• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik, Perilaku Dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin Di Propinsi Bengkulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik, Perilaku Dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin Di Propinsi Bengkulu"

Copied!
475
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK, PERILAKU DAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN RUMAHTANGGA PETANI

MISKIN DI PROVINSI BENGKULU

BAHRIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI

DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2008

B a h r i n

(3)

ABSTRACT

BAHRIN. 2008.

Characteristic, Behavior and the Fulfillment of Household’s Poor Farmers Needs in Bengkulu Province, Supervised by BASITA GINTING SUGIHEN, PANG S. ASNGARI and DJOKO SUSANTO.

One of the major and root causes of poverty among the poor farmers is related to their unproductive behaviors. Those kind of behavior exist caused by some factors, especially related to their characteristics. The study objectives are: (1) To describe and to analyse distribution of the poor farmers according to their characteristics; ( 2) To describe and to analyse distribution of the poor farmers to work on farm and to manage the yield to fulfill various household needs and in making social interaction; (3) To describe and to analyse distribution of the poor farmers to fulfill their household needs; (4) To analyse the relationship between behavior of the family characteristics and fulfillment of poor farmer household needs; (5) To formulate an action strategic to reinforce the poor farmers capacity in order to achieve better quality of life. The important study results show that: (1) Most of the poor farmers have characteristics: low level of formal and non formal education, low level of information access, and low level market and financial capital; (2) Most of the poor farmers work on farm in good categories, but low level in managing of their yield to fulfill various household needs and in making social interaction; (3) Most of the poor farmers fulfill their household needs in acceptable categorys, but low level in their housing and job opportunities outside agricultural work; (4) Poor farmers behavior inmanaging their lives affected by: age, formal education, non formal education, information access, motivation, group access, culture value orientation, market access, capital access and the width of landownership; (5) The strategic approach to empower poor farmers in this particular areas is changing their which based on behavior K3RIV ( hard working, smart work, creative, responsive, innovative and vision) in learning process by non formal education though participative approach, planned, continual and handled professionally.

(4)

RINGKASAN

BAHRIN. 2008. Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu. Di bawah Bimbingan BASITA GINTING SUGIHEN, PANG S. ASNGARI, dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu akar penyebab terjadi dan sulit bangkitnya keluarga miskin dari lilitan kemiskinannya adalah karena prilakunya yang tidak produktif. Tidak produktifnya prilaku rumahtangga petani miskin dalam melangsungkan kehidupannya dipengaruhi oleh banyak faktor atau karakteristik, baik sosial, budaya maupun ekonomi.

Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumah-tangga petani miskin dilihat dari sejumlah karakteristik, (2) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin di lihat dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan melakukan interaksi sosial, (3) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari pemenuhan kebutuhan rumahtangga, (4) Menganalisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin, dan (5) Merumuskan suatu strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas rumahtangga petani miskin.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kepahiang di Provinsi Bengkulu. Masing-masing Kabupaten dipilih dua kecamatan dan dua desa, dan dari delapan desa terpilih diperoleh sampel (contoh) sebanyak 240 Kepala Rumahtangga petani miskin. Penentuan lokasi dan responden dilakukan secara acak sederhana. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara. Data dianalisis dengan: (1) Analisis statistika deskriptif, (2) Analisis korelasi , dan (3) Analisis regresi berganda.

(5)

K3RIV (kerja keras, kerja cerdas, kreatif, responsif, inovatif dan visi masa depan) yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran secara partisipatif, terencana, berkesinambungan dan ditangani secara profesional.

Pemimpin formal dan informal lokal (desa) hendaknya dapat mengambil peran lebih aktif dalam menggerakkan kelembagaan sosial yang ada di tingkat desa untuk ikut ambil bagian dalam memberdayakan keluarga miskin. Pemerintah Daerah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluh serta pembentukan dan penataan kelembagaan penyuluhan sampai ke tingkat desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KARAKTERISTIK, PERILAKU DAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN RUMAHTANGGA PETANI

MISKIN DI PROVINSI BENGKULU

BAHRIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu Nama Mahasiswa : Drs. Bahrin, M.Si

NRP : P061030051

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA. Ketua

Prof. Dr. Pang S. Asngari Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Penyuluhan Pembangunan

(9)

PRAKATA

Alhamdulillah atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga naskah disertasi

yang berjudul ”Karakteristik Sosiodemografi, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan

Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu” ini dapat diselesaikan.

Selesainya tulisan ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari

ber-bagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini pertama-tama penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen,

MA. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM.

dan Prof. Dr. Pang S Asngari selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak mencurahkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada

penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Robert

M.Z. Lawang dan Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. yang berkenan bertindak

sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.

Di samping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Siti

Amanah, M.Sc. selaku Koordinator Mayor Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan (PPN) yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk

menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu Bapak Dr. Khairil, M.Pd. atas

perhatian dan dukungannya kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor terutama dari Program Studi Ilmu

Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam

penulisan naskah disertasi ini, terutama kepada Dr. Bustang, Dr. Herman Subagio,

Dr. Abdul Farid, Dr. Sunaryadi dan Ir. Miswar Budi Mulya, M.Si. Semoga Allah

SWT memberikan imbalan pahala atas semua perbuatan baik tersebut.

Ucapan terima kasih juga kepada ke dua orang tua Ayahenda Wahim dan

Ibunda Zubaidah. Demikian pula istri dan anak-anak saya, yakni: Rodiatul Azla,

S.Pd., Alfin Ardiansya, Putri Oktarina Sari, Faturahman Asidiqi dan Rahmawati

Meilarini yang telah lama menantikan penyelesaian studi penulis.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih membutuhkan

(10)

Akhirnya, semoga semua usaha kita menuju kebaikan selalu dituntun dan diridhoi

oleh Allah SWT.

Bogor, September 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Taba, Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu pada tanggal 04 Desember 1963 sebagai anak keempat dari pasangan Ayahanda Wahim dan Ibunda Zubaidah. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1993 penulis memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata 2 (S2) pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pem-bangunan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2003 penulis kembali memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... iii

RINGKASAN ... iv

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 4

Tujuan Pernelitian ... 7

Kegunaan Penelitian ... 7

Definisi Istilah ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 12

Petani ... 12

Perilaku ... 13

Karakteristik Rumahtangga Petani ... 23

Pandangan tentang Kemiskinan ... 45

Teori Kemiskinan... 51

Pengertian Kemiskinan ... 52

Dimensi Kemiskinan... 60

Faktor Penyebab Kemiskinan ... 68

Ciri dan Ukuran Kemiskinan ... 70

Pemenuhan Kebutuhan Dasar ... 74

Strategi Penanggulangan Kemiskinan ... 78

Konsep Pemberdayaan ... 80

Tujuan Pemberdayaan ... 82

Desa dan Kemiskinan ... 83

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 89

Kerangka Berpikir ... 89

(13)

Halaman

METODE PENELITIAN ... 98

Desain Penelitian ... 98

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 98

Populasi dan Sampel ... 100

Data dan Instrumentasi ... 102

Pengukuran Variabel Penelitian ... 109

Analisis Data ... 115

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 117

Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 117

Karakteristik Rumahtangga Petani Miskin ... 125

Perilaku Rumahtangga Petani Miskin ... 143

Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga ... 151

Jenis Kemiskinan ... 161

Karakteristik dan Perilaku Rumahtangga Petani Miskin ... 164

Karakteristik dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin ... 185

Strategi Pemberdayaan Rumahtangga Petani Miskin ... 189

KESIMPULAN DAN SARAN ... 208

Kesimpulan ... 208

Saran ... 209

DAFTAR PUSTAKA ... 211

LAMPIRAN ... 220

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Ciri-ciri utama kepribadian seseorang ... 21

2 Nilai-nilai dasar kemajuan dan terbelakang... 31

3 Pengkategorian Miskin dan Kaya ... 55

4 Karakteristik tradisional, transisi dan modern ... 83

5 Jumlah Rumahtangga Miskin Sebagai Populasi Penelitian ... 101

6 Lokasi dan Jumlah Sampel Penelitian ... 102

7 Koefisien validitas instrumen penelitian ... 107

8 Peubah, Sub Peubah, Indicator dan Parameter Penelitian ... 110

9 Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Seluma Stahun 2007 .. 118

10 Luas lahan sawah (Ha) menurut jenisnya di Kabupaten Seluma .... 119

11 Luas panen dan jumlah produksi padi di Kabupaten Seluma tahun 2005-2006 ... 120

12 Luas panen, produksi dan rata-rata produksi per Ha tanaman palawija di Kabupaten Seluma tahun 2006 ... 121

13 Jumlah, kepadatan penduduk, dan penduduk miskin per kecamatan di Kabupaten Seluma tahun 2007 ... 122

14 Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Kapahiang Tahun 2007 123 15 Luas dan keadaan tanaman serta produksi empat komoditas utama perkebunan rajyat di Kabupaten Kepahiang tahun 2006 ... 124

16 Luas panen dan produksi sayur-sayuran di Kabupaten Kepahiang 124 17 Jumlah, kepadatan penduduk dan penduduk miskin per kecamatan di Kabupaten Kepahiang tahun 2007 ... 125

18 Karakteristik Internal Rumahtangga Petani Miskin ... 126

19 Karakteristik Eksternal Rumahtangga Petani Miskin ... 132

20 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik internal dan eksternal . 140 21 Perilaku Rumahtangga Petani Miskin Dalam Melangsungkan Kehidupannya ... 144

22 Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin ... 151

23 Jumlah keluarga miskin menurut kondisi rumah ... 153

24 Pemenuhan hak memperoleh pendidikan bagi anggota rumah- tangga petani miskin ... 154

25 Tingkat kematian balita dan tempat berobat bagi anggota rumah tangga petani miskin ... 155

26 Pemilikan dan penguasaan lahan rumahtangga petani miskin ... 158

27 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik dengan perilaku rumahtangga petani miskin ... 166

28 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku bekerja sebagai peubah tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 167

(15)

30 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku bekerja sebagai peubah tak

bebas di dua lokasi penelitian ... 171 31 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin

sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai

peubah tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 172

32 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai

peubah tak bebas di Kabupaten Seluma ... 173 33 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin

sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai

peubah tak bebas di dua lokasi penelitian ... 174 34 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin

sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah

tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 175 35 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin

sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah

tak bebas di Kabupaten Seluma ... 176 36 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin

sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah

tak bebas di dua lokasi penelitian ... 177 37 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik dengan tingkat

pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin ... 187 38 Karakteristik yang dominan berpengaruh terhadap perilaku petani

miskin dalam melangsungkan kehidupannya .di Kabupaten

Kepahiang... 191

39 Strategi pelaksanaan penyuluhan untuk pemberdayaan petani

miskin di Kabupaten Kepahiang ... 197 40 Karakteristik yang dominan berpengaruh terhadap perilaku petani

miskin dalam melangsungkan kehidupannya di Kabupaten

Seluma... 199 41 Strategi pelaksanaan penyuluhan untuk pemberdayaan petani

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka berpikir penelitian ... 94

2 Kerangka analisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan

Pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin.. ... 97

3 Bagan lokasi penelitian ... 100

4 Hasil analisis korelasi antara karakteristik dengan perilaku rumahtangga

petani miskin .. ... 165

5 Hasil analisis korelasi antar peubah di Kabupaten Kepahiang ... 194

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Wilayah Provinsi Bengkulu ... 220

2 Hasil Uji Beda ... 222

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan

pemba-ngunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia.

Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000,

pengu-rangan kemiskinan dan kelaparan ditempatkan sebagai tujuan pertama

pemba-ngunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Hal itu didasari

atas kenyataan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang krusial dan

berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara. Berbagai dampak tersebut antara lain; munculnya generasi yang tidak

berkualitas (lost of generations) yang mempunyai kemampuan bersaing rendah,

gizi buruk, meningkatnya kriminalitas, derajat kesehatan rendah serta rentan

terhadap berbagai penyakit.

Pemerintah telah berusaha terusmenerus menanggulangi kemiskinan sejak

Pelita pertama. Dalam kurun waktu antara tahun 1976 sampai tahun 1996 sudah

terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara bertahap. Tahun 1976 jumlah

penduduk miskin mencapai 54,2 juta (40,01 %) terus mengalami penurunan

menjadi 22,5 juta atau (11,30 %) pada tahun 1996. Namun seiring dengan

terjadinya krisis ekonomi yang mulai melanda Indonesia tahun 1997, jumlah

penduiduk miskin kembali meningkat dan mencapai angka tertinggi pada tahun

1998 yakni sebesar 49,5 juta jiwa (24,20 %). Dengan semakin membaiknya

kondisi perekonomian Bangsa Indonesia, maka jumlah penduduk miskin secara

perlahan kembali mengalami penurunan menjadi 35,1 juta (15,97 %) pada tahun

2005 dan tahun 2006 kembali meningkat menjadi 39,05 juta (17,75 %). Tahun

2007 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 37,17 juta atau

sekitar (16,58 %) dari total jumlah penduduk (Bappenas, 2007). Dari jumlah

tersebut (63, 41 %) bertempat tinggal di pedesaan dan (36,59 %) di perkotaan.

Data BPS menyebutkan bahwa penduduk miskin per Maret 2008 berjumlah 34,96

juta jiwa (15,42 %) dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan terjadinya kenaikan

(19)

Berdasarkan data jumlah penduduk miskin di atas, menunjukkan bahwa

berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini belum

optimal dan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan kajian dan penelitian

guna menemukan substansi yang mengakar mengenai kemiskinan tersebut,

sehingga upaya penanggulangannya dapat dilakukan secara tepat ke sumber

masalah yang sesungguhnya. Dengan demikian, maka upaya pemberdayaan

penduduk miskin dapat lebih efektif dan berkesinambungan.

Secara umum pada hakekatnya setiap orang menginginkan suatu tingkat

kehidupan yang layak, baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Namun karena

berbagai faktor baik internal (individual) maupun eksternal (lingkungan sosial dan

alam) telah menyebabkan sebagian individu atau keluarga tidak atau belum dapat

mencapai suatu tingkat kehidupan yang layak tersebut.

Mengacu kepada teori Tabularasa (Idris, 1982) bahwa semua manusia

dilahirkan sama seperti lilin yang putih bersih. Tidak seorangpun yang dilahirkan

membawa harta benda. Setiap individu mempunyai potensi tertentu termasuk

individu atau rumahtangga miskin. Orang atau keluarga miskin bukanlah sosok

tanpa daya. Sen (1982), pemenang hadiah Nobel Ekonomi menyatakan bahwa

orang miskin bukan karena tidak memiliki sesuatu tetapi karena tidak bisa

melakukan sesuatu. Seringkali mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan

yang membuatnya tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki kondisi

kehidupannya. Misalnya karena ditimpa musibah (kematian, sakit menahun dsb)

menyebabkan mereka terbelenggu hutang dan seringkali terpaksa menjual sawah

atau kebun yang merupakan sumber pendapatan keluarganya. Terjadinya

perbedaan kemampuan dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan mencapai suatu

tingkat kehidupan yang lebih layak pada dasarnya sangat ditentukan oleh perilaku

masingmasing individu yang bersangkutan dalam memanfaatkan setiap peluang

dan potensi yang dimiliki.

Setiap orang berperilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidupnya yang beragam (Susanto, 2006: 8). Perilaku individu mencakup

kese-luruhan tindakan yang dilakukan untuk melangsungkan kehidupannya. Efektivitas

perilaku seseorang dalam merespon setiap perangsang atau stimulus dan

(20)

pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Efektivitas perilaku tersebut pada

akhirnya akan menentukan keberhasilan (produktivitas) individu atau keluarga

yang bersangkutan

Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar yang dilalui sepanjang

hidupnya dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal.

Lewin (Utami, 2006: 21), membuat persamaan dasar perilaku manusia:

B = f { P,S }; B adalah perilaku individu, f berarti fungsi atau disebabkan oleh,

P adalah Persons dan S adalah Situations. Persamaan Lewin ini merumuskan

bahwa perilaku adalah fungsi dari faktor-faktor atau karakteristik yang bersifat

individual dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat individu itu berada.

Mengacu kepada konsep Lewin tersebut, maka cara seseorang bertindak atau

berperilaku tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri melainkan

harus dilihat dalam kaitannya dengan berbagai faktor, baik yang bersifat

individual maupun yang terkait dengan situasi dan kondisi lingkungannya.

Demikian juga halnya dengan perilaku individu atau rumahtangga miskin yang

umumnya kurang produktif harus dilihat keterkaitannya dengan berbagai faktor,

baik sosial, budaya, maupun ekonomi. Perbedaan karakteristik tersebut

menyebabkan perbedaan perilaku individu dalam memanfaatkan potensi dan

peluang, yang selanjutnya berujung pada perbedaan hasil yang dicapai.

Adanya perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan

kemam-puan dalam mengakses dan mememenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan

hidup, seperti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tingkat partisipasi

politik dan sebagainya. Ada yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara

layak dan ada yang tidak. Individu atau rumahtanga yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara layak dan bermartabat menurut ukuran tertentu itulah

yang kita sebut sebagai individu atau rumahtangga miskin.

Beranjak dari pemikiran di atas, guna menelusuri berbagai faktor yang

terkait dan menemukan substansi yang merupakan akar masalah kemiskinan

terutama di daerah pedesaan, maka penelitian ini mengambil tema tentang

“Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani

(21)

Masalah Penelitian

Kemiskinan di pedesaan Jawa umumnya berawal dari sempitnya pemilikan

dan penguasaan lahan, bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan sama

sekali. Hampir 70 persen warga pedesaan di Jawa, khususnya di sekitar Jabotabek

tidak mempunyai tanah sebagai lahan pertanian (Somantri, 2007). Hal ini bertolak

belakang dengan yang terjadi di luar Jawa, khususnya di Provinsi Bengkulu.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa luas pemilikan dan atau

penguasaan lahan setiap keluarga petani rata-rata di atas satu hektar. Kalau

demi-kian mengapa mereka miskin?

Dari perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan memandang bahwa

perubahan perilaku merupakan kunci keberhasilan berbagai program

pem-bangunan termasuk upaya suatu keluarga atau rumahtangga untuk memperbaiki

kondisi kehidupannya sejalan dengan perubahan lingkungan strategis. Perilaku

dalam konteks ini menyangkut keseluruhan tindakan yang merupakan hasil

kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Rendahnya pengetahuan,

sikap dan keterampilan menyebabkan rendahnya kemampuan dan kreativitas

dalam memanfaatkan berbagai potensi dan peluang, selanjutnya berimplikasi pada

rendahnya produktivitas dan tingkat pendapatan dan berujung pada kemiskinan.

Hasil penelitian Papilaya (2006) menemukan bahwa salah satu akar

penyebab kemiskinan adalah kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin;

seperti ketergantungan, apatis, fatalis dan suka berhutang. Temuan ini sejalan

dengan hasil penelitian Mawardi (2005) bahwa perilaku yang buruk merupakan

salah satu penyebab kemiskinan.

Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar dan dipengaruhi oleh

banyak faktor; yakni sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan, baik internal

maupun eksternal. Karakteristik tersebut, seperti; umur, pendidikan formal,

pendidikan non formal, orientasi nilai budaya, motivasi berprestasi, harapan atau

aspirasi, pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan, jumlah dan komposisi

anggota rumahtangga, akses informasi, akses terhadap kelompok atau organisasi,

akses pasar dan akses terhadap sumber modal.

Perbedaan karakteristik tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan

(22)

memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam

interaksi sosial. Perbedaan perilaku dalam bekerja dan berusaha akan

menye-babkan terjadinya perbedaan hasil atau pendapatan yang diperoleh. Selanjutnya

perbedaan dalam mengelola hasil usaha (pendapatan) untuk memenuhi beragam

kebutuhan (konsumsi) akan berimplikasi pada perbedaan tingkat kesejahteraan

rumahtangga. Begitu juga halnya dengan perbedaan perilaku dalam melakukan

hubungan sosial akan berimplikasi terhadap kemampuan dalam mengakses

jaringan dan struktur sosial yang ada bagi kelangsungan hidupnya.

Di samping beberapa karakteristik yang disebutkan di atas, kemampuan

rumahtangga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, juga dipengaruhi oleh

kebijakan dan program fasilitasi yang diperuntukkan bagi mereka, seperti program

bantuan beras (raskin), asuransi kesehatan (askeskin) dan program BLT plus.

Sedangkan kemampuan untuk memperoleh layanan pendidikan dan layanan

kesehatan bagi anggota rumahtangga juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana

layanan publik dasar tersebut di daerah pedesaan. Jauhnya jarak jangkauan ke

sekolah atau ke sarana layanan kesehatan (puskes-mas) seringkali menjadi

hambatan bagi warga desa umumnya dan rumahtangga miskin khususnya untuk

memperoleh layanan dasar tersebut. Begitu juga dengan keterbatasan sarana

layanan listrik menyebabkan sulitnya rumahtangga miskin untuk mengakses

layanan tersebut.

Berbagai kebijakan dan program yang diperuntukkan bagi rumahtangga

miskin seringkali kurang optimal. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya

antara lain; data yang tidak akurat dan minimnya sosialisasi, sehingga banyak

rumahtangga miskin yang tidak tahu, seperti program askeskin, sertifikat untuk

kelurga miskin dan sebagainya. Hal ini akan dapat teratasi jika pemimpin formal

dan informal lokal (desa) mempunyai kepedulian terhadap nasib keluarga miskin

yang ada di wilayah atau lingkungannya. Kepedulian pemimpin formal dan

informal lokal sangat penting paling tidak untuk dua alasan; pertama, memberi

perhatian dan dukungan kepada keluarga miskin untuk berusaha secara optimal

guna memperbaiki kondisi kehidupannya dan kedua, untuk memfasilitasi berbagai

(23)

mem-fasilitasi dan mempermudah kelurga miskin untuk mengakses berbagai program

yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya.

Dengan demikian berbagai faktor (karakteristik), baik internal maupun

eksternal tersebut secara langsung atau tidak langsung ikut menentukan pola

perilaku rumahtangga miskin, baik dalam bekerja (berproduksi), mengelola hasil

usaha untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam

interaksi sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut maka secara umum permasalahan

yang menjadi fokus penelitian ini adalah tentang keterkaitan “ Karakteristik,

perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin di Provinsi

Bengkulu.”

Berdasarkan rumusan masalah secara umum di atas, dirumuskan beberapa

masalah penelitian secara spesifik sebagai berikut:

(1)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari sejumlah

karak-teristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi

ber-prestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan atau

penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota

rumahtangga, kepedulian pemimpin formal dan informal, akses sumber

informasi, akses layanan pendidikan, akses layanan kesehatan, akses layanan

listrik, akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar, akses

sumber modal, dan akses terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan) ?

(2)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari perilakunya

da-lam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk

meme-nuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku interaksi

sosial?

(3)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari tingkat pemenuhan

kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian, air bersih, perumahan, layanan

pendidikan, layanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha,

kebutuhan atas tanah, dan rasa aman)?

(4)Seberapa besar hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan

kebutuhan rumahtangga petani miskin?

(5)Bagaimana strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas

(24)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

karakteristik, perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin di

Provinsi Bengkulu. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:

(1)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin

ditelaah dari sejumlah karakteristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non

formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas

pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan

komposisi anggota keluarga, kepedulian pemimpin formal dan informal,

akses sumber informasi, akses terhadap layanan pendidikan, akses terhadap

sarana layanan kesehatan, akses terhadap sarana layanan listrik, akses terhadap

kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar , akses sumber modal, dan akses

terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan).

(2)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin

dite-laah dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola

hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan

melakukan interaksi sosial.

(3)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin

ditelaah dari tingkat pemenuhan kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian,

air bersih, perumahan, layanan pendidikan, layanan kesehatan, lapangan

pekerjaan dan kesempatan berusaha, kebutuhan atas tanah, dan rasa aman).

(4)Menganalisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan

kebu-tuhan rumahtangga petani miskin.

(5)Merumuskan pilihan strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas

rumahtangga petani miskin di Provinsi Bengkulu

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun

praktis. Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khasanah teoritis dalam

disiplin ilmu penyuluhan pembangunan terutama dalam kaitannya dengan

(25)

pendekatan dalam upaya mengangkat harkat dan martabat petani miskin di

pedesaan agar mereka dapat hidup layak dan bermartabat serta merumuskan suatu

strategi yang dapat digunakan bagi upaya pemberdayaan petani miskin di daerah

pedesaan khususnya di Provinsi Bengkulu. Selain itu juga diharapkan dapat

bermanfaat dalam memperkaya pengembangan metodologi penelitian bagi upaya

pengembangan disiplin ilmu penyuluhan pembangunan khususnya dan disiplin

ilmu sosial umumnya.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

memberi kontribusi untuk:

(1) Merumuskan kebijakan dan program bagi upaya pemberdayaan rumahtangga

petani miskin di perdesaan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

untuk hidup layak dan bermartabat serta dapat menunaikan fungsi-fungsi

sosialnya secara wajar.

(2) Memberi masukan bagi pelaksanaan penelitian lanjutan terutama bagi upaya

penanggulangan kemiskinan dan pembangunan pedesaan sebagai bagian

integral dari pembangunan daerah.

(3) Dapat menghasilkan suatu strategi pemberdayaan yang dapat diaplikasikan

untuk pengembangan kapasitas rumahtangga petani miskin di pedesaan .

Definisi Istilah

Guna keperluan pengukuran dan menghindari kesalahan penafsiran

terhadap beberapa istilah atau variabel dalam penelitian ini, maka berikut ini

diberikan pengertian atau definisi terhadap variabel atau istilah-istilah yang

dipakai, yakni:

(1) Karakteristik rumahtangga petani miskin adalah gambaran ciri-ciri sosial,

budaya dan ekonomi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang

berhubungan atau diduga berhubungan dengan perilaku rumahtangga petani

miskin dalam melangsungkan kehidupannya.

(2) Tingkat pendidikan formal adalah jumlah tahun seseorang mengikuti

(26)

(3) Akses terhadap sumber informasi adalah kemampuan seseorang atau

seke-lompok orang dalam menjangkau dan memanfaatkan sumber informasi baik

melalui media cetak, elektronik maupun para penyuluh atau kontak person

lainnya.

(4) Orientasi nilai budaya adalah sistem nilai sosial yang diinternalisasi dan

dijadikan acuan berprilaku oleh seseorang dalam hidupnya.

(5) Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang

untuk melakukan segala sesuatu secara baik guna mencapai hasil yang

optimal.

(6) Harapan atau aspirasi adalah keinginan, tujuan atau target yang ingin dicapai

pada masa yang akan datang.

(7) Pendapatan rumahtangga adalah keseluruhan penghasilan rumahtangga baik

dari hasil usahatani maupun penghasilan dari luar usahatani yang diukur

dengan satuan uang (rupiah).

(8) Jumlah dan komposisi anggota rumahtangga adalah banyaknya dan susunan

anggota rumahtangga dilihat dari usia produktif dan tidak produktif.

(9) Kepedulian pemimpin formal dan informal adalah tingkat perhatian dan atau

dukungan pemimpin formal dan informal lokal terhadap rumahtangga

miskin baik bersifat material maupun immaterial.

(10) Perilaku adalah keseluruhan proses dan cara bertindak seseorang yang

merupakan hasil kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilannya.

(11) Sarana layanan publik lokal adalah perangkat layanan publik yang disediakan

oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan layanan kepada

masyarakat termasuk keluarga miskin, seperti sekolah, Puskesmas, air bersih,

listrik dan sebagainya.

(12) Akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal adalah peluang

keikutsertaan di dalam berbagai kegiatan atau struktur organisasi sosial lokal

(RT, RW, Kelurahan atau Desa).

(13) Akses pasar adalah kemampuan responden menggunakan peluang pasar

dalam menjual produk hasil usaha dan mendapatkan berbagai kebutuhan

(27)

(14) Akses sumber modal adalah kemampuan dalam mencari dan memperoleh

sumber modal.yang tercermin dari frekuensi dan besarnya pinjaman modal

yang diperoleh dari lembaga keuangan atau bank.

(15) Perilaku bekerja dan berusaha (berproduksi) petani miskin adalah

keseluruhan aktivitas (kerja) yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan

yang sah secara normatif.

(16) Perilaku dalam mengelola hasil usaha (konsumsi) petani miskin adalah

keseluruhan aktivitas yang dilakukan dalam memanfaatkan hasil usaha untuk

memenuhi kebutuhan rumahtangga.

(17) Perilaku interaksi sosial petani miskin adalah keseluruhan aktivitas

komunikasi atau kontak dengan pihak lain dalam sistem sosial

(18) Pemenuhan kebutuhan rumahtangga adalah kemampuan menyediakan atau

mengakses berbagai kebutuhan bagi kelangsungan hidup anggota

rumahtangga yang meliputi: pangan, pakaian, air bersih, perumahan,

pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan berusaha, tanah dan rasa aman

(Bappenas, 2004).

(19) Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidak mampuan responden untuk

mengakses dan atau memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk dapat hidup

secara manusiawi.

(20) Kemiskinan secara sosial budaya-psikologis adalah menunjuk kepada

keku-rangmampuan dan ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok orang

secara sosial dan mental dalam melakukan tindakan dan atau mengakses

jaringan sosial dan struktur sosial dalam masyarakat.

(21) Kemiskinan politik adalah menunjuk kepada kondisi kekurangmampuan

seseorang atau kelompok orang untuk mengakses struktur kekuasaan

termasuk penggunaan hak-hak politik dalam kehidupan berkelompok,

ber-masyarakat dan bernegara.

(22) Luas pemilikan lahan adalah areal hamparan tanah/lahan pertanian yang

dimiliki oleh seorang individu atau rumahtangga, baik berupa lahan sawah

(28)

(23) Luas penguasaan lahan adalah areal hamparan lahan yang diusahakan atau

digarap untuk memperoleh hasil, baik berupa lahan sawah maupun lahan

daratan.

(24) Pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau

memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu, kelompok

atau masyarakat yang lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis

masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki serta menentukan alternatif

pemecahannya dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mempelajari

sumber-sumber acuan yang relevan, artikel dan hasil-hasil penelitian yang terkait

dengan peubah penelitian, yang meliputi: petani, perilaku, karakteristik

sosio-demografi, kemiskinan menurut berbagai sudut pandang, teori kemiskinan,

dimensi kemiskinan, ciri dan ukuran kemiskinan, faktor penyebab kemiskinan,

strategi penanggulangan kemiskinan, konsep pemberdayaan, tujuan

pember-dayaan, desa dan kemiskinan.

Petani

Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun

polikultur dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan

dan atau komoditas perkebunan (Deptan, 2002). Mosher (1987) memberi batasan

bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau hewan

untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan pendapatan.

Dalam pandangan Wolf (1985) petani adalah orang desa yang

bercocok-tanam artinya mereka bercocok bercocok-tanam dan beternak di daerah perdesaan, tidak di

dalam ruangan-ruangan tertutup (greenhouse) di tengah-tengah kota atau dalam

kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Dalam pada itu mereka

bukan farmer atau pengusaha pertanian (agricultural entrepreneur) seperti yang

kita kenal di Amerika Serikat.

Petani (Farm) di Amerika merupakan sebuah perusahaan yang

meng-kombinasikan faktor-faktor produksi yang dibeli di pasar untuk memperoleh laba

dengan jalan menjual hasil produksinya secara menguntungkan di pasar hasil

bumi. Sebaliknya petani pedesaan tidak melakukan usaha dalam arti ekonomi; ia

mengelola sebuah rumahtangga, bukan sebuah perusahaan bisnis.

Dengan demikian secara konseptual pengertian petani tersebut menunjuk

pada suatu bentuk atau bidang pekerjaan memelihara (budidaya) tanaman atau

hewan untuk memperoleh pendapatan atau memenuhi kebutuhan hidup. Jenis

(30)

pangan, hortikultura maupun perkebunan. Begitu juga dengan jenis hewan yang

dipelihara juga beraneka ragam, seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau.

Dilihat dari tempat tinggal. umumnya petani tinggal di daerah perdesaan,

dan juga di daerah-daerah pnggiran kota. Pekerjaan pokok yang dilakukan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah di bidang pertanian, baik

perta-nian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan maupun komuditas

perkebunan. Oleh karena itu, umumnya pekerjaan petani terkait dengan

pengua-saan atau pemanfaatan lahan (tanah).

Petani di perdesaan di Provinsi Bengkulu kebanyakan mengusahakan

tanaman pangan (padi) baik sawah maupun ladang. Namun usaha tani padi

ter-sebut sebagian besar hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan

keluarga bukan untuk dijual. Namun sudah ada diantara petani yang

mengu-sahakan tanaman pangan (padi) sebagian besar untuk dijual khususnya di daerah

transmigrasi. Di samping mengusahakan tanaman pangan, juga mengusahakan

tanaman perkebunan, seperti kopi, karet, kelapa sawit, kakau, dan lada.

Sedangkan memelihara ternak, seperti ayam, sapi, kerbau atau memelihara ikan

umumnya masih merupakan kegiatan sampingan.

Berdasarkan uraian di atas maka secara konseptual dapat diberi batasan

bahwa petani adalah orang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dari kegiatan budidaya atau memelihara komoditas tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, peternakan dan perikanan.

Perilaku

Landasan teori yang mendasari penelitian ini adalah teori Lewin (Utami,

2006) tentang persamaan dasar perilaku manusia: B = f { P,S}; B adalah perilaku

individu, f berarti fungsi atau disebabkan oleh, P adalah persons dan S adalah

Situations. Persamaan Lewin merumuskan bahwa perilaku adalah fungsi dari

faktor-faktor atau karakteristik yang bersifat individual dengan situasi dan

kondisi lingkungan tempat individu itu berada.

Mengacu kepada teori Lewin tersebut, maka cara seseorang bertindak atau

berperilaku tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri melainkan

(31)

individual (internal) maupun yang terkait dengan situasi dan kondisi

ling-kungannya (eksternal). Demikian juga halnya dengan perilaku individu atau

keluarga miskin yang umumnya kurang produktif harus dilihat keterkaitannya

dengan berbagai faktor, baik sosial, budaya, ekonomi maupun demografi (faktor

sosiodemografi).

Berbagai faktor atau karakteristik yang secara teoritis terkait dengan fungsi

pembentukan perilaku individu dalam melangsungkan kehidupannya, seperti:

umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, akses informasi, orientasi nilai

budaya, motivasi berprstasi, akses kelompok atau organisasi, akses pasar, dan

akses terhadap sumber modal.

Pengembangan teori Lewin tersebut diharapkan dapat menjembatani

perpaduan antara teori perilaku individu dan teori struktur sosial. Teori perilaku

individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah

meng-akibatkan lahirnya kemiskinan. Di sisi lain teori struktur sosial melihat bahwa

kondisi miskinlah yang mengakibatkan perilaku tertentu pada setiap individu,

yaitu munculnya sikap individu yang tidak produktif merupakan akibat dari

adaptasi dengan keadaan miskin (Sherraden, 2006).

Menurut Sherraden, teori perilaku individu berkaitan dengan struktur sosial

dengan asumsi dasar bahwa sikap dan tingkah laku tertentu akan menentukan

kedudukan seseorang dalam tatanan ekonomi dan sosial masyarakat. Khaldun

(Lauer, 2003) juga menekankan pengaruh struktur sosial terhadap kepribadian

individu. Perilaku individu adalah produk dari lingkungan sosialnya.

Para sosiobiolog mengakui bahwa kebanyakan aktivitas manusia berasal dari

bentun-bentuk kegiatan belajar tertentu dalam lingkungan sosial dan kultural

tertentu. Meski demikian, mereka berpendapat bahwa perilaku manusia tidak

seluruhnya merupakan hasil belajar, dan bahwa banyak aspeknya dimungkinkan

dengan adanya pengendalian secara biologis (Sanderson, 2003: 53). Tiger dan Fox

(Sanderson, 2003) menyatakan bahwa manusia dilengkapi dengan biogramer:

serangkaian instruksi biologis dasar yang mempengaruhi mereka bertindak

dengan cara tertentu.

Dengan demikian, semakin mempertegas bahwa perilaku individu

(32)

Individu sebagai bagian atau anggota masyarakat menggunakan berbagai cara

untuk beradaptasi dengan lingkungannya, dan bertindak menurut bentuk-bentuk

perilaku sosial yang sudah terpolakan.

Konsep perilaku

Hidup adalah bergerak. Sejak lahir sampai meninggal manusia berperilaku.

Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti seperti orang

berjalan, naik sepeda, mengendarai motor atau mobil (Mar’at dan Kartono, 2005).

Notoadmodjo (Yustina, 2004) mengemukakan bahwa perilaku adalah hal-hal yang

dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang

dapat diamati secara tidak langsung.

Menurut Skinner (Yustina, 2004), perilaku merupakan hasil hubungan

antara perangsang (stimulus) dan respon. Skinner membedakan adanya dua

respon: (1) respondent respones atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan tertentu disebut sebagai “elicting stimuli,” karena

respons yang ditimbulkannya relatif tetap, dan (2) operant responses atau

instru-mental respons, yakni respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh

perangsang tertentu.

Notoatmodjo membedakan perilaku atas dua bentuk : (1) bentuk pasif, yang

terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain,

seperti berpikir, pengetahuan, sikap; dan (2) bentuk aktif, apabila perilaku itu jelas

dapat diobservasi secara langsung. Bentuk pertama disebut juga dengan covert

behaviour, sedangkan yang kedua disebut overt behaviour.

Bloom (Winkel, 1996) membagi perilaku dalam tiga ranah, yaitu kognitif,

afektif dan psikomotor yang kemudian oleh para ahli pendidikan dikembangkan

menjadi hal yang dapat diukur, yaitu pengetahuan, sikap dan praktek atau

tindakan. Bloom mengklasifikasi masing-masing ranah ke dalam beberapa

tingkatan. Ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan, yaitu: (1) pengetahuan, (2)

pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Ranah

afektif terdiri atas lima tingkatan, yaitu: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3)

penilaian, (organisasi), dan (5) pembentukan pola hidup. Ranah psikomotorik

(33)

terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola

gerakan, dan (7) kreatifitas.

Asngari (2001) mengatakan bahwa “untuk mengubah perilaku seseorang

dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya.

Perubahan masing-masing ranah akan saling mempengaruhi.”

Menurut Susanto (Pambudy dan Adhi, 2002), seseorang akan termotivasi

untuk berperilaku tertentu jika kebutuhan itu telah dirasakannya. Masalahnya,

tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu merupakan kebutuhan yang

nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua kebutuhan yang nyata benar-benar

telah dirasakan seseorang. Oleh karena itu penting bagi penyuluh untuk mengubah

kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang

bersangkutan.

Slamet (Agussabti, 2002) mengemukana bahwa orang tidak akan sadar

terhadap kebutuhannya kalau dia belum mampu mengevaluasi kondisi dirinya

sendiri. Oleh karena itu perlu suatu strategi pemberdayaan untuk menyadarkan

orang agar mengevaluasi dirinya sendiri, sehingga dapat mengetahui kemampuan,

kelemahan dan pada akhirnya mampu mengidentifikasi kebutuhannya sendiri.

Menurut Sherraden (2006), ada sejumlah teori yang telah dielaborasi

berkaitan dengan kemiskinan dan kelas sosial. Teori-teori tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu teori yang memfokuskan pada

tingkahlaku individu dan teori yang mengarah pada struktur sosial.

Teori perilaku individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif

telah mengakibatkan lahirnya kemiskinan. Hal ini juga sejalan dengan hasil

penelitian Papilaya (2006) bahwa akar penyebab kemiskinan yang utama adalah

kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin, seperti; hedonis,

ketergan-tungan, suka berhutang, apatis, dan fatalis.

Di sisi lain, teori struktur sosial melihat bahwa kondisi miskinlah yang

mengakibatkan perilaku tertentu pada setiap individu, yaitu munculnya sikap

individu yang tidak produktif merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan

miskin (Sherraden, 2006).

Mencermati dua sudut pandang tersebut, maka miskin atau kayanya

(34)

ajaran agama, masalah bekerja dan berusaha tersebut juga sangat ditekankan.

Pandangan hidup yang diajarkan dalam Iman Katolik dan Kristen Protestan bahwa

bekerja merupakan suatu kewajiban agama. Karena itu, kondisi “ tidak bekerja”

dapat diidentikkan dengan melakukan perbuatan dosa dan tidak bermoral, Tilgh

(Bahrin, 1996).

Dalam Alqur’an juga menekankan kewajiban bagi setiap individu yang

mampu untuk bekerja dan berusaha. Alqur’an menganjurkan beberapa cara dalam

mengentaskan kemiskinan (Shihab, 1996) yaitu: kewajiban setiap individu,

kewajiban orang lain/masyarakat dan kewajiban pemerintah.

Kewajiban bagi setiap individu tercermin dalam kewajiban bekerja dan

berusaha. Bekerja dan berusaha merupakan dasar utama yang menentukan

kecukupan atau kekurangan, miskin atau kaya yang bisa dicapai seseorang. Oleh

karena itu, jalan pertama dan utama yang diajarkan Al-Qur’an untuk pengentasan

kemiskinan adalah bekerja dan berusaha yang diwajibkan bagi setiap individu

yang mampu.

Bekerja dan berusaha saja belumlah cukup bagi setiap individu, keluarga

atau rumahtangga untuk menjamin tingkat kesejahteraan hidup yang layak dan

bermartabat. Karena dalam realitas dapat kita jumpai, ada orang(rumahtangga)

yang mempunyai tingkat pendapatan lebih tinggi namun tingkat kesejahteraannya

tidak lebih baik bahkan lebih buruk dari tetangganya yang tingkat pendapatannya

sedikit lebih rendah. Dalam kaitan ini, maka perilaku dalam mengelola dan

memanfaatkan hasil usaha (pendapatan) dalam memenuhi beragam kebutuhan

rumahtangga (konsumsi) juga sangat menentukan. Perilaku boros, konsumtif dan

hedonis dapat menggiring seseorang atau rumahtangga pada gerbang kemiskinan.

Teori mengenai budaya miskin yang dikemukakan oleh Lewis dan Banfield,

mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada

orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan,

mengekalkan kemiskinan di kalangan mereka dari satu generasi ke generasi

berikutnya (Sherraden, 2006).

Di samping perilaku dalam berproduksi (bekerja dan berusaha) dan

peri-laku konsumsi tersebut, setiap manusia sebagai mahluk sosial tidak bisa lepas dari

(35)

dalam struktur sosialnya. Perilaku dalam hubungan sosial ini juga akan

mempengaruhi kemampuan dalam mengakses jaringan-jaringan sosial bagi upaya

peningkatan kesejahteraan hidupnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Secara umum perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan

ling-kungan. Heriditas (keturunan) merupakan konsepsi dasar atau modal bagi

perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan

untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan antara kedua faktor

tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar.

Green (Robbins, 2001) mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga

faktor pokok: (1) faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor pencetus

timbulnya perilaku, seperti: pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan

dengan motivasi individu untuk berperilaku; (2) faktor-faktor yang mendukung

(enabling factors) yakni faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga

motivasi atau pikiran menjadi kenyataan, termasuk di dalamnya adalah

lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat; dan (3)

faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) yakni faktor yang

merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti keluarga, teman, guru atau

petugas kesehatan.

Robbins ( 2001) mengemukakan bahwa semua perilaku kita dipengaruhi

oleh kepribadian dan pengalaman kita. Ada empat variable yang mendasari

perilaku pada tingkat individual, yaitu karakteristik biografis, kemampuan,

kepribadian dan pembelajaran. Karakteristik biografis menurut Robbins

merupakan karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan,

banyaknya tanggungan dan masa kerja.

Kita semua tidak diciptakan secara sama. Perbedaan itu membawa

kon-sekuensi perbedaan dalam hal kemampuan. Semua orang mempunyai kekuatan

dan kelemahan dalam hal kemampuan yang membuatnya relative unggul atau

(36)

Kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk

menger-jakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Seluruh kemampuan

seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor: kemampuan

intelektual dan kemampuan fisik.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk

men-jalankan kegiatan mental. Tes IQ, misalnya dirancang untuk memastikan

kemampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensi yang paling sering

dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung,

pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif,

visualisasi ruang dan ingatan (Robbins, 2001).

Kemampuan Fisik. Berbeda dengan kemampuan intelektual yang

memain-kan peran lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan

pemerosesan informasi, kemampuan fisik memiliki makna penting untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dan yang

lebih terbakukan dengan sukses. Misalnya, pekerjaan yang keberhasilannya

menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai.

Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan

pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan

dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Kemampuan-kemampuan tersebut adalah

sebagai berikut.

Faktor-faktor kekuatan:

(1)Kekuatan dinamis : Kemampuan untuk menggunakan otot secara berulang-

ulang atau sinambung sepanjang suatu kurun waktu.

(2)Kekuatan tubuh : Kemampuan mengenakan otot dengan menggunakan

otot-otot tubuh (terutama perut).

(3)Kekuatan statis : Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap obyek luar

(4)Kekuatan : Kemampuan menghabiskan suatu maksimum energi eksplosif

dalam satu atau sederetan tindakan eksplosif.

Faktor-faktor Keluwesan :

(5)Keluwesan Extent : Kemampuan menggerakkan otot tubuh dan meregang

punggung sejauh mungkin

(37)

Faktor-faktor lain:

(7)Koordinasi tubuh : Kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan

seren-tak dari bagian-bagian tubuh yang berlainan

(8)Keseimbangan : Kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun ada

kekuatan-kekuatan yang mengganggu keseimnbangan itu.

(9)Stamina : Kemampuan melanjutkan upaya maksimum yang menuntut upaya

yang diperpanjang sepanjang suatu kurun waktu (Robbins, 2001).

Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja

yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan

yang diminta dari pekerjaan itu. Dalam realitas dapat dilihat ada pekerjaan yang

lebih banyak mementingkan kemampuan intelektual dan ada pula pekerjaan yang

cenderung lebih mengutamakan kerja fisik atau otot.

Robbins (2001) merumuskan kepribadian sebagai total jumlah dari cara-cara

di mana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Konsep

ini paling sering digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang dapat diukur yang

diperlihatkan oleh seseorang. Kepribadian seorang dewasa umumnya terbentuk

dari faktor keturunan maupun lingkungan yang diperlunak oleh situasi dan

kondisi.

Keturunan merujuk ke faktor-faktor yang ditentukan pada saat pembuahan.

Sosok fisik, daya tarik wajah, kelamin, temperamen, komposisi otot dan refleks,

tingkat energi dan ritme hayati merupakan karakteristik yang umumnya

dipengaruhi faktor keturunan. Pendekatan keturunan berargumen bahwa

penje-lasan paling akhir dari kepribadian seorang individu adalah struktur molekul yang

terletak dalam kromosom. Keturunan memainkan suatu bagian penting dalam

menentukan kepribadian seseorang.

Diantara faktor-faktor yang menekan pada pembentukan kepribadian kita

adalah budaya di lingkungan mana kita dibesarkan, pengkondisian dini,

norma-norma dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok-kelompok sosial serta

pengaruh-pengaruh yang kita alami (Robbins, 2001). Keturunan menentukan

parameter-parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi penuh seseorang akan

ditentukan oleh betapa baik ia menyesuaikan diri pada tuntutan dan persyaratan

(38)

Situasi mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap

kepribadian. Kepribadian seseorang, walaupun pada umumnya mantap dan

kon-sisten, namun dapat berubah dalam situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda

dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari

kepribadian seseorang. Oleh karena itu kepribadian tidak bisa dilihat sebagai

sesuatu yang berdiri sendiri.

Karakteristik kepribadian yang populer antara lain seperti sifat malu, agresif,

mengalah, malas, ambisius, setia, malu-malu. Karakteristik ini bila diperlihatkan

dalam sejumlah besar situasi disebut ciri-ciri kepribadian. Makin konsisten

karakteristik tersebut dan makin sering terjadi dalam siatuasi yang beragam,

makin penting ciri itu dalam menggambarkan individu tersebut.

Penelitian mengenai ciri-ciri keperibadian individu telah berhasil

meng-identifikasi 17.953 ciri individu. Seorang peneliti mencoba mengelompokkan

seperangkat ciri untuk mengidentifikasi pola-pola yang mendasar dan berhasil

mengidentifikasi 16 faktor kepribadian yang dinamakan sumber atau ciri primer

seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Ciri-ciri utama kepribadian seseorang

Ciri-ciri utama atau primer kepribadian seseorang

(1)Pendiam lawan Ramah

(2)Kurang cerdas lawan Lebih cerdas

(3)Dipengaruhi perasaan lawan Mantap secara emosional

(4)Mengalah lawan Dominan

(5)Serius lawan Suka bersenang-senang

(6) Mudah bersedia lawan Berhati-hati

(7) Malu-malu lawan Petualang

(8) Keras hati lawan Peka (9) Mempercayai lawan Mencurigai

(10)Praktis lawan Imajinatif

(11)Terus terang lawan Lihai/licin

(12)Percaya diri lawan Takut-takut

(13)Konservatif lawan Suka bereksperimen

(14)Bergantung-kelompok lawan Berdiri sendiri

(15)Tak terkendali lawan Terkendali

(16) Santai lawan Tegang

Salah satu kerangka kepribadian yang paling luas digunakan disebut

Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI- Myers-Briggs Type Indicators). MBTI

(39)

menge-lompokkan orang-orang ke dalam salah satu dari 16 tipe (Robbins, 2001: 53).

Banyak hasil riset yang mendukung bahwa lima dimensi kepribadian dasar

(Model 5 Besar MBTI) tersebut mendasari semua dimensi lain. Faktor lima besar

tersebut adalah:

™ Ekstraversi. Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang

senang bergaul, banyak bicara dan tegas. Kaum ekstravert (ekstraversinya

tinggi) cenderung rama dan terbuka serta menghabiskan banyak waktunya

untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Kaum

introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang

lebih sedikit dan lebih senang dengan kesendirian.

™ Mampu bersepakat. Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan

seseorang yang baik hati, kooperatif dan mempercayai. Orang yang menilai

rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada

kebutuhan mereka sendiri ketimbang pada kebutuhan orang lain.

™ Mendengarkan kata hati. Suatu dimensi kepribadian yang mengambarkan

seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi

prestasi. Orang yang tinggi dalam mendengarkan kata hati mengejar lebih

sedikit tujuan, dalam suatu cara yang sangat terarah dan cenderung

bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung dan berorientasi pada prestasi.

Mereka yang skornya rendah pada dimensi ini cenderung menjadi lebih muda

kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan dan lebih hedonistic.

™ Kemantapan emosional. Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan

seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif) lawan tegang, gelisah,

murung dan tak kokoh (negatif). Orang dengan kemantapan emosional positif

cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Mereka dengan skor negative

yang tinggi cenderung gelisah, tertekan dan tidak aman.

™ Keterbukaan terhadap pengalaman. Suatu dimensi kepribadian yang

mencirikan seseorang yang imajinatif, benar-benar sensitive dan intelektual.

Dimensi ini mengamanatkan rentang minat seseorang. Mereka yang berada

pada sisi lain dari kategori terbukaan nampak lebih konvensional dan

(40)

Terakhir, faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan prilaku

adalah pembelajaran. Belajar merupakan hal/peristiwa yang sangat penting bagi

manusia. Belajar hendaknya tidak dilihat hanya sebatas memperoleh pengetahuan

di bangku sekolah. Tetapi belajar seyogianya dilihat secara luas dan digambarkan

untuk mengatur pengalaman dengan cara tertentu sehingga seseorang dalam

meperoleh sesuatu mempunyai sesuatu untuk masa depan. Hampir semua perilaku

kita yang rumit merupakan hasil dari proses belajar.

Pembelajaran adalah setiap perubahan yang relatife permanen yang terjadi

sebagai hasil pengalaman (Robbins, 2001). Belajar adalah menggunakan

pengalaman-pengalaman untuk digunakan di masa depan (Mar’at dan Kartono,

2005: 17). Belajar merupakan keharusan bagi setiap orang untuk dapat hidup

lebih baik.

Karakteristik Rumahtangga Petani

Lewin (Azwar, 2001) mengemukakan bahwa perilaku merupakan fungsi

dari karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi

berbagai variabel, seperti: motif, nilai, sifat kepribadian dan sikap, yang saling

berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor

lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan seringkali memiliki

kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya

lebih besar dari pada karakteristik individu.

Karakteristik individu adalah bagian dari ciri pribadi dan melekat pada diri

seseorang. Karakteristik tersebut mendasari tingkahlaku seseorang dalam situasi

kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1981). Mardikanto

(1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang

melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti;

umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Dalam kaitannya

dengan proses difusi inovasi, Slamet (1992) mengemukakan bahwa umur,

pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor

individu yamg mempengaruhi proses difusi inovasi.

Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau

(41)

ling-kungan adalah: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik

psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai

bisnis dan kemudahan menerima inovasi.

Dengan demikian secara konseptual karakteristik individu adalah

kese-luruhan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang dapat berbeda dengan yang

lainnya. Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani adalah ciri-ciri

yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya dengan petani

lainnya.. Masing-masing individu petani memiliki karakteristik sendiri-sendiri

yang berbeda antara satu sama lain.

Agussabti (2002) mengidentifikasi tujuh karakteristik petani yang

diang-gap mempunyai pengaruh dalam upaya pemberdayaan petani untuk

menum-buhkan kemandirian dalam pengambilan keputusan , yaitu: (1) umur, (2)

penga-laman berusahatani, (3) motivasi berprestasi, (4) aspirasi, (5) persepsi, (6)

kebe-ranian mengambil resiko, dan (7) kreativitas.

Menurut Subandrijo ( 1999), perilaku petani dipengaruhi oleh nilai-nilai

dasar yang ditentukan oleh faktor alam yang mewujudkan nilai-nilai moralitas

yang dianut atau terbentuk di dalam masyarakat tersebut. Ini memberi pengertian

bahwa dalam kehidupan keluarga petani terjadi seleksi tentang hal-hal yang baik

atau buruk, pantas atau tidak pantas, boleh atau tidak boleh, susila atau asusila dan

lain sebagainya. Ditambahkan oleh Wirutomo (2005) bahwa kebudayaan

merupakan kekuatan pembentuk pola sikap dan perilaku manusia dari luar dan

dari dalam. Unsur paling sentral dalam suatu kebudayaan adalah nilai-nilai yang

merupakan suatu konsepsi tentang hal-hal yang benar atau salah (nilai moral),

baik atau buruk (nilai etika), indah atau jelek (nilai estetika). Dari sistem nilai itu

kemudian tumbuh norma yang merupakan patokan atau rambu-rambu yang

mengatur perilaku manusia di dalam bermasyarakat. Oleh karena itu orientasi

nilai-nilai sosial budaya sangat mempengaruhi perilaku manusia dalam hidupnya

termasuk dalam berusaha dan bekerja.

Konsep individu bukan mengacu pada substansinya tetapi lebih pada sisi

hubungannya (kontekstual). Individu tidak ditandai oleh ciri-ciri universal, tetapi

ditandai oleh kekhususan hubungan dengan lingkungannya, oleh caranya

(42)

berasal dari jaringan hubungannya dengan alam dan masyarakat di mana ia

menjadi anggotanya. Bahwa manusia berhubungan dengan lingkungannya bersifat

universal, tetapi dalam bentuk konkret cara berhubungan itu berbeda-beda dan

menghasilkan sejarah dan kultur yang berbeda pula (Sztompka, 2004).

Lewin (Utami, 2006) membuat persamaan dasar perilaku manusia;

B = f [ P, S], merumuskan bahwa perilaku (B) adalah fungsi dari faktor-faktor

atau karakteristik yang bersifat individual (P) dengan situasi dan kondisi

lingkungan tepat individu itu berada (S).

Karakteristik tersebut terutama dapat diidentifikasi dari karakteristik, sosial,

budaya maupun ekonomi, baik internal maupun eksternal, seperti: umur,

pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai

budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan

rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota rumahtangga, akses informasi, akses

pasar, akses terhadap kelompok atau organisasi, akses sumber modal, ketersediaan

sarana layanan publik lokal, sperti sekolah, dan puskesmas, kepedulian pemimpin

formal dan informal lokal dan kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diidentifikasi beberapa karakteristik

yang diduga berhubungan dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan dasar

rumahtangga petani miskin, yaitu:; umur, pendidikan formal, pendidikan non

formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas

pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan, jumlah dan komposisi anggota

rumahtangga, akses terhadap sumber informasi, akses pasar, akses terhadap

sumber modal, akses terhadap kelompok atau organisasi, ketersediaan sarana

layanan publik lokal, seperti sekolah, puskesmas, sarana layanan listrik dan

kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Umur

Umur mempengaruhi kemampuan seorang individu dalam melakukan

aktivitas atau usaha. Karena usia umumnya berkaitan dengan tingkat kematangan

fisik maupun mental seseorang. Hawkins, et.al (1986:7) mengemu-kakan bahwa

Gambar

Tabel 2. Nilai-nilai dasar kemajuan dan terbelakang (Pranadji, 2005)
Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik  tradisonal, transisi dan modern
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian
Gambar 3. Bagan lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; apabila sistematika

Komponen margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang keuntungan (profit) lembaga

2. Post- test ini diberikan sebagai data hasil belajar siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes ini untuk mengetahui sejauh mana hasil

data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data adalah dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Faktor penyebab

Melaporkan proses pemberian Bantuan Hukum dan penggunaan dana Bantuan Hukum secara berkala sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan kepada Walikota melalui

Teknik yang digunakan untuk membuat model jadwal yang kegiatannya direpresentasikan oleh node (titik) dan dalam grafiknya dihubungkan oleh satu atau lebih hubungan

Menurut Mel Silberman (2009: 251) strategi pembelajaran aktif College Ball yaitu siswa belajar berkelompok dengan mendiskusikan materi dan tugas-tugas matematika,

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelimpahan dan intensitas ektoparasit pada ikan hasil tangkapan di perairan muara sungai serayu di Adipala Kabupaten