• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus Maxima (Burm ) Merr ) Melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun Buah Dan Pemberongsongan Buah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus Maxima (Burm ) Merr ) Melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun Buah Dan Pemberongsongan Buah"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN KUALITAS

JERUK PAMELO (

Citrus

maxima

(Burm.) Merr.)

MELALUI PENGATURAN NISBAH JUMLAH DAUN:BUAH

DAN PEMBERONGSONGAN BUAH

UMMU KALSUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan Buah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Ummu Kalsum

(4)

RINGKASAN

UMMU KALSUM. Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan Buah. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO dan AHMAD JUNAEDI.

Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.)telah secara luas dibudidayakan di Indonesia. Buah pamelo memiliki ukuran yang besar, sehingga akan membutuhkan asimilat yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan buahnya. Permasalahan budidaya jeruk pamelo tidak hanya pada kebutuhan asimilat dalam perkembangan buah melainkan juga kualitas eksternal buah. Perbaikan kualitas eksternal buah yang paling utama adalah penampilan buah. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari informasi pengaruh nisbah jumlah daun:buah, pemberongsongan buah dan hubungan keduanya terhadap perkembangan dan kualitas buah.

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan IPB pada Agustus 2013 sampai Juni 2014. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah nisbah jumlah daun:buah dengan tiga taraf (50:1, 75:1 dan 100:1). Faktor kedua adalah pemberongsongan buah dengan empat warna plastik (bening, merah, kuning dan biru) dan kontrol (tanpa diberongsong).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua buah pada kontrol rontok disebabkan serangan hama. Nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsong buah mempengaruhi perkembangan dan kualitas buah. Nisbah jumlah daun:buah tertinggi (100:1) signifikan meningkatkan bobot buah dibandingkan nisbah jumlah daun:buah yang lebih rendah (75:1 dan 50:1). Perlakuan nisbah jumlah daun:buah tidak berpengaruh nyata terhadap bagian dapat dimakan, kandungan jus dan kandungan vitamin C pada semua perlakuan, sedangkan warna pemberongsong mempunyai pengaruh yang nyata pada kualitas buah. Plastik merah menghasilkan buah yang terbesar tetapi kualitas yang terendah pada padatan terlarut total (PTT) dan indeks kematangan. Buah dengan nisbah jumlah daun:buah 50:1 yang diberongsong dengan plastik bening dan kuning dapat direkomendasikan untuk jeruk pamelo, hal ini ditunjukkan pada buah dengan ukuran yang sedang dan rasa yang lebih baik yang diindikasikan oleh tingginya padatan terlarut total dan indeks kematangan.

(5)

SUMMARY

UMMU KALSUM. Quality Improvement of Pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) using Leaf-to-fruit Ratio Arrangement and Fruit Bagging. Supervised by SLAMET SUSANTO and AHMAD JUNAEDI.

Pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) has been widely cultivated in Indonesia. Since pummelo fruit has a large size, a lot of assimilate will be required for fruit growth and development. The problem of pummelo cultivation was not only assimilate requirement for fruit growth but also fruit external quality. The mayor of external quality improvement is fruit appearance. The aims of this research were to evaluate effect of leaf-to-fruit ratio, fruit bagging and their relationship on fruit development and quality.

This research was conducted at Cikabayan Experimental Research Station of Bogor Agricultural University from August 2013 until June 2014. The experiment was arranged in completely randomized factorial design with two factors. The first factor was leaf-to-fruit ratio with three levels (50:1, 75:1 and 100:1). The second factor was fruit bagging with four plastic colors (transparent, red, yellow and blue) and control (without bagging).

The result showed that all fruit in the control treatment dropped because of pest attack. Leaf-to-fruit ratio and fruit bagging affected fruit growth and quality. The highest leaf-to-fruit ratio (100:1) significantly increased fruit weight as compared with lower leaf-to-fruit ratio (75:1 and 50:1), i.e. 746.3, 641.4, and 603.3 g, respectively. There was no significant effect of leaf-to-fruit ratio on edible portion, juice content, and vitamin C in all treatments, whereas bag color has significantly affected fruit quality. Red plastic resulted the largest fruit but poorest quality in total soluble solid (TSS) and maturity index. Fruit from leaf-to-fruit ratio of 50:1 that bagged with transparent and yellow plastic could be recommended for pummelo, which showed moderate size fruit and better taste indicated by high total soluble solid and maturity index.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

UMMU KALSUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

PERBAIKAN KUALITAS

JERUK PAMELO (

Citrus

maxima

(Burm.) Merr.)

MELALUI PENGATURAN NISBAH JUMLAH DAUN:BUAH

(8)
(9)

Judul Tesis : Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan

Pemberongsongan Buah Nama : Ummu Kalsum

NIM : A252120121

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc Ketua

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Januari 2015

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah perbaikan kualitas buah, dengan judul Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima

(Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan Buah.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc dan Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Di samping itu, terimakasih juga disampaikan kepada staf UV-Vis Spectrophotometry Laboratory, Postharvest Laboratory, dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pembiayaan biaya kuliah melalui program Beasiswa Unggulan (BU). Penulis juga menyampaikan terima kasih atas pembiayaan penelitian dalam tesis ini melalui program Hibah Kompetisi DIKTI pada tahun 2014 yang diketuai oleh Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Syarat Tumbuh Jeruk Pamelo 3

Komposisi Kimia Buah Jeruk Pamelo 3

Deskripsi Jeruk Pamelo 4

Fisiologi Perkembangan Buah 5

Nisbah Jumlah Daun:Buah 6

Pemberongsongan Buah 8

Kualitas Buah Jeruk 9

3 METODE PENELITIAN 10

Tempat dan Waktu Penelitian 10

Bahan dan Alat 10

Prosedur Percobaan 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Umur Daun Jeruk Pamelo 15

Kondisi Mikro dalam Pemberongsong selama Penelitian 17

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam 18

Karbohidrat Daun Jeruk Pamelo 19

Perkembangan Buah Jeruk Pamelo 20

Pigmen dan Warna Kulit Buah Jeruk Pamelo 22

Kualitas Jeruk Pamelo 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 34

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan buah jeruk pamelo 3

2 Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan 4 3 Kondisi lingkungan mikro dalam pemberongsong buah 17 4 Rekapitulasi sidik ragam pada peubah pengamatan 19

5 Karbohidrat daun jeruk pamelo 19

6 Klorofil kulit buah jeruk pamelo 22

7 Pengaruh interaksi nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong terhadap karotenoid dan warna kulit buah 23

8 Kualitas eksternal buah jeruk pamelo 24

9 Kualitas internal buah jeruk pamelo 26

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan daun jeruk pamelo 15

2 Daun dewasa yang rontok 16

3 Perkembangan diameter melintang buah jeruk pamelo 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Korelasi antara total luas daun, akumulasi karbohidrat, bobot buah dan

volume buah 34

2 Data curah hujan dan hari hujan Dramaga 34 3 Diagram penetapan karbohidrat daun metode Luff Schoorl 35

4 Perlakuan pemberongsongan 36

(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk merupakan salah satu buah utama di Indonesia karena banyak dikonsumsi masyarakat serta kandungannya yang baik untuk kesehatan. Kandungan vitamin pada jeruk cukup tinggi, yakni 20% vitamin A dan 43% vitamin C (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007). Produksi jeruk dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi jeruk, hal ini ditunjukkan oleh nilai Self Sufficiency Ratio (SSR) pada tahun 2008-2012 berkisar 86 sampai 94%, sehingga Indonesia perlu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Impor jeruk pada tahun 2008-2012 semakin meningkat, yakni 143 661, 216 917, 204 148, 232 049, 258 446 ton secara berurutan. Pada tahun 2012, nilai impor jeruk menduduki proporsi impor buah terbesar di Indonesia, yakni mencapai US$ 256 098 000 (Sekjen Kementan 2013).

Salah satu jeruk yang telah secara luas dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk pamelo. Jeruk pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) dianggap sebagai salah satu dari tiga jenis jeruk yang asli berdasarkan analisis kariotipe, selain

Citrus medica dan Citrus reticulata (Hynniewta et al. 2011). Jeruk pamelo merupakan salah satu jenis jeruk yang potensial untuk dikembangkan karena tumbuh di daerah tropis dan produksinya yang semakin meningkat, hal ini ditunjukkan pada produksi tahun 2008-2012 sebesar 76 621 ton, 105 928 ton, 91 131 ton, 97 069 ton, 113 388 ton secara berurutan (BPS 2012, 2013). Selain itu, jeruk pamelo memiliki karakteristik yang khas, yaitu berukuran besar, memiliki rasa segar, dan daya simpan yang lama sampai 4 bulan (Susanto 2004).

Jeruk pamelo memiliki banyak keunggulan sehingga ditetapkan sebagai jenis komoditas unggulan tanaman buah Direktorat Jenderal Hortikultura sesuai Keputusan Menteri Pertanian No. 511/Kpts/PD.310/9/2006. Kabupaten Magetan merupakan daerah sentra terbesar produksi pamelo di Indonesia. Pangestuti et al.

2004 dan Rahayu 2012 melaporkan bahwa kultivar jeruk pamelo yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kultivar Nambangan karena memiliki masa simpan yang relatif panjang dan tergolong pada jeruk pamelo potensial tidak berbiji. Selain itu, kandungan vitamin C pada kultivar Nambangan tidak turun secara nyata selama 8 minggu setelah penyimpanan (MSP). Toh et al. (2013) menyatakan bahwa jeruk pamelo mengandung beberapa senyawa antioksidan yang cukup tinggi, seperti senyawa fenol dan flavonoid.

(16)

2

nisbah jumlah daun:buah mampu meningkatkan kualitas buah jeruk “Valencia”

dan jeruk pamelo cv. Hom Hat Yai.

Permasalahan budidaya jeruk pamelo tidak hanya pada kebutuhan asimilat dalam perkembangan buah melainkan juga kualitas eksternal buah. Perbaikan kualitas eksternal buah yang paling utama adalah penampilan buah. Penampilan buah dipengaruhi oleh kerusakan pada kulit buah. Kerusakan tersebut disebabkan adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan penampilan buah adalah pemberongsongan. Menurut Damayanti (2000), pemberongsongan pada buah mengakibatkan akumulasi panas yang akan memacu proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan buah. Harachl and Wanichkul (2006) melaporkan bahwa pemberongsongan mampu mengurangi serangan hama pada jambu biji. Sementara, Kurniawati et al. (2011) melaporkan bahwa pemberongsongan pada pisang tanduk meningkatkan kemulusan kulit buah.

Bahan pemberongsong buah ada beberapa macam, seperti kertas, karung dan plastik. Pemberongsong bahan plastik tidak mudah rusak, sehingga sering digunakan untuk memberongsong buah. Berbagai warna plastik dapat ditemukan di pasaran. Setiap warna plastik memantulkan warna cahaya yang berbeda dan masih sedikit informasi pengaruh warna plastik terhadap buah. Pemberongsongan buah mampu menekan penggunaan pestisida dan residunya terhadap buah, sehinggga buah lebih aman dikonsumsi. Selain itu, menurut Hwang et al. (2004) pemberongsongan buah menggunakan kertas hitam mampu merubah warna kulit buah grapefruit menjadi jingga dan meningkatkan rasio PTT/ATT. Noorbaeti et al. (2013) melaporkan bahwa pemberongsongan buah menggunakan warna plastik yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas buah jambu biji.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya untuk memperbaiki penampilan dan kualitas internal buah jeruk pamelo. Pengaturan nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsongan buah menggunakan warna pemberongsong yang berbeda penting dilakukan pada jeruk pamelo untuk meningkatkan kualitas eksternal dan internal buah.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi pengaruh nisbah jumlah daun:buah, pemberongsongan buah dan hubungan keduanya terhadap perkembangan dan kualitas buah jeruk pamelo.

Hipotesis

1. Nisbah jumlah daun:buah mempengaruhi kualitas buah jeruk pamelo. 2. Terdapat warna plastik pemberongsong yang menghasilkan kualitas buah

jeruk pamelo yang terbaik.

(17)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Jeruk Pamelo

Jeruk besar (Citrus maxima (Burm.) Merr.) yang sering disebut pamelo berasal dari Asia Tenggara dan telah diintroduksi ke Cina (Blench 2008). Jeruk pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) merupakan sinonim dari Citrus grandis

(L.) Osbeck yang tergolong pada sub famili Aurantioideae dan famili Rutaceae (Elaboration of Standards For Fruit 2007; ITIS 2011).

Jeruk pamelo dapat tumbuh di dataran rendah tropis dengan ketinggian

≤400 meter di atas permukaan laut (m dpl). Kelembaban dan suhu juga berpengaruh pada pertumbuhan pohon jeruk pamelo. Kelembaban udara rata-rata yang cocok untuk ditanami jeruk pamelo adalah 50 sampai 85%. Suhu yang dibutuhkan tanaman ini 25 hingga 30 ⁰C dengan curah hujan tahunan 1 500 sampai 1 800 mm. Tanaman jeruk pamelo dapat tumbuh baik pada tanah pasir sampai liat dengan tekstur sedang dan tidak mengandung salinitas yang tinggi (Cayabyab 2004).

Komposisi Kimia Buah Jeruk Pamelo

Jeruk pamelo disukai oleh konsumen sebagai buah yang memiliki kandungan gizi yang baik. Jeruk pamelo merupakan salah satu buah yang menjadi sumber vitamin C. Vitamin C merupakan salah satu senyawa antioksidan (Davey

et al. 2000). Jeruk pamelo juga mengandung karbohidrat, protein dan berbagai vitamin serta kandungan lemak yang rendah. Kandungan nutrisi buah jeruk pamelo disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan buah jeruk pamelo

Nutrisi Jumlah dalam 100 g bahan

Kalori (kal) 48.00

Protein (g) 0.60

Lemak (g) 0.30

Karbohidrat (g) 12.40

Kalsium (mg) 23.00

Fosfor (mg) 27.00

Zat besi (mg) 0.50

Vitamin A (IU) 20.00

Vitamin B1 (mg) 0.04

Vitamin C (mg) 43.00

Air (%) 86.30

Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007

(18)

4

seperti fenol dan flavonoid. Senyawa flavonoid yang tinggi di jeruk pamelo adalah naringin. Naringin merupakan senyawa flavonoid mayor dalam jeruk pamelo. Rahayu 2012 melaporkan bahwa kandungan naringin jeruk pamelo beragam tergantung pada kultivarnya, berkisar antara 55.2 sampai 344 μg ml-1 .

Deskripsi Jeruk Pamelo

Di Indonesia terdapat beberapa kultivar unggul pamelo, diantaranya adalah Nambangan, Bali Merah, Srinyonya, Cikoneng ST, Pangkajene Putih dan Jawa.

Kultivar Nambangan merupakan jeruk pamelo yang paling banyak dibudidayakan di sentra pamelo, yakni pada Kabupaten Magetan. Jeruk pamelo kultivar Nambangan berasal dari daerah Nambangan, yaitu sebuah kelurahan di Kodya Madiun, Jawa Timur (Pangestuti et al. 2004).

Pertumbuhan buah jeruk pamelo berlangsung cepat pada dua bulan pertama sejak berbunga penuh, kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang semakin lambat (Mahardika dan Susanto 2003). Pertumbuhan buah masih terjadi sampai buah siap panen (matang). Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan dewasa (umur > 6 tahun) ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan

(19)

5

Jeruk pamelo kultivar Nambangan tergolong pada kultivar yang potensial tidak berbiji. Pada tanaman jeruk yang tergolong pada potensial tidak berbiji maka akan menghasilkan buah yang berbiji dan buah tidak berbiji dalam satu pohon (Rahayu 2012). Buah jeruk pamelo kultivar Nambangan di kabupaten Magetan dapat dipanen pada umur 24 sampai 30 minggu setelah berbunga (MSB). Kurang lebih separuh bagian dari bobot buah yang dapat dimakan (Mahardika dan Susanto 2003; Rahayu 2012). Setelah buah mencapai periode kematangan, proses yang terjadi lebih banyak pada perubahan kimia dari zat yang terkandung dalam buah tersebut. Buah jeruk pamelo kultivar Nambangan memiliki warna daging merah muda hingga merah, rasa manis asam dengan sedikit rasa getir dan jumlah bijinya yang tidak banyak atau bahkan tidak ada sama sekali sehingga jeruk pamelo kultivar Nambangan digolongkan pada kultivar potensial tidak berbiji (Pangestuti et al. 2004; Rahayu 2012).

Fisiologi Perkembangan Buah

Pada saat bunga mekar akan terjadi proses penyerbukan. Menurut Rahayu (2012) semua kepala putik sudah reseptif pada stadia balon, yang ditandai dengan permukaannya yang lengket, karena eksudat yang dikeluarkan oleh kepala putik. Distefano et al. (2011) melaporkan bahwa polen bunga jeruk berkecambah pada permukaan stigma lalu mencapai bagian sel papilla dari ovul. Setelah itu, sel papilla semakin membesar hingga dua kali lipat dari ukurannya pada saat antesis. Sementara itu dinding lokul berkembang menjadi daging buah (pulp).

Ben-Cheikh et al. (1997) menyatakan bahwa pada jeruk yang berbiji penyerbukan sangat mempengaruhi keberhasilan fruit set dan perkembangan buah selanjutnya. Pada aksesi berbiji, bila sel telur dan inti kutub dalam kantong induk megaspora tidak dibuahi oleh sel sperma, maka tidak akan terjadi perkembangan biji, dan kantong induk megaspora akan gugur ketika bunga mengalami senesen. Hal ini menunjukkan peranan biji yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan buah, karena biji merupakan sumber fitohormon.

Rahayu (2012) melaporkan bahwa jeruk pamelo kultivar Nambangan tergolong pada potensial tidak berbiji, sehingga dalam satu pohon terdapat buah yang berbiji dan buah yang tidak berbiji. Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa aksesi dengan derajat partenokarpi tinggi biasanya menghasilkan buah tidak berbiji. Sementara, menurut Gomez-Alverado et al. (2004) pada beberapa spesies, buah tidak berbiji terbentuk sebagai hasil partenokarpi atau stenospermokarpi, yaitu pembuahan yang diikuti dengan aborsi pasca-zigotik. Selanjutnya, menurut Varoquaux et al. (2000) menyatakan bahwa aksesi yang memiliki partenokarpi yang tinggi tetap berkembang karena bakal buah mampu berkembang tanpa pembuahan pada bakal biji.

(20)

6

Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa buah jeruk selama perkembangannya terdapat beberapa fase serta terjadi perubahan struktur dan internal buah. Fase-fase tersebut meliputi:

a. Fase 1: pembelahan sel

Pada fase 1 terjadi pembelahan sel dan akumulasi asam dan air pada daging buah. Jumlah kandungan asam mencapai puncak pada pertengahan fase 2.

b. Fase 2: pembesaran sel

Fase 2 ini ditandai dengan pembesaran ukuran yang cepat, akumulasi asam-asam organik dan biosintesis karotenoid pada daging buah.

c. Fase 3: pematangan buah

Pada saat proses pematangan buah terjadi beberapa perubahan pada bagian eksternal dan internal buah, yakni:

 Pada lapisan flavedo kulit buah terjadi degradasi klorofil.  Kandungan karotenoid daging buah yang tinggi.

 Tingginya padatan terlarut pada daging buah, dimana sukrosa menjadi padatan terlarut yang utama (rasio dari sukrosa, glukosa dan fruktosa adalah 2:1:1).

 Kandungan asam di dalam daging buah mengalami penurunan.

Nisbah Jumlah Daun:buah

Menurut Ryugo (1988) terdapat dua cara budidaya dimana beban tanaman dapat disesuaikan atau dikurangi, yaitu (1) pemangkasan aktif, dengan menghilangkan tunas yang tumbuh selama bulan-bulan musim dingin pada musim sebelumnya, dan (2) penjarangan bunga atau buah yang belum matang di awal musim. Buah-buahan yang sebelumnya dijarangkan dengan rasio daun:buah diubah, maka akan menghasilkan buah-buahan yang lebih besar pada saat panen. Pengaturan nisbah jumlah daun:buah dengan menghilangkan buah-buah yang cacat, kecil, dan rusak di awal musim mungkin memiliki beberapa efek menguntungkan, yakni fotosintat dialihkan ke pertumbuhan tunas saat ini dan cadangan pasokan makanan untuk musim berikutnya.

Dalam penjarangan kumpulan bunga, sebagian dari bunga akan dijarangkan sebelum atau pada mekar penuh, sedangkan dalam penjarangan buah, buah-buahan muda diberi jarak semerata mungkin sepanjang cabang. Kedua praktek tersebut meningkatkan rasio daun:buah sehingga meningkatkan potensi buah yang tersisa untuk tumbuh. Ukuran buah yang lebih besar diperoleh dengan penjarangan bunga mekar karena persaingan dalam mengembangkan buah-buahan dan memanjangkan tunas dan akar berkurang lebih awal. Namun, penjarangan bunga mekar ini berisiko karena apabila terjadi cuaca buruk selama periode setelah pembungaan dan selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya fruit set

(Ryugo 1988).

(21)

7

dapat dimanipulasi dengan pengaturan tingkat nisbah jumlah daun:buah yang berbeda pada cabang-cabangnya.

Pada cabang yang terdapat buah, daun muda akan bersaing dengan buah karena sama-sama berperan sebagai sink (pengimpor karbon). Hubungan source-sink dan regulasi alokasi karbon menjadi faktor penentu terhadap hasil tanaman pada tanaman buah. Kozlowski (1992) melaporkan bahwa daun sebagai sink pada awal pertumbuhannya akan mengimpor karbohidrat dari daun dewasa karena hasil fotosintesisnya masih rendah dan belum memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhannya. Hal tersebut dapat menyebabkan persaingan antara daun muda dan buah untuk memperoleh karbohidrat sehingga karbohidrat untuk buah akan terbatas untuk perkembangan buah. Tombessi et al. (1993) menyatakan bahwa alokasi karbohidrat tergantung pada kekuatan sink.

Secara umum, terdapat tiga stadia perkembangan daun, yakni: pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, ukuran penuh dan senensen (Kriedemann et al. 1970). Semua daun mengalami masa transisi dari sink menjadi

source (Roberts et al. 1997).Daun muda merupakan organ source sekaligus sink

karena daun tersebut mensintesis karbohidrat dan menggunakannya untuk pertumbuhan (Ryugo 1998). Daun muda menjadi sink (pengimpor karbon) karena rendahnya laju fotosintesis sehingga asimilat yang dihasilkan masih belum memenuhi kebutuhannya untuk berkembang (Kozlowski 1992; Marchi and Sebastiana 2005). Pada cabang yang terdapat buah, maka daun muda akan berkompetisi dengan buah untuk mendapatkan karbohidrat, karena daun muda juga berperan sebagai sink pada awal perkembangannya.

Daun mampu menopang kebutuhan buah dalam menyediakan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan buah sampai daun tersebut rontok. Ismail (1969) melaporkan bahwa senesen menjadi salah satu penyebab utama dalam inisiasi absisi atau rontoknya suatu organ tanaman. Sebelum terjadinya absisi, organ tersebut akan mengalami senesen yang ditandai dengan degradasi klorofil, protein dan RNA. Selanjutnya, menurut Biswal and Biswal (1999) dan Jing and Nam (2012), senesen adalah proses perkembangan dalam siklus tanaman yang berhubungan dengan panjang umur dan umumnya terjadi pada stadia akhir perkembangan daun.

Senesen dikendalikan oleh beberapa hormon endogen (Jing and Nam 2012). Katz et al. (2005) melaporkan bahwa lepas atau rontoknya daun jeruk manis berlangsung perlahan dan tidak selalu ditandai dengan warna daun yang menguning. Kandungan etilen yang tinggi terdapat pada daun yang mengalami senesen tersebut dan di identifikasi sebagai penyebab rontoknya daun.

Nisbah jumlah daun:buah telah dilakukan pada beberapa tanaman buah. Lechaudel et al. (2005) menyatakan bahwa nisbah jumlah daun:buah pada mangga berpengaruh nyata pada proses yang mendasari perkembangan buah, seperti mobilisasi cadangan makanan, laju respirasi dan kebutuhan asimilat buah. Yuan et al. (2005) juga melaporkan bahwa jeruk “Valencia” menunjukkan

(22)

8

Pemberongsongan Buah

Salah satu upaya untuk menghambat kerusakan buah saat masih di pohon adalah dengan pembungkusan buah atau yang biasa dikenal sebagai pemberongsongan. Cara ini dimaksudkan untuk meminimalkan gangguan hama dan penyakit saat buah masih di pohon, termasuk menghalangi lalat betina agar tidak bertelur pada buah. Pengendalian dengan pembungkusan buah dapat mengurangi penggunaan dan dampak buruk dari bahan kimia serta mengurangi biaya produksi. Rein (2008) melaporkan bahwa pestisida selain meningkatkan biaya produksi dapat menimbulkan residu bahan kimia pada buah yang berbahaya bagi konsumen. Pengendalian hama secara mekanis secara nyata lebih efektif daripada pengendalian hayati. Pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK) secara hayati dan mekanis nyata dapat mengurangi kehilangan hasil biji kakao kering. Hasil panen biji kakao kering pada perlakuan pemberongsongan buah menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yakni sebesar 57.47%.

Menurut Damayanti (2000), sifat-sifat jenis pembungkus yang baik adalah : a. Mampu melindungi buah muda dari serangan hama dan penyakit. b. Mengurangi intensitas cahaya matahari.

c. Mengurangi pengaruh suhu udara. d. Menjaga kelembaban kulit buah. e. Tahan hujan, tidak mudah robek. f. Mudah dikontrol keadaan buahnya. g. Cukup ringan.

h. Praktis pemasangannya. i. Tahan lama.

j. Mudah mendapatkannya dan murah harganya.

Warna plastik di pasaran bermacam-macam. Taiz dan Zeiger (2010) menyatakan bahwa visible light (warna tampak) berkisar antara 400 nm (violet) sampai 700 nm (merah). Panjang gelombang cahaya yang pendek (frekuensi tinggi) mempunyai total energi yang tinggi sedangkan panjang gelombang cahaya yang panjang (frekuensi rendah) mempunyai total energi yang rendah. Penyerapan dari spektrum klorofil, dimana penyerapannya kuat pada warna biru (sekitar 430 nm) dan merah (sekitar 660 nm) sedangkan cahaya hijau tidak menyerap secara efisien karena kebanyakan direfleksikan ke mata kita dan memberikan tanaman dengan karakter warna hijau.

Pemberongsongan menunjukkan hasil yang cukup baik pada beberapa buah jeruk. Xie et al. (2013) melaporkan bahwa pemberongsongan buah menghambat atau meningkatkan akumulasi antosianin pada kulit dan daging buah

(23)

9

Asimilat yang dihasilkan pada fotosintesis tidak hanya berupa pati, melainkan ada yang berupa protein, lemak, dan pigmen. Rodrigo et al. (2013) melaporkan bahwa pigmen pada kulit buah jeruk pamelo meliputi klorofil dan karotenoid. Klorofil a adalah komponen utama dari klorofil kulit jeruk sedangkan kandungan karotenoidnya rendah. Klorofil merupakan pigmen utama pada jeruk yang matang hijau. Mahardika dan Susanto (2003) menyatakan bahwa jeruk pamelo berwarna hijau sampai hijau kekuningan pada saat panen.

Kualitas Buah Jeruk

Karakteristik komoditas hortikultura diantaranya mudah rusak dan dikonsumsi segar. Kualitas buah merupakan syarat utama permintaan pasar. Nilai sikap konsumen terhadap atribut yang dipertimbangkan dalam keputusan pembelian buah jeruk lokal adalah penampilan, rasa, warna, ukuran dan aroma buah. Buah jeruk lokal memiliki kelemahan dibanding buah jeruk impor yaitu buah yang tidak seragam baik dari warna dan rasa, bahkan tidak jarang ukuran juga ditemukan tidak seragam di pasaran (Riska 2012). Kualitas buah terdiri atas kualitas eksternal dan internal. Kualitas internal buah yang diamati dapat berupa, kandungan asam tertitrasi total (ATT), gula, pH, rasio PTT/ATT, kandungan asam askorbat buah dan senyawa metabolit sekundernya. Kualitas eksternal tidak kalah penting dengan kualitas internal buah. Jika terdapat cacat pada kulit buah, akan mengurangi penilaian konsumen terhadap buah tersebut.

Komponen nutrisi yang dapat dijadikan salah satu standar kualitas buah jeruk adalah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi sangat berguna bagi kesehatan manusia. Struktur kimia vitamin C terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat (Njoku et al. 2011). Pada tahun 2000, nilai

Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk asam askorbat ditetapkan pada 75 mg per hari bagi perempuan dewasa dan sebanyak 90 mg per hari bagi laki-laki dewasa. Nilai ini meningkat sebanyak 25 sampai 50% dibandingkan rekomendasi sebelumnya yang hanya sebesar 60 mg per hari bagi laki-laki dan perempuan dewasa (Food and Nutrition Board 2000).

Kualitas buah juga berhubungan dengan warna jus dan rasa getir. Buah jeruk pamelo dengan warna jus merah memiliki kandungan fenolik total dan karotenoid lebih tinggi dibandingkan yang warna jusnya putih, sehingga merupakan sumber antioksidan yang baik dan lebih efisien dalam menangkap berbagai bentuk radikal bebas (Tsai et al. 2007). Naringin merupakan salah satu flavonoid yang menyebabkan rasa getir pada pamelo. Naringin merupakan senyawa flavonoid berkhasiat sebagai antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas, pengkelat logam seperti tembaga dan besi, anti-inflammatory, anti alergi, anti kanker dan anti virus (Silalahi 2002). Rahayu (2012) melaporkan bahwa kandungan naringin jeruk pamelo kultivar Nambangan sebesar 273.3 μg ml-1.

(24)

10

Peningkatan nilai PTT yang terjadi dalam buah selama proses menuju masak (ripening) karena buah terus mengalami reaksi metabolisme selama proses penyimpanan yaitu hidrolisis pati yang akan mengubah cadangan makanan atau energi menjadi gula. Semakin lama gula disimpan, gula dalam buah akan meningkat. Selanjutnya, menurut Pantastico (1986), peningkatan nilai PTT akan diikuti dengan penurunan terhadap kandungan asam organik.

3 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus Dramaga IPB. Analisis laboratorium dilaksanakan di Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB dan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (yakni

Postharvest Laboratory dan UV-Vis Spectrophotometry Laboratory). Analisis karbohidrat dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Penelitian dilaksanakan pada Agustus 2013 sampai Juni 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jeruk pamelo hasil cangkokan kultivar Nambangan yang telah berumur 5 tahun dan telah berproduksi untuk kedua kalinya, warna plastik pemberongsong yang berbeda, pupuk NPK 15:15:15, pupuk kandang dan senyawa kimia dalam analisis jeruk pamelo. Tinggi tanaman jeruk pamelo mencapai ± 4 m dengan jarak tanam 4 x 3 m. Jenis pembungkus yang digunakan adalah kantong plastik ukuran 24 cm berwarna bening, merah, kuning dan biru. Plastik pemberongsong dilobangi sebanyak 11 lobang pada bagian bawahnya dengan diameter ± 0.5 cm untuk sirkulasi udara.

Peralatan yang digunakan meliputi timbangan analitik, luxmeter Smart Sensor AR 823, Corona thermo-hygrometer, chromameter Konica Minolta CR 10, hand refraktrometer Atago DUE-PSH 10, penetrometer controller MK VI,

centrifuge 5410, spektrofotometer Schimadzu UV-1 800, vortex, alat-alat pertanian, dan alat-alat dalam analisis kimia.

Prosedur Percobaan

(25)

11

berhubungan dengan source-sink, yakni periode daun muda menjadi daun dewasa dan absisi atau rontoknya daun dewasa. Pengamatan pada umur daun masing-masing terdapat tiga ulangan, baik pada umur daun menjadi dewasa maupun waktu absisi daun.

Pengamatan perkembangan buah dilakukan pada saat tanaman berbuah. Pemilihan cabang sampel untuk dilakukan pengaturan nisbah jumlah daun:buah pada saat buah berumur 3 minggu setelah antesis (MSA). Pemilihan cabang sampel dilakukan pada cabang tersier terpilih yang memiliki diameter pangkal cabang yang relatif sama, yakni ± 1.5 cm. Perkembangan jumlah daun setelah perlakuan diamati setiap 8 minggu untuk memperoleh nisbah jumlah daun:buah yang sesuai perlakuan. Pemberongsongan buah dilakukan pada saat buah berumur 4 MSA dengan diameter buah ± 3.5 cm. Pengamatan yang dilakukan pada perlakuan pemberongsongan buah dengan warna plastik yang berbeda adalah suhu, kelembaban dan intensitas cahaya.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah nisbah jumlah daun:buah dengan taraf, yakni 50:1, 75:1 dan 100:1. Faktor kedua adalah warna plastik pemberongsong yang berbeda, yakni warna bening, merah, kuning dan biru serta tanpa diberongsong sebagai kontrol. Dari kombinasi perlakuan terdapat 15 kombinasi perlakuan percobaan. Setiap perlakuan percobaan terdapat tiga ulangan sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Dalam setiap pohon dilakukan pengacakan pada cabang-cabangnya dengan berbagai nisbah jumlah daun:buah.

Model linier dari faktorial RAL secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan jeruk pamelo terhadap nisbah jumlah daun:buah ke-i dengan warna plastik pemberongsong ke-j dan ulangan ke-k

μ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan nisbah jumlah daun:buah ke-i

βj = pengaruh perlakuan warna plastik pemberongsong ke-j

(αβ)ij = komponen interaksi dari nisbah jumlah daun:buah dengan warna plastik pemberongsong

εijk = pengaruh acak dari interaksi nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong

Data percobaan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada taraf α=5%. Jika analisis sidik ragam menunjukkan hasil beda nyata, maka dilanjutkan pengujian menggunakan uji Duncan Multiple Range Test

(DMRT) pada taraf α=5%.

(26)

12

Peubah pengamatan dalam penelitian ini meliputi: a. Umur daun

Umur daun dilakukan pengamatan pada dua stadia penting dalam perkembangan daun yang berkaitan dengan hubungan source-sink, yakni pada umur daun menjadi daun dewasa dan masa absisi atau rontoknya daun.

1. Umur daun menjadi daun dewasa

Umur daun menjadi daun dewasa dilakukan sejak muncul primordia tunas vegetatif (tunas daun) sampai daun berukuran maksimum dengan kandungan klorofil yang pekat sehingga warna daun menjadi hijau tua. 2. Waktu absisi atau rontoknya daun dewasa

Waktu absisi atau rontoknya daun dewasa dilakukan dengan menghitung lama munculnya tunas daun sampai daun dewasa rontok. b. Selama perkembangan buah

Peubah pengamatan pada saat perkembangan buah dilakukan pada karbohidrat daun dan ukuran buah. Pengamatan karbohidrat daun dilakukan untuk mengetahui banyaknya potensi asimilat yang dimiliki daun untuk mendukung perkembangan buah. Ukuran buah diamati untuk mengetahui pengaruh nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsongan terhadap perkembangan dan pembesaran buah.

1. Karbohidrat daun

Pengukuran kandungan karbohidrat daun merupakan pengamatan destruktif. Sampel yang digunakan pada setiap stadia menggunakan cabang sampel yang berbeda pada masing-masing nisbah jumlah daun:buah. Kandungan karbohidrat daun diukur pada tiga stadia perkembangan buah, yakni saat buah berumur 5 minggu setelah antesis (MSA), 13 MSA dan 21 MSA menggunakan metode Luff Schoorl (Sudarmadji et al. 1989). Penentuan karbohidrat dilakukan dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat (Na2S2O3).

2. Pengukuran diameter buah

Pengamatan pengukuran diameter buah dilakukan pada sisi melintang (diameter melintang) sebanyak tiga kali, yakni saat buah berumur 4 MSA, 14 MSA dan 25 MSA (panen).

c. Panen

Pengamatan panen dilakukan pada kualitas eksternal dan internal buah. 1. Kualitas ekstenal buah, meliputi:

 Pigmen kulit buah

(27)

13

klorofil dan karotenoidnya dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm, dan 663 nm. Setelah didapat nilai absorbansi, kandungan klorofil dan karotenoid dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Antosianin = 0.08173*A537 - 0.00697*A647 - 0.00223*A663 Klorofil a = 0.01373*A663 - 0.000897*A537 - 0.00305*A647 Klorofil b = 0.02405*A647 - 0.004305*A537 - 0.00551*A663

Karotenoid = (A470 – (17.1*(klorofil a+klorofil b) – 9.479*antosianin)) 119.26

 Warna kulit buah

Warna kulit buah dianalisis menggunakan alat Chromameter Konica Minolta CR 10. Skala warna CIE LAB merupakan sebuah perkiraan skala keseragaman warna. Sumbu L* mulai dari atas ke bawah, parameter L* menunjukkan tingkat kecerahan dengan skala 0 (hitam atau gelap) sampai 100 (cerah atau terang). Sumbu a* dan b* tidak memiliki nilai batas yang spesifik. Bila nilai a* positif berarti merah dan bila negatif berarti hijau, sedangkan b* bila positif berarti kuning dan bila negatif berarti biru. Skala warna a* b* bukan parameter yang independen, melainkan merupakan komponen dari derajat hue (hº). Skala tersebut dikalkulasi menjadi derajat hue (hº) = tan-1(b*/a*)] (McGuire 1992).

 Kemulusan

Tingkat kemulusan kulit buah diamati dengan cara skoring. Skoring dilakukan dengan cara membagi buah menjadi 8 bagian secara membujur sehingga diperoleh skor 1/8 sampai 1. Skor 1 menunjukkan bahwa kulit buah mempunyai tingkat kemulusan 100%.

 Kelunakan buah

Pengukuran kelunakan buah dilakukan dengan alat penetrometer elektrik controller MK VI berdasarkan daya penetrasi jarum terhadap kulit pamelo. Lubang tusukan dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Tusukan dilakukan selama 5 detik, beban yang digunakan adalah 50 g. Angka yang terbaca setelah penusukan selama 5 detik dinyatakan sebagai tingkat kelunakan buah (mm 50 g-1 5 detik-1). Semakin besar angka yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat kelunakan buah.

 Volume buah

Pengukuran volume buah menggunakan prinsip Hukum Archimedes, yakni dengan cara memasukkan buah jeruk pamelo ke dalam wadah yang berisi penuh air. Air yang tumpah setelah buah dimasukkan ke dalam labu ukur untuk diukur volumenya. Volume air yang tumpah tersebut dinyatakan sebagai volume buahyang dinyatakan dalam ml.

 Bobot buah

(28)

14

 Tebal kulit buah

Tebal kulit merupakan rata-rata tebal kulit dari dua sisi diameter melintang buah (Susanto 2004). Tebal kulit buah dinyatakan dalam satuan cm.

 Bagian dapat dimakan (BDD)

Bagian dapat dimakan = Bobot daging buahBobot buah (g) (g) X 100%

2. Kualitas internal buah adalah kualitas dari daging buah, terdiri atas:  Kandungan jus buah (%)

Kandungan jus diperoleh dari perbandingan volume sari daging buah yang dihaluskan (ml) dengan bobot buah (g), dengan rumus:

Kandungan jus =Volume jus (ml) Bobot buah (g) X 100%

 Padatan terlarut total (PTT)

PTT merupakan tingkat kemanisan jus buah. Penentuan PTT dilakukan dengan meneteskan perasan buah jeruk pada hand refraktrometer dan dibaca dalam satuan ºBrix.

 Asam tertitrasi total (ATT)

Kandungan ATT diukur menggunakan metode titrasi NaOH 0.1 N dengan larutan indikator phenolftalein (PP) (Nielson 1998). Sampel yang digunakan perasan buah sebanyak 25 g kemudian ditera hingga volume menjadi 250 ml. Sampel yang diperoleh kemudian ditetesi larutan indikator lalu dilakukan titrasi. ATT jus jeruk pamelo dinyatakan dalam satuan %.

Kandungan ATT =volume NaOH x N NaOH x fp x 64

Bobot sampel (mg) X 100% fp = faktor pengenceran

 Rasio PTT/ATT

Rasio PTT/ATT merupakan indeks kematangan buah. Semakin tinggi nilai rasio PTT/ATT menunjukkan bahwa buah semakin matang.

 Vitamin C

Kandungan vitamin C dilakukan dengan titrasi iodium (Sudarmadji

et al. 1989). Sampel daging buah 10 g dan letakkan pada labu takar 100 ml, kemudian tambahkan air dan kocok. Larutan homogen tersebut disaring. Filtrate ditambah dengan larutan indikator amilum 1%, dan titrasi dengan iodium 0.01 N. Sebelum dilakukan titrasi, iodium dilarutkan menggunakan pelarut Kalium Iodida (KI), karena iodium sulit untuk larut dalam air. Kandungan vitamin C jus jeruk pamelo dinyatakan dalam mg 100 g-1.

Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Vitamin C = volume titrasi iodin 0.01 N x 0.88 mg x fp

(29)

15

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Daun Jeruk Pamelo

Dalam budidaya jeruk pamelo terdapat stadia penting dalam umur daun yang berkaitan dengan hubungan source-sink, yakni umur daun menjadi dewasa dan waktu absisi atau rontoknya daun. Kedua stadia umur daun tersebut berpengaruh dalam proses perkembangan buah. Periode daun muda sebagai sink

sangat penting dipelajari untuk mengetahui lamanya daun akan berkompetisi dengan buah dalam memperoleh karbohidrat. Sedangkan absisi atau rontoknya daun dapat digunakan untuk mempelajari lamanya daun mampu menopang kebutuhan buah dalam menyediakan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan buah.

a. Umur daun menjadi daun dewasa

Daun muda bersaing dengan buah, karena juga berperan sebagai sink

dalam awal perkembangannya. Primordia tunas daun jeruk pamelo menjadi daun dewasa memerlukan waktu minimal 6 minggu (Gambar 1). Primordia tunas daun menjadi daun muda membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu, dimana daun muda membuka sempurna pada umur 3 minggu. Pada umur 4 dan 5 minggu, ukuran daun sudah mencapai maksimum namun kandungan klorofilnya masih rendah sehingga warna daun menjadi hijau muda.

1 minggu 2 minggu 3 minggu

4 minggu 5 minggu 6 minggu

(30)

16

Daun muda berkembang menjadi daun dewasa dan tidak akan berkompetisi lagi dengan buah karena saat daun menjadi dewasa maka daun tersebut menjadi exporter karbohidrat atau disebut juga sebagai source. Daun dewasa disebut organ source, karena sudah mensintesis karbohidrat lalu mengekspornya pada bagian lain tanaman. Daun dewasa dicirikan dengan ukuran telah maksimum, konsentrasi klorofil, penyerapan energi cahaya dan aktivitas fotosintesis tinggi serta rendahnya laju respirasi (Kriedemann et al.

1970; Jeong et al. 2004). Kriedemann et al. (1970) melaporkan bahwa perluasan ukuran daun bertujuan untuk peningkatan kontribusi daun dalam fotosintesis. Pada daun yang berkembang, jaringan palisade dan mesofil berkembang dengan cepat dibandingkan daun yang dewasa. Daun yang telah mencapai ukuran maksimum, konsentrasi klorofil dan aktivitas fotosintesisnya akan meningkat.

Selama perkembangan daun terjadi beberapa perubahan, diantaranya adalah perubahan ukuran, kandungan klorofil, laju respirasi, aktivitas fotosintesis dan enzim ribulosa 1,5-difosfat karboksilase. Kandungan total klorofil, aktivitas enzim ribulosa 1,5-difosfat karboksilase dan fotosintesis cenderung meningkat, namun laju respirasi mengalami penurunan seiring bertambahnya umur daun (Bakker dan Hardwick 1973; Nii et al. 1995; Roberts

et al. 1997; Jeong et al. 2004).

Daun menjadi daun dewasa pada umur 6 minggu, dimana daun sudah mencapai ukuran maksimum dengan kandungan klorofil yang tinggi sehingga warna daun menjadi hijau tua (pekat). Roberts et al. (1997) melaporkan bahwa aktivitas fotosintesis pada daun dewasa semakin meningkat sampai daun tersebut mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Ketika jumlah akumulasi karbon dari fotosintesis lebih besar dari kebutuhan respirasi dan pertumbuhan, maka keseimbangan karbon menjadi positif sehingga daun dewasa tersebut

akan menjadi „carbon exporter‟ atau „source’.

b. Absisi atau rontoknya daun dewasa

Proses senesen pada daun umumnya berasosiasi dengan menurunnya kandungan klorofil daun (Biswal and Biswal 1999; Wetterich et al. 2014). Absisi daun jeruk pamelo terjadi pada saat daun berumur 7.3 bulan sejak munculnya primordia daun. Daun yang rontok tetap berwarna hijau namun terdapat sedikit warna kekuningan (Gambar 2).

(31)

17

Daun dewasa jeruk pamelo yang rontok sebelumnya telah mengalami senesen yang ditunjukkan oleh warna daun tersebut berwarna hijau dengan sedikit warna kuning. Warna kuning diduga karena klorofil daun telah terdegradasi dan adanya retranslokasi unsur hara pada daun tersebut. Biswal dan Biswal (1999) melaporkan bahwa daun yang senesen akan mengekspor nutrisi di dalamnya ke bagian lain yang sedang tumbuh. Selain itu, daun yang senesen dicirikan dengan hilangnya klorofil, perubahan bentuk ammonia ke glutamin (yang diketahui sebagai bentuk nitrogen yang dapat diangkut) dan pati ke bentuk gula. Kloroplas merupakan sasaran utama terjadinya induksi degradasi selama senesen.

Rontoknya daun jeruk pamelo terjadi pada saat daun berumur 7.3 bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa periode daun menjadi „source’ berlangsung selama < 6 bulan sebelum rontok karena daun tersebut membutuhkan waktu untuk bertransisi dari sink ke source minimal 6 minggu (1.5 bulan). Rontoknya daun dewasa pada jeruk pamelo diduga karena adanya peran faktor hormon endogen. Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa etilen telah diidentifikasi sebagai penginduksi terjadinya absisi suatu organ, baik daun, bunga maupun buah. Katz et al. (2005) dan Wetterich et al. (2014) melaporkan bahwa lepas atau rontoknya daun jeruk manis karena tingginya kandungan etilen pada daun tersebut.

Kondisi Mikro dalam Pemberongsong Buah Selama Penelitian

Pemberongsongan buah menimbulkan kondisi mikro di dalam pemberongsong yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya, seperti suhu, penyerapan dan transmisi cahaya yang diteruskan pada buah (Son and Lee 2008; Yang et al. 2009). Pengukuran kondisi mikro pada perlakuan warna pemberongsong meliputi suhu, kelembaban dan intensitas cahaya (Tabel 3). Nielson (1998) menyatakan bahwa panjang gelombang cahaya warna merah, kuning dan biru mempunyai masing-masing adalah 620-680 nm, 550-580 nm, dan 440-470 nm. Panjang gelombang cahaya berbanding terbalik dengan energi yang terkandung di dalamnya. Cahaya dengan panjang gelombang yang rendah memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan cahaya dengan panjang gelombang yang tinggi.

Tabel 3 Kondisi lingkungan mikro dalam pemberongsong buah

Perlakuan Suhu ( ºC) Kelembaban (%) Intensitas Cahaya (lux) Tanpa diberongsong 32.0±1.1 50.0±3.9 12800±621 Plastik bening 33.7±1.0 44.1±3.4 7969±493 Plastik merah 34.5±1.4 42.7±3.5 6303±363 Plastik kuning 33.0±1.1 46.7±3.1 5035±402 Plastik biru 33.5±0.9 45.3±3.2 3870±538

Keterangan: ± merupakan standar deviasi.

(32)

18

kondisi yang berbalik dengan plastik merah, yakni suhu yang terendah dan kelembaban relative yang tertinggi. Yang et al. (2009) menyatakan bahwa jenis pemberongsong dengan suhu dan penyerapan cahaya yang tinggi menyebabkan iklim mikro yang mampu meningkatkan laju perkembangan buah, ukuran dan bobot buah. Lechaudel dan Joas (2007) melaporkan bahwa peningkatan suhu mampu meningkatkan kekuatan sink, seperti translokasi asimilat dan laju perkembangan buah. Sementara itu Zhou et al. (2012) melaporkan bahwa kelembaban yang tinggi di dalam pemberongsong menurunkan kekuatan sink dan laju transpirasi buah sehingga aliran larutan dan asimilat ke dalam buah mengalami penurunan.

Berdasarkan kondisi mikro di dalam pemberongsong, di duga kekuatan

sink yang tertinggi terdapat pada plastik merah sedangkan kekuatan sink terendah pada plastik kuning. Pemberongsong dengan warna berbeda tidak hanya menyebabkan perbedaan pada suhu dan kelembaban relatif melainkan juga pada intensitas cahaya di dalamnya. Intensitas cahaya tertinggi ditunjukkan pada pemberongsong buah berwarna bening yang mampu meneruskan cahaya pada buah sebesar 62.3%. Semakin besar panjang gelombang suatu warna menyebabkan intensitas cahaya yang diterima semakin besar pula. Hal serupa dilaporkan oleh Son dan Lee (2008), dimana semakin tinggi panjang gelombang suatu cahaya dari pemberongsong maka akan disertai dengan meningkatnya transmisi cahaya yang diteruskan ke buah (transmisi cahaya pemberongsong bening>kuning>biru). Lin dan Jolliffe (1996) melaporkan bahwa tingginya intensitas cahaya menyebabkan tingginya kandungan klorofil pada kulit buah dan memperpanjang masa simpan buah.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam peubah pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah jumlah daun:buah tidak berpengaruh nyata pada kandungan karbohidrat daun pada 5 dan 13 MSA, klorofil kulit buah, kecerahan kulit buah, kemulusan kulit, kelunakan buah, tebal kulit, BDD, kandungan jus, PTT dan vitamin C namun berpengaruh nyata pada karbohirat daun pada 21 MSA, kandungan karotenoid, derajat hue, volume buah, bobot buah, ATT dan rasio PTT/ATT. Perlakuan pemberongsongan buah tidak berpengaruh nyata pada kecerahan kulit buah, kemulusan, kelunakan, kandungan jus, ATT dan vitamin C namun berpengaruh nyata pada pigmen kulit buah (klorofil dan karotenoid), derajat hue, volume buah, bobot buah, tebal kulit, BDD, PTT dan rasio PTT/ATT. Interaksi antara dua faktor berpengaruh nyata hanya pada karotenoid, kecerahan kulit buah dan derajat hue.

(33)

19

Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pada peubah pengamatan Peubah Pengamatan Nisbah Jumlah

daun:buah

Keterangan : KK = koefisien keragaman; ** = berbeda sangat nyata menurut analisis sidik ragam pada taraf 0.01; * = berbeda nyata menurut analisis sidik ragam pada taraf 0.05; tn = tidak nyata; a hasil transformasi (Y+0.5)0.5.

Karbohidrat Daun Jeruk Pamelo

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari perlakuan nisbah jumlah daun:buah terhadap karbohidrat daun pada 5 dan 13 minggu setelah antesis (MSA), namun menunjukkan perbedaan yang nyata pada 21 MSA (Tabel 5). Hal serupa telah dilaporkan oleh Nebauer et al. (2011) pada

jeruk „Salustiana‟yang menunjukkan bahwa karbohidrat daun pada nisbah jumlah

daun:buah yang terbanyak nyata lebih tinggi pada stadia pematangan buah.

Tabel 5 Karbohidrat daun jeruk pamelo

Perlakuan Rata-rata Luas Daun (cm2 ) menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5%.

(34)

20

Nisbah jumlah daun:buah mempengaruhi ketersediaan karbohidrat yang akan ditranslokasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah. Total luas daun berkorelasi positif terhadap akumulasi karbohidrat, yakni dengan koefisien korelasi (r) 0.9 < r < 1 (Lampiran 1). Dengan demikian, semakin tinggi total luas daun akan diikuti peningkatan akumulasi karbohidrat pada daun tersebut. Genard

et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah organ sink dan ketersediaan organ source

merupakan hal penting dalam alokasi karbohidrat dari source ke sink.

Akumulasi karbohidrat daun pada perlakuan 100:1 (berat kering daun pamelo=0.015 g cm-2) lebih besar dari nisbah jumlah daun:buah yang lebih rendah. Akumulasi karbohidrat daun sebesar 9.0 sampai 9.7 g pada nisbah 100:1, 6.9 sampai 7.1 g pada nisbah 75:1 dan 4.5 sampai 4.7 g pada nisbah 50:1. Goldschmidt (1999) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat pada daun adalah faktor pembatas utama untuk mendukung pembesaran buah. Selanjutnya, menurut Nebauer et al. (2011) bahwa saat kondisi jumlah karbohidrat yang

terbatas pada jeruk manis „Salustiana‟, hampir semua karbohidratnya digunakan

untuk perkembangan buah.

Pada perlakuan nisbah jumlah daun:buah 100:1 memiliki jumlah daun terbanyak untuk setiap buahnya sehingga berpotensi menyediakan asimilat yang lebih tinggi dibandingkan nisbah jumlah daun:buah yang lebih sedikit. Kandungan karbohidrat daun pada nisbah jumlah daun:buah 100:1 pada 21 MSA berbeda nyata diduga karena perlakuan tersebut menghasilkan akumulasi karbohidrat dalam jumlah yang banyak dan sudah melebihi kebutuhan buah. Iglesias et al.

(2007) menyatakan bahwa tingginya translokasi karbohidrat untuk pembesaran buah terjadi pada stadia perkembangan buah dan menurun pada stadia pematangan buah.

Perkembangan Buah Jeruk Pamelo

(35)

21

Minggu Setelah Antesis

Gambar 3 Perkembangan diameter melintang buah jeruk pamelo

Perkembangan ukuran buah di lapang diindikasikan dengan perkembangan diameter melintang buah. Perkembangan diameter buah jeruk pamelo berlangsung cepat sampai 14 MSA, kemudian diikuti dengan perkembangan yang semakin lambat sampai buah siap panen. Hal serupa dilaporkan Mahardika dan Susanto (2003) bahwa pertumbuhan buah jeruk pamelo berlangsung cepat pada awal pertumbuhan sampai dua bulan setelah antesis (BSA). Hal ini disebabkan karena terjadi pembelahan dan pembesaran sel yang cepat pada periode tersebut. Selain itu, di duga bahwa buah pada 14 MSA sedang dalam periode pembesaran buah. Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa buah akan mengalami perkembangan ukuran yang cepat pada fase 2, yakni fase pembesaran sel.

Perkembangan diameter melintang buah menunjukkan hasil yang paling tinggi pada buah yang memiliki nisbah jumlah daun:buah 100:1 pada semua warna pemberongsong. Hal ini diduga karena banyaknya jumlah daun yang menyebabkan ketersediaan asimilat yang lebih banyak sehingga memiliki potensi yang lebih tinggi untuk menunjang pembesaran buah. Goldschmidt (1999) Ketersediaan karbohidrat merupakan faktor pembatas dalam perkembangan buah. Kemampuan organ source dalam ketersediaan karbohidrat dalam jumlah yang tinggi menyebabkan meningkatnya ukuran buah. Selanjutnya menurut Goldschmidt dan Golomb (1982) bahwa buah jeruk selama perkembangannya membutuhkan energi dan ketersediaan karbohidrat yang tinggi. Keterbatasan jumlah karbohidrat akan berdampak pada kebutuhan buah selama perkembangannya.

(36)

22

Pigmen dan Warna Kulit Buah Jeruk Pamelo

Warna kulit jeruk disebabkan keberadaan dua pigmen, yakni klorofil dan karotenoid. Klorofil merupakan pigmen yang menyebabkan warna hijau, umumnya tinggi pada buah yang belum matang dan mengalami penurunan pada stadia matang karena klorofil terdegradasi. Nisbah jumlah daun:buah tidak memberikan pengaruh nyata pada pigmen kulit, namun warna pemberongsong berpengaruh sangat nyata pada pigmen klorofil kulit buah (Tabel 6). Nagy et al. (1977) menyatakan bahwa warna kuning hingga oranye pada kulit buah disebabkan keberadaan karotenoid pada flavedo.

Tabel 6 Klorofil kulit buah jeruk pamelo Perlakuan Klorofil a menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5%.

Klorofil pada kulit buah jeruk pamelo terdiri atas klorofil a dan klorofil b. Klorofil pada kulit buah jeruk pamelo tidak dipengaruhi oleh nisbah jumlah daun:buah, baik pada klorofil a maupun klorofil b. Konsentrasi klorofil a kulit buah jeruk pamelo mencapai dua kali dari konsentrasi klorofil b pada semua perlakuan. Rodrigo et al. (2013) melaporkan bahwa klorofil a adalah komponen utama dari klorofil kulit jeruk. Pada stadia pematangan buah terjadi degradasi klorofil pada kulit buah sehingga terjadi penurunan konsentrasi klorofil pada kulit buah yang matang. Ezhilarasi and Tamilmani (2009) melaporkan bahwa konsentrasi klorofil a pada kulit buah lebih cepat menurun dibandingkan klorofil b pada saat periode pematangan.

Pemberongsong warna bening dan merah akan menghasilkan warna hijau yang lebih pekat dibandingkan plastik kuning dan biru, karena konsentrasi klorofil pada plastik tersebut lebih tinggi. Degradasi kandungan klorofil pada kulit buah berdampak pada warna kulit buah, semakin rendah konsentrasi klorofil maka warna hijau kulit buah akan semakin muda. Warna pemberongsong bening dan merah menghasilkan klorofil yang tinggi, yakni mencapai 0.08 mg g-1. Hal ini di duga karena warna pemberongsong tersebut mempunyai penyerapan cahaya yang tinggi. Lin dan Jolliffe (1996) melaporkan bahwa tingginya intensitas cahaya menyebabkan tingginya kandungan klorofil pada kulit buah.

(37)

23

namun berpengaruh sangat nyata pada derajat hue (hᵒ). Derajat hue (hᵒ) menunjukkan refleksi warna dari kulit buah. Interaksi antara kecerahan dengan derajat hue dipengaruhi oleh kandungan pigmen kulit seperti karotenoid dan klorofil.

Tabel 7 Pengaruh interaksi nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong terhadap karotenoid dan warna kulit buah

Nisbah Jumlah

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT α=5%, hᵒ = derajat hue (0ᵒ = merah keunguan, 45ᵒ = oranye, 90ᵒ = kuning, 120ᵒ = hijau kekuningan, 150ᵒ = hijau, 180ᵒ = hijau kebiruan).

Warna kulit buah jeruk pamelo tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu pigmen, namun merupakan perpaduan dari pigmen klorofil dan karotenoid. Jika klorofil yang mendominasi, maka warna kulit akan menjadi warna hijau sampai hijau kekuningan. Sedangkan jika konsentrasi karotenoid lebih mendominasi, maka warna kulit buah jeruk menjadi kuning kehijauan sampai kuning. Konsentrasi karotenoid pada kulit buah jeruk pamelo semakin rendah pada nisbah jumlah daun yang semakin besar, hal ini diduga berhubungan dengan stadia kematangan buah. Karotenoid kulit buah pada pemberongsong berwarna biru rendah lebih rendah dibandingkan warna yang lain, hal ini di duga karena warna pemberongsong ini merefleksikan sebagian cahaya pada panjang gelombang rendah yang dibutuhkan untuk mensintesis karotenoid, yakni pada panjang gelombang 440 sampai 470 nm. Sims dan Gamon (2002) melaporkan bahwa sintesis karotenoid terjadi pada penyerapan cahaya pada panjang gelombang 400-500 nm dan sintesis karotenoid tertinggi pada panjang gelombang 445 nm.

(38)

24

Kualitas Buah Jeruk Pamelo

Kualitas buah meliputi kualitas eksternal (Tabel 8) dan internal (Tabel 9). Kualitas eksternal buah meliputi kemulusan, kelunakan, bobot buah, tebal kulit dan bagian dapat dimakan (BDD). Kualitas internal merupakan kualitas dari jus buah, meliputi kandungan jus, PTT, ATT, rasio PTT/ATT dan vitamin C. Nisbah jumlah daun:buah tidak memberikan pengaruh berbeda nyata pada kemulusan, kelunakan, tebal kulit, BDD, kandungan jus, PTT dan vitamin C namun berpengaruh nyata pada ATT dan rasio PTT/ATT serta sangat nyata pada bobot buah. Sedangkan warna pemberongsong tidak memberikan pengaruh berbeda pada kemulusan, kelunakan, kandungan jus, ATT, dan kandungan vitamin C namun berpengaruh nyata pada PTT dan rasio PTT/ATT serta sangat nyata pada bobot buah dan BDD. Buah pada perlakuan kontrol (tanpa diberongsong) selalu memiliki tampilan yang kurang baik karena terserang hama dan busuk. Buah tersebut rontok pada saat masih muda dan tidak dapat dilakukan pengukuran kualitas internalnya karena buah busuk dan terdapat larva lalat buah di dalamnya.

Tabel 8 Kualitas eksternal buah jeruk pamelo

Perlakuan Kemulusan menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5%.

BDD: bagian dapat dimakan.

(39)

25

meningkatkan kelunakan kulit buah. Semakin lunak, akan semakin mudah untuk kita mengupas kulit buah jeruk.

Volume buah menunjukkan ukuran buah. Ukuran dan bobot buah meningkat seiring dengan meningkatnya nisbah jumlah daun:buah, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi positif antara total luas daun dan akumulasi karbohidrat daun terhadap bobot dan volume buah (Lampiran 1). Hal serupa terjadi pada buah kesemek (Choi et al. 2010) dan ceri (Usenik et al. 2010). Goldschmidt (1999) menyatakan bahwa peningkatan jumlah ketersediaan karbohidrat daun akan berpotensi meningkatkan ukuran buah.

Bobot buah pada perlakuan nisbah jumlah daun:buah 50:1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 75:1, hal ini menunjukkan bahwa buah jeruk pamelo sudah dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika didukung sedikitnya 50 daun. Setiap daun pada nisbah jumlah daun:buah 50:1 memiliki kontribusi yang paling tinggi terhadap perkembangan buah dibandingkan nisbah jumlah daun:buah yang lebih besar, yakni mampu menyangga kebutuhan 12.07 g buah. Setiap daun akan menyangga kebutuhan 8.55 g buah pada nisbah 75:1 dan 7.46 g buah pada nisbah 100:1. Pemberongsong warna merah mempunyai bobot dan ukuran buah yang paling besar dibandingkan warna yang lainnya. Besarnya ukuran buah pada pemberongsong merah diduga tingginya suhu dan penyerapan cahaya di dalam pemberongsong tersebut memicu peningkatan kekuatan sink. Hal serupa dilaporkan oleh Noorbaiti et al. (2013), pada buah jambu biji yang diberongsong plastik berwarna merah menghasilkan buah yang terbesar dibandingkan warna yang lain. Agusti et al. (2002) menyatakan bahwa ukuran buah dan akumulasi karbohidrat pada buah akan meningkat seiring meningkatnya kekuatan sink.

Kondisi iklim mikro di dalam pemberongsong kuning berbanding terbalik dengan pemberongsong merah. Suhu yang lebih rendah pada pemberongsong kuning diduga menyebabkan kekuatan sink lebih rendah. Hal tersebut menyebabkan kemampuan buah dalam menyerap asimilat untuk perkembangan buah menurun sehingga buah yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan perlakuan yang lain. Yang et al. (2009) menyatakan bahwa peningkatan suhu di dalam pemberongsong merupakan penyebab utama dalam pembesaran ukuran dan bobot buah. Muchui et al. (2010) melaporkan bahwa peningkatan suhu 0.5°C dalam pemberongsong meningkatkan laju perkembangan buah dan menghasilkan buah dengan ukuran serta bobot 10-16% lebih besar.

(40)

26

Tabel 9 Kualitas internal buah jeruk pamelo

Perlakuan Kandungan menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5%.

PTT: padatan terlarut total; ATT: asam tertitrasi total.

Nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong tidak berpengaruh pada kandungan jus. Kandungan jus jeruk pamelo berkisar ± 35% pada semua perlakuan. Qun (2011) menyatakan bahwa cairan di dalam daging buah merupakan cairan sitoplasma dan sel vakuola. Arpaia (1994) dan Keshani et al.

(2010) menyatakan bahwa persentase kandungan jus buah berkaitan erat dengan irigasi selama budidaya dan aktivitas air di dalam buah (terutama tekanan osmotik buah).

Kemanisan buah yang diindikasikan dengan PTT tidak dipengaruhi oleh nisbah jumlah daun:buah, sedangkan warna plastik pemberongsong memberikan pengaruh nyata pada PTT buah. Warna plastik yang mempunyai suhu tinggi mempunyai PTT yang tinggi, kecuali pada plastik warna merah. Akumulasi karbohidrat pada buah berdampak pada padatan terlarut yang terkandung di dalam buah. Plastik berwarna merah memiliki suhu di dalam pemberongsong yang tinggi namun menghasilkan buah dengan PTT terendah. Rendahnya PTT pada plastik merah di duga karena ukuran buah yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama dalam akumulasi sukrosa dan proses pematangan buah. Agusti (2002) serta Lechaudel dan Joas (2007) melaporkan bahwa tingginya suhu mampu meningkatkan kekuatan sink, seiring meningkatnya kekuatan sink menyebabkan meningkatnya akumulasi karbohidrat pada buah tersebut. Namun menurut Gandin

et al. (2011) bahwa akumulasi padatan terlarut dan pematangan sel pada sink yang berkapasitas lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada sink

yang berkapasitas lebih kecil.

Asam tertitrasi menunjukkan kadar asam yang terkandung di dalam buah. Kandungan ATT tidak dipengaruhi oleh warna plastik pemberongsong. ATT buah lebih tinggi pada nisbah jumlah daun:buah yang lebih banyak. Hal ini dimungkinkan berkaitan dengan stadia terpenting selama proses pemasakan buah, dimana perlakuan nisbah jumlah daun:buah yang tinggi akan memperlambat stadia pematangan buah. Buah yang diberongsong plastik berwarna juga menghasilkan ATT yang terbesar. Hal serupa dilaporkan oleh Noorbaiti et al.

(2013) pada buah jambu biji.

(41)

27

perlakuan pemberongsongan buah menggunakan plastik merah memiliki rasio PTT/ATT terendah sehingga membutuhkan waktu pematangan buah yang lebih lama. Plastik berwarna bening dan kuning menghasilkan buah dengan kualitas internal terbaik, yang ditunjukkan dengan tingginya PTT, rasio PTT/ATT dan vitamin C. PTT dan rasio PTT/ATT plastik kuning tidak berbeda nyata dengan plastik bening. Hal ini diduga karena ukuran buah pada plastik kuning yang kecil. Gandin et al. (2011) menyatakan bahwa akumulasi padatan terlarut memerlukan waktu yang lebih singkat pada sink yang berukuran lebih kecil. Akumulasi padatan terlarut pada organ penyimpan akan menginduksi proses penuaan atau pemasakan.

Asam organik utama yang terdapat dalam jeruk pamelo adalah asam askorbat (vitamin C). Vitamin C tidak dipengaruhi oleh nisbah jumlah daun:buah dan warna pemberongsong buah. Vitamin C buah jeruk pamelo melebihi 50 mg 100 g-1 daging buah. Kandungan vitamin C jeruk pamelo lebih tinggi

dibandingkan buah jeruk „Valencia‟ dan „Ponkan‟. Ywassaki and Canniatti– Brazaca (2011) melaporkan bahwa kandungan vitamin C jeruk „Valencia‟ dan

„Ponkan‟ sebesar ± 40 mg g-1

. Noorbaiti et al. (2013) juga melaporkan bahwa warna plastik pemberongsong tidak mempengaruhi vitamin C pada buah jambu biji. Davey et al. (2000) menyatakan bahwa vitamin C tidak hanya sebagai antioksidan, tetapi juga sebagai kofaktor beberapa enzim dan berkontribusi dalam pembelahan dan pembesaran sel. Lee dan Kader (2000) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada buah sesuai dengan perkembangan buah tersebut. Kandungan vitamin C tertinggi pada saat buah berukuran maksimum dan mengalami penurunan ketika buah bergerak ke arah pematangan.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Setiap buah jeruk pamelo kultivar Nambangan membutuhkan minimal 50 daun untuk mendukung perkembangan buah serta menghasilkan kualitas yang terbaik.

2. Dalam budidaya jeruk pamelo penting dilakukannya pemberongsongan untuk meningkatkan kemulusan buah. Warna pemberongsong sebaiknya menggunakan plastik berwarna bening dan kuning karena mampu meningkatkan kemanisan dan indeks kematangan buah jeruk pamelo. 3. Interaksi antara nisbah jumlah daun:buah dan pemberongsongan buah

berpengaruh nyata pada karotenoid dan warna kulit buah, namun tidak berpengaruh nyata pada kualitas internal buah.

Gambar

Tabel 1 Kandungan buah jeruk pamelo
Tabel 2 Deskripsi jeruk pamelo kultivar Nambangan
Gambar 1 Perkembangan daun jeruk pamelo
Gambar 2 Daun dewasa yang rontok
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada perlakuan tanpa strangulasi (T0) cabang cenderung terbentuk di bagian atas dan tidak menyebar sehingga tajuk menjadi lebih rapat dan banyak daun

Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) merupakan salah satu jenis jeruk yang potensial dikembangkan di Indonesia, karena karakteristiknya yang khas, yaitu berukuran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana standar ideal usahatani, rantai saluran pemasaran, dan jenis pendapatan yang diperoleh rumah tangga petani dari usahatani

Pada perlakuan tanpa pupuk, kandungan N dan P daun tanaman pamelo yang dipangkas lebih tinggi, demikian pula dengan kandungan K daun tanaman yang dipangkas lebih

Diperoleh hasil penelitian bahwa hingga 28 MST jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, dan volume tajuk tanaman pamelo yang dipangkas lebih rendah dibanding yang tidak

Pada perlakuan tanpa pupuk, kandungan N dan P daun tanaman pamelo yang dipangkas lebih tinggi, demikian pula dengan kandungan K daun tanaman yang dipangkas lebih

Disamping melalui jumlah biji pada setiap buah, ciri-ciri buah lain yang dapat digunakan untuk membedakan kultivar pamelo adalah ukuran dan bentuk buah, bentuk ujung

Perbedaan aksesi tidak memberikan pengaruh berbeda nyata pada kemulusan, kelunakan, BDD, klorofil a dan b, total klorofil, dan PTT namun berbeda nyata pada rasio