HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS
PADA REMAJA PANTI ASUHAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Sebagai Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
MOTTO:
K e b a h a g ia a n a d a la h p e n g a la m a n s p ir it u a l d a r i m e n ik m a t i s e t ia p d e t ik k e h id u p a n k it a d e n g a n p e n u h r a s a c in t a , r a s a s y u k u r , s e r t a p e n g a b d ia n k e p a d a Tu h a n y a n g M e n c ip t a k a n k it a .
Ku p e rse m b a hka n ka rya
se d e rha na ini te runtuk…
Ke d ua O ra ng Tua ku te rc inta ,
Ab a Drs. H. Ma id a n Fa hmi, MM,
MBA
Ma ma Hj. Ra b ia tul Ad a wiya h,
Sa g
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS
REMAJA PANTI ASUHAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Sidang Munaqasah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap
Anggota,
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si
Penguji I Penguji II
Dra. Zahrotun Nihayah. M.Si Dra. Netty Hartati. M.Si.
NIP 196207241989 NIP 1953100219832001
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Netty Hartati, M.Si S. Evangeline.I. Suaidy. MS.i, Psi
NIP. 1953100219832001 NIP. 150411217
ABSTRAK (A)Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B)September 2010
(C)Eka Fauqiyah
(D)Hubungan religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan (E)Halaman : vii + 81 Halaman + Lampiran
menyenangkan di masa lalu dan masa sekarang serta kekhawatiran akan masa depan yang membuat mereka sedih atau unhappiness. Salah satu faktor yang dapat membantu untuk merasakan happiness adalah religiusitas. Religiusitas adalah suatu totalitas keberagamaa seseorang sebagai penganut agama yang memiliki lima dimensi yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengalaman dan konsekuensi.
Adanya program dan kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti asuhan, memungkinkan remaja meminimalisir perasaan negatif sehingga menimbulkan perasaan positif karena melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Happiness tidak ditentukan oleh apa yang terjadi dalam kehidupan, namun bagaimana seseorang menyikapi atas apa yang terjadi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi yaitu untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan. Responden penelitian berjumlah 90 orang yang ditentukan dengan pengambilan sampel nonprobability dengan teknik purposive sampling. Sampel terdiri dari 2 bagian, yaitu remaja panti asuhan Islam Raudhatul Jannah di daerah Pasar Jumat Jakarta Selatan dengan jumlah 50 orang dan panti asuhan Kristen P-niel di daerah Bintaro Tangerang. dengan subjek penelitian sebanyak 40 orang dengan rentang usia pada tahap remaja yakni usia 13-18 tahun. Masing-masing diberikan kuesioner dengan 51 item skala religiusitas dan 29 item skala happiness.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik korelasi spearman, yang di ketahui dari hasil uji normalitas. Kemudian uji regresi dan uji perbedaan.
Saran yang dapat diberikan adalah agar peneliti berikutnya dapat mengadaptasi lebih baik lagi dari skala religiusitas dan happiness, sehingga dapat meneliti secara mendalam dimensi dari masing-masing variabel.
(G)Daftar Pustaka : 25 buku + 4 jurnal + 1 pustaka online
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim
Segala puji hanya miliki Allah SWT. Zat yang menggenggam alam semesta ini, yang Kasih-Nya sangat luar biasa. Shalawat beriringan salam peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Peneliti menyadari bahwa keberhasialan dalam penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang bersedia membimbing, membantu dan mendoakan kelancaran skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph,D.
2. Dosen Pembimbing Akademik, Ibu Liany Luzvinda, MS.i.
4. Bapak dan Ibu staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta atas kerjasamanya.
5. Kepada kedua orang tua penulis ayahanda Maidan Fahmi dan ibunda Rabiatul Adawiyah, terima kasih untuk kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian, dukungan, serta do’a yang tak pernah putus untuk kesuksesan penulis.
6. Adik-adik penulis, Wilda Humaidah dan Marateen Shofwah, terima kasih atas dukungan kalian apapun bentuknya, yang menyenangkan maupun yang mengesalkan.
7. Kepada Ibu Ika selaku Pengajar di SMP PGRI II Ciputat, yang telah banyak membantu penulis dalam perijinan penelitian di Panti Asuhan kristen.
8. Kepada anak-anak di Yayasan Raudhatul Jannah Jakarta Selatan, terima kasih telah membantu penulis dalam penelitian.
9. Kepada anak-anak di Yayasan Kasih Orang Tua dan Peduli Anak P-niel Tangerang, terima kasih atas kesediaan waktunya yang telah membantu penulis dalam penelitian.
10.Terima kasih teruntuk Widaad Rifqiana, Layla Hikmah dan Yuniar Rachdianti atas keikhlasannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, baik dukungan moril maupun materi. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kalian.
12.Untuk teman kosan (Especially Ina, Iyah, Sukma, Juli, Yuyu, Echi ) terima kasih atas dukungan semangat dan do’a kalian. SUKSES UNTUK KALIAN!
Penulis memohon maaf atas semua kekurangan dalam penulisan karya ini, mudah mudahan karya ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang terutama bagi para pembaca.
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN MOTTO
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 10
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10
1.3.1. Pembatasan Masalah Penelitian ... 10
... 1.3.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 11
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
1.4.1. Tujuan Penelitian ... 11
1.4.2. Manfaat Penelitian ... 11
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1. Happiness ... 13
2.1.1. Pengertian Happiness ... 13
2.1.2. Aspek-aspek happiness... 14
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Happiness ... 18
2.2. Religiusitas... 20
2.2.1. Pengertian Religiusitas... 20
2.2.2. Dimensi-dimensi Religiusitas ... 22
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi religusitas... 23
2.3. Remaja... 25
2.3.1 Pengertian Remaja... 25
2.3.2 Batasan Remaja... 26
2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja... 26
2.3.4 Religiusitas pada Remaja... 2.3.5 Kebahagiaan dalam Masa Remaja... 27
2.4. Panti Asuhan... 28
2.4.1 Pengertian Panti Asuhan... 28
2.4.2 Tujuan Panti Asuhan... 29
2.4.3 Fungsi Panti Asuhan... 29
2.4.4 Program Pengasuhan Anak Panti Asuhan... 31
2.5. Kerangka Berpikir ... 35
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian...
40
3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian...
40
3.1.2 Variabel Penelitian...
41
3.1.2.1 Definisi Konseptual...
42
3.1.2.2 Definisi Operasional...
43
3.2. Pengambilan Sampel ... 42
3.2.1. Populasi ... 42
...
3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 43
...
3.2.3. Karakteristik Sampel...
43
3.3. Pengumpulan Data ... 44
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 44
... 3.3.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 45
... 3.4. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 50
3.4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen... 51
3.4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 56
3.5. Metode Analisis Data ... 57
3.6. Prosedur Penelitian ... 57
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 59
... 4.2 Presentasi Data... 62
4.2.1 Uji Normalitas... 62
4.3 Kategorisasi Penyebaran Skor Responden...
69
4.4 Pengujian Hipotesis...
71
4.5 Uji Regresi...
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Diskusi ... 76
5.3. Saran ... 80
5.3.1 Saran Teoritis ... 80
5.3.2 Saran Praktis ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81 ...
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 : Kerangka Berfikir...
39
Tabel 3.1 : Skor Item Skala...
46
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Religusitas Try Out...
48
Tabel 3.3 : Blue Print Skala Happiness Try Out...
51
Tabel 3.4 : Blue Print Skala Religiusitas Penelitian...
Tabel 3.5 : Blue Print Skala Happiness Penelitian...
54
Tabel 3.6 : Klasifikasi Koefisien Reliabilitas...
56
Tabel 4.1 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...
59
Tabel 4.2 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia...
60
Tabel 4.3 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Agama...
61
Tabel 4.4 : Hasil Uji Normalitas Religiusitas...
63
Tabel 4.5 : Hasil Uji Normalitas Happiness...
65
Tabel 4.8 : Kategorisasi Religiusitas...
69
Tabel 4.9 : Kategorisasi
Happiness... 71
Tabel 4.10 : Hasil Uji
Hipotesis... 72
Tabel 4.11 :
Tabel 4.12 : Model
Summary... 74
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data mentah religiusitas dan happiness
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang dilakukan penelitian ini
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
Didalam hidup ini, setiap orang tidak akan pernah terlepas dari masalah, baik
masalah pribadi maupun masalah sosial yang dapat mempengaruhi kebahagiaannya.
Kebahagiaan (happiness) adalah suatu hal yang sangat penting, karena kebahagiaan
merupakan kebutuhan naluriah setiap orang, tidak ada seorangpun didunia ini yang
tidak ingin meraihnya. Kebahagiaan bukanlah ditentukan oleh apa yang terjadi
didalam kehidupan, melainkan sebuah penyikapan atas apa yang terjadi. Matthews
(2004) mengatakan bahwa, kebahagiaan tidak ditentukan oleh apa yang terjadi
didalam hidup, tetapi bagaimana cara seseorang bereaksi terhadap apa yang terjadi.
Menurut Waterman (1993, dalam Singh & Jha, 2008) happiness bisa
diharapkan kapan saja menjadi perasaan senang serta mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan, baik secara fisik, intelektual, atau sosial. Sedangkan Aristoteles (1984
dalam Ryff, 1989) menyebut happiness sebagai eudaimonia, yaitu seberapa besar
usaha manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup. Seligman (2002) sepakat dengan
konsep Aristoteles yang mengatakan happiness adalah eudaimonia, Seligman
menyebut eudaimonia sebagai gratifikasi, yaitu suatu kegiatan yang disenangi
seseorang, dan tidak selalu disertai oleh perasaan dasar. Menurut Seligman,
eudaimonia bukanlah suatu keadaan yang dapat diperoleh melalui jalan pintas, namun
melalui proses dari usaha atau aktifitas dengan tujuan yang baik.
Seligman (2002), menggunakan istilah happiness sebagai emosi positif serta
pada masa lalu, masa depan dan masa sekarang. Emosi positif masa lalu adalah
kepuasan, kesenangan, kebanggaan dan ketenangan. Emosi positif pada masa
sekarang adalah kesenangan sesaat dan kenikmatan yang lebih lama. Sedangkan
emosi positif pada masa depan adalah optimisme, harapan, kepercayaan diri,
kepercayaan dan keyakinan
Berlawanan dengan perasaan bahagia (happiness), setiap individu juga
merasakan perasaan tidak bahagia (unhappiness). Menurut Arief (2008),
Unhappiness sebenarnya adalah warning agar seseorang berubah. Perubahan yang di
maksud adalah perubahan cara berfikir, keyakinan, pilihan emosi, semangat
spiritualitas atau mengubah keharmonisan diri dengan lingkungan sekitar. Jadi,
menjadi bahagia adalah sebuah proses mengubah diri yang diperlukan tidak hanya
oleh orang dewasa tetapi juga oleh remaja yang masih mencari jati diri.
Hendrianti (2006) mengatakan bahwa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada setiap tahapan
perkembangannya remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang menggambarkan
perubahan-perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan atau kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangan pada periode usia tertentu akan mempengaruhi
berhasil atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugas perkembangan pada
Perubahan tersebut adalah perubahan fisik, perubahan emosi, perubahan
sosial, perubahan minat, perubahan moral serta perubahan minat dan perilaku seks.
Adanya perubahan baik didalam maupun diluar dirinya itu membuat kebutuhan
remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya diluar
lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat
lain. (Sarlito, 2005).
Pada tiap rentang kehidupan, masa remaja juga memiliki perkembangan
kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Hurlock (1980) mengatakan bahwa pada setiap
tingkatan usia terdapat tiga ciri kebahagiaan, yaitu penerimaan orang lain, kasih
sayang dan mendapatkan prestasi. Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh
penerimaan diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial
yang baik. Kasih sayang merupakan hasil dari sikap diterima orang lain. semakin
diterima baik, maka semakin banyak kasih sayang yang didapatkan. Sedangkan
prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang, jika tujuan realistisnya
rendah, maka akan timbul kegagalan dan tidak merasa puas serta cenderung tidak
bahagia. Untuk itu, dibutuhkan usaha yang keras demi mencapai prestasi yang
diinginkan.
Berdasarkan hasil survey penelitian yang menggunakan kuesioner dengan
remaja, terdapat kurang lebih 50 % remaja yang mengatakan bahwa kebahagiaan
adalah suatu perasaan senang, ketenangan hati, serta kepuasan diri dalam mencapai
suatu keinginan. kebahagiaan bagi mereka juga mencakup memiliki banyak teman,
mendapatkan kasih sayang, memiliki keluarga utuh dan harmonis, menjadi manusia
yang religius, serta mendapatkan prestasi yang baik.
Salah satu kebutuhan remaja adalah kebutuhan akan nilai-nilai dan agama.
Pada hakikatnya, semua itu ditimbulkan oleh norma-norma dan nilai yang berlaku
dalam keluarga yang didapat melalui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap
anak. Zakiah (2005) mengatakan bahwa pada umumnya, agama seseorang ditentukan
oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecil.
Seseorang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama,
baik pendidikan dari orang tua, lingkungan sosial dan sekolah yang menjalankan
hidupnya dengan pendidikan agama. Maka mereka dengan sendirinya akan
mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan
ibadah, dan merasakan nikmatnya hidup beragama.
Remaja lebih merasa tertarik kepada agama dan keyakinan spiritual daripada
anak-anak. Pemikiran abstrak mereka yang semakin meningkat dan pencarian
identitas mereka lakukan membawa mereka kepada masalah-masalah agama dan
Sebuah hasil survey nasional, diketahui bahwa lebih dari 90% remaja
mengatakan bahwa mereka percaya pada Tuhan. Hanya 1 dari 1000 yang tidak
memiliki preferensi atau golongan keagamaan apapun (Santrock, 2003)
Menurut James, (dalam Jalaluddin, 2003) agama memberikan energi spiritual,
dimana agama dapat menggairahkan semangat hidup, meluaskan kepribadian,
memperbarui daya hidup, dan memberikan makna dan kemuliaan baru pada hal-hal
yang biasa dalam kehidupan.
Myers (dalam Khavari 2006) menjelaskan mengapa para pemeluk agama
lebih bahagia daripada yang tidak beragama, ia mengatakan bahwa mereka lebih
bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, menuntun mereka menerima dan
menghadapi beragam masalah dengan tenang, dan mengikat seseorang dalam satu
umat yang saling memberikan dukungan.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Aghili dan Kumar (2008), di
dalamnya disimpulkan bahwa sikap religiusitas ternyata sangat berkorelasi dengan
kebahagiaan. Hasilnya adalah semakin Tinggi sikap religiusitas, maka semakin tinggi
pula kebahagiaan seseorang.
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Dafit (2007) juga mengatakan bahwa,
Mahasiswa.
Sekitar tahun 1996/1997, telah dilakukan penelitian tentang gambaran
kesadaran beragama di kalangan remaja siswa SMK di Jawa barat, yang
respondennya berjumlah 652 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
semua siswa dan siswi meyakini agama sebagai pedoman hidup yang akan
membawa kepada kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun akhirat. (Yusuf, 2004).
Kebahagiaan hidup dan pendidikan agama tidak hanya dibutuhkan bagi
remaja yang memiliki keluarga utuh, namun juga di butuhkan bagi remaja yang
kurang beruntung yaitu remaja yang tinggal dipanti asuhan. Karena mereka juga
anak-anak generasi penerus bangsa yang harus di asuh dengan baik agar berkembang
dengan optimal.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak pada Bab II pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan: bahwa anak
berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh
kembangnya secara wajar.
Pemerintah melalui Depsos RI telah melakukan langkah-langkah penanganan
sosial seperti panti asuhan. Pendirian panti sebagai lembaga sosial dimaksudkan
untuk menggantikan keluarga alami anak dengan keluarga atau pengasuhan yang
berbeda, yang menekankan adanya pelimpahan tanggung jawab pengasuhan anak
kepada orang tua asuh yang meliputi semua aspek peran orang tua. (Depsos, 2008).
Selain itu, bentuk panti asuhan lain diluar Dinas Sosial juga banyak didirikan,
salah satunya panti asuhan yang berbasis agama dan dengan tujuan untuk mengasuh
dan memenuhi kebutuhan anak agar dapat berkembang sesuai dengan prinsip agama.
Tinggal di panti asuhan yang jauh dari cinta sanak keluarga memang sudah
menjadi pilihan yang mereka ambil untuk memenuhi segala kebutuhan mereka.
Namun kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh anak-anak
dipanti asuhan yang menginginkan kasih sayang serta perhatian yang besar dari
orang-orang sekitar mereka. Suasana di panti asuhan juga tentu berbeda dibandingkan
dengan suasana di dalam keluarga sendiri. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi
dan kemampuan panti yang beraneka ragam, baik dalam pelaksanaan maupun dalam
program layanan.
Beberapa masalah yang muncul pada remaja di panti asuhan adalah
keluhan-keluhan anak mengenai suasana lingkungan panti yang tidak sama dengan lingkungan
keluarga, rindu akan sanak keluarga, bertengkar dengan teman, serta
Hasil penelitian Save the Children and Unicef bekerja sama dengan
Departemen Sosial RI (2008) yang merupakan laporan pertama mengenai kualitas
pengasuhan di panti asuhan anak di Indonesia menemukan beberapa fakta penting
mengenai kondisi pengasuhan anak di panti asuhan di Indonesia yang masih sangat
kurang. Hampir semua fokus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi
sehari-hari, sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak kurang
dipertimbangkan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan pengasuh panti
asuhan di tempat penelitian, mereka memberikan berbagai program panti untuk
membantu anak meningkatkan perilaku religiusitas seperti kegiatan keagamaan,
membaca kitab suci, beribadah bersama, serta kegiatan keagamaan lain yang bisa
mendekatkan diri kepada Tuhan. Kegiatan lainnya adalah seperti olah raga dan
kesenian. Remaja di haruskan untuk mentaati peraturan yang telah di sediakan pihak
panti asuhan, jika melanggar maka mereka akan di hukum. Jenis hukumannya adalah
membersihkan lingkungan panti, hal ini diharapkan membuat anak patuh dan tidak
melanggar peraturan.
Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dibuat memiliki tujuan yang sangat baik,
yaitu untuk mendekatkan diri anak kepada Tuhannya, melatih anak secara dini untuk
tidak bermanfaat serta masalah-masalah yang membuat anak sedih baik di masa lalu
maupun yang sedang dijalaninya. Sehingga kegiatan ini diharapkan mampu
memotivasi anak untuk mencapai kebahagiaan hidup.
Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas, peneliti menganggap
bahwa penelitian ini perlu dilakukan mengingat penelitian yang membahas tentang
kaitan antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan masih belum
banyak dilakukan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“ HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS PADA REMAJA PANTI ASUHAN”
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan Masalah
Agar penelitian tidak meluas, maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang
ingin diteliti, yaitu:
1. Religiusitas adalah suatu totalitas keberagamaan seseorang penganut agama
2. Happiness adalah perasaan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari
kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa
lalu, masa depan dan masa sekarang.
3. Remaja panti asuhan adalah remaja yang tinggal di panti asuhan yang berusia
13 sampai 18 tahun. Batasan ini digunakan mengingat bahwa usia maksimal
tinggal dipanti adalah 18 tahun.
1.2.2 Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan di teliti dapat di
rumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Happiness
pada Remaja Panti Asuhan?
2. Apakah ada perbedaan antara happiness pada remaja laki-laki dan
perempuan?
3. Apakah ada perbedaan antara happiness berdasarkan usia remaja panti
asuhan?
4. Apakah ada perbedaan antara happiness remaja panti asuhan Islam dan
Kristen?
5. Seberapa besar sumbangan religiusitas terhadap happiness?
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan religiusitas
dengan happiness pada remaja panti asuhan Islam dan remaja panti asuhan Kristen
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis:
1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah mengharapkan penelitian ini bermanfaat
sebagai wawasan keilmuan terutama dalam bidang Psikologi Positif.
2. Manfaat Praktis yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah agar dapat
digunakan sebagai bahan acuan bagi para pengelola panti asuhan dalam
memenuhi kebutuhan baik fisik maupun psikis dalam meningkatkan pelayanan
bagi anak-anak panti asuhan sehingga mendapatkan kesejahteraan, pendidikan ,
serta tempat tinggal yang layak.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan kerangka berfikir penulisan ini dibagi menjadi 5 bab
yang disusun dalam sistematika sebagai berikut :
BAB I : Yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah
BAB II : Menguraikan tentang teori Happiness dan teori Religiusitas. Remaja dan
Panti Sosial, Kerangka Berfikir dan Hipotesis Penelitian.
BAB III : Dalam bab ini diuraikan pendekatan dan metode penelitian, definisi
konseptual dan operasional, pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik
uji instrumen penelitian, metode analisa data dan prosedur penelitian.
BAB IV : Mengemukakan tentang gambaran umum subjek penelitian presentasi data,
uji persyaratan, deskripsi statistik, hasil uji hipotesis dan uraiannya.
BAB V : Mengemukakan tentang kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang landasan teoritis penelitian ini, yang dibagi
menjadi tiga subbab. Subbab pertama membahas tentang happiness, subbab kedua
2.1. Happiness
2.1.1. Pengertian Happiness
Seligman (2002) mendefinisikan happiness sebagai perasaan positif dan
kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan
seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa
sekarang.
Diener (dalam Synder 2007) menyamakan happiness dengan subjective
well-being serta sebagai gabungan dari perasaan positif dan kepuasan hidup. Menurut
Diener kebahagiaan adalah evaluasi seseorang terhadap kehidupan yang mereka
alami. Lebih spesifiknya kebahagiaan meliputi pengalaman yang menyenangkan
seseorang dan apresiasinya terhadap kehidupan.
Carr (2004) mengatakan bahwa happiness dan subjective well-being keduanya
merujuk pada perasaan positif, yaitu sebagai perasaan bahagia atau ketenangan
maupun keadaan positif seperti ikut serta dalam kegiatan yang mengalir atau terlarut
di dalamnya.
Carlson (1984, dalam Manz, 2003) mengatakan bahwa happiness adalah
Menurut Al-Qarni (2004), Kebahagiaan adalah keriangan hati karena
kebenaran yang dihayatinya, kebahagiaan adalah kelapangan dada karena prinsip
yang menjadi pedoman hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati karena
kebaikan disekelilingnya.
Dari pengertian diatas mengenai happiness, maka definisi yang digunakan
peneliti adalah definisi dari Seligman (2002) yang menyatakan bahwa happiness
merupakan perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari
kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa
depan dan masa sekarang.
2.1.2. Aspek Happiness
2.1.2.1. Emosi Positif
Seligman (2002) membagi emosi positif menjadi tiga kategori menurut waktu,
yaitu:
a. Emosi Positif Terhadap Kepuasan akan Masa Lalu
Menurut Seligman (2002), emosi tentang masa lalu dimulai dari ketenangan,
kedamaian, kebanggaan dan kepuasan. Semua emosi tersebut sepenuhnya ditentukan
ini. Salah satu contoh Ketika seseorang dilanda depresi, jauh lebih mudah baginya
untuk menyimpan kenangan menyedihkan daripada kenangan membahagiakan.
Keterbatasan pemahaman dan penghayatan tentang peristiwa pada masa lalu
jika menekankan peristiwa buruk maka dapat membuat seseorang sulit untuk
mengalami ketenangan, kedamaian, kebanggaan dan kepuasan.
Seligman (2002) mengatakan bahwa ada dua cara untuk membawa
perasaan-perasaan tentang masa lalu ke arah kebahagiaan. Yaitu dengan bersyukur dan
memaafkan. Ia mengatakan bahwa rasa syukur dapat menambah kepuasan hidup
karena dapat menambah intensitas kesan dari kenangan yang baik tentang masa lalu.
Sedangkan memaafkan dapat mengubah kepahitan menjadi kenangan yang positif,
dan dengan demikian lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan dan
kepuasan hidup yang lebih besar.
b. Emosi Positif Terhadap Optimistis akan Masa Depan
Emosi positif mengenai masa depan mencakup keyakinan, kepercayaan,
percaya diri, harapan dan optimisme. Optimisme dan harapan memberikan daya tahan
yang lebih baik dalam menghadapi depresi saat menghadapi musibah, dapat
meningkatkan kinerja, dan kesehatan fisik yang lebih baik di masa depan.
Terdapat dua dimensi dalam konsep optimisme, yaitu Permanen dan Pervasif.
setiap kejadian yang mereka alami. Dimensi permanen dibagi lagi menjadi dua tipe,
yaitu tipe permanen (pesimistis) dan tipe temporer (optimistis). Orang-orang dengan
tipe permanen percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian yang mereka alami bersifat
permanen, terus berlanjut mempengaruhi hidup mereka. Sebaliknya, orang dengan
tipe temporer, percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu hanya bersifat sementara.
Sedangkan pervasif menjelaskan tentang seberapa besar suatu kondisi
mempengaruhi kehidupan individu. Dimensi pervasif dibagi lagi menjadi dua tipe,
yaitu universal (pesimistis) dan spesifik (optimistis). Individu dengan tipe universal
akan terpengaruh disegala aspek ketika suatu kejadian menimpa satu area kehidupan,
sedangkan individu dengan tipe spesifik, hanya akan terpengaruh pada satu bagian
kehidupan, dan tidak mempengaruhi bagian lain.
c. Emosi Positif Terhadap Kebahagiaan Pada Masa Sekarang
Kebahagiaan masa sekarang terdiri atas berbagai keadaan yang sangat berbeda
dengan kebahagiaan akan masa lalu dan masa depan. kebahagiaan sendiri mencakup
dua hal yang berbeda : yaitu kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification).
Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen inderawi yang jelas dan
komponen emosi yang kuat, yang disebut dengan perasaan-perasaan dasar (raw feels)
seperti: rasa senang, riang, ceria, dan nyaman (Seligman,2002).
Semua ini bersifat sementara dan hanya sedikit melibatkan pikiran, atau malah
(bodily pleasures) dan kenikmatan yang lebih tinggi (higher pleasures). Kenikmatan
ragawi datang dengan cepat, melalui indera, dan bersifat sementara. Sama halnya
dengan kenikmatan ragawi, kenikmatan yang lebih tinggi juga memiliki
perasaan-perasaan dasar yang positif, bersifat sementara, memudar dengan mudah dan dengan
cepat menjadi terasa biasa. Namun tak hanya itu, kenikmatan yang lebih tinggi juga
bersifat kognitif dan jauh lebih bervariasi daripada kenikmatan ragawi.
Gratifikasi datang dari kegiatan-kegiatan yang sangat kita sukai, tetapi sama
sekali tidak mesti disertai oleh perasaan dasar. Contoh gratifikasi adalah : membaca
novel yang bagus, bermain bola basket. Gratifikasi bertahan lebih lama daripada
kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi happiness
Menurut Seligman (2002) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi happiness,
yaitu:
1. Uang
Penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya, lebih
daripada uang itu sendiri. Orang yang menempatkan uang diatas tujuan lainnya
kurang puas dengan penghasilan mereka dan dengan kehidupan mereka secara
keseluruhan.
Pusat riset Opini Nasional Amerika Serikat menyurvei 35.000 warga Amerika
selama 30 tahun terakhir, 40% dari orang yang menikah mengatakan mereka
sangat bahagia, sedangkan hanya 24% dari orang yang tidak menikah, bercerai,
berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang mengatakan mereka bahagia.
3. Kehidupan Sosial
Orang-orang yang bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan
kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Berdasarkan penilaian sendiri atau orang
lain, mereka dapat nilai tertinggi dalam berinteraksi. Khavari (2006) mengatakan
bahwa meskipun kebahagiaan personal tumbuh dari dalam diri, berbagi
kesenangan dengan orang lain dapat membangun perasaan yang positif. Rasa
kebersamaan juga dapat tumbuh dari hubungan penuh kasih dengan Tuhan serta
dengan tokoh-tokoh agama.
4. Emosi Negatif
Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi positif dan emosi negatif. Ini
berarti, jika memiliki banyak emosi negatif, seseorang mungkin memiliki lebih
sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun demikian, tidak
berarti seseorang menjauh dari kehidupan yang senang dan tidak berarti pula
seseorang terlindungi dari kesedihan.
5. Usia
Sebuah penelitian otoritatif atas 60.000 orang dewasa dari empat puluh bangsa
menyenangkan dan afek tidak menyenangkan. Kepuasan hidup sedikit meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia, afek menyenangkan sedikit melemah dan afek
negatif tidak berubah. Yang berubah saat seseorang menua adalah intensitas
emosinya.
6. Kesehatan
Orang-orang yang masuk rumah sakit dengan hanya satu masalah kesehatan yang
kronis, seperti penyakit jantung, mereka menunjukkan peningkatan kebahagiaan
yang berarti pada tahun berikutnya. Namun mereka yang memiliki lebih masalah
kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. Jadi, masalah
ringan dalam kesehatan tidak lantas menyebabkan ketidakbahagiaan, namun
sebabnya adalah sakit yang parah.
7. Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang mengherankan dengan suasana hati.
Tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda, yang
membedakan adalah perempuan cenderung lebih bahagia dan sekaligus lebih
sedih daripada laki-laki.
8. Agama
Data survei secara konsisten menunjukkan bahwa orang-orang yang religius lebih
bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius.
beragama lebih bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, mengajak
mereka menerima dan menghadapi aneka masalah dengan tenang, dan
mempersatukan mereka dalam satu umat yang saling memberi dukungan.
2.2
Religiusitas
2.2.1. Pengertian Religiusitas
Sebelum membahas religiusitas, perlu adanya pembahasan mengenai agama
sebagai dasar dari perilaku religiusitas ini.
Di dunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama, yaitu :
religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh
penderitaan atau mati-matian; perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan
yang di lakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama yang berasal dari bahasa
arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan,
keputusan dan pembalasan. (Moh.Syafaat, 1965 dalam Yusuf, 2004).
Menurut Martineau ( dalam Jalaluddin, 2003 ) agama adalah kepercayaan
kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa, dan kehendak Illahi yang
Sedangkan menurut Glock & Stark ( dalam Anchok, 2004 ), agama adalah
sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang
semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi ( ultimate meaning).
Istilah religiusitas merupakan terjemahan dari kata religiosity dalam bahasa
inggris. Menurut Smith (dalam Trimulyaningsih & Rachmana, 2008) religiusitas
adalah sesuatu yang dilakukan atau yang dirasakan secara mendalam oleh seseorang
atau sesuatu yang mempengaruhi keinginan dan harapan dan mengikat seseorang
dalam sebuah komunitas.
Menurut Trimulyaningsih & Rachmana (2008) religiusitas adalah sesuatu hal
yang berkenaan dengan agama.
Dari pengertian di atas, maka peneliti menggunakan definisi dari Glock &
Stark (dalam Anchok, 2004 ) religiusitas adalah sistem simbol, keyakinan, sistem
nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada
persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.
2.2.2. Dimensi Religiusitas
1). Dimensi Keyakinan. Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan di mana
orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan
mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Setiap agama mempertahankan
seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan untuk taat. Walaupun
demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara
agama-agama, tetapi seringkali juga terdapat tradisi-tradisi dalam agama yang
sama.
2). Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan
hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu
ritual dan ketaatan. Ritual seperti : menghadiri pengajian agama. Sedangkan
ketaatan seperti: mengerjakan shalat.
3). Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan memperhatikan fakta bahwa semua
agama memiliki pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa
seseorang akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural.
4). Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa
orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai
dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi.
5). Dimensi konsekuensi. Dimensi mengacu pada identifikasi komitmen terhadap
seseorang dari hari ke hari. Dan konsekuensi ini di tiap komitmen agama
berlainan. Maka dari itu, kita perlu suatu ketegasan secara komunal yang dapat
diambil dari salah satu hukum agama yang tertulis yang terdapat di dalam kitab
agama masing-masing, untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menjerumuskan
kehidupan bermasyarakat.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Thouless (1992) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi religiusitas,
diantaranya yaitu:
1) Faktor Sosial
Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai
dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan
sikap orang-orang di sekitar kita dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap
sikap-sikap keagamaan kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau.
Karena tidak seorang pun diantara kita yang dapat mengembangkan sikap-sikap
keagamaan dalam keadaan yang terisolasi dari saudara-saudara kita dalam
masyarakat.
2) Faktor Emosional
Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu
yang berkaitan dengan agamanya. Namun ada sejumlah orang, terjadi
pengalaman-pengalaman keagamaan yang memiliki kekuatan dan komitmen agama yang luar
orang menilai dirinya sendiri hanya terpengaruh oleh persepsi seremonial yang
bersifat visual dan ada sebagian menganggapnya sekedar kesibukan saja. Pendapat
orang-orang beragama pada umumnya bahwa akibat penting dari kesadaran beragama
adalah dorongan untuk taat kepada ajaran agama yang dipeluknya dan berperilaku
yang baik dengan sesama manusia, dan nilai emosi keagamaan itu harus dinilai dari
keberhasilannya dalam membantu tercapainya tujuan-tujuan itu.
3) Faktor Intelektual
Kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai
alat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah merupakan keberhasilan
manusia yang bisa diharapkan pengaruhnya terhadap perkembangan sikap
keberagamaan. Beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan sosial seseorang dan
emosi, keduanya meskipun tidak diverbalisasikan pada umumnya sebagai bagian
yang mempengaruhi sikap keagamaan, akan tetapi keduanya akan lebih kuat dengan
diiringi menggunakan intelektual atau secara rasional.
2.3. Remaja
2.3.1. Pengertian Remaja
Menurut Hurlock (1980) Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata
Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti
dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih luas, mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik.
Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja, dalam defenisi
tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
Menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual;
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa;
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada kedaan
yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980: 9 dalam Sarwono: 2005)
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah
masa transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang di tandai oleh
perubahan besar yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
2.3.2. Batasan Remaja
Hurlock (1980) membagi remaja menjadi dua periode yaitu: masa remaja
WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja, WHO
membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan
remaja akhir usia 15-20 tahun.
Dalam penelitian ini batasan yang digunakan adalah batasan dari Hurlock
(1980) yaitu usia 13-18 tahun. Batasan ini digunakan mengingat bahwa usia
maksimal tinggal di panti adalah 18 tahun.
2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja
Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus
dipenuhi oleh individu. Menurut Pikunas 1976 (dalam Agustiani, 2006)
mengemukakan beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan
dan akhir masa remaja, yaitu:
1. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan
dengan fisiknya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas.
3. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar menerima
relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun
kelompok.
4. Menemukan model untuk identifikasi.
5. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampun dan sumber-sumber yang
6. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada.
7. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan.
2.3.4 Religiusitas pada Remaja
Religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian
orang berpendapat bahwa religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak
dewasa ini. Dengan begitu, ia tidak melakukan hal–hal yang merugikan atau
bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. (Sarwono, 2005)
Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja yang berada pada tahap formal
operasional, memiliki cara berfikir yang berbeda mengenai konsep religius daripada
anak-anak yang berada pada tahap konkrit operasional. Karena remaja yang berada
pada tahap formal operasional lebih reflektif daripada anak-anak. Remaja tidak lagi
melihat perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah laku individu namun lebih
memperhatikan bukti keberadaan keyakinan dan pendirian dalam diri seseorang.
Fowler ( 1976 dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa
individuating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan fowler, muncul pada masa remaja
akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan.
Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab
penuh atas keyakinan religius mereka. Selama masa remaja akhir, individu
menghadapi keputusan-keputusan pribadi serta mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan
2.3.5. Kebahagiaan dalam masa remaja
Menurut Hurlock (1980) remaja yang penyesuaian dirinya buruk, cenderung
paling tidak berbahagia sepanjang awal masa remaja. Ketidakbahagiaan remaja
lebih-lebih karena masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah lingkungan. Ia
mempunyai tingkat aspirasi tinggi, yang tidak realistic bagi dirinya sendiri, dan bila
prestasinya tidak memenuhi harapan, akan timbul rasa tidak puas dengan diri sendiri
dan bersikap menolak diri sendiri.
Bilamana remaja cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan
kepercayaan pada kemampuannya mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang
dewasa semakin meningkat, maka periode tidak bahagia lambat laun berkurang. Pada
saat mereka duduk di kelas terakhir sekolah menengah atas dan pandangan serta
perbuaannya lebih seperti orang dewasa, maka berangsur-angsur rasa bahagia timbul
menggantikan rasa tidak bahagia.
Kebahagiaan yang lebih besar merupakan ciri dari akhir masa remaja,
sebagian disebabkan karena remaja yang lebih tua diberi status yang lebih banyak
dalam usaha mempertahankan tingkat perkembangannya dibandingkan ketika pada
awal masa remaja. Misalnya: remaja lebih diberi kebebasan, oleh karenanya tidak
banyak mengalami kekecewaan. Ia juga menjadi lebih realistic akan kemampuannya
dan memiliki tujuan yang sesuai dan bisa dicapai, ia terus menerus berusaha dan
berdasarkan pada pengetahuan mengenai keberhasilan di masa-masa lalu yang
melawan perasaan-perasaan tidak mampu yang mengganggu.
2.4. Panti Asuhan
2.4.1. Pengertian Panti Asuhan
Panti asuhan adalah sistem pelayanan kesejahteraan sosial anak yang di
selenggarakan melalui basis panti yang terbuka, berupa kelembagaan dari masyarakat
yang bertugas memberikan perlindungan, bimbingan, pembinaan fisik, mental
spiritual kepada anak agar dapat hidup secara wajar. (Depsos, 2005)
2.4.2. Tujuan Panti Asuhan
Tujuan panti asuhan anak adalah memberikan pelayanan pengganti/perwalian
anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan
kepribadiannya dan menjadi tempat utama untuk penyelenggaraan pelayanan kepada
anak-anak dan keluarga di tingkat masyarakat (Depsos, 2008).
2.4.3. Fungsi Panti Sosial
Menurut Depsos (2005) terdapat tiga fungsi panti, yaitu:
Bagi anak-anak yang tidak lagi memiliki orang tua atau keluarga yang
memungkinkan melakukan perawatan dan pengasuhan anak, maka Panti Sosial bisa
berfungsi sebagai lembaga pengganti peran orang tua atau keluarga. Fungsi ini juga
dapat berlaku bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua akan tetapi mereka
dianggap tidak cakap dalam melaksanakan fungsi mereka untuk mengasuh dan
merawat anak ssuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengganti bagi
pengasuhan dan perawatan anak dalam kategori ini bisa bersifat menetap atau
sementara sampai orang tua atau keluarganya dinyatakan kembali mampu dan mau
melakukan perawatan dan pengasuhan anak mereka.
2. Suplementer
Beberapa fungsi suplementer antara lain:
a. Panti bisa merumuskan rencana kerja penanganan yang sifatnya
mengupayakan penyembuhan terhadap penyakit sosial yang dialami
khususnya anak terlantar atau lainnya, bukan hanya sekedar melakukan
bimbingan atau pembinaan penanganan saja.
b. Anak-anak binaan panti bisa melaksanakan bakti sosial di lingkungannya.
Kegiatan bakti sosial dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan ikatan yang
kuat terhadap anak terlantar sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Bakti
sosial baik dalam bentuk menggalang kerja bakti, membersihkan lingkungan,
melaksanakan kerja bersama memperbaiki mesjid atau acara-acara keagaman
c. Panti menyediakan sistem akses terbuka bagi anak. Sehingga keinginan atau
kebutuhan anak dapat tersalurkan. Misalkan penyediaan sarana atau media
sebagai bentuk pengembangan diri dalam bentuk majalah dinding atau akses
memperoleh informasi penanganannya.
3. Supportif
Melakukan perawatan dan pengasuhan anak melalui berbagai kegiatan seperti:
a. Menyediakan sistem data dan informasi kesejahteraan anak yang dilakukan
melalui proses kajian/penelitian dan pemetaan. Penyebaran informasi melalui
promosi, publikasi, kampanye sosial tentang pengasuhan anak yang baik.
b. Melakukan penelitian dan pengembangan model pelayanan atau pengasuhan
sosial yang relevan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat luas
serta kondisi kearifan lokal yang berkembang.
2.4.4. Program Pengasuhan Anak Panti
Menurut Depsos (2005) Program ini meliputi tiga jenis program, yaitu:
1. Perlindungan
Yang dimaksud dengan perlindungan dalam pedoman ini adalah berbagai
tindakan dan upaya yang diarahkan untuk menjamin agar semua anak mendapatkan
penyalahgunaan anak dan eksploitasi, seperti yang disepakati dalam konvensi hak
anak dan Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, yang meliputi hak
hidup, mempertahankan kehidupan, mempertahankan identitas diri, keluarga dan
budayanya, hak akan pelayanan kesehatan, pendidikan, pengisian waktu luang dan
partisipasi.
2. Program Pengasuhan
Program pengasuhan anak panti asuhan dapat meliputi tiga jenis pengasuhan, yaitu:
a. Asrama
Menyadari kelemahan sistem pengasuhan di asrama anak yang cenderung
bersifat klasikal dan kurang memperhatikan karakteristik individual anak, maka perlu
diupayakan agar asrama anak yang di desain dalam kelompok kecil yang masih
mungkin terjadinya hubungan antar pribadi yang bersifat kekeluargaan.
b. Keluarga Asuh
Apabila memungkinkan penyelenggaraan keluarga asuh dalam panti akan
sangat membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih sehat
peran seorang ibu, ayah dan saudara pengganti akan memberikan suasana nyaman
yang dapat lebih memberikan kemudahan pada anak untuk dapat tumbuh dan
berkembang seperti anak pada umumnya yang di besarkan dalam keluarga
biologisnya.
c. Kelompok Asuhan Anak
Untuk anak-anak tertentu yang memiliki kebutuhan khusus, yang tidak
sejenis dapat di asuh oleh seorang pengasuh khusus yang terlatih dalam kelompok
asuhan anak. Pengasuhan berperan sebagai orang tua yang melakukan asuhan dan
bertanggung jawab terhadap kelangsungan dan tumbuh kembangnya, dengan
dukungan para ahli terapi lainnya yang berada diluar panti.
d. Penitipan Anak
Anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun yang memerlukan asuhan, rawatan
dan pembinaan pada waktu tetentu karena karena orang tuanya bekerja atau ada
keperluan lainnya.
e. Kelompok Bermain
Anak berusia 2,5 tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar, program
ini ditujukan terhadap orang tua yang memasukkan anaknya ke Kelompok Bermain
(KB) dan kurang mempunyai waktu yang cukup memberikan asuhan.
f. Perwalian
Panti mendorong masyarakat untuk ikut serta membantu melalui program
perwalian. Dimana anak dimungkinkan mendapatkan orang tua atau keluarga
pengganti atau diluar panti yang turut membantu dan menyokong kelangsungan hidup
dan tumbuh kembangnya.
3. Program Pelayanan
Program pelayanan panti asuhan mencakup antara lain:
a. Pelayanan sosial
1. Penyediaan sarana rekreasi
3. Bimbingan sosial kelompok
4. Konsultasi psiko sosial
5. Resosialisasi
6. Latihan keterampilan sosial
7. Pelayanan rujukan
b. Pelayanan Fisik
1. Kegiatan Olah Raga
2. Kesehatan
3. Pemberi makanan, sandang dan tempat tinggal
4. Sarana belajar, persinggahan, bermaian dan lain-lain
c. Pelayanan Mental Spiritual
1. Kegiatan keagamaan
2. Membentuk kelompok mengaji
3. Diskusi keagamaan
4. Bimbingan atau konsultasi keaagamaan
5. Pembinaan mental untuk hidup mandiri dan percaya diri
d. Penunjang
1. Pendidikan (formal/informal)
2. Pelatihan keterampilan sebagai bekal pengembang kemandirian anak
secara ekonomi
4. Bantuan sosial bagi keluarga anak yang miskin
5. Menyediakan informasi/asuhan
e. Pelayanan bagi anak-anak dalam situasi krisis, darurat dan kerusuhan sosial.
Baik dalam bentuk trauma center, konseling, penyediaan kebutuhan pokok,
dan kebutuhan tumbuh kembang anak.
2.5. Kerangka Berpikir
Dalam menjalani hidup, setiap individu baik disadari atau tidak disadari akan
melakukan penilaian atau evaluasi terhadap seluruh pengalaman hidupnya, baik yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan mengakibatkan
kebahagiaan atau ketidakbahagiaan.
Tinggal di panti asuhan adalah salah satu pengalaman dari sekian banyak
pengalaman yang dapat terjadi pada anak panti asuhan. Pengalaman ini pada akhirnya
juga dapat mempengaruhi dan membentuk kebahagiaan seseorang, melalui evaluasi
dan penghayatan terhadap kehidupannya dipanti asuhan. Sebagai seorang remaja
yang merupakan bagian dari masa depan bangsa, dan remaja panti asuhan juga
memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki kebahagiaan hidup.
Menurut Seligman (2002), happiness adalah perasaan positif dan kegiatan
positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk
Carlson (1984, dalam Manz,2003) kebahagiaan lebih mengarah pada
meniadakan ketidakbahagiaan daripada berusaha untuk bahagia. Seligman (2002)
mengatakan bahwa, Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi positif dan
emosi negatif. Ini berarti, jika memiliki banyak emosi negatif, seseorang mungkin
memiliki lebih sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun
demikian, tidak berarti seseorang menjauh dari kehidupan yang senang dan tidak
berarti pula seseorang terlindungi dari kesedihan.
Salah satu faktor yang menentukan happiness seseorang adalah religiusitas
atau agama. Karena agama adalah penuntun jalan hidup individu agar selalu berada
pada jalan yang benar. Orang yang religius akan lebih bahagia dan lebih puas
terhadap kehidupan.
Glock & Stark ( dalam Anchok, 2004 ) mengatakan bahwa agama adalah
sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang
semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi ( ultimate meaning).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengasuh panti asuhan, mereka
memberikan berbagai program panti untuk membantu anak meningkatkan perilaku
religiusitas pada remaja. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dibuat memiliki tujuan
secara dini untuk mengamalkan ilmu agama, serta untuk menghindari dari kegiatan
yang tidak bermanfaat, atau masalah-masalah yang membuat anak sedih baik masa
lalu maupun yang sedang dijalaninya. Sehingga kegiatan ini diharapkan mampu
memotivasi anak untuk mencapai kebahagiaan hidup. Berdasarkan fenomena dan
teori yang telah diuraikan diatas, maka kerangka berfikirnya:
RELIGIUSITAS
1. Keyakinan 2. Praktek Agama 3. Pengetahuan 4. Pengalaman 5. Konsekuensi
HAPPINESS
1. Emosi Positif : (masa
lalu, masa depan, dan
masa sekarang)
2.6. HIPOTESIS
Berdasarkan tema penelitian yang diambil maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut :
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan happiness pada
remaja panti asuhan
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan happiness
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan pendekatan penelitian, variabel
penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, sampel dan
teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, prosedur
penelitian.
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu
suatu pengolahan data penelitian yang didapat dengan menggunakan perhitungan statistik
dengan tujuan untuk memperoleh hasil dari hubungan antar variabel yang diteliti. Dengan
pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi
hubungan antar variabel yang diteliti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis
penelitian korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) metode deskriptif adalah kegiatan
yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan
yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.
Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan
tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993). Pada
ini desebut sebagai korelasi, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
variabel pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lainnya. (Iqbal, 2002)
3.1.2 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang
berdiri sendiri (Sevilla, 1993). Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yaitu : variabel
bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variable). Sugiyono (2007)
mendefinisikan variabel bebas (independent variable) sebagai variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya variabel terikat, sedangkan variabel terikat
(dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas.
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
Independent Variabel : Religiusitas
Dependent Variabel : Happiness
3.1.2.1 Definisi Konseptual
1. Religiusitas adalah sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang
terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati
sebagai yang paling maknawi. (Glock & Stark dalam Anchok, 2004 )
2. Happiness adalah perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama
sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa
3.1.2.2 Definisi Operasional
1. Religiusitas yang dimaksud dari penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari
pengukuran berdasarkan teori Glock dan Stark yang mempunyai lima dimensi, yaitu
dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengalamandan konsekuensi. 2. Happiness adalah skor yang diperoleh dari pengukuran berdasarkan teori Seligman
yang mempunyai tiga aspek yaitu: emosi positif kepuasan pada masa lalu, optimis akan
masa depan dan kebahagiaan masa sekarang.
3.2 Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Objek atau nilai yang akan diteliti
dalam populasi disebut unit analisis atau element populasi. Unit analisis dapat berupa orang,
perusahaan, media dan sebagainya (Iqbal, 2002).
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu remaja panti asuhan islam
Raudhatul Hikmah dan panti asuhan kristen P-niel. dimana jumlah populasi panti asuhan
islam berjumlah 110 orang. Sedangkan populasi remaja panti asuhan kristen P-niel berjumlah
48 orang.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga
(Iqbal, 2002). Di dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 150 remaja yang tinggal di
panti asuhan yang akan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu terdiri dari :
1. Jumlah sampel untuk try out sebanyak 60 orang. Terdiri dari 30 orang remaja islam dan
30 orang remaja kristen.
2. Sedangkan jumlah sampel untuk penelitian ini sebanyak 90 orang. Yaitu remaja islam
sebanyak 50 orang dan remaja kristen 40 orang.
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2007).
Teknik tersebut termasuk dari jenis non probability sampling, dimana setiap individu dalam
populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian karena
peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya.
Adapun karakteristik dari sampel penelitian ini adalah:
1. Berusia 13-18 tahun. Hal ini merajuk pada teori Hurlock (1980) dan batasan ini
digunakan mengingat bahwa usia maksimal tinggal di panti adalah 18 tahun.
2. Remaja yang tinggal dipanti asuhan.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode angket, yaitu tehnik pengumpulan
data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2007). Sejumlah pernyataan tertulis digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden yang merupakan laporan tentang pribadinya,
Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah skala model likert, dimana variabel
penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen (Hasan, 2002).
Pernyataan terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Jawaban
setiap instrumen ini memiliki tingkat dari tertinggi (sangat positif) sampai pada terendah
(sangat negatif) dan diukur melalui satu item dengan empat skala jawaban, sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skor item skala
Item favorable Skor Item unfavorable Skor
SS (Sangat Setuju) 4 SS (Sangat Setuju) 1
S (Setuju) 3 S (Setuju) 2
TS (Tidak Setuju) 2 TS (Tidak Setuju) 3
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 STS (Sangat Tidak Setuju) 4
3.3.2 Instrument Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang akan dipergunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala Religiusitas dan skala Happiness.
1. Skala religiusitas dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert. Dan untuk
mengukur religiusitas peneliti mengadaptasi skala baku yang telah di modifikasi dari
konsep Glock & Stark (1974).
Tabel 3.2
No Dimensi Indikator Item
dari media elektronik
12 45 2 2 Praktek agama
Keikutsertaan dalam
organisasi agama
Ibadah malam hari 14 47 2
Pengetahuan terhadap isi dari
kitab suci
2. Skala happiness dalam penelitian ini disusun peneliti dengan membuat
pernyataan-pernyataan berdasarkan aspek-aspek dari konsep Seligman (2002). Happiness terdiri dari
50 butir pernyataan berikut:
Blue Print Skala Happiness
dapat
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen (try out) dengan
108 item dari dua skala yaitu skala religiusitas 66 item dan happiness 42 item. Uji instrumen
diberikan pada 30 orang remaja panti asuhan islam dan 30 orang remaja panti asuhan kristen.
Adapun tujuan dari pelaksanaan uji instrumen ini dilakukan dengan maksud :
1. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.
2. Mengetahui tingkat realibilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat
reliabilitas skala tersebut.
3.4.1 Uji Validitas
Menurut Sevilla (1993) validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang
pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari
hasil output SPSS versi 16 menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat
dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan.
Tabel 3.4
Blue Print Skala Religiusitas setelah try out
No Dimensi Indikator Item
keselamatan (pekerjaan)
2 Praktek agama Menghadiri kegiatan
keagamaan
11* 44 1
Mengikuti siraman rohani
dari media elektronik
Pengalaman responsive 56 24* 1
Pengetahuan terhadap isi dari
kitab suci
Blue Print Skala Happiness setelah try out
kegiatan yang di
Reliabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang di tunjukkan
oleh instrumen pengukuran (dalam Sevilla,1993). Dalam perhitungan ini dilakukan dengan
menggunakan rumus koefisien Alpha Croncbach dan menggunakan SPSS versi 16.
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel >0,9
Reliabel 0,7-0,9
Cukup Reliabel 0,4-0,7
Kurang Reliabel 0,2-0,4
Tidak Reliabel <0,2
Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari
penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi korelasi antara
religiusitas dengan happiness pada remaja Panti Asuhan, yang ditentukan pada taraf
signifikansi sebesar 0,05 pada one tailed test. Pengolahan data ini menggunakan analisis
statistik, yaitu:
Pengujian hipotesis:
Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan happiness pada
remaja panti asuhan
Hi : Ada hubungan yang positif antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti
asuhan
3.6 Prosuder Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang
diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut sebagai berikut
:
1. Persiapan Penelitian
- Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah
- Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti. Kedua variabel itu yaitu religiusitas
dan happiness.
- Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang
tepat.
- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu skala religiusitas dan happiness yang dirancang berupa skala
Likert.