• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PADA KARYAWAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PADA KARYAWAN SKRIPSI"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PADA KARYAWAN

SKRIPSI

Feby Zuhro Nisa’

201710230311103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

(2)

HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PADA KARYAWAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Feby Zuhro Nisa’

201710230311103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

(3)

i Halaman Pengesahan

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh : Feby Zuhro Nisa’

201710230311103

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal, 06 Agustus 2021

dan dinyatakan memenuhi syarat kelengkapan memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

Ketua/Pembimbing I, Sekretaris/Pembimbing II

M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD Devina Andriany, M.Psi., Psikolog

Anggota 1 Anggota 2

( ) ( )

Mengesahkan Dekan,

M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD

(4)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Feby Zuhro Nisa’

NIM : 201710230311103

Fakultas/Jurusan : Psikologi/Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Hubungan Profesionalisme Dengan Manajemen Konflik Pada Karyawan.

1. Adalah bukan karya orang lain sebagian maupun keseluruhan kecuali bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eskekutif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 24 Juli 2021 Mengetahui

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

Susanti Prasetyaningrum, M.Psi., Psikolog Feby Zuhro Nisa’

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat Dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Kematangan Karir terhadap Motivasi Kerja pada Karyawan Milenial”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD selaku dosen pembimbing I dan Ibu Devina Andriany, M.Psi selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, dan motivasi dalam penulisan skripsi hingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

3. Dr. Hj. Diah Karmiyati, M.Si sebagai dosen wali kelas B 2017.

4. Subjek penelitian yang telah berkenan membantu dalam pengambilan data penelitian.

5. Kedua orang tua penulis Bapak dan Ibu, yang selalu menyelipkan nama penulis dalam setiap do’a-do’anya, memberikan curahan kasih sayang yang tiada tara dan telah memberikan motivasi, semangat serta kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua teman-teman seperjuangan Psikologi B-17 yang telah membantu dan memberikan arahan serta dukungan kepada penulis selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran untuk karya ini agar menjadi karya yang lebih baik sangat diharapkan oleh penulis. Demikian, penulis sampaikan, semoga karya ini dapat menjadi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca yang membaca karya ini.

Malang, 24 Juli 2021

Feby Zuhro Nisa

(6)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

KAJIAN TEORI ... 5

Profesionalisme ... 5

Indikator Profesionalise ... 5

Manajemen Konflik ... 5

Gaya Manajemen Konflik ... 6

Profesionalisme dan Manajemen Konflik pada Karyawan ... 6

Hipotesis Penelitian ... 9

METODE PENEITIAN ... 9

Rancangan Penelitian ... 9

Subjek Penelitian ... 9

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10

Prosedur dan Analisa Data ... 10

HASIL PENELITIAN... 11

DISKUSI ... 13

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 15

REFERENSI ... 16

LAMPIRAN ... 17

(7)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi Data Demografis ... 10

Tabel 2. Deskriptif Statistik ... 11

Tabel 3. Uji Normalitas ... 12

Tabel 4. Uji Linieritas ... 12

Tabel 5. Uji Korelasi ... 13

(8)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Profesionalisme ... 19

Lampiran 2. Skala Manajemen Konflik ... 20

Lampiran 3. Blueprint Profesionalisme ... 21

Lampiran 4. Blueprint Skala Manajemen Konflik ... 22

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 22

Lampiran 6. Uji Deskriptif ... 23

Lampiran 7. Uji Linieritas ... 23

Lampiran 8. Uji Korelasi ... 23

Lampiran 9. Data Tabulasi Skala Profesionalisme ... 25

Lampiran 10. Data Tabulasi Skala Manajemen Konflik ... 29

Lampiran 11. Lembar Cek Plagiasi ... 34

(9)

1

HUBUNGAN PROFESIONALISME DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PADA KARYAWAN

Feby Zuhro Nisa’

Fakultas Psikologi , Universitas Muhammadiyah Malang febyzuhronisa@gmail.com

Abstack

Manajemen konflik adalah cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan. Pada manajemen konflik, terdapat gaya manajemen konflik ini terdiri dari integrasi, kerelaan membantu, mendominasi, menghindar dan kompromi. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi manajemen konflik adalah profesionalisme keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan profesionalisme dengan manajemen konflik kerja pada karyawan. Desain penelitian bersifat kuantitatif dengan pendekatan kuantitatif korelasional menggunakan skala profesionalisme dan skala manajemen konflik sebagai instrumen penelitian yang disebar melalui google form. Jumlah subjek sebanyak 120 orang direkrut menggunakan metode proportional random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profesionalisme dengan masing-masing gaya manajemen konflik. Skor dengan jumlah terbanyak pada gaya manajemen konflik integrasi sebesar ( r = 0,840 ; sig = 0,000 ) dan skor dengan jumlah paling rendah pada gaya manajemen konflik menghindar ( r = 0,322 ; sig = 0,000 ).

Kata Kunci : Profesionalisme, Konflik, Manajemen Konflik, Gaya Manajemen Konflik Conflict management is a method used by individuals to deal with conflicts or disputes between themselves and others that occur in life. In conflict management, there are conflict management styles consisting of integration, willingness to help, dominate, avoid and compromise. One of the factors suspected of influencing conflict management is professionalism and reliability in carrying out tasks so that they are carried out with good quality, at the right time, carefully and with procedures that are easily understood and followed by customers or the public. The purpose of this study was to determine the relationship between professionalism and work conflict management for employees. The research design is quantitative with a correlational quantitative approach using a professionalism scale and conflict management scale as research instruments distributed via google form. A total of 120 subjects were recruited using the proportional random sampling method. The results showed that there was a significant relationship between professionalism and each conflict management style. The score with the highest number on the integration conflict management style was (r = 0.840; sig = 0.000) and the score with the lowest number on the avoidance conflict management style (r = 0.322; sig = 0.000).

Keywords: professionalism, conflict, conflict management, conflict management style

(10)

2

Dalam lingkungan perusahaan pastinya akan bertemu dengan berbagai konflik baik antar individu maupun kelompok. Sebuah perusahaan dapat dikatakan efektif apabila individu dan kelompok kerja lainnya ada saling ketergantungan yang dapat menciptakan hubungan kerja yang mendukung satu sama lain dan berupaya untuk tidak menciptakan perbedaan yang akhirnya akan menjadi sebuah konflik (Wirawan, 2010). Konflik sendiri berarti perjuangan yang diekspresikan antara sekurang kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka, perjuangan tersebut menggambarkan perbedaan diantara kedua pihak (Pace, 2002). Pada umumnya konflik yang terjadi berlatar belakang dari adanya perbedaan. Perbedaan sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari realitas kehidupan

.

Terdapat beberapa pandangan dalam konflik, seperti halnya pandangan tradisional &

pandangan baru (interaksionis). Pertama pandangan tradisional, memandang konflik suatu hal yang cukup buruk dan bisa menghambat atau mengganggu aktivitas dalam pekerjaan. Dan yang kedua pandangan baru (interaksionis), memandang bahwa konflik dapat meningkatkan produktivitas dari karyawan dan tidak berusaha untuk menghindari konflik tersebut. Konflik dapat menjadikan seseorang lebih kritis, dapat mengembangkan potensi, akan membuat diri lebih siap jika menghadapi konflik (Robbin & Judge, 2006). Konflik yang dibiarkan berlarut – larut dan tidak segera ditangani maka dapat menjadi penghambat tercapainya tujuan dari perusahaan tersebut. Konflik tidak selalu memiliki dampak yang negatif atau buruk bagi karyawan maupun perusahaan, akan tetapi konflik juga dapat membawa dampak yang positif jika bisa ditangani dengan baik, dengan terjadinya konflik pada suatu perusahaan maka perusahaan tersebut akan mencoba untuk memperbaiki tujuan maupun sistematika yang ada pada perusahaan tersebut (Smile, 2014).

Dampak dari konflik itu sendiri tergantung bagaimana cara menyelesaikannya daripada alasan mengapa konflik tersebut muncul (Thomas, 1976). Untuk meminimalisir dampak yang tidak diinginkan dan merugikan baik bagi karyawan maupun perusahaan, diperlukan penyelesaian permasalahan atau disebut gaya manajemen konflik yang merupakan bentuk dari manajemen konflik, yang dapat digunakan ketika sedang terjadi konflik (Wirawan, 2010). Manajemen konflik merupakan langkah yang diambil pelaku atau pihak ketiga dalam mengarahkan perselisihan ke arah tertentu yang memungkinkan atau tidak memungkinkan menghasilkan hasil berupa penyelesaian konflik dan menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif atau bahkan agresif (Ross, 1993).

Terdapat dua cara pengelolaan konflik atau dapat disebut manajemen konflik yaitu, deskruktif adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan ancaman, paksaan, atau kekerasan.

Konstruktif manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik masih terjaga dan berinteraksi secara harmonis. Manajemen konflik konstruktif dapat dikatakan sebagai positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi Gottman dan Korkoff (dalam Mardianto, 2000). Dalam penelitian ini menggunakan gaya manajemen konflik yang digunakan sebagai penanganan konflik yang dikembangkan oleh Rahim (2002) yang terdiri dari mengintegrasi, kerelaan untuk membantu, mendominasi, menghindari, dan kompromi. Alasan menggunakan konsep dari Rahim (2002) adalah gaya manajemen konflik ini lazim digunakan dan telah diuji validitasnya. Gaya pada manajemen konflik diperlukan bagi individu dan kelompok sebagai upaya untuk suatu proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan. Apabila perusahaan tidak dapat atau tidak mampu mengelola

(11)

3

konflik tersebut dengan cara yang tepat, maka hal tersebut dapat berdampak pada perusahaan seperti produktivitas kerja karyawan yang menurun sehingga dapat menghambat tercapainya tujuan perusahaan.

Dampak negatif dari konflik biasanya terjadi karena adanya kecenderungan membiarkan konflik tumbuh dan kurang efektif dalam pengelolaannya, dampaknya juga berpengaruh kepada karyawan yaitu seperti karyawan menjadi sulit berkonsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai, timbul stres yang berkepanjangan dan jika dibiarkan akan berbahaya bagi kesehatan psikologis.

Dampak bagi perusahaan, dapat menghambat kelancaran dan kestabilan perusahaan karena produktivitas terhambat (Rusdiana, 2015).

Adapun dampak positif dari konflik apabila upaya penanganan dan pengelolaan konflik dilakukan secara efisien dan efektif. Dampak positif yang akan muncul melalui perilaku yang ditampilkan oleh karyawan, antara lain seperti meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif, meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antarkelompok dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan memperoleh perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya. Hal tersebut dapat menjadikan tujuan perusahaan tercapai dan produktivitas kerja meningkat (Rusdiana, 2015).

Fenomena manajemen konflik yang ditemui peneliti dilapangan yaitu, banyak individu yang kurang paham dalam menyelesaikan konflik, contohnya pada perusahaan X ketika terjadi konflik antara sesama karyawan, pihak dari salah satu karyawan memilih untuk berhenti dari pekerjaannya, ada juga konflik yang terjadi antara pimpinan dan karyawan yang berakhir dengan pemecatan secara sepihak dan tidak logis. Hal ini didukung dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sasmitaningrum (2008) dimana terdapat konflik internal pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) pada bulan juli tahun 2003. Dimana pihak manajemen dari (PTDI) tidak mampu dalam menangani konflik tersebut yang berakibat tidak dapat memenuhi target perusahaan dan mengalami krisis finansial sehingga (PTDI) melakukan PHK terhadap 9600 karyawannya.

Banyak perusahaan yang beranggapan bahwa konflik hanya akan berdampak buruk bagi perusahaan yang bisa menyebabkan kerugian, menurunnya produktivitas karyawan, dan sebagainya, sehingga sebagian para karyawan akan berusaha untuk menghindar dari konflik.

Akan tetapi konflik tidak hanya memiliki dampak negatif, konflik juga dapat membawa dampak yang positif bagi karyawan maupun perusahaan, jika karyawan tersebut mampu mengolah konflik tersebut dengan baik dan tepat maka konflik akan segera terselesaikan dan tidak berlarut – larut. Mengelola konflik dengan tepat pun dapat menimbulkan banyak keuntungan bagi perusahaan dan mampu meminimalisir hal yang tidak diinginkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hartatik (2005) menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki konflik kerja sangat berpengaruh terhadap pekerjaannya, karyawan tersebut cenderung akan lebih cepat mengalami stres ataupun frustasi sehingga dapat menurunkan efektivitas kerja pada karyawan tersebut.

(12)

4

Tujuan adanya manajemen konflik yaitu untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan.

Manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan-hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik (Hardjana, 1994).

Penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui pengenalan bentuk konflik, sehingga solusi terbaik dapat diketahui dengan tepat. Ketepatan dalam mengelola konflik dapat berpengaruh positif, sebaliknya menghindari konflik yang terjadi dianggap berpengaruh negatif dan kurang tepat dikarenakan hal tersebut dapat menurunkan produktivitas individu, kelompok bahkan dapat menurunkan produktivitas karyawan dalam perusahaan. Maka dari itu, setiap karyawan harus mampu melakukan manajemen konflik, dimana manajemen konflik merupakan proses mengelola konflik dengan menyusun sejumlah strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak berkonflik sehingga mendapatkan solusi yang tepat.

Manajemen konflik dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya asumsi mengenai konflik, jenis kelamin, kecerdasan emosional, kepribadian, dan keterampilan berkomunikasi asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi seseorang pada perilakunya dalam menghadapi situasi konflik (Sarwono, 2010). Salah satu hal yang diduga juga mempengaruhi kemampuan individu dalam melakukan manajemen konflik adalah profesionalisme. Dalam berperilaku dan bertindak seseorang dapat dipengaruhi oleh profesionalisme. Profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat Siagian (dalam Kurniawan, 2005).Profesionalisme juga berarti kemampuan dalam mengontrol perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap konsisten.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Handayani dan Yusrawati (2013) menunjukkan bahwa profesionalisme kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan ketika seorang karyawan memiliki profesionalisme kerja maka akan berpengaruh terhadap bagaimana karyawan tersebut melakukan pekerjaannya yang dimana dalam sebuah perusahaan tersebut tidak luput dari konflik, konflik yang terjadi dalam perusahaan dalam mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat juga berpengaruh terhadap kinerjanya.

Maka dari itu perlu adanya profesionalisme agar mampu mengontrol emosi dengan baik dan efektif, sehingga dapat menciptakan hubungan yang produktif dengan sesama rekan kerja dan dapat menciptakan suasana yang sehat dalam lingkungan kerja. Menurut Louisiana State Civil Service, Profesionalisme merupakan komponen utama dalam menilai interaksi individu di tempat kerja, seseorang yang menunjukkan perilaku profesional di tempat kerja dapat dengan mudah memenangkan kredibilitas dan kepercayaan dari orang lain sehingga konflik berkurang (Mbegu, 2018).

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan profesionalisme dengan manajemen konflik kerja pada karyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengenai fenomena dan subjek penelitiannya. Manfaat dari penelitian ini, untuk melihat apakah profesionalisme memiliki hubungan dengan manajemen konflik pada karyawan.

Profesionalisme

(13)

5

Menurut Salam (1997) profesi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok yang dapat menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan keahlian tertentu. Profesi juga berarti mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus sebagai sumber utama naskah hidup.

Sedangkan, profesionalisme berarti pemahaman cara kerja atau etos kerja seseorang yang didasari dengan suatu keahlian guna mencapai performance standard tertinggi. Menurut Morrow dan Goetz (1988), profesionalisme adalah seseorang yang melakukan pekerjaan tertentu dapat dikatakan memiliki profesi tertentu.

Indikator Profesionalisme

Menurut Morrow dan Goetz (1998), indikator profesionalisme meliputi lima elemen antara lain, yaitu (1) Pengabdian pada profesi (dedication), tercermin dalam dedikasi profesional melalui pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Pengabdian pada profesi, sikap yang mengekspresikan dari pencerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan totalitas merupakan komitmen pribadi sehingga kompensasi yang diharapkan adalah kepuasan rohani dan kepuasan material;

(2) Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh masyarakat maupun profesionalisme itu sendiri, karena adanya pekerjaan tersebut; (3) Kemandirian (autonomy demans), merupakan pandangan bahwa profesionalisme mampu membuat keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain; (4) Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi bukan pihak luar yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaannya; (5) Hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation) merupakan penggunaan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan.

Manajemen Konflik

Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare yang memiliki arti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang berarti mengendalikan (Haney dalam Mardianto, 2000), sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia management berarti pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan membimbing atau memimpin (Echols & Shadily, 2000). Dalam bahasa Cina, manajemen adalah kuan lee yang berasal dari dua kata yaitu kuan khung (mengawasi orang kerja) dan lee chai (memanajemen konflik uang) (Mardianto, 2000). Berdasarkan penjabaran diatas manajemen dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur orang bekerja dan manajemen konflik administrasi dengan baik. Menurut Johnson konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Konflik juga berarti segala macam interaksi atau pertentangan antara dua pihak atau lebih (Supratiknya, 1995). Konflik dapat timbul pada berbagai situasi sosial, antar individu, kelompok, organisasi, maupun antar negara.

Manajemen konflik adalah suatu cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalah yang sedang terjadi bagi setiap individu. Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar terdapat dua manajemen konflik, yaitu (1) Manajemen konflik deskruktif meliputi conflict engagement (menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika menghadapi konflik dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri dan compliance (menyerah atau tidak membela diri); (2) Manajemen konflik konstruktif merupakan positive problem solving yang terdiri dari kompromi dan negosiasi. Kompromi berarti suatu bentuk

(14)

6

akomodasi , dimana pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar dapat mencapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang terjadi. Sikap dasar kompromi adalah salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya. Sedangkan negosiasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak, serta menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan kedepannya.

Gaya Manajemen Konflik

Menurut Rahim, (2002) terdapat lima gaya manajemen konflik antara lain, yaitu (1) Integrasi, gaya manajemen konflik yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain dan diri sendiri. Dalam gaya manajemen konflik integrasi dilakukan dengan langkah awal dengan melakukan diagnosis dan kemudian melakukan intervensi, penting untuk saling terbuka yang kemudian mencari solusi bersama-sama secara efektif yang nantinya dapat diterima oleh kedua belah pihak yang berada dalam situasi konflik; (2) Kerelaan untuk membantu, gaya manajemen konflik ini lebih peduli terhadap orang lain dibandingkan dengan diri sendiri. Gaya manajemen konflik kerelaan untuk membantu, dilakukan dengan menghilangkan perbedaan yang menjadikan konflik pada organisasi yang kemudian menekankan kesamaan untuk tercapainya suatu tujuan organisasi; (3) Mendominasi, pada gaya ini seseorang lebih mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kebutuhan dan harapan orang lain. Gaya manajemen konflik mendominasi ini kebalikan dari gaya manajemen konflik kerelaan membantu yang berarti gaya manajemen mendominasi akan mengabaikan kepentingan dari orang lain; (4) Menghindari, dimana pada gaya ini tidak adanya penanganan terhadap konflik yang sedang terjadi dan lebih kepada menghindari atau membiarkan konflik itu sendiri; (5) Kompromi, pada gaya manajemen konflik ini cara menyelesaikan masalahnya secara bersama-sama agar menciptakan hasil yang dapat diterima oleh kedua pihak yang berada dalam konflik.

Profesionalisme Kerja dan Manajemen Konflik Kerja pada Karyawan

Siagian (dalam Kurniawan, 2005), profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Profesionalisme tentang berkomunikasi tepat dan efektif, bersikap etis dan bertanggung jawab, menunjukkan keterampilan interpersonal, dan pemecahan masalah, produktif dan berorientasi pada tim (Mbegu, 2018). Karyawan yang memiliki profesionalisme kerja yang tinggi, memiliki keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. pemahaman cara kerja dan mengetahui bagaimana cara bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat. Profesionalisme membutuhkan kesungguhan & ketelitian dalam bekerja yang bisa didapatkan dari proses kebiasaan dan pengalaman selama bekerja. Pada Suwinardi (2017) menjelaskan untuk menjaga dan memiliki efektivitas yang tinggi seorang karyawan memerlukan kesatuan pada pikiran dan perbuatannya. Sedangkan, karyawan yang memiliki profesionalisme yang rendah, kurang memahami pekerjaan yang harus ia kerjakan, tidak dapat bersikap dan mengambil tindakan secara objektif, kurang mengetahui dan memahami bagaimana cara bersikap dan mengambil keputusan dalam pekerjaannya (Suwinardi, 2017). Profesionalisme juga berarti kemampuan dalam mengontrol perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap konsisten. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik hari ini daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik daripada hari ini. Profesionalisme dan Manajemen Konflik merupakan unsur yang pasti ditemui di dalam dunia kerja. Dalam bekerja,

(15)

7

seseorang memiliki beragam sikap dan perilaku yang menunjukkan profesionalisme kerja individu tersebut, dalam perusahaan juga pastinya tidak luput dari terjadinya konflik kerja baik antar individu maupun antar kelompok. Menurut Dr Katherine Schaefer, konflik yang ditangani dengan buruk di perusahaan atau di tempat kerja dapat menciptakan bencana, jika pendekatan profesionalisme tidak diterapkan dalam menangani pemecahan konflik bahkan dapat menjadi lebih buruk. Manajemen konflik dapat membantu karyawan dalam melakukan strategi dan pengambilan tindakan dalam penyelesaian konflik sehingga konflik yang terjadi tidak menyebar dan menimbulkan permasalahan baru. Terdapat lima gaya dalam manajemen konflik, yaitu yang pertama gaya manajemen integrasi yang mana pihak yang terlibat konflik saling mencari penyelesaian secara bersama-sama dan terbuka untuk upaya menyelesaikan konflik.

Yang kedua gaya manajemen kerelaan untuk membantu yang berarti mencari solusi bersama dan mengesampingkan perbedaan yang ada dan mengutamakan persamaan. Yang ketiga gaya mendominasi dimana setiap pihak berusaha untuk mengontrol pihak lawan. Yang keempat gaya manajemen menghindar, dimana dalam gaya ini keandalan dalam menghindari serta membiarkan konflik yang sedang dihadapi. Yang terakhir yaitu gaya kompromi, merupakan salah satu cara dalam menyelesaikan konflik dengan cara mencari solusi bersama yang diterima oleh kedua pihak yang sedang memiliki konflik. Lima gaya tersebut dapat membantu untuk menyelesaikan konflik yang sedang berlangsung (Rahim, 2002). Salah satu yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan manajemen konflik ialah profesionalisme. Konflik tidak diselesaikan dengan tindakan dan langkah yang tepat akan berdampak negatif pada karyawan maupun pada perusahaan, sebaliknya jika konflik dapat diselesaikan dengan tindakan yang tepat maka akan memberikan dampak yang positif. Dalam sebuah pekerjaan dikatakan efektif apabila individu dan kelompok kerja lainnya ada saling ketergantungan yang dapat menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain dan berupaya untuk tidak menciptakan perbedaan yang akhirnya akan menjadi sebuah konflik. Untuk menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan adanya manajemen konflik. Manajemen konflik diperlukan bagi individu maupun kelompok sebagai upaya proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan dengan penyelesaian konflik dalam pekerjaan. Manajemen konflik dalam perusahaan setidaknya memiliki beberapa tujuan yaitu dapat meminimalisir dampak yang bisa semakin meluas, jika konflik berkelanjutan, menjaga suasana tetap kondusif dan tidak memanas, meningkatkan kreativitas karyawan jika kedepan ada konflik serupa terjadi. Dalam melakukan manajemen konflik diperlukan sikap dan tindakan yang tepat, hal ini berhubungan dan dipengaruhi oleh profesionalisme kerja seseorang, dikarenakan pengertian profesionalisme itu sendiri adalah kemampuan dalam mengontrol perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap.

Kerangka Berpikir

Karyawan dengan profesionalisme kerja tinggi

Karyawan dengan profesionalisme kerja rendah

Karyawan

(16)

8 Hipotesis

H1 : Profesionalisme memiliki hubungan signifikan dengan gaya manajemen konflik integrasi H2 : Profesionalisme memiliki hubungan signifikan dengan gaya manajemen konflik kerelaan membantu

Integrasi Kerelaan untuk membantu

Mendominasi Menghindar Kompromi

Mengamati perbedaan dan mencari solusi Mengidentifik asi pendapat lawan konflik Menganalisis masukan

Tidak

mementingkan kepentingan diri sendiri

Kemampuan memahami pihak lawan Kemampuan dalam mentaati perintah atau memahami pihak lawan

Berpegang teguh pada pendirian Berdebat dan membantah Mengutarakan posisi kita pada pihak lawan dengan jelas

Sebisa mungkin mengontrol pihak lawan

Meninggalkan sesuatu tanpa menyelesaikan Menarik diri Kemampuan untuk meluapkan sesuatu yang menyakitkan hati Mengesampingk an konflik tanpa menyelesaikann ya

Mendengar dengan baik pendapat atau argumen dari pihak lawan Mempertimbang kan nilai

Kemampuan bernegosiasi Menentukan titik

penyelesaian Memiliki keahlian dengan mutu baik,

manajemen waktu yang baik, cermat dan teliti dalam pekerjaan serta mampu memahami pekerjaan yang harus dikerjakan. Pemahaman cara kerja dan mengetahui bagaimana cara bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat.

Kurang memahami pekerjaan yang harus ia kerjakan, tidak dapat bersikap dan mengambil tindakan secara objektif.

Gaya Manajemen Konflik

(17)

9

H3 : Profesionalisme memiliki hubungan signifikan dengan gaya manajemen konflik mendominasi

H4 : Profesionalisme memiliki hubungan signifikan dengan gaya manajemen konflik menghindar

H5 : Profesionalisme memiliki hubungan signifikan dengan gaya manajemen konflik kompromi

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi maupun sampel tertentu dengan cara pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian dan data akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian asosiatif dikarenakan peneliti ingin mengetahui hubungan antara variabel X dan variabel Y, yaitu profesionalisme dan manajemen konflik.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah karyawan yang masih aktif bekerja yang kemudian direkrut dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan memilih orang-orang yang akan dijadikan sampel penelitian dengan ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut (Nasution, 2003). Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120 orang, dengan rincian sebagai berikut Tabel 1. Deskripsi Data Demografis

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 33 18,3 %

Perempuan 87 81,7 %

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

S3 S2 S1 D3

SMA Sederajat

14 52 3 13 37

11,7%

43,3%

2,5%

10,8%

20,8%

Total 120 100%

(18)

10

Berdasarkan data demografis pada tabel 1, diperoleh hasil bahwa total subjek sebanyak 120 karyawan dengan 33 subjek laki-laki (18,3%) dan 87 subjek perempuan (81,7%). Pendidikan terakhir S3 sebanyak 14 (56,7%), pendidikan terakhir S2 sebanyak 52 (2%), pendidikan terakhir S1 sederajat sebanyak 3 (%), pendidikan terakhir D3 sebanyak 13, pendidikan terakhir D1 sebanyak 1, pendidikan terakhir SMA Sederajat sebanyak 37.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen atau bebas (X) dan variabel dependen atau terikat (Y). Variabel independen atau bebas (X) dalam penelitian ini yaitu profesionalisme dan variabel dependen atau terikat (Y) adalah manajemen konflik.

Profesionalisme adalah sejauh mana seseorang mampu memahami cara kerja dan sikap kerja seseorang berdasarkan dengan keahlian yang dimiliki guna mencapai standar kinerja dan kemampuan seseorang dalam mengontrol perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap konsisten. Metode pengumpulan data yang digunakan dari variabel profesionalisme dengan menggunakan skala profesionalisme yang berdasarkan indikator profesionalisme dari Morrow dan Goetz, (1988) yang sudah digunakan dan diterjemahkan oleh Adri (2017) yaitu (1) Pengabdian pada profesi (dedication)) (2) Kewajiban sosial (social obligation) (3) Kemandirian (autonomy demands) (4) Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) (5) Hubungan dengan sesama profesi (profesional community affiliation) . Semakin tinggi skor yang diperoleh maka artinya memiliki profesionalisme yang tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka profesionalisme yang dimiliki juga rendah. Dalam penelitian ini semua item valid, yang mana indeks validitas sebesar 0,382-0,1584, selanjutnya skala ini juga menunjukkan konsistensi internal yang dapat diterima (α = 0,707).

Manajemen konflik adalah sejauh mana seseorang mampu mengelola konflik dengan menyusun sejumlah strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak berkonflik sehingga mendapatkan solusi yang tepat. Skala yang digunakan dalam mengukur manajemen konflik merupakan skala yang sudah digunakan dan diterjemahkan oleh Andilah (2016) yang berdasarkan teori menurut Rahim (2002). Skala manajemen konflik berisi 17 item skala likert yang dibuat berdasarkan 5 gaya manajemen konflik menurut Rahim (2002), (1) Integrasi; (2) Kerelaan untuk membantu;

(3) Mendominasi; (4) Menghindari; (5) Kompromi. Skor yang dihasilkan akan menentukan gaya manajemen konflik yang dipilih oleh karyawan. Dalam penelitian ini semua item valid dengan indeks validitas sebesar 0,392-0,746 , selanjutnya skala ini juga menunjukkan konsistensi internal yang dapat diterima (α = 0,884). Kedua instrumen dalam penelitian ini berbentuk skala likert dengan nilai 1 sampai 5 dengan pilihan jawaban di setiap itemnya dari Sangat Tidak Setuju (1) sampai Sangat Setuju (5).

Prosedur dan Analisa Data

Terdapat tiga tahapan prosedur pada penelitian ini, yang pertama tahap persiapan, dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan selanjutnya melakukan analisis data. Pada tahap pertama yaitu tahap persiapan , peneliti mempersiapkan tema atau menemukan fenomena yang akan diteliti, kemudian mencari kajian-kajian teoritik sesuai dengan tema penelitian yang akan dilakukan.

Selanjutnya peneliti melakukan pendalaman materi dan mencari alat ukur untuk melakukan penelitian dengan melibatkan arahan dan bimbingan dari dosen pembimbing.

(19)

11

Tahap yang kedua yaitu tahap pelaksanaan, dimana peneliti menyebarkan skala penelitian pada subjek yang memiliki kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Penyebaran skala dilakukan melalui media google form dan disebarkan melalui media sosial.

Tahap ketiga melakukan analisis data, setelah data terkumpul peneliti akan menyusun laporan dari seluruh tahapan penelitian, peneliti akan melakukan analisa data untuk mengetahui hasil dari data yang telah didapat dengan menggunakan perhitungan SPSS.

HASIL PENELITIAN

Variabel kematangan karir dan motivasi kerja dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dikatakan rendah apabila total skor X ˂ M – 1 SD , dikatakan sedang apabila M – 1 SD ≤ X ˂ M + 1 SD , dikatakan tinggi apabila M + 1 SD ≤ X. Nilai M disini menunjukkan nilai rata rata (mean) dari total skor variabel dan nila 1SD menunjukkan nilai standar deviasi masing-masing variabel. Setelah dilakukan kategorisasi didapatkan deskripsi data penelitian ptofesionalisme dan manajemen konflik.

Tabel 2. Deskriptif Statistik

Variabel – rataRata SD

Kategori

Rendah Sedang Tinggi

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Profesionalisme 40,82 8,301

3 2,5% 23 19

% 94 78,3

% Gaya

Manajemen Konflik

61,58 15,505

0 0% 9 7,5

% 111 92,5

%

Tabel diatas menjelaskan bahwa para subjek secara umum memiliki tingkat profesionalisme tinggi (mean = 40,82, SD = 8,301), manajemen konflik yang tinggi pula (mean = 61,58, SD = 15,505). Adapun rincian dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari 120 subjek dikategorikan berdasarkan total skor sehingga didapatkan subjek dengan profesionalisme tinggi berjumlah 94 orang (78,3%) , dengan profesionalisme sedang berjumlah 23 orang (19%) , dan profesionalisme rendah berjumlah 3 orang (2,5%) . Pada gaya manajemen konflik didapatkan subjek yang dengan gaya manajemen konflik tinggi berjumlah 111 orang (92,5%), dengan gaya manajemen konflik sedang 9 orang (7,5%), dan gaya manajemen konflik rendah berjumlah 0 orang (0%). Kemudian peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji kenormalan distribusi data serta linieritas data.

Tabel 3. Uji Normalitas

(20)

12

Variabel Skewness Kurtosis Kesimpulan

Profesionalisme -1,063 0,048 Normal

Manajemen kerja -0,603 -0,413 Normal

Berdasarkan pada tabel 3 diatas didapatkan hasil uji normalitas dengan melihat nilai dari skewness dan kurtosis dari setiap variabel. Dari tabel diatas diketahui bahwa variabel profesionalisme mendapat nilai sebesar ( skewness=-1,063 ; kurtosis=0,48 ) dan untuk variabel manajemen konflik mendapat sebesar ( skewness=-0,603 ; kurtosis=-0,413 ). Sekalipun distribusi data dari profesionalisme cenderung skewness ke kiri, namun masih dapat dikatakan normal karena masih dibawah 2,0. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk membuktikan ada tidaknya hubungan profesionalisme (variabel X) dengan gaya manajemen konflik (variabel Y)

Tabel 4. Uji Linearitas Variabel Profesionalisme dan Manajemen Konflik pada Karyawan

Variabel Deviation from Linearity

Sig Profesionalisme*Manajemen konflik 0,359

Sedangkan uji linieritas berdasarkan signifikansi menunjukkan nilai Deviation from Linearity Sig adalah 0,359 atau lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan linier secara signifikan antara variabel profesionalisme dan manajemen konflik. Sebagai tahap terakhir dilakukan uji hipotesis melalui uji korelasi pearson untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara profesionalisme dan manajemen konflik pada karyawan.

Tabel 5. Hasil Analisis Korelasi profesionalisme dengan manajemen konflik Koefisiensi Korelasi (r)

Indeks Analisis Keterangan

Koefisiensi korelasi (r)

Koefisiensi determinasi (r²)

P / Sig

Gaya Integrasi 0,840 0,706 0,000 Signifikan

Gaya Kerelaan 0,788 0,621 0,000 Signifikan

Gaya Mendominasi 0,422 0,178 0,000 Signifikan Gaya Menghindar 0,322 0,104 0,000 Signifikan

Gaya Kompromi 0,827 0,683 0,000 Signifikan

Berdasarkan hasil dari tabel diatas mendapatkan nilai pada gaya integrasi sebesar ( r = 0,840 ; sig = 0,000 ), hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik integrasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kedua yaitu memperoleh nilai sebesar ( r = 0,788 ; sig = 0,000 ), hal tersebut bahwa gaya kerelaan membantu dengan

(21)

13

profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi ketiga yaitu memperoleh nilai sebesar ( r = 0,422 ; sig = 0,000 ), hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik mendominasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi keempat yaitu memperoleh nilai sebesar ( r = 0,322 ; sig = 0,000 ), hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik menghindari dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kelima yaitu memperoleh nilai sebesar ( r = 0,827 ; sig = 0,000 ), hal ini menunjukkan bahwa pada gaya manajemen konflik kompromi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan penggunaan gaya manajemen konflik terbanyak yaitu pada gaya manajemen konflik integrasi, kemudian gaya manajemen konflik kompromi, kerelaan membantu, dan kemudian diikuti gaya manajemen konflik mendominasi dan menghindar. Dengan demikian pada penelitian ini dinyatakan hipotesis diterima dimana terdapat hubungan positif antara profesionalisme dan manajemen konflik pada karyawan.

DISKUSI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan profesionalisme dengan manajemen konflik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara profesionalisme dengan manajemen konflik. Hasil analisis korelasi dengan manajemen konflik menunjukkan arah yang signifikan. Pada dimensi integrasi diperoleh nilai korelasi sebesar r = 0,840 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik integrasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kedua yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,788 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik kerelaan membantu dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi ketiga yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,422 ; sig

= 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik mendominasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi keempat yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,322 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik menghindari dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kelima yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,827 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik kompromi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan.

Disimpulkan bahwa gaya manajemen konflik terbanyak yaitu integrasi dan selanjutnya gaya manajemen konflik kompromi, kerelaan membantu kemudian gaya manajemen konflik mendominasi dan menghindar.

Penelitian ini membuktikan bahwa adanya hubungan antara profesionalisme dengan manajemen konflik. Seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Mbegu (2018) Profesionalisme merupakan komponen utama dalam menilai interaksi individu di tempat kerja, seseorang yang menunjukkan perilaku profesional di tempat kerja dapat dengan mudah memenangkan kredibilitas dan kepercayaan diri dari orang lain sehingga lebih sedikit konflik.

Membangun dan menjaga keharmonisan lingkungan di tempat kerja merupakan aspek penting bagi setiap karyawan meskipun itu membutuhkan praktik perilaku. Konflik yang ditangani dengan buruk di tempat kerja dapat menciptakan bencana, jika pendekatan profesionalisme tidak diterapkan dalam menangani konflik di tempat kerja dalam memecahkan masalah, hal- hal dapat menjadi lebih buruk. Hal ini diperkuat oleh hasil studi kasus yang dilakukan oleh Meyer (2011), dimana konflik yang berkepanjangan dapat mengganggu produktivitas karyawan, bahkan konflik yang tidak diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan frustasi.

(22)

14

Hasil penelitian ini juga memperoleh nilai koefisien determinasi dari integrasi sebesar r2 = 0,706 yang dapat diartikan bahwa profesionalisme memberikan kontribusi sebesar 70,6%

terhadap gaya manajemen konflik integrasi. Pada gaya manajemen konflik kerelaan memperoleh nilai koefisien determinasi sebesar r2 = 0,621 yang dapat diartikan bahwa profesionalisme memberikan kontribusi sebesar 62,1% terhadap gaya manajemen konflik kerelaan. Pada gaya manajemen konflik mendominasi memperoleh nilai koefisien determinasi sebesar r2 = 0,178 yang dapat diartikan bahwa profesionalisme memberikan kontribusi sebesar 17,8% terhadap gaya manajemen konflik mendominasi. Pada gaya manajemen konflik menghindar memperoleh nilai koefisien determinasi sebesar r2 = 0,104 yang dapat diartikan bahwa profesionalisme memberikan kontribusi sebesar 10,4% terhadap gaya manajemen konflik menghindar. Pada gaya manajemen konflik kompromi memperoleh nilai koefisien determinasi sebesar r2 = 0,683 yang dapat diartikan bahwa profesionalisme memberikan kontribusi sebesar 68,3% terhadap gaya manajemen konflik kompromi. Faktor lainnya yang diduga dapat mempengaruhi manajemen konflik antara lain, asumsi mengenai konflik, persepsi mengenai penyebab konflik, ekspektasi atas reaksi lawan konflik, pola komunikasi dalam interaksi konflik (Wirawan, 2010).

Remon (2015) menyatakan bahwa gaya integrasi merupakan gaya yang sering digunakan dalam mengelola konflik atau penyelesaian konflik. Pada gaya konflik ini penyelesaian dilakukan dengan cara mencari solusi secara bersama dengan keterbukaan sehingga kedua belah pihak dapat menerima penyelesaian konflik. Gaya manajemen konflik ini tidak hanya menguntungkan salah satu pihak, dikarenakan penyelesaian konflik dilakukan dengan mencari solusi bersama. Dalam hal ini, gaya manajemen konflik integrasi berhubungan langsung dengan profesionalisme, dimana seseorang yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan lebih memilih menyelesaikan konflik menggunakan gaya manajemen konflik integrasi.

Gaya yang kedua yaitu gaya manajemen kompromi, pada gaya tersebut kedua pihak konflik bersama – sama menemukan penyelesaian konflik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Khan, Langove, Shah & Javid (2015) menjelaskan bahwa gaya manajemen kompromi mampu menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi dan dapat mempengaruhi perilaku individu dimana nantinya akan lebih siap dalam menghadapi konflik sehingga dapat menunjang produktivitas karyawan tersebut. Dapat mengontrol perilaku dan mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mencari jalan tengah sehingga nantinya tidak menimbulkan dampak negatif pada kelangsungan pekerjaan. Hal tersebut selaras dengan profesionalisme, yang mana profesionalisme berarti kemampuan dalam mengontrol perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap konsisten.

Pada penelitian Rasid (2012) pada gaya kerelaan membantu menyatakan bahwa, dalam berkelompok setiap anggota harus saling bekerja sama membantu setiap anggota. Pernyataan diatas sesuai dengan profesionalisme, menurut Mbegu (2018) profesionalisme tentang berkomunikasi dengan tepat dan efektif, bersikap etis dan bertanggung jawab, menunjukkan keterampilan interpersonal dan pemecahan masalah, produktif serta berorientasi pada tim.

Rasid (2012) juga mengatakan bahwa terdapat dua gaya yang kurang dapat menyelesaikan konflik dan dapat mengakibatkan dampak negatif, gaya tersebut yaitu gaya mendominasi dan gaya menghindar. Dari hasil uji korelasi, skor yang diperoleh pada gaya manajemen konflik mendominasi dan menghindar dapat dikatakan rendah, hal ini membuktikan bahwa individu

(23)

15

dengan profesionalisme rendah akan cenderung memilih menggunakan gaya mendominasi dan gaya menghindar.

Penelitian ini menjelaskan bahwa setiap dimensi gaya manajemen konflik memiliki peran penting yang berhubungan dengan profesionalisme. Gaya manajemen konflik integrasi, kerelaan membantu dan kompromi dapat dikatakan sebagai gaya manajemen konflik yang positif terhadap profesionalisme. Gaya manajemen konflik mendominasi dan menghindar cenderung digunakan individu yang memiliki profesionalisme yang rendah.

Pada penelitian ini pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk pembaca yang berkaitan dengan tema profesionalisme kerja dan manajemen konflik. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan media online sehingga peneliti tidak bisa mengawasi langsung keseriusan subjek dalam proses pengisian kuesioner, hal ini dapat menyebabkan subjek kurang serius dalam pengisian kuesioner.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Hasil pengolahan data yang sudah dilakukan oleh peneliti, dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang telah ditetapkan pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan antara profesionalisme terhadap manajemen konflik. Dibuktikan dengan hasil koefisien korelasi pada setiap gaya manajemen konflik yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan. Dengan hasil analisis korelasi dengan manajemen konflik menunjukkan arah yang signifikan. Pada dimensi integrasi diperoleh nilai korelasi sebesar r = 0,840 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik integrasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kedua yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,788 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik kerelaan membantu dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi ketiga yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,422 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik mendominasi dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi keempat yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,322 ; sig = 0,000 , hal tersebut menunjukkan gaya manajemen konflik menghindari dengan profesionalisme memiliki hubungan yang signifikan. Pada dimensi kelima yaitu memperoleh nilai sebesar r = 0,827 ; sig = 0,000

Profesionalisme kerja memiliki pengaruh terhadap manajemen konflik karyawan, oleh sebab itu diharapkan karyawan untuk mempersiapkan diri dengan baik ketika memasuki dunia kerja agar mengetahui tujuan dan bagaimana cara bersikap dalam dunia kerja. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian dengan tema ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah dengan melakukan kontrol pada faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian sehingga didapatkan hasil yang lebih maksimal.

(24)

16 REFERENSI

Adi Mardianto, E. H. (2000). Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pecinta Alam Di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Jurnal Psikologi, 111-119.

Adri, A. (2017). Pengaruh Profesionalisme Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerjs Pegawai Pada Kantor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi.

Andilah, N. S. (2015). Hubungan Gaya Manajemen Konflik Dengan Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Skripsi.

Asmaa Metwally Attia, S. H. (2019). Relation Between Conflict And Perception Of Profesionalism Among Nurses Working At Kafr Sakr General Hospital. Zagazig Nursing Journal 15, 35-53.

Dr. H. A. Rusdiana, M. (2015). Manajemen Konflik. Bandung: Penerbit PUSTAKA SETIA . Forough Heyrani, B. B. (2016). Auditors' Profesionalism Levels On Their Judgment To

Resolve The Conflict Between Auditor And Management. Procedia Economics And Finance , 177-188.

Mayer, A. A. (2011). Managing Influence And Conflict Of Interest With Profesionalism. The American Surgeon , 807-813.

Mbegu, S. (2018). The Role Professionalism In Managing Conflict At Work Place. Open Access Library Journal, 5, E5014.

Munandar, A. (2001). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik(Upayapenyelesaiankonflikdalam Organisasi).

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, 41-46.

Pickering, P. (2006). How To Manage Conflict Kiat Menangani Konflik. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Siregar, K. (2017). Pengaruh Profesionalisme, Konflik Peran Ganda, Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. BANK BNI Cabang Medan. Skripsi.

Wartini, S. (2015). Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Jurnal Manajemen Dan Organisasi, 65-73.

Wirawan. (2010). Konflik Dan Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, Dan Penelitian. Jakarta:

Salemba Empat

(25)

17

LAMPIRAN

(26)

18 Lampiran 1. Profesionalisme

Petunjuk Pengisian

Bapak/Ibu/Sdr/i Sesuai dengan yang Bapak/Ibu/Sdr/i ketahui, berilah penilaian terhadap diri anda sendiri dengan jujur dan apa adanya berdasarkan pertanyaan dibawah ini dengan cara memberi tanda checklist (√) salah satu dari lima kolom, dengan keterangan sebagai berikut:

SS S N TS STS

Sangat Setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Identitas Responden

No Responden : ...

Nama : ... ...

Jenis Kelamin : a. laki-laki (...) b. Perempuan (...) Umur : ...

Pendidikan terakhir : ...

Masa Kerja : ...

Variabel Profesionalisme

NO PERNYATAAN SS

(5)

S (4)

N (3)

TS (2)

STS (1) Pengabdian Pada Profesi

1

Sebagai seorang harus memiliki

kecakapan, pengatahuan dalam melaksanakan pekerjaannya

2

Saya merasakan suatu kepuasan bathin telah menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diberikan kepada saya

Kewajiban Sosial 3

Sebagai seorang pekerja saya mempunyai perang penting dilingkungan masyarakat

4 Pekerjaan saya sangat bermanfaat terhadap masyarakat umum

Kemandirian

(27)

19

5 Saya mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.

6 Saya mampu menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa bantuan orang lain Keyakinan Terhadap Peraturan Profesi 7

Penilaian atas pekerjaan saya harus dinilai oleh orang yang mempunyai kompetensi sesuai bidang pekerjaan Saya

8

Rekan kerja saya memberikan penilaian dengan jujur yang sesuai peraturan Profesi

Hubungan dengan Sesama Profesi 9 Saya mampu bekerjasama dengan

pegawai lain

10 Hubungan saya dengan pegawai lainnya terjalin dengan baik selama bekerja

Lampiran 2. Skala Manajemen Konflik Petunjuk Pengisian

Bapak/Ibu/Sdr/i Sesuai dengan yang Bapak/Ibu/Sdr/i ketahui, berilah penilaian terhadap diri anda sendiri dengan jujur dan apa adanya berdasarkan pertanyaan dibawah ini dengan cara memberi tanda checklist (√) salah satu dari lima kolom, dengan keterangan sebagai berikut:

SS S N TS STS

Sangat Setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Identitas Responden

No Responden : ...

Nama : ... ...

Jenis Kelamin : a. laki-laki (...) b. Perempuan (...) Umur : ...

Pendidikan terakhir : ...

Masa Kerja : ...

N O

PERNYATAA N

S S

S T S

ST S

(28)

20 Lampiran 3. Blueprint Skala Profesionalisme

No Dimensi Item

1 Pengabdian Pada Profesi 1,2

2 Kewajiban Sosial 3,4

3 Kemandirian 5,6

4 Keyakinan Terhadap Peraturan Profesi

7,8

1 Saya berusaha mencari tahu permasalahan yang terjadi dengan lawan konflik saya, untuk menemukan solusi yang dapat diterima bersama

2 Menggabungkan ide-ide saya dengan lawan konflik untuk mencapai

keputusan bersama

3 Saya mencoba bekerja dengan lawan konflik saya untuk menemukan

solusi suatu masalah agar dapat memenuhi harapan kami

4 Saya menghindari diskusi terbuka tentang perbedaan saya dengan

lawan konflik saya

5 Saya mencoba menemukan jalan tengah untuk menyelesaikan kebuntuan

6 Saya menggunakan kewenangan saya untuk membuat keputusan yang

menguntungkan saya

7 Saya menampung keinginan dari lawan konflik saya 8 Saya menerima apapun kebijakan yang telah diberikan lawan konflik

Saya

9 Saya biasanya mengusulkan jalan tengah untuk memecahkan jalan

buntu

10 Saya dapat bernegosiasi, sehingga sebuah kesepakatan dapat dicapai 11 Saya menghindari pertemuan dengan lawan konflik saya 12 Saya menggunakan keahlian saya untuk membuat keputusan yang

menguntungkan saya

13 Saya menggunakan cara bertukar ide sehingga kompromi bisa dicapai 14 Saya bersikap terbuka mengenai semua kekhawatiran kami, sehingga

persoalan dapat diselesaikan dengan cara yang baik

15 Saya bekerjasama dengan lawan konflik saya, untuk

mencapai

keputusan yang dapat diterima bersama

16 Terkadang saya menggunakan kekuasaan saya untuk memenangkan Persaingan

17 Saya berusaha bekerja sama dengan lawan konflik saya untuk

dap at

memahami sebuah permasalahan dengan baik

(29)

21

5 Hubungan dengan Sesama Profesi 9,10

Lampiran 4. Blueprint Skala Manajemen konflik

No. Dimensi Indikator Item

1. Integrasi Mengamati perbedaan serta mencari solusi

Kemampuan bernegosisasi

Mengidentifiasi pendapat lawan konflik Menganalisis masukan

1, 2,3,14,15,17

2. Kerelaan untuk membantu

Kemampuan melupakan keinginan diri sendiri

Kemampuan melayani lawan konflik

Kemampuan untuk mematuhi perintah atau melayani lawan konflik

7,8

3. Mendominasi Berdebat dan

membantah Berpegang teguh pada pendirian

Menilai pendapat dan perasaan diri sendiri dan lawan konflik

Menyatakan posisi diri secara jelas

Kemampuan untuk memperkecil kekuasaan lawan konflik Menggunakan berbagai taktik yang mempengaruhi

6,12,16

4. Menghindar Kemampuan untuk menarik diri

Kemampuan meninggalkan sesuatu tanpa terselesaikan

Kemampuan untuk mengesampingkan masalah Kemampuan untuk menerima kekalahan

Kemampuan untk meluapkan sesuatu yang menyakitkan hati

4,11

5. Kompromi Kemampuan bernegosiasi

Mendengarkan dengan baik yang dikemukakan lawan konflik

Mengevaluasi nilai Menemukan jalan tengah Memberikan konsesi

5,9,10,13

Jumlah 17

Lampiran 5. Uji Normalitas

Descriptive Statistics

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

profesionalisme 120 -1.063 .221 .048 .438

manajemen konflik 120 -.603 .221 -.413 .438

(30)

22

Valid N (listwise) 120

Lampiran 7. Uji Linieritas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

manajemen konflik * profesionalisme

Between Groups

(Combined) 21413.809 27 793.104 10.143 .000 Linearity 19179.090 1 19179.090 245.287 .000 Deviation from

Linearity

2234.719 26 85.951 1.099 .359

Within Groups 7193.516 92 78.190

Total 28607.325 119

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

manajemen konflik * profesionalisme

.819 .670 .865 .749

Lampiran 8. Uji Korelasi

Correlations

profesionalisme Integrasi Kerelaan Mendominasi Menghindar Kompromi profesionalisme Pearson

Correlation

1 .840** .788** .422** .322** .827**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 120 120 120

Integrasi Pearson Correlation

.840** 1 .798** .439** .319** .863**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 120 120 120

Kerelaan Pearson Correlation

.788** .798** 1 .477** .415** .816**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 120 120 120

Mendominasi Pearson Correlation

.422** .439** .477** 1 .739** .462**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 121 120 120

(31)

23

Menghindar Pearson Correlation

.322** .319** .415** .739** 1 .371**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 120 120 120

Kompromi Pearson Correlation

.827** .863** .816** .462** .371** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 120 120 120 120 120 120

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Gambar

Tabel 2. Deskriptif Statistik
Tabel 4. Uji Linearitas Variabel Profesionalisme dan Manajemen Konflik pada  Karyawan

Referensi

Dokumen terkait

R dengan post operasi fistulektomi hari ke - 2 et causa Fistula Perianal di Ruang Edelwais Rumah sakit Umum Banyumas pada tanggal 12 sampai 13 Juli 2012”.. Penulis

Jenis korosi yang terjadi pada besi beton polos tanpa inhibitor yaitu korosi sumuran dan korosi merata serta terjadinya penambahan unsur Ca dan Mg dan memiliki unsur

MENURUT ORGANI SASI / BAGI AN ANGGARAN, UNI T ORGANI SASI , PUSAT,DAERAH DAN KEWENANGAN. KODE PROVINSI KANTOR PUSAT KANTOR

Bunyi kedua batu merambat melalui zat cair, ketika dua batu yang bersifat padat itu ditemukan didalam zat cair maka zair cair itu akan bergetar dan getaran tersebut meremabat

Struktur sosiai pada contoh tersebut adalah. Di dalam masyarakat dijumpai kelompok sosial yang memiliki nama belakang Sitompul... Napitupulu, Sirait dan

Sub sektor tanaman pangan merupakan sub sektor pertanian unggulan yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Parigi Moutong

Serta dari banyaknya fasilitas yang ada pada salah satu software komputer yaitu aplikasi eclipse, maka penulis ingin menggunakan aplikasi tersebut untuk membuat Aplikasi Informasi

Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah makna dan pesan utama persoalan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dalam puisi