• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Religiusitas dengan happiness pada remaja panti Asuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Religiusitas dengan happiness pada remaja panti Asuhan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS

PADA REMAJA PANTI ASUHAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Sebagai Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

(2)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

MOTTO:

K e b a h a g ia a n a d a la h p e n g a la m a n s p ir it u a l d a r i m e n ik m a t i s e t ia p d e t ik k e h id u p a n k it a d e n g a n p e n u h r a s a c in t a , r a s a s y u k u r , s e r t a p e n g a b d ia n k e p a d a Tu h a n y a n g M e n c ip t a k a n k it a .

(3)

Ku p e rse m b a hka n ka rya

se d e rha na ini te runtuk…

Ke d ua O ra ng Tua ku te rc inta ,

Ab a Drs. H. Ma id a n Fa hmi, MM,

MBA

Ma ma Hj. Ra b ia tul Ad a wiya h,

Sa g

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS

REMAJA PANTI ASUHAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Sidang Munaqasah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap

Anggota,

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

(4)

Penguji I Penguji II

Dra. Zahrotun Nihayah. M.Si Dra. Netty Hartati. M.Si.

NIP 196207241989 NIP 1953100219832001

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Netty Hartati, M.Si S. Evangeline.I. Suaidy. MS.i, Psi

NIP. 1953100219832001 NIP. 150411217

ABSTRAK (A)Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B)September 2010

(C)Eka Fauqiyah

(D)Hubungan religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan (E)Halaman : vii + 81 Halaman + Lampiran

(5)

menyenangkan di masa lalu dan masa sekarang serta kekhawatiran akan masa depan yang membuat mereka sedih atau unhappiness. Salah satu faktor yang dapat membantu untuk merasakan happiness adalah religiusitas. Religiusitas adalah suatu totalitas keberagamaa seseorang sebagai penganut agama yang memiliki lima dimensi yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengalaman dan konsekuensi.

Adanya program dan kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti asuhan, memungkinkan remaja meminimalisir perasaan negatif sehingga menimbulkan perasaan positif karena melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Happiness tidak ditentukan oleh apa yang terjadi dalam kehidupan, namun bagaimana seseorang menyikapi atas apa yang terjadi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi yaitu untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan. Responden penelitian berjumlah 90 orang yang ditentukan dengan pengambilan sampel nonprobability dengan teknik purposive sampling. Sampel terdiri dari 2 bagian, yaitu remaja panti asuhan Islam Raudhatul Jannah di daerah Pasar Jumat Jakarta Selatan dengan jumlah 50 orang dan panti asuhan Kristen P-niel di daerah Bintaro Tangerang. dengan subjek penelitian sebanyak 40 orang dengan rentang usia pada tahap remaja yakni usia 13-18 tahun. Masing-masing diberikan kuesioner dengan 51 item skala religiusitas dan 29 item skala happiness.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik korelasi spearman, yang di ketahui dari hasil uji normalitas. Kemudian uji regresi dan uji perbedaan.

(6)

Saran yang dapat diberikan adalah agar peneliti berikutnya dapat mengadaptasi lebih baik lagi dari skala religiusitas dan happiness, sehingga dapat meneliti secara mendalam dimensi dari masing-masing variabel.

(G)Daftar Pustaka : 25 buku + 4 jurnal + 1 pustaka online

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim

Segala puji hanya miliki Allah SWT. Zat yang menggenggam alam semesta ini, yang Kasih-Nya sangat luar biasa. Shalawat beriringan salam peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Peneliti menyadari bahwa keberhasialan dalam penyusunan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang bersedia membimbing, membantu dan mendoakan kelancaran skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph,D.

2. Dosen Pembimbing Akademik, Ibu Liany Luzvinda, MS.i.

(7)

4. Bapak dan Ibu staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta atas kerjasamanya.

5. Kepada kedua orang tua penulis ayahanda Maidan Fahmi dan ibunda Rabiatul Adawiyah, terima kasih untuk kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian, dukungan, serta do’a yang tak pernah putus untuk kesuksesan penulis.

6. Adik-adik penulis, Wilda Humaidah dan Marateen Shofwah, terima kasih atas dukungan kalian apapun bentuknya, yang menyenangkan maupun yang mengesalkan.

7. Kepada Ibu Ika selaku Pengajar di SMP PGRI II Ciputat, yang telah banyak membantu penulis dalam perijinan penelitian di Panti Asuhan kristen.

8. Kepada anak-anak di Yayasan Raudhatul Jannah Jakarta Selatan, terima kasih telah membantu penulis dalam penelitian.

9. Kepada anak-anak di Yayasan Kasih Orang Tua dan Peduli Anak P-niel Tangerang, terima kasih atas kesediaan waktunya yang telah membantu penulis dalam penelitian.

10.Terima kasih teruntuk Widaad Rifqiana, Layla Hikmah dan Yuniar Rachdianti atas keikhlasannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, baik dukungan moril maupun materi. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan kalian.

(8)

12.Untuk teman kosan (Especially Ina, Iyah, Sukma, Juli, Yuyu, Echi ) terima kasih atas dukungan semangat dan do’a kalian. SUKSES UNTUK KALIAN!

Penulis memohon maaf atas semua kekurangan dalam penulisan karya ini, mudah mudahan karya ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang terutama bagi para pembaca.

(9)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN MOTTO

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

1.3.1. Pembatasan Masalah Penelitian ... 10

... 1.3.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 11

(10)

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1. Happiness ... 13

2.1.1. Pengertian Happiness ... 13

2.1.2. Aspek-aspek happiness... 14

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Happiness ... 18

2.2. Religiusitas... 20

2.2.1. Pengertian Religiusitas... 20

2.2.2. Dimensi-dimensi Religiusitas ... 22

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi religusitas... 23

2.3. Remaja... 25

2.3.1 Pengertian Remaja... 25

2.3.2 Batasan Remaja... 26

2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja... 26

2.3.4 Religiusitas pada Remaja... 2.3.5 Kebahagiaan dalam Masa Remaja... 27

2.4. Panti Asuhan... 28

2.4.1 Pengertian Panti Asuhan... 28

2.4.2 Tujuan Panti Asuhan... 29

2.4.3 Fungsi Panti Asuhan... 29

2.4.4 Program Pengasuhan Anak Panti Asuhan... 31

2.5. Kerangka Berpikir ... 35

(11)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian...

40

3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian...

40

3.1.2 Variabel Penelitian...

41

3.1.2.1 Definisi Konseptual...

42

3.1.2.2 Definisi Operasional...

43

3.2. Pengambilan Sampel ... 42

3.2.1. Populasi ... 42

...

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 43

...

3.2.3. Karakteristik Sampel...

43

3.3. Pengumpulan Data ... 44

(12)

3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 44

... 3.3.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 45

... 3.4. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 50

3.4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen... 51

3.4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 56

3.5. Metode Analisis Data ... 57

3.6. Prosedur Penelitian ... 57

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 59

... 4.2 Presentasi Data... 62

4.2.1 Uji Normalitas... 62

4.3 Kategorisasi Penyebaran Skor Responden...

69

4.4 Pengujian Hipotesis...

71

4.5 Uji Regresi...

(13)

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Diskusi ... 76

5.3. Saran ... 80

5.3.1 Saran Teoritis ... 80

5.3.2 Saran Praktis ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81 ...

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 : Kerangka Berfikir...

39

Tabel 3.1 : Skor Item Skala...

46

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Religusitas Try Out...

48

Tabel 3.3 : Blue Print Skala Happiness Try Out...

51

Tabel 3.4 : Blue Print Skala Religiusitas Penelitian...

(15)

Tabel 3.5 : Blue Print Skala Happiness Penelitian...

54

Tabel 3.6 : Klasifikasi Koefisien Reliabilitas...

56

Tabel 4.1 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...

59

Tabel 4.2 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia...

60

Tabel 4.3 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Agama...

61

Tabel 4.4 : Hasil Uji Normalitas Religiusitas...

63

Tabel 4.5 : Hasil Uji Normalitas Happiness...

65

Tabel 4.8 : Kategorisasi Religiusitas...

69

Tabel 4.9 : Kategorisasi

Happiness... 71

Tabel 4.10 : Hasil Uji

Hipotesis... 72

Tabel 4.11 :

(16)

Tabel 4.12 : Model

Summary... 74

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data mentah religiusitas dan happiness

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang dilakukan penelitian ini

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

(18)

Didalam hidup ini, setiap orang tidak akan pernah terlepas dari masalah, baik

masalah pribadi maupun masalah sosial yang dapat mempengaruhi kebahagiaannya.

Kebahagiaan (happiness) adalah suatu hal yang sangat penting, karena kebahagiaan

merupakan kebutuhan naluriah setiap orang, tidak ada seorangpun didunia ini yang

tidak ingin meraihnya. Kebahagiaan bukanlah ditentukan oleh apa yang terjadi

didalam kehidupan, melainkan sebuah penyikapan atas apa yang terjadi. Matthews

(2004) mengatakan bahwa, kebahagiaan tidak ditentukan oleh apa yang terjadi

didalam hidup, tetapi bagaimana cara seseorang bereaksi terhadap apa yang terjadi.

Menurut Waterman (1993, dalam Singh & Jha, 2008) happiness bisa

diharapkan kapan saja menjadi perasaan senang serta mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan, baik secara fisik, intelektual, atau sosial. Sedangkan Aristoteles (1984

dalam Ryff, 1989) menyebut happiness sebagai eudaimonia, yaitu seberapa besar

usaha manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup. Seligman (2002) sepakat dengan

konsep Aristoteles yang mengatakan happiness adalah eudaimonia, Seligman

menyebut eudaimonia sebagai gratifikasi, yaitu suatu kegiatan yang disenangi

seseorang, dan tidak selalu disertai oleh perasaan dasar. Menurut Seligman,

eudaimonia bukanlah suatu keadaan yang dapat diperoleh melalui jalan pintas, namun

melalui proses dari usaha atau aktifitas dengan tujuan yang baik.

Seligman (2002), menggunakan istilah happiness sebagai emosi positif serta

(19)

pada masa lalu, masa depan dan masa sekarang. Emosi positif masa lalu adalah

kepuasan, kesenangan, kebanggaan dan ketenangan. Emosi positif pada masa

sekarang adalah kesenangan sesaat dan kenikmatan yang lebih lama. Sedangkan

emosi positif pada masa depan adalah optimisme, harapan, kepercayaan diri,

kepercayaan dan keyakinan

Berlawanan dengan perasaan bahagia (happiness), setiap individu juga

merasakan perasaan tidak bahagia (unhappiness). Menurut Arief (2008),

Unhappiness sebenarnya adalah warning agar seseorang berubah. Perubahan yang di

maksud adalah perubahan cara berfikir, keyakinan, pilihan emosi, semangat

spiritualitas atau mengubah keharmonisan diri dengan lingkungan sekitar. Jadi,

menjadi bahagia adalah sebuah proses mengubah diri yang diperlukan tidak hanya

oleh orang dewasa tetapi juga oleh remaja yang masih mencari jati diri.

Hendrianti (2006) mengatakan bahwa remaja merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada setiap tahapan

perkembangannya remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang menggambarkan

perubahan-perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan atau kegagalan dalam

melaksanakan tugas perkembangan pada periode usia tertentu akan mempengaruhi

berhasil atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugas perkembangan pada

(20)

Perubahan tersebut adalah perubahan fisik, perubahan emosi, perubahan

sosial, perubahan minat, perubahan moral serta perubahan minat dan perilaku seks.

Adanya perubahan baik didalam maupun diluar dirinya itu membuat kebutuhan

remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya diluar

lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat

lain. (Sarlito, 2005).

Pada tiap rentang kehidupan, masa remaja juga memiliki perkembangan

kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Hurlock (1980) mengatakan bahwa pada setiap

tingkatan usia terdapat tiga ciri kebahagiaan, yaitu penerimaan orang lain, kasih

sayang dan mendapatkan prestasi. Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh

penerimaan diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial

yang baik. Kasih sayang merupakan hasil dari sikap diterima orang lain. semakin

diterima baik, maka semakin banyak kasih sayang yang didapatkan. Sedangkan

prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang, jika tujuan realistisnya

rendah, maka akan timbul kegagalan dan tidak merasa puas serta cenderung tidak

bahagia. Untuk itu, dibutuhkan usaha yang keras demi mencapai prestasi yang

diinginkan.

Berdasarkan hasil survey penelitian yang menggunakan kuesioner dengan

(21)

remaja, terdapat kurang lebih 50 % remaja yang mengatakan bahwa kebahagiaan

adalah suatu perasaan senang, ketenangan hati, serta kepuasan diri dalam mencapai

suatu keinginan. kebahagiaan bagi mereka juga mencakup memiliki banyak teman,

mendapatkan kasih sayang, memiliki keluarga utuh dan harmonis, menjadi manusia

yang religius, serta mendapatkan prestasi yang baik.

Salah satu kebutuhan remaja adalah kebutuhan akan nilai-nilai dan agama.

Pada hakikatnya, semua itu ditimbulkan oleh norma-norma dan nilai yang berlaku

dalam keluarga yang didapat melalui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap

anak. Zakiah (2005) mengatakan bahwa pada umumnya, agama seseorang ditentukan

oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecil.

Seseorang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama,

baik pendidikan dari orang tua, lingkungan sosial dan sekolah yang menjalankan

hidupnya dengan pendidikan agama. Maka mereka dengan sendirinya akan

mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan

ibadah, dan merasakan nikmatnya hidup beragama.

Remaja lebih merasa tertarik kepada agama dan keyakinan spiritual daripada

anak-anak. Pemikiran abstrak mereka yang semakin meningkat dan pencarian

identitas mereka lakukan membawa mereka kepada masalah-masalah agama dan

(22)

Sebuah hasil survey nasional, diketahui bahwa lebih dari 90% remaja

mengatakan bahwa mereka percaya pada Tuhan. Hanya 1 dari 1000 yang tidak

memiliki preferensi atau golongan keagamaan apapun (Santrock, 2003)

Menurut James, (dalam Jalaluddin, 2003) agama memberikan energi spiritual,

dimana agama dapat menggairahkan semangat hidup, meluaskan kepribadian,

memperbarui daya hidup, dan memberikan makna dan kemuliaan baru pada hal-hal

yang biasa dalam kehidupan.

Myers (dalam Khavari 2006) menjelaskan mengapa para pemeluk agama

lebih bahagia daripada yang tidak beragama, ia mengatakan bahwa mereka lebih

bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, menuntun mereka menerima dan

menghadapi beragam masalah dengan tenang, dan mengikat seseorang dalam satu

umat yang saling memberikan dukungan.

Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Aghili dan Kumar (2008), di

dalamnya disimpulkan bahwa sikap religiusitas ternyata sangat berkorelasi dengan

kebahagiaan. Hasilnya adalah semakin Tinggi sikap religiusitas, maka semakin tinggi

pula kebahagiaan seseorang.

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Dafit (2007) juga mengatakan bahwa,

(23)

Mahasiswa.

Sekitar tahun 1996/1997, telah dilakukan penelitian tentang gambaran

kesadaran beragama di kalangan remaja siswa SMK di Jawa barat, yang

respondennya berjumlah 652 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir

semua siswa dan siswi meyakini agama sebagai pedoman hidup yang akan

membawa kepada kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun akhirat. (Yusuf, 2004).

Kebahagiaan hidup dan pendidikan agama tidak hanya dibutuhkan bagi

remaja yang memiliki keluarga utuh, namun juga di butuhkan bagi remaja yang

kurang beruntung yaitu remaja yang tinggal dipanti asuhan. Karena mereka juga

anak-anak generasi penerus bangsa yang harus di asuh dengan baik agar berkembang

dengan optimal.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang

kesejahteraan anak pada Bab II pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan: bahwa anak

berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih

sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh

kembangnya secara wajar.

Pemerintah melalui Depsos RI telah melakukan langkah-langkah penanganan

(24)

sosial seperti panti asuhan. Pendirian panti sebagai lembaga sosial dimaksudkan

untuk menggantikan keluarga alami anak dengan keluarga atau pengasuhan yang

berbeda, yang menekankan adanya pelimpahan tanggung jawab pengasuhan anak

kepada orang tua asuh yang meliputi semua aspek peran orang tua. (Depsos, 2008).

Selain itu, bentuk panti asuhan lain diluar Dinas Sosial juga banyak didirikan,

salah satunya panti asuhan yang berbasis agama dan dengan tujuan untuk mengasuh

dan memenuhi kebutuhan anak agar dapat berkembang sesuai dengan prinsip agama.

Tinggal di panti asuhan yang jauh dari cinta sanak keluarga memang sudah

menjadi pilihan yang mereka ambil untuk memenuhi segala kebutuhan mereka.

Namun kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh anak-anak

dipanti asuhan yang menginginkan kasih sayang serta perhatian yang besar dari

orang-orang sekitar mereka. Suasana di panti asuhan juga tentu berbeda dibandingkan

dengan suasana di dalam keluarga sendiri. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi

dan kemampuan panti yang beraneka ragam, baik dalam pelaksanaan maupun dalam

program layanan.

Beberapa masalah yang muncul pada remaja di panti asuhan adalah

keluhan-keluhan anak mengenai suasana lingkungan panti yang tidak sama dengan lingkungan

keluarga, rindu akan sanak keluarga, bertengkar dengan teman, serta

(25)

Hasil penelitian Save the Children and Unicef bekerja sama dengan

Departemen Sosial RI (2008) yang merupakan laporan pertama mengenai kualitas

pengasuhan di panti asuhan anak di Indonesia menemukan beberapa fakta penting

mengenai kondisi pengasuhan anak di panti asuhan di Indonesia yang masih sangat

kurang. Hampir semua fokus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi

sehari-hari, sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak kurang

dipertimbangkan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan pengasuh panti

asuhan di tempat penelitian, mereka memberikan berbagai program panti untuk

membantu anak meningkatkan perilaku religiusitas seperti kegiatan keagamaan,

membaca kitab suci, beribadah bersama, serta kegiatan keagamaan lain yang bisa

mendekatkan diri kepada Tuhan. Kegiatan lainnya adalah seperti olah raga dan

kesenian. Remaja di haruskan untuk mentaati peraturan yang telah di sediakan pihak

panti asuhan, jika melanggar maka mereka akan di hukum. Jenis hukumannya adalah

membersihkan lingkungan panti, hal ini diharapkan membuat anak patuh dan tidak

melanggar peraturan.

Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dibuat memiliki tujuan yang sangat baik,

yaitu untuk mendekatkan diri anak kepada Tuhannya, melatih anak secara dini untuk

(26)

tidak bermanfaat serta masalah-masalah yang membuat anak sedih baik di masa lalu

maupun yang sedang dijalaninya. Sehingga kegiatan ini diharapkan mampu

memotivasi anak untuk mencapai kebahagiaan hidup.

Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas, peneliti menganggap

bahwa penelitian ini perlu dilakukan mengingat penelitian yang membahas tentang

kaitan antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan masih belum

banyak dilakukan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN HAPPINESS PADA REMAJA PANTI ASUHAN”

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah

1.2.1 Batasan Masalah

Agar penelitian tidak meluas, maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang

ingin diteliti, yaitu:

1. Religiusitas adalah suatu totalitas keberagamaan seseorang penganut agama

(27)

2. Happiness adalah perasaan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari

kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa

lalu, masa depan dan masa sekarang.

3. Remaja panti asuhan adalah remaja yang tinggal di panti asuhan yang berusia

13 sampai 18 tahun. Batasan ini digunakan mengingat bahwa usia maksimal

tinggal dipanti adalah 18 tahun.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan di teliti dapat di

rumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Happiness

pada Remaja Panti Asuhan?

2. Apakah ada perbedaan antara happiness pada remaja laki-laki dan

perempuan?

3. Apakah ada perbedaan antara happiness berdasarkan usia remaja panti

asuhan?

4. Apakah ada perbedaan antara happiness remaja panti asuhan Islam dan

Kristen?

5. Seberapa besar sumbangan religiusitas terhadap happiness?

(28)

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan religiusitas

dengan happiness pada remaja panti asuhan Islam dan remaja panti asuhan Kristen

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis:

1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah mengharapkan penelitian ini bermanfaat

sebagai wawasan keilmuan terutama dalam bidang Psikologi Positif.

2. Manfaat Praktis yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah agar dapat

digunakan sebagai bahan acuan bagi para pengelola panti asuhan dalam

memenuhi kebutuhan baik fisik maupun psikis dalam meningkatkan pelayanan

bagi anak-anak panti asuhan sehingga mendapatkan kesejahteraan, pendidikan ,

serta tempat tinggal yang layak.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan kerangka berfikir penulisan ini dibagi menjadi 5 bab

yang disusun dalam sistematika sebagai berikut :

BAB I : Yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah

(29)

BAB II : Menguraikan tentang teori Happiness dan teori Religiusitas. Remaja dan

Panti Sosial, Kerangka Berfikir dan Hipotesis Penelitian.

BAB III : Dalam bab ini diuraikan pendekatan dan metode penelitian, definisi

konseptual dan operasional, pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik

uji instrumen penelitian, metode analisa data dan prosedur penelitian.

BAB IV : Mengemukakan tentang gambaran umum subjek penelitian presentasi data,

uji persyaratan, deskripsi statistik, hasil uji hipotesis dan uraiannya.

BAB V : Mengemukakan tentang kesimpulan, diskusi dan saran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang landasan teoritis penelitian ini, yang dibagi

menjadi tiga subbab. Subbab pertama membahas tentang happiness, subbab kedua

(30)

2.1. Happiness

2.1.1. Pengertian Happiness

Seligman (2002) mendefinisikan happiness sebagai perasaan positif dan

kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan

seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa

sekarang.

Diener (dalam Synder 2007) menyamakan happiness dengan subjective

well-being serta sebagai gabungan dari perasaan positif dan kepuasan hidup. Menurut

Diener kebahagiaan adalah evaluasi seseorang terhadap kehidupan yang mereka

alami. Lebih spesifiknya kebahagiaan meliputi pengalaman yang menyenangkan

seseorang dan apresiasinya terhadap kehidupan.

Carr (2004) mengatakan bahwa happiness dan subjective well-being keduanya

merujuk pada perasaan positif, yaitu sebagai perasaan bahagia atau ketenangan

maupun keadaan positif seperti ikut serta dalam kegiatan yang mengalir atau terlarut

di dalamnya.

Carlson (1984, dalam Manz, 2003) mengatakan bahwa happiness adalah

(31)

Menurut Al-Qarni (2004), Kebahagiaan adalah keriangan hati karena

kebenaran yang dihayatinya, kebahagiaan adalah kelapangan dada karena prinsip

yang menjadi pedoman hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati karena

kebaikan disekelilingnya.

Dari pengertian diatas mengenai happiness, maka definisi yang digunakan

peneliti adalah definisi dari Seligman (2002) yang menyatakan bahwa happiness

merupakan perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari

kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa

depan dan masa sekarang.

2.1.2. Aspek Happiness

2.1.2.1. Emosi Positif

Seligman (2002) membagi emosi positif menjadi tiga kategori menurut waktu,

yaitu:

a. Emosi Positif Terhadap Kepuasan akan Masa Lalu

Menurut Seligman (2002), emosi tentang masa lalu dimulai dari ketenangan,

kedamaian, kebanggaan dan kepuasan. Semua emosi tersebut sepenuhnya ditentukan

(32)

ini. Salah satu contoh Ketika seseorang dilanda depresi, jauh lebih mudah baginya

untuk menyimpan kenangan menyedihkan daripada kenangan membahagiakan.

Keterbatasan pemahaman dan penghayatan tentang peristiwa pada masa lalu

jika menekankan peristiwa buruk maka dapat membuat seseorang sulit untuk

mengalami ketenangan, kedamaian, kebanggaan dan kepuasan.

Seligman (2002) mengatakan bahwa ada dua cara untuk membawa

perasaan-perasaan tentang masa lalu ke arah kebahagiaan. Yaitu dengan bersyukur dan

memaafkan. Ia mengatakan bahwa rasa syukur dapat menambah kepuasan hidup

karena dapat menambah intensitas kesan dari kenangan yang baik tentang masa lalu.

Sedangkan memaafkan dapat mengubah kepahitan menjadi kenangan yang positif,

dan dengan demikian lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan dan

kepuasan hidup yang lebih besar.

b. Emosi Positif Terhadap Optimistis akan Masa Depan

Emosi positif mengenai masa depan mencakup keyakinan, kepercayaan,

percaya diri, harapan dan optimisme. Optimisme dan harapan memberikan daya tahan

yang lebih baik dalam menghadapi depresi saat menghadapi musibah, dapat

meningkatkan kinerja, dan kesehatan fisik yang lebih baik di masa depan.

Terdapat dua dimensi dalam konsep optimisme, yaitu Permanen dan Pervasif.

(33)

setiap kejadian yang mereka alami. Dimensi permanen dibagi lagi menjadi dua tipe,

yaitu tipe permanen (pesimistis) dan tipe temporer (optimistis). Orang-orang dengan

tipe permanen percaya bahwa penyebab kejadian-kejadian yang mereka alami bersifat

permanen, terus berlanjut mempengaruhi hidup mereka. Sebaliknya, orang dengan

tipe temporer, percaya bahwa penyebab kejadian buruk itu hanya bersifat sementara.

Sedangkan pervasif menjelaskan tentang seberapa besar suatu kondisi

mempengaruhi kehidupan individu. Dimensi pervasif dibagi lagi menjadi dua tipe,

yaitu universal (pesimistis) dan spesifik (optimistis). Individu dengan tipe universal

akan terpengaruh disegala aspek ketika suatu kejadian menimpa satu area kehidupan,

sedangkan individu dengan tipe spesifik, hanya akan terpengaruh pada satu bagian

kehidupan, dan tidak mempengaruhi bagian lain.

c. Emosi Positif Terhadap Kebahagiaan Pada Masa Sekarang

Kebahagiaan masa sekarang terdiri atas berbagai keadaan yang sangat berbeda

dengan kebahagiaan akan masa lalu dan masa depan. kebahagiaan sendiri mencakup

dua hal yang berbeda : yaitu kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification).

Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen inderawi yang jelas dan

komponen emosi yang kuat, yang disebut dengan perasaan-perasaan dasar (raw feels)

seperti: rasa senang, riang, ceria, dan nyaman (Seligman,2002).

Semua ini bersifat sementara dan hanya sedikit melibatkan pikiran, atau malah

(34)

(bodily pleasures) dan kenikmatan yang lebih tinggi (higher pleasures). Kenikmatan

ragawi datang dengan cepat, melalui indera, dan bersifat sementara. Sama halnya

dengan kenikmatan ragawi, kenikmatan yang lebih tinggi juga memiliki

perasaan-perasaan dasar yang positif, bersifat sementara, memudar dengan mudah dan dengan

cepat menjadi terasa biasa. Namun tak hanya itu, kenikmatan yang lebih tinggi juga

bersifat kognitif dan jauh lebih bervariasi daripada kenikmatan ragawi.

Gratifikasi datang dari kegiatan-kegiatan yang sangat kita sukai, tetapi sama

sekali tidak mesti disertai oleh perasaan dasar. Contoh gratifikasi adalah : membaca

novel yang bagus, bermain bola basket. Gratifikasi bertahan lebih lama daripada

kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi happiness

Menurut Seligman (2002) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi happiness,

yaitu:

1. Uang

Penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya, lebih

daripada uang itu sendiri. Orang yang menempatkan uang diatas tujuan lainnya

kurang puas dengan penghasilan mereka dan dengan kehidupan mereka secara

keseluruhan.

(35)

Pusat riset Opini Nasional Amerika Serikat menyurvei 35.000 warga Amerika

selama 30 tahun terakhir, 40% dari orang yang menikah mengatakan mereka

sangat bahagia, sedangkan hanya 24% dari orang yang tidak menikah, bercerai,

berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang mengatakan mereka bahagia.

3. Kehidupan Sosial

Orang-orang yang bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan

kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Berdasarkan penilaian sendiri atau orang

lain, mereka dapat nilai tertinggi dalam berinteraksi. Khavari (2006) mengatakan

bahwa meskipun kebahagiaan personal tumbuh dari dalam diri, berbagi

kesenangan dengan orang lain dapat membangun perasaan yang positif. Rasa

kebersamaan juga dapat tumbuh dari hubungan penuh kasih dengan Tuhan serta

dengan tokoh-tokoh agama.

4. Emosi Negatif

Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi positif dan emosi negatif. Ini

berarti, jika memiliki banyak emosi negatif, seseorang mungkin memiliki lebih

sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun demikian, tidak

berarti seseorang menjauh dari kehidupan yang senang dan tidak berarti pula

seseorang terlindungi dari kesedihan.

5. Usia

Sebuah penelitian otoritatif atas 60.000 orang dewasa dari empat puluh bangsa

(36)

menyenangkan dan afek tidak menyenangkan. Kepuasan hidup sedikit meningkat

sejalan dengan bertambahnya usia, afek menyenangkan sedikit melemah dan afek

negatif tidak berubah. Yang berubah saat seseorang menua adalah intensitas

emosinya.

6. Kesehatan

Orang-orang yang masuk rumah sakit dengan hanya satu masalah kesehatan yang

kronis, seperti penyakit jantung, mereka menunjukkan peningkatan kebahagiaan

yang berarti pada tahun berikutnya. Namun mereka yang memiliki lebih masalah

kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. Jadi, masalah

ringan dalam kesehatan tidak lantas menyebabkan ketidakbahagiaan, namun

sebabnya adalah sakit yang parah.

7. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan yang mengherankan dengan suasana hati.

Tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda, yang

membedakan adalah perempuan cenderung lebih bahagia dan sekaligus lebih

sedih daripada laki-laki.

8. Agama

Data survei secara konsisten menunjukkan bahwa orang-orang yang religius lebih

bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius.

(37)

beragama lebih bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, mengajak

mereka menerima dan menghadapi aneka masalah dengan tenang, dan

mempersatukan mereka dalam satu umat yang saling memberi dukungan.

2.2

Religiusitas

2.2.1. Pengertian Religiusitas

Sebelum membahas religiusitas, perlu adanya pembahasan mengenai agama

sebagai dasar dari perilaku religiusitas ini.

Di dunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama, yaitu :

religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh

penderitaan atau mati-matian; perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan

yang di lakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama yang berasal dari bahasa

arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan,

keputusan dan pembalasan. (Moh.Syafaat, 1965 dalam Yusuf, 2004).

Menurut Martineau ( dalam Jalaluddin, 2003 ) agama adalah kepercayaan

kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa, dan kehendak Illahi yang

(38)

Sedangkan menurut Glock & Stark ( dalam Anchok, 2004 ), agama adalah

sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang

semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling

maknawi ( ultimate meaning).

Istilah religiusitas merupakan terjemahan dari kata religiosity dalam bahasa

inggris. Menurut Smith (dalam Trimulyaningsih & Rachmana, 2008) religiusitas

adalah sesuatu yang dilakukan atau yang dirasakan secara mendalam oleh seseorang

atau sesuatu yang mempengaruhi keinginan dan harapan dan mengikat seseorang

dalam sebuah komunitas.

Menurut Trimulyaningsih & Rachmana (2008) religiusitas adalah sesuatu hal

yang berkenaan dengan agama.

Dari pengertian di atas, maka peneliti menggunakan definisi dari Glock &

Stark (dalam Anchok, 2004 ) religiusitas adalah sistem simbol, keyakinan, sistem

nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada

persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.

2.2.2. Dimensi Religiusitas

(39)

1). Dimensi Keyakinan. Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan di mana

orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan

mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Setiap agama mempertahankan

seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan untuk taat. Walaupun

demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara

agama-agama, tetapi seringkali juga terdapat tradisi-tradisi dalam agama yang

sama.

2). Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan

hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang

dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu

ritual dan ketaatan. Ritual seperti : menghadiri pengajian agama. Sedangkan

ketaatan seperti: mengerjakan shalat.

3). Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan memperhatikan fakta bahwa semua

agama memiliki pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika

dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan

mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa

seseorang akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural.

4). Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa

orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai

dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi.

5). Dimensi konsekuensi. Dimensi mengacu pada identifikasi komitmen terhadap

(40)

seseorang dari hari ke hari. Dan konsekuensi ini di tiap komitmen agama

berlainan. Maka dari itu, kita perlu suatu ketegasan secara komunal yang dapat

diambil dari salah satu hukum agama yang tertulis yang terdapat di dalam kitab

agama masing-masing, untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menjerumuskan

kehidupan bermasyarakat.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thouless (1992) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi religiusitas,

diantaranya yaitu:

1) Faktor Sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai

dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan

sikap orang-orang di sekitar kita dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap

sikap-sikap keagamaan kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau.

Karena tidak seorang pun diantara kita yang dapat mengembangkan sikap-sikap

keagamaan dalam keadaan yang terisolasi dari saudara-saudara kita dalam

masyarakat.

2) Faktor Emosional

Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu

yang berkaitan dengan agamanya. Namun ada sejumlah orang, terjadi

pengalaman-pengalaman keagamaan yang memiliki kekuatan dan komitmen agama yang luar

(41)

orang menilai dirinya sendiri hanya terpengaruh oleh persepsi seremonial yang

bersifat visual dan ada sebagian menganggapnya sekedar kesibukan saja. Pendapat

orang-orang beragama pada umumnya bahwa akibat penting dari kesadaran beragama

adalah dorongan untuk taat kepada ajaran agama yang dipeluknya dan berperilaku

yang baik dengan sesama manusia, dan nilai emosi keagamaan itu harus dinilai dari

keberhasilannya dalam membantu tercapainya tujuan-tujuan itu.

3) Faktor Intelektual

Kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai

alat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah merupakan keberhasilan

manusia yang bisa diharapkan pengaruhnya terhadap perkembangan sikap

keberagamaan. Beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan sosial seseorang dan

emosi, keduanya meskipun tidak diverbalisasikan pada umumnya sebagai bagian

yang mempengaruhi sikap keagamaan, akan tetapi keduanya akan lebih kuat dengan

diiringi menggunakan intelektual atau secara rasional.

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

Menurut Hurlock (1980) Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata

Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

(42)

dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih luas, mencakup kematangan mental,

emosional, sosial, dan fisik.

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja, dalam defenisi

tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Menurut WHO remaja adalah suatu masa ketika:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual;

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa;

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada kedaan

yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980: 9 dalam Sarwono: 2005)

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah

masa transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang di tandai oleh

perubahan besar yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

2.3.2. Batasan Remaja

Hurlock (1980) membagi remaja menjadi dua periode yaitu: masa remaja

(43)

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja, WHO

membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan

remaja akhir usia 15-20 tahun.

Dalam penelitian ini batasan yang digunakan adalah batasan dari Hurlock

(1980) yaitu usia 13-18 tahun. Batasan ini digunakan mengingat bahwa usia

maksimal tinggal di panti adalah 18 tahun.

2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja

Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus

dipenuhi oleh individu. Menurut Pikunas 1976 (dalam Agustiani, 2006)

mengemukakan beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan

dan akhir masa remaja, yaitu:

1. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan

dengan fisiknya.

2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas.

3. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar menerima

relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun

kelompok.

4. Menemukan model untuk identifikasi.

5. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampun dan sumber-sumber yang

(44)

6. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada.

7. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan.

2.3.4 Religiusitas pada Remaja

Religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian

orang berpendapat bahwa religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak

dewasa ini. Dengan begitu, ia tidak melakukan hal–hal yang merugikan atau

bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. (Sarwono, 2005)

Santrock (2003) mengatakan bahwa remaja yang berada pada tahap formal

operasional, memiliki cara berfikir yang berbeda mengenai konsep religius daripada

anak-anak yang berada pada tahap konkrit operasional. Karena remaja yang berada

pada tahap formal operasional lebih reflektif daripada anak-anak. Remaja tidak lagi

melihat perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah laku individu namun lebih

memperhatikan bukti keberadaan keyakinan dan pendirian dalam diri seseorang.

Fowler ( 1976 dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa

individuating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan fowler, muncul pada masa remaja

akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan.

Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab

penuh atas keyakinan religius mereka. Selama masa remaja akhir, individu

menghadapi keputusan-keputusan pribadi serta mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan

(45)

2.3.5. Kebahagiaan dalam masa remaja

Menurut Hurlock (1980) remaja yang penyesuaian dirinya buruk, cenderung

paling tidak berbahagia sepanjang awal masa remaja. Ketidakbahagiaan remaja

lebih-lebih karena masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah lingkungan. Ia

mempunyai tingkat aspirasi tinggi, yang tidak realistic bagi dirinya sendiri, dan bila

prestasinya tidak memenuhi harapan, akan timbul rasa tidak puas dengan diri sendiri

dan bersikap menolak diri sendiri.

Bilamana remaja cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan

kepercayaan pada kemampuannya mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang

dewasa semakin meningkat, maka periode tidak bahagia lambat laun berkurang. Pada

saat mereka duduk di kelas terakhir sekolah menengah atas dan pandangan serta

perbuaannya lebih seperti orang dewasa, maka berangsur-angsur rasa bahagia timbul

menggantikan rasa tidak bahagia.

Kebahagiaan yang lebih besar merupakan ciri dari akhir masa remaja,

sebagian disebabkan karena remaja yang lebih tua diberi status yang lebih banyak

dalam usaha mempertahankan tingkat perkembangannya dibandingkan ketika pada

awal masa remaja. Misalnya: remaja lebih diberi kebebasan, oleh karenanya tidak

banyak mengalami kekecewaan. Ia juga menjadi lebih realistic akan kemampuannya

dan memiliki tujuan yang sesuai dan bisa dicapai, ia terus menerus berusaha dan

(46)

berdasarkan pada pengetahuan mengenai keberhasilan di masa-masa lalu yang

melawan perasaan-perasaan tidak mampu yang mengganggu.

2.4. Panti Asuhan

2.4.1. Pengertian Panti Asuhan

Panti asuhan adalah sistem pelayanan kesejahteraan sosial anak yang di

selenggarakan melalui basis panti yang terbuka, berupa kelembagaan dari masyarakat

yang bertugas memberikan perlindungan, bimbingan, pembinaan fisik, mental

spiritual kepada anak agar dapat hidup secara wajar. (Depsos, 2005)

2.4.2. Tujuan Panti Asuhan

Tujuan panti asuhan anak adalah memberikan pelayanan pengganti/perwalian

anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh sehingga

memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan

kepribadiannya dan menjadi tempat utama untuk penyelenggaraan pelayanan kepada

anak-anak dan keluarga di tingkat masyarakat (Depsos, 2008).

2.4.3. Fungsi Panti Sosial

Menurut Depsos (2005) terdapat tiga fungsi panti, yaitu:

(47)

Bagi anak-anak yang tidak lagi memiliki orang tua atau keluarga yang

memungkinkan melakukan perawatan dan pengasuhan anak, maka Panti Sosial bisa

berfungsi sebagai lembaga pengganti peran orang tua atau keluarga. Fungsi ini juga

dapat berlaku bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua akan tetapi mereka

dianggap tidak cakap dalam melaksanakan fungsi mereka untuk mengasuh dan

merawat anak ssuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengganti bagi

pengasuhan dan perawatan anak dalam kategori ini bisa bersifat menetap atau

sementara sampai orang tua atau keluarganya dinyatakan kembali mampu dan mau

melakukan perawatan dan pengasuhan anak mereka.

2. Suplementer

Beberapa fungsi suplementer antara lain:

a. Panti bisa merumuskan rencana kerja penanganan yang sifatnya

mengupayakan penyembuhan terhadap penyakit sosial yang dialami

khususnya anak terlantar atau lainnya, bukan hanya sekedar melakukan

bimbingan atau pembinaan penanganan saja.

b. Anak-anak binaan panti bisa melaksanakan bakti sosial di lingkungannya.

Kegiatan bakti sosial dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan ikatan yang

kuat terhadap anak terlantar sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Bakti

sosial baik dalam bentuk menggalang kerja bakti, membersihkan lingkungan,

melaksanakan kerja bersama memperbaiki mesjid atau acara-acara keagaman

(48)

c. Panti menyediakan sistem akses terbuka bagi anak. Sehingga keinginan atau

kebutuhan anak dapat tersalurkan. Misalkan penyediaan sarana atau media

sebagai bentuk pengembangan diri dalam bentuk majalah dinding atau akses

memperoleh informasi penanganannya.

3. Supportif

Melakukan perawatan dan pengasuhan anak melalui berbagai kegiatan seperti:

a. Menyediakan sistem data dan informasi kesejahteraan anak yang dilakukan

melalui proses kajian/penelitian dan pemetaan. Penyebaran informasi melalui

promosi, publikasi, kampanye sosial tentang pengasuhan anak yang baik.

b. Melakukan penelitian dan pengembangan model pelayanan atau pengasuhan

sosial yang relevan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat luas

serta kondisi kearifan lokal yang berkembang.

2.4.4. Program Pengasuhan Anak Panti

Menurut Depsos (2005) Program ini meliputi tiga jenis program, yaitu:

1. Perlindungan

Yang dimaksud dengan perlindungan dalam pedoman ini adalah berbagai

tindakan dan upaya yang diarahkan untuk menjamin agar semua anak mendapatkan

(49)

penyalahgunaan anak dan eksploitasi, seperti yang disepakati dalam konvensi hak

anak dan Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, yang meliputi hak

hidup, mempertahankan kehidupan, mempertahankan identitas diri, keluarga dan

budayanya, hak akan pelayanan kesehatan, pendidikan, pengisian waktu luang dan

partisipasi.

2. Program Pengasuhan

Program pengasuhan anak panti asuhan dapat meliputi tiga jenis pengasuhan, yaitu:

a. Asrama

Menyadari kelemahan sistem pengasuhan di asrama anak yang cenderung

bersifat klasikal dan kurang memperhatikan karakteristik individual anak, maka perlu

diupayakan agar asrama anak yang di desain dalam kelompok kecil yang masih

mungkin terjadinya hubungan antar pribadi yang bersifat kekeluargaan.

b. Keluarga Asuh

Apabila memungkinkan penyelenggaraan keluarga asuh dalam panti akan

sangat membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih sehat

peran seorang ibu, ayah dan saudara pengganti akan memberikan suasana nyaman

yang dapat lebih memberikan kemudahan pada anak untuk dapat tumbuh dan

berkembang seperti anak pada umumnya yang di besarkan dalam keluarga

biologisnya.

c. Kelompok Asuhan Anak

Untuk anak-anak tertentu yang memiliki kebutuhan khusus, yang tidak

(50)

sejenis dapat di asuh oleh seorang pengasuh khusus yang terlatih dalam kelompok

asuhan anak. Pengasuhan berperan sebagai orang tua yang melakukan asuhan dan

bertanggung jawab terhadap kelangsungan dan tumbuh kembangnya, dengan

dukungan para ahli terapi lainnya yang berada diluar panti.

d. Penitipan Anak

Anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun yang memerlukan asuhan, rawatan

dan pembinaan pada waktu tetentu karena karena orang tuanya bekerja atau ada

keperluan lainnya.

e. Kelompok Bermain

Anak berusia 2,5 tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar, program

ini ditujukan terhadap orang tua yang memasukkan anaknya ke Kelompok Bermain

(KB) dan kurang mempunyai waktu yang cukup memberikan asuhan.

f. Perwalian

Panti mendorong masyarakat untuk ikut serta membantu melalui program

perwalian. Dimana anak dimungkinkan mendapatkan orang tua atau keluarga

pengganti atau diluar panti yang turut membantu dan menyokong kelangsungan hidup

dan tumbuh kembangnya.

3. Program Pelayanan

Program pelayanan panti asuhan mencakup antara lain:

a. Pelayanan sosial

1. Penyediaan sarana rekreasi

(51)

3. Bimbingan sosial kelompok

4. Konsultasi psiko sosial

5. Resosialisasi

6. Latihan keterampilan sosial

7. Pelayanan rujukan

b. Pelayanan Fisik

1. Kegiatan Olah Raga

2. Kesehatan

3. Pemberi makanan, sandang dan tempat tinggal

4. Sarana belajar, persinggahan, bermaian dan lain-lain

c. Pelayanan Mental Spiritual

1. Kegiatan keagamaan

2. Membentuk kelompok mengaji

3. Diskusi keagamaan

4. Bimbingan atau konsultasi keaagamaan

5. Pembinaan mental untuk hidup mandiri dan percaya diri

d. Penunjang

1. Pendidikan (formal/informal)

2. Pelatihan keterampilan sebagai bekal pengembang kemandirian anak

secara ekonomi

(52)

4. Bantuan sosial bagi keluarga anak yang miskin

5. Menyediakan informasi/asuhan

e. Pelayanan bagi anak-anak dalam situasi krisis, darurat dan kerusuhan sosial.

Baik dalam bentuk trauma center, konseling, penyediaan kebutuhan pokok,

dan kebutuhan tumbuh kembang anak.

2.5. Kerangka Berpikir

Dalam menjalani hidup, setiap individu baik disadari atau tidak disadari akan

melakukan penilaian atau evaluasi terhadap seluruh pengalaman hidupnya, baik yang

menyenangkan maupun tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan mengakibatkan

kebahagiaan atau ketidakbahagiaan.

Tinggal di panti asuhan adalah salah satu pengalaman dari sekian banyak

pengalaman yang dapat terjadi pada anak panti asuhan. Pengalaman ini pada akhirnya

juga dapat mempengaruhi dan membentuk kebahagiaan seseorang, melalui evaluasi

dan penghayatan terhadap kehidupannya dipanti asuhan. Sebagai seorang remaja

yang merupakan bagian dari masa depan bangsa, dan remaja panti asuhan juga

memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki kebahagiaan hidup.

Menurut Seligman (2002), happiness adalah perasaan positif dan kegiatan

positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk

(53)

Carlson (1984, dalam Manz,2003) kebahagiaan lebih mengarah pada

meniadakan ketidakbahagiaan daripada berusaha untuk bahagia. Seligman (2002)

mengatakan bahwa, Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi positif dan

emosi negatif. Ini berarti, jika memiliki banyak emosi negatif, seseorang mungkin

memiliki lebih sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun

demikian, tidak berarti seseorang menjauh dari kehidupan yang senang dan tidak

berarti pula seseorang terlindungi dari kesedihan.

Salah satu faktor yang menentukan happiness seseorang adalah religiusitas

atau agama. Karena agama adalah penuntun jalan hidup individu agar selalu berada

pada jalan yang benar. Orang yang religius akan lebih bahagia dan lebih puas

terhadap kehidupan.

Glock & Stark ( dalam Anchok, 2004 ) mengatakan bahwa agama adalah

sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang

semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling

maknawi ( ultimate meaning).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengasuh panti asuhan, mereka

memberikan berbagai program panti untuk membantu anak meningkatkan perilaku

religiusitas pada remaja. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dibuat memiliki tujuan

(54)

secara dini untuk mengamalkan ilmu agama, serta untuk menghindari dari kegiatan

yang tidak bermanfaat, atau masalah-masalah yang membuat anak sedih baik masa

lalu maupun yang sedang dijalaninya. Sehingga kegiatan ini diharapkan mampu

memotivasi anak untuk mencapai kebahagiaan hidup. Berdasarkan fenomena dan

teori yang telah diuraikan diatas, maka kerangka berfikirnya:

RELIGIUSITAS

1. Keyakinan 2. Praktek Agama 3. Pengetahuan 4. Pengalaman 5. Konsekuensi

HAPPINESS

1. Emosi Positif : (masa

lalu, masa depan, dan

masa sekarang)

2.6. HIPOTESIS

Berdasarkan tema penelitian yang diambil maka hipotesis yang diajukan adalah

sebagai berikut :

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan happiness pada

remaja panti asuhan

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan happiness

(55)
(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan pendekatan penelitian, variabel

penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, sampel dan

teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, prosedur

penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu

suatu pengolahan data penelitian yang didapat dengan menggunakan perhitungan statistik

dengan tujuan untuk memperoleh hasil dari hubungan antar variabel yang diteliti. Dengan

pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi

hubungan antar variabel yang diteliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis

penelitian korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) metode deskriptif adalah kegiatan

yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan

yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.

Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan

tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993). Pada

(57)

ini desebut sebagai korelasi, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

variabel pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lainnya. (Iqbal, 2002)

3.1.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang

berdiri sendiri (Sevilla, 1993). Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yaitu : variabel

bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variable). Sugiyono (2007)

mendefinisikan variabel bebas (independent variable) sebagai variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya variabel terikat, sedangkan variabel terikat

(dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas.

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

Independent Variabel : Religiusitas

Dependent Variabel : Happiness

3.1.2.1 Definisi Konseptual

1. Religiusitas adalah sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang

terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati

sebagai yang paling maknawi. (Glock & Stark dalam Anchok, 2004 )

2. Happiness adalah perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama

sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa

(58)

3.1.2.2 Definisi Operasional

1. Religiusitas yang dimaksud dari penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari

pengukuran berdasarkan teori Glock dan Stark yang mempunyai lima dimensi, yaitu

dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengalamandan konsekuensi. 2. Happiness adalah skor yang diperoleh dari pengukuran berdasarkan teori Seligman

yang mempunyai tiga aspek yaitu: emosi positif kepuasan pada masa lalu, optimis akan

masa depan dan kebahagiaan masa sekarang.

3.2 Pengambilan Sampel

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Objek atau nilai yang akan diteliti

dalam populasi disebut unit analisis atau element populasi. Unit analisis dapat berupa orang,

perusahaan, media dan sebagainya (Iqbal, 2002).

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu remaja panti asuhan islam

Raudhatul Hikmah dan panti asuhan kristen P-niel. dimana jumlah populasi panti asuhan

islam berjumlah 110 orang. Sedangkan populasi remaja panti asuhan kristen P-niel berjumlah

48 orang.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga

(59)

(Iqbal, 2002). Di dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 150 remaja yang tinggal di

panti asuhan yang akan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu terdiri dari :

1. Jumlah sampel untuk try out sebanyak 60 orang. Terdiri dari 30 orang remaja islam dan

30 orang remaja kristen.

2. Sedangkan jumlah sampel untuk penelitian ini sebanyak 90 orang. Yaitu remaja islam

sebanyak 50 orang dan remaja kristen 40 orang.

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2007).

Teknik tersebut termasuk dari jenis non probability sampling, dimana setiap individu dalam

populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian karena

peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya.

Adapun karakteristik dari sampel penelitian ini adalah:

1. Berusia 13-18 tahun. Hal ini merajuk pada teori Hurlock (1980) dan batasan ini

digunakan mengingat bahwa usia maksimal tinggal di panti adalah 18 tahun.

2. Remaja yang tinggal dipanti asuhan.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Metode pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode angket, yaitu tehnik pengumpulan

data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2007). Sejumlah pernyataan tertulis digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden yang merupakan laporan tentang pribadinya,

(60)

Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah skala model likert, dimana variabel

penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen (Hasan, 2002).

Pernyataan terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Jawaban

setiap instrumen ini memiliki tingkat dari tertinggi (sangat positif) sampai pada terendah

(sangat negatif) dan diukur melalui satu item dengan empat skala jawaban, sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor item skala

Item favorable Skor Item unfavorable Skor

SS (Sangat Setuju) 4 SS (Sangat Setuju) 1

S (Setuju) 3 S (Setuju) 2

TS (Tidak Setuju) 2 TS (Tidak Setuju) 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 STS (Sangat Tidak Setuju) 4

3.3.2 Instrument Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang akan dipergunakan untuk pengumpulan

data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala Religiusitas dan skala Happiness.

1. Skala religiusitas dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert. Dan untuk

mengukur religiusitas peneliti mengadaptasi skala baku yang telah di modifikasi dari

konsep Glock & Stark (1974).

Tabel 3.2

(61)

No Dimensi Indikator Item

dari media elektronik

12 45 2 2 Praktek agama

Keikutsertaan dalam

organisasi agama

(62)

Ibadah malam hari 14 47 2

Pengetahuan terhadap isi dari

kitab suci

2. Skala happiness dalam penelitian ini disusun peneliti dengan membuat

pernyataan-pernyataan berdasarkan aspek-aspek dari konsep Seligman (2002). Happiness terdiri dari

50 butir pernyataan berikut:

(63)

Blue Print Skala Happiness

(64)

dapat

(65)

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen (try out) dengan

108 item dari dua skala yaitu skala religiusitas 66 item dan happiness 42 item. Uji instrumen

diberikan pada 30 orang remaja panti asuhan islam dan 30 orang remaja panti asuhan kristen.

Adapun tujuan dari pelaksanaan uji instrumen ini dilakukan dengan maksud :

1. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.

2. Mengetahui tingkat realibilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat

reliabilitas skala tersebut.

3.4.1 Uji Validitas

Menurut Sevilla (1993) validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang

pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari

hasil output SPSS versi 16 menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat

dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan.

Tabel 3.4

Blue Print Skala Religiusitas setelah try out

No Dimensi Indikator Item

(66)

keselamatan (pekerjaan)

2 Praktek agama Menghadiri kegiatan

keagamaan

11* 44 1

Mengikuti siraman rohani

dari media elektronik

(67)

Pengalaman responsive 56 24* 1

Pengetahuan terhadap isi dari

kitab suci

Blue Print Skala Happiness setelah try out

(68)
(69)

kegiatan yang di

Reliabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang di tunjukkan

oleh instrumen pengukuran (dalam Sevilla,1993). Dalam perhitungan ini dilakukan dengan

menggunakan rumus koefisien Alpha Croncbach dan menggunakan SPSS versi 16.

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat Reliabel >0,9

Reliabel 0,7-0,9

Cukup Reliabel 0,4-0,7

Kurang Reliabel 0,2-0,4

Tidak Reliabel <0,2

(70)

Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari

penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi korelasi antara

religiusitas dengan happiness pada remaja Panti Asuhan, yang ditentukan pada taraf

signifikansi sebesar 0,05 pada one tailed test. Pengolahan data ini menggunakan analisis

statistik, yaitu:

Pengujian hipotesis:

Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan happiness pada

remaja panti asuhan

Hi : Ada hubungan yang positif antara religiusitas dengan happiness pada remaja panti

asuhan

3.6 Prosuder Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang

diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut sebagai berikut

:

1. Persiapan Penelitian

- Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah

- Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti. Kedua variabel itu yaitu religiusitas

dan happiness.

- Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang

tepat.

- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu skala religiusitas dan happiness yang dirancang berupa skala

Likert.

Gambar

Tabel 2.2 : Kerangka Berfikir......................................................................................
Tabel 4.1 : Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin........................
Tabel 4.12 : Model
Tabel 3.1 Skor item skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Subjek

Namun demikian, dari analisis kuantitatif ditemukan bahwa remaja panti asuhan yang merupakan yatim piatu cenderung memiliki tipe kelekatan anxious dan memiliki tingkat kesepian

Hasil dari penelitian ini adalah: Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara self-esteem dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah

Hasil dari penelitian ini adalah: Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara self-esteem dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran bagaimana keterkait an antara penerimaan diri dengan kompetensi interpersonal pada remaja panti asuhan PAKYM, serta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kecenderungan bunuh diri pada remaja panti asuhan. Penelitian ini melibatkan 45 remaja yang

Hasil penelitian tentang hubungan dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat resiliensi remaja di panti asuhan yang dilakukan di Panti Asuhan Al Hidayah, Panti

Hasil penelitian tentang hubungan dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat resiliensi remaja di panti asuhan yang dilakukan di Panti Asuhan Al Hidayah, Panti