AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MENELISIK
(
GROOMING
) OWA JAWA (
Hylobates moloch
Audebert, 1798)
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,
PROVINSI JAWA BARAT
DIENA NURUL FATIMAH
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
DIENA NURUL FATIMAH. Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan DONES RINALDI.
Owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) merupakan primata endemik pulau jawa yang salah satu habitatnya adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penurunan populasi owa jawa di TNGHS perlu dihindari dengan melakukan pengelolaan populasi dan habitat agar owa jawa dapat beraktivitas tanpa mengalami gangguan atau terisolasi. Menelisik merupakan aktivitas sosial yang memiliki fungsi ganda. Perlu adanya kajian mengenai perilaku menelisik dalam keseluruhan aktivitas harian sehingga didapatkan data dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pengelolaan populasi dan habitat di TNGHS serta rujukan pengembangan ekowisata.
Penelitian dilakukan di Resort Stasiun Penelitian Cikaniki – Citalahab. Alat yang digunakan adalah alat tulis, binokuler, kamera, range finder, phi band, kompas, temperature logger dan rain gauge. Objek yang diamati owa jawa kelompok A dan B. Metode pengamatan scan sampling, focal animal sampling
dan adlibitum sampling, diagram profil pohon, pengukuran suhu dan curah hujan.
Data perilaku dicatat secara continous recording. Analisis data menggunakan presentase disajikan melalui grafik, tabel dan deskriptif.
Rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 11 jam pukul 06.20 - 17.25 WIB. Aktivitas harian dominan adalah makan sebesar 36,1%, Perilaku menelisik owa jawa dibagi menjadi dua tipe, yaitu autogrooming (garuk dan selisik sendiri) dan
allogrooming. Autogrooming lebih sering terjadi (600 kali) daripada allogrooming
(333 kali). Autogooming dan allogrooming lebih sering dilakukan pada pagi hari.
Autogrooming banyak terjadi pada selang (1 – 30) detik, sedangkan allogrooming
pada selang (31 – 60) detik. Bagian kaki pada autogrooming (garuk = 23,5% dan selisik sendiri = 46,6%) dan punggung (43,6%) pada allogrooming merupakan bagian tubuh yang paling sering ditelisik. Posisi duduk pada autogrooming (garuk = 92,2% dan selisik sendiri = 96,1%) dan allogrooming (67,6%) merupakan posisi yang sering digunakan. Terdapat 322 pohon telisik yang berasal dari 47 jenis. Pohon telisik dominan adalah rasamala (71 pohon), dengan famili dominan Fagaceae (75 jenis pohon) dan arsitektur pohon dominan Attims (121 pohon). Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik adalah jenis kelamin, kelas umur, cuaca, jenis pohon dan ketinggiannya, durasi waktu aktif, serta gangguan (kelompok lain dan manusia).
Upaya pengelolaan habitat dan populasi harus terus dilakukan, yaitu dengan melakukan pemeliharaan pohon telisik, perlindungan kawasan hutan, pembatasan aktivitas manusia, kerjasama berbagai pihak serta pendidikan konservasi khususnya mengenai owa jawa. Waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik adalah pagi hari antara pukul 07.00 -11.00 WIB.
SUMMARY
DIENA NURUL FATIMAH. Daily Activity and Grooming Behaviour of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP), West Java Province. Under supervision of ANI contribute to the conservation effort of this species. Grooming is a social activity that has double functions. Data on grooming and daily activities of Javan Gibbon is needed to obtain baseline data that could be used as a consideration for population and habitat management in GHSNP and as reference for ecotourism development.
Research was carried out at Resort of Cikaniki – Citalahab Research Station. Equipments used were binocular, camera, range finder, phi band, compass, temperature logger and rain gauge. Observed objects were group A and group B of Javan Gibbons. Observation was done by scan sampling, focal animal sampling, ad libitum sampling, creating tree profile diagram, conducting temperature measurement and rainfall measurement. Data were analyzed and presented through graphs, tables and descriptive.
Daily activity of Javan Gibbon was approximately 11 hours, from 06.20 - 17.25 WIB. The dominant daily activity was feeding (36,1%). Grooming behaviour of Javan Gibbon was divided into two types: autogrooming (scratch and self grooming) and allogrooming. Autogrooming behaviour was more frequent (600 times) than allogrooming (333 times). Autogrooming and allogrooming behaviour mostly performed in the morning. Autogrooming occurred at interval 1 to 30 seconds, while allogrooming occurred in interval 31 to 60 seconds. Feet was the most frequent groomed part (scratch 23,5% and self grooming 46,6%) in autogrooming behaviour, while allogrooming mostly performed at the back (43,6%). Sitting position was the most frequent used position in autogrooming (scratch 92,2% and self grooming 96,1%) and allogrooming (67,6%). There were 322 trees for grooming from 47 species. Dominant grooming tree was Rasamala (71 trees), with dominant family from Fagaceae (75 species) and dominant tree architecture was Attims (121 trees). Factors that affect grooming behaviour were sex, age class, weather, species and height of tree, active time duration, and disturbance (other group or human).
Habitat and population management need to be done continuously through maintenance of grooming trees, forest area protection, limitation of human activity, cooperation with various stakeholders and also conservation education related to Javan Gibbon. The best observaton time of grooming activity was in morning between 07.00 -11.00 WIB.
AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MENELISIK
(
GROOMING
) OWA JAWA (
Hylobates moloch
Audebert, 1798)
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,
PROVINSI JAWA BARAT
DIENA NURUL FATIMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aktivitas Harian dan
Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F, dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Judul Skripsi : Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat
Nama : Diena Nurul Fatimah
NIM : E34070102
Menyetujui,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc Ir. Dones Rinaldi, MSc. F
NIP 1959 0925 1983 032002 NIP 1961 0518 1988 031002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya serta salam yang dipanjatkan kepada tauladan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dan berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa
Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti,
MSc. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen pembimbing. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih Taman Nasional Gunung Halimun Salak,
Soojung Ham dari Euwha Womans University, Seoul Republic of Korea beserta
tim lapang atas segala bantuan akomodasi dan keperluan yang dibutuhkan selama
penelitian, serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses
penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan. Semoga ilmu dan
tulisan yang didapatkan mendatangkan makna dan manfaat dalam kehidupan.
Terima kasih.
Wassalamuaikum wr.wb.
Bogor, Maret 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1990.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan
Bapak Anwar Kosim dan Ibu Nuri Yulianti. Penulis mulai
pendidikan pada tahun 1994 di TK Haikal, Jakarta Pusat.
Penulis melanjutkan pendidikan di SDS PUI Jakarta Pusat
pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di
MTs Negeri 9 Jakarta Pusat pada tahun 2001. Pada tahun
2007 penulis lulus dari SMA Negeri 30 Jakarta Pusat dan pada tahun yang sama
penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (UKM-KOPMA) pada tahun 2007 - 2008, aktif
dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) sebagai sekertaris Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM-Tarsius)
selama tahun 2010 - 2011 dan sekertaris Biro Kewirausahaan selama tahun 2009 -
2010. Penulis mengikuti ekspedisi yang diselenggarakan HIMAKOVA yaitu
RAFLESSIA di Cagar Alam Rawa Danau (2009) dan Cagar Alam Gunung
Burangrang (2010) serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman
Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah pada tahun 2010.
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
di jalur Cagar Alam Leweung Sancang Barat – Taman Wisata Alam Kamojang
pada tahun 2009 dan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung
Walat pada tahun 2010. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di
Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT pada tahun 2011.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Aktivitas Harian dan Perilaku Menenelisik (Grooming) Owa
Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak, Provinsi Jawa Barat dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammmad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
terlibat penulisan skripsi ini :
1. Kedua orang tua tercinta (Anwar Kosim dan Nuri Yulianti), adik-adiku
tersayang (Dini NA dan Syafana NA), serta keluarga besar yang senantiasa
memberikan doa, kasih sayang, semangat, perhatian, dukungan moril dan
materil, kesabaran, dan pengorbanan untuk terus memberikan yang terbaik.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F,
selaku dosen pembimbing atas segala pengarahan, bimbingan, nasihat,
kesabaran, dan perhatiannya selama ini.
3. Ibu Resti Meilani, S.hut, Msi. selaku moderator pada seminar hasil
penelitian, Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS, selaku ketua sidang
komprehensif dan Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr, selaku dosen
penguji, atas semua saran, motivasi, nasihat dan dukungannya, Bapak Agus
Hikmat selaku komisi pendidikan yang telah memperbaiki format penulisan
demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Staf TU KSHE (Ibu Evan, Ibu Ratna, Bapak Toro dan Bapak Accu) atas
bantuan, kemudahan, kesabaran dalam mengurus segala administrasi yang
diperlukan.
5. Sanha Kim dan Soojung Ham dari Euwha Womans University, Korea
Selatan atas kesempatan, bantuan, akomodasi dan pengalaman yang
diberikan selama penelitian.
6. Tim Lapang : Abang Aris, Nui dan Sahri juga kepada keluarga Bapak Jaya
di Halimun (Ibu Ami dan Teh Yani) atas bantuan, pengalaman, dan
kebaikan selama penelitian.
7. Staf TNGHS atas izin yang diberikan selama penelitian, juga polisi hutan di
8. Rekan seperjuangan, Hadi Surono, atas bantuan, masukan dan motivasi
selama penelitian.
9. Teman-teman KPM-Tarsius periode 2009 – 2011, khususnya Connie LS
atas semangat, bantuan dan kerjasama untuk terus maju bersama, juga Nana
dan Dhila.
10. Aditya WTA atas literatur arsitektur pohon, Aron atas bantuan membuat
profil pohon, Mba Windi atas bantuan membuat peta dan profil pohon
dengan Arc-view dan Quantum GIS, Tiwi atas bantuannya selama seminar,
Rahmat atas bantuan selama proses kliring, Ambar dan Windy atas literatur
dan buku panduan kehutanan, serta Rakhmi, Metha dan Neina atas
bantuannya pada sidang komprehensif.
11. Sahabatku : Brigitta P, Fitrotul A, Meli MU dan Belinda DY atas dukungan,
semangat, dan motivasi serta persahabatan yang indah selama studi di IPB.
12. Sahabat Villa Cempaka : Nindi PD, Risqiana D, Choirunnisa, Gita O, Resi
N, Anisa N, Angga P, dan Adam FG atas bantuan, dukungan, semangat,
kecerian dan kenangan berjuang meraih impian bersama pada waktu yang
tepat.
13. Keluarga besar KSHE 44 “KOAK” atas kekeluargaan, kebersamaan dan
pengalaman, serta persahabatan yang mendekatkan perbedaan menjadi
kesamaan untuk terus berjuang meraih gelar sarjana. Semoga silaturahmi
kita tetap terjalin.
14. Seluruh keluarga besar KSHE dan FAHUTAN IPB, atas kekeluargaan,
kerjasama, persahabatan, dan kebersamaan.
15. R. Faid Abdul Manan atas bantuan fisik, perhatian, masukan, dukungan
langsung dan tidak langsung, semangat dan kesetiaan sehingga senantiasa
menjadi pribadi yang lebih baik, serta kebersamaan yang menyenangkan
selama studi di IPB.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah
membantu mulai dari pencarian bahan, penyusunan proposal, kegiatan
DAFTAR ISI
4.2 Kondisi Fisik Kawasan ... 18
5.1.4.3 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan jenis kelamin ... 31
5.1.4.4 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan kelas umur ... 32
5.1.4.5 Pola perilaku dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan interval waktu aktif ... 33
5.1.6 Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik owa jawa ... 40
5.2.4.2 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan jenis kelamin ... 55
5.2.4.3 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik
owa jawa berdasarkan kelas umur ... 56
5.2.4.4 Pola perilaku dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan interval waktu aktif ... 57
5.2.4.5 Bagian tubuh owa jawa yang ditelisik ... 58
5.2.4.6 Posisi owa jawa saat menelisik ... 59
5.2.4.7 Ketinggian owa jawa saat menelisik dari lantai hutan ... 59
5.2.5 Penyebaran Pohon Selisik ... 60
5.2.5.1 Profil pohon selisik ... 61
5.2.5.2 Dominansi pohon selisik ... 61
5.2.6 Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik owa jawa ... 62
5.2.7 Implementasi terhadap pengelolaan ... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 66
6.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
No.
1 Keuntungan dan kerugian sistem hidup monogami dan mempertahankan teritori ...
2 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 13
3 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A . 23
4 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B.. 24
5 Waktu aktif aktivitas harian owa jawa ... 25
6 Aktivitas harian kelompok A dan B ... 25
7 Waktu aktif dan rata-rata waktu pengamatan perilaku menelisik owa jawa ... 28
8 Perbandingan autogrooming dan allogrooming kelompok A dan B ... 30
9 Perbandingan allogrooming individu owa jawa ... 30
10 Perbandingan autogrooming (garuk dan selisik) individu owa jawa .. 31
11 Perbandingan frekuensi dan durasi autogrooming berdasarkan jenis
kelamin ... 31
12 Perbandingan frekuensi dan durasi allogrooming berdasarkan jenis kelamin ... 31
13 Perbandingan frekuensi pelaku dan penerima allogrooming
berdasarkan jenis kelamin ... 32
14 Perbandingan frekuensi dan durasi autogrooming berdasarkan kelas
umur ... 32
15 Perbandingan frekuensi dan durasi perilaku allogrooming kelompok A dan berdasarkan kelas umur ... 32
16 Perbandingan frekuensi pelaku dan penerima allogrooming
berdasarkan kelas umur ... 32
17 Perilaku menelisik kelompok A dan B pada selang durasi 30 detik ... 34
18 Bagian tubuh owa jawa yang ditelisik berdasarkan tipe selisik ... 34
19 Daftar jenis pohon yang digunakan owa jawa untuk perilaku menelisik ... 37
20 Rata-rata frekuensi dan durasi autogrooming dan allogrooming
kelompok A dan B berdasarkan jenis kelamin dan umur selama pengamatan ... 40
Halaman
DAFTAR GAMBAR
15 Grafik presentase autogrooming dan allogrooming owa jawa berdasarkan waktu aktif perilaku ... 33
16 Pola perilaku menelisik owa jawa setiap jam pada waktu aktif ... 33
17 Grafik presentase posisi owa jawa kelompok A dan B saat menelisik 35
18 Grafik ketinggian owa jawa kelompok A dan B dari lantai hutan ... 35
19 Wilayah penyebaran pohon selisik berdasarkan koordinat X dan Y ... 36
20 Jenis pohon selisik dominan, (a) rasamala (Altingia excelsa) dan (b) pasang (Quercus sundaica) ... 38
21 Komposisi famili pohon selisik yang dominan digunakan owa jawa . 39 22 Model arsitektur pohon selisik pada kelompok A dan B ... 39
23 Grafik cuaca saat perilaku menelisik ... 41
24 Grafik frekuensi perilaku menelisik berdasarkan interval waktu pengamatan ... 42
25 Grafik gangguan terhadap perilaku menelisik owa jawa ... 42 Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1 Peta TNGHS ... 72
2 Perhitungan presentase perilaku ... 73
3 Gambar aktivitas harian owa jawa ... 74
4 Gambar perilaku menelisik owa jawa ... 75
5 Profil pohon selisik ... 76
6 Arsitektur pohon telisik ... 78
7 Gambar arsitektur pohon selisik ... 79
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) merupakan primata endemik
pulau jawa yang berasal dari famili Hylobatidae. Owa jawa hidup di hutan primer,
hutan sekunder, dan hutan hujan tropis (Rowe 1999). Salah satu kawasan yang
merupakan habitat owa jawa adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS). Penetapan TNGHS berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor
175/Kpts-II/2003 yang sebelumnya merupakan perubahan fungsi kawasan eks
Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar
Taman Nasional Gunung Halimun. Kawasan TNGHS juga merupakan hutan
hujan tropis terbesar yang tersisa di pulau Jawa.
Saat ini keberadaan owa jawa semakin berkurang, diperkirakan hanya
tersisa antara 2.000 - 4.000 ekor (Permenhut 2008). Penyebab penurunan populasi
adalah kerusakan dan kehilangan habitat, penangkapan untuk hewan peliharaan,
perdagangan illegal (SSC 2000 dalam Andayani et al. 2008 dan Permenhut 2008).
Owa jawa telah dilindungi menurut PP No.7 Tahun 1999, termasuk kategori
terancam punah (Endangered) dari kategori International Union for Corservation
of Nature (IUCN), berubah menjadi genting (Critically Endangered) tahun 2000,
serta Appendiks I dari ketegori The Convention on International Trade in
Endangered Spesies (CITES).
Penurunan populasi owa jawa di TNGHS perlu dihindari, sehingga
dilakukan pengelolaan populasi dan habitat owa jawa. Pengelolaan populasi dan
habitat ini bertujuan agar owa jawa dapat melakukan aktivitas harian tanpa
mengalami gangguan atau terisolasi. Owa jawa merupakan satwa diurnal yang
melakukan aktivitas pada pagi hari mulai pukul 05.45 - 17.20 WIB, ditandai
dengan mencapai pohon tidurnya untuk beristirahat (Oktaviani 2009).
Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam empat aktivitas
utama, yaitu makan (makan atau minum), istirahat (duduk, menggantung, tiduran,
dan berjemur), bergerak (meloncat, memanjat, dan berjalan) dan sosial (bersuara,
waktu sekitar 11 jam untuk melakukan aktivitas hariannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Priyanto (1999) dalam Sutrisno (2001) yang menyebutkan bahwa owa
jawa dalam melakukan aktivitas hariannya rata-rata menghabiskan waktu dengan
kisaran waktu terpendek 11 jam 42 menit 12 detik dan kisaran waktu terpanjang
12 jam 19 menit 25 detik.
Aktivitas yang erat kaitannya dengan interaksi individu atau kelompok owa
jawa adalah aktivitas sosial. Aktivitas sosial owa jawa meliputi menelisik
(grooming),bersuara (vocalization), reproduksi, danbermain(playing). Salah satu
aktivitas sosial yang memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi
sosial adalah perilaku menelisik. Menelisik merupakan kegiatan mencari dan
mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit dan rambut, juga merupakan
bentuk komunikasi antar inidividu. Perilaku menelisik dapat dilakukan sendiri
(autogrooming) atau berpasangan (allogrooming).
Hal ini menarik untuk dikaji sehingga dapat diketahui perilaku menelisik
owa jawa di alam dalam keseluruhan aktivitas hariannya dan faktor alami yang
mempengaruhi perilaku menelisik. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam pengelolaan populasi dan habitat sehingga
kelestarian owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dapat
terjaga serta memberikan rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk
menentukan waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik owa jawa di alam.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah :
1. Mendeskripsikan aktivitas harian owa jawa di TNHGS.
2. Mendeskripsikan perilaku menelisik owa jawa di TNGHS.
3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku menelisik.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi dasar mengenai
aktivitas harian khususnya perilaku menelisik owa jawa di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS). Informasi dasar ini dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyempurnaan pengelolaan populasi dan habitat di TNGHS,
serta rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk menentukan waktu terbaik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa
2.1.1 Taksonomi
Owa jawa merupakan mamalia dari ordo Primata. Secara umum, taksonomi
owa jawa menurut Napier dan Napier (1967) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Super Famili : Homonoidae
Famili : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch (Audebert, 1798)
Owa jawa (Gambar 1) memiliki nama daerah yaitu oa-oa, owa (Jawa),
wau-wau kelabu (Sunda), dan wau-wau-wau-wau (Melayu), serta nama inggris yaitu javan
gibbon dan silvery gibbon (Maryanto et al. 2007; Supriatna & Wahyono 2000).
Nama primata ini di Indonesia telah dibakukan dengan nama owa jawa (Sutrisno
2001).
Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch).
Menurut Nowak (1999), genus Hylobates dapat dikelompokkan ke dalam 4
jawa termasuk subgenus Hylobates Illinger (1811), dengan jumlah kromosom 44.
Subgenus Hylobates Illinger (1811) meliputi jenis Hylobates lar (white-handed
gibbon), H. pileatus (capped gibbon), H. agilis (dark-handed gibbon), H. moloch
(silvery gibbon), H. muelleri (gray gibbon)dan H. klossi (kloss’s gibbon).
2.1.2 Morfologi
Genus Hylobates merupakan primata tidak berekor, memiliki kepala kecil
dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar,
rambut tebal dan halus. Genus Hylobates memiliki telapak tangan dan
pergelangan kaki yang panjang, telapak kaki dan pergelangan kakinya hampir dua
kali panjang tubuhnya. Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan anggota tubuh
untuk bergerak atau lokomasi secara arboreal (Napier & Napier 1967).
Owa jawa memiliki warna rambut abu-abu gelap hingga coklat keperakan,
dada gelap dengan rambut bagian atas kepala membentuk topi berwarna hitam
(Maryanto et al. 2008). Muka seluruhnya berwarna hitam, warna rambut putih di
sekitar moncong serta sekitar alis dan dagu berwarna gelap untuk beberapa
individu (Supriatna & Wahyono 2000). Sutrisno (2001) juga menambahkan
bahwa owa jawa tidak memiliki rambut pada bagian kulit wajahnya. Warna
rambut jantan dan betina sedikit berbeda, terutama pada tingkatan umur. Anak
yang baru lahir biasanya memiliki corak warna yang lebih cerah. Panjang badan
jantan dan betina dewasa sekitar 750 - 800 mm. Berat tubuh jantan berkisar 4.000
- 8.000 g dan betina 4.000 - 7.000 g (Supriatna & Wahyono 2000). Sedangkan
menurut Rowe (1999), berat tubuh owa jawa berkisar 5,7 kg.
Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1984)
membagi owa jawa ke dalam 4 kelas umur, yaitu sebagai berikut :
1. Bayi : 0 - 24 bulan, ukuran tubuh sangat kecil, warna rambut putih krem,
masih dibawa dan digendong oleh induk betinanya.
2. Anak-anak : 24 bulan - 4 tahun, individu yang belum tumbuh dengan
maksimal, warna bulu mendekati dewasa, sudah tidak digendong induknya,
mampu melakukan perjalanan sendiri, cenderung masih dekat dengan induk.
3. Remaja : 4 - 6 tahun, individu dengan perkembangan hampir maksimal,
matang secara seksual, jarang terlibat aktivitas territorial dan terkadang
terisolasi dari anggota kelompok lain.
4. Dewasa : > 6 tahun, individu yang telah memiliki ukuran tubuh maksimal,
hidup berpasang-pasangan atau soliter dan sudah dapat melakukan aktivitas
teritorial.
2.1.3 Populasi dan penyebaran
Estimasi populasi owa jawa di Jawa Barat (Ujung Kulon, Gunung Halimun
- Salak, Gunung Gede - Pangrango, Gunung Papandayan, Telaga Warna, Gunung
Simpang, dan Gunung Tilu) dengan luas hutan 1.581 km2 adalah 2.846 individu
sedangkan di Jawa Tengah (Dieng Plateu dan Gunung Slamet) dengan luas habitat
128,6 km2 adalah 588 individu (Supriatna 2006). Saat ini keberadaan owa jawa
semakin berkurang, diperkirakan hanya tersisa antara 2.000 - 4.000 ekor
(Permenhut 2008).
Penyebaran owa jawa meliputi wilayah Gunung Honje, Taman Nasional
Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Gunung Masigit, Gunung Tampomas, Suaka Margasatwa
Gunung Sawal, Gunung Tilu, Gunung Papandayan dan pernah dilaporkan daerah
penyebarannya mencapai Gunung Slamet dan Dieng di Jawa Tengah (Supriatna &
Wahyono 2000).
2.1.4 Habitat dan pakan
Kappeler (1984) membagi habitat owa jawa ke dalam zona vegetasi hutan
dataran rendah (0 - 500 mdpl), hutan dataran tinggi (500 - 1.000 mdpl), dan hutan
sub pegunungan atau pegunungan bawah (1.000 - 1.500 mdpl). Sebagai adaptasi
ekologis, owa jawa dapat mendiami habitat hutan campuran dengan ketinggian
antara 1.000 - 2.000 mdpl dan topografi bergelombang sampai pegunungan
(Pasang 1989). Habitatnya juga berada pada hutan primer, hutan sekunder dan
hutan hujan tropis dengan ketinggian ≤ 1.500 mdpl (Rowe 1999). Sedangkan
menurut Supriatna dan Wahyono (2000), owa jawa jarang ditemukan di hutan
pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl, karena pada ketinggian tersebut jarang
terdapat sumber pakan owa jawa.
Menurut Nowak (1999), tidak ditemukannya owa jawa pada daerah yang
kekayaan jenis lebih rendah, pohon jarang dengan tajuk yang tidak lebat dan
kokoh sehingga akan menyulitkan pergerakan owa jawa sebagai satwa arboreal.
Owa jawa mengkonsumsi ± 125 jenis tumbuhan yang berbeda. Bagian
tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun muda. Selain
itu mereka juga memakan ulat pohon, rayap, madu, dan beberapa jenis serangga
lainnya (Supriatna & Wahyono 2000). Presentase pakan owa jawa di alam adalah
61% buah, 38% daun, 1% bunga, serangga, ulat bulu, rayap, dan madu (Rowe
1999). Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun
muda (Supriatna & Wahyono 2000).
Menurut Bismark (1991) dalam Prastyono (1999), suku Hylobatidae
merupakan satwa frugivorous, karena lebih banyak makan buah-buahan daripada
jenis pakan lainnya. Buah lebih banyak mengandung karbohidrat namun kurang
kandungan proteinnya, sehingga sebagai tambahan owa jawa memakan daun
muda yang banyak mengandung protein.
2.2 Perilaku
Menurut Sutrisno (2001), perilaku harian owa jawa berkaitan satu sama lain.
Perilaku harian pada owa jawa antara lain :
1. Bergerak
Owa jawa bergerak dengan sistem brankiasi, yaitu berayun dari satu cabang
ke cabang lain dengan menggunakan lengannya. Menurut De Vore dan
Eimerl (1987) dalam Sutrisno (2001), cara bergerak dengan sistem brankiasi
sangat didukung oleh pergelangan tangan, lengan dan bahunya yang khusus
sehingga lincah untuk meraih, mencengkram dan mengganti pegangan. Selain
bergerak dengan sistem brankiasi, owa jawa juga bergerak secara bipedal,
yaitu bergerak di permukaan tanah dengan kedua tungkainya dan mengangkat
lengan setinggi-tingginya agar keseimbangan tubuh terjaga dan supaya
lengannya tidak terseret tanah.
2. Makan
Aktivitas makan terdiri dari kegiatan mencari sumber pakan potensial,
pemilihan atau pemetikan, memasukan ke dalam mulut, mengunyah, dan
menelan. Kegiatan makan merupakan kegiatan pertama owa jawa setelah
bersuara pada pohon yang sama, umumnya jenis Ficus sp. yang sedang
berbuah. Owa jawa tidur pada pohon yang berdekatan dengan pohon pakan.
Faktor yang menentukan perilaku makan owa jawa, antara lain adalah teknik
makan, tempat dan ketinggian, komposisi pakan, bagian yang dimakan,
variasi pakan, jumlah pakan, dan pola pergerakan (Bismark 1984).
3. Istirahat
Istirahat merupakan kegiatan di luar periode aktif dalam aktivitas harian
satwa. Owa jawa memiliki pohon tidur tertentu untuk beristirahat dalam
daerah jelajahnya. Pohon tersebut merupakan titik awal dan akhir dari seluruh
aktivitas hariannya (Keppeler 1981 dalam Sutrisno 2001). Pohon tidur yang
biasanya dipilih owa jawa adalah pohon yang memiliki tajuk besar mulai
lapisan tengah sampai lapisan atas pohon. Biasanya pohon tersebut
merupakan pohon dominan dengan ketinggian lebih dari 34 meter (Ladjar
1995 dalam Sutrisno 2001).
4. Perilaku sosial
Beberapa perilaku sosial owa jawa adalah vocalization (bersuara), playing
(bermain), dan grooming (berkutu-kutuan). Perilaku bersuara owa jawa
ditunjukan dengan suara nyanyian sebelum memulai aktivitas pada pagi hari
untuk memberitahukan keberadaan dan tanda pada keluarga owa jawa lainnya
bahwa daerah tersebut merupakan daerah terirorialnya. Terdapat empat jenis
suara yaitu suara betina untuk menandakan teritorialnya, suara jantan saat
berjumpa dengan kelompok lain, suara yang dikeluarkan bersama antar
keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda
bahaya (Supriatna & Wahyono 2000). Perilaku main ditunjukan oleh individu
muda sebagai bagian dari aktivitas hariannya (Ladjar 1995 dalam Sutrisno
2001). Menurut DeVore dan Eimerl (1987) dalam Sutrisno (2001), perilaku
berkutu-kutuan merupakan suatu sarana yang sangat berguna untuk menjalin
hubungan sosial antara anggota kelompok dan tujuan lainnya.
2.3 Aktivitas Harian
Owa jawa lebih bersifat arboreal dan jarang turun ke tanah. pergerakan dari
pohon satu ke pohon lain dilakukan dengan bergelayutan (brankiasi). Owa jawa
antar pohon berdekatan. Habitat yang sesuai bagi owa jawa adalah hutan dengan
tajuk relatif tertutup dan tajuk pohon tersebut punya cabang horizontal. Faktor
manusia dapat menjadi pembatas habitat owa jawa, aktivitas ini seperti adanya
jalan (pembuatan jalan) (Ladjar 2002).
Daerah jelajah owa jawa berkisar 16 - 17 ha dan wilayah jelajah harian
mencapai 1500 m (Supriatna & Wahyono 2000). Owa jawa aktif pada siang hari
(diurnal) dan siang hari digunakan untuk beristirahat dan mencari kutu. Malam
hari owa jawa tidur pada percabangan pohon. Menurut Purwanto (1992), aktivitas
harian owa jawa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mempunyai suatu pola
penggunaan waktu. Aktivitas hariannya dimulai dengan mengeluarkan suara yang
menandai awal dimulainya aktivitas harian dan berakhir saat owa jawa melakukan
istirahat panjang atau tidur. Ditambahkan oleh Sinaga (2003), owa jawa aktif
mulai pukul 05.30 - 17.30 WIB yang ditandai dengan mencapai pohon tidurnya
untuk beristirahat.
Aktivitas owa jawa dalam mencari makan dilakukan pada pagi hari dan
setelah istirahat di siang hari sampai menjelang sore hari. Owa jawa merupakan
satwa frugivorus yang memakan buah-buahan masak, kaya akan gula dan banyak
mengandung air. Karena bersifat monogami dan teritorial, maka owa jawa selalu
bergerak bersama dengan kelompoknya dalam mencari makan dan dipimpin oleh
betina dewasa (Sinaga 2003). Menurut Kappeler (1981) dalam Oktaviani (2009),
saat melakukan aktivitas makan, owa jawa akan berdiam pada satu tempat dengan
berbagai posisi seperti duduk, bergantung, dan berdiri dengan satu atau dua
tungkainya bebas untuk mengambil makanan.
Aktivitas bergerak owa jawa merupakan aktivitas yang dilakukan sepanjang
hari. Menurut Arief (1998), bentuk perpindahan atau pergerakan owa jawa adalah
dengan cara berayun di cabang pohon menggunakan kedua tangannya
(branchiation). Menurut Sinaga (2003), melalui brankiasi owa jawa dapat berayun
hingga sejauh 3 m dalam sekali ayun, dan mampu meloncat sejauh 9 m dari satu
cabang ke cabang lainnya. Pergerakan secara berayun ini dilakukan hampir 90%
dan owa jawa jarang bergerak dengan menggunakan telapak kaki. Sutrisno (2001)
menyatakan bahwa waktu istirahat owa jawa adalah ketika owa jawa tidak
Pemilihan tajuk bertujuan sebagai strategi untuk mengurangi tindakan
pemangsaan oleh predator.
2.4 Organisasi Sosial
Owa jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami dan teritori
(Tabel 1). Selain kedua induk, terdapat 1 - 2 individu yang belum mandiri
(Supriyatna dan Wahyono 2000). Owa jawa yang kehilangan pasangannya tidak
akan mencari pasangan lain sampai mati, sehingga dapat mempercepat penurunan
populasi. Owa jawa dapat hidup hingga 35 tahun dengan masa hamil owa jawa
antara 197 - 210 hari (Supriatna & Wahyono 2000).
Tabel 1 Keuntungan dan kerugian sistem hidup monogami dan mempertahankan teritori
sumber : Rowe (1999) 2.5 Aktivitas Sosial
2.5.1 Sesama kelompok
Menurut Sutrisno (2001), bentuk aktivitas sosial yang ditunjukan owa jawa :
1. Berkutu-kutuan (grooming) yang bisanya dilakukan oleh individu jantan
dewasa, betina dewasa, dan individu muda.
2. Bersuara (vocalization) yang biasanya dilakukan oleh individu betina dewasa
dalam morning call, jantan dewasa dan muda dalam alarm call dan
conditional call, serta bermain yang biasanya dilakukan oleh individu muda
dan bayi.
Aktivitas berkutu-kutuan dan bersuara tidak dilakukan setiap hari namun
pada waktu-waktu tertentu saja. Aktivitas berkutu-kutuan dilakukan pada saat
kelompok owa jawa melakukan aktivitas istirahat bersama, baik pagi maupun
siang hari. Pada individu bayi terlihat aktivitas sosial seperti pergerakan berayun
dari individu betina dewasa bergerak ke arah individu jantan yang sedang istirahat
dan dilakukan berulang-ulang (Sutrisno 2001).
Keuntungan Kerugian
1. Mengurangi aktivitas reproduksi yang tidak diperlukan
2. Meningkatkan perlindungan bagi anak-anak yang masih kecil
3. Mengurangi gangguan dan kompetensi
dengan kelompok lain
4. Meningkatkan efisiensi dalam menemukan sumber pakan
5. Mengurangi kompetensi dalam perkawinan
1. Tidak fleksibel dalam penggunaan ruang
2. Perbandingan jenis kelamin tidak
beragam sehingga menyebabkan
berkurangnya keberhasilan reproduksi 3. Kecilnya ukuran kelompok mengurangi
kemampuan berkompetensi dengan
2.5.2 Antar kelompok
Aktivitas sosial antar kelompok antara lain berupa aktivitas bersuara
(vocalization) yang dilakukan dengan tujuan agar kelompok owa jawa lain
mengetahui wilayah teritori kelompok owa jawa tersebut. Aktivitas bersuara oleh
kelompok owa jawa dilakukan pada pagi hari untuk menandakan wilayah
teritorinya, sehingga tidak terjadi overlapping aktivitas hariannya (Sutrisno 2001).
2.5.3 Kelompok dengan satwa lain
Aktivitas bersuara juga ditunjukan kepada kelompok satwa lain selain owa
jawa, yaitu pada kondisi dimana pada saat aktivitas makan terjadi ada kelompok
satwa lain seperti burung rangkong, lutung, dan monyet ekor panjang masuk ke
dalam wilayah teritorinya, sehingga kemungkinan alarm call dapat terjadi.
Sehingga terjadi persaingan dengan kelompok satwa lain dalam hal ketersedian
sumber pakan yang ada. Semakin melimpah persedian sumber pakan maka
persaingan tersebut semakin kecil terjadi, sebaliknya jika ketersediaan pakan
sedikit maka makin besar tingkat persaingan mendapatkan sumber pakan
(Sutrisno 2001).
2.6 Perilaku Menelisik
Menelisik (grooming) adalah kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau
parasit dari permukaan kulit dan rambut. Menelisik dapat dilakukan sendiri
(autogrooming) atau berpasangan (allogrooming). Allogrooming dilakukan
minimal oleh dua individu yang punya peran berbeda. Peran tersebut yaitu sebagai
pelaku selisik (groomer) dan penerima selisik (groomee). Perilaku menelisik
biasanya dilakukan sepanjang hari dengan peningkatan aktivitas pada saat selesai
makan dan istirahat (Putera 1997). Berdasarkan penelitian, primata melakukan
selisik menggunakan mulut, tangan, kakinya untuk menarik, menyibak, dan
menyisir kotoran atau parasit di permukaan tubuhnya (Nugraha 2006).
Menelisik memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi sosial.
Bagi primata menelisik merupakan bentuk komunikasi yaitu komunikasi dengan
sentuhan (Napier & Napier 1985). Biasanya betina lebih sering melakukan
autogrooming karena betina lebih banyak beraktivitas seperti makan, bergerak,
mengasuh bayi, alarm call, dan koalisi yang lebih tinggi dari jantan sehingga
peran sebagai pelaku dan penerima selisik, peran tersebut dapat berubah setiap
saat dan dapat ditukar. Betina biasanya lebih sering menelisik anaknya karena
hubungan kekerabatan yang kuat antara ibu dan anak. Ikatan sosial yang kuat
antara betina meningkatkan frekuensi selisik (Cooper dan Bernstein 2000 dalam
Nugraha 2006).
Mori (1975) dalam Nugraha (2006), menyebutkan bahwa dewasa lebih
banyak melakukan perilaku menelisik daripada anak karena anak lebih suka
bermain. Aktivitas sosial owa jawa seperti menelisik sering dijumpai pada pagi
hari yaitu mulai pukul 07.00 - 14.00 WIB (Iskandar 2007), sedangkan menurut
Sutrisno (2001) perilaku menelisik terjadi antara pukul 05.00 - 06.00 WIB atau
06.00 - 07.00 WIB.
2.7 Status Konservasi
Owa jawa telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi sejak tahun 1931
melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266, yang kemudian diperkuat
dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni
1991 No. 301/Kpts-II/1991 (Supriatna & Wahyono 2000). Owa jawa dilindungi
menurut PP No.7 Tahun 1999. Menurut IUCN (International Union Conservation
of Nature) owa jawa termasuk kategori Terancam Punah (Endangered)pada tahun
1994 dan berubah menjadi Genting (Critically Endangered) pada tahun 2000.
Sedangkan menurut CITES (The Convention on International Trade in
Endangered Spesies), owa jawa termasuk Appendix I CITES. Populasi yang terus
menurun disebabkan oleh beberapa kerusakan yang banyak disebabkan oleh
manusia, diantaranya adalah kerusakan habitat, penangkapan, dan perdagangan
illegal (SSC 2000 dalam Andayani et al. 2008). Ancaman utama terhadap
populasi owa jawa berasal dari kehilangan habitat dan penangkapan untuk hewan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di wilayah Stasiun Penelitian Cikaniki
sampai Citalahab pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS), Provinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan Lampiran 1). TNGHS terletak di
Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan
Lebak. Saat ini TNGHS tercatat sebagai salah satu taman nasional yang memiliki
ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa.
Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yaitu pada bulan
Juni sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan musim
kemarau. Kegiatan penelitian meliputi pengenalan lapang atau habituasi dengan
kelompok owa jawa dan kondisi habitat owa jawa selama kurang lebih dua
minggu, serta pengamatan dan pengambilan data di lapangan selama kurang lebih
dua bulan.
sumber : Kim et al. (2010) keterangan :
Gambar 2 Lokasi penelitian perilaku owa jawa di TNGHS. Jalur wisata
Wilayah jelajah owa jawa
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian (Tabel 2).
Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Kelompok owa jawa yang dipilih merupakan kelompok owa jawa yang
telah terhabituasi yaitu kelompok A dan B. Terdapat sistem pemberian nama pada
setiap individu dalam satu kelompok untuk memudahkan pengamat. Kelompok A
terdiri dari 5 individu yaitu jantan dewasa (Aris), betina dewasa (Ayu), betina
dewasa (Asri), betina anak (Amran), dan bayi jantan (Amore). Kelompok B terdiri
dari 4 individu yaitu jantan dewasa (Kumis), betina dewasa (Keti), jantan anak
(Kum-kum) dan bayi (Kim-kim). Individu yang diamati adalah individu dewasa
(Aris, Ayu, Asri, Kumis, Keti) dan individu anak (Amran dan Kum-kum),
sedangkan individu bayi (Amore dan Kim-kim) tidak diamati.
3.3 Jenis Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data hasil pengamatan di lapangan, sedangkan data sekunder adalah
data yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan berbagai pihak
terkait. Data primer yang diambil di lapangan adalah :
1. Profil pohon yang digunakan untuk menelisik. Pohon yang diukur adalah
pohon yang sering digunakan owa jawa untuk menelisik (perwakilan pohon
dari kelompok A dan B sebanyak 40 pohon untuk masing-masing kelompok).
2. Jumlah individu dalam dua kelompok owa jawa, jenis kelamin, kelas umur,
dan katakteristik tiap individu owa jawa.
3. Aktivitas harian owa jawa, meliputi : frekuensi aktivitas harian yang
dilakukan owa jawa.
No. Kegunaan Alat dan bahan
1 Pengambilan data perilaku Binokuler, jam tangan(tally sheet) , alat tulis dan buku lapang 2 Pengukuran profil pohon Buku lapang (tally sheet), alat tulis, kompas, phi
band, dan range finder
3 Pengukuran faktor lingkungan Temperature logger dan rain gauge
4 Analisis data Peta kawasan Cikaniki - Citalahab, komputer dan
kalkulator
4. Perilaku menelisik owa jawa, meliputi : tipe selisik (autogrooming dan
allogrooming), waktu selisik, frekuensi selisik, durasi perilaku, bagian tubuh
yang ditelisik, posisi tubuh saat menelisik, jenis pohon telisik, penyebaran
pohon telisik, ketinggian owa jawa dari lantai hutan, arsitektur pohon, strata
tajuk pohon telisik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik.
5. Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu dan curah hujan) saat pengamatan.
Data sekunder yang diambil meliputi kondisi umum lokasi penelitian
(kondisi fisik dan biotik kawasan), lokasi perjumpaan owa jawa, jumlah individu
dalam kelompok owa jawa (kelompok A dan B) dan waktu perjumpaan perilaku
menelisik owa jawa.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui beberapa metode, yaitu metode focal
animal sampling, ad libitum sampling, scan sampling, pengukuran suhu dan curah
hujan. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan mencatat kondisi umum
Taman Nasional Gunung Halimun Salak wilayah Cikaniki dan Citalahab meliputi
kondisi fisik dan biotik kawasan serta mencatat jumlah individu owa jawa pada
kelompok A dan B. Wawancara dilakukan oleh pihak-pihak terkait mengenai
lokasi perjumpaan owa jawa, jumlah individu owa jawa kelompok A dan B dan
waktu perjumpaan perilaku menelisik owa jawa.
3.4.1 Profil pohon yang digunakan untuk perilaku menelisik
Diagram profil pohon ditentukan dengan cara mengukur dan mencatat jenis
pohon, diameter, tinggi bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, lebar tajuk dan
strata tajuk yang dijadikan tempat menelisik. Pohon yang dicatat adalah jenis
pohon terbanyak yang digunakan owa jawa untuk menelisik dari perwakilan
pohon kelompok A dan B. Pohon dipilih sebanyak 40 pohon dari masing-masing
kelompok. Strata tajuk dibagi kedalam 5 kategori yaitu strata A, B, C, D dan E.
Strata A adalah pohon yang memiliki tinggi > 30 m, strata B untuk pohon dengan
tinggi 30-20 m, strata C untuk pohon dengan tinggi 20-10 m, strata D untuk pohon
3.4.2 Pengamatan individu dalam satu kelompok owa jawa
Individu owa jawa yang diamati difokuskan pada kelompok A yang terdiri
dari 5 individu dan kelompok B yang terdiri dari 4 individu. Penelitian dimulai
dengan penyesuian (habituasi), pengenalan kelompok owa jawa dan identifikasi
individu pada masing-masing kelompok tersebut. Habituasi oleh pengamat
terhadap individu kelompok owa jawa dilakukan selama 1 minggu. Kemudian
dilakukan identifikasi dengan mencatat karakteristik individu misalnya dari
bentuk alis, bentuk tubuh, warna rambut, warna muka, kelenjar susu, cacat, dan
lain-lain.
3.4.3 Pengamatan aktivitas harian
Pengamatan aktivitas harian owa jawa menggunakan scan sampling dengan
interval waktu 15 menit. Metode scan sampling adalah pengamatan dengan
mencatat aktivitas individu yang terlibat aktivitas harian pada suatu interval
waktu, scan juga menunjukan banyaknya data aktivitas yang teramati dalam suatu
interval waktu (Altmann 1974). Pengamatan dilakukan setiap hari berdasarkan
waktu aktif owa jawa. Waktu pengamatan dimulai pada pukul 06.00 - 17.30 WIB
saat owa jawa mulai melakukan aktivitasnya (Oktaviani 2009).
3.4.4 Pengamatan perilaku menelisik
Pengamatan perilaku menelisik terhadap individu owa jawa pada kelompok
A dan B dilakukan menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum
sampling. Metode focal animal sampling adalah pengamatan yang fokus mencatat
perilaku dari suatu individu dalam waktu tertentu dan digunakan untuk
mengetahui individu-individu yang terlibat perilaku menelisik. Metode ad libitum
sampling adalah pengamatan dengan pencatatan perilaku menelisik sebanyak
mungkin dari individu kelompok yang teramati. Kedua metode tersebut perlu
digunakan agar data yang dihasilkan lengkap dan terperinci. Pengamatan dimulai
pada pukul 06.00 - 17.30 WIB dan dikhususkan pada pukul 07.00 - 14.00 WIB,
karena pada waktu tersebut banyak terjadi perilaku sosial termasuk perilaku
menelisik (Iskandar 2007).
Setiap perilaku menelisik yang teramati dicatat secara detail meliputi tipe
selisik (autogrooming dan allogrooming), waktu, frekuensi, durasi perilaku,
jenis pohon telisik, penyebaran pohon telisik, ketinggian owa jawa dari lantai
hutan, arsitektur dan strata pohon telisik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku menelisik. Pengamatan dilakukan pada jarak aman sehingga tidak
mengganggu aktivitas harian owa jawa. Jarak pengamat dengan owa jawa
tergantung dari posisi owa jawa sampai jarak pandang tertentu pengamat dapat
melihat aktivitasnya. Pengamat juga menggunakan binokuler untuk memperjelas
perilaku menelisik owa jawa yang teramati.
keterangan :
Gambar 3 Klasifikasi bagian tubuh owa jawa yang menjadi objek selisik.
Pencatatan data perilaku dilakukan secara continous recording, yaitu
mencatat perilaku menelisik yang terjadi secara terus menerus sehingga semua
perilaku dapat tercatat akurat dan memungkinkan pengamat dapat mengukur
frekuensi, durasi aktivitas dan pola aktivitas (Altmann 1974). Aktivitas harian dan
perilaku menelisik owa jawa yang teramati didokumentasikan dengan kamera.
3.4.5 Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu, dan curah hujan)
Data kondisi fisik lingkungan (suhu dan curah hujan) diamati dengan
menggunakan tempetarure logger dan rain gauge. Pengukuran suhu dilakukan
setiap hari pada jam 06.00 WIB. Pengukuran curah hujan dilakukan setelah selesai
turun hujan (keesokan harinya). Sedangkan pengamatan cuaca dilakukan selama
3.5 Analisis Data
1. Analisis grafik dan tabel
Aktivitas harian dan perilaku menelisik ditampilkan dalam beberapa
bentuk presentase (Lampiran 2). Terdapat interval (selang) untuk
memudahkan penyajian presentase dalam tabel maupun gambar yaitu interval
waktu (pagi : 06.00 - 10.59 WIB, siang : 11.00 - 14.59 WIB dan sore hari :
15.00 - 17.00 WIB); selang durasi perilaku per 30 detik; interval ketinggian
owa jawa per 5 m; interval waktu perilaku per 1 jam dan kelas pemakaian
pohon selisik (sangat sering : > 30 pohon, sering : 20 - 30 pohon, cukup
sering : 10 – 20 pohon, jarang : 2-10 pohon, dan hanya sekali : 1 pohon).
Presentase aktivitas harian dan perilaku menelisik disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel. Grafik dan tabel digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara parameter-parameter yang diukur dan diamati, kemudian aktivitas
harian dan perilaku menelisik diinterpretasikan dengan kondisi habitat dan
faktor-faktor alami yang terdapat di jalur pengamatan. Grafik dan tabel
bertujuan untuk menggambarkan proporsi aktivitas harian dan perilaku
menelisik dalam selama pengamatan dilakukan.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif merupakan penguraian dan penjelasan mengenai
parameter-parameter yang diukur dan diamati. Parameter-parameter yang
telah dijelaskan kemudian dihubungkan dengan kondisi habitat sehingga
dapat dianalisis aktivitas harian, perilaku menelisik owa jawa dan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku selisik owa jawa. Sedangkan data
pohon telisik disajikan dengan diagram profil pohon secara vertikal dan
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun pertama kali ditetapkan menjadi salah
satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 Ha
di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Kawasan TNGH
berasal dari kawasan Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 Ha,
sejak tahun 1935. Selanjutnya pada tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan
TNGH resmi dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis
Balai TNGH, Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan (Hadi 2002).
SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003 menetapkan bahwa perubahan
fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi
Terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Hal ini atas dasar kawasan hutan
lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai
kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan berbagai pihak
untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak. Berdasarkan
SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS adalah 113.357 ha dan terletak di
Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan
Lebak (Hadi 2002).
4.2 Kondisi Fisik Kawasan
4.2.1 Letak
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) secara geografis
terletak diantara 106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara
administratif terletak diantara tiga wilayah kabupaten daerah tingkat II, yaitu
kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Kantor Balai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) terletak di kecamatan Kabandungan,
4.2.2 Topografi
Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 - 2.000
mdpl. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan
bergunun. Kemiringan lahan berkisar antara 25% - 44%. Beberapa gunung yang
terdapat di kawasan ini antara lain, G. Salak 1 (2.211 mdpl), G. Salak 2 (2.180
mdpl), G. Sanggabuana (1.920 mdpl), G. Halimun utara (1.929 mdpl), G.
Halimun selatan (1.758 mdpl), G. Kendeng (1.680 mdpl), G. Botol (1.850 mdpl)
dan G. Pangkulahan (1.150 mdpl) (Oktaviani 2009).
4.2.3 Geologi dan tanah
Secara geologis, kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua
yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Pada
kawasan Gunung Salak merupakan gunung berapi strato tipe A, terakhir meletus
tahun 1938, memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama
Kawah Ratu. Jenis tanah di kawasan TNGHS terdiri atas asosiasi adosol coklat
dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat
kemerahan dengan latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan
dan literit air tanah, komplek latosol kemerahan dan litosol, asosiasi latosol coklat
dan regosol kelabu (Oktaviani 2009).
4.2.4 Iklim
Iklim daerah TNGHS dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q
sebesar 24,7%, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan
hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4.000 - 6.000
mm/tahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober - April dan musim kemarau
berlangsung pada bulan Mei - September. Jumlah hari hujan setiap tahun rata-rata
203 hari. Suhu rata-rata harian 20 °C - 30 °C dan kondisi angin dipengaruhi oleh
angin muson yang berubah arah menurut musim. Kelembaban udara rata-rata
sebesar 80% (Putri 2009).
4.2.5 Hidrologi
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di sebelah utara
mengalir tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung, dan Cidurian yang
mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja, dan Cibareno yang bermuara di pantai
Pelabuhan Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur (Putri 2009).
4.3 Kondisi Biotik
4.3.1 Flora
Terdapat lebih dari 1.000 jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan
TNGHS. Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut, ekosistem TNGHS
diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona Colline, pada ketinggian 500 - 1.000
mdpl yang didominasi oleh jenis-jenis rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima
wallichii), saninten (Castanopsis acuminatissima) dan pasang (Quercus
sundaicus); zona Sub Montana berada pada ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl,
didominasi oleh ganitri (Elaeocarpus ganitrus), kileho (Saurauia pendula) dan
kimerak (Weinmania blumei). Pada zona Montana pada ketinggian 1.500 - 2.211
mdpl, didominasi oleh jamuju (Dacriocarpus imbricatus), kiputri (Podocarpus
nerifolia) dan kibima (Podocarpus imbricatus). Tercatat 258 jenis anggrek, 12
jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman pangan, hias dan tanaman obat
seperti kantung semar (Nepenthes sp.) dan palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang
merupakan jenis tumbuhan unik dan langka. Khusus di sekitar puncak Gunung
Salak juga terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut (Putri 2009).
4.3.2 Fauna
Mamalia primata yang terdapat di dalamnya antara lain adalah owa jawa
(Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus)
dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara
lain kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus) dan babi hutan (Sus
scrofa). Sedangkan untuk satwa karnivora yang ada antara lain macan tutul
(Panthera pardus) dan kucing hutan (Felis bengalensis). Saat ini di TNGHS juga
tercatat 244 jenis burung di kawasan ini dan 32 diantaranya adalah endemik pulau
Jawa, seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), ciung-mungkal jawa (Cochoa
azurea), celepuk jawa (Otus angelinae), luntur gunung (Harpactes reinwardtii)
dan rangkong badak (Bucheros rhinoceros) yang merupakan jenis langka dan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Kelompok owa jawa di TNGHS
Kelompok owa jawa yang berada di Resort Cikaniki sampai Citalahab
sebanyak ± 7 kelompok yaitu kelompok A, B, C, D, E, O dan S. Kelompok owa
jawa yang diteliti adalah kelompok A dan B karena kelompok ini mudah dijumpai
dan wilayah jelajahnya dilewati oleh jalur yang biasa digunakan untuk jalur wisata
(Gambar 4 dan Lampiran 1).
sumber : Ham (2011) keterangan :
: Jalur wisata
: Wilayah jelajah owa jawa kelompok owa jawa yang diamati
Gambar 4 Peta wilayah penelitian perilaku owa jawa.
Kelompok A berada pada wilayah jalur wisata. Wilayah jelajahnya mulai
dari Hm 5 - 17. Sebagian wilayah jelajah kelompok A berbatasan dengan camping
ground dan kebun teh (Gambar 5). Wilayah kelompok B berada pada jalur wisata
mulai dari Hm 17 - 33. Sebagian wilayah jelajah kelompok A berbatasan dengan
Gambar 5 Kondisi habitat di wilayah kelompok A, (a) berbatasan dengan kebun teh dan (b) jalur wisata.
Gambar 6 Kondisi habitat wilayah kelompok B, (a) sungai kecil dan (b) berbatasan dengan sawah warga.
5.1.2 Karakteristik individu owa jawa
5.1.2.1 Kelompok A
Kelompok A terdiri dari 5 individu yaitu induk jantan dewasa (Aris), induk
betina dewasa (Ayu), betina dewasa (Asri), anak (Amran) dan bayi (Amore).
Masing-masing individu memiliki karakteristik tubuh yang berbeda sehingga
mudah untuk dikenali (Tabel 3). Karakteristik utama dari jantan dan betina adalah
terdapatnya buah zakar (jantan) dan puting susu (betina). Sedangkan untuk bayi (0
- 10 bulan) jenis kelaminya belum dapat dibedakan (Gambar 7).
a b
Tabel 3 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A
No. Nama Jenis
Kelamin Kelas Umur Karakteristik
1 Aris Jantan Dewasa
(> 6 tahun)
Warna rambut abu-abu gelap, ukuran tubuh lebih besar, rambut tebal dan rapih, ada buah zakar, dan otot lengan besar.
2 Ayu Betina Dewasa
(> 6 tahun)
Ukuran tubuh sama dengan Aris, rambut tebal dan berantakan, puting susu besar, otot besar, perut menggelambir, dan menggendong bayi.
3 Asri Betina Dewasa
(> 6 tahun)
Ukuran tubuh ≤ Aris dan Ayu, warna rambut lebih terang, bulu tebal dan rapi, ada puting susu, otot lengan agak besar, dan perut besar.
4 Amran Betina Anak-anak
(2 - 4 tahun)
Ukuran tubuh lebih kecil dari Asri, rambut tidak terlalu tebal, halus dan rapi, puting susu kecil, dan muka kecil berwarna hitam pekat.
5 Amore Jantan Bayi
(0 - 2 tahun)
Bayi dengan ukuran paling kecil dari individu lain, rambut pendek, tipis, halus, belum terlihat otot, dan berumur ≥ 7 bulan (tidak diamati).
Gambar 7 Individu owa jawa kelompok A, (a) Aris, (b) Ayu dan Amore, (c) Asri, dan (d) Amran.
c d
a b
5.1.2.2 Kelompok B
Kelompok B terdiri dari 4 individu yaitu induk jantan dewasa (Kumis),
induk betina dewasa (Keti), anak jantan (Kum-kum), dan bayi (Kim-kim). Ukuran
kelompok B lebih kecil dari kelompok A tetapi pergerakannya sangat luas, selalu
bergerak dari satu pohon ke pohon lain dan jarang berdiam lama pada satu pohon
(Gambar 8). Perbedaan karakteristik tubuh dapat jelas terlihat karena tidak banyak
terdapat kesamaan dalam hal tingkat umur dan jenis kelamin, hanya ukuran tubuh
jantan dan betina dewasa cenderung sama (Tabel 4).
Tabel 4 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B
No. Nama Jenis
Kelamin Kelas Umur Karakteristik
1 Kumis Jantan Dewasa
(> 6 tahun)
Ukuran tubuh sangat besar (melebihi Aris), rambut tebal dan rapi, otot lengan besar, warna rambut gelap, muka besar, rambut muka tebal, dan ada buah zakar. (tidak pudar), otot belum besar, dan buah zakar kecil.
4
Kim-Gambar 8 Individu owa jawa kelompok B, (a) Kumis, (b) Keti dan Kim-kim, dan (c) Kum-kum.
5.1.3 Aktivitas harian owa jawa
Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 11
jam. Owa jawa memulai aktivitas harian mulai pukul 06.20 - 17.25 WIB yang
ditandai dengan aktivitas bergerak dari pohon tidurnya menuju pohon pakan dan
mengakhirinya dengan bergerak menuju pohon tidurnya (Tabel 5).
Tabel 5 Waktu aktif aktivitas harian owa jawa
No Kelompok Waktu Aktif Keterangan
1 A 06.20 - 16.35 WIB Pengamatan dilakukan pukul
06.00 sampai owa jawa
memasuki pohon tidur.
2 B 06.50 - 17.25 WIB
Berdasarkan pengamatan, kelompok owa jawa A dan B memiliki presentase
makan sebesar 40,2% dan 30,6%, serta presentase duduk sebesar 28,7% dan
24,4%. Kedua aktivitas tersebut adalah aktivitas dominan yang dilakukan owa
jawa pada waktu aktifnya (Gambar 6).
Tabel 6 Aktivitas harian kelompok A dan B
No. Perilaku Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam 4 aktivitas utama,
yaitu makan (makan atau minum), istirahat (duduk, bergantung, tiduran, dan
berjemur), bergerak (meloncat, memanjat, dan berjalan) dan sosial (bermain,
garuk, dan allogrooming) (Lampiran 3). Aktivitas makan merupakan aktivitas
dominan yang dilakukan individu jantan dan betina sepanjang hari dengan
presentase aktivitas sebesar 34,0% dan 38,0%. Sedangkan aktivitas tidak terlihat
Makan
betina (Gambar 9). Aktivitas tidak terlihat terjadi saat aktivitas individu owa jawa
tidak dapat teramati (owa jawa terpisah dari kelompoknya).
Gambar 9 Aktivitas harian owa jawa jantan dan betina.
Pada individu dewasa dan anak, aktivitas makan juga merupakan aktivitas
dominan yang dilakukan sepanjang hari dengan presentase aktivitas yang sama
sebesar 36,0%. Presentase aktivitas harian individu dewasa dengan nilai terkecil
adalah aktivitas tidak terlihat sebesar 3,0%. Pada individu anak tidak dijumpai
aktivitas tidak terlihat. Hal ini berarti bahwa aktivitas harian individu anak selalu
teramati oleh pengamat (Gambar 10).
Gambar 10 Aktivitas harian individu dewasa dan anak.
Setiap individu memiliki pola aktivitas harian yang berbeda. Kelompok A
memulai aktivitas hariannya dengan aktivitas makan, sedangkan kelompok B
dengan aktivitas istirahat pada pukul 06.00 WIB. Aktivitas dominan individu
jantan pada pagi hari dan siang hari adalah makan sebesar 41,7% dan 31,3%, pada