KARAKTERISTIK, PERILAKU DAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN RUMAHTANGGA PETANI
MISKIN DI PROVINSI BENGKULU
BAHRIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI
DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, September 2008
B a h r i n
ABSTRACT
BAHRIN. 2008.
Characteristic, Behavior and the Fulfillment of Household’s Poor Farmers Needs in Bengkulu Province, Supervised by BASITA GINTING SUGIHEN, PANG S. ASNGARI and DJOKO SUSANTO.One of the major and root causes of poverty among the poor farmers is related to their unproductive behaviors. Those kind of behavior exist caused by some factors, especially related to their characteristics. The study objectives are: (1) To describe and to analyse distribution of the poor farmers according to their characteristics; ( 2) To describe and to analyse distribution of the poor farmers to work on farm and to manage the yield to fulfill various household needs and in making social interaction; (3) To describe and to analyse distribution of the poor farmers to fulfill their household needs; (4) To analyse the relationship between behavior of the family characteristics and fulfillment of poor farmer household needs; (5) To formulate an action strategic to reinforce the poor farmers capacity in order to achieve better quality of life. The important study results show that: (1) Most of the poor farmers have characteristics: low level of formal and non formal education, low level of information access, and low level market and financial capital; (2) Most of the poor farmers work on farm in good categories, but low level in managing of their yield to fulfill various household needs and in making social interaction; (3) Most of the poor farmers fulfill their household needs in acceptable categorys, but low level in their housing and job opportunities outside agricultural work; (4) Poor farmers behavior inmanaging their lives affected by: age, formal education, non formal education, information access, motivation, group access, culture value orientation, market access, capital access and the width of landownership; (5) The strategic approach to empower poor farmers in this particular areas is changing their which based on behavior K3RIV ( hard working, smart work, creative, responsive, innovative and vision) in learning process by non formal education though participative approach, planned, continual and handled professionally.
RINGKASAN
BAHRIN. 2008. Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu. Di bawah Bimbingan BASITA GINTING SUGIHEN, PANG S. ASNGARI, dan DJOKO SUSANTO.
Salah satu akar penyebab terjadi dan sulit bangkitnya keluarga miskin dari lilitan kemiskinannya adalah karena prilakunya yang tidak produktif. Tidak produktifnya prilaku rumahtangga petani miskin dalam melangsungkan kehidupannya dipengaruhi oleh banyak faktor atau karakteristik, baik sosial, budaya maupun ekonomi.
Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumah-tangga petani miskin dilihat dari sejumlah karakteristik, (2) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin di lihat dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan melakukan interaksi sosial, (3) Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari pemenuhan kebutuhan rumahtangga, (4) Menganalisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin, dan (5) Merumuskan suatu strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas rumahtangga petani miskin.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kepahiang di Provinsi Bengkulu. Masing-masing Kabupaten dipilih dua kecamatan dan dua desa, dan dari delapan desa terpilih diperoleh sampel (contoh) sebanyak 240 Kepala Rumahtangga petani miskin. Penentuan lokasi dan responden dilakukan secara acak sederhana. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara. Data dianalisis dengan: (1) Analisis statistika deskriptif, (2) Analisis korelasi , dan (3) Analisis regresi berganda.
K3RIV (kerja keras, kerja cerdas, kreatif, responsif, inovatif dan visi masa depan) yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran secara partisipatif, terencana, berkesinambungan dan ditangani secara profesional.
Pemimpin formal dan informal lokal (desa) hendaknya dapat mengambil peran lebih aktif dalam menggerakkan kelembagaan sosial yang ada di tingkat desa untuk ikut ambil bagian dalam memberdayakan keluarga miskin. Pemerintah Daerah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluh serta pembentukan dan penataan kelembagaan penyuluhan sampai ke tingkat desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KARAKTERISTIK, PERILAKU DAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN RUMAHTANGGA PETANI
MISKIN DI PROVINSI BENGKULU
BAHRIN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu Nama Mahasiswa : Drs. Bahrin, M.Si
NRP : P061030051
Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA. Ketua
Prof. Dr. Pang S. Asngari Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. Anggota Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Penyuluhan Pembangunan
PRAKATA
Alhamdulillah atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga naskah disertasi
yang berjudul ”Karakteristik Sosiodemografi, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan
Rumahtangga Petani Miskin di Provinsi Bengkulu” ini dapat diselesaikan.
Selesainya tulisan ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari
ber-bagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini pertama-tama penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen,
MA. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM.
dan Prof. Dr. Pang S Asngari selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak mencurahkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Robert
M.Z. Lawang dan Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. yang berkenan bertindak
sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.
Di samping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Siti
Amanah, M.Sc. selaku Koordinator Mayor Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan (PPN) yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Rektor Universitas Muhammadiyah Bengkulu Bapak Dr. Khairil, M.Pd. atas
perhatian dan dukungannya kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.
Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor terutama dari Program Studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam
penulisan naskah disertasi ini, terutama kepada Dr. Bustang, Dr. Herman Subagio,
Dr. Abdul Farid, Dr. Sunaryadi dan Ir. Miswar Budi Mulya, M.Si. Semoga Allah
SWT memberikan imbalan pahala atas semua perbuatan baik tersebut.
Ucapan terima kasih juga kepada ke dua orang tua Ayahenda Wahim dan
Ibunda Zubaidah. Demikian pula istri dan anak-anak saya, yakni: Rodiatul Azla,
S.Pd., Alfin Ardiansya, Putri Oktarina Sari, Faturahman Asidiqi dan Rahmawati
Meilarini yang telah lama menantikan penyelesaian studi penulis.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih membutuhkan
Akhirnya, semoga semua usaha kita menuju kebaikan selalu dituntun dan diridhoi
oleh Allah SWT.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Taba, Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu pada tanggal 04 Desember 1963 sebagai anak keempat dari pasangan Ayahanda Wahim dan Ibunda Zubaidah. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1993 penulis memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang Strata 2 (S2) pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pem-bangunan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2003 penulis kembali memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... iii
RINGKASAN ... iv
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Masalah Penelitian ... 4
Tujuan Pernelitian ... 7
Kegunaan Penelitian ... 7
Definisi Istilah ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 12
Petani ... 12
Perilaku ... 13
Karakteristik Rumahtangga Petani ... 23
Pandangan tentang Kemiskinan ... 45
Teori Kemiskinan... 51
Pengertian Kemiskinan ... 52
Dimensi Kemiskinan... 60
Faktor Penyebab Kemiskinan ... 68
Ciri dan Ukuran Kemiskinan ... 70
Pemenuhan Kebutuhan Dasar ... 74
Strategi Penanggulangan Kemiskinan ... 78
Konsep Pemberdayaan ... 80
Tujuan Pemberdayaan ... 82
Desa dan Kemiskinan ... 83
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 89
Kerangka Berpikir ... 89
Halaman
METODE PENELITIAN ... 98
Desain Penelitian ... 98
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 98
Populasi dan Sampel ... 100
Data dan Instrumentasi ... 102
Pengukuran Variabel Penelitian ... 109
Analisis Data ... 115
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 117
Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 117
Karakteristik Rumahtangga Petani Miskin ... 125
Perilaku Rumahtangga Petani Miskin ... 143
Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga ... 151
Jenis Kemiskinan ... 161
Karakteristik dan Perilaku Rumahtangga Petani Miskin ... 164
Karakteristik dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin ... 185
Strategi Pemberdayaan Rumahtangga Petani Miskin ... 189
KESIMPULAN DAN SARAN ... 208
Kesimpulan ... 208
Saran ... 209
DAFTAR PUSTAKA ... 211
LAMPIRAN ... 220
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ciri-ciri utama kepribadian seseorang ... 21
2 Nilai-nilai dasar kemajuan dan terbelakang... 31
3 Pengkategorian Miskin dan Kaya ... 55
4 Karakteristik tradisional, transisi dan modern ... 83
5 Jumlah Rumahtangga Miskin Sebagai Populasi Penelitian ... 101
6 Lokasi dan Jumlah Sampel Penelitian ... 102
7 Koefisien validitas instrumen penelitian ... 107
8 Peubah, Sub Peubah, Indicator dan Parameter Penelitian ... 110
9 Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Seluma Stahun 2007 .. 118
10 Luas lahan sawah (Ha) menurut jenisnya di Kabupaten Seluma .... 119
11 Luas panen dan jumlah produksi padi di Kabupaten Seluma tahun 2005-2006 ... 120
12 Luas panen, produksi dan rata-rata produksi per Ha tanaman palawija di Kabupaten Seluma tahun 2006 ... 121
13 Jumlah, kepadatan penduduk, dan penduduk miskin per kecamatan di Kabupaten Seluma tahun 2007 ... 122
14 Luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Kapahiang Tahun 2007 123 15 Luas dan keadaan tanaman serta produksi empat komoditas utama perkebunan rajyat di Kabupaten Kepahiang tahun 2006 ... 124
16 Luas panen dan produksi sayur-sayuran di Kabupaten Kepahiang 124 17 Jumlah, kepadatan penduduk dan penduduk miskin per kecamatan di Kabupaten Kepahiang tahun 2007 ... 125
18 Karakteristik Internal Rumahtangga Petani Miskin ... 126
19 Karakteristik Eksternal Rumahtangga Petani Miskin ... 132
20 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik internal dan eksternal . 140 21 Perilaku Rumahtangga Petani Miskin Dalam Melangsungkan Kehidupannya ... 144
22 Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani Miskin ... 151
23 Jumlah keluarga miskin menurut kondisi rumah ... 153
24 Pemenuhan hak memperoleh pendidikan bagi anggota rumah- tangga petani miskin ... 154
25 Tingkat kematian balita dan tempat berobat bagi anggota rumah tangga petani miskin ... 155
26 Pemilikan dan penguasaan lahan rumahtangga petani miskin ... 158
27 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik dengan perilaku rumahtangga petani miskin ... 166
28 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku bekerja sebagai peubah tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 167
30 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku bekerja sebagai peubah tak
bebas di dua lokasi penelitian ... 171 31 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin
sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai
peubah tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 172
32 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai
peubah tak bebas di Kabupaten Seluma ... 173 33 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin
sebagai peubah bebas dan perilaku mengelola hasil usaha sebagai
peubah tak bebas di dua lokasi penelitian ... 174 34 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin
sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah
tak bebas di Kabupaten Kepahiang ... 175 35 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin
sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah
tak bebas di Kabupaten Seluma ... 176 36 Hasil regresi antara karakteristik rumahtangga petani miskin
sebagai peubah bebas dan perilaku interaksi sosial sebagai peubah
tak bebas di dua lokasi penelitian ... 177 37 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik dengan tingkat
pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin ... 187 38 Karakteristik yang dominan berpengaruh terhadap perilaku petani
miskin dalam melangsungkan kehidupannya .di Kabupaten
Kepahiang... 191
39 Strategi pelaksanaan penyuluhan untuk pemberdayaan petani
miskin di Kabupaten Kepahiang ... 197 40 Karakteristik yang dominan berpengaruh terhadap perilaku petani
miskin dalam melangsungkan kehidupannya di Kabupaten
Seluma... 199 41 Strategi pelaksanaan penyuluhan untuk pemberdayaan petani
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka berpikir penelitian ... 94
2 Kerangka analisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan
Pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin.. ... 97
3 Bagan lokasi penelitian ... 100
4 Hasil analisis korelasi antara karakteristik dengan perilaku rumahtangga
petani miskin .. ... 165
5 Hasil analisis korelasi antar peubah di Kabupaten Kepahiang ... 194
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Wilayah Provinsi Bengkulu ... 220
2 Hasil Uji Beda ... 222
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan
pemba-ngunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia.
Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2000,
pengu-rangan kemiskinan dan kelaparan ditempatkan sebagai tujuan pertama
pemba-ngunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Hal itu didasari
atas kenyataan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang krusial dan
berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara. Berbagai dampak tersebut antara lain; munculnya generasi yang tidak
berkualitas (lost of generations) yang mempunyai kemampuan bersaing rendah,
gizi buruk, meningkatnya kriminalitas, derajat kesehatan rendah serta rentan
terhadap berbagai penyakit.
Pemerintah telah berusaha terusmenerus menanggulangi kemiskinan sejak
Pelita pertama. Dalam kurun waktu antara tahun 1976 sampai tahun 1996 sudah
terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara bertahap. Tahun 1976 jumlah
penduduk miskin mencapai 54,2 juta (40,01 %) terus mengalami penurunan
menjadi 22,5 juta atau (11,30 %) pada tahun 1996. Namun seiring dengan
terjadinya krisis ekonomi yang mulai melanda Indonesia tahun 1997, jumlah
penduiduk miskin kembali meningkat dan mencapai angka tertinggi pada tahun
1998 yakni sebesar 49,5 juta jiwa (24,20 %). Dengan semakin membaiknya
kondisi perekonomian Bangsa Indonesia, maka jumlah penduduk miskin secara
perlahan kembali mengalami penurunan menjadi 35,1 juta (15,97 %) pada tahun
2005 dan tahun 2006 kembali meningkat menjadi 39,05 juta (17,75 %). Tahun
2007 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 37,17 juta atau
sekitar (16,58 %) dari total jumlah penduduk (Bappenas, 2007). Dari jumlah
tersebut (63, 41 %) bertempat tinggal di pedesaan dan (36,59 %) di perkotaan.
Data BPS menyebutkan bahwa penduduk miskin per Maret 2008 berjumlah 34,96
juta jiwa (15,42 %) dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan terjadinya kenaikan
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin di atas, menunjukkan bahwa
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini belum
optimal dan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu dilakukan kajian dan penelitian
guna menemukan substansi yang mengakar mengenai kemiskinan tersebut,
sehingga upaya penanggulangannya dapat dilakukan secara tepat ke sumber
masalah yang sesungguhnya. Dengan demikian, maka upaya pemberdayaan
penduduk miskin dapat lebih efektif dan berkesinambungan.
Secara umum pada hakekatnya setiap orang menginginkan suatu tingkat
kehidupan yang layak, baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Namun karena
berbagai faktor baik internal (individual) maupun eksternal (lingkungan sosial dan
alam) telah menyebabkan sebagian individu atau keluarga tidak atau belum dapat
mencapai suatu tingkat kehidupan yang layak tersebut.
Mengacu kepada teori Tabularasa (Idris, 1982) bahwa semua manusia
dilahirkan sama seperti lilin yang putih bersih. Tidak seorangpun yang dilahirkan
membawa harta benda. Setiap individu mempunyai potensi tertentu termasuk
individu atau rumahtangga miskin. Orang atau keluarga miskin bukanlah sosok
tanpa daya. Sen (1982), pemenang hadiah Nobel Ekonomi menyatakan bahwa
orang miskin bukan karena tidak memiliki sesuatu tetapi karena tidak bisa
melakukan sesuatu. Seringkali mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan
yang membuatnya tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki kondisi
kehidupannya. Misalnya karena ditimpa musibah (kematian, sakit menahun dsb)
menyebabkan mereka terbelenggu hutang dan seringkali terpaksa menjual sawah
atau kebun yang merupakan sumber pendapatan keluarganya. Terjadinya
perbedaan kemampuan dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan mencapai suatu
tingkat kehidupan yang lebih layak pada dasarnya sangat ditentukan oleh perilaku
masingmasing individu yang bersangkutan dalam memanfaatkan setiap peluang
dan potensi yang dimiliki.
Setiap orang berperilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya yang beragam (Susanto, 2006: 8). Perilaku individu mencakup
kese-luruhan tindakan yang dilakukan untuk melangsungkan kehidupannya. Efektivitas
perilaku seseorang dalam merespon setiap perangsang atau stimulus dan
pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Efektivitas perilaku tersebut pada
akhirnya akan menentukan keberhasilan (produktivitas) individu atau keluarga
yang bersangkutan
Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar yang dilalui sepanjang
hidupnya dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal.
Lewin (Utami, 2006: 21), membuat persamaan dasar perilaku manusia:
B = f { P,S }; B adalah perilaku individu, f berarti fungsi atau disebabkan oleh,
P adalah Persons dan S adalah Situations. Persamaan Lewin ini merumuskan
bahwa perilaku adalah fungsi dari faktor-faktor atau karakteristik yang bersifat
individual dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat individu itu berada.
Mengacu kepada konsep Lewin tersebut, maka cara seseorang bertindak atau
berperilaku tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri melainkan
harus dilihat dalam kaitannya dengan berbagai faktor, baik yang bersifat
individual maupun yang terkait dengan situasi dan kondisi lingkungannya.
Demikian juga halnya dengan perilaku individu atau rumahtangga miskin yang
umumnya kurang produktif harus dilihat keterkaitannya dengan berbagai faktor,
baik sosial, budaya, maupun ekonomi. Perbedaan karakteristik tersebut
menyebabkan perbedaan perilaku individu dalam memanfaatkan potensi dan
peluang, yang selanjutnya berujung pada perbedaan hasil yang dicapai.
Adanya perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan
kemam-puan dalam mengakses dan mememenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan
hidup, seperti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tingkat partisipasi
politik dan sebagainya. Ada yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
layak dan ada yang tidak. Individu atau rumahtanga yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara layak dan bermartabat menurut ukuran tertentu itulah
yang kita sebut sebagai individu atau rumahtangga miskin.
Beranjak dari pemikiran di atas, guna menelusuri berbagai faktor yang
terkait dan menemukan substansi yang merupakan akar masalah kemiskinan
terutama di daerah pedesaan, maka penelitian ini mengambil tema tentang
“Karakteristik, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Petani
Masalah Penelitian
Kemiskinan di pedesaan Jawa umumnya berawal dari sempitnya pemilikan
dan penguasaan lahan, bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan sama
sekali. Hampir 70 persen warga pedesaan di Jawa, khususnya di sekitar Jabotabek
tidak mempunyai tanah sebagai lahan pertanian (Somantri, 2007). Hal ini bertolak
belakang dengan yang terjadi di luar Jawa, khususnya di Provinsi Bengkulu.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa luas pemilikan dan atau
penguasaan lahan setiap keluarga petani rata-rata di atas satu hektar. Kalau
demi-kian mengapa mereka miskin?
Dari perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan memandang bahwa
perubahan perilaku merupakan kunci keberhasilan berbagai program
pem-bangunan termasuk upaya suatu keluarga atau rumahtangga untuk memperbaiki
kondisi kehidupannya sejalan dengan perubahan lingkungan strategis. Perilaku
dalam konteks ini menyangkut keseluruhan tindakan yang merupakan hasil
kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Rendahnya pengetahuan,
sikap dan keterampilan menyebabkan rendahnya kemampuan dan kreativitas
dalam memanfaatkan berbagai potensi dan peluang, selanjutnya berimplikasi pada
rendahnya produktivitas dan tingkat pendapatan dan berujung pada kemiskinan.
Hasil penelitian Papilaya (2006) menemukan bahwa salah satu akar
penyebab kemiskinan adalah kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin;
seperti ketergantungan, apatis, fatalis dan suka berhutang. Temuan ini sejalan
dengan hasil penelitian Mawardi (2005) bahwa perilaku yang buruk merupakan
salah satu penyebab kemiskinan.
Perilaku individu merupakan hasil dari proses belajar dan dipengaruhi oleh
banyak faktor; yakni sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan, baik internal
maupun eksternal. Karakteristik tersebut, seperti; umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, orientasi nilai budaya, motivasi berprestasi, harapan atau
aspirasi, pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan, jumlah dan komposisi
anggota rumahtangga, akses informasi, akses terhadap kelompok atau organisasi,
akses pasar dan akses terhadap sumber modal.
Perbedaan karakteristik tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam
interaksi sosial. Perbedaan perilaku dalam bekerja dan berusaha akan
menye-babkan terjadinya perbedaan hasil atau pendapatan yang diperoleh. Selanjutnya
perbedaan dalam mengelola hasil usaha (pendapatan) untuk memenuhi beragam
kebutuhan (konsumsi) akan berimplikasi pada perbedaan tingkat kesejahteraan
rumahtangga. Begitu juga halnya dengan perbedaan perilaku dalam melakukan
hubungan sosial akan berimplikasi terhadap kemampuan dalam mengakses
jaringan dan struktur sosial yang ada bagi kelangsungan hidupnya.
Di samping beberapa karakteristik yang disebutkan di atas, kemampuan
rumahtangga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, juga dipengaruhi oleh
kebijakan dan program fasilitasi yang diperuntukkan bagi mereka, seperti program
bantuan beras (raskin), asuransi kesehatan (askeskin) dan program BLT plus.
Sedangkan kemampuan untuk memperoleh layanan pendidikan dan layanan
kesehatan bagi anggota rumahtangga juga dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
layanan publik dasar tersebut di daerah pedesaan. Jauhnya jarak jangkauan ke
sekolah atau ke sarana layanan kesehatan (puskes-mas) seringkali menjadi
hambatan bagi warga desa umumnya dan rumahtangga miskin khususnya untuk
memperoleh layanan dasar tersebut. Begitu juga dengan keterbatasan sarana
layanan listrik menyebabkan sulitnya rumahtangga miskin untuk mengakses
layanan tersebut.
Berbagai kebijakan dan program yang diperuntukkan bagi rumahtangga
miskin seringkali kurang optimal. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya
antara lain; data yang tidak akurat dan minimnya sosialisasi, sehingga banyak
rumahtangga miskin yang tidak tahu, seperti program askeskin, sertifikat untuk
kelurga miskin dan sebagainya. Hal ini akan dapat teratasi jika pemimpin formal
dan informal lokal (desa) mempunyai kepedulian terhadap nasib keluarga miskin
yang ada di wilayah atau lingkungannya. Kepedulian pemimpin formal dan
informal lokal sangat penting paling tidak untuk dua alasan; pertama, memberi
perhatian dan dukungan kepada keluarga miskin untuk berusaha secara optimal
guna memperbaiki kondisi kehidupannya dan kedua, untuk memfasilitasi berbagai
mem-fasilitasi dan mempermudah kelurga miskin untuk mengakses berbagai program
yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya.
Dengan demikian berbagai faktor (karakteristik), baik internal maupun
eksternal tersebut secara langsung atau tidak langsung ikut menentukan pola
perilaku rumahtangga miskin, baik dalam bekerja (berproduksi), mengelola hasil
usaha untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku dalam
interaksi sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut maka secara umum permasalahan
yang menjadi fokus penelitian ini adalah tentang keterkaitan “ Karakteristik,
perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin di Provinsi
Bengkulu.”
Berdasarkan rumusan masalah secara umum di atas, dirumuskan beberapa
masalah penelitian secara spesifik sebagai berikut:
(1)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari sejumlah
karak-teristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi
ber-prestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan atau
penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota
rumahtangga, kepedulian pemimpin formal dan informal, akses sumber
informasi, akses layanan pendidikan, akses layanan kesehatan, akses layanan
listrik, akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar, akses
sumber modal, dan akses terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan) ?
(2)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari perilakunya
da-lam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola hasil usaha untuk
meme-nuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan perilaku interaksi
sosial?
(3)Bagaimana sebaran rumahtangga petani miskin dilihat dari tingkat pemenuhan
kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian, air bersih, perumahan, layanan
pendidikan, layanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha,
kebutuhan atas tanah, dan rasa aman)?
(4)Seberapa besar hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan
kebutuhan rumahtangga petani miskin?
(5)Bagaimana strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
karakteristik, perilaku dan pemenuhan kebutuhan rumahtangga petani miskin di
Provinsi Bengkulu. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:
(1)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin
ditelaah dari sejumlah karakteristik (umur, pendidikan formal, pendidikan non
formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas
pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah dan
komposisi anggota keluarga, kepedulian pemimpin formal dan informal,
akses sumber informasi, akses terhadap layanan pendidikan, akses terhadap
sarana layanan kesehatan, akses terhadap sarana layanan listrik, akses terhadap
kelompok/organisasi sosial lokal, akses pasar , akses sumber modal, dan akses
terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan).
(2)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin
dite-laah dari perilakunya dalam bekerja dan berusaha (berproduksi), mengelola
hasil usaha untuk memenuhi beragam kebutuhan rumahtangga (konsumsi) dan
melakukan interaksi sosial.
(3)Mendeskripsikan dan menganalisis sebaran rumahtangga petani miskin
ditelaah dari tingkat pemenuhan kebutuhan rumahtangga ( pangan, pakaian,
air bersih, perumahan, layanan pendidikan, layanan kesehatan, lapangan
pekerjaan dan kesempatan berusaha, kebutuhan atas tanah, dan rasa aman).
(4)Menganalisis hubungan karakteristik dengan perilaku dan pemenuhan
kebu-tuhan rumahtangga petani miskin.
(5)Merumuskan pilihan strategi pemberdayaan untuk mengembangkan kapasitas
rumahtangga petani miskin di Provinsi Bengkulu
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khasanah teoritis dalam
disiplin ilmu penyuluhan pembangunan terutama dalam kaitannya dengan
pendekatan dalam upaya mengangkat harkat dan martabat petani miskin di
pedesaan agar mereka dapat hidup layak dan bermartabat serta merumuskan suatu
strategi yang dapat digunakan bagi upaya pemberdayaan petani miskin di daerah
pedesaan khususnya di Provinsi Bengkulu. Selain itu juga diharapkan dapat
bermanfaat dalam memperkaya pengembangan metodologi penelitian bagi upaya
pengembangan disiplin ilmu penyuluhan pembangunan khususnya dan disiplin
ilmu sosial umumnya.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
memberi kontribusi untuk:
(1) Merumuskan kebijakan dan program bagi upaya pemberdayaan rumahtangga
petani miskin di perdesaan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
untuk hidup layak dan bermartabat serta dapat menunaikan fungsi-fungsi
sosialnya secara wajar.
(2) Memberi masukan bagi pelaksanaan penelitian lanjutan terutama bagi upaya
penanggulangan kemiskinan dan pembangunan pedesaan sebagai bagian
integral dari pembangunan daerah.
(3) Dapat menghasilkan suatu strategi pemberdayaan yang dapat diaplikasikan
untuk pengembangan kapasitas rumahtangga petani miskin di pedesaan .
Definisi Istilah
Guna keperluan pengukuran dan menghindari kesalahan penafsiran
terhadap beberapa istilah atau variabel dalam penelitian ini, maka berikut ini
diberikan pengertian atau definisi terhadap variabel atau istilah-istilah yang
dipakai, yakni:
(1) Karakteristik rumahtangga petani miskin adalah gambaran ciri-ciri sosial,
budaya dan ekonomi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang
berhubungan atau diduga berhubungan dengan perilaku rumahtangga petani
miskin dalam melangsungkan kehidupannya.
(2) Tingkat pendidikan formal adalah jumlah tahun seseorang mengikuti
(3) Akses terhadap sumber informasi adalah kemampuan seseorang atau
seke-lompok orang dalam menjangkau dan memanfaatkan sumber informasi baik
melalui media cetak, elektronik maupun para penyuluh atau kontak person
lainnya.
(4) Orientasi nilai budaya adalah sistem nilai sosial yang diinternalisasi dan
dijadikan acuan berprilaku oleh seseorang dalam hidupnya.
(5) Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang
untuk melakukan segala sesuatu secara baik guna mencapai hasil yang
optimal.
(6) Harapan atau aspirasi adalah keinginan, tujuan atau target yang ingin dicapai
pada masa yang akan datang.
(7) Pendapatan rumahtangga adalah keseluruhan penghasilan rumahtangga baik
dari hasil usahatani maupun penghasilan dari luar usahatani yang diukur
dengan satuan uang (rupiah).
(8) Jumlah dan komposisi anggota rumahtangga adalah banyaknya dan susunan
anggota rumahtangga dilihat dari usia produktif dan tidak produktif.
(9) Kepedulian pemimpin formal dan informal adalah tingkat perhatian dan atau
dukungan pemimpin formal dan informal lokal terhadap rumahtangga
miskin baik bersifat material maupun immaterial.
(10) Perilaku adalah keseluruhan proses dan cara bertindak seseorang yang
merupakan hasil kombinasi dari pengetahuan, sikap dan keterampilannya.
(11) Sarana layanan publik lokal adalah perangkat layanan publik yang disediakan
oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan layanan kepada
masyarakat termasuk keluarga miskin, seperti sekolah, Puskesmas, air bersih,
listrik dan sebagainya.
(12) Akses terhadap kelompok/organisasi sosial lokal adalah peluang
keikutsertaan di dalam berbagai kegiatan atau struktur organisasi sosial lokal
(RT, RW, Kelurahan atau Desa).
(13) Akses pasar adalah kemampuan responden menggunakan peluang pasar
dalam menjual produk hasil usaha dan mendapatkan berbagai kebutuhan
(14) Akses sumber modal adalah kemampuan dalam mencari dan memperoleh
sumber modal.yang tercermin dari frekuensi dan besarnya pinjaman modal
yang diperoleh dari lembaga keuangan atau bank.
(15) Perilaku bekerja dan berusaha (berproduksi) petani miskin adalah
keseluruhan aktivitas (kerja) yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan
yang sah secara normatif.
(16) Perilaku dalam mengelola hasil usaha (konsumsi) petani miskin adalah
keseluruhan aktivitas yang dilakukan dalam memanfaatkan hasil usaha untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga.
(17) Perilaku interaksi sosial petani miskin adalah keseluruhan aktivitas
komunikasi atau kontak dengan pihak lain dalam sistem sosial
(18) Pemenuhan kebutuhan rumahtangga adalah kemampuan menyediakan atau
mengakses berbagai kebutuhan bagi kelangsungan hidup anggota
rumahtangga yang meliputi: pangan, pakaian, air bersih, perumahan,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan berusaha, tanah dan rasa aman
(Bappenas, 2004).
(19) Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidak mampuan responden untuk
mengakses dan atau memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk dapat hidup
secara manusiawi.
(20) Kemiskinan secara sosial budaya-psikologis adalah menunjuk kepada
keku-rangmampuan dan ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok orang
secara sosial dan mental dalam melakukan tindakan dan atau mengakses
jaringan sosial dan struktur sosial dalam masyarakat.
(21) Kemiskinan politik adalah menunjuk kepada kondisi kekurangmampuan
seseorang atau kelompok orang untuk mengakses struktur kekuasaan
termasuk penggunaan hak-hak politik dalam kehidupan berkelompok,
ber-masyarakat dan bernegara.
(22) Luas pemilikan lahan adalah areal hamparan tanah/lahan pertanian yang
dimiliki oleh seorang individu atau rumahtangga, baik berupa lahan sawah
(23) Luas penguasaan lahan adalah areal hamparan lahan yang diusahakan atau
digarap untuk memperoleh hasil, baik berupa lahan sawah maupun lahan
daratan.
(24) Pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau
memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu, kelompok
atau masyarakat yang lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis
masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki serta menentukan alternatif
pemecahannya dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan
TINJAUAN PUSTAKA
Studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mempelajari
sumber-sumber acuan yang relevan, artikel dan hasil-hasil penelitian yang terkait
dengan peubah penelitian, yang meliputi: petani, perilaku, karakteristik
sosio-demografi, kemiskinan menurut berbagai sudut pandang, teori kemiskinan,
dimensi kemiskinan, ciri dan ukuran kemiskinan, faktor penyebab kemiskinan,
strategi penanggulangan kemiskinan, konsep pemberdayaan, tujuan
pember-dayaan, desa dan kemiskinan.
Petani
Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun
polikultur dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan
dan atau komoditas perkebunan (Deptan, 2002). Mosher (1987) memberi batasan
bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau hewan
untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan pendapatan.
Dalam pandangan Wolf (1985) petani adalah orang desa yang
bercocok-tanam artinya mereka bercocok bercocok-tanam dan beternak di daerah perdesaan, tidak di
dalam ruangan-ruangan tertutup (greenhouse) di tengah-tengah kota atau dalam
kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Dalam pada itu mereka
bukan farmer atau pengusaha pertanian (agricultural entrepreneur) seperti yang
kita kenal di Amerika Serikat.
Petani (Farm) di Amerika merupakan sebuah perusahaan yang
meng-kombinasikan faktor-faktor produksi yang dibeli di pasar untuk memperoleh laba
dengan jalan menjual hasil produksinya secara menguntungkan di pasar hasil
bumi. Sebaliknya petani pedesaan tidak melakukan usaha dalam arti ekonomi; ia
mengelola sebuah rumahtangga, bukan sebuah perusahaan bisnis.
Dengan demikian secara konseptual pengertian petani tersebut menunjuk
pada suatu bentuk atau bidang pekerjaan memelihara (budidaya) tanaman atau
hewan untuk memperoleh pendapatan atau memenuhi kebutuhan hidup. Jenis
pangan, hortikultura maupun perkebunan. Begitu juga dengan jenis hewan yang
dipelihara juga beraneka ragam, seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau.
Dilihat dari tempat tinggal. umumnya petani tinggal di daerah perdesaan,
dan juga di daerah-daerah pnggiran kota. Pekerjaan pokok yang dilakukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah di bidang pertanian, baik
perta-nian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan maupun komuditas
perkebunan. Oleh karena itu, umumnya pekerjaan petani terkait dengan
pengua-saan atau pemanfaatan lahan (tanah).
Petani di perdesaan di Provinsi Bengkulu kebanyakan mengusahakan
tanaman pangan (padi) baik sawah maupun ladang. Namun usaha tani padi
ter-sebut sebagian besar hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga bukan untuk dijual. Namun sudah ada diantara petani yang
mengu-sahakan tanaman pangan (padi) sebagian besar untuk dijual khususnya di daerah
transmigrasi. Di samping mengusahakan tanaman pangan, juga mengusahakan
tanaman perkebunan, seperti kopi, karet, kelapa sawit, kakau, dan lada.
Sedangkan memelihara ternak, seperti ayam, sapi, kerbau atau memelihara ikan
umumnya masih merupakan kegiatan sampingan.
Berdasarkan uraian di atas maka secara konseptual dapat diberi batasan
bahwa petani adalah orang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dari kegiatan budidaya atau memelihara komoditas tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan dan perikanan.
Perilaku
Landasan teori yang mendasari penelitian ini adalah teori Lewin (Utami,
2006) tentang persamaan dasar perilaku manusia: B = f { P,S}; B adalah perilaku
individu, f berarti fungsi atau disebabkan oleh, P adalah persons dan S adalah
Situations. Persamaan Lewin merumuskan bahwa perilaku adalah fungsi dari
faktor-faktor atau karakteristik yang bersifat individual dengan situasi dan
kondisi lingkungan tempat individu itu berada.
Mengacu kepada teori Lewin tersebut, maka cara seseorang bertindak atau
berperilaku tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri melainkan
individual (internal) maupun yang terkait dengan situasi dan kondisi
ling-kungannya (eksternal). Demikian juga halnya dengan perilaku individu atau
keluarga miskin yang umumnya kurang produktif harus dilihat keterkaitannya
dengan berbagai faktor, baik sosial, budaya, ekonomi maupun demografi (faktor
sosiodemografi).
Berbagai faktor atau karakteristik yang secara teoritis terkait dengan fungsi
pembentukan perilaku individu dalam melangsungkan kehidupannya, seperti:
umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, akses informasi, orientasi nilai
budaya, motivasi berprstasi, akses kelompok atau organisasi, akses pasar, dan
akses terhadap sumber modal.
Pengembangan teori Lewin tersebut diharapkan dapat menjembatani
perpaduan antara teori perilaku individu dan teori struktur sosial. Teori perilaku
individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah
meng-akibatkan lahirnya kemiskinan. Di sisi lain teori struktur sosial melihat bahwa
kondisi miskinlah yang mengakibatkan perilaku tertentu pada setiap individu,
yaitu munculnya sikap individu yang tidak produktif merupakan akibat dari
adaptasi dengan keadaan miskin (Sherraden, 2006).
Menurut Sherraden, teori perilaku individu berkaitan dengan struktur sosial
dengan asumsi dasar bahwa sikap dan tingkah laku tertentu akan menentukan
kedudukan seseorang dalam tatanan ekonomi dan sosial masyarakat. Khaldun
(Lauer, 2003) juga menekankan pengaruh struktur sosial terhadap kepribadian
individu. Perilaku individu adalah produk dari lingkungan sosialnya.
Para sosiobiolog mengakui bahwa kebanyakan aktivitas manusia berasal dari
bentun-bentuk kegiatan belajar tertentu dalam lingkungan sosial dan kultural
tertentu. Meski demikian, mereka berpendapat bahwa perilaku manusia tidak
seluruhnya merupakan hasil belajar, dan bahwa banyak aspeknya dimungkinkan
dengan adanya pengendalian secara biologis (Sanderson, 2003: 53). Tiger dan Fox
(Sanderson, 2003) menyatakan bahwa manusia dilengkapi dengan biogramer:
serangkaian instruksi biologis dasar yang mempengaruhi mereka bertindak
dengan cara tertentu.
Dengan demikian, semakin mempertegas bahwa perilaku individu
Individu sebagai bagian atau anggota masyarakat menggunakan berbagai cara
untuk beradaptasi dengan lingkungannya, dan bertindak menurut bentuk-bentuk
perilaku sosial yang sudah terpolakan.
Konsep perilaku
Hidup adalah bergerak. Sejak lahir sampai meninggal manusia berperilaku.
Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti seperti orang
berjalan, naik sepeda, mengendarai motor atau mobil (Mar’at dan Kartono, 2005).
Notoadmodjo (Yustina, 2004) mengemukakan bahwa perilaku adalah hal-hal yang
dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang
dapat diamati secara tidak langsung.
Menurut Skinner (Yustina, 2004), perilaku merupakan hasil hubungan
antara perangsang (stimulus) dan respon. Skinner membedakan adanya dua
respon: (1) respondent respones atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan tertentu disebut sebagai “elicting stimuli,” karena
respons yang ditimbulkannya relatif tetap, dan (2) operant responses atau
instru-mental respons, yakni respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang tertentu.
Notoatmodjo membedakan perilaku atas dua bentuk : (1) bentuk pasif, yang
terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain,
seperti berpikir, pengetahuan, sikap; dan (2) bentuk aktif, apabila perilaku itu jelas
dapat diobservasi secara langsung. Bentuk pertama disebut juga dengan covert
behaviour, sedangkan yang kedua disebut overt behaviour.
Bloom (Winkel, 1996) membagi perilaku dalam tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor yang kemudian oleh para ahli pendidikan dikembangkan
menjadi hal yang dapat diukur, yaitu pengetahuan, sikap dan praktek atau
tindakan. Bloom mengklasifikasi masing-masing ranah ke dalam beberapa
tingkatan. Ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan, yaitu: (1) pengetahuan, (2)
pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Ranah
afektif terdiri atas lima tingkatan, yaitu: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3)
penilaian, (organisasi), dan (5) pembentukan pola hidup. Ranah psikomotorik
terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola
gerakan, dan (7) kreatifitas.
Asngari (2001) mengatakan bahwa “untuk mengubah perilaku seseorang
dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya.
Perubahan masing-masing ranah akan saling mempengaruhi.”
Menurut Susanto (Pambudy dan Adhi, 2002), seseorang akan termotivasi
untuk berperilaku tertentu jika kebutuhan itu telah dirasakannya. Masalahnya,
tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu merupakan kebutuhan yang
nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua kebutuhan yang nyata benar-benar
telah dirasakan seseorang. Oleh karena itu penting bagi penyuluh untuk mengubah
kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang
bersangkutan.
Slamet (Agussabti, 2002) mengemukana bahwa orang tidak akan sadar
terhadap kebutuhannya kalau dia belum mampu mengevaluasi kondisi dirinya
sendiri. Oleh karena itu perlu suatu strategi pemberdayaan untuk menyadarkan
orang agar mengevaluasi dirinya sendiri, sehingga dapat mengetahui kemampuan,
kelemahan dan pada akhirnya mampu mengidentifikasi kebutuhannya sendiri.
Menurut Sherraden (2006), ada sejumlah teori yang telah dielaborasi
berkaitan dengan kemiskinan dan kelas sosial. Teori-teori tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu teori yang memfokuskan pada
tingkahlaku individu dan teori yang mengarah pada struktur sosial.
Teori perilaku individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif
telah mengakibatkan lahirnya kemiskinan. Hal ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Papilaya (2006) bahwa akar penyebab kemiskinan yang utama adalah
kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin, seperti; hedonis,
ketergan-tungan, suka berhutang, apatis, dan fatalis.
Di sisi lain, teori struktur sosial melihat bahwa kondisi miskinlah yang
mengakibatkan perilaku tertentu pada setiap individu, yaitu munculnya sikap
individu yang tidak produktif merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan
miskin (Sherraden, 2006).
Mencermati dua sudut pandang tersebut, maka miskin atau kayanya
ajaran agama, masalah bekerja dan berusaha tersebut juga sangat ditekankan.
Pandangan hidup yang diajarkan dalam Iman Katolik dan Kristen Protestan bahwa
bekerja merupakan suatu kewajiban agama. Karena itu, kondisi “ tidak bekerja”
dapat diidentikkan dengan melakukan perbuatan dosa dan tidak bermoral, Tilgh
(Bahrin, 1996).
Dalam Alqur’an juga menekankan kewajiban bagi setiap individu yang
mampu untuk bekerja dan berusaha. Alqur’an menganjurkan beberapa cara dalam
mengentaskan kemiskinan (Shihab, 1996) yaitu: kewajiban setiap individu,
kewajiban orang lain/masyarakat dan kewajiban pemerintah.
Kewajiban bagi setiap individu tercermin dalam kewajiban bekerja dan
berusaha. Bekerja dan berusaha merupakan dasar utama yang menentukan
kecukupan atau kekurangan, miskin atau kaya yang bisa dicapai seseorang. Oleh
karena itu, jalan pertama dan utama yang diajarkan Al-Qur’an untuk pengentasan
kemiskinan adalah bekerja dan berusaha yang diwajibkan bagi setiap individu
yang mampu.
Bekerja dan berusaha saja belumlah cukup bagi setiap individu, keluarga
atau rumahtangga untuk menjamin tingkat kesejahteraan hidup yang layak dan
bermartabat. Karena dalam realitas dapat kita jumpai, ada orang(rumahtangga)
yang mempunyai tingkat pendapatan lebih tinggi namun tingkat kesejahteraannya
tidak lebih baik bahkan lebih buruk dari tetangganya yang tingkat pendapatannya
sedikit lebih rendah. Dalam kaitan ini, maka perilaku dalam mengelola dan
memanfaatkan hasil usaha (pendapatan) dalam memenuhi beragam kebutuhan
rumahtangga (konsumsi) juga sangat menentukan. Perilaku boros, konsumtif dan
hedonis dapat menggiring seseorang atau rumahtangga pada gerbang kemiskinan.
Teori mengenai budaya miskin yang dikemukakan oleh Lewis dan Banfield,
mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada
orientasi untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan,
mengekalkan kemiskinan di kalangan mereka dari satu generasi ke generasi
berikutnya (Sherraden, 2006).
Di samping perilaku dalam berproduksi (bekerja dan berusaha) dan
peri-laku konsumsi tersebut, setiap manusia sebagai mahluk sosial tidak bisa lepas dari
dalam struktur sosialnya. Perilaku dalam hubungan sosial ini juga akan
mempengaruhi kemampuan dalam mengakses jaringan-jaringan sosial bagi upaya
peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Secara umum perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan
ling-kungan. Heriditas (keturunan) merupakan konsepsi dasar atau modal bagi
perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan
untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan antara kedua faktor
tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar.
Green (Robbins, 2001) mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga
faktor pokok: (1) faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor pencetus
timbulnya perilaku, seperti: pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan
dengan motivasi individu untuk berperilaku; (2) faktor-faktor yang mendukung
(enabling factors) yakni faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga
motivasi atau pikiran menjadi kenyataan, termasuk di dalamnya adalah
lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat; dan (3)
faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) yakni faktor yang
merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti keluarga, teman, guru atau
petugas kesehatan.
Robbins ( 2001) mengemukakan bahwa semua perilaku kita dipengaruhi
oleh kepribadian dan pengalaman kita. Ada empat variable yang mendasari
perilaku pada tingkat individual, yaitu karakteristik biografis, kemampuan,
kepribadian dan pembelajaran. Karakteristik biografis menurut Robbins
merupakan karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan,
banyaknya tanggungan dan masa kerja.
Kita semua tidak diciptakan secara sama. Perbedaan itu membawa
kon-sekuensi perbedaan dalam hal kemampuan. Semua orang mempunyai kekuatan
dan kelemahan dalam hal kemampuan yang membuatnya relative unggul atau
Kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk
menger-jakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Seluruh kemampuan
seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor: kemampuan
intelektual dan kemampuan fisik.
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
men-jalankan kegiatan mental. Tes IQ, misalnya dirancang untuk memastikan
kemampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensi yang paling sering
dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung,
pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif,
visualisasi ruang dan ingatan (Robbins, 2001).
Kemampuan Fisik. Berbeda dengan kemampuan intelektual yang
memain-kan peran lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan
pemerosesan informasi, kemampuan fisik memiliki makna penting untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dan yang
lebih terbakukan dengan sukses. Misalnya, pekerjaan yang keberhasilannya
menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai.
Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan
pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan
dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Kemampuan-kemampuan tersebut adalah
sebagai berikut.
Faktor-faktor kekuatan:
(1)Kekuatan dinamis : Kemampuan untuk menggunakan otot secara berulang-
ulang atau sinambung sepanjang suatu kurun waktu.
(2)Kekuatan tubuh : Kemampuan mengenakan otot dengan menggunakan
otot-otot tubuh (terutama perut).
(3)Kekuatan statis : Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap obyek luar
(4)Kekuatan : Kemampuan menghabiskan suatu maksimum energi eksplosif
dalam satu atau sederetan tindakan eksplosif.
Faktor-faktor Keluwesan :
(5)Keluwesan Extent : Kemampuan menggerakkan otot tubuh dan meregang
punggung sejauh mungkin
Faktor-faktor lain:
(7)Koordinasi tubuh : Kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan
seren-tak dari bagian-bagian tubuh yang berlainan
(8)Keseimbangan : Kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun ada
kekuatan-kekuatan yang mengganggu keseimnbangan itu.
(9)Stamina : Kemampuan melanjutkan upaya maksimum yang menuntut upaya
yang diperpanjang sepanjang suatu kurun waktu (Robbins, 2001).
Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja
yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan
yang diminta dari pekerjaan itu. Dalam realitas dapat dilihat ada pekerjaan yang
lebih banyak mementingkan kemampuan intelektual dan ada pula pekerjaan yang
cenderung lebih mengutamakan kerja fisik atau otot.
Robbins (2001) merumuskan kepribadian sebagai total jumlah dari cara-cara
di mana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Konsep
ini paling sering digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang dapat diukur yang
diperlihatkan oleh seseorang. Kepribadian seorang dewasa umumnya terbentuk
dari faktor keturunan maupun lingkungan yang diperlunak oleh situasi dan
kondisi.
Keturunan merujuk ke faktor-faktor yang ditentukan pada saat pembuahan.
Sosok fisik, daya tarik wajah, kelamin, temperamen, komposisi otot dan refleks,
tingkat energi dan ritme hayati merupakan karakteristik yang umumnya
dipengaruhi faktor keturunan. Pendekatan keturunan berargumen bahwa
penje-lasan paling akhir dari kepribadian seorang individu adalah struktur molekul yang
terletak dalam kromosom. Keturunan memainkan suatu bagian penting dalam
menentukan kepribadian seseorang.
Diantara faktor-faktor yang menekan pada pembentukan kepribadian kita
adalah budaya di lingkungan mana kita dibesarkan, pengkondisian dini,
norma-norma dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok-kelompok sosial serta
pengaruh-pengaruh yang kita alami (Robbins, 2001). Keturunan menentukan
parameter-parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi penuh seseorang akan
ditentukan oleh betapa baik ia menyesuaikan diri pada tuntutan dan persyaratan
Situasi mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap
kepribadian. Kepribadian seseorang, walaupun pada umumnya mantap dan
kon-sisten, namun dapat berubah dalam situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda
dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari
kepribadian seseorang. Oleh karena itu kepribadian tidak bisa dilihat sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri.
Karakteristik kepribadian yang populer antara lain seperti sifat malu, agresif,
mengalah, malas, ambisius, setia, malu-malu. Karakteristik ini bila diperlihatkan
dalam sejumlah besar situasi disebut ciri-ciri kepribadian. Makin konsisten
karakteristik tersebut dan makin sering terjadi dalam siatuasi yang beragam,
makin penting ciri itu dalam menggambarkan individu tersebut.
Penelitian mengenai ciri-ciri keperibadian individu telah berhasil
meng-identifikasi 17.953 ciri individu. Seorang peneliti mencoba mengelompokkan
seperangkat ciri untuk mengidentifikasi pola-pola yang mendasar dan berhasil
mengidentifikasi 16 faktor kepribadian yang dinamakan sumber atau ciri primer
seperti tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-ciri utama kepribadian seseorang
Ciri-ciri utama atau primer kepribadian seseorang
(1)Pendiam lawan Ramah
(2)Kurang cerdas lawan Lebih cerdas
(3)Dipengaruhi perasaan lawan Mantap secara emosional
(4)Mengalah lawan Dominan
(5)Serius lawan Suka bersenang-senang
(6) Mudah bersedia lawan Berhati-hati
(7) Malu-malu lawan Petualang
(8) Keras hati lawan Peka (9) Mempercayai lawan Mencurigai
(10)Praktis lawan Imajinatif
(11)Terus terang lawan Lihai/licin
(12)Percaya diri lawan Takut-takut
(13)Konservatif lawan Suka bereksperimen
(14)Bergantung-kelompok lawan Berdiri sendiri
(15)Tak terkendali lawan Terkendali
(16) Santai lawan Tegang
Salah satu kerangka kepribadian yang paling luas digunakan disebut
Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI- Myers-Briggs Type Indicators). MBTI
menge-lompokkan orang-orang ke dalam salah satu dari 16 tipe (Robbins, 2001: 53).
Banyak hasil riset yang mendukung bahwa lima dimensi kepribadian dasar
(Model 5 Besar MBTI) tersebut mendasari semua dimensi lain. Faktor lima besar
tersebut adalah:
Ekstraversi. Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang
senang bergaul, banyak bicara dan tegas. Kaum ekstravert (ekstraversinya
tinggi) cenderung rama dan terbuka serta menghabiskan banyak waktunya
untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Kaum
introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang
lebih sedikit dan lebih senang dengan kesendirian.
Mampu bersepakat. Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan
seseorang yang baik hati, kooperatif dan mempercayai. Orang yang menilai
rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada
kebutuhan mereka sendiri ketimbang pada kebutuhan orang lain.
Mendengarkan kata hati. Suatu dimensi kepribadian yang mengambarkan
seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi
prestasi. Orang yang tinggi dalam mendengarkan kata hati mengejar lebih
sedikit tujuan, dalam suatu cara yang sangat terarah dan cenderung
bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung dan berorientasi pada prestasi.
Mereka yang skornya rendah pada dimensi ini cenderung menjadi lebih muda
kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan dan lebih hedonistic.
Kemantapan emosional. Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan
seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif) lawan tegang, gelisah,
murung dan tak kokoh (negatif). Orang dengan kemantapan emosional positif
cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Mereka dengan skor negative
yang tinggi cenderung gelisah, tertekan dan tidak aman.
Keterbukaan terhadap pengalaman. Suatu dimensi kepribadian yang
mencirikan seseorang yang imajinatif, benar-benar sensitive dan intelektual.
Dimensi ini mengamanatkan rentang minat seseorang. Mereka yang berada
pada sisi lain dari kategori terbukaan nampak lebih konvensional dan
Terakhir, faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan prilaku
adalah pembelajaran. Belajar merupakan hal/peristiwa yang sangat penting bagi
manusia. Belajar hendaknya tidak dilihat hanya sebatas memperoleh pengetahuan
di bangku sekolah. Tetapi belajar seyogianya dilihat secara luas dan digambarkan
untuk mengatur pengalaman dengan cara tertentu sehingga seseorang dalam
meperoleh sesuatu mempunyai sesuatu untuk masa depan. Hampir semua perilaku
kita yang rumit merupakan hasil dari proses belajar.
Pembelajaran adalah setiap perubahan yang relatife permanen yang terjadi
sebagai hasil pengalaman (Robbins, 2001). Belajar adalah menggunakan
pengalaman-pengalaman untuk digunakan di masa depan (Mar’at dan Kartono,
2005: 17). Belajar merupakan keharusan bagi setiap orang untuk dapat hidup
lebih baik.
Karakteristik Rumahtangga Petani
Lewin (Azwar, 2001) mengemukakan bahwa perilaku merupakan fungsi
dari karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi
berbagai variabel, seperti: motif, nilai, sifat kepribadian dan sikap, yang saling
berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor
lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan seringkali memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya
lebih besar dari pada karakteristik individu.
Karakteristik individu adalah bagian dari ciri pribadi dan melekat pada diri
seseorang. Karakteristik tersebut mendasari tingkahlaku seseorang dalam situasi
kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers dan Shoemaker, 1981). Mardikanto
(1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang
melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti;
umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Dalam kaitannya
dengan proses difusi inovasi, Slamet (1992) mengemukakan bahwa umur,
pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor
individu yamg mempengaruhi proses difusi inovasi.
Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau
ling-kungan adalah: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik
psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai
bisnis dan kemudahan menerima inovasi.
Dengan demikian secara konseptual karakteristik individu adalah
kese-luruhan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang dapat berbeda dengan yang
lainnya. Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani adalah ciri-ciri
yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya dengan petani
lainnya.. Masing-masing individu petani memiliki karakteristik sendiri-sendiri
yang berbeda antara satu sama lain.
Agussabti (2002) mengidentifikasi tujuh karakteristik petani yang
diang-gap mempunyai pengaruh dalam upaya pemberdayaan petani untuk
menum-buhkan kemandirian dalam pengambilan keputusan , yaitu: (1) umur, (2)
penga-laman berusahatani, (3) motivasi berprestasi, (4) aspirasi, (5) persepsi, (6)
kebe-ranian mengambil resiko, dan (7) kreativitas.
Menurut Subandrijo ( 1999), perilaku petani dipengaruhi oleh nilai-nilai
dasar yang ditentukan oleh faktor alam yang mewujudkan nilai-nilai moralitas
yang dianut atau terbentuk di dalam masyarakat tersebut. Ini memberi pengertian
bahwa dalam kehidupan keluarga petani terjadi seleksi tentang hal-hal yang baik
atau buruk, pantas atau tidak pantas, boleh atau tidak boleh, susila atau asusila dan
lain sebagainya. Ditambahkan oleh Wirutomo (2005) bahwa kebudayaan
merupakan kekuatan pembentuk pola sikap dan perilaku manusia dari luar dan
dari dalam. Unsur paling sentral dalam suatu kebudayaan adalah nilai-nilai yang
merupakan suatu konsepsi tentang hal-hal yang benar atau salah (nilai moral),
baik atau buruk (nilai etika), indah atau jelek (nilai estetika). Dari sistem nilai itu
kemudian tumbuh norma yang merupakan patokan atau rambu-rambu yang
mengatur perilaku manusia di dalam bermasyarakat. Oleh karena itu orientasi
nilai-nilai sosial budaya sangat mempengaruhi perilaku manusia dalam hidupnya
termasuk dalam berusaha dan bekerja.
Konsep individu bukan mengacu pada substansinya tetapi lebih pada sisi
hubungannya (kontekstual). Individu tidak ditandai oleh ciri-ciri universal, tetapi
ditandai oleh kekhususan hubungan dengan lingkungannya, oleh caranya
berasal dari jaringan hubungannya dengan alam dan masyarakat di mana ia
menjadi anggotanya. Bahwa manusia berhubungan dengan lingkungannya bersifat
universal, tetapi dalam bentuk konkret cara berhubungan itu berbeda-beda dan
menghasilkan sejarah dan kultur yang berbeda pula (Sztompka, 2004).
Lewin (Utami, 2006) membuat persamaan dasar perilaku manusia;
B = f [ P, S], merumuskan bahwa perilaku (B) adalah fungsi dari faktor-faktor
atau karakteristik yang bersifat individual (P) dengan situasi dan kondisi
lingkungan tepat individu itu berada (S).
Karakteristik tersebut terutama dapat diidentifikasi dari karakteristik, sosial,
budaya maupun ekonomi, baik internal maupun eksternal, seperti: umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai
budaya, harapan atau aspirasi, luas pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan
rumahtangga, jumlah dan komposisi anggota rumahtangga, akses informasi, akses
pasar, akses terhadap kelompok atau organisasi, akses sumber modal, ketersediaan
sarana layanan publik lokal, sperti sekolah, dan puskesmas, kepedulian pemimpin
formal dan informal lokal dan kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diidentifikasi beberapa karakteristik
yang diduga berhubungan dengan perilaku dan pemenuhan kebutuhan dasar
rumahtangga petani miskin, yaitu:; umur, pendidikan formal, pendidikan non
formal, motivasi berprestasi, orientasi nilai budaya, harapan atau aspirasi, luas
pemilikan dan penguasaan lahan, pendapatan, jumlah dan komposisi anggota
rumahtangga, akses terhadap sumber informasi, akses pasar, akses terhadap
sumber modal, akses terhadap kelompok atau organisasi, ketersediaan sarana
layanan publik lokal, seperti sekolah, puskesmas, sarana layanan listrik dan
kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Umur
Umur mempengaruhi kemampuan seorang individu dalam melakukan
aktivitas atau usaha. Karena usia umumnya berkaitan dengan tingkat kematangan
fisik maupun mental seseorang. Hawkins, et.al (1986:7) mengemu-kakan bahwa