SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Oleh :
MARYA DANIYANTI
1207101020053
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
vi 22 Agustus 2016
xvii + VI BAB + 83 Halaman + 19 Tabel + 1 Skema + 20 Lampiran
MARYA DANIYANTI 1207101020053
HUBUNGAN MANAJEMEN KONFLIK DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
ABSTRAK
Konflik merupakan salah satu masalah yang penting di lingkungan kerja perawat. Manajemen konflik yang baik bagi perawat sangat diperlukan agar konflik yang terjadi menimbulkan dampak fungsional sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Jenis penelitian kuantitatif; korelatif dengan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Tehnik pengambilan sampel
menggunakan proportional sampling dan purposive sampling dengan jumlah
responden sebanyak 73 orang yang di hitung menggunakan rumus Slovin.
Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai dengan 10 agustus 2016. Alat
pengumpulan data berupa kuesioner. Analisa data menggunakan uji statistik Chi
Square. Hasil penelitian secara umum didapatkan ada hubungan manajemen
konflik dengan kepuasan kerja (p-value = 0,032). Sedangkan secara khusus
didapatkan hasil kompromi (p-value = 0,000), kompetisi (p-value = 1,000),
akomodasi (p-value = 0,937), melembutkan (p-value=0,006), menghindar (p-value
= 0,397) dan kolaborasi (p-value = 0,000). Hasil pengolahan data didapatkan dari
40 perawat yang manajemen konfliknya baik, 22 perawat (55,0%) merasa puas dengan pekerjaannya. Sedangkan dari 33 perawat yang manajemen konfliknya kurang baik, 24 perawat (72,3%) merasa kurang puas dengan pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja perawat. Pihak manajemen rumah sakit diharapkan dapat memfasilitasi perawat agar mendapatkan edukasi dan training tentang konflik dan manajemen konflik sehingga dapat meningkatkan kemampuan perawat pelaksana dalam memilih strategi manajemen konflik yang tepat.
Kata kunci : Manajemen konflik, kepuasan kerja, perawat pelaksana
vii
CORRELATION BETWEEN CONFLICT MANAGEMENT AND JOB SATISFACTION OF THE NURSES AT CLASS III INPATIENT ROOMS IN THE PUBLIC HOSPITAL dr. ZAINOEL ABIDIN, BANDA ACEH
ABSTRACT
Conflict is one of the critical issues in the workplace of nurses. Good conflict management is essential to promote functional effect and enhance their job satisfaction. This study aimed to learn the connection between conflict management and job satisfaction of the nurses at class III inpatient rooms in the public hospital of dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. This study employed descriptive correlation method with cross sectional design. The population in this study were all nurses in the rooms. Proportional sampling and purposive sampling were used to draw 73 respondents calculated with the Slovin formula. The study was conducted from August 8 to 10, 2016. The data were collected through questionnaires and analized using Chi-square test. The general result of the study showed that there was a correlation between conflict management and job satisfaction (p-value = 0,032). Specific results showed that compromise (p-value = 0,000), competition (p-value = 1,000), accomodation (p-value = 0,937), smoothing (p-value = 0,006), avoidance (p-value = 0,397) and collaboration (p-value = 0,000). The results showed that 22 (55,0%) out of 40 nurses who have good conflict management were satisfied with their jobs. 24 (72,3%) out of 33 nurses who have poor conflict management were less satisfaction with their jobs. It can be concluded that conflict management has a significant impact on job satisfaction of nurses. The hospital management is expected to facilitate the nurses to obtain education and training on conflict and conflict management so as to improve their ability in deciding the appropriate conflict management strategies.
Keywords : Conflict management, job satisfaction, nurse
viii
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan
Manajemen Konflik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh” dapat terselesaikan. Selawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
beserta para keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran dan telah banyak memberikan konstribusi yang sangat bermanfaat
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang mendukung penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
2. Ibu Ns. Darmawati, M. Kep., Sp. Mat selaku Pembantu Dekan I, Ns. Ardia
Putra, MNS selaku Pembantu Dekan II, Ns. Cut Husna, MNS selaku
Pembantu Dekan III, dan Ns. Fithria, MNS selaku Pembantu Dekan IV
ix
4. Bapak Teuku Tahlil, S.Kp., M.S., Ph.D selaku penguji I dan ibu Ns. Hasmila
Sari, M.Kep., Sp.Kep.J selaku penguji II yang telah bersedia memberikan
kritik dan saran yang membangun bagi penulis.
5. Bapak T. Samsul Alam, SKM, MNSc selaku Koordinator Skripsi Fakultas
Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
6. Perawat dan para staf pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh yang telah membantu penulis selama proses penulisan
dan penelitian.
7. Perawat dan staf pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa yang telah
membantu penulis selama proses pelaksanaan uji instrumen penelitian.
8. Ibu Ns. Nurhasanah selaku dosen wali serta seluruh dosen dan jajaran staf
Fakultas Keperawatan Universitas Syiah KualaBanda Aceh.
9. Yang tercinta Ayahanda dan ibunda, serta seluruh keluarga besar yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil selama
proses penyusunan skripsi.
10.Sahabat-sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang
telah memberikan semangat selama proses penyusunan skripsi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
x
Banda Aceh, 22 Agustus 2016
xi
xii
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 82
xiii
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 36
Tabel 4.1 Besar Sampel Penelitian Per Ruang ... 42
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat Pelaksana
Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2016... 53
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Perawat
Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2016... 55
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan
Strategi Kompromi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2016... 56
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan
Strategi Kompetisi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2016... 57
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan
Strategi Akomodasi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2016... 58
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan
Strategi Melembutkan Perawat Pelaksana Di Ruang
Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerahdr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ...
59
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Manajemen Konflik Menggunakan
Strategi Menghindar Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr.
xiv
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2016... 62
Tabel 5.10 Hubungan Manajemen Konflik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Tahun 2016 ... 62
Tabel 5.11 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompromi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ... 63
Tabel 5.12 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kompetisi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ... 64
Tabel 5.13 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Akomodasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ... 65
Tabel 5.14 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi
Melembutkan dengan Kepuasan Kerja Perawat
Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2016 ... 66 Tabel 5.15 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi
Menghindar dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2016 ... 67
Tabel 5.16 Hubungan Manajemen Konflik Menggunakan Strategi Kolaborasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
xvii Lampiran 3. Surat Pengantar
Lampiran 4. Lembar Informasi Penelitian
Lampiran 5. Lembar Persetujuan Untuk Terlibat Dalam Penelitian
Lampiran 6. Angket Penelitian
Lampiran 7. Surat Izin Pengambilan Data Awal dari Fakultas Keperawatan
Lampiran 8. Surat Izin Pengambilan Data Awal dari RSUDZA Banda Aceh
Lampiran 9. Surat Selesai Pengambilan Data Awal dari RSUDZA Banda Aceh
Lampiran 10. Keputusan Rapat Etik
Lampiran 11. Surat Izin Uji Instrumen dari Fakultas Keperawatan
Lampiran 12. Surat Izin Uji Instrumen dari RSUD Meuraxa
Lampiran 13. Tabel Hasil Uji Kuesioner
Lampiran 14. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
Lampiran 15. Surat Selesai Uji Instrumen dari RSUD Meuraxa
Lampiran 16. Surat Izin Pengumpulan Data dari Fakultas
Lampiran 17. Surat Izin Penelitian dari RSUDZA Banda Aceh
Lampiran 18. Tabel Hasil Penelitian
Lampiran 19. Output SPSS Hasil Penelitian
1
A. Latar Belakang Penelitian
Individu-individu maupun kelompok dalam suatu organisasi akan saling
bergantung satu sama lain dalam hal informasi, bantuan ataupun tindakan
terkoordinasi untuk menciptakan hubungan kerja yang efektif. Ketergantungan
seperti ini dapat meningkatkan kerjasama maupun konflik (Ivancevich,
Konopaske & Matteson, 2005, p.42).
Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere,
conflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian,
pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis (Soetopo, 2010,
p.267). Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau
eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua
orang atau lebih. Karena setiap individu memiliki hubungan interpersonal
dengan orang lain yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan
yang berbeda, maka konflik merupakan hal yang telah diperkirakan akan
terjadi (Marquis & Huston, 2006, p. 524).
Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa konflik bila dibiarkan akan
teratasi dengan sendirinya. Padahal, semakin lama konflik didiamkan maka
semakin sulit mengatasinya karena konflik akan meningkat ke tahap intensitas
Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dalam setiap
organisasi, tergantung seberapa sering konflik tersebut terjadi dan bagaimana
konflik tersebut dikelola (Ivancevich, et al. 2005, p.44).
Konflik yang menimbulkan dampak positif bagi kelompok atau
organisasi yang bersangkutan bersifat konstruktif. Sebaliknya, konflik yang
menimbulkan dampak negatif bagi kelompok atau organisasi yang
bersangkutan bersifat destruktif (Winardi, 2001, p.170). Beberapa dampak
positif yang dapat ditimbulkan oleh konflik antara lain: meningkatnya
motivasi, kreativitas, pengetahuan/keterampilan, mendorong pertumbuhan,
mempererat ikatan kelompok dan membantu upaya pencapaian tujuan.
Sedangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konflik akibat
pengelolaan konflik yang tidak baik antara lain: menurunnya produktivitas,
waktu terbuang sia-sia, dan proses pengambilan keputusan tertunda sehingga
dapat menghambat organisasi (Pickering, 2001, p.3).
Penelitian oleh American Management Association menemukan bahwa
manajer keperawatan sekarang menghabiskan rata-rata 20% waktunya untuk
mengatasi konflik, dan bahwa manajemen konflik dinilai sama atau lebih
penting daripada keterampilan perencanaan, komunikasi, motivasi, dan
pengambilan keputusan (McElhaney, 1996 dalam Marquis & Huston, 2003, p.
452). Semakin kompleks organisasi, semakin besar potensi konflik yang akan
dihadapi (Ivancevich, et al. 2005, p.47). Hal ini menyebabkan perlunya
manajemen konflik yang baik dalam organisasi tersebut sehingga konflik
Huston (2006, p.530) mengemukakan beberapa strategi manajemen konflik
yang dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain: berkompromi,
kompetisi, akomodasi, melembutkan, menghindari dan berkolaborasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 tentang
pengaruh perilaku kelompok terhadap kepuasan kerja perawat di RSUD Syekh
Yusuf Kabupaten Gowa didapatkan hasil bahwa konflik merupakan salah satu
variabel perilaku kelompok yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja
perawat (Rachman, Hamzah & Jafar, 2013).
Sikap karyawan yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmen
organisasi adalah minat utama dalam bidang perilaku organisasi dan praktik
manajemen sumber daya manusia (Luthans, 2005, p.243). Kepuasan kerja
merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya (Robbins,
2003, p.94). Kepuasan kerja diperoleh jika pekerjaan tersebut menyenangkan
untuk dikerjakan oleh pemangkunya. Sebaliknya, ketidakpuasan kerja
diperoleh jika pekerjaan tersebut tidak menyenangkan untuk dikerjakan oleh
pemangkunya (Bangun, 2012, p.327). Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya.
Sedangkan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut (Robbins, 2003, p.94). Menurut
Wibowo (2013, p.509) dikemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki
hubungan positif dengan motivasi, pelibatan kerja karyawan, perilaku pekerja
Organisasi dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
(RSUDZA) Banda Aceh merupakan suatu organisasi kompleks yang terdiri
atas berbagai macam bidang pelayanan dengan berbagai multidisiplin ilmu
yang berbeda dan saling berinteraksi satu sama lain. Ini berarti bahwa potensi
konflik yang dihadapi oleh tenaga kesehatan khususnya perawat di rumah
sakit tersebut sangat besar. Oleh karena itu, manajemen konflik yang baik
sangat penting dilakukan guna meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
rumah sakit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badzlina (2011) tentang
kemampuan manajemen konflik kepala ruang yang dipersepsikan oleh
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan sampel sebanyak 63 orang perawat di
dapatkan hasil bahwa 34 (54%) perawat mempersepsikan kemampuan
manajemen konflik kepala ruang berada dalam kategori kurang.
Berdasarkan hasil pengambilan data awal pada tanggal 4 maret 2016
yang dilakukan penulis dengan cara wawancara terhadap 5 orang perawat di
ruang jeumpa 1 dan seureune 2 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh, 3 orang perawat di ruang jeumpa 1 (60%) mengatakan
bahwa konflik merupakan hal yang biasa terjadi, namun sejauh ini konflik
dapat diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai orang ketiga.
Sedangkan 2 orang perawat di ruang seureune 2 (40%) mengatakan konflik
jarang terjadi di ruangan mereka. Sekalipun terjadi konflik, konflik yang
Berdasarkan pernyataan perawat, penulis menyimpulkan bahwa konflik
yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin dapat berupa
konflik dengan sesama rekan kerja maupun konflik dengan pasien. 3 orang
perawat (60%) menyatakan bahwa konflik dengan sesama rekan kerja dapat
disebabkan oleh kinerja rekan yang kurang memuaskan dan
pendokumentasian yang kurang baik. Sedangkan penyebab konflik perawat
dengan pasien antara lain: 4 orang perawat (80%) menyatakan bahwa konflik
dapat terjadi karena dokter yang terlambat melakukan visite, dan 1 orang perawat (20%) menyatakan konflik dapat disebabkan oleh faktor komunikasi
dalam penyampaian informasi kepada pasien atau keluarga pasien.
Selain itu, 5 orang perawat (100%) menyatakan bahwa beban kerja
perawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sangat tinggi,
dimana jumlah staf perawat tidak sesuai dengan jumlah pasien dan tugas yang
dilimpahkan kepada perawat sangat banyak. Berdasarkan literatur yang
didapatkan oleh penulis, beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan stess dan
hal ini dapat menjadi salah satu faktor pemicu munculnya konflik.
Terkait dengan kepuasan kerja, 1 orang perawat (20%) menyatakan
puas dengan pekerjaannya, 1 orang perawat (20%) menyatakan cukup puas
dengan pekerjaannya, dan 3 orang perawat (60%) merasa biasa saja dengan
pekerjaannya dan terkadang merasa sedikit bosan dengan pekerjaan yang
dilakukan. Disamping itu, 4 orang perawat (80%) menyatakan kurang puas
dengan kebijakan rumah sakit karena melimpahkan tugas yang sangat banyak
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Manajemen Konflik Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Konflik intrapersonal merupakan jenis konflik yang biasa terjadi di lingkungan kerja perawat ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh.
Konflik ini bisa berupa konflik dengan sesama perawat maupun konflik antara
perawat dengan pasien. Konflik dengan sesama perawat dapat disebabkan oleh
kinerja rekan yang kurang memuaskan dan pendokumentasian yang kurang
baik. Sedangkan konflik antara perawat dengan pasien dapat terjadi karena
dokter yang telat melakukan visite dan faktor komunikasi yang kurang efektif
dalam penyampaian informasi kepada pasien atau keluarga pasien. Sejauh ini,
konflik sering diatasi dengan adanya peran kepala ruang sebagai orang ketiga.
Tingkat kepuasan kerja perawat di ruangan ini juga belum maksimal. Hal ini
dibuktikan dari pernyataan perawat yang mengeluh bahwa rumah sakit
melimpahkan tugas yang sangat banyak kepada perawat, sedangkan jumlah
staf perawat tidak sesuai dengan jumlah pasien yang menyebabkan beban
kerja perawat sangat tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
dikemukakan rumusan masalah yaitu “apakah ada hubungan manajemen
konflik dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan manajemen konflik dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan strategi kompromi dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
b. Untuk mengetahui hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
c. Untuk mengetahui hubungan strategi akomodasi dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
d. Untuk mengetahui hubungan strategi melembutkan dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
e. Untuk mengetahui hubungan strategi menghindar dengan kepuasan
kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
f. Untuk mengetahui hubungan strategi kolaborasi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi tenaga
keperawatan khususnya pihak manajer di RSUDZA dalam memilih dan
memperbaiki strategi manajemen konflik yang tepat sehingga dapat
meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas kerja karyawan.
2. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Khususnya bagi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan tinjauan
keilmuan di bidang manajemen keperawatan sehingga peserta didik dapat
meningkatkan pengetahuan tentang manajemen konflik dan kepuasan
kerja.
3. Bagi penelitian keperawatan
Sebagai informasi tambahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dalam bidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan manajemen
konflik dan kepuasan kerja.
9
A. Konsep Konflik
1. Pengertian Konflik
Kata konflik menurut bahasa yunani berasal dari kata configere, conflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian,
perkelahian, pertentangan, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis
(Soetopo, 2010, p.267). Menurut Marquis dan Huston (2006, p.524)
konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan internal atau
eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua
orang atau lebih. Menurut Webster (dalam Pickering, 2001, p.1) konflik
merupakan persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak
cocok satu sama lain, keadaan atau perilaku yang bertentangan,
perselisihan akibat kebutuhan serta perseteruan. Fingk (dalam soetopo,
2010, p. 267) menyebutkan bahwa konflik merupakan interaksi yang
antagonis, mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari
bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung,
2. Penyebab Konflik
Umiker (1997, dalam Marquis & Huston, 2006, p.533)
menyebutkan bahwa enam penyebab konflik yang paling umum adalah
harapan yang tidak jelas, komunikasi buruk, kurang jelasnya yurisdiksi,
inkompatibilitas atau perselisihan berdasarkan perbedaan temperamen
atau sikap, konflik kepentingan individual atau kelompok dan perubahan
operasional atau pengaturan staf. Sedangkan Kuntoro (2010, p.53)
menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik antara lain:
perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan, kewenangan
dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber
daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
a. Perilaku yang menentang
Perilaku yang menetang ini dapat berupa verbal maupun
nonverbal. Terdapat tiga macam perilaku yang menentang, yaitu:
1) Competitif bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan mengguman, mudah untuk tidak
masuk kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja.
2) Martyred acomodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain
namun sambil melakukan ejekan atau hinaan.
3) Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi (Kuntoro,
b. Stres
Stres yang timbul dapat disebabkan oleh banyaknya stresor
yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stresor
antara lain terlalu banyak beban yang menjadi tanggung jawab
seseorang dalam organisasi. Kondisi tersebut selain mengakibatkan
tekanan fisik juga dapat mengakibatkan tekanan mental pada
seseorang sehingga bila bersinggungan dengan masalah dapat
memicu terjadinya konflik (Kuntoro, 2010, p.54).
Menurut Swansburg (2000, p.352) stressor termasuk
mendapatkan tanggungjawab yang terlalu sedikit, kurangnya
partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan
manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan, dan
penyesuaian dengan perubahan teknologi yang cepat.
c. Kondisi ruangan
Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif
untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya
konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton antara individu-individu yang
terdapat didalamnya dan terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam
satu ruang (Kuntoro, 2010, p.55).
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit
mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang
menimbulkan stress dan kepenatan, terutama pada ruang perawatan
intensif yang penuh dan sesak (Swansburg, 2000, p.352).
d. Kewenangan dokter-perawat
Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling
mengendalikan usulan-usulan diantara mereka dapat memicu
terjadinya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik
dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran
dokter untuk kesembuhan pasiennya dapat memperkeruh suasana
(Kuntoro, 2010, p.55).
e. Keyakinan
Perbedaan nilai dan keyakinan antara tim kesehatan dapat
memicu terjadinya konflik. Keadaan ini akan menjadi semakin
kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi melibatkan
pihak lain seperti keluarga pasien yang dapat mengakibatkan konflik
semakin tidak sederhana karena mengikutsertakan banyak variabel
didalamnya (Kuntoro, 2010, p.55).
f. Eksklusifisme
Eksklusifisme adalah adanya pemikiran bahwa kelompok
tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan
kelompok lain. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya konflik antar
g. Kekaburan tugas
Peran ganda yang disandang seorang perawat dalam bangsal
keperawatan seringkali mengakibatkan konflik. Seorang perawat
yang berperan lebih dari satu peran dalam waktu yang hampir
bersamaan masih merupakan fenomena yang banyak ditemukan
dalam tatanan pelayanan kesehatan baik dirumah sakit maupun di
komunitas. Dalam kondisi seperti ini sering terjadi kebingungan
untuk menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh
perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian.
Akibatnya sering terjadi kegagalan dalam melakukan tanggung
jawab dan tangggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau
kelompok (Kuntoro, 2010, p.56).
h. Kekurangan sumberdaya
Sedikitnya sumber daya manusia sering memicu terjadinya
persaingan yang tidak sehat. Contoh konflik yang dapat terjadi yaitu
persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan (Kuntoro,
2010, p.56).
i. Proses perubahan
Perubahan dianggap sebagai proses alamiah. Tetapi
perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam
konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan akan
memandang perubahan sebagai suatu ancaman (Kuntoro, 2010,
j. Imbalan
Beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak
cukup berpengaruh dengan motivasi seseorang. Namun jika imbalan
dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang dan
orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Pemberian
imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan profesional sering
menimbulkan masalah yang pada akhirnya dapat memunculkan
suatu konflik (Kuntoro, 2010, p.57).
k. Masalah komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya
orang-orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan
bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak
tepat seringkali berujung dengan terjadinya konflik di tatanan
organisasi yang bersangkutan (Kuntoro, 2010, p.57).
3. Kategori Konflik
Menurut Marquis dan Huston (2006, p.527) terdapat tiga kategori
utama dari konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal dan konflik antarkelompok.
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal terjadi di dalam diri orang tersebut. Konflik ini meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi nilai atau
keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal
peran manajemen. Tanggung jawab manajer terhadap organisasi,
pegawai, konsumen, profesi dan dirinya sendiri kadangkala
menimbulkan konflik dan konflik tersebut kadangkala diinternalisasi
(Marquis & Huston, 2006, p.528).
Menurut Pickering (2001, p.12) konflik intrapersonal adalah gangguan emosi yang terjadi dalam diri seseorang, karena dituntut
menyelesaikan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu harapan
sementara pengalaman, minat, tujuan dan tata nilainya tidak sanggup
memenuhi tuntutan sehingga hal ini menjadi beban baginya. Konflik
ini juga dapat terjadi jika pengalaman, minat, tujuan dan tata nilai
pribadinya bertentangan satu sama lain.
b. Konflik interpersonal
Menurut McKenna, Smith, dan Coverdale (2003, dalam
Marquis & Huston, 2006, p.529) konflik interpersonal juga disebut
dengan “pertentangan horizontal” atau “penganiayaan” yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan nilai, tujuan, dan
keyakinan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa konflik
interpersonal merupakan isu yang dihadapi oleh profesi keperawatan, khususnya untuk tenaga keperawatan baru. Karena konflik
interpersonal secara umum tidak dilaporkan, akibat yang ditimbulkan oleh konflik ini bisa berupa absen dari pekerjaan atau mengundurkan
Keempat kebutuhan dasar psikologis ini adalah keinginan untuk
dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan memegang
kendali, keinginan memiliki harga diri dan keinginan untuk konsisten.
Konflik interpersonal merupakan konflik yang umum terjadi
dalam lingkungan kerja perawat. Konflik intrapersonal yang paling
sering terjadi antara lain; 1). konflik antara perawat dengan pasien,
keluarga pasien dan pengunjung yang sering disebabkan oleh
kesalahan persepsi selama proses penyampaian informasi tentang
kebutuhan pasien kepada keluarga, pembatasan waktu kunjungan dan
pembatasan jumlah pengunjung; 2). konflik antara perawat pelaksana
dengan perawat manajer yang disebabkan oleh kurangnya dukungan
organisasi dan komunikasi yang buruk; 3). konflik antara tim
kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien
(Johansen, 2012, p.50).
c. Konflik antarkelompok
Konflik antarkelompok terjadi antara dua atau lebih kelompok
orang, departemen atau organisasi (Marquis & Huston, 2006, p.527).
Aspek kelompok akan menambah kerumitan konflik. Setiap orang
tidak hanya harus mengatasi konflik dalam dirinya dan konflik antara
dia dengan orang lain, dia juga harus berhadapan dengan keseluruhan
interaksi dengan semua pelaku yang terlibat. Konflik antarkelompok
merupakan konflik yang paling rumit dalam suatu organisasi besar.
desas-desus dan gunjingan akan membawa kekacauan yang akhirnya
merusak suatu organisasi (Pickering, 2001, p.18).
4. Proses Konflik
Sebelum berupaya mengatasi konflik, manajer harus mampu
mengkaji kelima tahap konflik secara akurat. Adapun kelima tahap
konflik tersebut antara lain:
a. Konflik laten
Merupakan tahap pertama dalam proses konflik. Secara tidak
langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya
kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap
ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun
belum ada konflik yang benar-benar telah terjadi dan mungkin tidak
akan pernah terjadi apa-apa. Akan ada lebih banyak konflik yang
tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer
dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik (Marquis & Huston, 2006, p.528).
b. Konflik yang dipersepsikan
Konflik yang dipersepsikan adalah konflik intelektual dan
sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenali secara logis
dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik. Terkadang
konflik dapat diatasi pada tahap ini sebelum dirasakan (Marquis &
c. Konflik yang dirasakan
Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan
antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya, dan marah. Konflik
pada tahap ini juga disebut konflik afektif. Konflik ini mungkin juga
dipersepsikan bukan dirasakan (yaitu tidak ada emosi yang terkait
dengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai
masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakan
konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka tidak
mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan) (Marquis
& Huston, 2006, p.529).
d. Konflik yang dimanifestasikan
Disebut juga konflik yang jelas dan diperlukan tindakan.
Tindakan yang dimaksud bisa berupa menarik diri, bersaing, berdebat
atau mencari penyelesaian konflik. Ada banyak alasan kenapa orang
tidak nyaman atau enggan untuk mengatasi konflik. Ini termasuk
takut akan pembalasan, takut ditertawakan, takut memojokkan orang
lain, perasaann bahwa mereka tidak memiliki hak untuk berbicara
dan pengalaman buruk pada masalalu ketika berada pada situasi
konflik (Marquis & Huston, 2006, p.529).
e. Akibat konflik
Konflik akan selalu berdampak positif atau negatif. Jika
konflik dikelola dengan baik, orang yang terlibat konflik akan
dengan buruk, isu konflik sering kali tetap ada dan dapat terulang
serta menyebabkan lebih banyak konflik (Marquis & Huston, 2006,
p.529).
Gambar 2.1. Proses konflik
Sumber : Bessie L. Marquis & Carol J. Huston, Leadership Roles And Management Functions In Nursing: Theory And Application, 2006, p.530.
5. Dampak Konflik
Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif maupun dampak
negatif pada organisasi, tergantung pada seberapa sering konflik terjadi
dan bagaimana konflik tersebut dikelola. Ketika tingkat konflik terlalu Penyelesaian konflik atau
manajemen konflik
Akibat konflik Konflik yang dimanifestasikan
Konflik yang dipersepsikan Konflik yang dirasakan
rendah, kinerja akan terganggu. Inovasi dan perubahan cenderung akan
jarang terjadi, dan organisasi mungkin memiliki kesulitan untuk
menyesuaikan dengan lingkungannya yang berubah. Bila konflik tingkat
rendah terus berlanjut, keberlangsungan dan daya tahan organisasi dapat
menjadi terancam. Disisi lain, jika konflik menjadi terlalu tinggi,
kekacauan yang terjadi juga dapat membahayakan keberlangsungan
organisasi (Ivancevich, et al. 2005, p.45).
Pickering (2001, p.3) mengemukakan bahwa jika konflik dihadapi
dengan bijaksana maka konflik tersebut bisa memberikan dampak positif
bagi semua pihak yang terlibat di tempat mereka bekerja. Adapun dampak
positif tersebut antara lain:
a. Motivasi meningkat
b. Kemampuan identifikasi/pemecahan masalah meningkat
c. Ikatan kelompok lebih erat
d. Kemampuan penyesuaiaan diri pada kenyataan meningkat
e. Pengetahuan/keterampilan meningkat
f. Kreativitas meningkat
g. Membantu upaya mencapai tujuan
h. Mendorong pertumbuhan organisasi.
Jika konflik tidak diatasi dengan tepat, maka konflik dapat
menimbulkan dampak negatif atau bahkan merusak. Beberapa dampak
negatif yang diakibatkan oleh konflik antara lain:
b. Kepercayaan merosot
c. Pembentukan kubu-kubu
d. Informasi dirahasiakan dan arus komunikasi berkurang
e. Timbul masalah moral
f. Waktu terbuang sia-sia
g. Proses pengambilan keputusan tertunda (Pickering, 2001, p.3).
B. Konsep Manajemen Konflik
Manajemen konflik adalah upaya penyelesaian masalah yang dilakukan
untuk mengatasi konflik. Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkan
keterampilan untuk menyelesaikan masalah, kesadaran diri tentang jenis dan
penyebab konflik, kemampuan komunikasi, dan kemampuan untuk
merencanakan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan (Nischal,
2014, p.63). Tujuan terbaik dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan
penyelesaian menang-menang (win-win solution) untuk semua pihak yang
terkait. Setiap pemimpin harus mengenali strategi penyelesaian konflik yang
paling tepat untuk setiap konflik yang terjadi (Marquis & Huston, 2006,
p.529).
1. Strategi Manajemen Konflik
Beberapa strategi manajemen konflik yang biasa digunakan
menurut Marquis dan Huston (2006, p.350) adalah kompromi, kompetisi,
a. Kompromi
Menurut Safitri, Burhan, dan Zulkarnain (2013) strategi
kompromi merupakan strategi yang dilakukan dengan cara mencari
“jalan tengah” dalam menyelesaikan masalah. Strategi ini hanya
berfokus pada hasil yang bersifat “setengah-setengah” sehingga
keuntungan maksimum tidak dapat dicapai. Menurut pendekatan ini,
setiap pihak yang terlibat konflik harus merelakan sebagian
kepentingannya dan mempertahankan sebagian kepentingan yang
lain. Walaupun banyak orang yang melihat kompromi sebagai
strategi penyelesaian masalah terbaik, pihak yang menentang akan
merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena kedua pihak
melepaskan tuntutannya. Untuk itu, pihak yang terlibat konflik tidak
boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih
memungkinkan untuk dilakukan (Marquis & Huston, 2006, p.530).
Dengan melakukan kompromi, tidak ada perbedaan untuk
pihak yang menang dan yang kalah, dan kesepakatan yang dicapai
umumnya bukan kesepakatan yang ideal bagi kedua kelompok.
Terkadang kompromi melibatkan pihak ketiga untuk membantu
menyelesaikan masalah (Ivancevich, et al. 2005, p.55). Kompromi
merupakan salah satu strategi manajemen konflik yang paling sering
digunakan oleh manager keperawatan dikebanyakan rumah sakit
b. Kompetisi
Pendekatan kompetisi digunakan ketika satu pihak
memaksakan kehendaknya walaupun mengorbankan orang lain.
Karena hanya ada satu pihak yang menang, pihak yang berkompetisi
mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain.
Booth (1993, dalam Marquis & Huston, 2003, p.458) menyebut tipe
penyelesaian ini sebagai “Pemaksaan” karena mementingkan
kepentingan satu orang diatas kepentingan orang lain. Strategi ini
menghasilkan penyelesaian menang-kalah. Pihak yang kalah akan
menjadi marah, frustasi, dan ingin membalas dendam dimasa yang
akan datang. Manajer dapat menggunakan strategi ini jika satu pihak
memiliki lebih banyak informasi tentang situasi daripada pihak lain
(Marquis & Huston, 2006, p.531).
Pendekatan kompetisi cenderung berorientasi pada kekuasaan.
Artinya, untuk dapat berhasil, pendekatan ini memerlukan kekuasaan
yang cukup untuk dapat “memaksa” kelompok yang lain (Ivancevich,
et al. 2005, p.52). Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat
menunjukkan kekuasaan posisinya pada bawahan. Hal ini
memperkuat aturan-aturan disiplin. Pendekatan ini tidak membantu
kelompok bawahan dalam mengembangkan kemampuan pemecahan
c. Akomodasi
Pada pendekatan akomodasi, satu pihak mengorbankan
keyakinan dan keinginannya sehingga pihak lain dapat menang.
Akomodasi adalah strategi politik yang tepat jika konflik tidak terlalu
bernilai tinggi bagi orang yang mengakomodasi (Marquis & Huston,
2006, p.531). Taktik yang sering digunakan dalam strategi ini seperti
menyerah, merelakan, mengalah dan menyangkal kebutuhan (Hong,
2005, p.8). Pendekatan ini sering digunakan sebagai upaya menjaga
kedamaian dan menghindari ketidakharmonisan pada kelompok
tertentu (Ivancevich, et al. 2005, p.54).
d. Melembutkan
Melembutkankan digunakan untuk mengatur situasi konflik
dengan cara seseorang “menarik hati” orang lain yang terlibat dalam
konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam konflik itu.
Strategi ini sering digunakan oleh manajer agar seseorang
bekerjasama dengan pihak lain. Melembutkan terjadi ketika satu
pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus
pada hal yang disetujui bersama. Walaupun pendekatan ini tepat
digunakan pada perselisihan kecil, melembutkanjarang menghasilkan
penyelesaian masalah konflik yang sebenarnya (Marquis & Huston,
e. Menghindar
Pada pendekatan menghindari, pihak yang terlibat menyadari
adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau tidak
berupaya menyelesaikannya. Penghindaran diindikasikan untuk
perselisihan trivial, ketika kerugian yang diakibatkan oleh konflik melebihi manfaatnya, ketika masalah sebaiknya diselesaikan oleh
orang selain anda, ketika satu pihak lebih berkuasa daripada pihak
lain dan ketika masalah akan selesai dengan sendirinya. Kelemahan
dari pendekatan ini adalah konflik tetap ada dan sering kali muncul
kembali di lain waktu dengan cara yang bahkan lebih besar (Marquis
& Huston, 2006, p.531).
Pendekatan ini dapat menjadi strategi yang tepat dalam
beberapa situasi konflik sebagai alternatif sementara. Ketika sebuah
konflik sangat memanas, menghindari masalah untuk sementara
dapat memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat konflik untuk
menenangkan diri dan mengembalikan sudut pandang yang objektif
(Ivancevich, et al. 2005, p.55).
f. Kolaborasi
Kolaborasi adalah cara penyelesaian konflik yang asertif dan
kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam
pendekatan ini semua pihak mengsampingkan tujuan awal dan
bekerjasama untuk menentukan tujuan umum prioritas (Marquis &
mendiskusikan pokok permasalahan secara bebas dan terbuka. Setiap
pihak yang terlibat konflik saling bertukar pikiran tentang segala
perselisihan yang terjadi (Hendel, Fish & Galon, 2005, p.143).
Dalam pendekatan ini, pihak yang terlibat konflik
menyelesaikan konflik dengan menekankan secara maksimum
kepentingan kedua pihak. Upaya penyelesaian masalah yang baik
membutuhkan kesediaan kedua pihak yang bersengketa untuk
bekerjasama mencari penyelesaian terpadu yang dapat memuaskan
kebutuhan semua pihak yang terkait (Ivancevich, et al. 2005, p.54).
C. Konsep Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Robbins (2003, p.103) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan seseorang, yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima
pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Locke
(dalam Luthans, 2005, p.243) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
“keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari
penilaian pekerjaan atau pengalaman kerjaan seseorang”. Kepuasan kerja
adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan
mereka memberikan hal yang dinilai penting. Buitendach & Rothmann
(2009, p.1) menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh
2. Teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yukl (2003, dalam Bangun, 2012, p.329)
mengungkapkan bahwa terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja, antara
lain: teori ketidaksesuaian (discrepancy theory), teori keadilan (equity theory), dan teori dua faktor (two factor theory).
a. Teori ketidaksesuaian
Berdasarkan teori ini, kepuasan kerja didefinisikan sebagai
“perselisihan antara berapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima
dengan berapa banyak yang ia dapatkan saat ini”. Seseorang
terpuaskan bila tidak ada selisih antara situasi yang didinginkan
dengan yang sebenarnya diterima (Bangun, 2012, p.329).
b. Teori keadilan
Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atau
tidak puas atas situasi tergantung pada perasaan adil (equity) dan tidak adil (inequity). Perasaan adil dan tidak adil atas suatu situasi didapat oleh setiap orang dengan membandingkan antara dirinya
dengan orang lain pada tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, pada
tempatnya maupun ditempat yang berbeda (Bangun, 2012, p.329).
c. Teori dua faktor
Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yang satu dinamakan “dissatisfier” atau
“hygiene factor” dan yang lain dinamakan “satisfier” atau
tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan
ketidakpuasan apabila tidak tersedia. Pada teori ini, kepuasan dan
ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan
seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan
dan hubungan dengan orang lain (Wibowo, 2013, p.503).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Luthans (2005) antara lain:
a. Pekerjaan itu sendiri
Dalam hal ini, kepuasan kerja bisa saja dicapai jika pekerjaan
seseorang memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk
belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab (Luthans,
2005, p.243). Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber
utama kepuasan. Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik
pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara
kepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif
pekerjaan karyawan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas
(Luthans, 2005, p.244).
b. Gaji
Uang tidak hanya membantu membantu orang memenuhi
kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan
kepuasan pada tingkat yang lebih tingi. Karyawan melihat gaji
mereka terhadap perusahaan (Luthans, 2005, p.244). Sejumlah upah
yang diterima bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas
dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi (Luthans, 2005,
p.243).
c. Promosi
Kesempatan promosi memiliki pengaruh yang berbeda pada
kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memilliki sejumlah
bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Misalnya,
individu yang dipromosikan atas dasar senioritas sering mengalami
kepuasan kerja, tetapi tidak sebanyak orang yang dipromosikan atas
dasar kinerja. Selain itu, promosi dengan kenaikan gaji 10 persen
pada dasarnya tidak memuaskan seperti kenaikan gaji 20 persen
(Luthans, 2005, p.244).
d. Pengawasan
Pengawasan merupakan sumber penting lain dari kepuasan
kerja. Untuk saat ini, ada dua dimensi gaya pengawasan yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada
karyawan, diukur menurut tingkat dimana manajer menggunakan
ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Hal ini
dimanifestasikan dengan cara seperti meneliti seberapa baik kerja
karyawan, memberikan nasehat dan bantuan pada individu, serta
berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam
diilustrasikan manajer yang memungkinkan orang lain ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus, cara ini menyebabkan
kepuasan kerja yang lebih tinggi (Luthans, 2005, p.245).
e. Kelompok kerja
Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakan
sumber kepuasan kerja yang paling sederhana. Rekan kerja bertindak
sebagai pemberi dukungan, kenyamanan, pemberi nasehat dan
memberi bantuan kepada invidu. Kelompok kerja yang baik membuat
pekerjaan menjadi menyenangkan (Luthans, 2005, p.245).
f. Kondisi kerja
Kondisi kerja memiliki pengaruh yang kecil terhadap kepuasan
kerja. Jika kondisi kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan
menarik), individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan
mereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas, lingkungan
bising), individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Dengan
kata lain, efek lingkungan kerja pada kepuasan kerja sama halnya
dengan efek kelompok kerja. Jika segalanya berjalan baik, tidak ada
masalah kepuasan kerja. Jika segalanya berjalan buruk, masalah
4. Mengukur Kepuasan Kerja
a. Mengukur kepuasan kerja menurut konsep Robbins
Menurut Robbins (2003, p.103) terdapat dua macam
pendekatan yang secara luas digunakan untuk melakukan pengukuran
kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:
1) Single global rating: yaitu dilakukan dengan cara meminta
individu merespon satu pertanyaan, seperti “dengan
mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan
pekerjaan anda?” responden menjawab antara “sangat puas”
sampai dengan “sangat tidak puas”.
2) Summation score: mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang
masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat
pekerjaan, supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi dan
hubungan dengan rekan kerja. Faktor ini di peringkat pada skala
yang distandarkan dan dijumlahkan untuk mengetahui kepuasan
kerja secara keseluruhan.
c. Mengukur kepuasan kerja menggunakan metode Minnesota
Satisfaction Questioneaire (MSQ)
Minnesota Satisfaction Questioneaire (MSQ) merupakan
instrumen yang dirancang oleh Weiss, Dawis, England dan Lofquist
pada tahun 1967 untuk mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan
intrinsik dan eksrinsik (Sutama, 2007). Faktor intrinsik mengacu pada
perasaan individu terhadap sifat dari tugas atau wewenang yang
diemban individu tersebut dalam pekerjaannya. Sedangkan faktor
ekstrinsik mengacu pada perasaan individu terhadap aspek pekerjaan
diluar tugas pekerjaannya (Buitendach & Rothmann, 2009, p.2).
Keduapuluh variabel kepuasan kerja tersebut akan dijelaskan pada
tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Variabel kepuasan kerja
No Variabel Pengertian
Faktor internal
2 Aktivitas Tingkat kesibukan melakukan
pekerjaan setiap waktu
3 Promosi Kesempatan mendapatkan promosi
dalam pekerjaan
4 Prestasi Tingkat keberhasilan yang diperoleh
dalam pekerjaan
5 Wewenang Kesempatan untuk mengatur /
memimpin orang lain
6 Kreativitas Kesempatan untuk mencoba metode
sendiri dalam penyelesaian tugas
7 Independensi Kesempatan untuk mandiri dalam
menyelesaikan tugas
8 Aktivitas sosial Kesempatan untuk dapat membantu
No Variabel Pengertian
9 Tanggung jawab Kebebasan untuk menggunakan
keputusan sendiri
10 Variasi Kesempatan melakukan sesuatu yang
berbeda dari waktu kewaktu
11 Status sosial Kesempatan untuk menjadi seseorang
yang berarti di lingkungan kerja.
12 Moral Melakukan hal yang tidak
bertentangan dengan nurani
Faktor ekstrinsik
13 Perusahaan Tingkat kepuasan terhadap kebijakan
perusahaan
14 Gaji Upah yang diterima sesuai dengan
pekerjaan
15 Rekan kerja Interaksi antara sesama rekan kerja
16 Penghargaan Pengakuan yang diterima atas hasil
kerja yang dicapai
Cara atasan mengatur atau menangani para karyawan
19 Pengawasan teknis Tingkat kewenangan pimpinan dalam
mengambil keputusan
20 Kondisi kerja Kondisi lingkungan pekerjaan
karyawan
34
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen konflik
menurut konsep Marquis dan Huston (2006, p.457) yang meliputi: kompromi, kompetisi, akomodasi, melembutkan, menghindar dan kolaborasi. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah kepuasan kerja menurut konsep Robbins (2003, p.103). Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema di bawah ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Manajemen konflik
a. Kompromi
b. Kompetisi
c. Akomodasi
d. Melembutkan
e. Menghindar
f. Kolaborasi
Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian
B. Hipotesa Penelitian
1. Ho : Tidak ada hubungan manajemen konflik dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2. Ho : Tidak ada hubungan strategi kompromi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
3. Ho : Tidak ada hubungan strategi kompetisi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
4. Ho : Tidak ada hubungan strategi akomodasi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
5. Ho : Tidak ada hubungan strategi melembutkan dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
6. Ho : Tidak ada hubungan strategi menghindar dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
7. Ho : Tidak ada hubungan strategi kolaborasi dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
C. Defenisi Operasional
N
b. Kompetisi Strategi
penyelesaian
c. Akomodasi Strategi
N
f. Kolaborasi Strategi
40
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif; korelatif dengan desain cross sectional study.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di
ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh yang berjumlah 264 orang (Data sekunder bagian
kepegawaian RSUDZA Banda Aceh, 2016).
2. Sampel
a. Besar sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus dari Slovin sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005,
p.92):
n = N
1 + N (d2)
Keterangan:
n : Besar sampel N : Besar populasi
jadi, Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
n = 264
1 + 264 (0,1)2
n = 264
1 + 264 (0,01)
n = 264
1 + 2,64
n = 264
3,64= 72,52 dibulatkan menjadi 73
Jadi, besar sampel pada penelitian ini adalah 73 orang perawat.
b. Proporsional dari sampel
Setelah mengetahui jumlah sampel, selanjutnya peneliti
menghitung besarnya sampel pada setiap ruangan agar jumlah sampel
yang didapatkan dari setiap ruang rawat inap seimbang dengan jumlah
populasi yang ada dalam ruangan tersebut. Besarnya sampel pada
setiap ruangan dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus:
n′ = Ni N x n
Keterangan:
n׳ : Besarnya sampel pada tiap srata Ni : Besarnya populasi persrata
Dari rumus diatas, didapatkan besar sampel per ruangan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Besar Sampel Per ruangan
No Ruangan Populasi
13 PTT (Pelayanan Tuberkulosis
Terpadu) 15 4
14 Central thalasemia dan onkologi
anak 17 5
Total 264 73
Sumber: Data Sekunder (Bagian Kepegawaian RSUDZA Banda Aceh tahun 2016).
c. Kriteria sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
a) Perawat pelaksana yang bertugas di ruang rawat inap kelas III
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
b) Bersedia menjadi responden.
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana anggota populasi
tidak dapat diambil sebagai sampel penelitian. Adapun kriteria
eksklusi dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a) Perawat yang sedang dalam masa cuti
b) Tidak bersedia menjadi responden.
d. Tehnik pengambilan sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
proportional sampling dan purposive sa mpling. Dalam hal ini peneliti membatasi jumlah sampel pada setiap ruang dengan menggunakan
rumus proporsi dan memilih sampel atas pertimbangan yang dibuat
oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Pengumpulan data dilakukan di 14 ruang rawat inap kelas III Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis memilih
tempat ini dengan pertimbangan bahwa Rumah sakit Umum Daerah dr.
Aceh. Selain itu, organisasi dalam RSUDZA merupakan suatu organisasi
yang kompleks dan memiliki perawat dengan latar belakang pendidikan
yang berbeda, sehingga sangat penting untuk dilakukannya manajemen
konflik yang tepat untuk dapat meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan.
2. Waktu
Pengumpulan data telah dilakukan mulai tanggal 8 sampai dengan 10
Agustus 2016 (Lampiran 1).
D. Alat Pengumpulan Data
Sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis
menggunakan angket yang berbentuk kuesioner dan terdiri atas tiga bagian,
yaitu:
1. Bagian A: digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden
(perawat) yang terdiri dari:
a. Umur
Pengkategorian umur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengkategorian umur menurut Depkes RI (2009) antara lain: usia
remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dan dewasa
akhir (36-45 tahun).
b. Agama
c. Jenis kelamin
e. Status perkawinan
f. Lama masa kerja
Pengkategorian lama masa kerja yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengkategorian lama masa kerja menurut Kurniawan, Lestantyo
dan Murtiningsih (2006) antara lain: kategori baru (≤ 5 tahun), sedang
(6-10 tahun) dan kategori lama (> 10 tahun).
2. Bagian B: merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui
strategi manajemen konflik yang terdiri dari 20 item pernyataan dengan
alternatif jawaban yang terdiri dari “selalu (5)”, “sering (4)”, “kadan
g-kadang (3)”, “jarang (2)”, dan “tidak pernah (1)”. Adapun komposisi dari
masing-masing komponen antara lain:
a. Penggunaan strategi kompromi meliputi pernyataan nomor 1-4
b. Penggunaan strategi kompetisi meliputi pernyataan nomor 5-7
c. Penggunaan strategi kerja sama meliputi pernyataan nomor 8-10
d. Penggunaan strategi melembutkan meliputi pernyataan nomor 11-13
e. Penggunaan strategi menghindar meliputi pernyataan nomor 14-16
f. Penggunaan strategi kolaborasi meliputi pernyataan nomor 17-20
3. Bagian C : menggunakan Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ)
yang digunakan untuk mengetahui kepuasan kerja perawat yang terdiri
dari 20 item pernyataan. Setiap butir pernyataan berbentuk skala likert
dengan alternatif jawaban yang terdiri dari “sangat puas (SP)”, “puas (P)”
, “netral (N)”, “tidak puas (TP)” dan “sangat tidak puas (STP)”, dimana
E. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan izin etik dari Komite Etik Penelitian
Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala dengan kode penelitian:
1605301164 pada tanggal 20 Juli 2016 (Lampiran 10).
F. Pengumpulan Data
1. Uji Coba Instrumen
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba
instrument pada 10 orang perawat di ruang rawat inap kelas III Rumah
Sakit Umum Meuraxa yang mempunyai karakteristik yang sama dengan
sampel. Uji coba instrumen ini berupa uji validitas dan reliabilitas. Kedua
uji ini dianalisis dengan menggunakan program SPSS Statistics 20.
a. Uji validitas
Metode yang digunakan dalam uji validitas ini adalah Construct
validity. Untuk mengetahui apakah kuesioner mampu mengukur apa yang ingin diukur maka perlu di uji dengan uji kolerasi antara skor
tiap-tiap item pernyataan dengan skor total kuesioner tersebut. Untuk
mengetahui apakah nilai kolerasi tiap-tiap pernyataan significant, maka
perlu dilihat tabel product moment. Berdasarkan tabel product moment,
maka nilai kritis terhadap 10 responden dengan taraf signifikansi yang
diperlukan adalah 0,632. Jika nilai dari pernyataan dalam kuesioner ≥
maka pernyataan dalam kuesioner tersebut tidak valid (Notoatmodjo,
2010, p.167).
Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap 10
orang perawat, dari total 29 pertanyataan terdapat 9 pernyataan yang
tidak valid, yaitu pernyataan nomor 1, 7, 10, 11, 13, 16, 20, 24, dan 28
dengan nilai kolerasi < 0,632 sehingga pernyataan tersebut harus
dibuang (drop out) (Lampiran 14).
b. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tersebut tetap konsisten bila pengukuran
dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010, p.168). Uji
reliabilitas ini dilakukan dengan perangkat komputer dengan
menggunakan Cronbach Alpha. Menurut Djemari (2003 dalam
Riwidikdo, 2012, p.156) kuesioner atau angket dikatakan reliabel jika
memiliki nilai Cronbach Alpha minimal 0,7.
Setelah dilakukan uji reliabilitas dari 29 item pernyataan
manajemen konflik, didapatkan hasil dengan nilai Cronbach Alpha
0,755 > 0,7. Jadi pernyataan tersebut dinyatakan reliabel (Lampiran