• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grass Productivity and Nangka Banana's Peels (Musa paradisiaca L) Palatability as Additional Feed for Timor Deers (Cervus timorensis de Blainville) in Captivity.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Grass Productivity and Nangka Banana's Peels (Musa paradisiaca L) Palatability as Additional Feed for Timor Deers (Cervus timorensis de Blainville) in Captivity."

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

(Musa paradisiaca L) UNTUK PAKAN TAMBAHAN

PADA RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville)

DI PENANGKARAN

S U N A R N O

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, telah disebutkan dala m teks dan dicantumkan pada bagian daftar pustaka dari tesis ini.

Bogor, Mei 2006

S u n a r n o

(3)

SUNARNO. Grass Productivity and Nangka Banana's Peels (Musa paradisiaca L) Palatability as Additional Feed for Timor Deers (Cervus timorensis de Blainville) in Captivity. Under the Supervision of MACHMUD THOHARI and LIN NURIAH GINOGA.

Feed is the most important factors which determines the success of the captive deer management. The availability of forage is important for deer in captivity. For ensuring the stock of grass, it should be calculated the grass productivity and the carrying capacity. In captive, The productivity of forage is important to support the daily need of deers. On the other side the availability of concentrate feed which is palatable is important to support the protein reguirement of timor deers. The objective of the research is to measure productivity of grass and the carrying capacity of the site and to know the palatability of banana peels as additional feed for timor deer. Five grass species were consumed by the deers in captive site as follows: Axonophus compresus (0,87), Imperata cylindrica

(4)

SUNARNO. Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran. Dibimbing oleh MACHMUD THOHARI and LIN NURIAH GINOGA.

Pakan merupkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pengelolaan penangkaran rusa. Ketersediaan hijauan sangat penting bagi rusa di penangkaran. Untuk mengetahui ketersediaan pakan hijauan atau rumput maka perlu dihitung produktivitas rumput dan daya dukungnya. Di penangkaran, produktivitas hijauan sangat penting, untuk memenuhi kebutuhan pakan harian. Di lain pihak penggunaan pakan konsentrat penting untuk mendukung kebutuhan protein pada rusa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat produktivitas rumput dan daya dukungg lahan penggembalaan dan mengetahui palatabilitas kulit pisang nangka sebagai pakan tambahan pada rusa timor. Lima spesies rumput yang dimakan rusa di penangkaran adalah sebagai berikut:

Axonophus compresus (0,87), Imperata cylindrica (0,79), Andropogon acicularus

(5)

© Hak cipta milik S u n a r n o, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

(6)

(

Musa paradisiaca

L) UNTUK PAKAN TAMBAHAN

PADA RUSA TIMOR (

Cervus timorensis

de Blainville)

DI PENANGKARAN

S U N A R N O

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran

Nama : S u n a r n o

NRP : E 051040235

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Sub Program Studi : Konservasi Biodiversitas

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. F Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan tesis ini dengan judul “Produktivitas Rumput Lapang dan

Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan

Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di

Penangkaran”. Penelitian dan penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Ilmu

Pengetahuan Kehutanan, Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang

terhormat Bapak Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA, selaku ketua komisi

pemb imbing dan yang terhormat Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga M.Si, selaku anggota

komisi pembimbing, yang telah membimbing dan selalu memberi dorongan serta

masukan kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian

hingga penulisan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Dr. Ir.Yanto Santosa, DEA. Selaku Ketua Sub

Program Studi, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan

Nasional di Jakarta yang telah memberi kesempatan dan membiayai penulis dalam

menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kepala

Pusat Pengembangan Penataran Guru Pertanian yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor. Khusus untuk ayah (almarhum), ibu, istri dan anak-anak tercinta

serta seluruh keluarga, ucapan terima kasih penulis sampaikan atas dorongan dan

doa restunya.

Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua

(9)

Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 07 Oktober 1963.

Merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara, dari ayah Soeparman (Almarhum) dan

Ibu Rochati Fatimah. Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan

Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Batang. Pada tahun 1983 penulis tercatat

sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro dan lulus sebagai

Sarjana Peternakan pada tahun 1988.

Sejak tahun 1989 hingga tahun 1998 penulis bekerja di Industri Pakan

Ternak, PT. Buana Superior Feedmill. Pada tahun 1998 sampai tahun 2001

penulis sempat berwiraswasta di bidang perikanan, budidaya ikan dengan sistim

Jaring Apung di Bendungan Cirata Cianjur. Sejak tahun 2001 penulis diterima

sebagai pegawai negeri sipil pada Pusat Pengembangan Penataran Guru Pertanian-

Cianjur Departemen Pendidikan Nasional, sebagai Instruktor di bidang

Peternakan.

Pada tahun 2004, penulis mendapat bea siswa dari Departemen Pendidikan

Nasional untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Sub Program Studi

Konservasi Biodiversitas, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menikah dengan Emi Sri Wandaning Astuti, pada tahun 1991 dan

dikaruniai tiga orang anak, yaitu Adhitama Narastyawan, Mahardhika

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN

Latar Belakang... Perumusan Masalah... Kerangka Pemikiran Penelitian ... Tujuan ... Manfaat... Hipotesis...

TINJAUAN PUSTAKA

Bio-Ekologi Rusa Timor (Cervus timorensis)

Sistematika... Morfologi... Daerah Penyebaran... Habitat... Perilaku... Penangkaran Rusa Timor

Landasan Kebijakan... Perijinan... Teknis Penangkaran... Palatabilitas Pakan ... Produktivitas Hijauan dan Daya Dukung... Produktivitas Hijauan... Daya Dukung...

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat PPPG Pertanian Cianjur... Letak Geografis... Sejarah Singkat Lokasi Penangkaran... Keadaan Penangkaran Rusa...

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat... Alat dan Bahan... Data yang Diukur... Prosedur Pengumpulan Data... Analisis Data...

HASIL DAN PEMBAHASAN

(11)

(Musa paradisiaca L) UNTUK PAKAN TAMBAHAN

PADA RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville)

DI PENANGKARAN

S U N A R N O

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, telah disebutkan dala m teks dan dicantumkan pada bagian daftar pustaka dari tesis ini.

Bogor, Mei 2006

S u n a r n o

(13)

SUNARNO. Grass Productivity and Nangka Banana's Peels (Musa paradisiaca L) Palatability as Additional Feed for Timor Deers (Cervus timorensis de Blainville) in Captivity. Under the Supervision of MACHMUD THOHARI and LIN NURIAH GINOGA.

Feed is the most important factors which determines the success of the captive deer management. The availability of forage is important for deer in captivity. For ensuring the stock of grass, it should be calculated the grass productivity and the carrying capacity. In captive, The productivity of forage is important to support the daily need of deers. On the other side the availability of concentrate feed which is palatable is important to support the protein reguirement of timor deers. The objective of the research is to measure productivity of grass and the carrying capacity of the site and to know the palatability of banana peels as additional feed for timor deer. Five grass species were consumed by the deers in captive site as follows: Axonophus compresus (0,87), Imperata cylindrica

(14)

SUNARNO. Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran. Dibimbing oleh MACHMUD THOHARI and LIN NURIAH GINOGA.

Pakan merupkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pengelolaan penangkaran rusa. Ketersediaan hijauan sangat penting bagi rusa di penangkaran. Untuk mengetahui ketersediaan pakan hijauan atau rumput maka perlu dihitung produktivitas rumput dan daya dukungnya. Di penangkaran, produktivitas hijauan sangat penting, untuk memenuhi kebutuhan pakan harian. Di lain pihak penggunaan pakan konsentrat penting untuk mendukung kebutuhan protein pada rusa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat produktivitas rumput dan daya dukungg lahan penggembalaan dan mengetahui palatabilitas kulit pisang nangka sebagai pakan tambahan pada rusa timor. Lima spesies rumput yang dimakan rusa di penangkaran adalah sebagai berikut:

Axonophus compresus (0,87), Imperata cylindrica (0,79), Andropogon acicularus

(15)

© Hak cipta milik S u n a r n o, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

(16)

(

Musa paradisiaca

L) UNTUK PAKAN TAMBAHAN

PADA RUSA TIMOR (

Cervus timorensis

de Blainville)

DI PENANGKARAN

S U N A R N O

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Produktivitas Rumput Lapang dan Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di Penangkaran

Nama : S u n a r n o

NRP : E 051040235

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Sub Program Studi : Konservasi Biodiversitas

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. F Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(18)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan tesis ini dengan judul “Produktivitas Rumput Lapang dan

Palatabilitas Kulit Pisang Nangka (Musa paradisiaca L) untuk Pakan

Tambahan pada Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) di

Penangkaran”. Penelitian dan penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Ilmu

Pengetahuan Kehutanan, Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang

terhormat Bapak Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA, selaku ketua komisi

pemb imbing dan yang terhormat Ibu Ir. Lin Nuriah Ginoga M.Si, selaku anggota

komisi pembimbing, yang telah membimbing dan selalu memberi dorongan serta

masukan kepada penulis mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian

hingga penulisan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Dr. Ir.Yanto Santosa, DEA. Selaku Ketua Sub

Program Studi, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan

Nasional di Jakarta yang telah memberi kesempatan dan membiayai penulis dalam

menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kepala

Pusat Pengembangan Penataran Guru Pertanian yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor. Khusus untuk ayah (almarhum), ibu, istri dan anak-anak tercinta

serta seluruh keluarga, ucapan terima kasih penulis sampaikan atas dorongan dan

doa restunya.

Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua

(19)

Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 07 Oktober 1963.

Merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara, dari ayah Soeparman (Almarhum) dan

Ibu Rochati Fatimah. Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan

Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Batang. Pada tahun 1983 penulis tercatat

sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro dan lulus sebagai

Sarjana Peternakan pada tahun 1988.

Sejak tahun 1989 hingga tahun 1998 penulis bekerja di Industri Pakan

Ternak, PT. Buana Superior Feedmill. Pada tahun 1998 sampai tahun 2001

penulis sempat berwiraswasta di bidang perikanan, budidaya ikan dengan sistim

Jaring Apung di Bendungan Cirata Cianjur. Sejak tahun 2001 penulis diterima

sebagai pegawai negeri sipil pada Pusat Pengembangan Penataran Guru Pertanian-

Cianjur Departemen Pendidikan Nasional, sebagai Instruktor di bidang

Peternakan.

Pada tahun 2004, penulis mendapat bea siswa dari Departemen Pendidikan

Nasional untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana pada Sub Program Studi

Konservasi Biodiversitas, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menikah dengan Emi Sri Wandaning Astuti, pada tahun 1991 dan

dikaruniai tiga orang anak, yaitu Adhitama Narastyawan, Mahardhika

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN

Latar Belakang... Perumusan Masalah... Kerangka Pemikiran Penelitian ... Tujuan ... Manfaat... Hipotesis...

TINJAUAN PUSTAKA

Bio-Ekologi Rusa Timor (Cervus timorensis)

Sistematika... Morfologi... Daerah Penyebaran... Habitat... Perilaku... Penangkaran Rusa Timor

Landasan Kebijakan... Perijinan... Teknis Penangkaran... Palatabilitas Pakan ... Produktivitas Hijauan dan Daya Dukung... Produktivitas Hijauan... Daya Dukung...

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Singkat PPPG Pertanian Cianjur... Letak Geografis... Sejarah Singkat Lokasi Penangkaran... Keadaan Penangkaran Rusa...

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat... Alat dan Bahan... Data yang Diukur... Prosedur Pengumpulan Data... Analisis Data...

HASIL DAN PEMBAHASAN

(21)

Palatabilitas Rumput... Produktivitas Rumput... Daya Dukung Lahan Penggembalaan... Kandungan Nutrisi Rumput... Palatabilitas Pakan Tambahan...

Pengelolaan Pakan Tambahan... Kandungan Nutrisi Pakan Tambahan...

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN... 47 48 51 53 53 57 58

60 60

62

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daerah penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia... 9

2. Kandungan nutrisi dedak padi ... 21

3. Kandungan nutrisi berbagai jenis kulit pisang mentah dan masak, hasil analisis proksimat (% bahan kering)... 22

4. Kandungan nutrisi umbi ubi jalar dan singkong ...………. 25

5. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di lokasi penangkaran ... 34

6. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan dalam penelitian 37

7. Komposisi pakan tambahan pada setiap perlakuan (% bahan

kering)... 40

8. Penempatan perlakuan (T) dan kelompok waktu pengamatan (K) dalam percobaan... 40

9. Jenis rumput dan leguminosa yang ditemukan di lokasi penelitian... 45

10. Jenis rumput dan leguminosa yang ditemukan di lokasi penelitian serta indeks palatabilitasnya (IP)... 47

11. Rata-rata produktivitas rumput pada setiap petak contoh di lokasi penelitian (bahan segar)... ... 49

12 Kandungan nutrisi beberapa jenis rumput yang tumbuh di lokasi penelitian... 53

13. Rata-rata jumlah pakan tambahan dari setiap perlakuan yang dikonsumsi rusa per hari (kg bahan kering )... 54

14. Indeks palatabilitas pakan tambahan dari setiap perlakuan pada rusa... 55

15. Hasil uji LSD indeks palatabilitas pakan tambahan... 56

16. Perbandingan antara kebutuhan pakan tambahan dan konsumsi pakan tambahan dari keempat perlakuan yang dicobakan... 58

(23)
(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Kerangka pemikiran penelitian.………... 5

2.

Prosedur perijinan penangkaran satwaliar dan tumbuhan alam berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 07/Kpts/DJ-VI/1988... 13

3.

Kulit pisang nangka mentah (limbah dari pabrik keripik pisang) yang digunakan sebagai salah satu bahan pakan dalam penelitian... 36

4.

Distribusi petak contoh pemanenan rumput pada lahan penggembalaan... 38

5.

Petak contoh dipagar, supaya rumput tidak diganggu/dimakan rusa selama pengukuran produktivitas... 39

6.

Bahan pakan tambahan sebelum dicacah... 41

7.

Bahan pakan tambahan setelah dicacah... 41

8

Bahan-bahan pakan tambahan setelah dicampur... 42

9

Tempat pakan tambahan yang dilengkapi dengan papan bersilang agar pakan tidak mudah ditumpah oleh rusa... 42

10

Suasana rusa mengkonsumsi pakan tambahan... 43

11

Diagram batang jumlah pakan tambahan dari setiap perlakuan yang dikonsumsi rusa per hari untuk 15 ekor (kg bahan kering)... ... 54
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Denah lokasi penangkaran rusa PPPG Pertanian Cianjur... 65

2.

Surat hasil analisis proksimat bahan pakan tambahan dan rumput... 66

3.

Data palatabilitas rumput pada 20 petak contoh ... 68

4.

Data produktivitas rumput ... 70

5.

Konsumsi pakan tambahan (kg bahan kering)... 74

6.

Indeks palatabilitas pakan tambahan (Nilai 0-1)... 75

7.

Analisis statistik indeks palatabilitas pakan tambahan ... 76
(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang dimiliki bangsa Indonesia

pada hakekatnya mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai

modal dasar bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu

keberadaannya harus dikelola dengan baik serta dimanfaatkan secara lestari

demi kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia pada

umumnya, baik masa kini maupun masa mendatang.

Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan satu kesatuan

sistem kehidupan yang saling tergantung dan saling mempengaruhi satu sama

lainnya. Sehingga terjadinya kerusakan atau kepunahan pada salah satu komponen

akan berakibat terganggunya ekosistem secara keseluruhan. Untuk menjaga

sumberdaya alam hayati dan ekosis temnya dari kerusakan dan agar dapat

dimanfaatkan secara lestari, maka diperlukan upaya-upaya konservasi melalui tiga

kegiatan yaitu (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan (2) pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (3) pemanfaatan

secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Thohari, 2005)

Kegiatan konservasi, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui dua

program, yaitu konservasi in situ, merupakan kegiatan konservasi yang

dilaksanakan di habitatnya dan konservasi ex situ, merupakan kegiatan

konservasi yang dilaksanakan di luar habitatnya. Salah satu bentuk konservasi

ex situ adalah penangkaran. Penangkaran menjadi sangat penting karena memiliki

dua fungsi utama, yaitu (1) fungsi ekologis (perlindungan dan pengawetan jenis

dan plasma nutfah dalam menunjang peningkatan populasi alami melalui

pemulihan populasi /restocking hasil pembiakan), (2) fungsi sosio ekonomi dan

sosio budaya (pemanfaatan bagi kesejahteraan umat manusia) (Thohari, 2005).

Rusa timor (Cervus timorensis), merupakan salah satu dari

keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia, yang kondisinya di alam

mendapat tekanan demikian besar sebagai akibat kegiatan manusia, baik dalam

bentuk perburua n liar maupun pengrusakan habitat. Rusa timor (Cervus

(27)

dalam hal reproduksi serta mudah dalam penyediaan pakannya. Namun karena di

alam terjadi pemanfaatan yang berlebihan, sehingga dikhawatirkan terjadi

kepunahan, maka dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999, rusa timor

termasuk salah satu jenis satwa liar yang dilindungi.

Di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkat

pula tuntutan kebutuhan penduduk yang salah satunya adalah kebutuhan protein

hewani. Atas dasar itulah maka dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam

hayati, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 404 / Kpts / DT. 210 /

6 / 2002, rusa dimasukkan sebagai salah satu jenis satwa liar yang potensial untuk

dikembangkan sebagai hewan ternak. Pemanfaatan yang dapat dikembangkan

adalah sebagai obyek rekreasi, karkas/dagingnya sebagai sumber protein

hewani, ranggah keras sebagai barang hiasan, ranggah muda/velvet sebagai bahan

obat-obatan dan kulitnya sebagai bahan baku industri kerajinan.

Dalam rangka pengembangan pemanfaatan dan mencegah rusa timor dari

kepunahan, maka dapat dilakukan dengan cara penangkaran”. Penangkaran

merupakan upaya pengembangbiakan yang bertujuan untuk memperbanyak

populasinya dengan tetap memperhatikan kemurnian jenisnya, sehingga

kelestarian populasi di alam dapat dipertahankan (Thohari, 1987).

Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian adalah Instansi

di bawah Departemen Pend idikan Nasional yang bertugas dalam bidang

peningkatan kualitas sumberdaya manusia bagi guru SMK Pertanian khususnya

dan masyarakat luas pada umumnya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.

Dalam rangka pengembangan materi diklat dan sebagai bentuk peranserta

PPPG Pertanian dalam upaya pelestarian rusa timor serta pengembangan

pemanfaatannya, maka salah satu langkah yang telah dilakukan dan tengah

dikembangkan adalah kegiatan usaha penangkaran.

Keberhasilan usaha penangkaran rusa salah satunya ditentukan oleh faktor

pakan. Rusa termasuk golongan satwa ruminansia dengan pakan utama berupa

hijauan/rumput, oleh karena itu ketersediaan rumput dalam suatu usaha

penangkaran menjadi sangat penting. Penangkaran rusa dengan sistem pedok,

kebutuha n rumput sebagai pakan utama disediakan dalam bentuk lahan

(28)

Perumusan Masalah

Permasalahan yang sering dihadapi dalam usaha penangkaran rusa adalah

ketersediaan pakan baik kualitas maupun kuantitasnya. Agar kegiatan usaha

penangkaran dapat berjalan dengan efisien maka faktor pakan harus mendapatkan

perhatian yang sungguh-sungguh. Berkaitan dengan ketersediaan pakan, maka

rumput sebagai pakan utama yang tumbuh di lahan penggembalaan perlu

diketahui tingkat produktivitasnya. Dengan mengetahui tingkat produktivitasnya

maka dapat diketahui jumlah pakan hijauan yang tersedia untuk memenuhi

kebutuhan pakan rusa yang ditangkarkan.

Sebagaimana umumnya rumput di daerah tropis, rumput liar yang tumbuh

di dalam lahan penggembalaan memiliki tingkat produktivitas dan kandungan

nutrisi yang rendah. Rendahnya produktivitas menyebabkan adanya keterbatasan

dalam penyediaan pakan. Untuk menanggulangi kekurangan pakan tersebut

dapat dilakukan dengan cara pemberian pakan tambahan. Beberapa jenis bahan

pakan tambahan antara lain umbi- umbian, sayur-sayuran, limbah industri dan

limbah pertanian. Pemberian pakan tambahan hanya memperhatikan jumlah dan

kandungan nutrisi saja belum cukup, tetapi juga perlu memperhatikan faktor

palatabilitasnya. Palatabilitas merupakan aspek makan yang lebih menentukan

dari pada nilai gizinya (McIlroy, 1964).

Pemberian pakan tambahan hendaknya memanfaatkan keanekaragaman

bahan pakan yang terdapat di lingkungan sekitar, sesuai dengan potensi wilayah

masing- masing ditempat usaha penangkaran rusa dijalankan. Pemanfaatan bahan

pakan tersebut merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap

pakan hijauan yang tidak kontinyu sepanjang tahun sebagai akibat keterbatasan

dalam tingkat produktivitasnya. Oleh karena itu penggunaan bahan pakan

tambahan harus memperhatikan pada beberapa pertimbangan antara lain

palatabilitas, mudah dalam memperolehnya, harga relatif murah, tersedia dalam

jumlah yang cukup secara kontinyu sepanjang tahun serta nilai gizinya.

Selama ini di lahan penggembalaan usaha penangkaran rusa milik PPPG

Pertanian-Cianjur belum pernah dilakukan penghitungan produktivitas, sehingga

belum dapat diketahui daya dukungnya. Pakan tambahan yang diberikan berupa

(29)

tidak standar, sehingga cenderung menyebabkan biaya pakan yang relatif

tinggi. Sementara itu di daerah sekitar PPPG Pertanian banyak terdapat limbah

industri pertanian, yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan

rusa. Salah satu jenis limbah industri pertanian tersebut adalah kulit pisang

nangka (limbah dari perusahaan keripik pisang). Selama ini kulit pisang nangka

tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya dibuang begitu saja. Dari

kandungan nutrisinya kulit pisang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai

bahan pakan alternatif. Namun pemanfaatan kulit pisang sebagai pakan memiliki

kendala karena adanya zat tanin yang dapat mengurangi palatabilitasnya.

Kerangka Pemikiran

Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha

penangkaran. Mengingat bervariasinya jenis serta tingkat produktivitas rumput

(sebagai pakan utama) yang tumbuh di dalam lahan penggembalaan, maka

sebagai sumber pakan utama, hijauan yang tumbuh di lahan penggembalaan

perlu diketahui produktivitas serta daya dukungnya. Dengan adanya keterbatasan

dalam hal produktivitas hijauan, maka kekurangan pakan hijauan harus dipenuhi

dengan cara pemberian pakan tambahan.

Kulit pisang nangka, merupakan salah satu jenis limbah industri pertanian

yang ketersediaannya cukup melimpah dan memiliki nilai gizi cukup tinggi,

sehingga memungkinkan untuk mendukung penyediaan pakan bagi usaha

penangkaran rusa. Pemanfaatan kulit pisang nangka sebagai salah satu bahan

pakan untuk campuran pakan tambahan, berarti menambah keanekaragaman jenis

bahan pakan yang dapat diberikan, diharapkan disatu sisi dapat meningkatkan

daya guna limbah industri pertanian, mengurangi ketergant ungan terhadap jenis

bahan pakan yang lain serta dapat menghemat biaya pakan. Mengingat

palatabilitas merupakan hal yang sangat penting, maka sebelum dimanfaatkan

perlu dikaji tingkat palatabilitas pakan tambahan dengan campuran kulit pisang.

Berdasarkan uraian, maka di lokasi penangkaran rusa timor, PPPG

Pertanian Cianjur, perlu dilakukan studi tentang produktivitas hijauan pakan yang

tumbuh di dalam lahan penggembalaan dan daya dukungnya serta tingkat

palatabilitas pakan tambahan dengan tingkat campuran kulit pisang yang

(30)

Pakan Tambahan Pakan Utama

hijauan/rumput

Palatabilitas, Produktivitas, Nilai Gizi

Daya Dukung

Ubi Jalar 5% Ubi Kayu 5% D. Padi 90% K. Pisang 0%

Ubi Jalar 5% Ubi Kayu 5% D. Padi 80% K. Pisang 10%

Palatabilitas Nilai Gizi

Teknis Penangkaran

Lokasi, Perkandangan, Bibit,

Reproduksi, Kesehatan,

Recording, Pemanenan

Pakan

Ubi Jalar 5% Ubi Kayu 5% D. Padi 70% K. Pisang 20%

Ubi Jalar 5% Ubi Kayu 5% D. Padi 60% K. Pisang 30%

Palatabilitas dan nilai Gizi Pakan

Cukup

PENANGKARAN

RUSA

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

(31)

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengukur tingkat produktivitas rumput di lahan penggembalaan serta

daya dukungnya.

2. Mengukur tingkat palatabilitas pakan tambahan dengan campuran kulit

pisang nangka

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya

produktivitas rumput yang tumbuh di lokasi penangkaran serta palatabilitas pakan

tambahan yang terdiri atas campuran kulit pisang, dedak, ubi kayu dan ubi jalar,

dalam mendukung usaha penangkaran rusa timor. Berdasarkan hal tersebut hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya tentang pakan rusa timor dan dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan dalam kebijakan pengelolaan penangkaran rusa timor di PPPG

Pertanian khususnya dan penangkaran rusa pada umumnya.

Hipotesis

Tingkat kandungan kulit pisang dalam campuran pakan tambahan

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Bio-Ekologi Rusa Timor (Cervus timorensis)

Sistematika

Menurut Schroder (1976), rusa merupakan satwa yang termasuk anggota

Phillum Chordata, Sub Phillum Vertebrata, Klas Mamalia, Ordo Artiodactyla,

Sub Ordo Ruminansia dan Famili Cervidae. Famili Cervidae terbagi menjadi

6 Sub Famili, yaitu Rangiferinae, Alcinae, Hydropotinae, Odocoilinae, Cervinae

dan Muntiacinae. Dua Sub Famili yang disebut terakhir merupakan Sub Famili

yang terdapat di Indonesia. Sub Famili Cervinae terbagi menjadi dua Genus yaitu

Genus Cervus dan Genus Axis. Genus Cervus terdiri dari dua species yaitu

Cervus timorensis (rusa timor) dan Cervus unicolor (rusa sambar), sedangkan

Genus Axis adalah Axis kuhlii. Genus dari Sub Famili Muntiacinae adalah

Muntiacus terdiri dari dua spesies, yaitu Muntiacus muntjak (kijang) dan

Muntiacus atherodes (kijang kuning). Saat ini rusa timor yang ada di Indonesia

dikenal ada 8 sub spesies, yaitu (1) C. t. russa Muller & Schlegal, 1839, (2) C. t.

laronesiotis nov, (3) C. t.renschi Sody, 1932, (4) C. t.timorensis Blainville, 1822,

(5) C. t. macassarius Heude, 1896, (6) C. t.djongga nov, (7) C. t. molucentis Quoi

et Gaimard, 1830 dan (8) C. t.floresiensis Heude, 1896.

Morfologi

Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), rusa timor merupakan rusa tropis

terbesar kedua setelah rusa sambar. Dibandingkan dengan rusa tropis Indonesia

lainnya, rusa timor memiliki banyak keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang

mempunyai banyak anak jenis (sub spesies), sebagai rusa dengan nama daerah

yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di luar negeri.

Dikatakan juga bahwa pemberian nama lokal yang cukup beragam ini tergantung

pada daerah asalnya. Di pulau Jawa dikenal sebagai rusa jawa, di pulau Timor

dikenal sebagai rusa timor, di Sulawesi dikenal dengan nama rusa jonga dan di

kepulauan Maluku dikenal sebagai rusa maluku. Namun nama yang paling

(33)

Menurut Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor (1991), rusa timor dewasa memiliki panjang badan dengan kepala kira-kira

120-130 cm, panjang ekor 10-30 cm, tinggi bahu dapat mencapai 100 cm untuk

rusa betina dan 110 cm rusa jantan, sedangkan bobot badannya dapat mencapai

100 kg. Dradjat (2002), mengatakan bahwa rusa timor memiliki warna bulu

coklat dengan warna bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Berat badan

rusa jantan dapat mencapai 103-155 kg dan berat badan rusa betina adalah

45-50 kg. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), rusa timor memiliki warna

bulu yang bervariasi antara coklat kemerahan hingga abu-abu kecoklatan. Berat

badan bervariasi antara 40-120 kg, tergantung pada anak jenisnya (sub

spesiesnya). Dikatakan juga bahwa setelah melalui seleksi dan sistem

pemeliharaan yang optimal di tingkat peternakan, rusa timor yang diimpor dari

Kaledonia Baru ke Malaysia mampu mencapai berat badan 120-140 kg pada yang

jantan dan 70-90 kg pada yang betina.

Menurut Dradjat (2002), untuk membedakan rusa jantan dan rusa betina,

ciri utamanya adalah rusa jantan memiliki ranggah sedangkan rusa betina tidak

memiliki ranggah, ranggah tumbuh pertama kali pada umur 8 bulan. Rusa dewasa

memiliki ranggah yang bercabang tiga, dengan ujung-ujungnya yang runcing,

kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang

ranggah rata-rata 80-90 cm, tapi ada yang mencapai 111,5 cm (Perum Perhutani

dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1991).

Daerah Penyebaran

Rusa timor yang dikenal di Indonesia terdiri atas 8 sub spesies, memiliki

daerah penyebaran yang luas, serta nama lokal yang cukup beragam tergantung

daerah habitatnya berada. Penyebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Di Kalimantan, Irian dan Kepulauan Maluku, Rusa Timor merupakan rusa yang

diintroduksikan. Pada tahun 1680, diintroduksikan dari Jawa ke Kalimantan,

sedangkan pada tahun 1913-1920, diintroduksikan dari Halmahera ke Irian dan

pada tahun 1855, diintroduksikan dari pulau Seram ke Pulau Aru (Perum

Perhutani dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (1991). Daerah

(34)
[image:34.596.116.512.106.338.2]

Tabel 1 Daerah penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia

No Sub spesies Daerah penyebaran

1. C. t. Timorensis Timor, roti, Alor, Pantar, Semau, P. Rusa dan P. Kambing.

2. C. t. Russa Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi dan Ambon (Introduksi)

3. C. t. laronesiotes P. Peucang (Ujung Kulon).

4. C. t. Renschi Bali

5. C. t. Floresiensis Lombok, Sumbawa, Rinca, Komodo, Flores, Adonare, Solor dan Sumba.

6. C. t. macassaricus Sulawesi, Bangai dan Selayar

7. C. t. Jonga Muna dan Buton

8. C. t. moluccensis Sula, Ternate, Mareh,

Sumber: Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (1991)

Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), pada jaman penjajahan Belanda,

rusa timor banyak disebar ke luar habitat aslinya. Disamping diintroduksikan ke

pulau Papua dan pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur, rusa timor juga

dikirim ke luar negeri, diantaranya ke Australia (1868-1912), Brasil (akhir abad

ke 19), Kepulauan Komoro (1870), Madagaskar (1928), Selandia Baru (1907;

melalui negara Kaledonia Baru), Mauritius (1639), Kaledonia Baru (1870),

Kepulauan Reunion (abad 17), Papua New Guinea (1990), Malaysia (1985) dan

Thailand (1990). Kenyataan ini menjadikan rusa timor merupakan rusa yang

paling luas tersebar di luar negeri. Dikatakan juga bahwa di habitat baru tersebut,

sebagian besar rusa timor dapat berkembang sangat baik, bahkan mampu menjadi

tulang punggung industri peternakan rusa asal daerah tropis.

Habitat

Menurut Alikodra (2002), habitat adalah kawasan yang terdiri atas

komponen fisik dan biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan

sebagai tempat hidup serta berkembangbiak bagi satwaliar. Dikatakan pula bahwa

satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk

mendukung kehidupannya. Habitat bagi satu jenis belum tentu sesuai untuk jenis

(35)

Habitat rusa timor berupa hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan

savanna. Rusa timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian

2600 m di atas permukaan laut (Schroder, 1976). Padang rumput dan daerah

terbuka merupakan tempat mencari makan, hutan serta semak belukar merupakan

tempat berlindung. Rusa di habitat alami memerlukan tempat berlindung untuk

berteduh dari panas dan hujan, untuk melindungi diri dari predator serta untuk

istirahat dan tidur. Dibanding jenis rusa yang lain, rusa timor lebih mampu

beradaptasi di daerah kering, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air

relatif lebih kecil. Dengan kemampuan adaptasi yang baik rusa timor mampu

berkembangbiak dengan baik di daerah-daerah yang bukan habitat aslinya.

Perilaku

1. Perilaku Berkelompok

Rusa timor umumnya hidup berkelompok antara 3-4 ekor sampai 20 ekor,

namun jika berada di padang penggembalaan terkadang dapat membentuk

kelompok besar sampai jumlah 75-100 ekor. Kelompok rusa timor sering terdiri

atas induk dan anak baik yang masih kecil maupun yang sudah remaja, serta

rusa-rusa muda. Menjelang musim kawin rusa-rusa jantan berangsur-angsur mendekati

kelompok rusa betina (Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, 1991).

Di dalam kelo mpok rusa timor biasanya dijumpai dua pemimpin. Dalam

keadaan normal pemimpin kelompok adalah rusa jantan dewasa, biasanya

memimpin kelompoknya dalam rangka perpindahan tempat untuk mencari makan

dan penjelajahan wilayah secara periodik. Dalam keadaan darurat atau

menghadapi ancaman bahaya, pemimpin kelompok akan diambil alih oleh

induk. Dalam keadaan terdesak induk lebih bertanggung jawab terhadap

kelompoknya, sedangkan pejantan umumnya panik dan menyelamatkan diri

masing- masing. meninggalkan kelompoknya (Perum Perhutani dan Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1991).

2. Perilaku Makan

Rusa adalah satwa yang aktif baik siang maupun malam hari. Namun

(36)

rusa timor mampu berubah sifat menjadi nocturnal dalam proses adaptasinya

(Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1991).

Aktivitas harian rusa meliputi perjalanan dari dan ke tempat mencari makanan dan

air, makan serta beristirahat. Sebagaimana herbivora pada umumnya, rusa

menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan dan diselingi

perjalanan-perjalanan pendek untuk beristirahat maupun menuju ke tempat air. Rusa

digolongkan sebagai intermediate feeders, yaitu satwa pemakan tumbuhan jenis

semak (browser) dan rerumputan (grazer). Bagian tumbuhan yang dapat dimakan

rusa antara lain dedaunan, batang atau ranting yang lunak, rumput, umbi-umbian

dan buah-buahan (Ever, 2001) dalam Feriyanto (2002).

Aktivitas makan dimulai ketika rusa menemukan makanan dan

memakannya sampai berhenti melakukan aktivitas tersebut. Kegiatan makan dapat

dilakukan bersama-sama dengan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Untuk aktivitas makan, rusa timor lebih banyak menghabiskan waktunya pada

pagi dan sore hari. Sedangkan siang hari cenderung mencari perlindungan dari

teriknya sinar matahari, beristirahat sambil memamah biak. Pada malam hari

aktivitas makan juga berlangsung, tetapi tidak begitu aktif (Perum Perhutani dan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1991).

Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), hewan ruminansia

memiliki pola merumput yang berkorelasi dengan tidak adanya gigi seri bagian

atas. Rumput dililit dengan lidah dan akhirnya tergigit antara gigi seri bagian

bawah dan rahang atas, kemudian kepala disentakkan ke depan sehingga rumput

terpotong. Dikatakan juga bahwa setelah makan biasanya akan berbaring dan

berulang-ulang mengeluarkan rumput dari lambungnya ke rongga mulut,

kemudian dikunyah dan ditelan lagi.

Penangkaran Rusa Timor

Landasan Kebijakan

Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakkan jenis-jenis

satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya

dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian populasi di

(37)

Peraturan perundangan yang menjadi dasar kebijakan dalam kegiatan

penangkaran satwa liar umumnya dan penangkaran rusa timor khususnya adalah :

1. Undang-Undang No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya

2. Undang-Undang No. 4 tahun 1994, tentang Keanekaragaman Hayati

3. Undang-Undang No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

4. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL

5. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 86/Kpts/II/1983, yang mengatur

tentang pemberian ijin menangkap/mengambil, memiliki, memelihara dan

mengangkut baik di dalam negeri maupun ke luar negeri satwa liar dan

tumbuhan alam.

6. Peraturan Pemerintah N0. 7 tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan

dan Satwa.

7. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999, tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan

dan Satwa

8. Undang-Undang No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan

Perijinan

Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 07/Kpts/DJ-VI/1988, tentang

Penangkaran Satwaliar dan Tumbuhan Alam, maka untuk memperoleh Surat Ijin

Usaha Penangkaran Satwaliar dan Tumbuhan Alam adalah sebagai berikut:

1. Pengajuan permohonan ke Dirjen PHPA dengan tembusan ke Kanwil

Kehutanan Propinsi dan BKSDA, dengan melampirkan SIUP (Surat Ijin

Usaha Perdaganga n dan SITU (Surat Ijin Tempat Usaha) dari Departemen

Perdagangan dan Berita Acara Pemeriksaan Persiapan Teknis Penangkaran.

2. Pemeriksaan oleh Kanwil Kehutanan dan BKSDA Propinsi Dati I.

3. Berdasarkan lampiran, maka dikeluarkan rekomendasi penangkaran dari

Kanwil Kehutanan ke Dirjen PHPA.

4. Dirjen PHPA mengeluarkan ijin usaha penangkaran yang berlaku selama

maksimum 5 tahun untuk usaha non komersial dan 10 tahun untuk usaha

(38)

PEMOHON

(Peroranga n, Badan Usaha, Koperasi, Lembaga Ilmiah, Lembaga Konservasi)

NON KOMERSIAL KOMERSIAL

Dilampiri dengan:

1. Surat tidak keberatan dari lurah setempat 2. SIUP

3. Berita acara pemeriksaan dari Balai/Sub Balai KSDA

4. Akta Pendirian Perusahaan

Dilampiri dengan: 1. SIUP dan SITU 2. Berita acara

pemeriksaan dari Balai/Sub Balai KSDA

3. Akta Pendirian Perusahaan

Kepala Kantor Wilayah DEPHUTBUN

Direktur Jenderal PHPA

Ijin Usaha Penangkaran Non Komersial

Ijin Usaha Penangkaran Komersial

Secara lengkap alur prosedur perijinan penangkaran satwa liar dan tumbuhan alam

[image:38.596.122.504.142.503.2]

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Prosedur perijinan penangkaran satwaliar dan tumbuhan alam berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 07/Kpts/DJ-VI/1988

Teknis Penangkaran

1. Adaptasi

Secara alami rusa timor dikenal sebagai satwa yang memiliki

kemampuan beradaptasi yang tinggi. Rusa ini mudah menyesuaikan diri terhadap

lingkungan baru, dilingkungan yang banyak terdapat aktivitas manusia, bahkan di

lingkungan dengan kondisi pakan jelek sekalipun (Perum Perhutani dan Fakultas

Kehutanan IPB, 1991). Sedangkan menurut Vos (1982), rusa dapat cepat

beradaptasi dengan kehadiran manusia dengan perlengkapannya ketika mereka

(39)

diperoleh manfaat yang optimal perlu dilakukan penanganan dan latihan yang

baik dan teratur untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang tidak

diinginkan seperti stres, penyakit dan kematian.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempermudah penanganan

rusa yang baru masuk ke tempat penangkaran adalah dengan cara menempatkan

rusa pada kandang yang gelap dan relatif tidak luas/ di kandang karantina.

Pengadaptasian ini dilakukan selama 1-2 minggu. Disamping itu untuk

membiasakan rusa terhadap penggiringan dapat dilakukan dengan melatih secara

teratur dalam waktu tertentu dengan memperlihatkan tanda-tanda tertentu, seperti

bendera atau suara (Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan IPB, 1991)

2. Perkembangbiakan

Menurut Schroder (1976), rusa timor betina mencapai dewasa kelamin

umur 7-9 bulan. Umur berbiak pertama (minimum breeding age) 15-18 bulan dan

umur tertua dapat berkembangbiak (maximum breeding age) adalah 15-18 tahun.

Lama menyusui anak 2-3 bulan dan yang paling lama 5 bulan. Rusa jantan mulai

pubertas pada umur 9-15 bulan dan menjadi fertil pada umur 16 bulan.

Dalam usaha penangkaran, aspek perkembangbiakan memegang peranan

penting, karena pada dasarnya keberhasilan penangkaran sangat ditentukan oleh

keberhasilan reproduksinya. Menurut Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan

IPB (1991), ada tiga cara pengembangbiakan rusa di penangkaran, yaitu:

a. Secara alamiah,

Membiarkan rusa kawin dan berkembangbiak tanpa campur tangan

manusia. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), imbangan kelamin untuk

rusa tropis adalah 1 : 6-10, tetapi pada pemeliharaan yang lebih intensif

dapat digunakan imbangan kelamin 1 : 20.

b. Secara semi alamiah

Sistem perkawinan rusa diatur oleh manusia, antara lain dengan

mengatur nisbah kelamin individu jantan dan individu betina selama

musim kawin, atau dengan cara merangsang birahi rusa betina melalui

pemberian preparat hormon reproduksi, misalnya hormon prostaglandin.

(40)

kelamin, masing- masing diletakkan dalam pedok terpisah. Jantan dewasa

dicampur dengan betina dewasa hanya selama musim kawin saja.

c. Secara inseminasi buatan

Sistem perkawinan rusa yang tidak banyak memerlukan rusa jantan

yang dipelihara, hanya beberapa pejant an yang memiliki kualitas sangat

baik sebagai pemacek saja yang dipelihara. Rusa pejantan selanjutnya

ditampung semennya, kemudian dengan perlakuan tertentu dapat

dilakukan inseminasi buatan atau AI (Artificial Insemination). Sistem

perkawinan secara buatan pada rusa diawali pada tahun 1980 untuk

kepentingan penelitian. Kemudian berkembang secara luas sejalan dengan

perkembangan industri pembibitan rusa. Saat ini kegiatan Inseminasi

Buatan pada rusa di Indonesiaa masih sebatas untuk tujuan penelitian.

3. Perkandangan

Semiadi dan Nugraha (2004) mengatakan bahwa, penangkaran rusa skala

besar dengan tujuan pemeliharaan sudah diarahkan pada usaha penangkaran

secara komersial, maka pemeliharaan dapat diterapkan dengan sistem pedok, yaitu

dengan cara dilepas atau ditempatkan pada suatu lahan terbuka dengan luasan

tertentu yang hanya dibatasi dengan pagar keliling. Mengingat pedok bukan

hanya berfungsi sebagai kandang, tetapi juga sebagai tempat mencari makan,maka

dalam pedok harus tersedia padang penggembalaan sebagai sumber pakan

hijauan dan rusa diberi kebebasan untuk merumput sepanjang waktu. Selanjutnya

dikatakan bahwa dalam penangkaran sistem pedok ini ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, antara lain:

a. Lokasi Pedok

Penentuan lokasi pedok memegang peranan penting demi

kelancaran aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan penangkaran.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

- Tempat tinggal, untuk penjagaan keamanan dan pengawasan yang intensif kegiatan penangkaran

(41)

- Topografi

Rusa lebih menyukai topografi yang berbukit dengan variasi topografi

lainnya. Akan tetapi pembuatan pedok pada lokasi yang topografinya

berbukit biayanya relatif lebih mahal dibanding dengan pembuatan

pedok di tempat yang datar.

- Ada naungan

Rusa menyenangi daerah yang memiliki naungan. Naungan bisa berupa

naungan alami maupun naungan buatan. Naungan alami berupa semak

dan pohon yang tumbuh di dalam pedok atau pohon yang ditanam

dibalik pagar. Naungan ini berfungsi untuk berlindung pada saat induk

melahirkan dan berlindung dari sinar matahari pada saat beristirahat.

- Ada sumber air

Mengingat pentingnya air bagi kehidupan maka pedok harus

ditempatkan pada lokasi yang memiliki sumber air

b. Bentuk Pedok

Bentuk pedok perlu disesuaikan dengan kondisi topografi. Pedok

yang bentuknya memanjang akan mempermudah dalam hal penggiringan,

sedangkan pedok berbentuk persegi akan mengurangi rusa bergerombol

pada satu sisi, sehingga mengurangi terjadinya erosi atau kerusakan lahan

penggembalaan.

c. Luasan Pedok

Penentuan luas pedok harus mempertimbangkan rencana

pengelompokan serta jumlah rusa yang ditangkarkan. Pembuatan pedok

yang ideal ukurannya 1,5-2 ha. Bahkan ada pedok berukuran kecil yaitu

antara 200-500 m

²

. Secara garis besar, kepadatan rusa di padang rumput

adalah 12-15 ekor/hektar untuk rusa dewasa atau 15-20 ekor/hektar untuk

rusa remaja (< 2 tahun).

d. Pintu dan Jalan/Gang Pedok

Setiap pedok harus dihubungkan dengan pintu untuk menuju ke

pedok yang lain atau gang (raceway). Gang disini adalah jalan dengan

2-2,5 m yang berfungsi untuk menghubungkan pedok satu dengan pedok

(42)

e. Pagar

Pagar berfungsi sebagai pembatas antar pedok atau sebagai

pembatas atara pedok dengan areal di luar penangkaran. Bahan pagar

terbuat dari kawat campuran baja dengn diameter 2.5 mm atau

menggunakan kawat harmonika diameter 3,5 mm, tinggi pagar 2,0 m dan

tiang pancang dibuat setiap jarak 2 m.

f. Jenis dan Jumlah Pedok

Jenis dan jumlah pedok dapat dikembangkan sesuai dengan

peruntukannya antara lain pedok karantina, pedok induk, pedok jantan

pedok anak dan pedok terminal. Jumlah pedok dalam suatu penangkaran

rusa sangat berpengaruh terhadap efisiensi manajemen penggembalaan

(Tuckwell, 1998).

4. Padang Rumput dan Kebun Rumput

Usaha penangkaran rusa tidak terlepas dari penyediaan rumput sebagai

pakan utama. Penyediaan rumput dapat berasal dari padang rumput/padang

penggembalaan. Dengan padang penggembalaan rusa diberi kebebasan untuk

merumput sepanjang waktu.

Menurut Smith (1971) dalam Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan

IPB (1991), padang rumput adalah suatu lahan yang didominasi oleh berbagai

tipe tumbuhan terutama oleh jenis rumput-rumputan dan tumbuhan herba lainnya.

Dikatakan juga bahwa padang rumput merupakan sumber pakan hijauan yang

utama bagi satwa herbivora.

Beberapa jenis rumput dan kacang-kacangan padang penggembalaan di

daerah tropis antara lain Axonopus compressus (rumput pahit), Brachiaria

brizantha (signal grass), Paspalum dilatatum (rumput australia), Brachiaria

mutica (rumput kolonjono), Digitaria decumbes (rumput pangola), Cynodon

dactylon (rumput kawat), Calopogonium mucunoides (kalopo) dan Centrosema

pubescens (centro) (McIlroy, 1964).

Selain padang penggembalaan sumber pakan hijauan dapat berasal dari

kebun rumput. Kebun rumput digunakan untuk melengkapi kekurangan rumput

(43)

cara untuk mengurangi tekanan penggembalaan padang rumput, karena jumlah

satwa yang berlebih atau karena musim kemarau (McIlroy, 1964).

Beberapa jenis rumput potong unggul yang biasa di tanam di kebun

rumput antara lain Pennisetum purpureum (rumput gajah), Panicum maximum

(rumput benggala), Setaria sphacelata (rumput padi), Eechaena mexicana

(rumput mexico) (Semiadi dan Nugraha, 2004).

5. Pakan Rusa

Menurut Alikodra (2002), semua organisme memerlukan sumber energi.

Satwaliar dalam memperoleh energi memerlukan perantara organisme lain sesuai

dengan posisinya dalam rantai makanan. Satwaliar yang makanannya

beranekaragam akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan

lingkungannya. Satwaliar memerlukan energi untuk proses-proses metabolisme

dasar dan tambahan kalori untuk melakukan aktivitas hariannya. Dikatakan juga

bahwa kebutuhan energi untuk metabolisme dasar erat hubungannya dengan luas

permukaan tubuh yang merupakan fungsi dari berat badannya.

a. Jenis Bahan Pakan

Menurut Dradjat (2002), rusa merupakan ruminansia dengan cara makan

grazing (makan rumput), browsing (makan daun-daunan semak di hutan), makan

biji-bijian dan makan jamur. Dikatakan juga bahwa di penangkaran pakan rusa

lebih bervariasi, pakan yang biasa disukai sapi, domba dan kambing tentu disukai

rusa, disamping itu rusa makan bibi-bijian, pelet, jagung, kentang dan

buah-buahan. Secara alami kesukaan rusa terhadap jenis pakan berbeda-beda

tergantung jenis rusanya. Rusa timor lebih dominan mengkonsumsi

rumput-rumputan, hal ini karena dipengaruhi habitat asli rusa timor yang berupa padang

savanna. Terlepas apa yang menjadi pakan utamanya, rusa timor hampir

menyukai segala jenis hijauan dan pakan tambahan. Oleh karena itu rusa timor

dikenal sebagai rusa yang mudah dalam hal penyediaan pakannya, serta mampu

beradaptasi dengan mudah apabila terjadi perubahan pakan (Semiadi dan

Nugraha, 2004).

Persediaan pakan rusa banyak terdapat di padang rumput yang dikenal

(44)

rumput untuk padang penggembalaan dengan sendirinya merupakan jenis yang

disukai rusa, cepat tumbuh, tahan terhadap injakan rusa, tahan api dan tahan

kekeringan. Dalam suatu padang penggembalaan tidak semua jenis rumput

memiliki sifat-sifat seperti di atas, kecuali padang penggembalaan buatan,

memang telah dipilih jenis-jenis rumput yang memenuhi persyaratan tersebut

(Alikodra, 1979).

Prasetyonohadi (1986) menyatakan bahwa di Pulau Moyo, rumput yang

disukai rusa adalah Paspalum longifolium, Imperata cylindrica, Eragrostis sp,

Cenchrus brownii, Paspalum sp, Cyperus rotundus dan Cynodon dactylon.

Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), dalam usaha penangkaran, meskipun rusa

menyukai segala bentuk hijauan, namun akan lebih baik apabila rusa diberi pakan

hijauan berupa rumput dan leguminosa unggul. Beberapa jenis rumput unggul

antara lain Pennisetum purpureum, Panicum maximum, Setaria sphacelata,

Brachiaria brizantha, Paspalum dilatatum, Brachiaria mutica, sedangkan

beberapa jenis leguminosa unggul antara lain Stylosanthes guyanensis dan

Leucaena leucocephala. Dikatakan juga bahwa selain pakan hijauan sebagai

tambahannya dapat diberikan konsentrat, sayur-sayuran, umbi- umbian atau

limbah pertanian dan limbah industri.

Menurut Vos (1982), jenis-jenis pakan tambahan untuk rusa antara lain

oats (sejenis gandum), wijen, biji bunga matahari, kentang dan umbi- umbian

lainnya. Bahan pakan tersebut merupakan bahan pakan sebagai sumber energi dan

merupakan bahan pakan tambahan yang sesuai/cocok. Pada umumnya pakan

tambahan diberikan dalam bentuk campuran.

a. 1. Dedak Padi.

Dedak padi merupakan salah satu jenis limbah pertanian yang

potensial untuk pakan ternak. Menurut Direktorat Bina Produksi dan

Fakultas Peternakan IPB (1985), dedak padi merupakan hasil samping

dari proses penggilingan atau penumbukan padi. Dikatakan juga bahwa

dari proses penggilingan padi/gabah, biasanya diperoleh dedak sekitar

4% dari total padi/gabah yang digiling. Dari hasil penelitian, dedak

memiliki komposisi kimia yang bervariasi, hal ini dimungkinkan karena

(45)

Menurut Andini dan Suharni (1997), berdasarkan kualitasnya

dedak padi dibedakan menjadi 4 macam yaitu (1) Dedak kasar, yaitu

dedak yang tersusun atas pecahan kulit gabah (sekam) dan sedikit

tercampur pecahan beras, memiliki kandungan protein serta daya cerna

yang sangat rendah. (2) Dedak halus kampung,yaitu dedak yang berasal

dari hasil samping penumbukan padi secara tradisional yang tersusun atas

pecahan kulit gabah (sekam), kulit ari dan pecahan beras. (3) Dedak halus

pabrik, yaitu hasil ikutan penggilingan padi untuk memperopeh beras

asah, banyak mengandung protein dan vitamin B1. (4) Bekatul,

yaitu hasil ikutan penggilingan padi yang masih banyak mengandung

pecahan-pecahan beras yang halus (menir). Kandungan nutrisi dari

keempat jenis dedak tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan nutrisi dedak padi*

Jenis dedak No Nutrisi

Dedak kasar

Dedak halus kampung

Dedak halus pabrik

Bekatul

1 Bahan kering (%) 86,0 86,0 86,0 86,0

2 Protein kasar (% BK) 7,6 9,9 13,8 14,0

3 Serat kasar (% BK) 27,8 19,8 11,6 6,0

4 Lemak kasar (% BK) 3,7 4,9 14,1 12,4

5 BETN (% BK) 44,6 50,8 48,7 58,6

6 Abu (% BK) 16,3 14,6 11,8 9,0

* Sumber: Andini dan Suharni (1997)

Pemanfaatan dedak padi sebagai bahan pakan ternak telah lama

digunakan baik untuk ternak unggas, ruminansia maupun jenis ternak

lainnya. Hasil survei menunjukkan bahwa penggunaan dedak padi di

dalam pakan unggas dapat mencapai 10-100%, untuk ternak babi

9-100%, untuk ternak sapi potong 20-100% dan sapi perah 20-96%

(Direktorat Bina Produksi dan Fakultas Peternakan IPB, 1985).

Selain untuk jenis-jenis ternak di atas, dedak padi juga telah

(46)

penangkaran rusa. Rusa timor di penangkaran milik Balai Penelitian

Kehutanan (BPK) Kupang, selain hijauan sebagai pakan utamanya, juga

diberi pakan tambahan berupa dedak padi sebanyak 0,5 kg per ekor

dengan frekuensi pemberian 1-3 kali per minggu (Takandjandji dan

Garsetiasih, 2002). Demikian juga rusa di penangkaran milik PT.

Perhutani KPH Bogor, Jawa Barat, pakan tambahan yang diberikan salah

satunya adalah dedak padi (PT. Perhutani KPH Bogor, 2002).

a. 2. Kulit Pisang.

Menurut Kartasaputra (1988) dalam Subur (1992), tanaman

pisang merupakan tanaman herba raksasa dengan tinggi mencapai

3,5-7,5 m atau lebih. Tumbuh tersebar dari daerah Afrika Barat sampai

Pasifik atau banyak tumbuh di daerah dataran rendah tropis basah dengan

ketinggian sampai 1000 m di atas permukaan laut dengan suhu optimal

27 dan curah hujan tahunan rata-rata 2000-25000 mm. Ochse et al (1961)

dalam Robetson (1993), mengklasifikasikan pisang menjadi 2 (dua)

bagian besar, yaitu

a) Pisang yang dapat dimakan langsung (banana), terdiri atas dua

varietas, yaitu (1) Musa paradisiaca var sapientum (L) Kuntze (M.

sapientum var paradisica Baker), (2) Musa nana Lour (M. chinensis

Sweet, M. cavendishii Lamb).

b) Pisang yang umumnya dimakan setelah dimasak dahulu (plantain),

yaitu Musa paradisica l.

Berbagai jenis pisang yang ada ini disebabkan karena

evolusi dan penyerbukan silang yang telah berlangsung

bertahun-tahun. Pisang-pisang yang ada sekarang, dahulu berasal dari pisang liar

dan berbiji yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Valmayor et al,

1991) dalam Robetson (1993).

Jachja (1991) dalam Subur (1992) menyatakan bahwa secara

keseluruhan tanaman pisang terdiri atas: bonggol 19,22%, batang 58,59%,

daun 3,63% dan buah 18,56%. Dari 18,56% berupa buah tersebut 1/3

(sepertiga) nya adalah kulit, merupakan bahan buangan (limbah buah

(47)

dibuang sebagai limbah. Padahal kandungan nutrisi kulit pisang cukup

berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Kandungan

[image:47.596.115.509.186.413.2]

nutrisi berbagai jenis kulit pisang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan nutrisi berbagai jenis kulit pisang (mentah dan masak), hasil analisis proksimat (% bahan kering)*

Kandungan nutrisi Jenis kulit pisang

BK Abu PK LK SK BETN

Ambon (mentah) (masak) 10,85 12,24 13,85 17,43 6,43 8,71 7,68 7,66 11,56 12,42 60,48 53,78

Batu (mentah) (masak) 9,40 10,00 10,64 15,22 4,51 6,41 10,65 10,38 20,64 24,78 53,56 43,21

Mas (mentah) (masak) 14,22 18,72 14,72 17,37 5,27 8,66 3,84 5,75 9,91 18,52 66,26 49,70

Nangka (mentah) (masak) 10,80 11,01 9,84 17,17 7,00 7,84 3,51 3,45 7,85 12,14 71,80 57,40

Uli (mentah) (masak) 13,75 14,37 13,14 14,30 8,83 9,68 2,69 5,65 7,36 12,22 67,98 58,19

* Sumber: Robetson (1993)

Munadjim (1988) dalam Subur (1992), menyatakan bahwa kulit

pisang dapat dimanfaatkan sebagai pakan kambing, babi, sapi, kelinci,

kuda dan yang lainnya. Dikatakan juga bahwa sebelum diberikan kepada

ternak kulit pisang perlu dipotong-potong/dicacah menjadi ukuran

kecil, kemudian dicampur dedak atau bahan pakan yang lain.

Pencampuran ini bertujuan untuk melengkapi kandungan nutrisi yang

dibutuhkan, dan pemotongan/pencacahan kulit pisang bertujuan agar

pencampuran dapat merata/homogen.

Pemanfaatan kulit pisang sebagai bahan pakan ternak merupakan

bentuk pendayagunaan salah satu jenis limbah industri pertanian dan

merupakan keanekaragaman penyediaan bahan pakan. Namun

demikian jumlah limbah kulit pisang tidak semuanya efektif sebagai

limbah yang berpotensi untuk dimanfaatkan, mengingat kulit buah pisang

tersebut berasal dari beberapa daerah penghasil buah pisang dan perbedaan

(48)

Potensi limbah kulit pisang ini lebih jelas jumlahnya dapat diperoleh dari

industri pengolahan pisang, diantaranya industri sale dan industri keripik

pisang (Jachja et al., 1991) dalam Subur (1992).

Disamping memiliki kandungn nutrisi yang tinggi, pemanfaatan

kulit pisang sebagai pakan ternak memiliki kelemahan. Chicco dan Shultz

(1977) dalam Robetson (1993), menyatakan bahwa didalam kulit pisang

terdapat senyawa tanin yang dapat mengurangi palatabilitasnya.

Dikatakan pula bahwa tanin dalam kulit pisang akan berkurang dengan

masaknya buah pisang tersebut. Widodo (2005), menyatakan bahwa

senyawa tanin dalam pakan menyebabkan ternak kurang menyukainya

karena rasa sepat yang disebabkan adanya interaksi tanin dengan protein

saliva, sehingga mempengaruhi konsumsi pakannya.

a. 3. Ubi Jalar.

Menurut Rubatzky (1995) dalam Sunarwati (2001), ubi jalar

(Ipomea batatas) berasal dari daerah tropika Amerika, di wilayah yang

meliputi Panama, bagian Utara Amerika Selatan dan Hindia Barat. Ubi

jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai

ketinggian 2500 m di atas permukaan laut (Kay, 1973) dalam Sunarwati

(2001). Indonesia merupakan penghasil ubi jalar terbesar kedua setelah

China, dengan produksi nasional 1,8 juta ton per tahun 1995 (Rubatzky,

1995) dalam Sunarwati (2001), dengan produksi rata-rata di tingkat petani

Indonesia sekitar 9 ton umbi segar per hektar, sedangkan dari usaha tani

intensif sebesar 30 ton umbi segar per tahun (Nasri dan Zulkifli, 1995)

dalam Sunarwati (2001).

Ubi jalar disamping sebagai tanaman pangan, juga dapat digunakan

sebagai pakan ternak dan pemanfaatannya tidak terbatas pada daunnya

saja tetapi juga umbinya. Pemanfaatan umbi ubi jalar sebagai pakan ternak

biasanya sebagai pakan tambahan yang pemberiannya dicampur dengan

bahan pakan yang lain (Dewan Redaksi Bhratara, 1994). Sunarwati

(2001) me nyatakan bahwa sebelum diberikan ke ternak umbi ubi jalar

dipotong-potong dahulu, sedangkan daunnya dapat diberikan langsung.

(49)

tempat penangkaran rusa. Salah satu penangkaran rusa ya ng memberikan

pakan tambahan berupa umbi ubi jalar adalah panangkaran rusa milik PT

Perhutan KPH. Bogor, Jawa Barat (PT Perhutani KPH Bogor, 2002).

Berdasarkan kandungan nutrisinya, ubi jalar memiliki keunggulan.

Walaupun kandungan protein relatif rendah, namun kualitasnya tinggi,

yaitu 2/3 (dua per tiga) dari kandungan proteinnya terdiri dari protein

globulin yang banyak mengandung asam amino esensial (Onwueme,

1978) dalam Rahmatiillah (2005).

a. 4. Singkong.

Singkong atau ubi kayu termasuk jenis tanaman yang dapat

tumbuh di daerah-daerah subur maupun kurang subur, pada ketinggian

500-1500 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan berkisar

antara 500-1500 mm dan suhu optimum 25°-27° C (Grace, 1977) dalam

Purwani (1992).

Singkong disamping sebagai bahan makanan manusia juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Pemanfaatan singkong

sebagai pakan dapat dilakukan secara langsung maupun dalam bentuk

limbahnya. Menurut Coursey dan Holiday (1974) dalam Purwani (1992),

bahwa kandungan BETN ubi kayu lebih tinggi, namun kandungan protein

kasar dan ekstrak eternya lebih rendah. Dikatakan juga bahwa defisiensi

protein dapat diatasi dengan cara mencampurnya dengan bahan pakan

sumber protein. Kandungan nutrisi umbi ubi jalar dan singkong,

tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan nutrisi umbi ubi jalar dan singkong *

No Nutrisi Ubi Jalar Singkong

1 Bahan kering (%) 25,0 30,0

2 Protein kasar (% BK) 4,8 3,3

3 Serat kasar (% BK) 6,0 5,4

4 Ekstrak eter (Lemak) (% BK) 2,0 0,7

5 BETN (% BK) 83,2 87,3

6 Abu (% BK) 4,2 3,3

(50)

Penggunaan ketela pohon sebagai bahan pakan perlu kehati-hatian,

karena ada varietas-varietas tertentu yang mengandung asam sianida

(HCN) yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak yang

mengkonsumsinya (Andini dan Suharni, 1997). Namun untuk kelompok

hewan ruminansia mampu mentolerir asam sianida yang masuk ke

dalam tubuhnya sampai 15-20 mg per kg bobot badannya, hal ini karena

melalui proses pencernaan yang terjadi di dalam rumennya, mampu

menetralisir asam sianida tersebut. (Arora, 1983).

b. Kebutuhan Pakan dan Nutrisi

Kebutuhan pakan dapat diartikan sebagai kebutuhan akan kalori setiap

hari. Energi sangat diperlukan untuk hidup dan pertumbuhan, menggantikan

bagian-bagian tubuh yang rusak dan untuk reproduksi. Rusa membutuhkan kalori

berkisar antara 6.000-10.000 kalori setiap harinya (Dasman, 1964) dalam

(Hasiholan, 1995).

Menurut Sutrisno (1930) yang dikutip oleh Hasiholan (1995), rusa dewasa

di pulau Timor membutuhkan pakan 5,7 kg (bahan segar) per ekor per hari. Hasil

penelitian Hasiholan (1995), menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan

harian rusa dewasa di tempat penangkaran, Balai Penelitian Kehutanan Kupang

adalah 5,2 kg (bahan segar) setara dengan 0,55 kg (bahan kering). Teddy (1998)

menyatakan, bahwa konsumsi makan harian rusa dewasa di penangkaran Perum

Perhutani, Jonggol, Jawa Barat adalah 5,88 kg (bahan segar).

Menurut Anggorodi (1979), bahan pakan harus dapat menyediakan zat

makanan yang berguna untuk membangun, menggantikan bagian-bagian sel tubuh

dan menciptakan hasil- hasil produksi serta memberikan energi untuk

proses-proses tersebut. Zat makanan atau nut risi adalah penyusun ata

Gambar

Tabel 1 Daerah  penyebaran  rusa timor (Cervus  timorensis) di Indonesia
Gambar 2 Prosedur perijinan penangkaran satwaliar dan tumbuhan alam    berdasarkan SK Dirjen PHPA No
Tabel 3 Kandungan nutrisi berbagai  jenis kulit pisang  (mentah dan masak),                 hasil analisis  proksimat (% bahan kering)*
Gambar 9   Tempat  pakan   tambahan   yang  dilengkapi   dengan  papan                     bersilang agar pakan tidak mudah ditumpah oleh rusa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua ukuran tubuh yang memiliki nilai keragaman tinggi pada masing- masing peternakan dapat dijadikan dasar dalam melakukan seleksi terhadap ternak, akan

Hal ini diduga merupakan pengaruh dari pemberian taurin dengan dosis tersebut, di mana taurin diduga bereaksi secara antagonis dalam melawan sel kanker dengan hasil yang

Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap indikator-indikator kerawanan pangan di 100 Kabupaten rawan pangan Indonesia tahun 2010 menggunakan

Dalam perancangan game ini, proses pembangunan game juga digambarkan dengan storyboard yang menunjukkan gambaran permainan pada setiap level nya.. Storyboard adalah

Melakukan penyuluhan yang diawali dengan apersepsi terlebih dahulu; Hasil yang didapatkan menunjukkan sebagian besar ibu-ibu (80%) belum memahami dan mnegerti tentang cara

Dalam penelitian ini ternyata filler yang digunakan yakni abu terbang berpengaruh untuk menaikkan loss factor ( � ) maupun koefisien redaman ( c ) dan juga

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi perawat yang bekerja di RSUD Tugurejo Semarang yang masih tidak dapat menerapkan komunikasi yang efektif dengan pasien maupun

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH.. Urusan Pemerintahan Organisasi :