• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah enam kota besar di Indonesia kasus pengendalian harga bawang merah pada bagian analisis harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional-DEPTAN RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah enam kota besar di Indonesia kasus pengendalian harga bawang merah pada bagian analisis harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional-DEPTAN RI"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PERAMALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH

ENAM KOTA BESAR DI INDONESIA

(Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI)

Oleh :

RONI INDRA KURNIAWAN

A14103699

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

RONI INDRA KURNIAWAN. Peramalan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah Enam Kota Besar di Indonesia Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI. (Dibawah bimbingan

MUHAMMAD FIRDAUS).

Salah satu produk sayuran yang dihasilkan petani di Indonesia adalah bawang merah. Secara umum bawang merah sebagai salah satu komoditas pertanian juga mempunyai masalah fluktuasi harga. Fluktuasi harga bawang merah dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi produsen dan konsumen. Untuk mengurangi risiko ketidakpastian harga bawang merah tersebut diperlukan suatu peramalan. Peramalan berguna untuk mengantisipasi ketidakpastian pada periode mendatang, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pergerakan harga bawang merah enam kota besar di Indonesia, menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia dan mendapatkan metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah enam kota besar di Indonesia.

Data yang digunakan adalah data sekunder tentang data harga bulanan bawang merah selama kurun waktu 58 Bulan (Januari 2002 – Oktober 2006) di enam kota besar di Indonesia yang merupakan data median (nilai tengah). Kota– kota tersebut adalah DKI–Jakarta, Bandung, Semarang, Yoyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Data diperoleh dari Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI. Data sekunder yang diperoleh diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan Minitab 14.

Model yang digunakan adalah model time series terdiri dari metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi aditif dekomposisi multiplikatif, winters aditif, winters multiplikatif dan SARIMA. Hasil pengolahan dari metode-metode tersebut, metode yang sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di masing-masing kota besar di Indonesia adalah DKI Jakarta dengan metode SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13, Bandung dengan metode winters multiplikatif, Semarang dengan metode winters multiplikatif, Yogyakarta dengan metode winters aditif, Surabaya dengan metode SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 dan Denpasar dengan metode winters multiplikatif.

(3)

PERAMALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH

ENAM KOTA BESAR DI INDONESIA

(Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RONI INDRA KURNIAWAN

A14103699

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Peramalan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah Enam Kota Besar di Indonesia (Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI) Nama : Roni Indra Kurniawan

NRP : A14103699

Menyetujui Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, PhD NIP. 132 158 758

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG

BERJUDUL PERAMALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH ENAM KOTA BESAR DI

INDONESIA (KASUS PENGENDALIAN HARGA BAWANG MERAH

PADA BAGIAN ANALISIS HARGA, BADAN KETAHANAN PANGAN

NASIONAL – DEPTAN RI) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 5 Desember

1981. Penulis merupakan anak Pertama dari enam bersaudara pasangan H. Suhardi dan Yusnelly.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode peramalan terbaik dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2007

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan materi tanpa henti-hentinya. Adikku Neri, Novi, Rahmi, Melisa, Lidia terima kasih atas semua dukungan yang diberikan selama ini.

2. Bpk. Muhammad Firdaus, PhD selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini. 3. Bpk. Amzul Rifin SP, MA selaku dosen penguji sidang yang telah

memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis.

4. Bpk. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji sidang dari komisi pendidikan dan selaku dosen evaluator pada waktu kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis.

5. Hani Yulianti yang bersedia menjadi pembahas seminar.

6. Pihak Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian-Republik Indonesia: Bu Inti dan Pak Edi, terima kasih atas informasi dan data-datanya.

(9)

8. Pak Etek Al, Te’Adek, Akhdan, Alghifari. Terima kasih atas bantuan, perhatian, bimbingan dan dorongan semangat kepada penulis.

9. Keluarga besar AA Crew: Novit, At, Af, Mbah Dukun, Fandra, Novel, Bobi, Razy, Edo dan Hadi atas kebersamaannya.

10. Special To Kik4 (FK UI). Thank’s for Support and Attention.

11.Irene (FK UKI) and Eva Satriana Gumay (FH UII) terima kasih atas persahabatannya.

12.Rikola Fedri (Statistik’40) thank’s tuk bantuan pengolahan data-nya. 13.Teman-teman Ekstensi MAB: Habrianto, Ajo, Q-tiang, Erwin, Suci M,

Desi SM, Vici, Ade”SuraD”Irawadi, Sutip, Aniz, Eva atas persahabatannya.

(10)

DAFTAR ISI

Daftar Tabel ... i

Daftar Gambar ... iii

Daftar Lampiran ... iv

I. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

II. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1. Bawang Merah ... 7

2.2. Tinjauan Terdahulu ... 8

2.2.1.Studi Tentang Bawang Merah ... 8

2.2.2.Studi Tentang Peramalan ... 10

III. Kerangka Pemikiran ... 12

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12

3.1.1.Harga ... 12

3.1.2.Peramalan ... 12

3.1.3.Metode Peramalan ... 14

3.1.3.1. Metode Peramalan Model Time Series ... 15

3.1.3.2. Metode Peramalan Model Kausal ... 20

3.1.4.Pemilihan Metode Peramalan ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

IV. Metode Penelitian ... 30

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

4.4. Peramalan Harga Bawang Merah Di Indonesia ... 31

4.4.1. Metode Peramalan Time Series ... 31

4.4.1.1. Pemilihan Model Time Series Terakurat ... 42

4.4.2. Metode Peramalan Kausal ... 44

4.4.2.1. Pengujian Model Penduga ... 45

V. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah ... 51

5.1. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di DKI Jakarta ... 51

5.1.1. Plot Data ... 51

5.1.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 52

(11)

5.2. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang

Merah di Kota Bandung ... 57

5.2.1. Plot Data ... 57

5.2.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 58

5.2.3. Analisis Regresi ... 59

5.3. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Semarang ... 61

5.3.1. Plot Data ... 61

5.3.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 62

5.3.3. Analisis Regresi ... 63

5.4. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta ... 65

5.4.1. Plot Data ... 65

5.4.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 66

5.4.3. Analisis Regresi ... 67

5.5. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Surabaya ... 69

5.5.1. Plot Data ... 69

5.5.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 70

5.5.3. Analisis Regresi ... 73

5.6. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Denpasar ... 75

5.6.1. Plot Data ... 75

5.6.2. Pemilihan Metode Peramalan ... 76

5.6.3. Analisis Regresi ... 77

5.7. Implikasi Hasil Ramalan ... 79

VI. Kesimpulan dan Saran ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 83

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tingkat Produksi Beberapa Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2005 (Ton) ... 2 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia

Bulan Januari 2005 – Oktober 2006 (Rp/kg) ... 2 3. Pola ACF dan PACF Model Seasona ARIMA ... 38 4. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di DKI Jakarta ... 54 5. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

di DKI Jakarta ... 55 6. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di Kota Bandung ... 59 7. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

di Kota Bandung ... 60 8. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di Kota Semarang ... 63 9. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

di Kota Semarang ... 64 10.Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di Kota Yogyakarta ... 67 11.Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

di Kota Yogyakarta ... 68 12.Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di Kota Surabaya ... 72 13.Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

di Kota Surabaya ... 73 14.Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah

di Kota Denpasar ... 77 15.Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Beberapa Propinsi di Indonesia (Januari 2005 – Oktober 2006). ... 4 2. Skema Pendekatan metode Box–Jenkins ... 19 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 29 4. Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel Durbin-

Watson ... 46 5. Plot Data Harga Bawang Merah di DKI Jakarta (Januari 2002 –

Oktober 2006) ... 51 6. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Bandung (Januari 2002 –

Oktober 2006) ... 57 7. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Semarang (Januari 2002 –

Oktober 2006) ... 61 8. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta (Januari 2002 –

Oktober 2006) ... 65 9. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Surabaya (Januari 2002 –

Oktober 2006) ... 69 10.Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Denpasar (Januari 2002 –

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Trend Analysis Quadratik Enam Kota Besar di Indonesia ... 87

2. Single Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia ... 90

3. Double Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia ... 93

4. Winters' Additive Enam Kota Besar Di Indonesia ... 96

5. Winters' Multiplicative Enam Kota Besar Di Indonesia ... 99

6. Decomposition Additive Enam Kota Besar Di Indonesia... 102

7. Decomposition Multiplikatif Enam Kota Besar Di Indonesia ... 105

8. Output Analisis SARIMA (0,1,1) (0,0,1)13 untuk Harga Bawang Merah di DKI Jakarta ... 108

9. Output Analisis SARIMA (1,1,0) (1,0,0)16 untuk Harga Bawang Merah di Bandung ... 101

10.Output Analisis SARIMA (0,1,0) (0,0,1)2 untuk Harga Bawang Merah di Semarang ... 113

11.Output Analisis SARIMA (0,1,1) (0,0,1)21 untuk Harga Bawang Merah di Yogyakarta ... 115

12.Output Analisis SARIMA (1,1,1) (0,0,1)24 untuk Harga Bawang Merah di Surabaya ... 117

13.Output Analisis SARIMA (0,1,0) (1,0,0)8 untuk Harga Bawang Merah di Denpasar ... 120

14.Hasil Regresi Harga Bawang Merah di DKI Jakarta ... 122

15.Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Bandung ... 124

16.Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Semarang ... 126

17.Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Yogyakarta ... 128

18.Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Surabaya ... 130

(16)
(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu hasil pertaniannya adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat (Rahayu E, 1994).

(18)

Tabel 1.Tingkat Produksi Beberapa Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2005 (Ton)

Keterangan Tahun

2001 2002 2003 2004 2005

Bawang merah 861150 766572 762795 757399 732609

Buncis 227862 230020 247782 267619 283649

Cabe merah besar - - - 714705 661730

Cabe Rawit - - - 385809 396293

Kacang Panjang 317408 310297 432365 454999 466387

Kentang 831140 893824 1009979 1072040 1009619

Ketimun 431921 406141 514210 477716 552891

Kol/kubis 1205404 1232843 1348433 1432814 1292984

Tomat 483991 573517 657459 626872 647020

wortel 300648 282248 355802 423722 440001

Sumber: www.deptan.go.id (16 Juli 2006)

Peran komoditas bawang merah yang cukup penting dan penggunaannya yang luas membuat bawang merah memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Meskipun demikian, komoditas ini mempunyai masalah fluktuasi harga, hal ini dapat dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia Bulan Januari 2005 – Oktober 2006 (Rp/kg)

Tahun Bulan DKI

Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar

2005

Januari 8184 7917 6708 7958 8000 8519

Februari 7807 6729 5717 6813 6438 7271

Maret 8531 7417 6850 7123 7230 7887

April 8449 7900 6903 7140 7662 8000

Mei 8070 8000 6246 7417 7000 8854

Juni 8658 8000 6977 7892 7467 8633

Juli 9382 7958 6648 7275 7133 8417

Agustus 8521 7360 6437 6468 6825 7200

September 7825 7000 6789 6550 7115 7000

Oktober 8337 7929 6853 6533 7813 7000

November 8971 8175 7601 8757 8517 8067

Desember 8573 8467 7060 8338 9133 9733

2006

Januari 10180 8960 8972 10280 9120 11320

Februari 11188 10750 9275* 9729 9208 10750

Maret 11200 10842 9203 9967 10342 11433

April 11246* 10846 8758 9808 10346* 11731

Mei 10650 10479 8308 10479* 10104 13125*

Juni 10774 10944* 8778 9981 10259 12593

Juli 10315 10731 8842 8135 8731 11346

Agustus 9478 7741 6007 5111 6537 9611

September 8135 5923 4700 4327 5077 6423

Oktober 7205** 5368** 4605** 3961** 5000** 5842**

Keterangan: * : Harga tertinggi ** : Harga terendah

(19)

Harga yang cenderung berfluktuasi menyebabkan risiko kerugian produsen menjadi besar, meskipun di sisi lain peluang untuk memperoleh keuntungan juga menjadi lebih besar. Produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memproduksi bawang merah atau tidak, hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, mereka memerlukan kepastian harga bawang merah agar biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembelian bawang merah dapat dikendalikan.

Fluktuasi harga bawang merah mempunyai pengaruh yang besar terhadap produsen dan konsumen. Oleh karenanya para produsen dan konsumen perlu untuk mengetahui pola fluktuasi harga bawang merah agar dapat mengurangi risiko kerugian akibat ketidakpastian harga. Disamping itu dengan adanya informasi peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia maka diharapkan Departemen Pertanian khususnya Badan Ketahanan Pangan dapat menjadikannya sebagai bahan rujukan dalam pengambilan keputusan tentang stabilitas harga harga bawang merah di masa yang akan datang. Pemilihan enam kota besar ini karena ketersediaan data yang lengkap pada Bagian Analisis Harga Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Republik Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

(20)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2005 2006

Ha

rg

a

(

Rp

/k

g

)

DKI Jakarta

Bandung

Semarang Yogyakarta

Surabaya

Denpasar

memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi produsen dan konsumen. Di satu sisi dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya fluktuasi harga adalah dapat meningkatkan pendapatan produsen jika harganya meningkat secara tajam, tetapi di sisi lain akan merugikan konsumen begitu sebaliknya. Pada Gambar 1 dapat dilihat secara umum harga tertinggi terjadi pada bulan April – Juni 2006 kecuali untuk semarang terjadi pada bulan Februari 2006. Harga tertingginya yaitu sebesar Rp 13125/kg di Denpasar. Sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Oktober 2006 dimana harga yang paling rendah yaitu di Yogyakarta sebesar Rp 3961/kg.

Gambar 1. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Beberapa Propinsi di Indonesia (Januari 2005 – Oktober 2006)

(21)

Hal ini dapat dilakukan dan akan memberikan hasil yang memuaskan (cukup akurat) jika pola fluktuasi harga sudah dapat dipahami.

Dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian sebagai pengendali harga bawang merah perlu untuk mengetahui hasil peramalan yang akurat dimana dengan adanya hasil tersebut pihak Badan Ketahanan Pangan dapat mengambil suatu kebijakan masalah fluktuasi harga bawang merah, sehingga fluktuasi harga di masa datang dapat diatasi.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana pola data fluktuasi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia?

2. Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia?

3. Metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia?

1.3. Tujuan

Dengan memperhatikan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membandingkan pergerakan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia.

(22)

3. Mendapatkan metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Data harga bawang merah yang digunakan hanya mencakup enam kota besar di Indonesia, dengan asumsi bahwa telah mewakili gambaran harga bawang merah di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dalam penelitian ini hanya didasarkan pada ketersediaan data yang lengkap dan valid.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI, hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terutama mengenai stabilisasi harga bawang merah.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Merah

Tanaman bawang merah merupakan salah satu jenis komoditas sayuran yang banyak dikenal di dunia, kalangan international menyebutnya shallot. Bawang merah merupakan tanaman satu marga dengan tanaman bawang daun, bawang putih dan bawang bombay yang termasuk dalam famili Liliaceae (Rukmana, 1994).

Bawang merah banyak dibudidayakan di dataran rendah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah, tanaman ini juga tidak menyukai tempat – tempat yang tergenang air (Rahayu dan Berlian, 1994). Tanaman ini dapat dibudidayakan dengan syarat pertumbuhan antara lain: tanah subur, banyak mengandung humus, tidak tergenang air, aerasi (pertukaran udara dalam tanah) baik, pH antara 5,5 – 6,5. Jika pH terlalu rendah (kurang dari 5,5) maka garam – garam Alumunium (Al) yang terlarut akan bersifat racun terhadap bawang merah yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil. Demikian juga dengan pH yang lebih besar dari 6,5 maka unsur mikro Mangan (Mn) tidak dapat digunakan, sehingga umbi kecil – kecil dan hasil produksi rendah.

(24)

Bawang merah mampu menghasilkan produksi terbaik di dataran rendah dengan suhu 25 oC – 32 oC dan iklim kering. Tanaman ini sangat menyukai areal yang terbuka dan mendapat sinar matahari kurang lebih 70 persen, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup (long day plan). Tiupan angin yang sepoi-sepoi akan berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis, sehingga akan meningkatkan produksi umbi (Rukmana, 1994).

Menurut Samadi dan Cahyono (1996), tanaman bawang merah masih dapat ditanam di dataran tinggi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah. Tanaman bawang merah yang ditanam di dataran tinggi, menghasilkan umbi yang kecil–kecil dan umur panennya panjang, yaitu 80 – 90 hari. Sedangkan bawang merah yang ditanam di dataran rendah biasanya akan menghasilkan umbi yang besar-besar dan umur panennya sekitar 60 – 70 hari bahkan bisa kurang tergantung varietas yang digunakan. Hasil bawang merah sangat dipengaruhi oleh lamanya tanaman menerima sinar matahari. Lama penyinaran sinar matahari tergantung varietasnya, berkisar antara 11 – 16 jam. Oleh karena itu, tanaman ini paling baik ditanam pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Maret atau April sampai bulan Oktober.

2.2. Tinjauan Terdahulu

2.2.1. Studi Tentang Bawang Merah

(25)

keunggulan komparatif dan kompetitif pada musim tanam Februari–April 2002 maupun pada kondisi normal terlihat bahwa nilai koefisien BSD (KBSD) usahatani bawang merah pada keunggulan komparatif lebih kecil dari nilai KBSD* pada keunggulan kompetitif. Dengan demikian usahatani bawang merah akan lebih memiliki keunggulan komparatif atau dengan kata lain bahwa meskipun ada campur tangan pemerintah maka usahatani bawang merah belum tentu efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik.

Faridah (2001) menjelaskan pada pola tanam optimal yang akan menghasilkan pendapatan maksimal bagi Kecamatan Wanasari adalah padi– bawang merah–bawang merah–bawang merah. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga output memiliki selang kepekaan yang lebih pendek jika dibandingkan dengan kenaikan harga output, kenaikan harga input maupun penurunan harga input. Harga bawang merah pada musim tanam kedua hanya diijinkan turun hingga 3,4 persen dari harga awal, sedangkan penjualan bawang merah untuk musim tanam ketiga dan keempat berturut–turut boleh turun hingga 1,9 persen dari 38 persen dari harga awal. Analisis sensitivitas RHS kendala menunjukkan secara umum input benih, pupuk dan pestisida memiliki batas atas yang mendekati nilai optimalnya sedangkan batas awalnya mempunyai nilai negatif. Apabila model dianggap tidak terbatas atau kendala model dihilangkan maka seluruh areal yang ada ditanami baik untuk tanaman padi atau bawang merah pada tiap musimnya.

(26)

untuk selanjutnya ke konsumen akhir. Dari ketiga lembaga pemasaran tersebut, ternyata marjin terbesar terdapat di tingkat pedagang besar yaitu sekitar 45 persen dari marjin total. Hal ini disebabkan jumlah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini lebih banyak dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Dibandingkan dengan harga bawang merah yang dibayar konsumen, marjin total pemasaran ini cukup rendah yaitu sekitar 32 persen. Sementara, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dapat dikatakan cukup besar, yaitu sekitar 68 persen dari harga yang dibayar konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasaran bawang merah secara teknis cukup efisien.

2.2.2. Studi Tentang Peramalan

Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan metode peramalan kuantitatif yang terbaik untuk pergerakan basis kopi robusta dalam perdagangan berjangka dilakukan oleh Rusli (2000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa penerpan sembilan metode peramalan time series menunjukkan metode ARIMA menghasilkan ramalan terbaik atau paling mendekati pola pergerakan basis kopi robusta, sehingga merupakan metode yang paling sesuai bagi hedger untuk meramalkan pergerakan basis mingguan kopi robusta.

(27)

komoditi tidak stasioner dimana terdapat unsur trend dan musiman. Metode terbaik berdasarkan nilai MSE terkecil adalah ARIMA, kecuali pada komoditi kedelai Jepang, menggunakan dekomposisi aplikatif.

(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Harga

Harga suatu komoditas biasanya dikaitkan kepada sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas tersebut (Lipsey et al, 1995). Dalam teori harga, perubahan harga suatu komoditas adalah perubahan dari jumlah uang yang harus dikorbankan untuk memperoleh komoditas tersebut bagi konsumen dan perubahan jumlah uang yang diterima sebagai konpensasi dari komoditas yang dikorbankan bagi produsen.

Harga suatu barang dan jasa ditentukan oleh interaksi dari kekuatan penawaran dan permintaan. Kekurangan produk yang ditawarkan akan mendorong terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) sehingga menyebabkan turunnya harga, sedangkan kelebihan penawaran (excess supply) terjadi bila jumlah produk yang ditawarkan mengalami surplus sehingga mendorong peningkatan harga. Pada saat jumlah yang diminta dan jumlah yang ditawarkan untuk sebuah komoditas dalam kondisi keseimbangan pada satu harga tertentu, pasar untuk komoditas tersebut berada dalam keseimbangan atau disebut juga ekuilibrium (Lipsey et al, 1995). Harga untuk komoditas juga berfluktuasi dengan adanya perubahan permintaan dan penawaran.

3.1.2. Peramalan

(29)

sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil (Assauri, 1984). Pengenalan terhadap operasi teknik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan adalah pengumpulan data, pemadatan dan pengurangan data, penyusunan model dan evaluasi, ekstrapolasi model (peramalan aktual), serta evaluasi peramalan (Hanke, 1999).

Tahap mengumpulkan data yang baik dan dapat diandalkan merupakan bagian yang tersulit dan cukup memakan waktu. Salah satu faktor yang mempengaruhi keakuratan suatu ramalan adalah data yang digunakan. Data yang baik memenuhi kriteria sebagai berikut (Hanke,1999) :

1. Data hendaknya dapat diandalkan (reliable) dan akurat. Penanganan yang sesuai harus dilakukan pada data yang dikumpulkan dari sumber-andal dengan memperhatikan keakuratannya.

2. Data hendaknya relevan. Data harus mewakili keadaan dimana data tersebut digunakan.

3. Data hendaknya konsisten. Ketika data yang berkaitan dengan definisi berubah, penyesuaian perlu dilakukan untuk memepertahankan konsistensi pola historis.

4. Data hendaknya tepat waktu. Data yang dikumpulkan, dirangkum, dan dipublikasikan berdasarkan ketepatan waktu akan memberikan nilai tertinggi bagi forecaster.

(30)

triwulan) yaitu data cross section. Data ini dikumpulkan dari periode yang sama. Tujuannya adalah untuk menelaah suatu data dan mengekstrapolasi atau memperluas hubungan yang ada pada populasi yang besar. Kedua adalah data yang dikumpulkan, dicatat, atau diamati dari rangkaian waktu tahapan waktu yaitu data time series (deret waktu).

3.1.3. Metode Peramalan

Peramalan merupakan pendugaan terhadap kegiatan masa depan. Metode peramalan dapat berdasarkan pada pengalaman, penilaian, dan opini ahli. Secara umum terdapat dua macam metode peramalan, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif.

Metode peramalan kualitatif didasarkan pada intuisi atau pengalaman empiris dari perencana atau pengambil keputusan, sehingga relatif lebih bersifat subjektif. Makridarkis Weelwright dan McGee (1999) menyatakan bahwa metode peramalan kualitatif membutuhkan input yang tergantung pada metode tertentu dan biasanya dari hasil pemikiran intuitif, pertimbangan dan pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan dengan metode ini seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang telah terlatih secara khusus.

(31)

1. Tersedia informasi masa lalu

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik

3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang

3.1.3.1. Metode Peramalan Model Time Series.

Metode peramalan time series merupakan bagian dari metode peramalan dengan pendekatan kuantitatif. Metode peramalan time series merupakan metode yang sering digunakan dalam ekonomi dan bisnis, dimana sejumlah observasi diambil selama beberapa periode dan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan (Assauri, 1984). Metode ini terdiri dari :

1. Metode Naive

Metode ini merupakan metode sederhana yang menyatakan bahwa nilai suatu variabel saat ini merupakan perkiraan terbaik untuk nilai berikutnya atau nilai variabel di masa depan akan tetap sama. Metode ini hanya cocok untuk meramal variabel yang gerakannya cenderung konstan.

2. Metode Rata-Rata

a) Metode rata-rata sederhana (simple average)

(32)

b) Metode rata-rata bergerak sederhana (simple moving average)

Metode ini menggunakan rata-rata sebagai ramalan untuk periode mendatang. Pada setiap nilai, muncul nilai pengamatan baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru.

c) Metode rata-rata bergerak ganda (double moving average)

Salah satu cara untuk meramalkan data time series yang memiliki trend linier adalah dengan menggunakan metode ini. Metode ini menghitung rata-rata bergerak sebelumnya.

3. Metode Pemulusan Eksponensional (exponential smoothing)

Metode ini dipakai untuk memperkecil atau mengurangi ketidakteraturan musiman dari data, yaitu dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Ketepatan dari penggunaan metode ini terdapat pada peramalan jangka pendek. Ada beberapa metode pemulusan, yakni :

a) Single Exponential Smoothing.

Metode ini dapat mengatasi kesulitan nilai-nilai historis dari variabel yang harus dilakukan pada metode rata-rata bergerak sederhana. Metode ini digunakan untuk peramalan data time series tanpa trend atau pola stasioner.

b) Double Exponential Smoothing

(33)

c) Triple Exponential Smoothing (Winters)

Metode ini disesuaikan untuk trend dan variasi musiman, merupakan pengembangan dari metode eksponensial. Metode winters merevisi estimasi berdasarkan pengalaman terkini, trend (slope) dan musiman.

4. Metode Dekomposisi

Makridakis Weelwright dan McGee (1999), menjelaskan bahwa metode ini didasari asumsi bahwa deret data historis merupakan gabungan atau komposisi dari faktor musiman (St), komponen trend (Tt), komponen siklus (Ct) serta komponen acak (Et). Metode dekomposisi memisahkan komponen-komponen dari time series data, kajian terhadap komponen yang telah terpisah tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menyusun kebijakan (jangka pendek dan jangka panjang), dan komponen tersebut dapat diekstrapolasi untuk tujuan peramalan.

Model dekomposisi dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut:

Yt = f(St, Tt, Ct, Et)

(34)

5. Metode Box Jenkins (ARIMA)

Menurut Assauri (1984), menyebutkan bahwa metode peramalan dari Box dan Jenkins merupakan teknik uji linier yang istimewa. Metode ini sama sekali tidak menggunakan variabel independen, melainkan menggunakan nilai sekarang dan nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Metode Box-Jenkins adalah suatu metode yang tepat untuk mengatasi terlalu rumitnya data deret waktu (terdapat variasi dari pola data) dan situasi peramalan lainnya.

Mulyono (2000) menyebutkan bahwa ada dua model dari metode Box-Jenkins yaitu:

1) Model ARMA (Autoregressive – Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang stasioner

2) Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang tidak stasioner

Model ARMA adalah gabungan dari model AR dan MA. Pada model ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya dan nilai sekarang serta kesalahan lampaunya. Dalam model ini, p menunjukkan tingkat model AR dan q menunjukkan tingkat model MA, sehingga jika model menggunakan satu nilai lampau dan dua kesalahan masa lalu, model tersebut dilambangkan sebagai ARMA (1,2).

(35)

tingkat diferensiasi model. Jadi model ARMA (p,q) dapat dideferensiasi sebanyak d kali menjadi arima (p,d,q) untuk mengatasi deret data yang tidak stasioner.

Proses diferensiasi dapat diuraikan sebagai berikut, misalkan Yt tidak stasioner, kemudian dibuat diferensiasi tingkat satu, Zt = Yt – Yt–1, ternyata diperoleh nilai Zt stasioner. Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan backward shift operator (B). Operator B yang dilekatkan pada suatu variabel berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang.

Penggunaan metode ARIMA untuk meramalkan dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu identifikasi, penaksiran dan pengujian serta penerapan model, seperti pada Gambar 2 berikut ini:

6. Metode SeasonalAutoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) Model SARIMA (Seasonal ARIMA) hampir sama dengan Model ARIMA tidak mensyaratkan suatu pola data trend tertentu supaya model dapat bekerja

Rumuskan kelompok umum model-model ARIMA

Identifikasi model yang secara tentatif memadai

Perkiraan parameter dalam model yang secara tentatif memadai tersebut

Pengujian pemeriksaan apakah model ini memadai

Gunakan model untuk menghasilkan peramalan

Ya

Tidak Tahap 1. Identifikasi model

Tahap 2. Estimasi dan pengujian model

[image:35.612.130.496.362.568.2]

Tahap 3. Penerapan model

(36)

dengan baik. Sugiato dan Harjono (2000) menyebutkan bahwa metode Box Jenkins menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai alternatif model yang ada. Model yang terpilih dilakukan pengujian kembali. Model dianggap sudah memadai apabila residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Model SARIMA secara umum dinotasikan sebagai berikut:

SARIMA (p, d, q) (P, D, Q)L

Di mana: p, P = orde autoregressive (AR) non musiman dan musiman d, D = orde pembedaan non musiman dan musiman

q, Q = orde moving average (MA) non musiman dan musiman L = beda kala musiman

Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Pembedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri. Sedangkan, pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya.

3.1.3.2. Metode Peramalan Model Kausal (Regresi)

(37)

satu atau lebih variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh variabel lain dinamakan dependent variabel (variabel terikat), sementara variabel yang nilainya tidak dipengaruhi apapun, tapi justru menerangkan perubahan nilai variabel terikat disebut sebagai independent variabel (variabel bebas).

Metode kausal membutuhkan pengetahuan awal untuk menentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan sebagai variabel independen dan dependen. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dianalisis satu-persatu dimana satu variabel dibiarkan berubah sementara variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (cateris paribus). Dalam analisis regresi, pola hubungan antar variabel diekspresikan dalam sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel. Setelah parameter-parameter model diuji secara statistik dan mempunyai ciri-ciri sebagai model yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya dapat diketahui nilainya. Dengan demikian model ini dapat menjawab pertanyaan “apa yang akan terjadi jika” (Mulyono, 2000).

3.1.4. Pemilihan Metode Peramalan

(38)

1. Horison Waktu

Metode peramalan berhubungan dengan dua aspek horizon waktu, yaitu: cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik metode peramalan hanya dapat sesuai untuk peramalan satu periode ke depan, sedangkan teknik lainnya dapat dipergunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan.

2. Pola Data

Setiap metode peramalan memiliki perbedaan kemampuan dalam mengidentifikasi pola atau karakteristik data secara umum serial data dapat dikelompokkan dalam empat pola. Pola pertama adalah pola stasioner, yaitu jika pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Pola kedua adalah pola musiman, yaitu jika data membentuk fluktuasi konstan dan proporsional dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun) yang disebabkan oleh faktor musiman, pola ketiga adalah pola siklis, yaitu jika data yang dipengaruhi oleh fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh ekonomi jangka panjang. Pola keempat adalah pola trend, yaitu jika data menunjukkan kenaikan atau penurunan secara sekuler dalam jangka panjang.

(39)

Berdasarkan keempat tipe pola data diatas, menurut Hanke (1999) ada empat teknik peramalan yang umum digunakan:

a) Teknik peramalan untuk data stasioner

Data stasioner didefinisikan sebagai sesuatu yang nilai meannya tidak berubah sepanjang waktu. Situasi seperti ini muncul ketika pola data yang mempengaruhi deret relatif stabil. Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada peramalan deret stasioner adalah metode naive, simple average, moving average, single exponential smoothing, dan autoregressive integrated moving average (ARIMA).

b) Teknik peramalan untuk data musiman

Deret bermusim didefinisikan sebagai deret waktu dengan pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Metode peramalan yang bisa dipilih adalah dekomposisi, pemulusan eksponensial winter, regresi berganda, dan ARIMA

c) Teknik peramalan untuk data ber-siklis

Siklis didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang disekitar trend. Pola siklis cenderung berulang pada data setiap dua tahun, tiga tahun atau lebih. Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan adalah dekomposisi indikator ekonomi, regresi berganda dan model ARIMA. d) Teknik peramalan untuk data dengan trend

(40)

metode naive, linier regression, growth curve, moving average, single exponential smoothing, dan ARIMA.

3. Daya Tarik Metode Peramalan

Daya tarik yang dimiliki oleh sebuah metode peramalan akan menjadi aspek penting yang perlu dipertimbangkan oleh peramal untuk memilihnya. Secara umum, kesederhanaan dan kemudahan untuk diaplikasikan, serta daya tarik intuitif yang dirasakan oleh peramal.

4. Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif

Ketepatan menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan. Untuk mengukur ketepatan tersebut biasanya oleh peramal digunakan nilai Mean Square Error (MSE). Semakin kecil nilai MSE maka metode tersebut semakin baik. Pengukuran ketepatan metode peramalan ini pada akhirnya memang dipakai sebagai kriteria dalam memilih metode peramalan.

5. Biaya dan Waktu

Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan metode yang dipilih. Ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan, yaitu biaya pengembangan, biaya penyimpanan data, operasi pelaksanaan dan kesempatan untuk menggunakan teknik-teknik lainnya.

6. Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer

(41)

harus mudah dipergunakan disertai dokumentasi yang lengkap dan bebas dari kesalahan besar, sehingga mudah untuk digunakan, dipahami dan diinterpretasikan hasilnya. Akurasi peramalan tidak selalu berhubungan dengan kecanggihan atau kerumitan teknik yang dipakai. Teknik yang dipilih sebagai yang terbaik saat ini pun tidak dapat memberikan jaminan hasil terbaik di masa depan karena masih menghadapi ketidakpastian. Hal ini yang perlu untuk diperhatikan adalah kebaikan suatu model tidak ditentukan oleh seberapa jauh teknik tersebut dapat menirukan kenyataan pada masa lalu. Jika kita menghadapi beberapa teknik yang memberikan kemampuan sama dalam menirukan kenyataan maka kita hendaknya memilih teknik atau model yang paling sederhana (Mulyono, 2000).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tingkat produksi bawang merah yang tidak merata sepanjang tahun, seperti pada bulan Juni–Oktober merupakan bulan panen raya sebaliknya bulan November–Mei dimana tingkat produksi sedikit, disamping itu komoditas bawang merah ini mempunyai sifat yang mudah rusak. Akibat peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi harga.

(42)

Metode time series yang digunakan terdiri dari metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi (aditif dan multiplikatif), winters (aditif dan multiplikatif) dan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA). Kemudian dari metode time series yang digunakan, dipilih metode time series yang terbaik dengan menggunakan kriteria nilai MSE terkecil.

Metode kausal (Regresi) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga rata-rata bawang merah di Indonesia (enam kota besar di Indonesia). Menurut Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI bahwa pemilihan ke-enam kota besar ini karena kota–kota tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga bawang merah yang terjadi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah:

a) Harga bawang merah di tingkat produsen

Harga bawang merah di tingkat produsen diduga berpengaruh positif dengan harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z (masing-masing kota di enam kota besar di Indonesia). Berpengaruh positif artinya, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah di tingkat produsen sebesar satu satuan maka akan menyebabkan meningkatnya harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z, cateris paribus.

b) Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ)

(43)

pertanian khususnya sayuran dari daerah dikirim atau dijual ke PIKJ, jadi harga di daerah juga akan terpengaruh oleh harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar di PIKJ.

Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) diduga berpengaruh positif dengan harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z. Berpengaruh positif artinya, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebesar satu satuan maka diduga akan menyebabkan meningkatnya harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z, cateris paribus.

c) Jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ)

Penggunaan jumlah pasokan bawang merah ke PIKJ sebagai faktor yang mempengaruhi harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di enam kota besar di Indonesia dengan asumsi bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan Pasar Induk yang terbesar di Indonesia dan hampir semua jenis komoditas pertanian khususnya sayuran dari daerah dikirim atau dijual ke PIKJ, jadi harga di daerah juga akan terpengaruh oleh harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar di PIKJ.

(44)

d) Lag harga bawang merah

Lag harga bawang merah adalah harga bawang merah sebelumnya, hal ini untuk melihat pengaruh adanya ekspektasi harga pada masa yang akan datang dari tingkat harga yang dilakukan pada waktu yang lalu, cateris paribus.

e) Dummy hari besar keagamaan

Penggunaan dummy hari besar keagamaan untuk menggambarkan bagaimana perubahan harga. Harga diduga mengalami peningkatan menjelang dan saat lebaran sebaliknya diluar periode tersebut harga kembali stabil atau justru mengalami penurunan.

Setelah dilakukan pemilihan terhadap metode time series terakurat dan memperoleh hasil regresi dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah, maka dapat direkomendasikan berupa informasi kepada pihak/lembaga terkait (Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian-RI) tentang metode, teknik peramalan terakurat dan hasil peramalan harga bawang merah untuk beberapa periode kedepan.

(45)

Fluktuasi Harga Bawang Merah

Metode Kausal

Pemilihan Metode

Time Series Terakurat

Metode trend quadratik

Single exponential smoothing

Double exponential smoothing

Dekomposisi aditif

Dekomposisi multiplikatif

Winter’s aditif

Winter’s multiplikatif

SARIMA

Rekomendasi Informasi

Analisis Regresi Untuk Faktor yang Mempengaruhi Harga

Bawang Merah

Harga di Tingkat Produsen

(Rp/kg)

Harga di Pasar Induk

Kramat Jati (Rp/kg)

Jumlah pasokan ke Pasar

Induk Karamat Jati (Kg/Bulan)

Lag Harga Bawang Merah

(Rp/kg)

Dummy Hari Besar

[image:45.612.105.510.84.557.2]

Keagamaan

Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

Jumlah Produksi Nasional (Pasokan) yang tergantung musim

dan bersifat mudah rusak

Resiko Kerugian Akibat Ketidakpastian Harga

Kesulitan Dalam Pengambilan Keputusan (Produsen dan Konsumen)

Peramalan Harga Bawang Merah

(46)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Pertanian (DEPTAN) yang berlokasi di Jakarta Selatan. Departemen Pertanian diperlukan sebagai tempat sumber pengambilan data sekunder. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober-November 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder tentang data harga bulanan bawang merah di enam kota besar di Indonesia yang merupakan data median (nilai tengah). Kota–kota tersebut adalah DKI–Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Data diperoleh dari Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI. Sebagai bahan referensi data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Pusat Studi Ekonomi (PSE), Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta, penelitian terdahulu, internet dan literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(47)

program telah banyak dikenal dan mudah digunakan. Karena hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak terkait, maka perlu diutamakan untuk memakai program yang mudah didapat dan mudah digunakan. Sementara untuk data kualitatif yang diperoleh, diolah, dan disajikan dalam bentuk narasi.

4.4. Peramalan Harga Bawang Merah di Indonesia

Untuk meramalkan harga bawang merah di Indonesia digunakan metode peramalan kuantitatif yang terdiri dari metode peramalan time series dan metode kausal (regresi). Proses peramalan dengan metode kuantitatif diawali dengan proses identifikasi pola data. Identifikasi pola data dilakukan dengan memplot data pada grafik, dari plot data tersebut dapat diduga pola data untuk sementara unsur apa yang dimiliki oleh data, berdasarkan pola tersebut dapat diduga metode peramalan apa yang baik digunakan dalam meramalkan harga bawang merah di Indonesia.

4.4.1. Metode Peramalan Time Series

Metode peramalan time series yang digunakan dalam penelitian ini antara lain metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif, winters aditif, winters multiplikatif, dan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA). Dasar penerapan metode peramalan tersebut adalah ekstrapolasi data dari data time series yang sesuai untuk jangka menengah dan jangka panjang

1. Metode Trend

Ŷt+1= a + b.t

Dimana : Ŷt+1 = Ramalan pada masing-masing komoditi bawang merah pada satu periode ke depan

(48)

2. Metode SingleExponential Smoothing

Ŷt+1 =

α

Yt + (1 –

α ) Ŷt

Dengan nilai awal Ŷt = a = So = (Y1 + Y2 + ... + Yn-1 + Yn) / n Dimana : a = intersep

So = pemulusan tahap satu Ŷt = a

3. Metode Double Exponential Smoothing St =

α

Xt + (1-

α

) (St-1 + bt-1)

Bt =

(St – St-1) + (1- ) bt-1

Ft+m = St + bt

Dimana : St = pemulusan data aktual bt = pemulusan trend

Ft+m = peramalan harga bawang merah pada period ke t + m 4. Metode Dekomposisi

a) Dekomposisi Aditif

Yt = Tt + Ct + St + ε

Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t

ε = komponen galat pada periode t

b) Dekomposisi Multiplikatif

Yt = Tt x Ct x St x εt

Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t

(49)

5. Metode Winters

a) Metode Winters aditif

Yt = Tt + St + εt dengan Tt = a - b(t)

Deret pemulusan eksponensial Estimasi musiman:

Lt = α (Yt – St-1) + (1 - α)(Lt-1 + Tt-1) St = γ (Yt - Lt) + (1 - γ) (St-s)

Estimasi trend: Peramalan :

Tt = β (Lt – Lt-1) + (1 - β) (Tt-1) Ŷt+p = [ Lt + Tt (p)] + St-s+p

b) Metode Winters multipilikatif:

Yt = Tt x St x εt dengan Tt = a - b(t)

Deret pemulusan eksponensial: Estimasi musiman:

(

1

)(

−1 −1

)

+ −

+

= t t

s t

t

t L T

S Y

L α α

(

)

t s

t t

t S

L Y

S =γ + 1−γ

Estimasi trend: Ramalan Periode ke depan:

(

− −1

) (

+ 1−

)

−1

= t t t

t L L T

T β β Yt+p =

(

Lt+ pTt

)

Sts+p

Dimana:

Lt = nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini

α = konstanta pemulusan untuk level (0≤α≤1) Yt = pengamatan baru atau nilai ektual periode t

= konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0≤ ≤1) Tt = estimasi trend

γ = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0≤γ≤1) St = estimasi musiman

P = periode yang diramalkan s = panjangnya musim

(50)

6. Metode SeasonalAutoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) SARIMA terbagi atas model SMA (seasonal moving average), SAR (seasonal autoregressive), SARMA (seasonal autoregressive moving average), dan SARIMA (seasonal autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut:

a) Model SAR

Yt = + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L +...+ θPL Yt-PL + t

Dimana : Yt = nilai series yang stasioner Yt-1L,Yt-2L = nilai sebelumnya

dan θ1L, θ2 = konstanta dan koefisien model t = kesalahan peramalan Model AR b) Model SMA

Yt = - Φ1L t-L - Φ 2L t-L -...- Φ QL t-QL+ t

Dimana : Yt = nilai series yang stasioner t = kesalahan peramalan t-1L, t-2L = kesalahan pada masa lalu

, Φ 1L dan Φ 2L = konstanta dan koefisien model c) Model SARMA

Yt = + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L +....+ θPL Yt-PL - Φ1L t-L - Φ 2L t-L -....- Φ QL t-

QL+ t

Dimana : Yt = nilai series yang stasioner Yt-1L,Yt-2L = nilai sebelumnya

t-1L, t-QL = kesalahan pada masa lalu dan θ1, θP, Φ 1, Φ Q = konstanta dan koefisien model t = kesalahan peramalan

d) Model SARIMA (p, d , q) (P, D, Q)L

(51)

(

)

(

)

(

)

= −

∑ +

= − − −

= n

1 t

2 Z t Z n

1 k

t Zt Z Zt k Z k

r

θp (B) = 1 - θ1B - θ2B2 - ….θpBp

ΦP (BL) = 1 - Φ1BL – Φ2B2L - ... ΦPBPL

θq (B) = 1 - θ1B - θ2B2 - ….θqBq

ΦQ (BL) = 1 - Φ1BL – Φ2B2L - ... ΦQBQL Di mana :

B =Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan seterusnya)

Langkah-langkah dalam metode Box-Jenkins (SARIMA) adalah sebagai berikut:

1) Penstasioneran Data

Model Seasonal ARIMA digunakan apabila data yang digunakan sebagai input model terdapat unsur musiman. Menentukan unsur musiman dapat dilakukan dengan melihat plot data. Identik dengan model ARIMA, apabila data belum stasioner baik trend maupun musiman maka perlu dilakukan pembedaan. Penstasioneran data dilakukan dengan melakukan pembedaan regular dan pembedaan musiman.

Pembedaan regular : Zt = Yt – Yt-1 Pembedaan musiman : Zt = Yt-L- Yt-L-1

Dimana: L = jumlah periode musiman dalam setahun

(52)

Dimana:

rk = nilai koefisien autokorelasi Zt = series stasioner

n = jumlah obeservasi Z = rata-rata series data stasioner 2) Identifikasi Model

Menurut Gaynor dan Kirkpatrick (1994) bahwa model Box-Jenkins terdiri dari:

a) Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2)

b) Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model seasonal MA (Q=1)

c) Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 dan 2, maka diperoleh model non seasonal MA (q= 1 atau 2; Q = 1)

d) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan, maka diperoleh model non seasonal AR (p=1 atau 2)

e) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1)

(53)

g) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; dan non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2 dan P=1)

h) Jika ACF dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down) maka diperoleh mixed (ARMA atau ARIMA) model

3) Estimasi Paramater dari Model Sementara

Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi. Terdapat dua cara yang mendasar dapat digunakan untuk pendugaan terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu:

a) Trial and error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (Mean Square Error)

(54)
[image:54.612.89.508.93.682.2]

Tabel 3. Pola ACF dan PACF Model Seasonal ARIMA

ACF PACF Model

Cut off setelah lag 1

atau 2; koefisien

korelasi tidak

signifikan pada

lag-lag musiman

Dying down MA non musiman (q=1 atau 2)

Zt = μ - θ1 εt-1+ εt

Zt = μ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2+ εt

Cut off setelah lag

musiman L; korelasi

tidak signifikan pada

lag-lag non musiman

Dying down MA terdapat musiman (Q=1)

Zt = μ - θ1Lεt-L+ εt

Cut off setelah lag

musiman L; terdapat

koefisien korelasi yang

signifikan pada lag non

musiman ke 1 atau 2

Dying down Non Musiman-musiman MA

Zt = μ - θ1 εt-1 - θ1L εt-L+ θ1θ1 Lεt-L-1+εt

Zt = μ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2 - θ1L εt-L + θ1θ1

Lεt-L+θ2θ1 Lεt-L -2+εt

Dying down Cut off setelah lag 1 atau 2;

koefisien korelasi tidak

signifikan pada lag-lag

musiman

AR non musiman (p=1 atau 2)

Zt = δ + θ1Zt-1 + εt

Zt = δ + θ1Zt-1 + θ2Zt-2 + εt

Dying down Cut off setelah lag

musiman L; korelasi tidak

signifikan pada lag-lag non

musiman

AR terdapat musiman (P=1)

Zt = δ + θ1LZt-L + εt

Dying down Cut off setelah lag

musiman L; terdapat

koefisien korelasi yang

signifikan pada lag non

musiman ke 1 atau 2

Non musiman-musiman AR (p=1

atau 2; P=1)

Zt = δ + θ1Zt-1 + θ1LZt-L +θ1θ1LZt-L-1

Zt = δ + θ1Zt-1 +θ2Zt-2 θ1LZt-L

+θ1θ1LZt-L-1 + θ2θ1LZt-L-2 +εt

Dying down Dying down Campuran (AR; MA)

Non musiman :

Zt = δ + θ1Zt-1 - θ1εt-1 + εt

Musiman :

Zt = δ + θ1Zt-L - θ1Lεt-L + εt

(55)

4) Diagnosa

Untuk pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan dua cara : a) Secara mendasar, model sudah memadai apabila residualnya tidak dapat

dipergunakan untuk memperbaiki ramalan atau dengan ada nilai autokorelasi yang signifikan dan tidak ada nilai autokorelasi persial yang signifikan.

b) Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. Nilai-nilai dugaan terhadap parameter model SARIMA yang telah diukur akan memberikan informasi nilai lain selain nilai dugaan parameter, yaitu nilai standart error dari dugaan tersebut. Dari informasi ini maka akan diperoleh matriks interkorelasi antar parameter yang diduga, sehingga dapat diukur dengan derajat hubungan satu dengan yang lainnya. Model dikatakan sudah memadai apabila nilai korelasi antar dugaan parameter tersebut tidak signifikan.

Model yang baik harus memenuhi syarat :

• Proses interasi harus convergence

Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan MSE terkecil.

• Kondisi invertibilitas dan stasioneritas harus terpenuhi

Zt adalah fungsi linear dari data stasioner yang lampau

(

Zt1,Zt2 ....

)

.. Dengan mengaplikasi analisa regresi pada nilai lag
(56)

(

)

∑ = − +

= m

1

k n k

2 k r 2 n n Q

trend nya sudah dihilangkan. Data stasioner Zt saat ini adalah fungsi linear dari error masa kini dan masa lampau.

Zt = μ + εt - Θ1 εt – 1 - Θ2 εt – 2 - ... - Θqεt – q

Jumlah koefisiensi MA harus kurang dari 1

Θ1 + Θ2 + ... + Θ4 < 1 ⇒Invertibility conditions

Ζt = δ + Θ1 Ζt – 1 + Θ2 Ζt – 2 + ... + εt

Jumlah koefisien AR harus kurang dari 1

Φ1 + Φ2 + ... + Φp< 1 ⇒Stasionarity conditions

• Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal

Jika residual error bersifat acak, ACF dan PACF dari residual secara statistik harus sama dengan nol. Jika hal ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan belum sesuai dengan data. Untuk menguji autokorelasi residual digunakan uji statistik Ljung-Box (Q).

Η0 : ρ1 = ρ2 = ... = ρm = 0

Η1 : ρ1 ≠ ρ2 ≠ ... ≠ ρm ≠0

Statistik Uji :

Dimana : n = jumlah observasi k = selang waktu

m = jumlah selang waktu yang diuji

(57)

Kesimpulan :

Bila Q > ⇒ simpulkan tolak H0. atau bila nilai p

(p-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalkan p<0,05), maka tolak H0 dan model dipertimbangkan tidak memadai.

• Semua parameter estiminasi harus berbeda nyata dari nol.

Dengan mengunakan t-rasio

Uji t → Uji Signifikansi Parsial (rk)

Hipotesis :

H0 : Tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu (H0 : ρk = 0).

H1 : Terdapat autokorelasi yang nyata pada selang ke-k (H1 : ρk≠0).

Statistik uji :

,

variance k

ρ

k r t

= atau sama dengan

( )

k r SE

k r

t =

Dimana : k = lag atau selang n = jumlah observasi j = 1..., k-1, dan j < k Kriteria Uji :

Dibawah H0 statistik t menyebar dengan derajat bebas (n-1). Untuk

α tertentu dari tabel-t didapat tα/2(n-1) atau pada tingkat signifikasi 0,05

atau 5 persen. Berdasarkan pengalaman dapat mengunakan nilai t-tabel = 2 sebagai nilai kritis untuk menguji autokorelasi (ρk), (Gaynor

dan Kirkpatrick,1994).

(

m p q

)

a

(58)

Kesimpulan:

Bila t-hitung > tα/2 (n-1) berarti dapt diambil kesimpulan untuk

menolak H0 atau jika nilai absolut dari t-hitung < 2, berarti tidak ada autokorelasi

• Berlaku prinsip parsimony

Model yang dipilih adalah model yang memiliki jumlah parameter terkecil

• Nilai MSE terkecil

5) Peramalan

Model terbaik telah diperoleh, maka dapat dilakukan peramalan untuk beberapa waktu ke depan. Evaluasi ulang terhadap model perlu dilakukan karena kemungkinan pola data berubah.

4.4.1.1. Pemilihan Metode Time Series Terakurat

Tahap terakhir dari model time series ini adalah membandingkan beberapa metode yang telah diterapkan agar dapat menentukan salah satu metode yang paling baik untuk meramalkan harga bawang merah. Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memilih teknik peramalan yang sesuai bagi data yang ingin diramal. Beberapa kriteria yang biasa dipakai adalah akurasi, jangkauan peramalan, biaya dan kemudahan dalam penerapan. Walaupun terdapat banyak ukuran akurasi peramalan tetapi tidak ada sebuah ukuran yang diakui umum sebagai ukuran yang paling baik karena setiap ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan.

(59)

pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (Makridakis, Wheelwright dan McGee, 1999). Nilai MSE dirumuskan sebagai berikut:

(

)

n

y

y

MSE

n

t

t t

=

=

1

2

ˆ

Namun, ukuran ini mempunyai dua kelemahan (Makridakis Weelwright dan McGee, 1999). Pertama, ukuran ini menunjukkan fitting suatu model terhadap data historis. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik. Perbandingan dengan menggunakan nilai MSE yang terjadi selama proses fitting peramalan mungkin memberikan sedikit indikasi keakuratan model dalam peramalan. Kelemahan yang kedua adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan persentase yang berbeda pula dalam proses fitting. Jadi pembandingan metode atas suatu kriteria tunggal seperti MSE mempunyai nilai yang terbatas. Lagi pula, interpretasinya tidak bersifat intuitif karena MSE menyangkut penguadratan sederetan nilai. Karena itu, digunakan pengukuran akurasi yang menggunakan galat persentase, salah satunya adalah Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan rumus sebagai berikut:

n

y

y

y

MAPE

n

t t

t t

=

=

1

ˆ

Dimana: yt = nilai observasi ke –t

t

yˆ = nilai ramalan ke- t n = jumlah observasi Dimana: yt = nilai observasi ke –t

t

(60)

4.4.2. Metode Peramalan Kausal (Regresi)

Metode kausal merupakan peramalan dengan menggunakan analisis yang mendasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang diramalkan dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Metode kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel independen, menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel dependen. Dalam penelitian ini metode kausal yang digunakan adalah metode regresi dengan variabel dependen adalah harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z, sedangkan variabel independen adalah harga bawang merah ditingkat produsen, harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), jumlah pasokan bawang merah ke PIKJ, lag harga bawang merah dan dummy yang digunakan adalah hari besar keagamaan. Peubah harga dan volume di PIKJ digunakan untuk setiap kota karena tingkat permintaan (demand) dan penawaran (suply) di masing-masing pasar di kota-kota besar tersebut diasumsikan sama dengan tingkat permintaan (demand) dan penawaran (suply) di PIKJ.

Model regresi untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah dapat ditulis sebagai berikut:

Yt = bo + b1X1t + b2X2t + b3X3t + b4X4t + b5D + et Dimana:

Yt = harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z (Rp/kg) bo = intersep

(61)

X1 = harga bawang merah di tingkat produsen di kota Z (Rp/kg) X2 = harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (Rp/kg) X3 = jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati

(kg/bulan)

X4 = lag harga bawang merah (Rp/kg) D = dummy hari besar keagamaan

D = 1 (menjelang dan saat hari besar keagamaan) D = 0 (diluar hari besar keagamaan)

et = error-term (galat)

Persamaan regresi diestimasi secara terpisah untuk enam kota besar. Kota-kota yang diamati adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Untuk kota DKI Jakarta, variabel harga bawang merah ditingkat produsen tidak digunakan karena di DKI Jakarta tidak ada produksi bawang merah, jadi harga produsen diasumsi kan sama dengan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati. Sedangkan untuk kota yang lainnya menggunakan harga produsen sebagai variabel independennya.

4.4.2.1. Pengujian Model Penduga

Pengujian terhadap model penduga harga bawang merah dilakukan untuk mendapatkan model terbaik dan apakah model yang diduga terpenuhi secara teori dan statistik. Pengujian yang dilakukan antara lain, yaitu sebagai berikut:

A. Uji Autokorelasi

(62)

(

)

∑ ∑ − =

i e

2 1 i e i e d

series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisa merupakan data time series (Gujarati, 1997).

Keterangan: d = nilai Durbin Watson

∑ei = jumlah kuadrat sisa

Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai dtabel. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan (Gambar 4) seperti kriteria sebagai berikut:

1. Jika d* < dl, berarti terdapat autokorelasi positif 2. Jika d* > (4-dl), berarti terdapat autokorelasi negatif

3. Jika dl < d* < du atau (4-du) < d* < (4-dl), berarti tidak dapat disimpulkan

4. Jika du < d* < (4-du), berarti tidak terdapat autokorelasi

B. Uji Multikolinearitas

Masalah multikolinearitas dalam model dapat diketahui dengan melihat nilai Varians Inflation Facktor (VIF) pada masing-masing variabel bebasnya.

(

2

)

i

R 1

1 VIF

− =

Dimana: R2 = koefisien determinasi Autokorelasi

Positif

Autokorelasi Negatif Tidak dapat

Disimpulkan

Tidak dapat Disimpulkan

Tidak ada Autokorelasi

4-du du

dl

[image:62.612.162.487.428.519.2]

0 4-dl 4

(63)

Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat masalah multikolinearitas. Selain itu, untuk melihat korelasi antar peubah bebas dalam model dapat digunakan uji korelasi pearson, dimana nilai yang semakin mendekati satu berarti korelasi peubah bebas semakin kuat.

C. Uji Heteroskedastisitas

<

Gambar

Tabel 1.Tingkat Produksi Beberapa Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2005 (Ton)
Gambar 1. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Beberapa Propinsi di
Gambar 2. Skema Pendekatan metode Box–Jenkins Sumber : Makridakis, Weelwright dan McGee, 1999
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat produktivitas bawang merah, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah, menganalisis struktur

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis permintaan bawang merah di daerah penelitian, menganalisis faktor pendapatan, menganalisis faktor harga, menganalisis faktor

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis permintaan bawang merah di daerah penelitian, menganalisis faktor pendapatan, menganalisis faktor harga, menganalisis faktor

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat produktivitas bawang merah, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah, menganalisis struktur

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat produktivitas bawang merah, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah, menganalisis struktur

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI BAWANG MERAH DI KABUPATEN KARO..

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan segala Taufik dan Hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi permintaan bawang merah di Kota Medan adalah harga bawang merah, pendapatan dan jumlah anggota