rnelalui pendekatan medis. Judul karya ilmiah ini adalah 'Implementasi Medik Konservasi pada Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798): Studi Kasus pada Empat Lembaga Koflse~asi Eksitu di Indonesia'. Pengambilan data dan penulisan telah dilaksanakan dari April 2007 hingga Januari 2008.
Selama penyusunan karya ilmiah ini penulis telah mendapat berbagai bantuan baik materi, inforrnasi, dan saran, serta dukungan moral dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dalam kesernpatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bapak dan lbu tercinta atas lirnpahan kasih sayang dan materi yang diberikan, serta sebagai sumber semangat dan inspirasi.
2 Bapak drh. R.P. Agus Lelana SpMp. MSi beserta keluarga atas kesabaran dalarn membimbing, ilmu dan pengalaman, serta waktu dan perhatian yang diberikan selama proses penyusunan.
3 lbu Dr.drh. Anita Esfandiari, MS atas kesediaan menjadi dosen penilai dan masukan yang diberikan dalarn penulisan.
4 Bapak drh. R. lpin R. Manggung selaku dosen pembirnbing akademik, atas kesabaran dalam membirnbing serta saran selarna proses perkuliahan. 5 Pimpinan Pusat Ponyelamatan Satwa Cikananga, Bpk. Budi sela5u humas,
Bpk. Rezit Sozer, drh. Kholis, staff PPSC, serta seluruh keeper terutama Ucup, Ntis, dan Mbak Dian.
6 Pirnpinan Kebun Binatang Surabaya, Bpk. Warsito, drh. Rahmat, drh. Liang, Mas Faisol, Ibu Penla, Bpk. Hery, Mama Sri, Ibu Warti, Bpk. Pri, dan perawat satwa (Pak Rukin, Pak Kobing, Pak Supii, dan Pak Sukadi).
7 Manajer Javan Gibbon Center (JGC) Bpk. Anton Prior, drh. Nana, keeper (Ayunk dan Mul), dan Abah.
9 Kakak-kakak tercinta serta keluarga besar di Malang, Surabaya, Jakarta, Madura, dan Magelang atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang tiada henti.
10 Elfa dan Gobel atas tahun-tahun kebersamaan, kasih sayang, kesabaran. dan dukungan yang diberikan.
11 Daniel, Rarna. Rani, Silvi, Cepi, dan Ratu atas persahabatan, dukungan, kritik, saran, dan pengalarnan unik tak terlupakan.
12 Keluarga Besar Gymnolaemata 40, terutama Theo, Lina, Tyas, Madhu, Dinda, Linda, Wywy, Revina "Kakak Suiung", Zulfa "Kakak Kedua", Angga, dan Asrnur, atas kebersamaan dan kenangan berharga selama proses studi di FKH IPB.
13 Keluarga Besar Uni Konservasi Fauna (UKF) atas kebersamaan, dukungan, ilmu, pengalarnan, dan ekspedisi yang selalu berkesan.
14 Keluarga Besar Himpro Satwa Liar, lkatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI), dan Sahabat PlLl atas kebersarnaan dan pengalarnan berharga yang tak terlupakan.
75 Penghuni Pondok Adinda Babakan Lio atas kebersamaan dan dorongan yang diberikan.
16 Seluruh pihak yang memiliki rninat dan dedikasi terhadap pelestarian satws liar.
Penulis menyadari bahwa karya ilrniah ini rnasih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang diajukan untuk penyempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Penulis juga mernohon maaf atas segala kesalahan dan kelturangan yang terdapat dalarn karya ilrniah ini. Sernoga karya ini memberikan rnanfaat bagi ilmu kedokteran hewan dan upaya peiestarian satwa liar, serta kasyarakat pada umumnya.
Bogor, Februari 2008
Penulis dilahirkan di Jernber, Jawa Timur pada tanggal 26 November 1984 dari pasangan lr. H. lbnu Machlad dan Wiendaryaningsih. Penulis rnerupakan putri bungsu dari ernpat bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD lslarn Baiturrahmah IV Padang pada tahun 1997. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SLTP Negeri 2 Padang yang diselesaikan pada tahun 2000. Penulis rnelanjutkan ke SMU Negeri 2 Padang dan lulus tahun 2003 dari
SMA
Negeri 1 Malang. Pada tahun yang sarna penulis lulus seleksi rnasuk IPB melalui jalur Seleksi Penerirnaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis rnernilih bidang studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.DAFTAR IS1
...
DAFTAR TABEL xii
... ...
DAFTAR GAMBAR XIII
...
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1
PENDAHULUAN ...I
...
1
.I
Latar Belakang1
1.2
Kerangka Pemikiran1.3
Tujuan dan Manfaat...
....
2
TINJAUAN PUSTAKA-
2.1.6
Penyebaran ... b2.1.7
Peranan ...6
-
...
2.1.8
Status Konservasi I2.1.9
Penyakit pada Satwa Primata2.2
Medik Konservasi2.2.1
Pengertian2.2.2
Ruang Lingkup2.2.3
Peranan Dokte...
3
BAHAN DAN METODE12
3.1
Waktu dan Tempat ...12
3.2
Bahan dan Metode ...12
4
HASlL DAN PEMBAHASAN ...16
...
4.1
Program Pemeliharaan yang Baik (Good Care Practices)19
4.1
.I
Manajemen Sumberda20
4.1.2
Manajemen Perkandan22
...
4.1.3
Manajemen Pakan29
4.1.4
Manajemen Pengendal33
4.1.5
Manajemen Data dan lnformasi...
34
...
4.2
Program Medis yang Baik (Good Medical Practices)35
4.2.1
Prosedur Karantina..
4.2.2
Pemeriksaan Keseha4.2.3
Kasus Medis dan Terap4.2.4
Anesthesia4.3
Program Penang...
4.4
lmplementasi Medis Konservasi yang Baik51
4.4.1
Tindakan Preventif ...55
4.4.2
Tindakan Kurati55
4.4.3
Tindakan Reha55
...
5 KESIMPUIAN DAN SARAN 57
...
5.1 Kesirnpulan 57
5.2 Saran ... .57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR
TABEL
1 ProfiI lembaga konservasi eksitu ... 16
2 Distribusi owa jawa berdasarkan jenis kelamin dan umur di empat lokasi
...
studi (Desember 1999-September 2007) 17
3 Distribusi owa jawa saat studi dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan ...
umur di empqt lokasi studi (Juli-September 2007) 17
4 Data kematian owa jawa berdasarkan jenis kelamin dan umur di empat
...
lokasi studi (Februari 2002-September 2007) 18
5 Manajemen sumberdaya manusia di empat lokasi studi ... 20
... 6 Manajemen perkandangan owa jawa di empat lokasi studi 22
...
7 Manajemen pakan owa jawa di empat iokasi studi 29
...
8 Jenis pakan owa jawa di empat lokasi studi 30
9 Prosedur karantina owa jawa di PPS Cikananga. KB Surabaya. dan Pusat ...
Primata Schmutzer. TM Ragunan 36
10 Jenis dan dosis anthelmentik untuk owa jawa di PPS Cikananga. KB
Surabaya. dan Pusat Primata Schmutzer. TM Ragunan
...
37...
11 Pemeriksaan kesehatan rutin pada owa jawa di empat lokasi studi 3812 Kategori kasus medis pada owa jawa di PPS Cikananga. KB Surabaya. dan Pusat Primata Schrnutzer. TM Ragunan (Januari 2002-September
2007) ... 39
13 Gambaran umum implementasi medik konservasi pada owa jawa
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir distribusi sumberdaya genetik satwa dan potensi mernperoleh
penyakit (Lelana 2007) ... 2
2 Peta penyebaran owa jawa ... 6
3 Ruang lingkup medik konservasi (Lelana 2004) ... 10
4 Diagram alir peranan dokter hewan dalarn proses medik konservasi satwa liar (Lelana 2004) ... I I 5 Diagram lshikawa sistem rnedik konsewasi satwa liar (Lelana 2004)
...
126 Populasi dan jumlah kematian owa jawa di empat lokasi studi (Desember 1999-September 2007) ... ... 19
7 Contoh pengayaan kandang (a) rumah kecil pada kandang pulau di Kebun Binatang Surabaya, (b) pohon artifisial pada kandang peraga di Pusat Primata Schmutzer, dan (c) hook (dilingkari) dan tali pada kandang sosialisasi di PPS Cikananga
...
258 Kandang karantina di (a) Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga dan (b) Pusat Primata Schmutzer, TM Ragunan
...
269 lnkubator untuk owa infant di nursery Kebun Binatang Surabaya
...
2610 Kandang penjodohan di Javan Gibbon Center
...
2711 Aplikasi pintu ganda pada kandang peraga di Pusat Prirnata Schmutzer
...
2912 Jenis pakan owa jawa, (a) buah-buahan pasar di Pusat Primata Schmutzer dan (b) buah hutan di Javan Gibbon Center ... 31
13 Dua jenis readermicrochip yang digunakan di Tarnan Margasatwa Ragunan, (a) model lama dan (b) model baru ... 35
14 Kategori lkasus medis pada owa jawa di PPS Cikananga, KB Surabaya, dan Pusat Prirnata Schmutzer, TM Ragunan (Januari 2002-September 2007) ... ... .... ... ... ... .... ... ...
...
.. 3915 Trauma pada jari owa jawa di Pusat Prirnata Schrnutzer disebabkan dinding kawat yang tajam ... 43
16 Alopecia pada owa jawa di PPS Cikananga disebabkan stress
...
45DAFTAR LAMPIRAN
... 1 Data dasar dan catatan rnedis individu owa jawa di ernpat lokasi studi 63
2 Contoh software ARKS dari Pusat Prirnata Schrnutzer
...
683 Contoh kandang tertutup ... 69
...
4 Contoh kandang terbuka 71
5 Contoh evaluasi pakan rnenggunakan skala alornetrik pakan di Javan
Gibbon Center ... 72
...
6 Fasilitas dan aktivitas di Pusat Penyelarnatan Satwa Cikananga 737 Fasilitas di Kebun Binatang Surabaya
...
75 ...8 Aktivitas di Javan Gibbon Center 76
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi menurut Wikipedia (2006)' adalah suatu upaya memanfaatkan
dan mengelola sumberdaya alam, termasuk tumbuhan dan satwa, dengan melindungi dari eksploitasi, kehilangan habitat, dan kepunahan spesies. Namun mengingat besarnya masalah kesehatan yang terjadi pada satwa, dimana tidak
hanya membahayakan satwa itu sendiri namun juga mengancam manusia dan
lingkungan, maka diperlukan suatu konsep yang lebih relevan untuk mengatasi masalah ini. Weinhold (2003) rnenyebutkan bahwa pada pertengahan tahun 1990-an telah diperkenalkan istilah medik konsewasi, yaitu suatu konsep yang
menghubungkan medis dan lingkungan dengan tujuan memahami hubungan
antara kesehatan satwa liar, manusia, dan ekosistem, untuk mencegah dan mengatasi penyebaran penyakit.
Konsep medik konsewasi be!um banyak diterapkan di negara-nega:a
berkembang, termasuk lndonesia. Konsep ini periu lebih dikembangkan mengingat lndonesia merupakan salah satu negara mega biodiversitas dengan
jumlah plasma nutfah yang hampir setara dengan negara Brazil dan Zaire. lndonesia memiliki 10-20% dari tumbuhan dan satwa yang ada di dunia. Dalam
dokumen "Biodiversity Action Plan for lndonesia" tercatat bahwa lndonesia memiliki sekitar 12% jenis mamalia, 16% jenis amtibi dan reptil, 17% jenis
burung, dan 20% jenis ikan dari keseluruhan jenis yang ada di dunia (Bappenas 1993 dalam Soehartono & Mardiastuti 2003).
Dari ratusan jenis marnalia yang dirniliki lndonesia, 40 jenis di antaranya adalah satwa primata dengan 21 jenis sebagai satwa primata endemis lndonesia.
Jumlah ini cukup besar mengingat jumlah satwa primata di dunia terdiri dari 195 jenis (Fauzi 2006). Sebanyak 32 jenis satwa primata lndonesia tercatat dalam
IOCN Red List dengan pengkategorian 2 jenis kritis (critically endangered), 4
jenis genting (endangered), 7 jenis rentan (vulnerable), 10 jenis nyaris terancam (near threatened), satu jenis tergantung upaya konsewasi (conservation dependent), dan 8 jenis tidak memiliki cukup data untuk pengkategorian (data
deficient)'.
I hltp://en.wikipedi~.orglwik'IIwnse~ationrndicine [22 April 20071
Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) terrnasuk satwa liar endemis yang dikategorikan kritis. Narnun satwa ini kurang rnendapat perhatian dalarn upaya pelestariannya dibanding satwa lain dalarn kategori yang sarna. Sedikitnya
penelitian yang pernah dilakukan rnengenai owa jawa secara tidak langsung rnengharnbat upaya pelestarian satwa ini. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lebih rnendalarn, tidak hanya dari segi ilrnu biologi narnun juga dari segi rnedis. Hal tersebut sangat penting untuk rnemberikan gambaran dan acuan
dalarn pelaksanaan rnanajernen perneliharaan dan perawatan owa jawa yang
berbasis rnedik konservasi.
1.2 Kerangka Pernikiran
Dalarn pelestarian satwa liar, rnobilitas surnberdaya genetik mernbuka
peluang lebih besar bagi satwa terkena penyakit. Sesuai dengan Garnbar 1.
munculnya penyakit dalarn distribusi surnberdaya genetik berupa domestikasi, translokasi, rnaupun reintroduksi, perlu diantisipasi dengan rnenerapkan
tindakan-tindakan rnedik konservasi yang tepat.
domestication
wild captive
I
I
translocation
Garnbar 1 Diagram alir distribusi surnberdaya genetik satwa dan potensi rnernperoleh penyakit (Lelana 2007)
1.3 Tujuan dan Manfaat
Studi kasus ini bertujuan untuk rnernpelajari implementasi konsep rnedik
k o n s e ~ a s i pada owa jawa. Dengan studi ini diharapkan dapat rnernberi garnbaran menyeluruh dan pernaharnan rnendalarn mengenai manajemen perawatan dan kesehatan owa dalarn habitat buatan (eksitu), sehingga dapat
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)
2.1 .I Klasifikasi
Secara taksonomi, owa jawa (Hylobates moloch) diklasifikasikan dalam3: Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch (Audebert 1798) Sub spesies : Hylobates moloch moloch
Hylobates moloch pangoalsoni
2.1.2 Morfologi
Tubuh owa jawa ditutupi rambut keperakan atau kelabu. Bagian atas kepala dan muka berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu atau putih. Dagu pada beberapa individu berwarna hitam. Warna rambut jantan dan betina sedikit berbeda terutama dalam tingkatan umur. Umumnya anak yang baru lahir memiliki warna lebih cerah. Panjang tubuh owa dewasa berkisar 750-800 mm dengan berat tubuh jantan 4,5-8 kg dan betina 4-7 kg. Owa dibedakan menjadi dua sub spesies, yaitu Hylobates moloch moloch yang berwarna lebih gelap, dan Hylobates moloch pangoalsoni yang berwarna lebih terang (Supriatna & Wahyono 2000).
Owa memiliki lengan yang relatif panjang, tubuh yang ramping, dan tidak memiliki ekor dimana morfologi ini berperan penting saat berayun dari satu pohon ke pohon lain. Owa memiliki kantong suara yang terletak di bawah dagu untuk membantu mempertinggi suara panggilan yang dikeluarkan4. Owa rnemiliki
rumus gigi I2 P2 M3 (Suyanto 2003).
I2 C1 P2 M3
'
hltp Ilw ~ucnredl~sl org nrtp /lantrnald#verstly Lrnrnz Lmtch e d u l s ~ l e l a ~ o u n t s l ntormat on1 Hylobates-rnoloch ntm (27 Apr~l 200712.1.3 Perilaku
Satwa prirnata ini sepenuhnya hidup di pohon (arboreal) dan jarang turun ke tanah. Owa dikenal sebagai pernain akrobat hutan yang ulung dirnana pergerakan sepenuhnya dengan berayun (brankiasi) dari satu dahan ke dahan lainnya dengan jarak rnencapai lebih dari 10 meter. Pergerakan di pohon sangat cepat, dapat rnencapai lebih kurang 60 krnljarn. Spesies ini juga rnernanjat saat rnakan dan bergerak pelan. Selain itu, owa juga rnarnpu berpindah ternpat dalarn jarak pendek rnenggunakan kedua kaki (bipedal)
'.
Daerah jelajah (teritori) berkisar antara 16-17 ha, dan jelajah hariannya dapat rnencapai 1500 rn. Owa aktif dari pagi hingga sore hari (diurnal), dirnana siang hari digunakan untuk beristirahat dengan saling rnencari kutu antara jantan dan betina pasangannya, atau antara ibu dan anaknya, dan pada rnaiam hari tidur di percabangan pohon. (Supriatna & Wahyono 2000).Semua jenis hylobates melakukan kornunikasi dengan suara. Owa rnerniliki suara yang nyaring dan saling bersahutan. Pada pagi hari, owa selalu rnengeluarkan lengkingan nyaring yang disebut morning call. Suara yang sangat keras ini dapat terdengar hingga sejauh satu krn. Biasanya jantan lebih dahulu bersuara kernudian disusul betina. Setiap jenis rnerniliki ciri suara dan alunan yang berbeda yang dapat dilihat dari grafik sonografi dengan garnbaran panjang pendek alunan suara yang tidak sarna. Berdasarkan ha1 tersebut, beberapa ahli rnenjadikan suara sebagai alat identifikasi di lapangan. Ada ernpat jenis suara yang dikeluarkan owa yaitu suara betina untuk rnenandakan daerah teritorialnya, suara jantan yang dikeluarkan saat berjurnpa dengan kelornpok tetangganya, suara yang dikeluarkan bersarna antar keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya. Suara tarida bahaya dikeluarkan bila ada satwa pernangsa di sekitarnya seperti rnacan tutu1 atau rnacahkurnbang (Panthera pardus) (Supriatna & Wahyono 2000).
Owa rnenandai daerah teritorinya dengan "bernyanyi". Owa betina rnengeluarkan suara yang keras beberapa kali sehari urltuk rnenandai teritorinya. Baik owa jantan rnaupun betina akan rnengeluarkan suara bila berjurnpa dengan owa asing di daerah teritorinya. Selama perjurnpaan ini, betina bersuara dengan keras dan berteriak, sedangkan jantan rnendekati owa pengacau dan rnengusirnya6.
hftp:llwww.theprimate.~m/hylobate~~moloch.htmi [5 Mei 20071
6
Selain rnenggunakan kornunikasi dengan suara, owa juga berkornunikasi rnelalui ekspresi wajah dan gerakan tubuh (tactile). Kornunikasi tactile dilakukan dalarn bentuk social grooming, yaitu saat satu individu rnerawat atau rnernbersihkan individu lain yang bertujuan rnernperkuat ikatan antar individu. Kornunikasi dengan gerakan ini cukup penting pada pasangan owa, sarna seperti pada induk dan anaknya7.
Sebagairnana jenis hylobates lainnya, owa hidup berpasangan dalarn sistern keluarga rnonogarni. Kelornpok owa urnurnnya kecil, hanya terdiri dari ernpat individu yaitu sepasang induk dan 1-2 anak yang belurn rnandiii. Pasangan owa akan rnenghasilkan rata-rata 5-6 keturunan selarna rnasa reproduksi yaitu sekitar 10-20 tahun. Seperti kebanyakan satwa prirnata, owa rnelahirkan satu keturunan tiap kelahiran, dengan rnasa kebuntingan sekitar tujuh bulan (197-210 hari). Jarak antar kelahiran pada betina reproduktif sekitar 40 bulan (3-4 tahun). Kebanyakan owa betina rnerawat sendiri anak rnereka hingga berusia dua tahun. Anak owa akan rneninggalkan kelornpoknya ketika rnereka mencapai dewasa kelarnin (siap kawin) pada urnur 8-9 tahun. Urnurnnya owa dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000).
2.1.4 Pakan
Menurut beberapa penelitian, owa mengkonsurnsi lebih kurang 125 jenis turnbuhan. Bagian turnbuhan yang sering dirnakan adalah buah, bli, bunga, dan daun rnuda. Selain itu, rnereka juga diketahui rnernakan ulat pohon, rayap, rnadu. dan beberapa jenis serangga lainnya. Owa rnengkonsurnsi lebih kurang 61% buah, 38% daun, dan sisanya berbagai jenis rnakanan seperti bunga dan berbagai jenis serangga (Supriatna & Wahyono 2000). Satwa ini lebih rnernilih untuk rnengkonsurnsi buah-buahan yang tinggi kandungan gulanya. S6perti jenis hylobates lainnya, owa rnerupakan hewan frugivora yang rnernakan buah-buahan di kanopi bagian atas pada hutan hujan tropis. Kebiasaan ini rnenirnbulkan rnasalah karena buah-buahan tersebut hanya diternukan pada area kecil dan terbatas di kawasan hutan hujan. Pergerakan owa dengan brankiasi rnernudahkan rnereka berpindah ternpat dengan cepat dan efisien dari satu surnber pakan ke surnber pakan lain8.
http llw lhepr male cornlhylobales-rnoloch nlrnl[5 Me, 200n
-
2.1.5 Habitat
Owa hidup di hutan tropik, mulai dari dataran rendah, pesisir, hingga
pegunungan pada ketinggian 1400-1600 m dpl. Narnun satwa ini jarang ditemukan dalam hutan pada ketinggian lebih dari 1500 rn dpl. Vegetasi dan jenis tumbuhan yang berada pada daerah setinggi itu bukan merupakan surnber
pakan owa. Selain itu, banyaknya lumut yang menutupi pepohonan dapat menyulitkan pergerakan brankiasi owa (Supriatna & Wahyono 2000).
2.1.6 Penyebaran
Owa merupakan satwa primata endemik yang hanya ditemukan di pulau Jawa. Sebaran Hylobates moloch moloch terbatas pada hutan-hutan di Jawa
Barat, terutama pada daerah yang dilindungi seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Gunung Gede- Pangrango, serta Cagar Alam Gunung Simpang dan Leuweung Sancang. Selain
itu juga ditemukan di beberapa hutan lindung seperti Gunung Ciremai. Hylobates
[image:20.527.54.431.155.780.2]moloch pangoalsoni hanya ditemukan di sekitar Gunung Slamet hingga sekitar Pegunungan Dieng di Jawa Tengah (Supriatna & Wahyono 2000).
Gambar 2 Peta penyebaran owa jawaQ
2.1.7 Peranan
Peranan satwa prirnata ini dalam ekosistem tidak digambarkan dengan jelas dalam literatur. Namun sesuai dengan jenis pakannya, dapat disimpulkan
bahwa owa berperan dalam penyebaran benih tumbuhan. Selain itu, owa dijadikan indikator dalam menentukan kerusakan suatu habitat karena sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan habitat.
Satwa ini tidak rnerniliki efek negatif bagi rnanusia. Selain itu juga bukan rnerupakan surnber perekonornian yang penting bagi rnanusia. Satwa ini juga tidak digunakan untuk penelitian biornedis, tidak seperti jenis satwa prirnata lainnya. Owa terkadang diburu untuk dijadikan rnakanan dan perdagangan ilega~'~.
2.1.8 Status Konservasi
Meskipun owa telah dilindungi sejak tahun 1931 rnelalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266, yang kernudian diperkuat dengan Undang- undang No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 3011Kpts- 1111991, populasinya di alarn terus rnenyusut. Pada tahun 2004, Vincent Nijrnan (peneliti dari Zoological Museum) mengindikasi jurnlah owa liar di Pulau Jawa hanya sekitar 4100 sarnpai 4500 ekor (Bukhorie 2007). Ancarnan terbesar berasal dari penyusutan habitat alarni (deforestasi hutan hujan tropis) karena penebangan dan pernbukaan lahan pertanian. Tanpa luas daerah jelajah yang rnernadai, spesies owa, seperti spesies tropis lain, akan sangat sulit untuk bertahan. Ancarnan lain berupa perburuan ilegal untuk rnakanan dan perdagangan satwa juga turut berperan dalarn penurunan populasi owa dan rnerupakan ancarnan kedua terbesar setelah deforestasi (Bukhorie 2007; Supriatna & Wahyono 2000).
Satwa prirnata endernik ini rnerupakan salah satu satwa prirnata Indonesia yang harnpir mendekati kepunahan. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) rnengategorikan owa dalarn Appendix I yaitu sebagai spesies satwa liar yang secara internasional dilarang diperdagangkan dalarn segala bentuk dan terancarn punah jika perdagangan tidak dihentikan (Soehartono & Mardiastuti 2003). Selain itu, owa juga lennasuk kategori critically endangered (kritis) dalarn Red List of Threatened Species dari IUCN (The lnternational Union for the Conservation of Nature and Natural Resources). Suatu takson dikatakan kritis bila takson tersebut menghadapi resiko kepunahan yang sangat tinggi di alarn dalarn waktu dekat, yaitu lebih dari 50% selarna lirna tahun (Prirnarck et al. 1998). Sebagai upaya penyelamatan satwa prirnata ini telah didirikan tarnan nasional dan pusat rehabilitasi, narnun belurn ada program konsewasi yang spesifik untuk H. moloch.
I0
2.1.9 Penyakit pada Satwa Primata
Sedikitnya penelitian terutarna dari aspek rnedis yang pernah dilakukan terhadap owa, menyebabkan sulitnya menemukan literatur yang membahas penyakit spesifik pada owa. Pada umurnnya literatur rnencanturnkan penyakit pada satwa prirnata secara urnurn sebagai perbandingan untuk rnengetahui dan memahami penyakit pada owa. Penyakit satwa prirnata pada urnurnnya disebabkan bakteri, virus, jamur, dan parasit (cacing, protozoa, dan ektoparasit). Enteritis dan pneumonia rnerupakan penyakit utama yang dapat rnenyebabkan kematian. Satwa primata juga dapat rnernbawa zoonosis yang berbahaya pada rnanusia seperti hepatitis dan rnarburg (Sajuthi 1991 dalarn Fauzi 2006).
Penyakit viral rnerupakan penyakit yang paling berbahaya terutarna yang bersifat zoonosa. Penyakit viral yang rnenginfeksi satwa prirnata antara lain virus cacar (monkeypox, benign epidermal monkeypox, molluscum contagiosurn, dan virus yaba), virus herpes, rnesles (rubeola), hepatitis, yellow fever, poliomyelitis, rabies, dan virus rnarburg (Martin 1978).
Penyakit bakterial yang utama diternukan adalah tuberculosis, pneumonia. dan enteritis. Pneumonia disebabkan oleh Streptococcus pnemoniae, Haemophilus influenza, Klebsiella pnemoniae, dan Bordetella bronchiseptica. Adapun enteritis disebabkan genus Shigella, Salmonella dan Campylobacter (Sajuthi 1991 dalarn Fauzi 2006).
Penyakit parasitik disebabkan oleh ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit antara lain kutu, tungau, dan caplak. Ektoprasit yang sering ditemukan adalah Psoroigates sp, Sarcoptes scabiei, Pediculus abtusus, dan yang paling berbahaya terdapat di tractus respiratorius yaitu Pneumysus simicola. Endoparasit, yaitu cacing dan protozoa, sebagian besar rnerupakan
1
parasit usus. Cacing yang rnenyebabkan penyakit pada satwa prirnata adalah Oesophagostornurn sp, Strongylus sp, Trichostrongyloides, dan Filaria (Dipetalomena sp dan Tetrapetalomena sp). Kecuali jenis terakhir, sernua jenis cacing ditemukan di saluran pencernaan. Protozoa yang rnenyerang satwa primata diantaranya Balantidium coli, Entamoeba sp, Giardia sp, Plasmodium braziliniurn, dan Plasmodium simiae. (Sajuthi 1991 dalarn Fauzi 2006).
Penyakit lain yang menyerang satwa prirnata antara lain dilatasi larnbung akut (bloat), penyakit rnulut, intususepsi, volvulus, hernia, prolaps rektal dan vaginal, hernia perineal dari vesica urinaria, perlukaan, dan keracunan. Penyakit rnulut rneliputi rnasalah gigi dan abses pada gusi (Martin 1978).
2.2 Medik Konservasi
2.2.1 Pengertian
Dalarn Ensiklopedi Wikipedia (2006)11, disebutkan bahwa definisi rnedik konservasi adalah suatu bidang yang rnelintasi berbagai disiplin ilrnu yang mempelajari hubungan antara kesehatan hewan dan rnanusia, serta kondisi lingkungan. lstilah lain untuk bidang ini adalah rnedik ekologi, rnedik lingkungan, atau geologi rnedik. Weinhold (2003) rnenjelaskan bahwa konsep yang dimaksudkan untuk mencari hubungan antara penyakit pada lingkungan, satwa liar, dan manusia telah muncul sejak lama, narnun unsur-unsur dari konsep ini masih berdiri sendiri dan belurn rnenjalin kerjasarna satu sarna lain. Untuk rnernulai penyatuan berbagai unsur dalarn hubungan potensial ini, dicetuskan istilah 'rnedik konservasi' pertarna kali pada tahun 1996 dalarn artikel "Wildlife, People, and Development" yang dipublikasikan oleh jurnal "Tropical Animal Health and Production".
Lelana (2004) rnendefinisikan rnedik konservasi sebagai segala urusan yang berhubungan dengan penanganan rnedis rnaupun keterlibatan tenaga rnedis secara langsung ataupun tidak langsung dalarn program pelestarian satwa liar dan darnpaknya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Selain itu, medik konservasi juga rnerupakan salah satu strategi Sistern Kesehatan Hewan Nasional dalarn rnengharrnonikan kesehatan hewan, rnasysrakat, dan lingkungan (Rancangan Undang-undang Kehewanan, Pengganti UU No. 611967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan) serta strategi dalarn pelestarian spesieslplasrna nutfah berikut habitatnya.
2.2.2 Ruang Lingkup
Medik konservasi rnencakup hubungan antara petugas rnedis, pengelola satwa liar, dan satwa liar itu sendiri (Garnbar 3). Dalarn irnplenietasinya pada lernbaga konservasi eksitu, rnedik konservasi rnerupakan kesatuan program
pemeliharaan, medis, dan penangkaran, sebagai upaya mewujudkan kualitas kehidupan satwa, manusia, dan lingkungan yang optimal. Menurut Lelana (2007), secara garis besar implementasi medik konservasi dikategorikan dalam empat tindakan yaitu (1) preventif, sebagai upaya pencegahan penyakit pada individu dan populasi satwa liar terutarna zoonosis; (2) kuratif, yang meliputi tindakan pengobatan atau pengurangan sakit dan penyakit; (3) rehabilitatif, merupakan upaya pemulihan keadaan dan fungsi tubuh normal setelah relokasi dan sakit; serta (4) promotif, yang betujuan meningkatkan kualitas kehidupan satwa secara biologis.
c ? e t u a a s Medis
.
pernantapan regulasibiologis satwa liar sating ketergantungan
• pengembangan medis dalam program
reproduksi konservasi satwa liar
penanganan dan pengambilan keputusan
pemulihan animal welfare status medis berbasis
penanganan kasus klinis pengetahuan dan
pengendalian zoonosis profesionalisme
dan penyakit satwa liar sistem peringatan dini
penentuan status rnedik pendidikan pengelola
konservasi safwa liar satwa liar
Satwa Liar Pengelola S. Liar
Gambar 3 Ruang lingkup medik konservasi (Lelana 2004)
2.2.3 Peranan Dokter Hewan
Kontrol Adaptasi
Penyitaan
ZooBSafari
8
[image:25.533.92.414.63.254.2]Kontrol Animal Welfare I
Gambar 4 Diagram alir peranan dokter hewan dalam proses medik konservasi satwa liar (Lelana 2004)
Menurut Martin (1991), kinerja dokter hewan termasuk dalam lingkup perhatian yang luas terhadap kesehatan hewan dan memilki keahlian dalam (1)
memonitor status kesehatan individu dan populasi hewan; (2) membantu
immobilisasi hewan dan monitor anesthesia, pengoleksian sampel biologi, memaksimalkan pengoleksian data biologi dan medis, dan merespon masalah
3
BAHANDANMETODE
3.1 Waktu dan Tempat
Studi kasus dilaksanakan dari Juli hingga Oktober 2007. Pengambilan data dilakukan di empat lokasi yaitu Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) Sukabumi, Kebun Binatang Surabaya (KBS), Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa atau Javan Gibbon Center (JGC) Bodogol Sukabumi, dan Pusat Primata Schrnutzer Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Pengambilan data di tiap lokasi memerlukan waktu 10-14 hari observasi. Studi pustaka dan pengumpulan informasi dilaksanakan dari April 2007 hingga Januari 2008.
3.2 Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan observasi langsung di lapangan dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap petugas terkait yang mencakup perawat satwa (keeper),
teknisi medis, tenaga ahli (dokter hewan dan ahli biologi hewan), serta pihak pengelola. Sedangkan data sekunder bersumber dari laporan kegiatan pemeliharaan dan perawatan owa jawa, catatan kesehatan owa jawa, buku, jurnal, serta penelusuran internet.
Data yang diambil meliputi rnanajemen umurn, rnanajemen kandang, rnanajemen pakan, manajemen kesehatan (prosedur karantina, pemeriksaan fisik, deteksi dan kontrol parasit, imunisasi, penyakit yang muncul dan terapinya, serta penyimpangan perilaku), dan manajemen sumberdaya manusia. Data dianalisa menggunakan metode analisa deskriptif dan dikonfirmasikan dengan . konsep rnedik konservasi melalui Diagram lshikawa sebagai berikut:
'*
Slslem ObatMbatan Spener
Peramow !~!,nlasi Saram Pnsanna avsksio Hahitai s3wa uar
Peminlah PUiai Finansial Program Keja Klien: Tenaga Penunta
6 Daeiah Pengelola Medis Sahva
Saiwa Liar
[image:26.533.46.454.377.778.2]lnforrnasi yang dikurnpulkan diajukan dalarn daftar pertanyaan berikut:
Program Pemeliharaan
Manajemen Sumberdaya Manusia
1. Apakah petugas rnenggunakan pakaian dan peralatan khusus saat berada di area kandang rnaupun saat rnenangani owa? Peralatan apa yang digunakan?
2. Apakah digunakan footbath di pintu area kandang, karantina, gudang pakan, dan klinik hewan? Desinfektan apa yang digunakan?
3. Apakah dilakukan perneriksaan kesehatan rutin terhadap petugas terkait? Prosedur apa yang dilakukan?
4. Apakah dilakukan irnunisasi rutin terhadap petugas? lrnunisasi apa yang diberikan dan berapa frekuensi pernberiannya?
5. Apakah dilakukan pelatihan khusus bagi petugas yang rnenangani owa? 6. Apakah diterapkan larangan rnerokok, rnakan, dan rninurn di area kandang? 7. Apakah dilakukan evaluasi rutin terhadap kinerja petugas?
Manajemen Perkandangan
1. Apakah tersedia area karantina bagi owa yang baru datang? Fasilitas apa yang tersedia? Apakah area tersebut sudah rnernenuhi persyaratan?
2. Bagaimana jenis kandang yang digunakan? Apakah sudah rnernenuhi persyaratan sebagai kandang yang ideal?
3. Apakah ukuran kandang cukup sesuai dengan jumlah dan urnur owa?
4. Apakah terdapat kandang khusus untuk rnerawat owa sakit atau owa yang rnasih rnuda (infant dan juvenile)?
5. Apa saja pengkayaan lingkungan kandang yang diberikan? Apakah dapat rnernenuhi kebutuhan owa untuk rnengekspresikan perilaku alarnin?a?
6. Apakah di sekitar kandang owa terdapat kandang lain yang berdekatan? Bagairnana kondisi pernisahan antar kandang?
7. Berapakah frekuensi pernbersihan kandang? Bagairnana sistern pernbersihan yang diterapkan? Apakah sudah rnernenuhi standar?
8. Apakah sistern drainase air dan pernbuangan kotoran rnenjadi perhatian dalarn desain kandang?
9. Apakah kandang dan lingkungan sekitar cukup bersih dan bebas sampah? 10. Bagairnana sistern kearnanan kandang yang digunakan? apakah cukup
Manajemen Pakan
1. Berapakah frekuensi pernberian pakan? 2. Apa saja variasi pakan yang diberikan?
3. Apa yang rnenjadi pertirnbangan dalarn penentuan variasi dan kuantitas pakan?
4. Apakah kualitas dan kuantitas pakan sudah rnernenuhi kebutuhan owa? 5. Apakah pakan yang diberikan diyakini dirnakan oleh owa?
6. Apakah dilakukan evaluasi pakan secara rutin? Apakah rnelibatkan ahli nutrisi dan dokter hewan?
7. Darirnana pengelola rnendapatkan suplai pakan? Apakah pendistribusiannya rnernperhatikan faktor higiene dan sanitasi?
8. Apakah penyirnpanan, persiapan, dan pernberian pakan rnernperhatikan faktor higiene dan sanitasi?
9. Bagairnana cara pendistribusian pakan dalarn kandang?
10. Apakah terdapat wadah khusus untuk pakan dan air rninurn? Apakah sanitasi wadah rnenjadi perhatian petugas?
11. Apakah selalu tersedia air rninurn bersih dalarn kandang? Darirnana surnber air yang digunakan?
12.Apakah kebersihan dan kualitas air terkontrol sehingga bebas dari kontarninasi bakteri, parasit, agen infeksius, dan zat kirnia berbahaya?
13. Apakah pernah terjadi rnasalah kesehatan yang disebabkan pakan? 14. Apakah dilakukan pernberian pakan k h u s ~ ~ s dengan tujuan tertentu? 15. Apakah dilakukan pernberian suplernen vitamin dan mineral?
16. Apakah pernberian pakan oleh pengunjung rnenjadi perhatian khusus oleh pengelola? Apa tindakan yang dilakukan untuk rnencegah ha1 tersebut?
Manajernen Pengendalian (Restrain)
1. Bagairnana teknik pengendalian owa yang diterapkan?
2. Anesthetik apa yang digunakan dan berapa dosis yang diberikan?
3. Apabila terjadi translokasi, apzkah prosedur pernindahan owa telah rnernenuhi standar animal welfare?
Manajernen Data dan informasi
1. Apakah dilakukan pencatatan rutin untuk setiap inforrnasi yang berkaitan dengan perawatan owa?
Program Medis
1. Apakah pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan? Berapakah frekuensi pemeriksaan tersebut?
2. Prosedur apa yang dilakukan dalam pemeriksaan rutin?
3. Apakah dilakukan vaksinasi secara rutin? Vaksin apa yang diberikan?
4. Apakah tersedia fasilitas peralatan medis? Apakah cukup lengkap dan terawat?
5. Apakah terdapat fasilitas atau ruang khusus untuk rnenangani owa sakit atau terluka?
6. Apakah tersedia area karantina bagi owa yang baru datang maupun owa yang rnenderita penyakit menular? Apakah area tersebut sudah rnernenuhi persyaratan?
7. Apakah dilakukan pencatatan rutin terhadap kejadian medis dan tindakan pengobatannya (medical record)?
8. Apakah penanganan owa sakit atau terluka dilakukan dengan segera? 9. Apakah alat transportasi untuk pengobatan selalu tersedia?
10. Kasus medis apa yang pernah terjadi pada owa dan bagairnana cara penanganannya?
11. Apakah pernah terjadi wabah penyakit? Apakah dilakukan investigasi lebih lanjut?
12. Apakah terjadi penyimpangan perilaku pada owa? Faktor apa yang rnenjadi penyebabnya?
13. Apakah dilakukan pemeriksaan postmortem? Apakah fasilitas perneriksaan tersebut tersedia dan memadai?
14.Apakah pernah dilakukan euthanasia terhadap owa? Alasan apa yang
mendasari tindakan tersebut? *
Program
Penangkaran1. Apakah dilakukan program penangkaran? Sejauh rnana tingkat kesuksesan program tersebut?
2. Bagairnana teknik penangkaran yang diterapkan?
4
HASlL DAN PEMBAHASAN
lrnplernentasi rnedik konservasi pada owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) telah dipelajari di ernpat lernbaga konservasi eksitu, yaitu Pusat Penyelarnatan Satwa Cikananga (PPSC), Kebun Binatang Surabaya (KBS), Pusat Rehabilitasi Owa Jawa atau Javan Gibbon Center (JGC), dan Pusat Prirnata Schrnutzer, Tarnan Margasatwa Ragunan (PPS, TMR). Profil tiap lernbaga tersebut disajikan dalarn Tabel 1. Menurut Conway 1980, Dresser 1988, & Seal 1988 dalarn Prirnack et a/. (1998), pada prinsipnya lernbaga konservasi ini harus marnpu rnenjalankan strategi konservasi eksitu, yaitu upaya mencegah kepunahan spesies dengan rnernelihara individu-individu dalarn kondisi terkendali di bawah pengawasan rnanusia. lndividu dari populasi eksitu dapat direintroduksi ke alarn secara berkala untuk rnernperbesar upaya konservasi yang sedang berjalan. Menurut Turnbelaka (2003) populasi eksitu juga dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan dan penelitian, serta salah satu piogiaiii hubungan masyarakat.
Tabel 1 Profil lernbaga konservasi eksitu
Contoh Lernbaga Konservasi
Profil PPS KB Surabaya JGC Schrnutrer,
Cikananga TMR
Kelembagaan LSM Swasta LSM Pernerintah
Pendanaan Pernerintah dan Swasta LSM Pernerintah LSM
Tujuan Penarnpungan. Peragaan, Rehabilitasi, Peragaan, rehabilitasi, breeding, dan pelepasliaran breeding, dan pelepasliaran pendidikan kernbali, dan pendidikan kernbali, dan k0nseNasi pendidikan konse~asi
pendidikan k0nseNasi
konse~asi n
Lokasi Desa Surabaya, Desa Bodogol, Ragunan, DKI Cikananga, Jawa Tirnur Sukaburni, Jakarta
Sukabumi, Jawa Barat
Jawa Barat
Sarana dzn
Prasarana
t Klinik satwa Ada Ada Ada Ada
t Nursery Tidak ada Ada Tidak ada Ada
t Karantina Ada Ada Ada Ada
t Ruang Ada Ada Tidak ada Ada
nekropsi
t krematoriurn Ada Ada Tidak ada Ada
[image:30.530.46.462.363.763.2]Studi kasus implementasi medik konsewasi dilakukan terhadap seluruh individu owa yang ada dan pernah ada di empat lokasi studi. Dari hasil pendataan diketahui terdapat 61 ekor owa dengan deskripsi 15 ekor di PPS Cikananga (Juli 2007), 10 ekor di KB Surabaya (Desernber 1999-Agustus 2007), 6 ekor di JGC (Maret 2003-Agustus 2007), dan 30 ekor di Pusat Primata Schmutzer, TM Ragunan (Agustus 2002-September 2007). Distribusi sampel secara lengkap tersaji dalam Tabel 2. Profil masing-masing individu owa disajikan pada Lampiran 1. Dari seluruh individu yang pernah ada, tercatat 48
ekor owa masih ada hingga saat studi dilakukan dan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 2 Distribusi owa jawa berdasarkan jenis kelamin dan umur di empat lokasi studi (Desernber 1999-September 2007)
Jumlah Owa Jawa
Kiasifikasi PPS KB JGC Schmuker. Total %
Cikananga Surabaya TMR Jenis
Keiamin
.
Jantan 11 6 3 15 35 57,4.
Betina 4 3 3 13 23 37,7Unknown 1 . 2 3 4.9
Umur
Infant . 4
-
2 6 9,8Juvenile . 1
-
-
1 1,7Remaja 9 . 1 6 16 26,2
Dewasa 6 4 5 20 35 57,4
Unknown 1 2 3 4,9
Total 15 10 6 30 61 100
% 24,6 16,4 9,8 49,2 100
Tabel 3 Distribusi owa jawa saat sudi dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan umur di empat lokasi studi (Juli-September 2007)
Klasifikasi PPS KB JGC Schmuker, T o r %
Cikananga Surabaya TMR Jenis
!<elamin
Jantan 1 1 3 3
?I
28 58,30 Betina 4 2 3 10 19 39,6
0 Unknown
-
1 1 2-1Umur
Infant 1 1 2 4.2
Juvenile . 1
-
I 2.1Remaja 9 1 1 11 22,9
* Dewasa 6 2 5 18 31 64,6
Unknown
-
1 2 3 6-2Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar owa berjenis kelarnin jantan. Dua ekor tidak tercatat jenis kelarninnya dalarn studbook yaitu owa yang rnati saat kelahiran atau prernatur (KB Surabaya dan Schrnutzer) dan sepuluh hari post partus (Schrnutzer). Klasifikasi urnur dilakukan berdasarkan tanggal kelahiran, kernatangan seksual atau kernarnpuan reproduksi owa, dan estirnasi berdasarkan ciri fisik owa. Tidak ada literatur yang rnenyebutkan secara pasti batasan tahundalarn klasifikasi usia owa. Tiga ekor owa tidak diketahui urnurnya karena tidak adanya catatan tanggal kelahiran dan sulit dilakukan identifikasi urnur.
Populasi owa berkurang karena kernatian atau translokasi. Berdasarkan data pada studbook dan catatan rnedis, tercatat terjadi delapan kasus kernatian dari Februari 2002 hingga September 2007. Data kernatian owa di ernpat lokasi studi disajikan dalarn Tabel 4.
Tabel 4 Data kernatian owa iawa berdasarkan ienis kelamin dan urnur di ernpat iokasi studi ( ~ e b r u a i 2002-~e~ternber2007)
Jumlah Owa Jawa
Klasifikasi PPS KB JGC Schmutzer, Total %
Cikananga Surabaya TMR
Jenis Kelamin
.
Jantan-
3-
1 4 50Betina . 1
-
1 12.5Unknown 1
-
2 3 37,5Umur
infant 3 . 2 5 62.5
.
Juvenile . .-
-
Remaja . . 1 1 12,5
Dewasa
-
2-
-
2 25Unknown
-
-
-
.Total 5 3 8 100
[image:32.530.46.463.291.787.2]Jumlah
Total data indiudu
1----7
I
1
mJurnlah individu saatstudii1
dilakukan1
Jumlah kematiani
I
PPS KBSurabaya JGC Schmher,Cikananga TMR
I
Lembaga Konservasi EksituI
Gambar6 Populasi dan jumlah kematian owa jawa di empat lokasi studi (Desember 1999- September 2007)
Berdasarkan hasil studi, diperoleh gambaran bahwa untuk mengimplementasikan medik konservasi pada owa jawa, harus diterapkan (1) program pemeliharaan, (2) program medis, dan (3) program penangkaran yang
baik (good care, medical, and breeding practices). Penerapan program-program ini melibatkan berbagai unsur dalam lembaga konservasi eksitu, diantaranya
petugas medis (dokter hewan dan teknisi medis veteriner), petugas lapangan (pihak pengelola dan perawat owa), dan owa itu sendiri.
4.1 Program Pemeliharaan yang Baik (Good Care Practices)
Berdasarkan pengamatan di lapangan, dapat disarikan bahwa program pemeliharaan yang baik (good care practices) perlu didukung dengan manajemen di bidang (1) sumberdaya manusia, (2) perkandangan, (3) pakan, (4)
pengendalian (restrain), dan (5) pendataan.
Menurut PKBSl (1995), terdapat tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam perawatan satwa primata, yaitu: (1) aspek kebutuhan biologis, meliputi
tersedianya ruang gerak, makan dan minum yang memadai, udara dan cahaya yang cukup, lingkungan yang merangsang psikomotoris dan tingkah laku, serta
pasangan untuk bersosialisasi, berinteraksi, dan berkembangbiak; (2) aspek kesejahteraan (animal welfare), meliputi bebas dari kelaparan dan kehausan, bebas dari rasa takut dan menderita, bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka, bebas dari ketidaknyamanan suhu dan fisik, serta bebas untuk mewujudkan perilaku alaminya; serta (3) aspek perlakuan (treatment) yang diberikan untuk
4.1.1 Manajernen Surnberdaya Manusia (SDM)
Profil rnanajernen SDM di ernpat lokasi studi disajikan pada Tabel 5.
Secara garis besar, rnanajernen SDM rneliputi penentuan kornpetensi SDM yang
tersedia, prosedur kearnanan bagi petugas agar tetap higienis dalarn bekerja,
prosedur yang berhubungan dengan kesehatan petugas seperti perneriksaan
rutin dan irnunisasi, pelatihan petugas, serta evaluasi kinerja rutin.
Tabel 5 Manajernen surnberdaya rnanusia di ernpat lokasi studi
Profil PPS KB Surabava JGC Schmuker.
~ ~ .~~~
Cikananga TMR
Kompetensi SDM
t Tenaga ahli Dokter hewan, Dokter hewan, Kurator, dokter Dokter hewan,
kurator kurator, para- hewan panggil kurator, para-
medis satwa (periodik) medis satwa
t Perawat SMP-S1 SD-SMA SMP-SMA SMA, D3vet,S1
satwa Prosedur iceamanan
t Pakaian dan Wearpack, Sepatu boot Sarung tangan, Wearpack,
peralatan sarung tangan. sepatu boot sarung tangan,
khusus masker, sepatu masker, sepatu
boot boot
t footbath Ada (tectrol, Tidak ada Tidak ada Ada (Longlife,
carbol) carbol)
t Larangan Ada Tidak ada Ada Ada
makan, minum, &
merokok di area kandang
t Pelatihan pe- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
nanganan
awa
,
Prosedur kesehatan
t frekuensi dan Tiap 6 bulan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
prosedur pe- (TBC, hepatitis
meriksaan
B)
t imunisasi Ada (hepatitis B Tidak ada Ada (hepatitis Tidak ada
dan rabies) B )
Evaluasi kinerja Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada
Pada urnurnnya SDM yang bekerja dengan owa rneliputi petugas dengan
kornpetensi sebagai kurator (ahli perilaku dan biologi satwa), dokter hewan,
(a) rnengetahui dan rnelaksanakan prosedur kearnanan, (b) rnengetahui dan waspada terhadap perilaku agresif owa, (c) terlatih dalarn rnengendalikan owa dan higiene personal, serta (d) selalu ingat potensi substansi berbahaya dan resiko yang rnungkin diternui di lapangan terrnasuk potensi zoonosis.
Berdasarkan pengarnatan di lapangan, ernpat lokasi studi telah rnenerapkan prosedur kearnanan kerja dengan tingkat berbeda-beda. Standar prosedur kerja yang higienis harus diterapkan secara ketat dan disiplin. Silberrnan (1993) rnenyatakan bahwa perawat satwa wajib rnenggunakan perlengkapan khusus saat bekerja yang rneliputi pakaian khusus (wearpack), masker, sarung tangan, dan sepatu boot. Setelah bekerja, perawat wajib mencuci tangan, kaki, dan bagian tubuh terbuka lainnya. Pakaian dan sepatu harus didesinfeksi dan disirnpan di ternpat khusus. Selain itu juga dilakukan pelarangan rnakan, rninurn, dan rnerokok di area kandang.
PPS Cikananga dan Schrnutzer menerapkan penggunaan bak cuci kaki (footbath) yag dirnaksudkan untuk rnencegah penyebaran kurnan dan bibit penyakit patogen di lingkungan sekitar. Footbath digunakan di pintu rnasuk dan keluar gedung karantina, area kandang, gudang pakan, dan ternpat persiapan pakan. Bak ini diisi dengan larutan desinfektan Tectrol (PPS Cikananga) atau Longlife (Schrnutzer). PPS Cikananga juga rnenyediakan bak besar berisi desinfektan untuk rnensuciharnakan kendaraan yang rnasuk dan keluar area kandang, terutarna karantina. Menurut PKBSI (1995), untuk rnencegah penyebaran kurnan, idealnya perawat satwa yang bertugas di karantina hanya bekerja di bagian tersebut dan tidak berpindah ke ternpat lain.
4.1.2 Manajemen Perkandangan
Profil manajemen perkandangan di empat lokasi studi disajikan pada Tabel
6. Pada tabel tersebut dapat dipelajari unsur fisik kandang, unsur pengayaan
kandang, sistem sanitasi kandang, dan sistem keamanan kandang.
Tabel 6 Manajemen perkandangan owa jawa di empat lokasi studi
PPS KB Surabaya JGC Schumker, TMR
Profil Cikananga - Fisik
t bentuk, Kandang J K. tertutup Kandang JKandang tertutup
jenis, & tertutup (Karantina: tertutup (karantina:
ukuran (karantina: 1,3xZx2 rn; (sosialisasi: 3xIx1.9 rn; k.Z
1,5xI,5x2 rn; k. peraga 13,5~4,8~2,78rn peraga: 59 rn x
sosialisasi: nursery: k. penjodohan: 9,2 rn&68 rnZ
1,5xI,5x3rn) 52x30~35 cm kondisional, x14,5rn)
& l,lxl,2xlrn) sesuai jarak JKandanq pulau
JK. Pulau pohon yang (f150 rn )
(+120rn2) tersedia)
Karantina & hook t unsur Karantina: Karantina: Karantina: besi k. peraga: dinding
dinding kerarnik dinding kerarnik & kawat; kerarnik, besi; dan besi; & besi; kandang k.sosialisasi: k. peraga: dinding sosialisasi: nursery: besi & dinding kawat & kawat dan besi,
dinding kawat, papan kayu; besi, lantai tanah;
besi, dan kayu hook k. pulau: semen; k.penjo- k. pulau: tanah dinding bata & dohan: dinding
kerarnik: k. kawat & baiana
-
pulau: tanah pohon, tanah
Pengayaan
t kandang Ada Karantina&nur- Ada Ada
malam (hook)
sery: tidak ada; K. pulau: ada
t wadah Ada Karantina & k. Ada Ada;
pakan & pulau: tidak ada;
air minum Nursery&hook k pulau: ada
t sarana Tali, ayunan, Karantina&hook Tali, batang ~ara;tina&hook k.
bermain batang pohon k. pulau: kayu; pohon peraga:tali; K.
Nurseyayunan; peraga:pohon
K. ~ulau: rurnah artifisial: K.~ulau: .
.
kecil,pohon rnati pohon alarni
Sistem sanitasi
t frekuensi 2x sehari (07.00 Karantina:2x 2x sehari (06.30 K. peraga: sekali
dan 15.00) sehari (09.00 dan 14.00) dalarn 2 hari;
dan 15.00); K. pulau:-;
Nursery: tiap Karantina: I x
saat jika kotor; sehari (08.00)
[image:36.530.36.458.96.761.2]+
metode Sistern basah Karantina. Sistern basah Karantina & hook nursery &hook k.peraga: sisternk. pulau: sistern basah;
basah; K. peraga & k.
K. pulau & k. pulau: sistern
peraga nursery: kering
sistern kering
+
peralatan Sapu lidi, karet Sapu lidi, Sapu lidi, Sapu lidi, pengki,& bahan pernbersih, pengki, pel, pengki, karet karet pernbersih,
selang air, -karet pernbersih. selang air, rnea;,i penye.:? ;mbersih, selang air desi,fc!dan prot, kayu, selang air,
desinfektan desinfektan
+
kontrol Ada (harna Ada (harna Tidak ada Ada (hama tikus)hama tikus) tikus)
Sistem Pintu geser, Pintu geser, Pintu ganda, Pagar pernbatas,
keamanan kandang jepit parit (k. pulau) kandang jepit pintu geser, pintu ganda,gang(hook), parit (K.pulau)
Berdasarkan studi dapat digarnbarkan bahwa bentuk kandang owa secara urnurn terbagi dua jenis, yaitu kandang tertutup dan kandang terbuka (pulau). Kandang tertutup adalah kandang yang dibatasi atap dan dinding, baik berbahan kawat, besi, kaca, plastik, atau bata (Lampiran 2). Adapun kandang terbuka berupa ternpat terbuka yang tidak ditutupi oleh apapun dan biasanya dikelilingi parit sebagai pengarnan, sehingga disebut juga kandang pulau (Lampiran 3). Pernilihan bentuk kandang dapat disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia, jurnlah owa yang akan diternpatkan, dan tujuan pernbuatan kandang.
Menurut Sozer (2005)", kandang dapat dikatakan ideal jika merniliki luas yang cukup bagi pergerakan owa, dirnana kandang yang sernakin luas akan sernakin baik. Antar kandang sebaiknya rnemiliki jarak cukup jauh atau dipasang
penyekat untuk rnernperkecil kontak antar owa sehingga dapat rnengurangi tingkat stress. Kandang juga harus dilengkapi pengayaan yang dapat
mendukung aktivitas alarni owa seperti brankiasi.
Menurut PKBSI (1995), perkandangan sangat rnernpengaruhi perkembangan satwa, terutarna perilakunya. Karena itu, sedapat rnungkin lingkungan kandang harus mirip dengan habitat alaminya, sehingga dapat
mengurangi rnunculnya kelainan perilaku. Untuk mewujudkan ha1 ini, perlu dilakukan pengayaan lingkungan atau environmental enrichment yang bertujuan rnengurangi timbulnya kebosanan dan perilaku yang tidak diinginkan pada satwa
yang dikandangkan. Selain itu, pengayaan kandang dapat meningkatkan daya- tarik dan nilai pendidikan dari peragaan satwa. Pemasangan tali, ayunan, dan
batang pohon dalarn kandang dapat mendorong rnunculnya perilaku brankiasi owa. Pernberian pohon, baik alarni rnaupun artifisial, juga dapat dijadikan ternpat
beraktivitas dan rnernberikan irnajinasi habitat alami owa. Tempat rnakan dan rninurn juga harus dipertirnbangkan sebagai pengayaan kandang. Material
pengayaan harus arnan, tidak terdapat bagian tajarn, dan diletakkan pada ternpat yang tepat sehingga rnernperkecil resiko trauma dan kecelakaan pada owa.
Sebagai tempat bernaung di rnalarn hari dan melindungi diri dari cuaca
buruk, kandang harus dilengkapi dengan kandang rnalarn atau hook.
Berdasarkan pengarnatan di lapangan terdapat dua bentuk hook. Pertarna, L
seperti terdapat di PPS ~ikananga dan kandang penjodohan JGC, hook berupa kotak kayu kecil dengan bagian depan setengah terbuka dan diternpatkan di dalarn kandang. Kedua, seperti terdapat di KB Surabaya, kandangsosialisasi
JGC, dan Schrnutzer, hook berupa bangunan di belakang kandang peraga dengan panggung kayu untuk ternpat owa beristirahat, dan dihubungkan dengan
kandang peraga rnenggunakan pintu geser (guillotine door) yang dapat dibuka dari luar oleh perawat satwa. Penghubung juga dapat berupa lorong sehingga rnerangsang aktivitas pergerakan owa. Menurut PKBSl (1995), sebaiknya pakan
terakhir diberikan dalarn hook, sehingga owa akan rnerasa nyarnan menggunakan kandang tersebut. Larnpu pernanas sangat diperlukan untuk rnernpertahankan suhu lingkungan kandang.
I 2
Garnbar 7 Contoh pengayaan kandang (a) rurnah kecil pada kandang pulau di Kebun Binatang Surabaya, (b) pohon artifisial pada kandang peraga di Pusat Prirnata Schrnutzer, dan (c) hook (dilingkari) dan tali pada kandang sosialisasi di PPS Cikananga
Berdasarkan standar CDC (Center for Disease Control), tiap lernbaga konsewasi eksitu harus rnerniliki area atau gedung karantina yang terpisah dari
area kandang (Mootnick 1997). Area karantina berfungsi sebagai tempat preconditioning bagi satwa yang baru rnasuk (translokasi) dan ternpat perawatan
bagi owa yang rnenderita penyakit rnenular. Dikaitkan dengan hasil pengarnatan di lapangan, diperoleh garnbaran bahwa lokasi area karantina di PPS Cikananga dan Schrnutzer terpisah jauh dari area kandang lain dan tertutup. Tiap kandang
dalarn area karantina dipisahkan dinding bata yang dilapisi ubin kerarnik untuk mernudahkan pernbersihan kandang. Dasar kandang terpisah
i50
crn dari lantai untuk rnencegah owa rnernungut makanan yang terjatuh sehingga rnengurangi resiko owa terpapar kurnan dan agen penyakit. Tiap kandang dihuni oleh satu(a)
Gambar 8 Kandang karantina di (a) Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga dan (b) Pusat Prirnata Schmutzer, TM Ragunan
Perawatan owa infant dan juvenile membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Untuk itu, KB Surabaya menyediakan nursery sebagai tempat perawatan infant dan juvenile. Owa infant ditempatkan dalam kandang kecil berukuran 52
x
30 x 35 cm dan diberi ayunan sebagai tempat bermain dan tidur. Pada rnalarn
hari, kandang ditempatkan dalam inkubator dan diberi selimut untuk menjaga suhu tetap hangat serta tambahan lampu pernanas untuk menurunkan kelembaban ruangan (Gambar 9). Pada pagi dan sore hari, kandang dikeluarkan
[image:40.530.48.434.39.802.2]dari inkubator untuk memudahkan pemberian pakan dan pembersihan owa.
Gambar 9 lnkubator untuk owa infant di nursery Kebun Binatang Surabaya
Pada JGC terdapat kandang penjodohan yang dirancang untuk
memasangkan owa dalam upaya mewujudkan perilaku alaminya. Prior (2007, komunikasi pribadi)13 menjelaskan bahwa hasil yang diharapkan dari upaya ini
[image:40.530.136.358.60.244.2]adalah owa mampu membentuk suatu kelornpok sosial sehingga siap untuk dilepasliarkan kembali. Kandang dirancang sealarni mungkin, dimana
pembuatannya memanfaatkan pohon yang ada sebagai penyangga utama
kandang. Lokasi kandang terletak di pinggir hutan, jauh dari keramaian untuk meminimalisir kontak dengan manusia. Kandang didisain berbentuk segitiga dengan tujuan memperkecil sudut kandang sehingga mengurangi resiko
kecelakaan pada owa. Di dalam kandang diberi pengkayaan yang dapat
[image:41.523.40.449.52.629.2]dijadikan sarana perwujudan perilaku alaminya seperti tali dan batang pohon.
Gambar 10 Kandang penjodohan di Javan Gibbon Center
Pembuangan feses, urin, dan sisa pakan dari kandang sangat penting untuk menghilangkan bau tak sedap, mencegah infestasi paras~t dan
peningkatan populasi hama, serta memelihara estetika kandang. Berdasarkan studi, diperoleh gambaran bahwa sistem kebersihan kandang di empat lokasi
studi di!akukan dengan dua cara, yaitu sistem kering dan sistern basah.
Sistem kering, urnumnya diterapkan dengan menggunakan wadah khusus pada dasar kandang guna menampung kotoran dan sisa pakan yang terjatuh. Pada kandang peraga di Schmutzer, pembersihan cukup dilakukan dengan
Sistem basah merupakan sistem yang paling sering diterapkan, terutama pada kandang yang tidak memiliki wadah penampung kotoran, atau dengan lantai keramik atau semen. Aplikasi sistem basah ini hampir sama di tiap tempat studi, dimana dilaksanakan minimal sekali sehari. Mula-mula kotoran dan sisa pakan dibersihkan, kemudian air disemprotkan ke lantai, dinding, dan sudut kandang. Setelah disikat, lantai kandang disiram dengan desinfektan Lysol, Virkon, Destan, atau karbol yang dicampur soda api, guna membunuh kuman. Pembuangan air limbah di PPS Cikananga dan Schmutzer dialirkan ke septik tank untuk mencegah te jadinya kontaminasi pada lingkungan sekitar.
Berdasarkan wawancara dengan petugas, diketahui kontrol terhadap hama tikus pernah dilakukan di Schmutzer. Hal ini dimaksudkan untuk membasmi tikus sebagai vektor penyakit infeksius, seperti leptospirosis. Kontrol tikus ini dilakukan dengan memasang perangkap dan kotak jebakan sedangkan penggunaan umpan tidak dilakukan karena dikhawatirkan dapat terrnakan oleh owa. Menurut Fowler (1978), tidak mungkin suatu tempat bisa bebas dari hama tikus dan serangga, namun populasinya bisa ditekan hingga level yang rendah dengan menerapkan program pengontrolan aktif. Caranya adalah dengan menyingkirkan air yang menggenang, serta membuang feses dan urin, sehingga serangga tidak memiliki lagi tempat untuk berkembangbiak.
Gambar 11 Aplikasi pintu ganda pada kandang peraga di Pusat Primata Schmutzer
4.1.3 Manajemen Pakan
[image:43.523.54.464.431.728.2]Profil manajemen pakan di empat lokasi studi ditampilkan dalam Tabel 7. Pada tabel tersebut dapat dipelajari mengenai jadwal pernasokan dan sumber pakan, kontrol yang dilakukan untuk menjaga kualitas pakan, frekuensi pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, ketersediaan air bersih, serta pemberian suplemen untuk rneningkatkan daya tahan tubuh owa.
Tabel 7 Manajemen pakan owa jawa di empat lokasi studi
Profil PPS KB Surabaya JGC Schumtzer, TM
Cikananga Ragunan
Jadwal oe- T i a ~ 5 hari tiap hari Setiap Jumat Tiap 2 hari
masokin
Sumber Pasar&suplayer Pasar&suplayer Pasar&suplayer Pasar&suplayer
Kontrol Pencucian Pencucian pakan Pencucian, Penyortiran dan
kualitas pakan perebusan ma- pencucian
kanan olah(tahu) pakan
Frekuensi 2x sehari Karantina & K. 4x sehari (06.00, 2x sehari (07.30
pemberian (07.30&15.30) Pulau: 2x sehari 07.00, 12.00, & 14.30) (09.30 & 15.00); 14.00)
Nursery: per 3 jam
Menu Daun-daunan & Karantina & K. 06.00: buah Roti, daun-
pakan buah Pulau: daun- hutan; daunan & buah daunan & buah; 07.00: buah
Nursery: pasar
halus, selebihnya tambahan susu (2 sd susu +
30 ml air matang); Juvenile- 9.00,
12.00&15.00:buah 06.00&17.00:susu (2 sd susu+ 60 rnl air matang)
Air bersih Tersedia tiap Tidak tersedia Tersedia tiap Tersedia
hari hari (sumber air)
Pemberian Ada (vitamin) Ada (vitamin) Ada (vitamin) Ada (vitamin dan
suplemen mineral)
[image:44.530.61.436.186.738.2]Secara umum, pakan diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari, dengan berbagai variasi jenis. Pada Tabel 8 disajikan daftar jenis pakan yang biasa diberikan pada owa di empat lokasi studi (tercatat lebih dari 50 jenis). Buah merupakan menu pakan yang paling banyak diberikan (64,3%), dengan jenis utarna antara lain pisang, apel, dan jeruk. Berdasarkan hasil pengamatan, jenis pakan yang paling disukai owa adalah hijauan yaitu daun sawi, selada, dan kangkung. ijntuk buah, jenis yang disukai adalah pisang mas, jagung, dan rnarkisa. JGC juga mernberikan buah hutan yang diperoleh dari hutan sekitar untuk membiasakan owa dengan makanan alami dari hutan (Garnbar 12).
Tabel 8 Jenis pakan owa jawa di empat lokasi studi
Nama Lokal Nama Latin
Buah-buahan a. Buah pasar
pisang Musa acuminata sp.
markisa kuning Passinora flavicarva
semangka Citrulus vulgaris
jeruk Citrus sp.
ape1 Malus pamilus
jagung Zea mays
pepaya Carica papaya
tomat Solanum lycopersicum
mentimun Cucurnis sativus
wortel Daucus carota
bengkuang Pachyrrhims erosus
duku Lansium domesticurn corr
rambutan Nephelium lappaceum
mangga Mangifera indica
kesemek Dyospiros kaki
kedondong Canarium spp
belimbing A verrhoa carambola
pir Pyrus sp.
nanas Ananas comosurn
manggis Garcinia mangostana
saw0 Achms zapofa
jambu biji Psidium guajava
salak Salacca edulis
kentang Solanum tuberosum
terong Solanum melongena
b. Buah hutan
manyal
-
harendong Clidemia hirta
hampelas Ficus ampelas
walen Ficus ribers
kondang
-
buah afrika Maesopsis eminii
ki haji
-
darandan
-
pining
-
songgom Barringtonia macrocarpa
beunying ~ i c u s fistulosa
salam Eugenia polyanta
hareueus
-
Hijauan dan kacang-kacangan
kangkung Ipomoea aquafica
bayam Spinacia sp.
sawi hijau Brassica juncea
sawi putih Brassica chinensis
selada Lactuca sativa
siomek Nasturitium officinale
kumek Mustard geens
kacang panjang Vigna sinensis savi
buncis Phaseolus vulgaris
daun pepaya Carica papaya
daun poh-pohan Pilea Trine~ia
lembayung (daun kacang panjang) Vigna sinensis savi
daun paku Salvinia natans
Pakan tambahan
tahu tempe roti tawar
nasi jagung+kacang tolo kelapa
asam madu telur rebus susu
Menurut Ullrey dan Allen (1993), menu pakan dan kesehatan memiliki hubungan yang berkaitan. Makanan merupakan dasar dalam menjalankan fungsi normal metabolisme, sehingga pakan yang diberikan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan satwa yaitu air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin. Menu pakan dengan defisiensi atau kelebihan nutrisi dapat mempengaruhi perjalanan suatu infeksi penyakit. PKBSl (1995) menjelaskan bahwa dalam penentuan kualitas dan kuantitas pakan harus rnempertimbangkan jenis makanan yang dirnakan di habitat asli, kandang dan lingkungan sekitar, dan spesies pembanding yang persyaratannya diketahui.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, empat lokasi studi telah mernberikan pakan dengan kuantitas dan kualitas yang memadai. Untuk mencegah pernbusukan, pakan di PPS Cikananga dan Schmutzer disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 10-15" C. Untuk menjaga kebersihan, pakan dicuci lebih dahulu dan diberikan dalam wadah yang bersih. Perawat satwa di JGC merebus makanan olah seperti tahu, sebelum dibeiikaii. 3i Schmutzer, pakan disebar di seluruh kandang untuk memperpanjang waktu yang digunakan dalarn mencari makanan dan merangsang rnunculnya sifat-sifat alarni.
JGC melakukan evaluasi pakan secara rutin tiap tiga bulan menggunakan skala alometrik pakan (Lampiran 5). Evaluasi ini penting untuk memastikan apakah kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sudah rnemenuhi kebutuhan kalori owa, yang dapat dihitung dengan rumus umum 140 kkal x (berat badan)0.75 (Kleiber 1947 dalam Wells et a/. 1990). Untuk owa dewasa yang dikandangkan dengan berat badan rata-rata 4,5 kg (betina dewasa) hingga 7 kg (jantan dewasa), kebutuhan energi untuk beraktivitas secara teori berkisar antara 433 hingga 603 kkal MEIhari. Evaluasi pakan dapat digunakan untuk identifikasi penyakit tahap awal berupa defisiensi atau kelebihan nutrisi sebelum munculnya gejala klinis. Ullrey dan Allen (1993) menyatakan bahwa harus dibedakan antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, karena hanya jumlah pakan yang dikonsumsi yang berkaitan dengan kesehatan satwa.
pengunjung sehingga tidak bisa rnernbawa makanan ke area kandang. Di kandang pulau KB Surabaya, diberikan pakan dalarn jurnlah berlebih untuk rnencegah owa rnemakan rnakanan yang diberikan pengunjung. Perawat satwa turut berperan dengan rnengawasi dan rnencegah pengunjung yang akan rnernberi rnakanan pada owa.
4.1.4 Manajemen Pengendalian (Restrain)
Dari