• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Produksi Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis L ) Melalui Pengaturan Pemangkasan Dan Jarak Tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Produksi Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis L ) Melalui Pengaturan Pemangkasan Dan Jarak Tanam"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PRODUKSI BENIH KACANG KORO PEDANG

(

Canavalia ensiformis

L.) MELALUI PENGATURAN

PEMANGKASAN DAN JARAK TANAM

ADILLAH NAZIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Produksi Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Pemangkasan dan Jarak Tanam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

ADILLAH NAZIR. Optimasi Produksi Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Pemangkasan dan Jarak Tanam. Dibimbing oleh TATIEK KARTIKA SUHARSI dan MEMEN SURAHMAN.

Pemangkasan pada kacang koro pedang dilakukan untuk mengoptimalkan produksi tanaman melalui keseimbangan rasio source/sink serta untuk mengatur tajuk tanaman agar radiasi matahari yang diterima tajuk merata. Pengaturan jarak tanam juga penting untuk menentukan kondisi optimum bagi tanaman agar dapat meminimumkan persaingan antar tanaman dalam memanfaatkan faktor lingkungan tumbuh yang ada. Melalui jarak tanam yang lebih rapat diharapkan akan diperoleh jumlah populasi per hektar yang lebih banyak, sehingga produksi benih yang tinggi dapat dicapai baik kuantitas maupun kualitas. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendapatkan informasi respon pemangkasan terhadap pembentukan polong kacang koro pedang; 2) mendapatkan pengaturan pemangkasan yang efektif untuk meningkatkan produksi benih kacang koro pedang; 3) mendapatkan jarak tanam yang optimum untuk meningkatkan produksi dan mutu benih kacang koro pedang.

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari hingga Oktober 2015. Percobaan pertama yaitu pengaruh pemangkasan cabang dan batang terhadap pembentukan polong kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L.) dengan menggunakan rancangan petak terbagi dalam rancangan acak kelompok dengan dua faktor dan tiga ulangan. Pemangkasan cabang sebagai petak utama dan pemangkasan batang sebagai anak petak. Percobaan kedua yaitu optimasi produksi benih kacang koro pedang melalui pengaturan jarak tanam dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal yang terdiri atas 6 taraf kombinasi jarak tanam dengan pengaturan pemangkasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan cabang dan batang dapat mendukung pembentukan kuncup bunga dan polong, akan tetapi tidak dapat mendukung perkembangan polong lebih lanjut. Pemangkasan cabang dan batang tidak efektif untuk produksi benih kacang koro pedang. Perlakuan tanpa pemangkasan cabang dan batang merupakan kombinasi perlakuan yang paling efektif dalam produksi benih kacang koro pedang. Jarak tanam yang optimum untuk meningkatkan produksi dan mutu benih kacang koro pedang yaitu double row (50 x 50_100) cm .

(6)

SUMMARY

ADILLAH NAZIR. Optimization of Jackbean Seed Production (Canavalia ensiformis L.) by Pruning and Plant Spacing Arrangement. Supervised by TATIEK KARTIKA SUHARSI and MEMEN SURAHMAN.

Pruning of jackbean was to optimize plant production through the balance ratio of source/sink and to set the plant canopy so sun radiation can be accepted evenly. Plant spacing setting also important to determined optimum condition for plant in order to minimize competition between plants utilizing the growing environmental factors. Narrower plant spacing will increased the number of population per hectare so that increased quantity and quality of seed production. The objectives of this study were to (1) obtain information about pruning response to the formation of jackbean pods, (2) obtain the effective pruning setting to increased seed production of jackbean, (3) obtain the optimum spacing to increased production and quality of jackbean seed.

This research was conducted in January-October 2015. The first experiment was the effect of branch and stem prunning on Jackbean (Canavalia ensiformis L.) pod formation. This experiment arranged in a split plot that divided into random block design with two factors and three replications. The main plot was branch pruning and the subplot was stem pruning. The second experiment was optimization of jackbean seed production through spacing setting and arrange in random block design with single factor and consisted of 6 level combinations of plant spacing with pruning setting.

The result showed that branch and stem pruning can support the bud and pod formation, but it could not support the further development of the pods. Branch and stem pruning were not effective to jackbean seed production. Treatment without branch and stem pruning were the most effective combination treatment to produce Jackbean seed. The optimum plant spacing to increased production and quality of jackbean seed was double row (50 x 50_100) cm.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

OPTIMASI PRODUKSI BENIH KACANG KORO PEDANG

(

Canavalia ensiformis

L.) MELALUI PENGATURAN

PEMANGKASAN DAN JARAK TANAM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Tesis

dengan judul “Optimasi Produksi Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Pemangkasan dan Jarak Tanam” disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, diantaranya:

1. Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS dan Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr selaku komisi pembimbing. Penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam membimbing, mengarahkan serta kesabaran yang luar biasa terhadap penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Dirjen DIKTI atas beasiswa BPP-DN yang penulis terima (2013-2015). 3. Dr Desta Wirnas, SP MSi dan Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku penguji

luar komisi serta perwakilan program studi pada ujian tesis atas tambahan wawasan dan masukan sehingga tesis ini dapat disempurnakan.

4. Staf dan Pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB atas segala kerjasama dan bantuannya.

5. Ayahanda M. Nazir, Ibunda Irnawati M. (alm), Kakanda Rifqi Nazir (alm), Fikri Nazir, Rahmi Prayanti, Adinda Kamilah Nazir dan terkhusus suami tercinta “Zulia Indriadi ” yang telah memberikan semangat kepada penulis lewat dukungan dan doa-doa indahnya.

6. Bapak Adang dan Bapak Rahmad selaku pengelola Kebun Percobaan Sawah Baru IPB dan pengelola Laboratorium Prosesing Benih Leuwikopo IPB beserta seluruh staf yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian.

7. Teman dekat Suci Yuli KW SE, Winda Wahyuni SP MSi, Riwahyu Wartina SP, Fatiani Manik SP, Ridho KR SPt MPt, serta Edelweis Genggongers atas semangat serta dukungan yang diberikan.

8. Teman-teman Ilmu dan Teknologi Benih anggatan 2013, atas perjuangan dan kekeluargaan yang erat. Salam kompak untuk kita semua.

9. Keluarga besar Bapak Zulbakri atas dukungan doa serta semangat untuk penulis.

Akhir kata, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan di dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, April 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) 3 Pengaruh Pemangkasan terhadap Produksi Tanaman 4 Pengaruh Jarak Tanam terhadap Produksi Tanaman 5

Mutu Fisik dan Fisiologis Benih 6

3 METODE 7

Waktu dan Tempat 7

Bahan 7

Alat 7

Prosedur Percobaan 8

Percobaan 1: Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Batang terhadap Pembentukan Polong Kacang Koro Pedang (Canavalia

ensiformis L.) 8

Percobaan 2: Optimasi Produksi dan Mutu Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Jarak Tanam 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kondisi Umum 19

Percobaan 1: Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Batang terhadap Pembentukan Polong Kacang Koro Pedang (Canavalia

ensiformis L.) 20

Percobaan 2: Optimasi Produksi dan Mutu Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Jarak Tanam 37

5 SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 49

(16)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrisi pada kacang koro pedang putih dan kedelai 3 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan terhadap

serapan radiasi matahari dan karakter tanaman kacang koro pedang

pada fase generatif 20

3 Serapan radiasi matahari tanaman kacang koro pedang 21 4 Umur berbunga dan umur panen tanaman kacang koro pedang 22 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan cabang dan

pemangkasan batang terhadap komponen hasil kacang koro pedang 25 6 Pengaruh pemangkasan cabang dan pemangkasan batang serta

interaksinya terhadap jumlah polong gugur dan polong panen per

tanaman pada tanaman kacang koro pedang 26

7 Pengaruh pemangkasan batang terhadap tanaman tanpa pemangkasan

cabang 30

8 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap hasil kacang koro pedang 31 9 Interaksi pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap

hasil tanaman kacang koro pedang 32

10 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan terhadap proporsi jumlah benih tanaman kacang koro pedang 33 11 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan cabang dan

pemangkasan batang terhadap mutu fisiologis benih kacang koro

pedang 35

12 Pengaruh pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap mutu fisiologis benih tanaman kacang koro pedang 35 13 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap karakter

umur generatif, komponen hasil, hasil dan mutu benih tanaman

kacang koro Pedang 37

14 Pengaruh jarak tanam terhadap karakter umur generatif tanaman

kacang koro pedang 38

15 Pengaruh jarak tanam terhadap komponen hasil tanaman kacang koro

pedang 39

16 Pengaruh jarak tanam terhadap produksi benih tanaman kacang koro

pedang 41

17 Pengaruh jarak tanam terhadap mutu fisik dan fisiologis tanaman

kacang koro pedang 43

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian optimasi produksi benih kacang koro pedang (canavalia ensiformis l.) melalui pengaturan pemangkasan dan jarak

tanam 8

2 Skema bentuk pemangkasan pada tanaman kacang koro pedang 10 3 Skema bentuk tanaman kacang koro pedang dengan pemangkasan 16

4 Keragaan tanaman yang terserang jamur 19

(17)

6 Keragaan tajuk tanaman koro pedang pada saat pembungaan 22 7 Jumlah kuncup per inflorensen tanaman kacang koro pedang pada

berbagai pengaturan pemangkasan cabang dan batang 24 8 Jumlah polong per tanaman kacang koro pedang pada berbagai

pengaturan pemangkasan cabang dan batang. 25

9 Polong gugur atau polong hampa pada tanaman kacang koro pedang 27 10 Interaksi pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap

panjang polong dan jumlah benih per polong tanaman kacang koro

pedang. 28

11 Keragaman polong kacang koro pedang pada berbagai perlakuan

pemangkasan. 29

12 Variasi ukuran benih kacang koro pedang. 33

13 Pengaruh pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap proporsi jumlah benih pada berbagai ukuran benih kacang koro

pedang. 34

14 Keragaan tanaman kacang koro pedang pada saat pemasakan polong. 40

DAFTAR LAMPIRAN

(18)
(19)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi kedelai dalam negeri terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, namun produksi dalam negeri hingga saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang cukup tinggi, mencapai 2.02 juta ton per tahun, dengan produksi nasional tahun 2013 hanya 742 000 ton (BPS 2013). Kondisi ini menyebabkan tingkat ketergantungan pada kedelai impor masih sangat tinggi. Ditjen PPHP (2014) melaporkan bahwa nilai impor kedelai paling besar terjadi pada periode tahun 2010-2013, mencapai 4.63 miliar US$ dengan volume 7.84 juta ton.

Kebijakan pembangunan pangan untuk mencapai ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan bertujuan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu. Kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan /OT.140/10/2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal seperti kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L.) berpotensi sebagai substitusi bahan baku pangan olahan kedelai. Harapannya dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada kedelai impor sekaligus menutupi impor kedelai nasional Indonesia.

Kacang koro pedang memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang hampir menyerupai kedelai serta kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak kedelai. Duke (1992) melaporkan masing-masing kandungan gizi yang terkandung pada 100 g-1 bahan kacang koro pedang

dan kedelai yaitu 66.1% karbohidrat; 27.4% protein dan 2.9% lemak untuk kacang koro pedang dan 39% protein; 35.5% karbohidrat dan 19.6% lemak untuk kedelai. Kacang koro pedang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan diantaranya tempe dan tahu (Purwani 2014), tepung (Wahjuningsih dan Saddewisasi 2013), yogurt (Suryaningrum dan Kusuma (2013) serta masih banyak produk olahan kacang koro pedang lainnya. Berdasarkan potensi yang dimiliki kacang koro pedang ini maka pengembangan budidaya kacang koro pedang perlu mendapat perhatian untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui substitusi kedelai impor dengan kacang koro pedang.

Kendala budidaya kacang koro pedang sejauh ini adalah masalah ketersediaan benih. Petani masih menggunakan benih sumber hasil produksi sendiri dengan mutu yang tidak jelas. Oleh karena itu diperlukan informasi awal untuk mendapatkan teknologi produksi benih yang tepat dengan hasil dan mutu yang tinggi. Benih bermutu tinggi harus diupayakan sejak tanaman induk tumbuh di lapangan hingga penyimpanan benih.

(20)

2

pucuk hanya akan meningkatkan persaingan pemanfaatan fotosintat antara fase pertumbuhan, sehingga fotosintat yang dihasilkan tidak memadai untuk perkembangan polong lebih lanjut. Pembentukan dan perkembangan fase reproduktif berhubungan dengan proses pengisian biji dan akumulasi cadangan makanan selama perkembangan dan pemasakan benih berjalan. Hal ini menjadi dasar dilakukan pemangkasan cabang dan batang pada tanaman kacang koro pedang.

Pemangkasan dilakukan untuk mengoptimalkan produksi tanaman melalui keseimbangan rasio source dan sink ( Edmond et al. 1995) serta untuk mengatur tajuk tanaman agar radiasi matahari yang diterima tajuk merata. Produksi tanaman ditentukan oleh aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk menggu- nakan asimilat yang dihasilkan source. Villegas et al. (2015) melaporkan bahwa tingkat radiasi matahari berpengaruh selama pengisian biji. Ilyas (2012); Harun dan Ammar (2001) menambahkan bahwa benih bermutu tinggi dihasilkan dari pohon induk yang tumbuh di lingkungan yang sesuai, dimana aktivitas fotosintesis memadai saat pembentukan dan perkembangan polong.

Pengaturan jarak tanam juga penting untuk menentukan kondisi optimum bagi tanaman agar dapat meminimumkan persaingan antar tanaman dalam memanfaatkan faktor lingkungan tumbuh yang ada, diantaranya dalam pemanfaatan air, cahaya dan nutrisi. Melalui jarak tanam yang lebih rapat diharapkan akan diperoleh jumlah populasi per hektar yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang ditanam dengan jarak tanam yang lebih renggang, sehingga diharapkan produksi benih tinggi dapat dicapai baik kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu perlu penentuan jarak tanam yang dapat menekan persaingan antar tanaman. Lopes et al. (2013) menerangkan bahwa jarak tanam yang lebar akan meningkatkan hasil pertanaman, namun mengurangi hasil per hektar karena berkurangnya jumlah populasi, sementara itu jarak tanam yang rapat berpeluang memberikan produksi per hektar yang lebih tinggi.

Penelitian tentang pengaruh pemangkasan dan jarak tanam pada tanaman kacang koro pedang pernah dilakukan oleh Suharsi et al. (2013), namun pemang- kasan tidak dapat dilakukan pada penelitian tersebut karena pertumbuhan tanaman tidak optimum, sehingga informasi yang tersedia masih kurang. Berdasarkan uraian dan pertimbangan di atas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaturan pemangkasan dan jarak tanam yang optimum dalam upaya peningkatan produksi dan mutu benih tanaman kacang koro pedang.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan informasi respon pemangkasan terhadap pembentukan polong kacang koro pedang

2. Mendapatkan pengaturan pemangkasan yang efektif untuk meningkatkan produksi benih kacang koro pedang

(21)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)

Secara botani tanaman kacang koro pedang dibagi dua tipe, yakni tipe tegak berbiji putih dengan nama Jackbean (Canavalia ensiformis L.) dan tipe menjalar berbiji merah yang disebut Canavalia gladiata L. (Sena et al. 2005). Koro pedang merupakan hijauan yang dapat tumbuh mencapai 3-10 m, bentuk tanaman menyerupai perdu lebat dan bercabang pendek, daun berupa trifoliat, pada daun memiliki sedikit bulu pada bagian tepi, memiliki bunga berwarna putih, buah polong berbentuk lonjong yang berisi 8-16 biji dengan bentuk lonjong berwarna putih. Biji koro pedang putih umumnya dipanen usia 4-6 bulan. Penanaman koro pedang dilakukan menggunakan benih, benih ditanam dengan cara tugal sedalam 10-15 cm atau disebar (Ditjen Tanaman Pangan 2012).

Puslitbangtan (2007) melaporkan bahwa tanaman koro pedang mampu tumbuh pada lahan suboptimum di antaranya: mampu tumbuh hingga 2000 meter dpl; kisaran suhu luas 20-32 oC di daerah tropik dan 14-27 oC di lahan tadah

hujan, tumbuh baik pada tempat dengan curah hujan tinggi 4200 mm/tahun maupun tempat yang kering karena perakarannya dalam. Pertumbuhan tanaman koro pedang optimum bila mendapat sinar matahari penuh, tetapi pada tempat ternaungi masih mampu menghasilkan biji. Tanaman ini dapat tumbuh pada tekstur dan kesuburan tanah dengan kisaran luas.

Kacang koro pedang memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang hampir menyerupai kedelai serta kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak kedelai (Duke 1992). Perbandingan kandungan gizi biji koro dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan protein yang tinggi ini menyebabkan kacang koro berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai. Koro pedang juga dapat menghasilkan biomassa untuk pupuk hijau atau pakan (Gustiningsih dan Andrayani 2011).

(22)

4

berbalik mengimpor koro pedang dari Indonesia (Gustiningsih dan Andrayani 2011).

Doss et al. (2011) melaporkan bahwa koro pedang mengandung senyawa fenolik dan flavonoid dimana keduanya memiliki aktifitas anti oksidan sebagai penangkal radikal bebas yang sangat efektif. Namun Gustiningsih dan Andrayani (2011) menambahkan bahwa kacang koro pedang juga mengandung senyawa beracun berupa Concanavalia A dan B menghasilkan residu berupa HCN (asam sianida) yang bersifat toksik bagi tubuh jika kadarnya melebihi 45-50 ppm. Laurent (2008) telah melaporkan sebelumnya bahwa metabolit pada kacang koro pedang seperti lektin Concanavalin A dapat hancur dengan pemanasan atau pemanggangan, sedangkan asam sianida harus dikurangi konsentrasinya dengan berbagai perlakuan seperti perendaman, pemasakan, atau fermentasi agar sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission of FAO/WHO (1991) yakni 10 mg HCN/kg produk.

Produktivitas koro pedang lebih tinggi dibandingkan kedelai. Puslitbangtan (2007) melaporkan bahwa produktivitas koro pedang dapat mencapai 4.5 ton biji kering ha-1, sedangkan produktivitas kedelai menurut data sensus BPS (2015)

hanya mencapai 1.6 ton biji kering ha-1.

Pengaruh Pemangkasan terhadap Produksi Tanaman

Widodo dan Sumarsih (2007) yang bekerja dengan jarak kepyar menerangkan bahwa dikenal beberapa intensitas pemangkasan pada jarak kepyar, diantaranya :tipping/pinching (memangkas atau memetik pucuk ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing (memangkas cabang dengan batangnya dengan menyisakan 2-5 ruas sehingga diserupakan menjadi puntung cerutu) dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya dengan tidak meninggalkan mata tunas). Pemangkasan tajuk, terutama pinching umumnya dilakukan untuk memperlebat percabangan. Bila ujung percabangan tidak dipetik maka biasanya ranting akan terus tumbuh memanjang dan tunas-tunas tidur di ketiak daun tua tidak mau tumbuh. Keadaan ini dikenal dengan istilah dominasi apikal, yaitu penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak (lateral) oleh ujung ranting yang aktif tumbuh, akibatnya tanaman akan tumbuh memanjang. Apabila pucuk aktif dibuang maka tunas-tunas lateral akan bermunculan sehingga percabangan menjadi merapat dan lebat.

Edmond et al. (1995) menjelaskan bahwa pemangkasan bertujuan untuk mengatur keseimbangan source dan sink agar produksi yang dihasilkan tanaman dapat dikendalikan sesuai dengan tujuan. Pemangkasan dilakukan agar sinar matahari leluasa menyinari bagian tanaman sehingga daun akan lebih baik dan produktif dalam menghasilkan karbohidrat sekaligus mengurangi gangguan hama dan penyakit. Raden (2009) menegaskan bahwa pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan intersepsi cahaya dan mengarahkan strategi pertumbuhan dan perkembangan kearah yang menguntungkan sehingga produktivitas tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminimumkan persaingan antara organ vegetatif dan generative serta keseimbangan asimilat yang harus ditunjang oleh intersepsi dan penyebaran cahaya yang baik.

(23)

5 memicu mnculnya tunas-tunas lateral yang dorman untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya, perkembangan cabang akan mendorong terbentuknya daun sebagai sumber fotosintat yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Sutapradja (2008) menambahkan bahwa pemangkasan pucuk pada mentimun meningkatkan jumlah buah dan secara tidak langsung meningkatkan pula bobot buah dan bobot benih kering per tanaman, namun tidak mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan hal ini disebabkan karena peningkatan hasil fotosintesis daun sebagai sumber diimbangi oleh meningkatnya jumlah buah sebagai pengguna, sehingga keseimbangan sumber (source) dan pengguna (sink) tetap dipertahankan seperti pada tanaman yang tidak dipangkas pucuknya.

Taiz dan Zeiger (2002) melaporkan bahwa semakin banyak daun maka kemampuan membentuk fotosintat akan semakin besar sehingga pembentukan organ-organ vegetatif akan lebih baik karena daun pada tanaman berfungsi sebagai organ fotosintesis yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia. Hartawan et al. (2010) menduga bahwa menurunnya laju asimilasi bersih pada kedelai disebabkan karena ketidak seimbangan rasio source dan sink akibat meningkatnya jumlah daun yang ternaungi. Produk fotosintesis yang dihasilkan tidak sebanding dengan daun yang dimiliki karena daun yang ternaungi juga berperan sebagai sink dalam memanfaatkan hasil fotosintesis. Kondisi ini menyebabkan polong yang berada jauh dari source menjadi gugur. Pieters et al. (2000) serta Egli dan Bruening (2001) melaporkan sebelumnya bahwa pada tanaman kedelai yang dalam proses pengisian biji akan menjadi sink yang kuat dan membutuhkan banyak fotosintat. Egli (2005) menambahkan bahwa bunga, polong muda dan polong yang sedang berkembang pada tanaman buncis menggunakan asimilat secara bersamaan. Polong yang sedang berkembang menggunakan asimilat lebih kuat, sehingga dapat menyebabkan gugurnya bunga dan polong muda karena kurang mampu bersaing dalam menggunakan fotosintat.

Haryadi et al. (2011) menerangkan bahwa pemangkasan batang utama pada tanaman jarak pagar dapat meningkatkan jumlah kapsul per tanarnan, jumlah biji per tanaman, bobot kering per biji, bobot kering biji per tanarnan, dan bobot kering biji per hektar dibandingkan kontrol. Pemangkasan batang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer lebih tinggi dibandingkan kontrol (tanpa pemangkasan batang). Hatta (2012) juga melaporkan bahwa pemangkasan pucuk pada tanaman cabai tidak memberikan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik dan juga tidak berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan hasil cabai. Hal ini bisa terjadi sebagai bentuk kompensasi yang tinggi terhadap kehilangan bagian organ vegetatifnya. Kehilangan pertumbuhan pucuk segera dialihkan kepada pertumbuhan samping berupa berkembangnya tunas ketiak dalam jumlah yang banyak.

Pengaruh Jarak Tanam terhadap Produksi Tanaman

(24)

6

yang tersedia minimum cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan (Odum 1959; Boughey 1968).

Pengaturan kepadatan populasi tanaman dan pengaturan jarak tanam pada tanaman budidaya dimaksudkan untuk menekan kompetisi antara tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai kepadatan populasi tanaman yang optimum untuk mendapatkan produksi yang maksimum. Apabila tingkat kesuburan tanah dan air tersedia cukup, maka kepadatan populasi tanaman yang optimum ditentukan oleh kompetisi di atas tanah daripada di dalam tanah atau sebaliknya (Andrews dan Newman 1970).

Tisdale dan Nelson (1975) melaporkan bahwa tingginya persaingan dan pengambilan hara serta sinar matahari pada jarak tanam yang rapat menyebabkan penurunan hasil dan bobot kering. Abubaker (2008) menambahkan bahwa popuasi yang terlalu rapat pada tanaman kacang buncis menghasilkan produksi yang rendah karena tingginya persaingan dalam memanfaatkan air dan mineral. Lopes et al. (2013) yang bekerja dengan kacang castor melaporkan bahwa dengan penanaman kacang castor dengan populasi tanaman yang kurang padat menghasilkan tanaman dengan jumlah inflorensen yang lebih tinggi, namun Mohammadi et al. (2012) melaporkan hasil yang berbeda mengenai jarak tanam. Penurunan jarak baris atau peningkatan kerapatan tanaman secara signifikan meningkat hasil jagung dan mengurangi biomassa gulma. Getachew et al. (2014) melaporkan bahwa penanaman kacang buncis dengan jarak tanam yang lebih lebar memungkinkan kurangnya persaingan lingkungan untuk nutrisi tanah, cahaya dan kelembaban dibanding jarak tanam yang rapat.

Mutu Fisik dan Fisiologis Benih

Sadjad (1972) melaporkan bahwa mutu benih menyangkut mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu fisik. Mutu genetik ditentukan oleh derajat kemurnian genetik sedangkan mutu fisiologis ditentukan oleh laju kemunduran dan vigor benih. Mutu fisik ditentukan oleh kebersihan fisik. Menurut Sadjad, Murniati, dan Ilyas (1999), mendefinisikan mutu fisiologis benih merupakan mutu benih yang ditentukan oleh daya hidup (viabilitas) benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal. Ilyas (2012) menambahkan bahwa mutu fisiologis berhubungan dengan viabilitas dan vigor yang dipengaruhi oleh pertumbuhan pohon induk, kemasakan benih, kadar air benih, suhu selama penyimpanan dan kerusakan benih. Kondisi lingkungan tumbuh pohon induk dapat mempengaruhi mutu benih yang dihasilkan. Dari pohon yang tumbuh di lingkungan yang sesuai akan dihasilkan benih bermutu tinggi.

Mutu fisik benih yang bermutu tinggi dilihat dari kinerja fisiknya yang bersih dari kotoran yang terbawa dari lapang dan ukuran benih seragam. Viabilitas potensial dan vigor adalah parameter viabilitas benih. Salah satu tolok ukur viabilitas potensial benih yaitu daya berkecambah atau daya tumbuh benih, sedangkan tolok ukur vigor diantaranya kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh. Kecepatan tumbuh benih mencerminkan vigor benih individual benih dikaitkan dengan waktu, sedangkan keserempakan tumbuh mencerminkan vigor suatu lot benih (Widajati et al. 2013).

(25)

7 Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain: tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dan tinggi rendahnya produksi tanaman (Sutopo 1985).

Daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk menentukan potensi perkecambahan maksimal suatu lot benih, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih antar lot-lot yang berbeda serta untuk menduga nilai pertanaman di lapang. Pengujian benih dikelompokkan berdasarkan metode pengujian dan indikasi yang dihasilkan. Metode pengujian ada dua macam yaitu pengujian secara langsung dan tidak langsung. Pengujian langsung, bila benih ditanam satu persatu pada media, misalnya uji daya berkecambah 100 butir benih jagung, satu persatu benih ditanam pada media pertumbuhan. Pengujian tidak langsung biasanya digunakan untuk benih-benih yang berukuran kecil karena sulit dihitung dan ditanam satu persatu, seperti bayam sehingga benih yang diuji berdasarkan bobotnya, misalnya untuk melihat daya berkecambah bayam digunakan 1 g benih bayam per ulangan . media pertumbuhan yang digunakan dapat berupa kertas, pasir atau bahan organik ((BBPPMB-TPH 2012; Widajati et al. 2013)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 hingga Oktober 2015 di Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Pengujian benih dilakukan di laboratorium prosesing dan laboratorium penyimpanan benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.

Bahan

Bahan tanam yang digunakan pada masing-masing percobaan yaitu benih kacang koro pedang asal Ciherang Tengah, Dramaga, Bogor yang dipanen pada bulan November 2013, pupuk kandang sapi, pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl) dan beberapa pestisida berbahan aktif Karbofuran, Propineb, Mankozeb, Fipronil serta label. Bahan untuk media pengujian mutu fisiologis benih adalah pasir.

Alat

Alat yang digunakan di lapang yaitu gunting pangkas, lux meter, timbangan, serta alat sarana tani lainnya. Alat yang digunakan untuk pengujian mutu fisiologis benih adalah bak pengecambahan benih ukuran (30 x 25 x 15) cm3 dan

(26)

8

Prosedur Percobaan

Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1) pengaruh pemangkasan cabang dan batang terhadap pembentukan polong kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L.) dan 2) optimasi produksi dan mutu benih kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui pengaturan jarak tanam. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir penelitian optimasi produksi benih kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui pengaturan pemangkasan dan jarak tanam

Percobaan 1: Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Batang terhadap Pembentukan Polong Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)

Rancangan Percobaan disusun berdasarkan rancangan lingkungan acak kelompok (RAK) dengan menggunakan rancangan perlakuan petak terbagi (Split Plot Design). Pemangkasan cabang sebagai petak utama dan pemangkasan batang sebagai anak petak. Petak utama terdiri atas dua taraf, yaitu: C0= seluruh cabang dipelihara (tanpa pemangkasan cabang) dan C1= seluruh cabang dipangkas (dengan pemangkasan cabang), sedangkan anak petak terdiri atas empat taraf, yaitu: B0= tanpa pemangkasan batang, B1= pemangkasan batang setelah buku ke-6, B2= pemangkasan batang setelah buku ke-7 dan B3= pemangkasan batang setelah buku ke-8.

Penelitian ini terdiri atas 8 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman contoh, sehingga keseluruhan terdapat 240 tanaman contoh. Model linier untuk rancangan yang digunakan dapat dinyatakan sebagai berikut :

(27)

9

Yijk = μ +Ci+ j+ αij+ Bk + (CB)ik+ εijk

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan pemangkasan cabang ke-i, perlakuan pemangkasan batang ke-j, dan kelompok ke-k

μ = Nilai rataan umum

Ci = Pengaruh pemangkasan cabang ke-i (i= 1,2) j = Pengaruh kelompok ke-j (j= 1,2,3)

αij = Pengaruh galat petak utama

Bk = Pengaruh perlakuan pemangkasan batang ke-k ( k= 1,2,3,4)

(CB)jk = Pengaruh interaksi perlakuan pemangkasan cabang ke-i dan perlakuan

pemangkasan batang ke-k

εijk = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan pemangkasan cabang ke-i,

perlakuan pemangkasan batang ke-j dan kelompok ke-k

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Lahan diolah sempurna dengan penambahan pupuk kandang dengan dosis 10 ton ha-1. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 5 m x 3 m = 15 m2 dengan

jumlah 24 petak percobaan, kemudian dibuat bedengan sebangak 4 bedengan pada masing-masing petak percobaan dengan jarak 70 cm antar bedengan. Masing-masing petakan dilabel sesuai dengan perlakuan yang diberikan, kemudian diinkubasi selama 2 minggu.

Penanaman

Penanaman benih kacang koro pedang dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman ±3 cm pada jarak tanam (70 x 70) cm2, masing-masing ditanam 2 benih per lubang tanam. Insektisida sistemik berbahan aktif Karbofuran diberikan pada saat tanam dengan dosis 10 kg ha-1 dengan cara ditabur didekat

benih yang ditanam. Jumlah keseluruhan petak percobaan adalah 24 unit dengan populasi per petak adalah 28 tanaman, sehingga keseluruhan lubang tanam berjumlah 672 lubang tanam dengan jumlah benih yang dibutuhkan sebanyak 1344 butir. Pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST) dilakukan penjarangan tanaman dengan menyisakan satu tanaman utama per lubang tanam yang paling baik pertumbuhannya.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiangan, pembumbunan, pemupukan, penyiraman, pemasangan ajir dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual. Penyiangan pertama dilakukan segera jika terdapat gulma setelah tanaman tumbuh. Penyiangan lanjutan dilakukan pada umur 4, 8, 12 dan 16 MST. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan kedua, yaitu pada umur 4 MST. Pemupukan dilakukan dengan dosis pupuk 50 kg Urea, 100 kg SP36 dan 75 kg KCl. Selama fase vegetatif penyiraman

(28)

10

dan bila ada tanda-tanda serangan hama dan penyakit pada masa pertumbuhan akan dilalukan penyemprotan pestisida berbahan aktif Propineb, Mankozeb, Fipronil secara bersamaan dengan rentang waktu 1 x 15 hari.

Perlakuan Pemangkasan

Perlakuan pemangkasan dilakukan sesuai dengan kombinasi perlakuan yang ditetapkan. Pemangkasan cabang dilakukan dengan menggunting bagian pangkal seluruh cabang yang keluar pada batang utama. Perlakuan B1, B2 dan B3 (secara berturut-turut dilakukan pemangkasan batang setelah buku ke-6, 7, dan 8). Pemangkasan cabang dilakukan pada saat tanaman berumur ±5 MST, sedangkan pemangkasan batang disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman di lapang. Skema bentuk pemangkasan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema bentuk pemangkasan pada tanaman kacang koro pedang. Keterangan: C0B0= tanpa pemangkasan cabang dan batang, C0B1-C0B3= tanpa pemangkasan cabang + pemangkasan batang berturut-turut setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8, C1B0= dengan pemangkasan cabang dan tanpa pemangkasan batang, C1B1-C1B3= dengan pemangkasan cabang + berturut-turut pemangkasan batang setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8.

Pemanenan

(29)

11 tampi. Pengeringan benih dilakukan dengan sinar matahari menggunakan tampi dan besekan selama 2-3 jam (atau hingga mencapai kadar air ±12%).

Pengujian Mutu Fisiologis Benih

Evaluasi mutu fisiologis dilakukan terhadap 100 benih pada masing-masing perlakuan menggunakan media pasir dengan metode penanaman in sand. Sebanyak 25 benih ditanam pada masing-masing bak pengecambahan benih berukuran (30 x 25 x 15) cm3 yang telah berisi pasir dengan tinggi ±5 cm. Benih ditanam dengan jarak tanam ±2,5 x 5 cm dengan kedalaman ±2 cm, kemudian disiram dengan air. Media perkecambahan dijaga agar tetap lembab. Pengujian dilakukan selama 7 hari dengan hitungan pertama pada hari ke-5 dan hitungan kedua pada hari ke-7. Parameter pengamatan terdiri dari DB, KCT, KST dan PTM.

Pengamatan Penelitian

Pengamatan dilakukan dengan mengamati peubah sebagai berikut: 1. Serapan radiasi matahari (%)

Radiasi matahari diukur dengan menggunakan alat lux meter dengan cara meletakkan lux meter sejajar dengan buku tempat keluarnya daun lembaga tanaman (buku pertama), kemudian nilai lux meter yang diperoleh dicatat sebagai nilai radiasi matahari tajuk, sedangkan nilai radiasi matahari sesungguhnya merupakan nilai lux meter pada kondisi terbuka saat bersamaan dengan waktu pengamatan. Pengukuran dilakukan saat fase berbunga pada jam 11.00-12.00 WIB. Perhitungan serapan radiasi matahari diperoleh dengan rumus:

Serapan radiasi matahari (%) =

y x 100%

2. Karakter Tanaman pada Fase Generatif

Umur Berbunga (HST)

Pengamatan umur berbunga ditetapkan pada saat tanaman dalam satu satuan percobaan berbunga 50%.

Umur Panen (MST), dihitung dari mulai benih ditanam sampai panen pertama.

Jumlah Kuncup per Inflorensen (kuncup)

Pengamatan jumlah kuncup per inflorensen dilakukan dengan menghitung jumlah kuncup pada masing-masing inflorensen pada saat tanaman berumur 7 MST, secara simultan setiap minggunya hingga 11 MST.

Jumlah Polong per Tanaman (polong)

(30)

12

3. Komponen Hasil

Jumlah Polong Gugur atau Hampa per Tanaman (polong)

Jumlah polong gugur atau hampa per tanaman dihitung dengan mengakumulasikan pertambahan jumlah polong yang gugur dan hampa mulai dari awal pembentukan polong hingga panen terakhir.

Persentase Polong Gugur atau Hampa per Tanaman (%)

Jumlah polong total per tanaman diperoleh dengan menjumlah seluruh polong yang terbentuk, yang terdiri atas polong panen dan polong gugur atau hampa. Perhitungan persentase polong gugur per tanaman dilakukan pada dengan rumus:

�� � � � � � � % = ∑ � � � � � � �� � � � � � � %

Jumlah Polong Panen per Tanaman (polong)

Jumlah polong panen per tanaman dihitung dengan menjumlahkan total polong isi yang dapat bertahan hingga panen pada masing-masing tanaman contoh hingga panen terakhir.

Persentase Polong Panen per Tanaman (%)

Perhitungan persentase polong panen per tanaman dilakukan dengan rumus:

�� � � � � � � % = ∑ � � � � � � �� � � � � � � %

Panjang Polong (cm)

Pengamatan panjang polong dilakukan setelah panen yang diperoleh dengan menghitung rata-rata panjang dari 3 polong terbaik pada masing-masing polong 10 tanaman contoh.

Jumlah Benih per Polong( butir)

Pengamatan jumlah benih per polong dilakukan setelah panen yang diperoleh dengan menghitung rata-rata jumlah benih dari 3 polong terbaik pada masing-masing polong 10 tanaman contoh.

Jumlah Buku Produktif pada Batang Utama (buku)

Pengamatan jumlah buku produktif pada batang utama dilakukan pada tanaman tanpa pemangkasan cabang saat panen terakhir. Buku pada batang utama ditetapkan sebagai buku produktif apabila memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut, yaitu a) menghasilkan polong panen dari inflorensen yang keluar dari buku pada batang utama maupun pada cabang; b) menghasilkan polong panen dari inflorensen yang keluar dari buku pada batang utama atau c) menghasilkan polong panen dari inflorensen yang keluar pada cabang. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh.

Posisi Buku Produktif pada Batang Utama(buku ke-n)

(31)

13 batang utama (berdasarkan kriteria buku produktif pada peubah jumlah buku produktif pada batang utama). Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh.

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Pengamatan jumlah cabang produktif dilakukan pada saat panen terakhir dengan menghitung semua cabang yang menghasilkan polong panen pada 10 tanaman contoh.

Jumlah Polong pada Buku (polong)

Pengamatan jumlah polong buku dilakukan pada saat panen terakhir dengan mengakumulasikan semua polong yang berasal dari buku pada 10 tanaman contoh.

Jumlah Polong pada Cabang (polong)

Pengamatan jumlah polong cabang dilakukan pada saat panen terakhir dengan mengakumulasikan semua polong yang berasal dari cabang pada 10 tanaman contoh.

4. Hasil (Produksi Benih)

Produksi Benih per Tanaman (g)

Produksi benih pertanaman dihitung dengan menimbang benih yang bagus dan tidak terserang hama dan penyakit.

Produksi Benih per Hektar (ton )

Produksi Benih per hektar diukur melalui konversi hasil per tanaman ke dalam hitungan populasi per hektar, yaitu:

Produksi benih perhektar = produksi benih pertanaman x jumlah populasi per ha

5. Pengamatan Mutu Fisik dan Fisiologis Benih

Proporsi Jumlah Benih (%)

Pengelompokan ukuran bobot 1000 butir dilakukan menjadi tiga ukuran yaitu benih ukuran kecil (<1000 g per 1000 benih), sedang (1000-1300 g per 1000 benih), dan besar (> 1300 g per 1000 benih). Bobot 1000 butir benih dihitung dengan menimbang 100 butir benih sebanyak 8 ulangan, kemudian rata-ratanya dikalikan 10 (Dirjen Tanaman Pangan 2011). Benih pada masing-masing perlakuan dipisahkan berdasarkan ukuran bobot 1000 butir, kemudian dihitung proporsi masing-masing ukuran benih (%besar:%sedang:%kecil).

Daya Berkecambah (%)

Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN) pada pengamatan I (hari ke-5) dan pengamatan II (hari ke-7) (Febriyanti 2013). Perhitungan DB menggunakan rumus:

DB (%) = ∑ KN I + ∑ KN II

(32)

14

Kecepatan Tumbuh (%)

Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan akumulasi persen

kecambah normal per etmal selama periode perkecambahan yaitu sampai dengan hari ke-7 pengamatan dengan menggunakan rumus:

KCT (%/etmal)= ∑ N

�=7

�=0 Keterangan:

N = Persentase kecambah normal t = Waktu pengamatan (dalam etmal) Keserempakan Tumbuh (%)

Keserempakan tumbuh (KST) dihitung berdasarkan persentase

kecambah normal kuat yang dihitung pada waktu antara pengamatan KN I (hari ke-5) dan pengamatan KN II (hari ke-7) dengan menggunakan rumus:

KST (%) =

∑ y x 100%

Kriteria kecambah normal kuat adalah kecambah yang menujukkan kinerja visual lebih vigor daripada kecambah normal lainnya. Kecambah dikategorikan sebagai kecambah normal kuat apabila daun lembaga kecambah normal tersebut telah membuka dan ukuran hipotil lebih dari 2 kali panjang benih.

Potensi Tumbuh Maksimum (%)

Potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan persentase kecambah normal dan abnormal yang muncul hingga hari ke-7 pengamatan. Perhitungan PTM menggunakan rumus:

PTM (%) = ∑ y

∑ y x 100%

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam dengan uji F taraf kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.

Percobaan 2 : Optimasi Produksi dan Mutu Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Jarak Tanam

Rancangan percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal yang terdiri atas 6 taraf kombinasi jarak tanam dengan pengaturan pemangkasan. Pengelompokan berdasarkan ulangan, sebanyak tiga ulangan. A2= tanpa pemangkasan, jarak tanam (70 x 70) cm2

A3= tanpa pemangkasan, jarak tanam (100 x 100) cm2

A4= tanpa pemangkasan, jarak tanam double row (50 x 50_100) cm2 B1= dengan pemangkasan, jarak tanam (50 x 50) cm2

B2= dengan pemangkasan, jarak tanam (70 x 70) cm2

(33)

15 Penelitian ini terdiri atas 6 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Model linier untuk rancangan yang digunakan dapat dinyatakan sebagai berikut :

Y = µ + τi + βj + εij Keterangan :

Y = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan kelompok ke-j. µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

j = Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, dan 3)

εij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Lahan diolah sempurna dengan penambahan pupuk kandang dengan dosis 10 ton ha-1. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 5m x 4 m = 20 m2 dengan

jumlah 18 petak percobaan. Masing-masing petakan dilabel sesuai dengan perlakuan yang diberikan, kemudian diinkubasi selama 2 minggu.

Lahan diolah sempurna dengan penambahan pupuk kandang dengan dosis 10 ton ha-1. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 5 m x 4 m = 20 m2 dengan jumlah 18 petak percobaan, kemudian dibuat bedengan dengan jarak antar bedengan sesuai dengan jarak tanam yang ditetapkan, sehingga masing-masing terdapat 8 bedengan pada petak percobaan B1; 6 bedengan pada petak percobaan A2 dan B2, 4 bedengan pada petak percobaan A3; 3 bedengan double row pada petak percobaan A4 dan B4. Masing-masing petakan dilabel sesuai dengan perlakuan yang diberikan, kemudian diinkubasi selama 2 minggu.

Penanaman

Pemasangan mulsa dilakukan pada Percobaan 2 untuk meminimalisir persaingan tanaman dengan gulma seperti yang terjadi pada percobaan 1. Penanaman benih kacang koro pedang dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman ±3 cm pada jarak tanam yang telah ditentukan pada masing-masing perlakuan. Insektisida sistemik berbahan aktif Karbofuran diberikan pada saat tanam dengan dosis 10 kg ha-1 dengan cara ditebar disekitar benih yang telah

ditanam. Jumlah keseluruhan petak percobaan adalah 18 unit dengan populasi tanaman per petak adalah 80 tanaman untuk perlakuan dengan pemangkasan pada jarak tanam (50 x 50) cm2; 42 tanaman untuk perlakuan tanpa pemangkasan pada

jarak tanam (70 x 70) cm2 dan perlakuan dengan pemangkasan pada jarak tanam

(70 x 70) cm2; 20 tanaman untuk perlakuan tanpa pemangkasan pada jarak tanam (100 x 100) cm2 dan 60 tanaman untuk perlakuan tanpa pemangkasan pada jarak

tanam double row (50 x 50_100) cm2 dan perlakuan dengan pemangkasan pada

jarak tanam double row (50 x 50_100) cm2.

Pemeliharaan

(34)

16

tanaman tumbuh. Penyiangan lanjutan dilakukan pada umur 4, 8, 12 dan 16 MST. Pemupukan dilakukan dengan dosis pupuk 50 kg Urea, 100 kg SP36 dan 75 kg

KCl. Selama fase vegetatif penyiraman dilakukan setiap hari dan setelah memasuki fase generatif penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali. Pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman telah berumur 4 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan pemberian insektisida berbahan aktif Karbofuran pada saat tanam sebanyak 3-4 butir per lubang tanam dan bila ada tanda-tanda serangan hama dan penyakit pada masa pertumbuhan akan dilalukan penyemprotan pestisida berbahan aktif Propineb, Mankozeb, Fipronil secara bersamaan dengan rentang waktu 1 x 15 hari.

Perlakuan Pemangkasan

Pemangkasan hanya dilakuan pada perlakuan dengan pemangkasan. Pemangkasan dilakukan dengan cara menggunting pada bagian pangkal seluruh cabang yang keluar dari batang utama dan batang setelah buku ke-8. Pemangkasan cabang dilakukan pada saat tanaman berumur ±5 MST, sedangkan pemangkasan batang disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman di lapang. Skema tanaman dengan pemangkasan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Skema bentuk tanaman kacang koro pedang dengan pemangkasan Pemanenan

Panen dilakukan pada saat calon benih mencapai fase masak atau yang ditandai dengan polong telah berwarna coklat atau kehitaman. Polong hasil panen masing-masing petak percobaan kemudian dijemur selama 2-3 hari (tegantung cuaca) menggunakan alas terpal. Perontokan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari banyaknya benih yang retak. Pembersihan benih menggunakan tampi. Pengeringan benih dilakukan dengan sinar matahari menggunakan tampi dan besekan selama 2-3 jam (atau hingga mencapai kadar air ±12%).

Pengujian Mutu Fisiologis Benih

(35)

17 Pengamatan Penelitian

Pengamatan dilakukan dengan mengamati peubah sebagai berikut: 1. Karakter Umur Generatif

Umur Berbunga (HST)

Pengamatan umur berbunga ditetapkan pada saat tanaman dalam satu satuan percobaan berbunga 50%.

Umur Panen (MST), dihitung dari mulai benih ditanam sampai panen pertama.

PeriodePanen (minggu)

Periode panen dihitung mulai dari panen pertama sampai dengan panen terakhir.

2. Komponen Hasil

Jumlah Inflorensen per Tanaman (inflorensen)

Jumlah inflorensen per tanaman dihitung dengan menjumlahkan keseluruhan inflorensen yang menghasilkan polong panen pada masing-masing tanaman contoh.

Jumlah Polong panen per Tanaman (polong)

Jumlah polong panen per tanaman dihitung dengan menjumlahkan total polong yang berisi benih koro pedang pada masing-masing tanaman contoh pada saat panen terakhir.

Panjang Polong (cm)

Pengamatan panjang polong dilakukan setelah panen yang diperoleh dengan menghitung rata-rata panjang dari 3 polong terbaik pada masing-masing tanaman contoh.

Jumlah Benih per Polong (butir)

Pengamatan jumlah benih per polong dilakukan setelah panen yang diperoleh dengan menghitung rata-rata jumlah benih dari 3 polong terbaik pada masing-masing tanaman contoh.

3. Hasil (Produksi Benih)

Produksi Benih per tanaman (g)

Produksi benih pertanaman dihitung dengan menimbang benih yang bagus dan tidak terserang hama dan penyakit.

Produksi Benih per Hektar (ton)

Produksi Benih per hektar diukur melalui konversi hasil per tanaman ke dalam hitungan populasi per hektar, yaitu:

(36)

18

4. Pengamatan Mutu Fisik dan Fisiologis Benih

Bobot 1000 Butir Benih (g)

Bobot 1000 butir benih dihitung dengan menimbang 100 butir benih sebanyak 8 ulangan, kemudian rata-ratanya dikalikan 10 (Ditjen Tanaman Pangan 2011).

Daya Berkecambah (%)

Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN) pada pengamatan I (hari ke-5) dan pengamatan II (hari ke-7) (Febriyanti 2013). Perhitungan DB menggunakan rumus:

DB (%) = ∑ KN I + ∑ KN II

∑ y x 100%

Kecepatan Tumbuh (%)

Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan akumulasi persen

kecambah normal per etmal selama periode perkecambahan yaitu sampai dengan hari ke-7 pengamatan dengan menggunakan rumus:

KCT (%/etmal)= ∑ N

�=7

�=0 Keterangan:

N = Persentase kecambah normal t = Waktu pengamatan (dalam etmal) Keserempakan Tumbuh (%)

Keserempakan tumbuh (KST) dihitung berdasarkan persentase

kecambah normal kuat yang dihitung pada waktu antara pengamatan KN I (hari ke-5) dan pengamatan KN II (hari ke-7) dengan menggunakan rumus:

KST (%) =

∑ y x 100%

Kriteria kecambah normal kuat adalah kecambah yang menujukkan kinerja visual lebih vigor daripada kecambah normal lainnya. Kecambah dikategorikan sebagai kecambah normal kuat apabila daun lembaga kecambah normal tersebut telah membuka dan ukuran hipotil lebih dari 2 kali panjang benih.

Potensi Tumbuh Maksimum (%)

Potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan persentase kecambah normal dan abnormal yang muncul hingga hari ke-7 pengamatan. Perhitungan PTM menggunakan rumus:

PTM (%) = ∑ y

∑ y x 100%

Analisis Data

(37)

19

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilakukan pada tempat dengan ketinggian ±240 m dpl. Data iklim yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika wilayah Darmaga, Bogor, menunjukkan bahwa Percobaan 1 dan Percobaan 2 dilakukan pada musim yang berbeda. Percobaan 1 dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2015 dengan rata-rata curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Percobaan 2 yang dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober 2015 (Lampiran 1).

Daya tumbuh (DT) benih sumber kacang koro pedang yang digunakan pada percobaan 1 dan 2 memberikan informasi awal bahwa lot benih sumber yang digunakan masih memiliki viabilitas awal yang tinggi. Daya tumbuh benih sumber kacang koro pedang berkisar antara 91.7-100% untuk percobaan 1 dan 82.5-92.2% untuk percobaan 2.

Gangguan yang ditemui pada Percobaan 1 yaitu tingginya curah hujan saat fase vegetatif Percobaan 1 hingga memasuki periode panen sehingga mendorong perkembangan jamur perusak pangkal akar (Gambar 4a) yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman (Gambar 4b). Curah hujan yang tinggi pada saat perkembangan polong menyebabkan kondisi di bawah tajuk tanaman tanpa pemangkasan cabang menjadi lembab, sehingga mendorong perkembangan jamur yang kemudian menyerang polong yang sedang berkembang pada kacang koro pedang (Gambar 4c) ( jamur yang menyerang belum diteliti lebih jelas).

Gambar 4 Keragaan tanaman yang terserang jamur

(a) akar tanaman, (b) tanaman utuh dan (c) polong Gangguan yang ditemui pada Percobaan 2 yaitu rendahnya curah hujan yang tersedia saat memasuki fase generatif hingga panen polong sehingga hal ini diduga menjadi penyebab utama rendahnya hasil pada Percobaan 2 dibandingkan dengan Percobaan 1. Jumlah kuncup yang terbentuk relatif lebih sedikit dan bunga mekar pada inflorensen terlihat layu (Gambar 5a), berbeda dengan pertanaman sebelumnya pada Percobaan 1 bahwa kuncup yang terbentuk lebih banyak dan bunga mekar berwarna ungu lembut serta terlihat segar (Gambar 5b). Gangguan jamur tidak ditemui pada percobaan 2, namun ditemui beberapa jenis serangga, diantaranya ulat penggerek daun dan walang sangit.

(38)

20

Gambar 5 Keragaan inflorensen koro pedang saat periode berbunga a) Percobaan 1, b) Percobaan 2

Percobaan 1 : Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Batang terhadap Pembentukan Polong Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)

Pengaruh Pemangkasan terhadap Karakter Tanaman Kacang Koro Pedang pada Fase Generatif

Rekapitulasi hasil sidik ragam terhadap karakter tanaman kacang koro pedang pada fase generatif menunjukkan bahwa interaksi antara pemangkasan cabang dan pemangkasan batang berpengaruh nyata pada peubah umur panen, jumlah kuncup per inflorensen (7, 8, 10, 11 MST) dan jumlah polong per tanaman (10, 11, 12, 13, 14, 15 MST). Pemangkasan cabang berpengaruh nyata hampir pada keseluruhan peubah karakter tanaman pada fase generatif yang diamati, kecuali umur berbunga. Pemangkasan batang berpengaruh nyata hampir pada keseluruhan peubah karakter tanaman pada fase generatif yang diamati, kecuali umur berbunga dan jumlah polong per tanaman pada 8 MST (Tabel 2).

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan terhadap serapan radiasi matahari dan karakter tanaman kacang koro pedang pada fase generatif

Peubah

Perlakuan

KK (%) Pemangkasan

cabang (C)

Pemangkasan

batang (B) CxB

Serapan radiasi matahri * * tn 14.13

Karakter tanaman pada fase generatif

Umur berbunga tn tn tn 2.25

Umur panen * * * 1.16

Jumlah kuncup per inflorensen

7 MST * * * 9.34

8 MST * * * 13.16

9 MST * * tn 18.70

10 MST * * * 27.50

11 MST * * * 24.91

Keterangan: KK = Koefisien keragaman. * = berpengaruh nyata, tn = tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf kepercayaan 95%.

(39)

21 Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan terhadap serapan radiasi matahari dan karakter tanaman kacang koro pedang pada fase pada uji F taraf kepercayaan 95%.

Serapan Radiasi Matahari, Umur Berbunga dan Umur Panen

Serapan radiasi matahari dipengaruhi oleh pemangkasan cabang. Tanaman dengan pemangkasan cabang memiliki serapan radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tanpa pemangkasan cabang (Tabel 3). Tingginya serapan radiasi matahari pada tanaman dengan pemangkasan cabang karena tanaman tidak memiliki tajuk yang rimbun, sehingga meningkatkan radiasi matahari yang mampu diterima tanaman, terutama daun sebagai organ utama dalam fotosintesis. Kondisi ini sangat berbeda dengan tanaman tanpa pemangkasan cabang dengan tajuk yang rimbun, sehingga menyebabkan serapan radiasi matahari yang mencapai bawah tajuk lebih rendah karena kondisi daun yang saling berhimpitan (Gambar 6).

Tabel 3 Serapan radiasi matahari tanaman kacang koro pedang

Pemangkasan cabang Pemangkasan batang Rata-rata

B0 B1 B2 B3

Serapan radiasi matahari1 (%)

C0 19.0 23.8 26.0 20.4 22.3B

C1 40.1 60.9 50.4 53.7 51.3A

Rata-rata 29.6b 42.4a 38.2a 37.1a

Keterangan: C0= tanpa pemangkasan cabang, C1= dengan pemangkasan cabang, B0= tanpa pemangkasan batang, B1= pemangkasan batang setelah buku ke-6, B2= pemangkasan batang setelah buku 7, B3= pemangkasan batang setelah buku ke-8. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom yang sama dan huruf kecil yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT

(40)

22

Gambar 6 Keragaan tajuk tanaman kacang koro pedang pada saat pembungaan.

(a) dengan pemangkasan cabang dan (b) tanpa pemangkasan cabang

Bunga kacang koro pedang adalah bunga majemuk (inflorensen). Kuncup bunga melekat pada nodus yang terdapat pada ibu tangkai bunga. Primordia bunga pada masing-masing perlakuan sudah terlihat pada saat tanaman berumur 4 MST (minggu setelah tanam). Umur berbunga tanaman kacang koro pedang tidak dipengaruhi oleh pemangkasan cabang dan batang. Tanaman kacang koro pedang pada penelitian ini memiliki umur berbunga berkisar antara 54-55 HST (hari setelah tanam) (Tabel 4). Nilahayati dan Putri (2015) menerangkan bahwa umur berbunga yang lambat menunjukkan pembentukan organ reproduktif terutama pembentukan polong dan pengisian biji juga terlambat. Umur panen sangat erat hubungannya dengan umur berbunga karena dapat menggambarkan lama waktu pengisian biji dan mencapai saat panen. Tanaman kedelai yang memiliki umur berbunga cepat cenderung memiliki umur panen yang cepat pula. Namun, pada tanaman kacang koro pedang umur berbunga 50% sulit dijadikan acuan untuk penentuan waktu panen karena kuncup bunga mekar tidak secara bersamaan melainkan bertahap, sehingga umur perkembangan polong juga berbeda-beda.

Tabel 4 Umur berbunga dan umur panen tanaman kacang koro pedang

Pemangkasan cabang Pemangkasan batang Rata-rata

B0 B1 B2 B3

Umur berbunga (HST)

C0 55.0 54.0 55.0 55.0 54.8

C1 54.0 54.0 54.0 54.0 54.0

Rata-rata 54.5 54.0 54.5 54.5

Umur panen (MST)

C0 18.0a 18.0a 18.0a 18.0a

C1 18.0a 17.0b 17.0b 17.0b

Keterangan: C0= tanpa pemangkasan cabang, C1= dengan pemangkasan cabang, B0= tanpa pemangkasan batang, B1= pemangkasan batang setelah buku ke-6, B2= pemangkasan batang setelah buku 7, B3= pemangkasan batang setelah buku ke-8. Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan baris interaksi tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf kepercayaan 95%.

Perbedaan umur panen polong pada tanaman kacang koro pedang dipengaruhi oleh interaksi pemangkasan cabang dan pemangkasan batang (Tabel

(41)

23 2). Umur panen yang lebih cepat pada kombinasi perlakuan dengan pemangkasan cabang dan batang diduga karena tanaman memiliki aliran fotosintat yang lebih singkat yang disebabkan oleh peniadaaan cabang, dan perkembangan polong terjadi pada waktu bersamaan serta dengan periode yang lebih singkat. Tingginya radiasi matahari yang diterima tajuk tanaman (Tabel 3) diduga juga menjadi penyebab singkatnya umur panen pada tanaman dengan pemangkasan cabang karena mengakibatkan terjadinya desikasi yang lebih cepat pada polong. Kondisi ini menyebabkan periode pengisian biji dan pemasakan polong berlangsung lebih singkat serta menghasilkan ukuran polong yang lebih pendek dan jumlah biji yang lebih sedikit.

Tipe pertumbuhan indeterminate pada tanaman kacang koro pedang tanpa pemangkasan cabang menyebabkan bunga mekar tidak serempak, akan tetapi secara bertahap. Berbeda dengan tanaman yang dipangkas cabangnya dengan perkembangan bunga yang serempak karena tidak ada percabangan. Thomas et al. (2003) dan Nazirwan et al. (2014) melaporkan bahwa tanaman yang bersifat indeterminate memproduksi bunga secara bertahap dan memiliki umur tanaman yang lebih lama. Egli (2005) menambahkan jika bunga berkembang dengan periode yang lebih lama, penggunaan asimilat jauh lebih lambat karena perkembangan masing-masing polong terjadi secara bertahap dalam penggunaan asimilat maksimum. Jika semua bunga diserbuki pada hari yang sama, maka perkembangan polong hampir bersamaan dan penggunaan asimilat akan meningkat cepat ke level maksimum.

Jumlah Kuncup Bunga dan Jumlah Polong per Inflorensen

Tanaman dengan pemangkasan cabang menghasilkan jumlah kuncup per inflorensen lebih banyak pada awal fase pembentukan kuncup (saat tanaman berumur 7-8 MST) (Gambar 7) begitu juga dengan jumlah polong yang terbentuk lebih banyak pada awal fase pembentukan polong (8 MST) (Gambar 8) dibandingkan dengan tanaman tanpa pemangkasan cabang.

Penurunan jumlah kuncup terjadi mulai pada 9 MST hingga minggu seterusnya. Penurunan jumlah kuncup terjadi karena 2 peristiwa yaitu 1) penurunan jumlah kuncup karena transformasi kuncup menjadi bunga yang seterusnya berkembang membentuk polong dan 2) penurunan jumlah kuncup karena gugur ke tanah. Penyebab gugurnya kuncup mulai 9 ini diduga karena ketidakmampuan kuncup bersaing bersamaan dengan polong muda dalam memanfaatkan fotosintat yang ada.

(42)

24

yang dihasilkan tanaman dengan pemangkasan cabang. Dimana, dengan pemangkasan berat yang diberikan mengurangi jumlah daun yang berperan utama dalam proses fotosintesis. Kondisi ini menyebabkan tanaman menggugurkan beberapa kuncup maupun polong agar tetap dapat mempertahankan beberapa polong yang tersisa. Egli (2005) melaporkan bahwa bunga, polong muda dan polong yang sedang berkembang pada tanaman buncis menggunakan asimilat secara bersamaan. Polong yang sedang berkembang menggunakan asimilat lebih kuat, sehingga dapat menyebabkan gugurnya bunga dan polong muda karena kurang mampu bersaing dalam menggunakan fotosintat.

Gambar 7 Jumlah kuncup per inflorensen tanaman kacang koro pedang pada berbagai pengaturan pemangkasan cabang dan batang.

Keterangan: C0B0= tanpa pemangkasan cabang dan batang, C0B1-C0B3= tanpa pemangkasan cabang + pemangkasan batang setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8, C1B0= dengan pemangkasan cabang dan tanpa pemangkasan batang, C1B1-C1B3= dengan pemangkasan cabang + berturut-turut pemangkasan batang setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8. Marker yang diikuti oleh huruf yang sama pada umur tanaman yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf kepercayaan 95%.

Pembentukan kuncup pada kombinasi tanaman dengan pemangkasan cabang dan batang memiliki periode yang lebih singkat. Hal ini ditandai dengan terhentinya pembentukan kuncup pada saat 11 MST (Gambar 7) sementara itu pada tanaman dengan perlakuan tanpa pemangkasan cabang dan dengan pemangkasan cabang tanpa pemangkasan batang masih tetap membentuk kuncup. Hal ini berkaitan dengan sifat tanaman indeterminate sebagaimana dilaporkan oleh Thomas et al. (2003) bahwa pola pembungaan tanaman yang bersifat indeterminate memproduksi bunga secara bertahap sedangkan tanaman determinate hanya memproduksi bunga satu periode.

(43)

25

Gambar 8 Jumlah polong per tanaman kacang koro pedang pada berbagai pengaturan pemangkasan cabang dan batang.

Keterangan: C0B0= tanpa pemangkasan cabang dan batang, C0B1-C0B3= tanpa pemangkasan cabang + pemangkasan batang setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8, C1B0= dengan pemangkasan cabang dan tanpa pemangkasan batang, C1B1-C1B3= dengan pemangkasan cabang + berturut-turut pemangkasan batang setelah buku ke-6, ke-7 dan ke-8. Marker yang diikuti oleh huruf yang sama pada umur tanaman yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf kepercayaan 95%.

Pengaruh Pemangkasan terhadap Komponen Hasil Tanaman Kacang Koro Pedang

Rekapitulasi hasil sidik ragam terhadap komponen hasil koro pedang menunjukkan bahwa interaksi antara pemangkasan cabang dan pemangkasan batang berpengaruh nyata hampir pada semua peubah komponen hasil yang diamati, kecuali jumlah polong gugur. Pemangkasan cabang dan pemangkasan batang berpengaruh nyata terhadap keseluruhan peubah komponen hasil yang diamati. Rekapitulasi hasil sidik ragam terhadap komponen hasil tanaman kacang koro pedang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemangkasan cabang dan pemangkasan batang terhadap komponen hasil kacang koro pedang Peubah

Keterangan : KK = koefisien keragaman. * = berpengaruh nyata pada uji F taraf kepercayaan 95%.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian optimasi produksi benih kacang koro pedang
Gambar 2 Skema bentuk pemangkasan pada tanaman kacang koro pedang.
Tabel 3  Serapan radiasi matahari tanaman kacang koro pedang
Gambar 7  Jumlah kuncup per inflorensen tanaman kacang koro pedang pada  berbagai pengaturan pemangkasan cabang dan batang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil uji Chi Square antara tekanan panas dengan tekanan darah dapat diketahui nilai p = 0,001 dimana p &lt; 0,05 artinya ada hubungan tekanan panas dengan

33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-

Untuk pengujian kuat tekan semua benda uji memenuhi SNI, komposisi abu vulkanik Gunung Kelud sebesar 0% dan 25% tergolong dalam mutu I, sedangkan komposisi

Jadi dapat disimpulkan workflow adalah urutan aliran dari suatu proses kerja yang dibuat secara lengkap mencakup actor yang terlibat dan aktivitas yang terjadi untuk

Selanjutnya faktor non-ekonomi yang berpengaruh paling besar terhadap peningkatan permintaan perumahan di kota Watampone adalah variabel jumlah anggota keluarga,

Meskipun dengan demikian dari beberapa alasan yang telah dikemukakan diatas rriengenai alasan tertariknya mereka menjadi nasabah pada Bank Syariah Mandiri, perbandingan

7 fase kesedihan dampak Covid-19 yang berbasis pada fase kesedihan Kubler yang dikonstruksi melalui semiotika sosial merupakan model siklus dinamika emosi, persepsi, sosial

Bangunan 3 (tiga) unit rumah yang ditempati oleh ibu Sutrijon dan adik- adik Sutrijon. Sutrijon Cs tersebut merupakan kemenakan dari penggugat objek perkara