• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KONFLIK PADA HUBUNGAN PERTEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN KONFLIK PADA HUBUNGAN PERTEMAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 Manajemen Konflik Pada Hubungan Pertemanan Sesama Waria Pekerja Seks

Komersial di Kota Malang Oleh: Marlia Wahyu Rusdiana, S.I.Kom Pembimbing: Fitri H. Oktaviani dan Sri Handayani Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Waria yang notabene kaum transeksual, terlahir dalam fisik laki-laki, namun mempunyai perasaan dan jiwa perempuan (Koeswinarno, 2004). Dalam beberapa kasus, waria mempunyai kesulitan untuk mempunyai hubungan pribadi dengan lain jenis, dalam hal ini laki-laki ataupun perempuan. Setiap hubungan pertemanan mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Waria yang mempunyai sisi laki-laki dan perempuan bisa mempunyai penyebab dan penyelesaian konflik yang mungkin berbeda dengan orang kebanyakan.

Penelitian ini akan berfokus pada manajemen konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial di kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis pendekatan deskriptif. Informan yang akan digunakan adalah waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersial yang telah menjalin hubungan pertemanan dengan sesama waria dan berdomisili di kota Malang.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai kaum transeksual akan mempegaruhi pandangan, faktor penyebab, penyelesaian dan dampak konflik pada hubungan mereka. Faktor penyebab konflik pada hubungan pertemanan pada waria yang diteliti. Ketidakpastian informasi tidak ada balasan ketika menghubungi.Kekurangan dari segi fisik, kurangnya pendengaran dari salah satu pihak karena pengaruh suntik hormon. Perbedaan persepsi dan cara pandang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam segi fashion. Perbedaan tingkat ketertutupan dan keterbukaan waria, serta kepercayaan kepada pihak lain.

Untuk penyelesaian konflik, subjek penelitian cenderung menggunakan strategi win-win dengan menggunakan taktik integrative, noncomittal statements, competitive tactics, caranya adalah berbicara dan mengungkapkan permasalahan mereka berdua. Seringkali mereka menggunakan kata-kata kotor dan mengeluarkan umpatan mereka agar konflik terselesaikan.

Kata Kunci : Hubungan pertemanan antar waria, konflik, manajemen konflik

Pendahuluan

Waria sebagai kaum transeksual yaitu seorang individu yang mempunyai ciri fisik laki-laki, akan tetapi perasaan dan jiwa yang mereka rasakan sebagai perempuan.

Kartono (dalam Koeswinarno, 2004) mengatakan sebagai sebuah kepribadian, kehadiran seorang waria merupakan satu

(2)

laki-2 laki pada umumnya, tetapi bukan sebagai

perempuan normal juga.

Kebutuhan sosial mendorong ikatan emosional dengan individu lain, baik sesama jenis, maupun lain jenis, baik di lingkungan keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Dalam beberapa kasus, waria mempunyai kesulitan untuk mempunyai hubungan pribadi dengan lain jenis, dalam hal ini laki-laki ataupun perempuan.

Sebagai contoh, dorongan perasaannya untuk lebih dekat dengan laki-laki membuat waria semakin mendapatkan penolakan-penolakan dalam pergaulan di masyarakat (Karinina, 2007). Dalam penelitiannya Karinina (2007) menemukan waria juga menemukan kesulitan untuk menemukan teman wanita untuk berbagi cerita dan berteman.

Pada hakikatnya hubungan pertemanan yang terjalin di antara waria sama seperti hubungan pertemanan perempuan dan perempuan ataupun laki-laki dan laki-laki. Johnson dalam Prihastuti (2001) mendefinisikan konflik adalah situasi dimana kita mengalami perbedaan pendapat atau tindakan dengan salah orang yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan orang lain.

Laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan perihal bagaimana mereka mengelola konflik. Gottman & Carrere (dalam DeVito 2007) membahas perbedaan gender dalam konflik antarpribadi, misalnya, laki-laki lebih cenderung untuk menarik diri dari situasi konflik daripada wanita. Di sisi lain, wanita ingin lebih dekat dengan konflik, mereka ingin berbicara tentang hal itu dan menyelesaikannya. Studi lain dalam DeVito (2007) menjelaskan bahwa wanita

lebih emosional dibandingkan laki-laki yang lebih logis saat mereka berargumen.

Koeswinarno (2004)

mengklasifikasikan waria menjadi dua jenis, pertama waria pelacur dan waria non pelacur. Tempat waria melacur merupakan media untuk menjalin solidaritas mereka. Meskipun solidaritas di kalangan waria demikian solid, namun bukan berarti di tempat mereka menjajakan diri tidak terlepas dari konflik.

Koeswinarno (2004) menambahkan salah satu faktor penyebab konflik yang terjadi pada waria menurut adalah perebutan pelanggan saat mereka berkerja menjajakan diri. Berdasarkan pemaparan tersebut, fenomena konflik pada hubungan pertemanan sesama waria yang bekerja di tempat pelacuran merupakan hal yang berbeda dibanding hubungan pertemanan pada umumya. Oleh karena itu, peneliti berusaha meneliti bagaimana waria pekerja seks komersial mengelola konflik pada hubungan pertemanannya dengan sesama waria.

Metode

Pendekatan dalam laporan penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif dirasa tepat karena dengan pendekatan ini dapat membantu memperoleh deskripsi (penggambaran) konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial. Dengan demikian, pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan data secara fleksibel dan mendalam tentang hubungan pertemanan sesama waria.

(3)

3 Masalah dalam penelitian kualitatif

bertumpu pada sesuatu fokus (Moleong, 2010). Fokus pertama pada penelitan ini adalah pandangan waria pekerja seks komersial terhadap konflik. Fokus yang kedua, faktor-faktor penyebab yang melatarbelakangi konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial.

Selanjutnya fokus ketiga, manajemen konflik hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial di kota Malang. Fokus terakhir, dampak setelah terjadinya konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial, berisikan tentang dampak positif dan negatif dari konflik yang terjadi pada hubungan sesama waria.

Pada penelitian ini data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan terkait dengan manajemen konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial di kota Malang. Data primer ini berupa pernyataan informan yang terkait dengan manajemen konflik pada hubungan pertemanan sesama waria.

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh buku-buku, jurnal ilmiah atau tulisan-tulisan ilmiah lain, yang berkaitan dengan manajemen konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial di kota Malang.

Untuk mengum teknik

pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara, wawancara dilakukan kepada waria yang memenuhi kriteria informan yang ditetapkan peneliti. Wawancara mendalam dilakukan peneliti agar peneliti mendapatkan informasi yang diinginkan dan data yang lebih lengkap mengenai konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial. Dengan

mengunakan teknik wawancara ini, peneliti juga berharap mendapat jawaban detail tentang opini, motivasi dan pengalaman informan dalam hal konflik pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial.

Informan dalam penelitian ini ditentukan melalui teknik sampling purposif (purposive sampling). Adapun orang yang akan dijadikan informan utama dalam penilitan ini adalah waria yang berdomisili di kota Malang. Dengan beberapa kriteria. Pertama, waria yang berteman dengan sesama waria kurang lebih selama satu tahun. Kedua waria yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial. Kriteria ketiga waria yang pernah mengalami konflik dalam hubungan pertemanan sesama waria.

Pada pelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data karena dalam penelitian ini yang menjadi bahan kajian adalah sumber atau informan. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara melakukan pengecekan terhadap data yang didapat dari informan-informan penelitian. Hal ini dapat dicapai dengan cara membandingkan data hasil wawancara dari informan-informan yang dilakukan dengan wawancara secara terpisah.

(4)

4 data, dan penarikan kesimpulan. Berikut

penjelasan tahapan dari analisis data.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian dari Wiraharjo (2008) mengkategorikan waria di kota Malang dalam tiga kelompok besar. Pengelompokan terhadap waria ini didasarkan pada pekerjaan yang ditekuni oleh wara tersebut. Kelompok pertama adalah waria yang berprofesi sebagai PSK, yang kedua waria yang berprofesi sebagai pekerja salon, dan yang terakhir waria yang bekerja di luar kedua bidang tersebut (Wiraharjo, 2008).

Kelompok waria yang berprofesi sebagai PSK adalah waria yang keluar menjajakan diri pada saat malam hari. Kelompok ini seringkali mempunyai tempat mangkal tetap. Di kota Malang tempat mangkal waria biasanya di jalan gajah mada dekat Stasiun atau di daerah sekitar Tugu (Wiraharjo, 2008). Waria cenderung mangkal ditempat yang sama dan tidak berpindah-pindah, dengan alasan sudah mempunyai pelanggan tetap.

Kelompok kedua, yaitu waria yang berprofesi sebagai pekerja salon. Mereka menggantungkan hidupnya dari penghasilan sebagai pekerja salon. Mereka mempunyai keahlian dalam bidang kecantikan. Selain pekerja salon, kelompok ini juga mencakup waria yang berprofesi sebagai perias wajah atau make up artist.

Kelompok terakhir adalah waria yang bekerja di luar PSK dan pekerja salon. Jumlah waria di kelompok ini sangat sedikit, karena keahlian yang dimiliki mereka tidak banyak dimiliki waria lain. Beberapa contoh pekerjan mereka adalah sebagai instruktur senam, bekerja di toko atau waria yang

memberikan penyuluhan di Rumah Sakit dan LSM.

Sesuai dengan etika penelitan yang telah ditentukan peneliti, untuk menjaga kerahasiaan informan, dalam lembar pengumpulan data penelitian tidak dicantumkan nama asli informan melainkan nama samaran, serta tidak memaparkan profil informan secara mendetaiil. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan informan kepada peneiliti. Untuk menjaga tingkat keabsahan data, peneliti melakukan wawancara secara terpisah kepada setiap pasangan informan. Berikut peneliti memaparkan profil informan penelitian dengan menggunakan nama samaran Friska-Angel dan Kim-Vera.

Sebagai makhluk sosial, waria juga melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi dalam tahap dasar berupa komunikasi antarpribadi yang terjalin pada antara waria dengan orang-orang terdekatnya. Tidak terkecuali pada hubungan pertemanan sesama waria. Seperti hubungan pertemanan yang terjalin antara Friska dan Angel dan juga Kim dan Vera.

(5)

5 mempunyai latar belakang sama dengannya

yaitu Friska.

Dalam penelitian ini ditemukan awal mula kedekatan waria dengan teman sesamanya adalah karena masalah atau latar belakang yang dimilikinya. Seperti hubungan pertemanan Friska dan Angel yang dilatarbelakangi oleh penolakkan keluarga Angel akan keputusannya menjadi waria. Angel mungkin bisa menceritakan masalahnya kepada siapa saja, namun solusi yang dia dapat belum tentu dapat menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itu Angel menceritakan masalahnya pada Friska, yang sudah memutuskan menjadi waria terlebih dahulu.

Selain latar belakang yang sama, waria-waria ini memlih teman sesama waria karena alasan kecocokan masing. Seperti pada hubungan Kim dan Vera awal mula hubungan mereka terjalin adalah saat mereka saling dikenalkan oleh salah seorang teman. Saat itu Kim baru menginjakkan kaki di kota Malang sebagai mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di kota Malang. Karena merasa cocok satu sama lain, Kim dan Vera masih berteman dekat sampai saat ini.

Hubungan pertemanan sesama waria yang terjalin disebabkan oleh adanya kepedulian dari mereka akan rekan yang mempunyai latar belakang yang sama dengan mereka. Seringkali mereka membutuhkan teman untuk berbagi dan bercerita tentang keluh kesah yang hanya dimengerti oleh kalangan waria sendiri. Contoh permasalahan yang dihadapi mereka salah satunya alah penolakan dari pihak keluarga saat mereka memutuskan diri menjadi waria. Mereka membutuhkan teman bercerita dan memberikan solusi terhadap masalahnya dan tidak semua orang bisa mengerti masalah yang

dihadapinnya. Hanya waria yang dapat mengerti masalah yang bisa mengerti dia.

Tujuan lain dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai hiburan atau mencari kesenangan (DeVito, 2007). Hal ini biasanya dapat berupa candaan, bercerita, diskusi ringan atau bergosip. Salah satu bentuk tujuan keempat ini adalah aksi jambak-menjambak dikalangan waria. Menurut Kim, jika aksi tersebut hanya untuk senang-senang dan bermain, tidak lebih dari itu. Namun berbeda dengan keterangan tersebut, Vera menambahkan jika aksi jambak-menjambak juga merupakan bentuk luapan mereka ketika sedang bertengkar dengan sesama waria.

Dalam hubungan pertemanannya waria melakukan pembicaraan layaknya perempuan. Tema dari pembicaraan mereka seputar hubungan personal, kekasih dan fashion. Hal ini seperti yang diungkapkan Allan dan Barbara (2004) bahwa di usia dewasa perempuan berbicara tentang diet, hubungan personal, perkawinan, anak-anak, kekasih, kepribadian, pakaian, apa yang dilakukan orang, hubungan pekerjaan dan apapun yang berkaitan dengan orang dan masalah pribadi.

(6)

6 waria melakukan komunikasi dengan

teman dekatnya.

Namun terjadi sedikit perbedaan ketika mereka melakukan komunikasi dengan waria di tempat mangkal mereka. Pada waria dalam peneleitian ini cenderung menunjukkan sifat bawaan mereka sebagai laki-laki dengan melakukan kompetisi untuk mendapatkan kekuasaan atau status dalam hal memperebutkan ilayah dan pelanggannya. Seperti yang diungkapkan oleh (Allan dan Barbara, 2004) bahwa kompetisi adalah hal yang muncul biasanya pada hubungan pertemanan laki-laki, karena pada dasarnya laki-laki mempunyai sifat sifat gampang curiga atau pencemburu, bersaing, berkuasa atau menguasai, melindungi, dan menyendiri.

Alasan lain yang membuat waria memilih teman yang mempunyai latar belakang sama dengannya adalah kepedulian. Seperti pada hubungan Friska dan Angel, menurut Friska jika bukan dirinya yang peduli terhadap (waria) kelompoknya lalu siapa lagi. Friska menganggap suatu kelompok tidak akan pernah maju jika bukan anggotanya sendiri yang memajukan. Sedangkan dari sisi lain, Angel memilih Friska karena kecocokan karakter masing-masing. Angel menambahkan hanya sesama waria seperti dirinya karena hanya (waria) Friska yang mengerti dia.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari setiap informan di atas bahwa pada dasarnya waria memandang konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari dan wajar terjadi pada setiap orang. Pandangan tersebut merupakan pandangan konflik secara kontemporer, seperti yang dikatakan Myers dalam Ladita (2012) dimana konflik dianggap sebagai

suatu hal yang wajar di dalam kehidupan keluarga, sosial dan organisasi.

Selain pandangan tersebut di atas, informan beranggapan bahwa positif dan negatifnya konflik tergantung dari bagaimana menanggapi, menyikapi konflik dan efek yang ditimbulkan konflik. Setelah memaparkan hasil penelitian tentang bagaimana waria memandang konflik. Selanjutnya peneliti akan memaparkan tentang bagaimana waria mengelola konflik pada hubungan pertemanan sesama mereka.

Konflik ini terjadi karena berbagai macam sebab. Salah satunya terjadi karena terjadi hambatan komunikasi pada hubungan mereka. Hambatan-hambatan yang muncul tidak hanya berasal dari dalam diri mereka, namun juga dari luar.

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa sumber konflik tidak jauh dari hambatan komunikasi yang terjadi. Tiga hambatan yang sering memicu terjadinya konflik pada hubungan pertemanan mereka. Hambatan pertama adalah hambatan physiological yang disebabkan oleh kekurangan fisik individu. Untuk merubah bentuk tubuh mereka agar lebih menyerupai perempuan, waria mengkonsumsi hormon pembesar payudara. Hormon tersebut menimbulkan efek samping kurangnya pendengaran orang yang mengkonsumsinya. Kondisi tersebut seperti yang di alami oleh Angel. Dampak kurangnya pendengaran memicu terjadinya konflik pada mereka, karena hal ini terjadi secara berulang-ulang dan menimbulkan salah penafsiran ucapan dari lawan bicaranya.

(7)

7 kesulitan menghubungi pihak lain. Hal ini

seperti yang terjadi pada hubungan Angel dan Friska. Kondisi tersebut seperti terjadi karena kegagalan komunikasi pada hubungan mereka. Kegagalan komunikasi yang terjadi karena pengaruh tidak adanya respon dari salah satu pihak (Angel) menimbulkan dampak ketidakpastian informasi pada Friska.

Respon dari Angel diharapkan bisa mengurangi ketidakpastian pada keadaannya, seperti yang diungkapkan Berger dan Calabrese (dalam West and Turner, 2007) bahwa dalam uncertainty reduction theory komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian antara orang asing yang terikat dalam percakapan mereka bersama. Bukan hanya orang asing, tapi teori ini berlaku juga pada hubungan antar pribadi. Kekhawatiran akan muncul karena tidak ada respon atau balasan yang diterima.

Hambatan ketiga adalah hambatan psychological dimana bentuk hambatan ini berasal dari mental masing-masing individu. Seperti ketertutupan seseorang, kepercayaan kepada pihak lain, atau perbedaan pendapat atau pandangan pada beberapa hal tertentu. Komunikasi yang buruk terjadi ketika dua orang tidak menyampaikan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan, tidak dapat menyatakan masalah dan tidak bisa menyatakan argumentasi yang baik pada saat berkomunikasi (Eggert dan Falzon, 2008). Kondisi tersebut seperti yang terjadi pada hubungan Kim dan Vera, dimana pada kondisi tersebut menimbulkan konflik pada hubungan mereka. Karena salah satu pihak tidak bisa mengkomunikasikan atau menyampaikan masalah. Dalam hubungan pertemanan dibutuhkan keterbukaan dan kepercayaan pada satu sama lain. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh perbedaan

karakteristik setiap individu, termasuk Kim dan Vera.

Selain itu, Kim menyadari bahwa wawasan dan selera setiap orang berbeda-beda, untuk itulah perbedaan merupakan hal yang wajar. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan itulah yang sering menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini sesuai dengan yang dikatan Eggert dan Falzon (2008) bahwa perbedaan-perbedaan yang dirasakan, perbedaan ini dirasakan hampir setiap orang. Perbedaan pada hubungan Kim dan Vera adalah cara pandang mereka terhadap fashion. Ludlow dan Panton (1996) menambahkan salah satu hambatan komunikasi adalah distorsi persepsi (perceptual distortion), dimana dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

Sesuai dengan hasil penemuan di lapangan menunjukkan waria pekerja seks komersial terlibat konflik dengan teman dekatnya pada beberapa aspek. Yang pertama pada kecemburuan dan merasa terabaikan, kedua pada hal kepercayaan, dan terakhir pada hal keterbukaan. Kecenderungan konflik ini mengarah kepada sisi konflik yang sering di alami perempuan dengan teman sesama jenisnya, seperti yang diungkapkan Allan & Barbara, P (2004) bahwa wanita memiliki sifat terbuka, penuh rasa saling percaya, bekerjasama, siap menerima kritik, mengungkapkan perasaan dan menyadari akan tidak perlunya berada dalam pengawasan setiap waktu.

(8)

8 psikis seperti perempuan. Kecurigaan dan

cemburu adalah sifat dasar pria. Seperti yang diungkapkan Allan & Barbara, P (2004) pada dasarnya pria mempuyai sifat gampang curiga atau pencemburu, bersaing, berkuasa atau menguasai, melindungi, dan menyendiri yang cenderung menyembunyikan keadaan-keadaan emosionalnya agar tetap bisa terkendali. Sehingga pada penelitian ini ditemukan, konflik yang muncul pada hubungan pertemanan sesama waria adalah perpaduan antara sifat dasarnya sebagai laki-laki dan sifat bawaannya yang merasa dirinnya perempuan.

Selain itu pada konflik diantara waria ada perpaduan antara konflik yang biasanya dihadapi perempuan dan konflik yang biasanya terjadi pada hubungan pertemanan laki-laki. Waria pekerja seks komersial akan berkonflik dengan sesama waria yang merupakan saingannya di tempat mangkal pada segi perebutan pelanggan, uang, tarif dan pakaian. Hasil penelitian yang dilakukan Urban (2005) menunjukkan penyebab konflik pada laki-laki ada empat hal, yaitu penerimaan, ketertarikan sosial, kontroversi dan bermain. Ketertarikan sosial terjadi berkaitan dengan perebutan pelanggan, dimana pelanggan memakai jasa mereka tergantung dengan selera.

Sebagaimana waria pekerja seks komersial sering memperebutkan wilayah dan kedudukannya sebagai senior dan junior di tempat mangkalnya. Seperti pada Social exchange theory dimana dalam teori ini Thibault dan Kelly mengemukakan "bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut memuaskan dari segi ganjaran dan biaya." (Rakhmat, 1999: 121). Ketika ganjaran berupa penerimaan sosial berupa

kedudukan senioritas tidak diterima pada saat mereka di lapangan, maka hal tersebutlah yang menyebabkan konflik. Karena biaya berupa akibat negatif lebih banyak dikeluarkan.

Penyebab konflik yang terjadi pada waria pekerja seks komersial adalah perebutan pelanggan saat mereka berkerja menjajakan diri (Koeswinarno, 2004). Namun perebutan pelanggan lebih banyak terjadi dengan teman mangkal mereka, sedangkan pada hubungan pertemanan mereka jarang terjadi rebutan pelanggan. Pada sisi bermain, waria melakukan jambak-menjambak sebagai bentuk permainan mereka. Namun terkadang aksi ini adalah bentuk dari persaingan mereka ketika berebut pelanggan. Kompetisi pada waria akan lebih sering terjadi dengan teman mangkal mereka.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sisi konflik secara perempuan pada waria pekerja seks komersial akan muncul dengan teman dekat sesama warianya. Karena posisi waria adalah kaum marginal dimana mereka tidak mempunyai banyak teman, dan mereka tidak bisa bebas memilih teman yang berbeda jenis dengan mereka. Sedangkan dengan partner kerja di tempat mangkalnya waria lebih sering terlibat konflik pada sisi kompetisi seperti pada hubungan pertemanan laki-laki. Hal ini disebabkan karena waria masih mempunyai sifat dasar sebagai laki-laki dan secara psikis mereka adalah perempuan. Jadi pada faktor konflik-pun terjadi perpaduan antara sifat dasar laki-laki dan perempuan.

(9)

9 beralih ke waria lain, bisa menyebabkan

pertengkaran diantara waria pekerja seks komersial. Uang, waria sangat sensitif sekali dengan seuatu hal yang berhubungan dengan uang. Tarif, persaingan harga tarif sering membuat gesekan-gesekan yang menimbulkan konflik. Pakaian, setiap mangkal waria selalu berdandan full make-up dan berpakaian layaknya pergi ke pesta. Pakaian yang mahal dan bagus membuat ke irian waria lain, dan bisa menimbulkan konflik.

Pada hubungan pertemanan informan tidak lepas dari adanya konflik yang terjadi. Jika konflik dapat diselesaikan dengan baik maka akan membuat hubungan mereka tidak mengalami perpecahan. Cara yang digunakan dalam menyelesaikan konflik pada hubungan merekalah yang dinamakan manajemen konflik.

Waria informan penelitian ini sangat sensitif dalam hal konflik. Oleh karena itu, ketika terjadi konflik pada hubungan mereka, kedua belah pihak bisa salaing merasakan. Pada hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial, mereka sama-sama menyadari bahwa konflik itu ada dan terjadi. Friska, Angel, Kim dan Vera sama-sama merasakan saat konflik mulai muncul pada hubungan mereka.

Mereka sependapat bahwa konflik harus disikapi dengan dewasa agar tidak berlarut-larut. Agar mencapai kesepakatan yang menguntungkan satu sama lain, tidak jarang mereka menggunakan kata-kata kotor untuk mencapai kesepakatan. Menurut mereka, kata-kata kotor akan lebih baik daripada dipendam dalam hati dan tidak diselesaikan.

Pria dan wanita merespon konflik dengan cara yang berbeda. Pria lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk

menarik diri dari konflik (Bailey, 2009). Mereka menarik lebih ketika wanita mencoba untuk mendapatkan mereka untuk berbicara tentang masalah ini. Wanita lebih langsung daripada laki-laki dan ingin mengatasi konflik. Wanita juga lebih kritis dalam menyikapi konflik. Pengaruh dari sifat perempuan inilah yang membuat waria tidak pernah mengindari konflik dan selalu berusaha menyelesaikan konflik yang dihadapinnya

Dalam hal penyelesaian konflik, penelitian membuktikan laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan perihal bagaimana mereka menyelesaikan konflik. Gottman & Carrere (dalam DeVito, 2007) menyatakan, perbedaan gender dalam konflik antarpribadi, misalnya, laki-laki lebih cenderung untuk menarik diri dari situasi konflik daripada wanita. Di sisi lain, wanita ingin lebih dekat dengan konflik mereka ingin berbicara tentang hal itu dan menyelesaikannya. Studi lain (dalam DeVito,2007) menjelaskan bahwa wanita lebih emosional dibandingkan laki-laki yang lebih logis saat mereka berargumen.

(10)

10 Dari data yang telah didapat mereka

yang sedang terlibat konflik sama-sama ingin konflik terselesaikan dengan baik. Caranya adalah dengan saling berbicara dan mengungkapkan permasalahan mereka berdua. Kedua belah pihak sama-sama mencari solusi agar mendapat kesepakatan yang sama-sama menguntungkan mereka. Seperti pada hubungan Kim dan Vera, Vera menyelesaikannya dengan berbicara kepada Kim pelan-pelan. Dia ingin mengkomunikasikannya agar tidak terjadi pertengkaran yang besar. Mereka berdua sepemahaman bahwa memang konflik harus segera diselesaikan. Penyelesaian konflik ini dipengaruhi oleh pengalaman mereka ketika menghadapi konflik sebelum-sebelumnya.

Taktik selanjutnya adalah noncomittal statements, dimana taktik ini mereka gunakan untuk mencegah konflik kecil menjadi besar. Cara mereka menerapkan taktik ini adalah dengan bersendau-gurau apabila sedang terjadi masalah, sehingga membuat mereka lupa akan konflik yang terjadi. Mereka selalu mengkomunikasikan segala hal yang terjadi. Angel dan Friska selalu saling mengingatkan jika salah satu dari mereka salah.

Selanjutnya competitive tactics (taktik kompetitif), merupakan kompetisi verbal atau tingkah laku individu. Untuk tercapainya strategi win-win mereka menggunakan taktik guna membantu menyelesaikan konflik yang mereka alami. Taktik ini berfokus pada orientasi kalah-menang dan seringkali merefleksikan bahwa jika salah satu menang, maka yang lainnya kalah. Cara penyelesaian ini seperti yang terjadi pada hubungan Friska dan Angel, dimana mereka menggunakan kata-kata kotor untuk menyelesaikan konflik mereka. Tidak jarang mereka

mengeluarkan umpatan atau menjelek-jelekan waria yang sedang berkonflik dengan mereka. Walaupun taktik ini berorientasi pada kalah menang, namun waria menggunakannya agar mencapai kesepakatan yang sama-sama menguntungkan.

Seperti yang dikatakan Wirawan (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik adalah pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik. Ketika seseorang terlibat konflik dengan orang yang sama, maka memiliki kecenderungan menggunakan gaya yang sama ketika terlibat konflik lagi dikemudian hari. Selain itu, gaya manajemen konflik mereka dipengaruhi pola komunikasi dalam interaksi konflik.

Proses komunikasi yang terjadi antara Friska dan Angel juga pada hubungan Kim dan Vera membuat mereka selalu menyelesaikan konfliknya secara baik. Menurut Wirawan (2010) jika proses komunikasinya berjalan baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa gangguan (noise) dan menggunakan humor segar. Hal ini sama seperti pada hubungan Friska dan Angel, untuk mengurangi ketegangan, mereka sering bersendau gurau agar konflik tidak semakin besar.

(11)

11 positif dari konflik yang terjadi pada

hubungan mereka adalah mengetahui karakter masing-masing. Hal tersebut seperti yang terjadi pada hubungan Kim dan Vera. Selain itu dampak positif juga terjadi pada hubungan Friska dan Angel.

Menurut Hocker dan Wilmot (2001) konflik dapat berfungsi sebagai penyelesaian pertikaian dan membantu orang untuk mengerti satu sama lain. seperti pada hubungan Friska dan Angel. Bentuk dari dampak positif tersebut adalah mereka saling mengerti satu sama lain. masing-masing juga bisa koreksi diri dan menyadari kesalahan masing-masing.

Sedangkan dampak negatif yang ditemukan pada waria yang diteliti adalah konflik bisa merusak hubungan yang sudah terjalin, hal tersebut seperti yang terjadi pada hubungan Kim dan Vera. Bila dalam situasi ini konflik tak ditangani dengan baik, akan timbul perpisahan dan ketidakjelasan (Devito, 2007). Hal tersebut terjadi pada hubungan Friska dan Angel, dampak negatif konflik pada hubungan mereka adalah timbulnya rasa ketidak nyamanan setelah konflik berakhir.

Terkadang mereka masih membutuhkan waktu untuk kembali seperti dulu. Selain itu konflik juga berdampak merusak hubungan yang terjalin dan menjadi bahan perbincangan waria-waria lainnya. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa komunikasi bisa menjadi penyebab dan penyelesaian konflik. Dimana komunikasi yang buruk akan memicu konflik pada hubungan mereka dan komunikasi diperlukan untuk mencari solusi penyelesaian konflik yang terjadi pada hubungan mereka.

Kesimpulan

Waria pekerja seks komersial memandang konflik sebagai hal yang tidak

bisa dihindari dan wajar terjadi pada setiap orang. Selain pandangan tersebut, informan penelitian beranggapan bahwa positif dan negatifnya konflik tergantung bagaimana mereka menanggapi, menyikapi konflik dan efek yang ditimbulkan konflik.

Faktor konflik hubungan pertemanan sesama waria pekerja seks komersial terjadi karena ketidakpastian informasi mengenai keberadaan temannya. Faktor kedua, kekurangan dari segi fisik, kurangnya pendengaran dari salah satu pihak karena pengaruh suntik hormon. Faktor ketiga, perbedaan persepsi dan cara pandang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam segi fashion pada hubungan pertemaan sesama waria pekerja seks komersial dan Perbedaan tingkat ketertutupan dan keterbukaan waria, serta kepercayaan kepada pihak lain. Karena dalam hubungan dibutuhkan keterbukaan dan kepercayaan satu sama lain.

Dalam mengelola konfliknya, waria pekerja seks komersial melakukan Manajemen koflik dengan menggunakan cara berbicara dan mengungkapkan permasalahan mereka berdua. Sebagai solusi konflik, mereka menggunakan cara bersendau-gurau untuk mencegah konflik menjadi besar dengan teman sesama warianya. Seringkali mereka menggunakan kata-kata kotor dan mengeluarkan umpatan mereka agar konflik terselesaikan.

(12)

12 DAFTAR PUSTAKA

Allan & Barbara, P. (2004). Sillyman from mars, pitywoman from venus. Jakarta: Curiocita.

Arianto & Triawan, R. (2008). Jadi kau tak merasa bersalah!? Studi kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTI. Jakarta: Arus Pelangi.

Basrowi & Suwandi. (2008). Memahai penelitian kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Bailey, S. J. (2009). Communication and Conflict Resolution in Couple Relationships. Extension.. Bozeman, USA: Montana State University.

Cinardo, J. (2012). Male and Female differences in conflict. Thesis. Conway, South Carolina: Coastal Carolina University.

DeVito, J. A. (2007). The interpersonal communication book (11th ed). Boston: Pearson Education, Inc. Eggert, M. A. & Falzon, W. (2008).

Resolving conflict pocket book. Jakarta: Matalexia Publishing Elvina, Julia. (2008). Relasi interpersonal

waria (Studi Kasus Terhadap Waria F di Cimahi). Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. Effendy, F. A. (2010). Konflik pada

perkawinan campuran antara pasangan dengan latar belakang budaya konteks tinggi dan rendah. (Studi fenomenoligi tentang konflik pada perkawinan campuran etnis Australia dan etnis Jawa-Inggris di Bali). Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Tidak diterbitkan.

Goble, F. G. (2006). The third force, the psychology of Abraham Maslow. New York: Washington Square Press.

Hocker, J.L & Wilmot, W.W. (2001). Interpersonal conflict (6th Ed). New York: Mc Graw Hill Companies.

Karinina, N. (2007). Penyimpangan indentitas dan peran Jender. Pendekatan penelitian masalah kesejahteraan sosial waria. Jurnal Informas, 12 (1) :44-53.

Koeswinarno. (2004). Hidup sebagai waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Kriyantono, R. (2010). Teknik praktis riset

komunikasi: Disertai contoh praktis riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Lamberton, L, & Minor-Evans, L. (2007). Human Relations: Strategies for succes. New York: McGraw – Hill Companies, Inc.

Laditta. (2012). Manajemen konflik rumah tangga pada pasangan yang menikah di usia muda. Studi fenomenologi terhadap mahasiswa perempuan yang menikah pada masa kuliah di universitas kota Malang. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Tidak diterbitkan.

Liliweri, A. (2005). Prasangka & konflik; Komunikasi lintas budaya masyarakat multikultur. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Ludlow, R & Panton, F.

(13)

13 Luthans, F. (2006). Organizational

behaviour. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Moleong, J. L. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Narisswary, V. (2012). Perlakuan diskriminatif terhadap waria transeksual (Studi kasus terhadap waria usia dewasa awal di yayasan srikandi pasundan bandung). Skripsi pada Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.

Nimran, U. (1999). Perilaku Organisasi. Surabaya: CV. Citra Media.

Nurhadi. (2005). Orang-orang jenis ketiga (Ulasan atas buku-buku mengenai waria). Artikel dipresentasikan dalam bedah buku BEM FBS UNY, pada 6 Mei 2005.

Pratiwi, S. S. (2010). “Bahasa binan dalam komunikasi antarpribadi di kalangan waria: Studi deskriptif mengenai penggunaan bahasa binan dalam proses komunikasi antarpribadi di kalangan waria di kelurahan sitirejo II kecamatan Medan Amplas Sumatera Utara. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Tidak diterbitkan. Prihastuti, Wenny R. K. (2011). Hubungan

antara kecerdasan dosial dengan gaya penyelesaian konflik siswa seminari menengah ST. Jurnal Insan, 13 (2): 96-105.

Puspitosari, H, & Pujileksono, S. (2005). Waria dan tekanan sosial. Malang: UMM Press.

Raffel, L. (2008). I hate conflict. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Rakhmat, J. (199). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suyanto, B. (2005). Metode penelitian sosial. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Urban, E. (2005). Competition and interpersonal conflict in same-sex platonic Friendship. Journal of Graduate Research. Michigan, USA: Western Michigan University

Utami, M. D. (2010). Manajemen konflik pada wanita pekerja seks komersial yang berkeluarga. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Tidak diterbitkan.

West, R. dan Turner, L. H. (2007). Introducing Communication Theory. Analysis and Application. 2007. Singapore: McGraw Hill. Wiraharjo, I. W. (2008). Tindakan sosial

waria di kota Malang terhadap diskriminasi dalam bidang pekerjaan. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Tidak Diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna rerata kadar β -Defensin pada mukosa vagina mencit nifas antara kelompok kontrol (mencit sehat) (21.8±7.7 a ng/mL)

Jadi hisab hakiki wujudul hilal itu menetapkan bulan baru dengan tiga kriteria, yaitu: (a) telah terjadi ijtimak [konjungsi], yaitu tercapainya satu putaran

huata’ala Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat serta karuniaNya kepada kita semua, terutama pada penulis buku yang memuat tentang bagian dari

Metode kontrol fuzzy Takagi-Sugeno bekerja dengan baik untuk mengendalikan gerak Quadrotor mengikuti lintasan yang diinginkan dengan nilai Integral Absolute Error

Berdasarkan pembahasan pada Bab IV yaitu analisa dan tahap-tahap pembentukan model peramalan, maka dapat disimpulkan model yang sesuai berdasarkan pola ACF dan

Terdapat banyak cara menghitung harga, namun cara apapun yang digunakan, satu hal yang tetap harus diperhitungkan adalah faktor situasional, baik yang bersifat internal

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan bonded magnet PrFeB type MQEP 16-7 dengan binder polyester dan silicone rubber.. Keunggulan dari bonded magnet ini

Buah pisang dapat diolah menjadi produk baru yang lebih.. komersil dan memiliki nilai tambah besar,