• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Pakan dan Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas Makan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jenis Pakan dan Pola Pemanfaatan Tajuk berdasarkan Aktivitas Makan Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan primata endemik di Pulau Jawa yang hidupnya bergantung pada adanya hutan yang masih utuh. Owa jawa merupakan salah satu spesies arboreal, yakni tinggal di kanopi hutan bagian atas serta tidur dan beristirahat di bagian mahkota pohon yang tertinggi diantara pohon lain di sekitarnya yang paling banyak menerima sinar matahari. Untuk itu habitat owa jawa memerlukan kondisi hutan yang masih baik dan stabil.

Salah satu habitat yang sesuai untuk kehidupan owa jawa adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). TNGHS merupakan kawasan hutan hujan tropis basah pegunungan yang luas dan masih tersisa di Pulau Jawa dengan bentang alam yang unik dan tegakan hutan yang masih relatif baik. Keberadaan hutan yang masih relatif baik dapat menjadi benteng terhadap kehidupan flora dan fauna termasuk owa jawa.

Demi menjamin kelangsungan owa jawa di habitat aslinya, diperlukan komponen habitat yang baik, salah satunya adalah tempat berlindung (cover). Cover dibutuhkan untuk perlindungan dari terik matahari, hujan, serta digunakan untuk perlindungan terhadap serangan dari satwa lain. Tajuk merupakan salah satu dari bagian dari tempat berlindug bagi owa jawa yang dapat digunakan untuk beraktiviatas seperti makan dan perlindungan dari serangan.

Aktivitas makan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan owa jawa. Menurut Ario (2011) aktivitas harian owa jawa melakukan makan sebesar 39,4 - 40,3%, bergerak 35,5 - 38,1%, istirahat 16,2 - 18,3%, dan beraktivitas sosial sebesar 3,3 - 8,8%. Dari prilaku harian tersebut owa jawa lebih banyak melakukan aktivitas makan. Menurut Sawitri et al. (1998), owa jawa memakan 47 jenis tumbuhan yang termasuk kedalam 24 famili. Dalam aktivitas makan owa jawa hampir seluruhnya dilakukan pada tajuk pohon.

(2)

sebagai dasar pengelolaan dalam kegiatan pengelolaan dan pelestarian owa jawa. Dengan mengetahui hal tersebut, diharapkan pengelolaan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak lebih mementingkan kajian ekosistem dan habitat owa jawa dan spesis penting lainnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jenis pakan pada owa jawa.

2. Pola pemanfaatan tajuk yang digunakan oleh owa jawa berdasarkan aktivitas makan.

1.3 Manfaat

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa

2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985) adalah: Kingdom : Animalia

Filum : Cordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Super Famili : Homonoide Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates

Spesies : Hylobates moloch Audebert, 1798

Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) spesies tersebut dibagi atas dua sub spesies yaitu Hylobates moloch moloch yang terdapat di Jawa Barat seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang, dan Leuweung Sancang. Sedangkan Hylobates moloch pangolasoni hanya ditemukan di daerah Jawa Tengah dan sekitar Gunung Selamet dan Pegunungan Dieng. 2.1.2 Morfologi

(4)

Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1981) membagi owa jawa ke dalam empat kelas umur, yaitu:

a. Bayi (infant) adalah individu mulai lahir sampai berumur dua tahun dengan ukuran badan sangat kecil dan kadang-kadang atau selalu digendong oleh induknya.

b. Anak (juvenile) adalah individu yang berumur dua sampai empat tahun, badan kecil, dan tidak terpelihara sepenuhnya oleh induknya.

c. Muda (subadult) adalah individu yang berumur kira-kira empat sampai enam tahun, ukuran badannya sedang, hidup bersama pasangan individu dewasa dan kurang atau jarang menunjukkan aktivitas teritorial.

d. Dewasa (adult) adalah individu yang berumur lebih dari enam tahun, hidup soliter atau berpasangan atau menunjukkan teritorinya.

Ciri khas yang lain adalah lengannya sangat panjang dan lentur, lebih panjang dari kakinya hampir dua kali dari pangan tubuh, dengan jari pendek dan panjang dari telapak tangan. Sendi pada ibu jari dan pergelangan tangannya adalah kontraksi sangat tinggi. Owa jawa memiliki tubuh yang langsing karena beradaptasi terhadap pergerakkannya dan membantu dalam berayun. Suara owa jawa dapat didengar manusia hingga jarak 500 sampai 1500 meter (Kappeler 1984).

2.1.3 Habitat

Menurut Leighton (1986) Hylobates moloch adalah spesies arboreal, tinggal di kanopi hutan bagian atas, serta tidur dan istirahat di bagian pohon dan tajuk tertinggi (emergent trees). Emergent merupakan bagian dari mahkota pohon yang tertinggi diantara pohon di sekitarnya, lapisan ini paling banyak menerima sinar matahari (Nijman 2001).

(5)

tersedianya pohon-pohon untuk makan, istirahat, bermain dan tidur (Sawitri et al.

1998). Ada kemungkinan owa jawa hanya terdapat sampai ketinggian 1400 - 1600 mdpl karena lebih dari ketinggian tersebut terjadi perubahan tipe vegetasi yang tidak mendukung sebagai tipe habitat owa jawa, antara lain:

a. Hutan-hutan di atas ketinggian tersebut memilki kelimpahan dan keanekaragaman jenis pohon sumber pakan owa jawa yang terbatas.

b. Struktur pohon dan tumbuhnya lumut pada batang pohon yang sangat menyulitkan untuk gerakan secara berakhiasi.

c. Suhu yang rendah di malam hari.

Menurut Kappeler (1984), owa jawa merupakan penghuni kawasan hutan yang terspesialisasi dan memilki persyaratan sebagai berikut:

a. Owa jawa merupakan satwa arboreal, sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi yang rapat.

b. Owa jawa menyandarkan sebagian besar hidupnya pada pergerakannya melalui brankhiasi atau bergelantungan sehingga untuk memperoleh pergerakan yang leluasa bentuk percabangan dari kanopi haruslah tidak terlalu rapat dan relatif banyak dengan bentuk percabangan horizontal.

c. Makanan owa jawa terdiri atas buah dan daun-daunan dan terpenuhi kebutuhannya sepanjang tahun dan wilayah jelajah (home range), sehingga untuk memastikan persediaan makanan sepanjang tahun kawasan hutan bukan merupakan hutan semusim atau hutan periode pengguguran daun dan hutan harus memiliki keragaman jenis tumbuhan yang tinggi.

2.1.4 Pakan

(6)

Hasil identifikasi pohon pakan yang paling dominan dimanfaatkan owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah darangdan (Ficus sinuata), pasang batarua (Quercus gemiliflorus), rasamala (Altingia excelsa), dan saninten (Castanopsis javanica).

2.2 Populasi dan Distribusi Owa Jawa

Distribusi owa jawa meliputi kawasan hutan di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Owa Jawa menempati hutan hujan tropis dataran rendah sampai perbukitan hingga ketinggian 1500 mdpl. Penyebaran owa jawa di Jawa Barat meliputi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang, Cagar Alam Burangrang, dan Cagar Alam Leuweung Sancang. Sedangkan di daerah Jawa Tengah terdapat di sekitar kawasan Gunung Slamet dan Pegunungan Dieng.

Sumber: Nijman (2001)

Gambar 1 Peta penyebaran owa jawa.

(7)

Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cagar Alam Gunung Simpang, Cagar Alam Burangrang, Cagar Alam Leuweung Sancang, dan Kawasan Wisata Cisolok. Owa jawa di Jawa Tengah masih dapat dijumpai di sekitar Gunung Slamet sampai Pegunungan Dieng. Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang sangat pesat sehingga kawasan hutan hujan tropik menyusut drastis. Selain itu, ancaman perburuan untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan merupakan ancaman serius bagi keberadaan owa jawa di alam. Menurut Nijman (2006), populasi owa jawa yang masih tersisa di Hutan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah berkisar 4000 hingga 4500 individu.

2.3 Aktivitas Harian Owa Jawa

Aktivitas harian merupakan reaksi fisiologis satwa terhadap lingkungan dan sekitarnya. Untuk melakukan aktivitas harian, umumnya owa jawa menggunakan strata vertikal hutan pada lapisan tengah dan atas (Nijman 2001). Menurut Chivers (1980), aktivitas harian meliputi mencari makan, melakukan perjalan dan perpindahan, istirahat, bersuara, dan mencari kutu serta bermain.

Owa jawa merupakan satwa diurnal dan arboreal. Owa jawa umumnya aktif pada pagi hari yaitu pukul 05.30 - 06.50 WIB dan aktif kembali pada sore hari pada pukul 16.00 - 17.00 WIB sebelum akhirnya mencapai pohon tidur. Dalam melakukan aktivitasnya owa jawa biasanya berada pada lapisan kanopi paling atas (Nijman 2001).

(8)

1995). Betina berperan penting dalam pertanan teritorial dengan aktivitas bersuara (great call) yang dilakukan setiap pagi hari. Bersuara merupakan salah satu tanda pemberitahuan, menyatakan kehadiran mereka pada kelompok tetangga. Hal ini sebagai petunjuk konfrontasi dalam batas kebersaan, kadang-kadang untuk menunjukkan sifat menyerang (Napier & Napier 1985). Nyanyian owa jawa terdiri dari tiga fase: bagian pembukaan, yakni owa jawa memulai latihan melemaskan badan; nyanyian berikutnya duet antara jantan dan betina, dan suara dari betina yang lambat laun menjadi tinggi (great call). Pada Hylobates moloh

jantan jarang bersuara. Owa jawa betina berkuasa dalam perbatasan teritori dengan menggunakan great calls, biasanya satu sampai tiga jam setelah fajar. Ketika betina mulai bersuara kelompok tetangga yang lain ikut serta dalam bersuara tersebut. Betina yang belum dewasa juga ikut serta dalam bersuara.

Hylobates moloh juga bersuara keras, teriakan lebih keras pada saat kehadiran pengacau seperti manusia atau macan tutul (Burton 1995).

2.4 Pola Penggunaan Ruang

(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Cikaniki Desa Citalahab dan sekitarnya, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2011 (musim kemarau) meliputi kegiatan pengenalan lapang, pengamatan, dan pengambilan data di lapang.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah binokuler, range finder, kamera, stopwatch, pita, kompas, tallysheet, tali tambang, peta kerja, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok owa jawa (Hylobates moloch).

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait.

Data primer yang diambil berupa:

1. Jenis pohon yang digunakan saat melakukan aktivitas makan. Jenis pohon meliputi pohon yang digunakan sebagai sumber pakan dan pohon yang dijadikan sebagai tempat makan beserta jenis pakan yang dimakan.

2. Titik koordinat pohon yang digunakan saat makan.

3. Lama suatu ruang yang ditempati saat mulai melakukan aktivitas makan sampai berpindah tempat ke ruang yang berbeda.

(10)

ruang tajuk pohon yang digunakan terbagi ke dalam sembilan kategori (Putri 2009). Pembagian tajuk pohon dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 2).

Gambar 2 Pembagian ruang tajuk pohon.

5. Ruang tajuk pohon yang digunakan pada saat aktivitas makan, dibedakan berdasarkan model aristektur pohon. Menurut Sutisna et al. (1998), terdapat sekurang-kurangnya sembilan arsitektur pohon hutan di Indonesia yaitu model

Attims, Aubreville, Koribia, Massart, Prevost, Rauh, Scarrone, Troll, dan Roux

(Gambar 3).

Gambar 3 Model arsitektur pohon. Ket: a) Attims; b) Aubreville; c) Koribia; d)

(11)

6. Struktur kelompok owa jawa meliputi struktur umur dan jenis kelamin pada beberapa ruang tajuk pohon saat melakukan aktivitas makan.

3.4 Metode Pengambilan Data

Pengambilan data primer dilakukan dengan metode focal animal sampling

yaitu mencatat objek satwa yang menjadi fokus pengamatan dengan cara memilih salah satu individu atau sekelompok dalam jangka waktu tertentu. Pencatatan data dilakukan dengan dua cara, yakni continous recording dan scan sampling.

Continous recording digunakan untuk pencatatan hanya satu individu saja, sedangkan scan sampling digunakan pencatatan pada aktivitas makan secara berkelompok dengan pencatatan interval waktu selama lima menit. Pengamatan dilakukan setiap hari berdasarkan waktu aktif owa jawa. Pengamatan dan pengambilan data di lapangan dimulai saat owa jawa mulai melakukan aktivitasnya yaitu mulai pukul 06.00 WIB - 17.00 WIB atau pada saat owa jawa memulai beraktivitas sampai owa jawa tidur pada pohon tidur.

Pengamatan dilakukan pada dua kelompok owa jawa dengan cara berselang. Pengamatan dilakukan dengan cara menjaga jarak dengan owa jawa yang diikuti untuk menghindari gangguan aktivitas hariannya. Jarak pengamat dengan individu owa jawa tergantung pada posisi owa jawa di atas tajuk dan kondisi topografi. 3.5 Analisis Data

(12)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI

4.1 Sejarah Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Pebruari 1992 dengan luas 40.000 ha di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Selanjutnya pada Tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan TNGH resmi dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH, Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan.

Atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitarnya terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan dan harapan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak yang lebih luas maka ditetapkanlah SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Berdasarkan SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS adalah 113.357 ha dan terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa. 4.4 Kondisi Fisik Kawasan

4.2.1 Letak kawasan

(13)

1. Sebelah utara, dibatasi oleh kecamatan Nanggung, kecamatan Jasinga kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Cipanas kabupaten daerah tingkat II Lebak.

2. Sebelah barat, dibatasi oleh kecamatan Leuwiliang kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Kabandungan kabupaten tingkat II Sukabumi.

3. Sebelah selatan, dibatasi oleh kecamatan Cikidang dan kecamatan Cisolok kabupaten daerah tingkat II Sukabumi dan kecamatan Bayah kabupaten daerah tingkat II Lebak.

4. Sebelah timur, dibatasi oleh kecamatan Cibeber kabupaten daerah tingkat II Lebak.

4.2.2 Topografi dan tanah

Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 - 2000 mdpl. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Kemiringan lahan berkisar antara 25% - 44%. Beberapa gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain Gunung Salak 1 (2211 mdpl), Gunung Salak 2 (2180 mdpl), Gunung Sanggabuana (1920 mdpl), Gunung Halimun Utara (1929 mdpl), Gunung Halimun Selatan (1758 mdpl), Gunung Kendeng (1680 mdpl), Gunung Botol (1850 mdpl), dan Gunung Pangkulahan (1150 mdpl).

Secara geologis kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi strato tipe A, dimana tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938, memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu.

(14)

4.2.3 Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di daerah TNGHS dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 24,7%, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4000 - 6000 mm/tahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober – April dan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei – September dengan curah hujan sekitar 200 mm/bulan. Jumlah hari hujan setiap tahunnya rata-rata 203 hari. Suhu rata-rata harian 20 °C – 30 °C dan kondisi angin dipengaruhi oleh angin muson yang berubah arah menurut musim. Di sepanjang musim kemarau angin bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan rendah. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80%.

4.2.4 Hidrologi

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan wilayah tangkapan air yang sangat penting bagi wilayah sekitar kawasan. Dari kawasan TNGHS mengalir beberapa sungai yang berair sepanjang tahun. Di sebelah utara mengalir tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung, dan Cidurian yang mengalir ke arah Jakarta, Serang dan berakhir di Laut Jawa. Di sebelah selatan mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja, dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur.

4.3 Kondisi Biotik

4.3.1 Flora

Terdapat lebih dari 1000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan TNGHS. Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut (dpl), ekosistem hutan pegunungan TNGHS dapat diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona Colline, pada ketinggian 500 - 1000 mdpl yang didominasi oleh jenis-jenis rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis acuminatissima), dan pasang (Quercus sundaicus); Zona Sub Montana berada pada ketinggian 1000 - 1500 mdpl, didominasi oleh jenis-jenis ganitri (Elaeocarpus ganitrus), ki leho (Saurauia pendula), dan kimerak (Weinmania

(15)

(Podocarpus nerifolia), dan ki bima (Podocarpus imbricatus). Selain itu juga tercatat 258 jenis anggrek, 12 jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman pangan, hias dan tanaman obat seperti Kantung Semar (Nepenthes sp.) dan palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang merupakan jenis tumbuhan unik dan langka yang terdapat di TNGHS. Khusus di sekitar puncak Gunung Salak juga terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut.

4.3.2 Fauna

Kawasan TNGHS memiliki berbagai tipe ekosistem yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat di dalamnya antara lain adalah owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus) dan babi hutan (Sus scrofa), sedangkan untuk satwa karnivora yang ada antara lain macan tutul (Panthera pardus) dan kucing hutan (Felis bengalensis).

(16)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifkasi Kelompok Owa Jawa

Kawasan Cikaniki terdapat beberapa kelompok owa jawa. Kelompok owa jawa tersebut terdiri dari kelompok A, kelompok B, kelompok C, kelompok D, dan kelompok O. Kelompok C memiliki wilayah jelajah yang berbatasan secara langsung dengan kelompok A. Kelompok D memiliki wilayah jelajah berbatasan langsung dengan wilayah jelajah kelompok A dan kelompok B serta kelompok O. Kelompok O berbatasan langsung dengan kelompok B dan kelompok D (Gambar 4).

Sumber: Soojung Ham

Gambar 4 Wilayah jelajah owa jawa yang diamati.

Kelompok owa jawa yang diamati sebagai objek pengamatan adalah kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok tersebut sebagai objek pengamatan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, owa jawa mudah dijumpai pada lokasi tersebut. Kedua, kondisi topografi yang memungkinkan pengamat untuk mengamati aktivitas kedua kelompok tersebut.

(17)

dewasa betina. Namun, dalam pengambilan data hanya dilakukan pada 3 individu yaitu anak jantan, dewasa betina, dan dewasa jantan. Bayi dari kedua kelompok tersebut tidak diamati karena ukuran masih kecil dan selalu digendong oleh induknya sehingga tidak dapat dilakukan pengambilan data.

Kelompok A lebih toleran terhadap kehadiran pengamat dibandingkan dengan kelompok B, sehingga pengambilan data pada kelompok A lebih mudah dibandingkan kelompok B. Hal ini dikarenakan kelompok A sering berada di sekitar jalur intrepretasi (loop trail) yaitu mulai dari kantor Cikaniki sampai Desa Citalahap Central (HM 6 sampai HM 17). Lokasi ini biasanya digunakan oleh pengunjung TNGHS sehingga kelompok A lebih terbiasa dengan manusia. Sedangkan untuk wilayah kelompok B berada pada jalur yang lebih jarang dilewati oleh manusia, yaitu berada pada jalur HM 17 sampai HM 33 sehingga kelompok B lebih sensitif terhadap kehadiran manusia.

Individu owa jawa dari setiap kelompok diberi nama untuk memudahkan pencatatan di lapangan. Nama individu owa jawa disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Struktur umur owa jawa yang diamati

No. Kelompok Nama Struktur Kelompok

1 A Aris

Ayu Asri Amran Amoure

Dewasa jantan Dewasa betina Remaja betina Anak betina Bayi

2 B Kumis

Kety Kumkum Kimkim

Dewasa jantan Dewasa betina Anak jantan Bayi

5.2 Komposisi Jenis Pakan Owa Jawa

(18)

relatif lebih sedikit menkonsumsi jenis tumbuhan pakan jika dibandingkan dengan owa jawa di Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pakan tersebut didominasi oleh jenis ki dage (Bruinsmia styracoides), liana, ficus (Ficus sp.), ki laban (Mussaenda frondosa), ficus besar (Ficus punctata), hamirung (Callicarpa pentandra), ficus orange (Ficus sinuata), lolo (Scindapsus marantaefolium), ki sereh (Cinnamomum porrectum), dan ficus ki sigung (Ficus recurva).

Bagian tumbuhan yang biasa dimakan oleh owa jawa adalah buah, daun, dan bunga (Kappeler 1984). Hasil penelitian menunjukkan bahwa owa jawa lebih banyak memakan buah yaitu sebesar 77,8%, daun 21%, dan bunga 1,18%. Namun, selain memakan jenis tumbuhan owa jawa juga memakan serangga dengan persentase 0,002%. Karbohidrat dalam buah memegang peranan penting di dalam tubuh satwa, karena jika energi terpenuhi untuk target produksi tertentu maka kebutuhan protein, mineral, dan vitamin dengan sendirinya akan tercukupi dan suplai asam animo mungkin membatasi produksi (Reksohadiprodjo 1988). Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, satwa lebih suka makan buah karena buah mengandung kadar air yang tinggi sehingga buah tersebut lebih mudah dicerna. Pada umumnya satwa lebih suka memakan dari bagian tumbuhan yang mudah dicerna daripada makan jenis pakan yang bernutrisi (Morrison 1959).

Owa jawa lebih sering memakan buah berasal dari jenis ki dage, liana, ki laban, hamirung, ki mokla, kecapi, Ficus sp., F.punctata, F.sinuata, F.recurva, dan F.variegata. Persentase masing-masing jenis tumbuhan tersebut dari total persentase keseluruhan komposisi jenis pakan adalah ki dage sebesar 17,820%, liana sebesar 11,900%, ki laban sebesar 8,952%, hamirung sebesar 4,732%, ki mokla sebesar 1,480%, kecapi sebesar 1,324%. Ficus sp. sebesar 8,958%,

F.punctata sebesar8,035%, F.sinuata sebesar4,834%, F.recurva sebesar2,510%, dan F.variegata sebesar1,895%. Sebelas jenis tumbuhan dominan tersebut, enam diantaranya merupakan habitus pohon pakan yaitu ki dage, ki laban, hamirung,

(19)

hamirung terdapat 12 pohon, F.variegata terdapat 4 pohon, kimokla sebanyak 17 pohon, dan kecapi sebanyak satu pohon (Gambar 5).

Foto: Hadi

Gambar 5 Buah ki dage (Bruinsmia styracoides).

Owa jawa selain mengkonsumsi buah juga memakan jenis tumbuhan bagian daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa owa jawa mengkonsumsi daun sebanyak 21%. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Ario (2011), bahwa owa jawa di Pusat Rehabilitasi Blok Hutan Patiwel Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memakan jenis tumbuhan bagian daun sebanyak 20,4%. Daun yang dikonsumsi owa jawa tersebut hampir keseluruhan merupakan daun muda. Jenis tumbuhan dominan yang banyak dikonsumsi bagian daunnya adalah lolo (Scindapsus marantaefolium), Ficus sp., liana, hamerang (Ficus padana), ki sereh (Cinnamomum porrectum), dan ki haji (Dysoxylum parasiticum). Persentase masing-masing jenis tumbuhan tersebut dari total keseluruhan komposisi jenis pakan adalah lolo sebesar 4,624%, Ficus sp., sebesar 2,264%, liana sebesar 2,464%, hamerang sebesar 2,155, ki sereh sebesar 2,15%, dan ki haji sebesar 2,036%.

(20)

javanica), ki mokla (Knema cinerea), ki tenjo (Vatica javanica), ki terong (Schouteniakunstleri), kopo (Eugeniadensiflora), pasang (Quercus sp.), rasamala (Altingiaexcelsa), renyung (Aporosaarborea), burunungul (Brideliaglauca), dan puspa (Schimawallichi).

Foto: Soojung Ham

Gambar 6 Owa jawa sedang memakan daun lolo (Scindapsus marantaefolium). Selain memakan buah dan daun, owa jawa juga memakan jenis tumbuhan bagian bunga, yaitu sebesar 1,181% (Gambar 7). Persentase ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Ario (2011), bahwa owa jawa di Pusat Rehabilitasi Blok Hutan Patiwel Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memakan jenis tumbuhan bagian bunga sebanyak 1,2%. Bagian bunga yang dimakan berasal dari jenis cangkorek (Dinochloascandens), ki sereh (Cinnamomumporrectum), puspa (Schima wallichi), dan liana. Persentase masing-masing jenis tumbuhan tersebut dari total keseluruhan komposisi pakan adalah cangkorek sebesar 0,679%, ki sereh sebesar 0,231%, puspa sebesar 0,15%, dan liana sebesar 0,121%.

Foto: Hadi Foto: Hadi

(a) (b)

(21)

Tabel 2 Komposisi jenis pakan owa jawa

No. Nama

Lokal NamaIlmiah Famili B (%) D (%) Bu (%) L (%) ∑ (%)

1. Kidage Bruinsmia

styracoides

Styracaceae 17,820 - - - 17,820

2. Liana - 11,900 2,464 0,121 - 14,480

3. Ficus Ficus sp. Moraceae 8,958 2,624 - - 11,580

4. Ki laban Mussaenda

frondosa

Rubiaceae 8,952 0,107 - - 9,058

5. Ficus Besar Ficus punctata Moraceae 8,035 - - - 8,035

6. Hamirung Callicarpa

pentandra

Verbenaceae 4,732 0,487 - - 5,219

7. Ficus Orange

Ficus sinuata Moraceae 4,834 - - - 4,834

8. Lolo Scindapsus

marantaefolium

Araceae - 4,624 - - 4,624

9. Ki sereh Cinnamomum

porrectum

Lauraceae 0,475 2,150 0,231 - 2,856

10. Ficus Kisigung

Ficus recurva Moraceae 2,510 - - - 2,510

11. Hamerang Ficus padana Moraceae 0,227 2,155 - - 2,381

12. Ki haji Dysoxylum

parasiticum

Meliaceae 0,165 2,036 - - 2,201

13. Ficus Pohon Ficus variegata Moraceae 1,895 0,155 - - 2,049

14. Ki mokla Knema cinerea Myristicaceae 1,480 - - - 1,480

15. Kecapi Sandorium

koetjapi

Meliaceae 1,324 0,009 - - 1,333

16. Cangkorek Dinochloa

scandens

Poaceae - 0,563 0,679 - 1,242

17. Ki hujan Engelhardia

serrata

Juglandaceae 1,065 - - - 1,065

18. Kopi dengkung

Nyssa javanica Cornaceae 0,962 - - - 0,962

19. Pakis Keras - Polypodiaceae - 0,534 - - 0,534

20. Burunungul Bridelia glauca Euphorbiaceae 0,267 0,255 - - 0,522

21. Bambu Bambusa sp. Poaceae - 0,506 - - 0,506

22. Epifit - - 0,473 - - 0,473

23. Ki sampang Melicope accedens

Rutaceae - 0,430 - - 0,430

24. Asam

Kandis

Garcinia dioica Clusiaceae 0,169 0,223 - - 0,393

25. Kiterong Schoutenia

kunstleri

Tiliaceae - 0,389 - - 0,389

26. Daha/bayur Pterospermum javanicum

Sterculiaceae 0,359 - - - 0,359

27. Ficus Bulu Ficus annulata Moraceae 0,320 - - - 0,320

28. Ki hiur Castanopsis

javanica

Fagaceae 0,312 - - - 0,312

29. Ipis Kulit Decaspermum fruticosum

Melastomataceae 0,260 0,039 - - 0,300

30. Rasamala Altingia excelsa Hamamelidaceae - 0,292 - - 0,292

31. Rotan Daemonorops

melannoch

(22)

Tabel 2 (Lanjutan)

No. Nama

Lokal NamaIlmiah Famili B (%) D (%) Bu (%) L (%) ∑ (%)

32. Kuray Trema

amboinensi

Ulmaceae - 0,253 - - 0,253

33. Ganitri Elaeocarpus

ganitrus

Elaeocarpaceae 0,173 - - - 0,173

34. Bingbim Pinanga kuhlii Arecaceae 0,155 - - - 0,155

35. Puspa Schima wallichi Theaceae - - 0,150 - 0,150

36. Ki ronyok Castanopsis acuminatissima

Fagaceae - 0,129 - - 0,129

37. Huru Sintok Litsea sintoc Lauraceae 0,073 - - - 0,073

38. Saray Caryota sp. Arecaceae 0,053 - - - 0,053

39. Amis Kulit - - 0,039 - - 0,039

40. Polyathia Polyalthia sp. Annonaceae 0,033 - - - 0,033

41. Tereup Artocarpus

elasticus

Moraceae - 0,026 - - 0,026

42. Suren Toona sureni Moraceae - 0,025 - - 0,025

43. Beunying Ficus hispada Moraceae 0,023 - - - 0,023

44. Dawolong Acalypha

wilkesiana

Euphorbiaceae - 0,023 - - 0,023

45. Pasang Quercus sp. Fagaceae - 0,006 - - 0,006

46. Semut Hymenoptera - - - 0,002 0,002

47. Kokosan Monyet

Antidesma tetrandrum

Euphorbiaceae - 0,001 - - 0,001

Total 77,800 21,020 1,181 0,002 100

Keterangan: B= Buah, D= Daun, Bu= Bunga, dan L=Lain-lain

Selain memakan jenis tumbuhan, owa jawa juga memakan serangga. Jenis serangga yang dimakan oleh owa jawa adalah jenis semut yang berasal dari ordo Hymenoptera dengan persentase yang sangat kecil yaitu 0,002% dari total keseluruan komposisi pakan owa jawa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kappeler (1984) serta Supriatna dan Wahyono (2000) bahwa owa jawa selain memakan bagian buah, daun dan bunga dari jenis tumbuhan, owa jawa juga memakan serangga. Serangga merupakan salah satu sumber protein yang berguna untuk kebutuhan aktivitas owa jawa (Ario & Masnur 2011). Owa jawa biasanya memakan serangga pada pohon yang banyak terdapat sarang semut, selain itu terkadang owa jawa memakan serangga yang sedang menggigit tubuhnya (Tabel 2).

5.3 Aktivitas Makan Owa Jawa

(23)

11.00-14.00 sebesar 30,3%. Aktivitas makan terendah terjadi pada pukul kurang dari 09.00 yaitu sebesar 17,8%, kemudian kembali meningkat pada pukul 09.00-11.00 yaitu sebesar 26,1%, serta menurun kembali pada pukul lebih dari 14.00 yaitu sebesar 25,8%.

Owa jawa lebih banyak memakan buah dari seluruh sembaran temporal aktivitas makannya. Pada pukul kurang dari 09.00 owa jawa memakan jenis pakan bagian buah sebesar 79,70% dan daun 20,30%. Pada pukul 09.00 - 11.00 owa jawa memakan jenis pakan bagian buah sebesar 68,68%, daun 31,31%, dan serangga 0,01%. Pada pukul lebih dari 11.00 - 14.00 memakan jenis pakan bagian buah sebesar 75,70%, daun 21,30%, dan bunga 3,10%. Sedangkan pada pukul lebih dari 14.00 owa jawa memakan jenis buah sebesar 73,80%, daun 23,70%, dan bunga 2,50% (Gambar 8).

Gambar 8 Sebaran temporal berdasarkan bagian jenis pakan yang dimakan owa jawa.

Owa jawa bergerak aktif mencari makanan mulai dari pagi (setelah keluar dari pohon tidur) sampai menjelang tidur. Perilaku owa jawa dalam mencari makanan sangat bervariasi. Owa jawa mempunyai jalur tententu dalam mencari makan. Owa jawa tidak selalu menempuh rute perjalanan yang sama pada satu hari dengan hari lainnya, akan tetapi beberapa hari kemudian owa jawa akan mengulangi rute yang ada.

Cara owa jawa memakan makanan yang tersedia di alam cukup bervariasi. Beberapa cara yang dilakukan owa jawa saat makan antara lain duduk di cabang pohon lalu tangannya mengambil makanannya satu persatu lalu memakannya, satu tangan digunakan untuk menggantung dan tangan yang satu mengambil

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0

<09.00 09.00-11.00 11.00-14.00 >14.00

79,70%

68,68%

75,70% 73,80%

20,30%

31,31%

21,30% 23,70%

3,10% 2,50%

0,01%

(24)

makanan, kedua tangannya digunakan untuk menarik pohon yang ada makanannya kemudian mulutnya mengambil makanan, satu tangan dan satu kaki digunakan untuk berpegangan, kaki yang satu lagi digunakan untuk menarik cabang yang ada makanan kemudian mulutnya mengambil makanan (Fithriyani 2011). Selain itu perilaku makan sering kali merupakan selingan dari perilaku bermain atau bergerak (Fleagle 1988 dalam Mahardika 2008).

5.4 Penggunaan Habitat berdasarkan Aktivitas Makan

Dalam kesehariannya, owa jawa mulai beraktivitas sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Aktivitas owa jawa yang teramati selama penelitian adalah makan, bergerak, istirahat, bermain, minum, dan beraktivitas sosial (Ario 2011). Owa jawa mencari makan berupa buah-buahan sebagai makanan utama yaitu sebesar 77,8% dan sisanya dedaunan dari berbagai jenis pohon termasuk daun liana yang banyak dijumpai merambat pada batang pohon, misalnya adalah lolo (Scindapsus marantaefolium) yang sering dijumpai merambat pada pohon rasamala (Altingia excelsa). Selain itu, dijumpai pula owa jawa makan bunga dan serangga.

Owa jawa adalah satwa diurnal yang melakukan aktivitas hidupnya di atas pohon (arboreal). Owa jawa lebih banyak menggunakan tajuk pohon dengan ketinggian antara 10 m sampai 25 m (strata B). Menurut Kappeler (1981) tinggi tajuk dalam wilayah jelajah owa jawa adalah sekitar 30 m (strata A). Owa jawa jarang sekali menggunakan strata tajuk bagian C (5 m sampai 10 m), kecuali bila owa jawa tersebut berada di tempat terbuka (Gambar 9).

Gambar 9 Persentase penggunaan strata tajuk oleh owa jawa. 26%

69%

5%

(25)

Owa jawa menggunakan strata tajuk bagian A, strata B, dan strata C dalam aktivitas makan. Kappeler (1981) menyatakan bahwa owa jawa menggunakan tajuk hanya pada strata A, B, dan C. Owa jawa lebih banyak menggunakan aktivitas makannya pada strata B yaitu sebesar 72,1%, strata A sebesar 24%, strata C sebesar 3,7% (Gambar 10). Owa jawa terkadang makan jenis tumbuhan di luar lapisan strata tersebut, yaitu saray (Caryota mitis) sebesar 0,053% dan bingbim (Pinanga coronata) sebesar 0,155%. Tinggi tumbuhan jenis saray dan bingbim yang sering dimakan owa jawa berkisar 2 – 5 meter.

Gambar 10 Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan.

Pohon yang digunakan untuk aktivitas makan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu pohon sumber pakan dan pohon tempat makan. Pohon sumber pakan merupakan jenis pohon yang dimanfaatkan beberapa bagiannya sebagai pakan seperti buah, daun, dan bunga. Sedangkan pohon tempat makan merupakan jenis pohon yang digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas makan. Pada pohon tempat makan terdapat tumbuhan pakan owa jawa seperti lolo (Scindapsus marantaefolium), ficus, liana, dan epifit.

Pada pemanfaatan pohon sumber pakan dan pohon tempat makan di setiap strata tajuk mempunyai persentase yang berbeda. Pada strata tajuk A sebanyak 19,2% digunakan sebagai tempat makan dan 4,8% digunakan sebagai pohon sumber pakan. Strata tajuk B sebanyak 33,8% digunakan sebagai pohon sumber pakan dan 38,3% digunakan sebagai tempat makan. Sedangkan strata tajuk C seluruhnya digunakan sebagai pohon sumber pakan yaitu sebesar 3,7% (Gambar 11).

24%

72,1%

3,7%

Strata A

Strata B

(26)

Gambar 11 Penggunaan strata tajuk berdasarkan aktivitas makan pada pohon sumber pakan dan pohon tempat makan.

Ketika mencari makan, owa jawa biasanya melakukan pergerakan dan perpindahan dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Owa jawa berpindah dari pohon yang satu ke pohon lain untuk mencari pakan dipengaruhi oleh luas wilayah jelajah yang luas serta kebiasaan owa jawa yang cenderung mengontrol wilayah jelajahnya. Kegiatan mengontrol wilayah jelajahnya dapat terlihat pada saat aktivitas makan. Hal ini terlihat saat owa jawa makan di pohon ki dage (Bruinsmia styracoides). Owa jawa hanya memakan buah matang dalam jumlah yang cukup, kemudian meninggalkan pohon tersebut dan makan pada pohon ki dage lainnya.

Owa jawa bergerak dari tajuk pohon pakan yang satu ke tajuk pohon pakan lainnya dapat menempuh jarak rata-rata 7,24 m/menit. Dari rata-rata pergerakan tersebut, remaja dan dewasa lebih lambat dibandingkan dengan anak owa jawa. Laju pergerakan remaja dan dewasa hanya mencapai 5-6 m/menit sedangkan anak owa jawa dapat mencapai lebih dari 9 m/menit. Hal ini dikarenakan anak owa jawa lebih jarang melakukan aktivitas makan dibandingkan owa jawa dewasa yaitu hanya mencapai 19,8 % dari total aktivitas hariannya. Selain itu, anak owa jawa lebih cepat berpindah dari pohon pakan yang satu ke

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Strata A Strata B Strata C

4,8%

33,8%

3,7% 19,2%

38,3%

0%

(27)

pohon pakan lainnya karena ukuran tubuhnya lebih kecil sehingga pergerakannya lebih cepat dan mudah (Gambar 12).

Gambar 12 Laju pergerakan owa jawa dalam mencari makan.

Owa jawa menggunakan 283 pohon dalam aktivitas makan. Dari 283 pohon tersebut, 130 pohon diantaranya merupakan pohon sumber pakan bagi owa jawa, sedangkan 153 pohon merupakan pohon tempat makan. Dari 130 pohon sumber pakan tersebut didominasi oleh tumbuhan jenis ki dage yaitu sebanyak 27, ki mokla sebanyak 17, hamirung sebanyak 12, dan 74 lainnya merupakan pohon pakan lainnya. Sedangkan 153 pohon yang dijadikan sebagai tempat makan merupakan kumpulan dari jenis-jenis pohon yang dililiti atau dirambati jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai tumbuhan pakan owa jawa. Dari 153 pohon tersebut 54 diantaranya merupakan jenis liana yang dijadikan sebagai sumber pakan owa jawa yang melilit atau menempel pada beberapa batang pohon, 28 diantaranya merupakan jenis lolo, 24 merupakan jenis Ficus sp., dan 47 sisanya merupakan beberapa jenis tumbuhan pakan yang menempel pada beberpa jenis pohon (Gambar 13).

5,63

5,05

5,97

9,74 9,82

7,24

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

Dewasa Jantan

Dewasa Betina

Remaja Betina

Anak Betina

Anak Jantan

Rata-rata

Jarak (m/menit)

Dewasa Jantan

Dewasa Betina

Remaja Betina

Anak Betina

Anak Jantan

(28)

Gambar 13 Sketsa persebaran pohon pakan owa jawa. 5.5 Pengunaan Tajuk Pohon saat Makan

Tajuk pohon memegang peranan penting dalam kehidupan owa jawa, karena hampir dalam sepanjang hidupnya owa jawa hidup di tajuk pohon. Owa jawa menggunakan tajuk pohon salah satunya adalah untuk aktivitas makan. Dalam pemanfaatan tajuk pohon, owa jawa mempunyai variasi tersendiri saat makan.

Dari hasil pengamatan pada salah satu kelompok owa jawa yang terdiri dari empat individu, variasi makan owa jawa pada satu tajuk pohon adalah sendirian, berdua, bertiga, dan berempat. Dari variasi tersebut owa jawa cenderung makan secara sendirian yaitu sebesar 34,4%, makan secara berduaan sebesar 31,2%, makan bertiga sebesar 30,7%, dan makan secara berkelompok atau berempat yaitu sebesar 3,7% (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun owa jawa hidup berkelompok, akan tetapi dalam penggunaan tajuk pohon saat aktivitas makan tidak selalu bersamaan (secara berkelompok).

-400 -200 0 200 400 600 800 1000

0 500 1000 1500 2000

G

ar

is

tr

an

se

k

Y

(m

e

te

r

)

Garis transek X (meter)

(29)

Gambar 14 Kebersamaan owa jawa saat makan dalam satu tajuk pohon. Owa jawa lebih sering terlihat makan sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang sering ditemui di lapangan adalah ketika berpindah dari pohon yang satu ke pohon yang lain dan menemukan sumber pakan, owa jawa tersebut langsung memakannya tanpa menunggu individu owa jawa yang lainnya. Selain itu, faktor yang lain adalah pada tajuk pohon tidak menyediakan sumber pakan yang banyak. Owa jawa makan sendirian biasanya ditemui pada pohon yang digunakan sebagai tempat makan yaitu ditemui pada pohon yang terdapat jenis tumbuhan lolo, liana, dan epifit. Struktur umur owa jawa yang sering dijumpai sendirian adalah dewasa betina dan remaja betina (Gambar 15). Hal ini disebabkan oleh dewasa betina lebih sering makan serta cenderung menunjukkan wilayah teritorinya (Kappeler 1984) dan sedangkan remaja betina sedang terjadi proses penyapihan dari kelompoknya.

Gambar 15 Persentase variasi makan owa jawa secara sendirian saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0

Sendirian Berdua Bertiga Berempat

P

e

r

se

n

tas

e

Variasi makan owa jawa

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Dewasa jantan Dewasa betina Remaja betina Anak betina

P

er

se

n

ta

se

(30)

Owa jawa makan berdua pada satu tajuk pohon memiliki pasangan yang bervariasi. Owa jawa yang lebih sering berada pada satu tajuk pohon saat aktivitas makan dilakukan oleh dewasa betina dan anak betina. Hal ini disebabkan anak owa jawa yang umumnya sering bersama induknya dan belum memiliki wilayah jelajah tersendiri (Kappeler 1984). Sedangkan owa jawa yang jarang berdua dalam satu tajuk pohon saat aktivitas makan adalah dewasa jantan dan remaja betina (Gambar 16). Hal ini disebabkan dewasa jantan lebih jarang makan dan sering banyak menjaga wilayah teritorinya (Kappeler 1984) dan remaja betina sedang terjadi proses penyapihan secara alami sehingga lebih jarang makan bersama.

Gambar 16 Persentase variasi makan owa jawa secara berduaan saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon.

Owa jawa makan bertiga dalam satu tajuk lebih sering dilakukan oleh anak betina, dewasa jantan, dan dewasa betina (Gambar 17). Hal ini disebabkan oleh remaja betina jarang makan bersama karena dalam proses penyapihan secara alami. Remaja betina ketika ingin ikut makan bersama dalam satu tajuk pohon sering kali diusir oleh dewasa betina (induk) sehingga remaja betina lebih banyak menunggu di pohon lain di sekitar pohon pakan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Dewasa jantan dan dewasa betina Dewasa jantan dan anak betina Dewasa jantan dan remaja betina Dewasa betina dan anak betina Dewasa betina dan remaja betina Remaja betina dan anak betina P e r se n tas e

(31)

Gambar 17 Persentase variasi makan owa jawa secara bertiga saat aktivitas makan pada satu tajuk pohon.

Owa jawa jarang terlihat makan secara berkelompok dalam satu tajuk pohon yaitu hanya sebesar 3,7% dari total waktu makannya. Salah satu penyebabnya adalah salah satu individu owa jawa sedang dalam proses penyapihan yaitu remaja betina, sehingga jarang sekali terlihat secara bersamaan. Selain itu, terkadang salah satu anggota dari kelompok tersebut yaitu dewasa jantan sedang mengawasi dari serangan musuh pada saat individu owa jawa yang lain sedang makan.

Setiap individu owa jawa menyukai ruang tajuk pohon yang berbeda serta posisi tubuh yang berbeda saat melakukan aktivitas makan. Posisi tubuh owa jawa pada saat makan dibedakan menjadi dua yaitu duduk dan menggantung. Ketika duduk bagian pantatnya diletakkan pada cabang kemudian kedua atau salah satu tangannya mengambil makanan lalu memakannya. Sedangkan pada saat menggantung salah satu tangannya digunakan untuk berpegangan dan bagiaan tubuhnya tanpa sandarkan, kemudian salah satu tangannya digunakan untuk mengambil makanan kadang juga dibantu oleh kedua atau salah satu kakinya (Fithriyani 2011) (Gambar 18).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Dewasa jantan, dewasa betina, dan remaja

betina

Dewasa jantan, dewasa betina, dan anak

remaja

Dewasa betina, anak betina, dan remaja

betina

Dewasa jantan, anak betina, dan remaja

betina P e r se n tas e

(32)

Foto: Soojung Ham Foto: Soojung Ham

[image:32.595.116.504.84.260.2]

(a) (b)

Gambar 18 Posisi tubuh owa jawa saat makan. Ket: (a) Duduk; (b) Menggantung. Anak Betina

Individu anak betina yang teramati menggunakan 17 jenis pohon pada saat aktivitas makan, baik dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan maupun dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan (Gambar 19). Dari 17 jenis tersebut jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan lebih besar yaitu sebesar 64,5% jika dibandingkan dengan pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan yaitu sebesar 35,5%.

Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh anak betina owa jawa sebagai pohon sumber pakan adalah pohon hamirung, ki dage, dan ki sereh. Persentase dari masing-masing pohon tersebut dari total pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan anak betina adalah hamirung sebesar 21%, ki dage 19%, dan ki sereh sebesar 9.3%. Jenis-jenis pohon tersebut mendominasi pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dikarenakan pohon tersebut merupakan pohon penyedia buah. Hal ini karena owa jawa merupakan satwa pemakan buah atau frugivora (Kappeler 1984).

(33)

dari ketiga pohon tersebut cukup tinggi, sehingga owa jawa lebih sering berada pada pohon tersebut.

Dari 17 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh anak betina saat makan, terdapat tiga jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan sekaligus sebagai tempat makan yaitu kimokla, kihiur, dan kilaban. Namun, dari ketiga jenis pohon tersebut pada saat dijadikan sebagai pohon tempat makan, jarang sekali terlihat sekaligus makan dari bagian pohonnya. Dari ketiga pohon tersebut, pohon ki mokla dan pohon ki laban lebih sering dijadikan pohon sebagai sumber pakan, karena pohon tersebut merupakan pohon penyedia buah. Hal ini dikarenakan buah merupakan pakan kesukaan owa jawa pada umumnya. Sedangakn pohon ki hiur lebih banyak dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Bagian yang dimanfaatkan pada pohon ini adalah daun. Selain itu, pohon ki hiur lebih banyak terdapat jenis tumbuhan pakan preferensi owa jawa anak betina yang merambat pada pohon tersebut. Jenis tumbuhan pakan yang sering ditemui merambat pada pohon ki hiur adalah liana dan epifit.

Gambar 19 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan tempat makan pada anak betina.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

Hamerang Kisereh Kidage Renyung Pasang Puspa Burunungul Ficus Pohon Kilaban Bayur Bihbir Kihujan Kimokla Kihiur Hamirung Huru Tales Rasamala

Persentase

Je

n

is

P

o

h

o

n

Tempat Makan

(34)

Individu anak betina lebih sering menempati ruang tajuk bagian CII baik secara horizontal dan vertikal, yaitu sebesar 21,1% dari total pemanfaatan ruang tajuk pada pohon sumber pakan. Pada bagian ruang tajuk ini anak betina lebih sering terlihat pada pohon sumber pakan penghasil buah, yaitu pohon ki dage. Hal ini disebabkan oleh pakan yang tersedia pada pohon sumber pakan terdapat di ujung-ujung tajuk, sehingga anak betina lebih sering terlihat pada ruang tajuk tersebut.

Pada tajuk pohon yang hanya digunakan sebagai pohon tempat makan, owa jawa lebih sering terlihat pada ruang tajuk AIII. Persentase pemilihan ruang tajuk tersebut dari total pemilihan raung tajuk adalah 20,3%. Pemilihan ruang tajuk bagian AIII ini disebabkan oleh jenis tumbuhan pakan yang sering dikonsumsi oleh anak betina lebih banyak merambat atau melilit pada batang utama, tetapi jenis tumbuhan pakan ini hanya sampai pada bagian tajuk pohon bagian bawah. Jenis tumbuhan yang sering melilit atau menempel adalah lolo, pakis keras, liana dan epifit. Sedang jenis pohon yang sering dirambati adalah rasamala (Gambar 20).

[image:34.595.111.488.423.633.2]

(a) (b)

Gambar 20 Preferensi ruang tajuk anak betina saat makan. Ket: (a) Pohon sumber pakan; (b) Pohon tempat makan.

(35)

adanya ketersediaan pakan dalam ruang tersebut. Selain itu, dapat disebabkan oleh banyaknya individu dalam satu tajuk pohon. Hal ini dapat menyebabkan mobilitas owa jawa dalam tajuk pohon berkurang sehingga owa jawa cenderung menempati bagian ruang tajuk yang disukai secara terus menerus.

Ketersediaan pakan pada ruang tajuk dapat mempengaruhi posisi tubuh saat makan. Posisi tubuh anak betina saat makan lebih banyak menggantung daripada duduk. Posisi tubuh saat menggantung sebesar 69,2% sedangkan posisi tubuh saat duduk sebesar 30,8%. Posisi tubuh anak betina menggantung lebih dominan disebabkan oleh pakan yang tersedia biasanya pada ranting-ranting yang berukuran kecil serta kondisi yang lentur, sehingga lebih memungkinkan dalam kondisi menggantung saat makan. Posisi tubuh menggantung lebih sering terlihat pada ruang tajuk bagian AI, AII, AIII, BI, CII, dan CIII (Gambar 21).

Gambar 21 Persentase kesukaan anak betina pada ruang tajuk pohon.

Anak betina owa jawa menggunakan empat model arsitektur pohon saat aktivitas makan. Model arsitektur pohon tersebut adalah model attims, massart, rauh, dan scarrone. Dari empat model arsitektur tersebut lama aktivitas makan anak betina paling banyak dijumpai pada model arsitektur attims yaitu sebesar 49,9% sedangkan pada model arsitektur rauh sebesar 34,3%, scarrone sebesar 8,3%, dan massart sebesar 3,6% (Gambar 22).

Model arsitektur attims mendominasi dari arsitektur lainnya dikarenakan pada model arsitektur pohon ini terdapat pohon sumber pakan yang menjadi

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII

P

e

r

se

n

tas

e

Ruang tajuk pohon

Duduk

Menggantung

(36)

preferensi bagi anak betina yaitu pohon ki dage. Selain itu, jumlah pohon pada model attims lebih banyak dibandingkan dengan model arsitektur lainnya yaitu sebanyak dua belas jenis. Jenis-jenis pohon tersebur yaitu hamerang, ki sereh, ki dage, renyung, pasang, puspa, burunungul, ficus pohon, ki laban, bayur, bihbir, dan ki hujan.

Gambar 22 Persentase lama makan anak betina pada tajuk menurut model arsitektur pohon.

Anak Jantan

Anak jantan owa jawa menggunakan 23 jenis pohon yang digunakan dalam aktivitas makan (Gambar 23). Dari 23 jenis pohon tersebut, pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebih besar jika dibandingkan dengan pohon yang hanya dijadikan sebagai pohon tempat makan yaitu 52,1% dan 47,9%.

Pohon dominan yang dijadikan sebagai pohon sumber pakan adalah ki laban, F.punctata, dan ki dage. Persentase masing-masing pohon tersebut dari total aktivitas makan pada tajuk pohon adalah ki laban sebesar 23,7%, F.punctata

sebesar 6,1%, dan ki dage sebesar 4,4%. Jenis-jenis pohon tersebut mendominasi dari total keseluruhan pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dikarenakan pohon tersebut merupakan pohon penyedia buah. Hal ini dikarenakan buah merupakan pakan preferensi bagi owa jawa pada umumnya (Kappeler 1984). Selain itu, pada pohon tersebut cukup banyak menyediakan jumlah pakan (sedang berbuah) sehingga anak jantan lebih suka berlama-lama dalam pohon tersebut.

Pohon yang dijadikan sebagai pohon tempat makan didominasi oleh ki haji, rasamala, dan pasang, dengan persentase berturut-turut 15,6%, 13,8%, dan 12,4%. Ketiga pohon ini mendominasi sebagai tempat makan karena pada pohon tersebut

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0

Attims Massart Rauh Scarrone

P

e

r

se

n

tas

e

(37)

banyak terdapat Ficus spp. yang merupakan penyedia buah bagi owa jawa. Pada pohon ki haji jenis ficus yang sering dimakan oleh anak jantan adalah ficus orange (Ficus sinuata). Ficus ini merupakan jenis pakan yang disukai anak jantan owa jawa. Hal ini dikarenakan pada pohon ki haji tersebut ficus yang ada buahnya cukup banyak dan siap untuk dikonsumsi. Sedangkan pada rasamala jenis ficus yang sering dimakan adalah Ficus punctata dan pada pohon puspa jenis pakan yang sering dimakan adalah jenis lolo, liana, dan epifit.

Gambar 23 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan pada anak jantan.

Pohon yang dijadikan sebagai sumber pakan dan sekaligus menjadi tempat makan yaitu puspa, ki haji, rasamala, dan pasang. Pohon puspa lebih banyak

0,0 10,0 20,0 30,0

Suren Burunungul Kopi dengkung Hamerang ki dage Kokosan Monyet Puspa Pasang Ki haji Ipis Kulit Ficus Pohon Ki laban Ki terong Kawoyang Dawolong Poliatia Ki mokla Saninten Hamerung Saninten Ki hiur Rasamala Bambu

Persentase

Je

n

is

po

h

o

n

Tempat Makan

(38)

dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan, sedangkan pohon ki haji, rasamala, dan pasang lebih banyak dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Hal ini dikarenakan pada pohon puspa anak jantan lebih banyak memakan bunga. Sedangkan pada jenis ki haji, rasamala dan puspa lebih banyak dijadikan sebagai tempat makan karena terdapat jenis tumbuhan yang menempel atau merambat pada jenis pohon tersebut merupakan salah satu pakan preferensi bagi anak jantan, salah satunya adalah Ficus sinuata.

Individu anak jantan lebih sering menempati ruang tajuk bagian AII baik secara horizontal dan vertikal, yaitu sebesar 24,6% dari total pemanfaatan ruang tajuk pada pohon tempat makan. Hal ini disebabkan pakan yang tersedia di pohon itu berasal dari jenis tumbuhan pakan yang cenderung menempel pada batang. Jenis tumbuhan pakan yang sering dimanfaatkan pada ruang tajuk ini adalah F.sinuata

serta bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah buah, sedangkan pohon yang dijadikan sebagai pohon tempat makan adalah ki haji (Dysoxylum parasiticum).

Ruang tajuk yang sering dimanfaatkan oleh anak jantan pada pohon sumber pakan adalah CII yaitu sebesar 19,3% dari total pemanfaatan ruang tajuk. Pada bagian ruang tajuk ini anak jantan lebih sering terlihat pada pohon sumber pakan penghasil buah, yaitu pohon ki laban. Hal ini disebabkan oleh pakan yang tersedia pada pohon sumber pakan terdapat di ujung-ujung tajuk, sehingga anak jantan lebih sering terlihat pada ruang tajuk tersebut. Selain itu dapat disebabkan pula preferensi pakan anak jantan adalah pohon ki laban (Gambar 24).

(a) (b)

(39)

Anak jantan owa jawa pada umumnya menempati semua ruang tajuk dalam aktivitas makan. Akan tetapi, terdapat ruang tajuk tertentu yang menjadi preferensi saat melakukan aktivitas makan. Hal ini dapat disebabkan adanya ketersediaan pakan dalam ruang tersebut. Ruang tajuk yang paling disukai anak jantan adalah ruang tajuk bagian AII, sedangkan ruang tajuk yang jarang dimanfaatkan saat makan adalah ruang tajuk bagian CI (Gambar 25). Ruang tajuk bagian CI lebih jarang dimanfaatkan karena pada ruang tajuk ini ketersediaan pakan lebih sedikit.

Anak jantan owa jawa lebih sering terlihat menggantung daripada duduk. Perbandingan persentase posisi menggantung dan posisi tubuh duduk yaitu persentase 58,4% dan 41,6%. Posisi tubuh saat menggantung lebih sering terlihat pada ruang tajuk AII, AIII, BIII, CII, dan CIII. Hal ini dikarenakan pada ruang tajuk ini banyak terdapat buah yang dikonsumsi serta kondisi cabang relatif lentur. Menurut Grand (1972) pada saat makan di ujung tajuk ukuran cabang yang relatif kecil Hylobatidae lebih banyak terlihat menggantung.

Gambar 25 Persentase kesukaan anak jantan pada ruang tajuk pohon.

Individu anak jantan owa memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat makan. Model arsitektur pohon tersebut meliputi attims, massart, rauh, dan

scarrone. Persentase masing-masing arsitektur pohon yang digunakan tersebut adalah attims sebesar 79%, massart sebesar 1,4%, rauh sebesar 4,6%, dan

scarrone sebesar 14,9% (Gambar 26).

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII

P

e

r

se

n

tas

e

Ruang tajuk pohon

Duduk

Menggantung

(40)

Model arsitektur attims lebih banyak digunakan oleh anak jantan saat aktivitas makan. Hal ini dikarenakan pada model arsitektur attims terdapat jenis pohon preferensi pakan owa jawa yaitu ki dage. Selain itu, jumlah jenis pohon yang tergolong dalam arsitektur attims lebih banyak dibandingkan dengan model arsiterktur pohon lainnya. Jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas makan tersebut adalah suren, burunungul, kopi dengkung, hamerang, ki dage, kokosan monyet, puspa, pasang, ki haji, ipis kulit, ki laban, ki terong, dan kawoyang.

Gambar 26 Persentase lama makan anak jantan pada tajuk menurut model arsitektur pohon.

Remaja Betina

Remaja betina owa jawa menggunakan 29 jenis pohon sebagai sumber pakan maupun sumber pakan (Gambar 27). Dari dua puluh sembilan jenis pohon tersebut, 15 jenis pohon dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan, sedangkan 14 jenis pohon dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan. Dalam pemanfaatan ruang tajuk, remaja betina lebih sering menggunakan pohon sebagai sumber pakan jika dibandingkan dengan penggunaan pohon sebagai pohon tempat makan. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penggunaan pohon sebagai sumber pakan sebesar 50,8% dan pohon yang dijadikan sebagai pohon tempat makan sebesar 49,2%.

Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja betina sebagai pohon sumber pakan adalah ki dage, ki sereh, dan hamerang. Persentase masing-masing dari pohon tersebut yaitu ki dage sebesar 26,13%, ki sereh sebesar 6,07%, dan

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0

Attims Massart Rauh Scarrone

P

e

r

se

n

tas

e

(41)

hamerang sebesar 5,13%. Pohon ki dage menjadi pohon sumber pakan lebih dominan dari pohon yang lainnya, karena merupakan pohon penghasil buah yang merupakan pohon pakan preferensi bagi remaja betina.

Gambar 27 Persentase pemanfaatan pohon pakan dan pohon tempat makan remaja betina.

Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja betina sebagai pohon tempat makan adalah rasamala, ki mokla, dan ki haji. Persentase masing-masing dari pohon tersebut adalah rasamala sebesar 22,3%, ki mokla 6,1%, dan ki haji 4,4%. Ketiga pohon tersebut mendominasi sebagai tempat makan karena selain ukuran pohon yang tinggi juga merupakan pohon yang paling banyak terdapat jenis

(42)

tumbuhan pakan owa jawa. Jenis tumbuhan pakan yang paling sering terdapat pada pohon rasamala adalah lolo, ficus besar, pakis keras, liana, dan epifit.

Dari 29 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh remaja betina saat makan, terdapat lima jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan sekaligus pohon tempat makan. Jenis-jenis pohon tersebut adalah ki haji, tereup, ki terong, ki sereh, dan ki dage. Pohon tereup dan pohon ki haji lebih sering dijadikan sebagai pohon tempat makan daripada dijadikan sebagai pohon sumber pakan. Hal ini dikarenakan remaja betina owa jawa lebih banyak makan jenis tumbuhan pakan yang menempel atau merambat pada kedua pohon tersebut. Jenis tumbuhan pakan yang sering merambat pada kedua pohon tersebut adalah jenis liana. Sedangkan pohon ki dage, ki sereh, dan ki terong merupakan pohon yang lebih sering dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan daripada dimanfaatkan sebagai tempat makan. Hal ini dikarenakan dari ketiga pohon tersebut jarang dirambati atau dililiti oleh jenis tumbuhan pakan owa jawa.

Individu remaja betina lebih sering menempati ruang tajuk pohon bagian AIII jika dilihat secara horizontal maupun vertikal pada pohon yang digunakan sebagai tempat makan. Individu remaja betina menempati bagian ruang tajuk pohon bagian AIII sebesar 20,6% dari total penggunaan seluruh ruang tajuk pada saat aktivitas makan. Pemilihan ruang tajuk pohon ini lebih sering terlihat pada pohon rasamala. Hal ini disebabkan oleh kondisi tajuk pohon yang tinggi dan lebar serta banyak terdapat jenis tumbuhan pakan yang berada pada pohon tersebut. Jenis tumbuhan pakan biasanya merambat pada batang utama, sehingga remaja betina owa jawa lebih sering terlihat pada ruang tajuk tersebut. Selain itu, terdapat jenis tumbuhan pakan yang merupakan preferensi bagi remaja betina owa jawa yaitu ficus besar (Ficus punctata).

(43)
[image:43.595.106.512.61.792.2]

(a) (b)

Gambar 28 Preferensi ruang tajuk remaja betina saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.

Individu remaja betina secara keseluruhan menempati seluruh bagian ruang tajuk pohon pada saat melakukan aktivitas makan. Namun dari seluruh bagian ruang tajuk yang ada, terdapat bagian ruang tajuk tertentu yang menjadi preferensi remaja betina pada saat makan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan pakan pada ruang tajuk tersebut.

Ketersediaan pakan pada bagian ruang tajuk pohon dapat mempengaruhi posisi tubuh remaja betina owa jawa saat melakukan aktivitas makan. Posisi tubuh betina owa jawa lebih sering terlihat menggantung daripada duduk dengan persentase masing-masing 58,8% dan 41,2%. Remaja betina owa jawa lebih sering terlihat menggantung pada ruang tajuk bagian AIII, BII, BIII, dan CIII. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan owa jawa yang cenderung menggantung dan kondisi cabang yang relatif lentur sehingga tidak memungkinkan untuk duduk. Sedangkan posisi duduk remaja betina cenderung menempati ruang tajuk pohon bagian AI, AII, BI, CI, dan CII. Pada bagian ruang tajuk ini ranting atau cabang pohon lebih kuat sehingga memungkinkan untuk posisi duduk (Gambar 29).

Gambar 29 Persentase kesukaan remaja betina pada ruang tajuk pohon.

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0

AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII

P

e

r

se

n

tas

e

Ruang tajuk pohon

Duduk

Menggantung

[image:43.595.157.445.83.239.2]
(44)

Remaja betina memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat melakukan aktivitas makan. Model arsitektur pohon yang digunakan adalah attims, massart, rauh, dan scarrone. Persentase penggunaan setiap arsitektur yaitu attims sebesar 64,9%, scarrone 22,4%, rauh 5,4%, dan massart 7,3% (Gambar 30).

Model arsitektur attims mendominasi dari model arsitektur pohon lainnya. Hal ini dikarenakan pada model arsitektur pohon attims terdapat pohon sumber pakan yang menjadi preferensi bagi remaja betina yaitu ki dage. Selain itu, model arsitektur attims mencakup tiga belas jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas makan remaja betina. Jenis-jenis pohon model arsitektur attims yang digunakan dalam aktivitas makan remaja betina adalah ki dage, beunying, ki tenjo, ki haji, ganitri, kuray, hamerang, ki sereh, huru kapas, burunungul, pasang, renyung, suren, jirak, ipis kulit, ki laban, ki terong, ki haruman, ki hujan, kopo, dan pongrang.

Gambar 30 Persentase lama makan remaja betina pada tajuk menurut model arsitektur pohon.

Dewasa Jantan

Individu dewasa jantan menggunakan 24 jenis pohon dalam aktivitas makan, baik sebagai pohon sumber pakan maupun sebagai tempat makan (Gambar 31). Dewasa jantan lebih banyak menggunakan pohon sebagai pohon tempat makan yaitu sebesar 45,3% dari pada sebagai pohon sumber pakan yaitu sebesar 54,7%.

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

Attims Massart Rauh Scarrone

P

e

r

se

n

tas

e

(45)

Pohon dominan yang dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan adalah pohon rasamala, pasang, dan ki haji. Persentase dari masing-masing pohon tersebut berdasarkan aktivitas makan adalah rasamala sebesar 23,3%, pasang sebesar 15,3%, dan ki haji sebesar 14%. Ketiga pohon tersebut lebih sering digunakan karena terdapat beberapa jenis tumbuhan pakan owa jawa seperti ficus besar, lolo, liana, ficus orange (Ficus sinuata), dan epifit.

[image:45.595.104.494.276.738.2]

Pohon dominan yang dimanfaatkan oleh remaja jantan sebagai pohon sumber pakan adalah pohon ki dage, ki laban, dan ki sereh. Persentase masing-masing pohon tersebut dari total pemanfaatan tajuk berdasarkan aktivitas makan adalah ki dage sebesar 16,85%, ki laban sebesar 9,65%, dan ki sereh sebesar 5,05%. Hal ini disebabkan keberadaan dari ketiga jenis pohon tersebut cukup banyak di wilayah jelajahnya dibandingkan dengan pohon sumber pakan yang lain.

Gambar 31 Persentase pemanfaatan pohon sumber pakan dan pohon tempat makan dewasa jantan.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

(46)

Dari 24 jenis pohon yang dimanfaatkan oleh dewasa jantan saat makan, terdapat tiga jenis pohon yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan sekaligus sebagai tempat makan. Jenis-jenis pohon tersebut adalah ki haji, burunungul, dan ki mokla. Ketiga pohon tersebut lebih sering dimanfaatkan sebagai pohon tempat makan jika dibandingkan dengan pohon sebagai sumber pakan. Hal ini disebabkan oleh ketersedian pakan pada pohon tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan pakan yang berada pohon tersebut.

Individu dewasa jantan owa jawa lebih sering menggunakan ruang tajuk bagian AIII jika dilihat secara horizontal maupun vertikal yaitu sebesar 20,8% pada pohon tempat makan. Individu dewasa jantan lebih sering berada pada ruang tajuk bagian AIII disebabkan oleh jenis tumbuhan pakan yang sering dikonsumsi oleh dewasa jantan lebih banyak merambat atau melilit pada batang utama. Pada ruang tajuk ini sering ditemui pada pohon rasamala, sedangkan jenis tumbuhan pakan yang sering dimakan oleh dewasa jantan adalah ficus besar, lolo, dan pakis keras (Gambar 32).

(a) (b)

Gambar 32 Preferensi pemilihan ruang tajuk dewasa jantan saat makan. Ket: (a) Pohon tempat makan; (b) Pohon sumber pakan.

(47)

tersebut. Pada ruang tajuk bagian ini owa jawa sering terlihat pada pohon ki dage dan ki laban.

Dewasa jantan pada umumnya menempati seluruh ruang tajuk pohon dalam aktivitas makannya. Namun, terdapat beberapa ruang tajuk tertentu yang menjadi preferensi dalam aktivitas makan. Seringnya dewasa jantan menempati bagian ruang tajuk disebabkan oleh ketersediaan pakan yang ada dalam ruang tersebut. Selain itu, seringnya dewasa jantan pada ruang tajuk tertentu disebabkan oleh banyaknya individu owa jawa dalam satu tajuk pohon. Apabila terdapat lebih dari satu individu owa jawa dalam satu tajuk pohon, owa jawa cenderung jarang berpindah dari ruang tajuk yang satu ke ruang tajuk yang lainnya. Hal ini dapat diduga adanya pembagian ruang dalam satu tajuk pohon saat aktivitas makan.

Ketersediaan pakan dalam ruang tajuk pohon dapat mempengaruhi posisi tubuh dewasa jantan pada saat makan. Posisi tubuh dewasa jantan lebih sering terlihat menggantung daripada duduk saat makan yaitu dengan persentase 68% dan 32%. Dewasa jantan lebih sering terlihat menggantung pada ruang tajuk bagian AII, AIII, BIII, CI, CII, dan CIII (Gambar 33).

Gambar 33 Persentase kesukaan dewasa jantan pada ruang tajuk pohon pada saat aktivitas makan.

Dewasa jantan owa jawa memanfaatkan empat model arsitektur pohon saat makan yaitu attims, massart, rauh, dan scarrone. Individu dewasa jantan lebih banya

Gambar

Gambar 1 Peta penyebaran owa jawa.
Gambar 2 Pembagian ruang tajuk pohon.
Gambar 4 Wilayah jelajah owa jawa yang diamati.
Gambar 6 Owa jawa sedang memakan daun lolo (Scindapsus marantaefolium).
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Menuliskan bilangan yang sesuai dengan banyak benda pada papan tulis..  Membaca nama bilangan yang tertera pada

WHO mengartikan mengartikan ilmu ilmu gizi gizi sebagai sebagai ilmu ilmu yang yang mempelajari mempelajari proses proses yang yang terjadi. terjadi pada pada organisme organisme

- Penerapan pointer sebagai parameter yaitu jika diinginkan agar nilai suatu variabel internal dapat diubah oleh fungsi yang dipanggil. - Penerapan pointer

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji jarak pagar dapat menurunkan jumlah spermatozoa, spermatozoa motil, berat testis dan diameter

Pengaruh Pemberian Pupuk Fospor (P) Terhadap Ketersediaan dan Serapan Serta Produksi Tanaman Gandum ( Triticum aestivum L) Pada Tanah Vulkanis Alahan

Sehingga ketika mengerjakan soal matematika jika konteks yang dipahami kurang tepat siswa akan menjawab dengan kurang tepat, (2) persepsinya lemah sehingga dalam

Data mengenai penerapan pembelajaran aktif tipe quiz team dalam kegiatan belajar mengajar matematika khususnya pada pokok pembahasan bangun ruang sisi datar

Tema peringatan HSN tahun ini adalah “ Kerja Bersama dengan Data ” yang merupakan seruan bagi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama,. membangun Indonesia,