• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan intensitas layanan bimbingandan konseling dengan motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatanr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan intensitas layanan bimbingandan konseling dengan motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatanr"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Kasus Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan).

Bimbingan dan konseling merupakan layanan kepada peserta didik untuk membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik yang berkenaan dengan aspek pribadi, sosial, pemahaman dan pengembangan karakteristik dan potensi yang dimilikinya serta penyesuaian diri dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Penelitian ini membahas tentang hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Adakah hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan memotivasi belajar siswa?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai hubungan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yang didukung teknik-teknik pengumpulan data melalui penyebaran angket (kuesioner), dokumentasi, dan wawancara dengan guru BK. Jumlah populasi sebanyak 148 siswa kelas XI yang diambil sebanyak 30 siswa.

Dari hasil pengolahan data yang diperoleh nilai “r” hitung sebesar 0,496 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.

 

(2)

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat teriring salam semoga selalu tercurah-limpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kepada pengikut-Nya yang selalu teguh dan setia dalam mengikuti dan mengamalkan ajaran-pengikut-Nya.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu KI-Manajemen Pendidikan (Spd). Dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan KI- Manajemen Pendidikan FITK UIN syarif Hudayatullah Jakarta.

3. Dra. Zikri Neni Iska M. Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.

4. Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si, dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan.

5. Drs. Muarif Sam, Mpd, Sekretaris Jurusan KI-MP yang sudah banyak membantu penulis dalam berbagai hal

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan KI-Manajemen Pendidikan dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan keahlian kepada penulis serta turut melancarkan usaha pembuatan skripsi ini sebagai syarat menyelesaikan studi S-1.

(3)

  iii

8. Sahabat-sahabat yang tak pernah letih menjaga silaturahim: kerida Laksana, maftuha, Lena Magdalena, Hilda Indriasari dan Siti Muldiyah, terima kasih telah menjadi teman ku untuk berbagi segala keluh kesah dan canda tawa. 9. Teman-teman KI-Manajemen angkatan 2005 yang tak bisa penulis sebutkan

satu persatu, semoga silaturahim yang selama ini terjalin erat tetap terjaga untuk selamanya.

10.Semua pihak yang turut membantu selama pekuliahan dan penyelesaian studi penulis.

Semoga Allah SWT. membalas kebaikan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dengan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya. Peneliti menyadari bahwa banyak terdapat cacat dan cela dalam karya ini, untuk itu peneliti mohon maaf atas segala kekurangan didalamnya dan senantiassa berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin khoirunnas anfauhum linnas.

Jakarta, 20 September 2010

Penulis

(4)

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRA ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motif dan Motivasi belajar ... 7

2. Pengertian Belajar ... 9

3. Motivasi Belajar ... 11

4. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 11

5. Jenis-jenis Motivasi ... 12

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 13

B. Pengertian Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan ... 15

2. Pengertian Konseling ... 17

3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling ... 19

4. Tujuan, Fungsi dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling dalam Bidang-bidangnya ... 20

5. Layanan Bimbingan dan Konseling ... 24

(5)

A. Tempat dan Waktu Peneltian ... 28

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Pengambilan Sampel ... 29

E. Variabel Penelitian ... 29

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 30

G. Uji Coba Instrumen ... 33

a. Validitas ... 33

b. Reliabilitas ... 37

c. Hipotesis ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Responden 1. Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

2. Subjek Berdasarkan Kelas... 42

3. Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan ... 42

4. Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah ... 43

5. Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan ... 43

6. Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan ... 44

7. Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan ... 44

B. Deskripsi Data ... 45

C. Interpretasi Data ... 48

(6)

  vi LAMPIRAN-LAMPIRAN

(7)

Tabel 3.3 Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK Tabel 3.4 Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK Tabel 3.5 Blue Print Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Try Out Motivasi Belajar Siswa Tabel 3.7 Kaidah Reliabilitas Guilford

Tabel 4.1 Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Subjek Berdasarkan Kelas

Tabel 4.3 Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan Tabel 4.4 Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah Tabel 4.5 Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan

Tabel 4.6 Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan Tabel 4.7 Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan Tabel 4.8 Distribusi Skor Responden BK

Tabel 4.9 Distribusi Skor Responden Motivasi Belajar

Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Layanan BK dengan Motivasi Belajar Siswa

 

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan mempunyai pengetahuan dalam bidangnya yang memadai. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan di segala bidang. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah adanya pendidikan yang memadai. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang berlaku sekarang yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Hal tersebut terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut:

”Bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.1

Akan tetapi realita di lapangan banyak hal yang kurang relevan dengan bunyi undang-undang di atas, dengan masih adanya siswa-siswa di Indonesia yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, serta rendahnya kemauan mereka       

1

Undang-undang Sisdiknas : (Sistem Pendidikan Nasional, 2003), h. 12  

(9)

untuk belajar yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman mereka untuk mempelajari semua bidang studi yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut di atas seperti: matematika, bahasa, maupun ilmu pengetahuan lain baik itu pengetahuan alam dan sosial. Banyak siswa merasa “ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa masih mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar konteks belajar seperti: menonton televisi, bermain sms di dalam kelas, dan melakukan aktivitas lain yang kurang mendukung adanya proses belajar mengajar. Dengan rendahnya motivasi belajar para siswa tersebut akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang mengarah kepada hal-hal yang negatif seperti: membuat keonaran, minum obat-obatan terlarang, pergaulan bebas di luar sekolah dan lain sebagainya yang justru cenderung merugikan mereka sendiri.

“Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”.2 Dalam hal belajar, motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga mereka mau melakukan serangkaian kegiatan belajar. “Motivasi siswa bisa timbul dari dalam diri individu ( intrinsik ) dan juga bisa timbul dari luar diri siswa ( ekstrinsik)”.3 Faktor internal diantaranya adalah minat, bakat, motivasi, dan tingkat intelegensi siswa, sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor metode pembelajaran yang digunakan dalam kelas, serta lingkungan di mana siswa itu melakukan aktifitas belajarnya.

Namun pada dasarnya kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya rendahnya kepedulian orang       

2

B. Uno Hamzah, Dr. M. Pd, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-2, h. 1 

3

(10)

tua di rumah dan guru di sekolah. Dalam hal ini guru bidang studi telah berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik, begitu pula dengan guru BK yang telah banyak melakukan bimbingan dan konseling bagi mereka. Namun itu semua tidaklah cukup dan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan motivasi belajar mereka dalam hal ini siswa atau peserta didik.

Untuk keperluan penelitian hal tersebut di atas penulis mencoba dan memilih sekolah SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Benda Timur Komplek Pamulang II Tangerang. Jika dilihat dari pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diterapkan pada sekolah tersebut memanglah sudah memadai terutama dalam mengatasi kedisiplinan para siswa untuk mengikuti dan menaati peraturan yang ditentukan oleh pihak sekolah. Meskipun demikian, dari sekian banyak siswa masih saja ada diantara mereka yang kurang peduli terhadap aturan dan bahkan cenderung melanggarnya. Sebagai contoh, berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ada beberapa kasus permasalahan yang sering muncul di kalangan para siswa mengenai kurangnya motivasi siswa dalam belajar dan hal ini tentunya akan berkaitan erat dengan prestasinya di sekolah. Contoh-contoh kurangnya motivasi siswa dapat dilihat dengan adanya sebagian siswa yang lebih senang izin untuk keluar kelas untuk alasan tertentu dari pada mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini dikarenakan mereka merasa bosan atau jenuh di dalam kelas.

(11)

Dari fenomena tersebut, pada umumya kasus itu terjadi karena kurangnya motivasi siswa dalam belajar serta kurangnya konselor yang ada di sekolah untuk memberikan layanan dan bimbingan bagi mereka untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah siswa akan terbantu dalam mencapai keberhasilan belajar karena keberhasilan belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi perhatian utama dalam keseluruhan proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan formal.

Adapun hal lain yang bisa mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa adalah metode dan cara mengajar guru yang cenderung monoton dan tidak menyenangkan dalam memberikan materi pelajaran bagi mereka. Begitu pula dengan tujuan pengajaran yang kurang jelas apa yang hendak dicapai, serta tidak adanya relevansi yang jelas dari kurikulum itu sendiri dengan kebutuhan dan minat siswa. Adapun persoalan lain yang bisa mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar adalah latar belakang ekonomi orang tua mereka dan kondisi sosial budaya yang kurang mendukung terciptanya motivasi siswa untuk belajar yang lebih baik.

Dengan adanya persoalan-persoalan tersebut di atas, maka orang tua, guru bidang studi maupun guru BK harus dapat bekerja sama dan bersinergi untuk bersama-sama menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan berbagai cara. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik, maka pola kerja sama antara keduanya harus dirancang dan diupayakan sedemikian rupa. Orang tua dan guru bisa saling bekerja sama dengan memberikan informasi timbal balik tentang siswa. Selain itu, orang tua dan guru perlu mengindentifikasi semua permasalahan motivasi yang dihadapi siswa, kemudian secara bersama-sama mencari solusi untuk memecahkan atau mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan siswa. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui lebih lanjut, tentang hubungan bimbingan dan konseling dalam motivasi belajar siswa.

(12)

judul “ Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dengan Motivasi Belajar Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas serta rasa ingin tahu penulis dalam hal ini, maka penulis berupaya untuk mengidentifikasikan masalah-masalah yang ada dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling yang dilakukan di SMA

Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?

3. Upaya apa saja yang dilakukan dalam memberikan bimbingan dan konseling untuk memotivasi belajar siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 4. Apa saja hambatan yang dihadapi guru maupun BK dalam memberikan

bimbingan terhadap siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?

5. Metode dan cara apa saja yang digunakan oleh para guru dan BK dalam memberikan bimbingan kepada siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan?

6. Apakah dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah siswa dapat termotivasi untuk belajar?

C.Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan. Hal itu dilakukan agar masalah penelitian tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian menjadi sebagai berikut:

(13)

2. Yang dimaksud dengan motivasi belajar di sini adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, baik yang sifatnya intrinsik maupun ekstrinsik.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan berikut ini merupakan fokus masalah yang akan diteliti dengan batasan yang telah penulis tentukan sebelumnya yaitu: “Apakah ada Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa”?

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian

1. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.

b. Sejauh mana peningkatan motivasi belajar siswa melalui bimbingan dan konseling yang diberikan.

c.Ada tidaknya hubungan yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.

2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis

Diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemikiran khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling.

b. Secara Praktis

1. Bagi Konselor: sebagai salah satu bahan tambahan dan masukan dalam melayani anak didik yang mengalami kemerosotan motivasi mereka dalam belajar.

2. Bagi Penulis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengalaman dalam memahami anak didik, bagaimana memotivasi dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar.

(14)

HUBUNGAN INTENSITAS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 3 KOTA

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Oleh :

Sartika Putri Wardana NIM: 205018200443

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M 

(15)

BAB II KAJIAN TEORI

A.

Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi

Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan motif untuk menunjuk mengapa seseorang itu berbuat sesuatu. Akyas Azhari dalam bukunya Psikoligi Umum dan Perkembangan mengemukakan bahwa:

Motif adalah dorongan atau daya kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong yang bersangkutan untuk berbuat atau bertingkah laku dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan merupakan muara dari sebuah tindakan.1

Istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama beratus-ratus tahun, manusia dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memiliki tujuan dan menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas memilih, dan pilihan yang ada baik atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan

       1

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), Cet Ke-1, h. 65 

(16)

individu, oleh karenanya manusia bertanggung jawab penuh terhadap setiap perilakunya.

Konsep motivasi terinspirasi dari kesadaran para pakar ilmu, terutama pakar filsafat, bahwa tidak semua tingkah laku manusia dikendalikan oleh akal, akan tetapi tidak banyak perbuatan manusia yang dilakukan di luar kontrol manusia. Sehingga lahirlah sebuah pendapat, bahwa manusia disamping sebagai makhluk rasionalistik, ia juga sebagai makhluk yang mekanistik yaitu makhluk yang digerakkan oleh sesuatu di luar nalar yang biasanya disebut naluri atau insting.

Beberapa pakar psikologi ada yang membedakan istilah motif dan motivasi, yaitu “motive is a need, aspiration, or purpose. Motive initiate behavior. Motivation is a term which refered “set" or drive within the organism

wich impel to action.2

Dari paparan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa motif itu adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motif ini merupakan tahap awal dari proses motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan) saja. Sebab motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak.

Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Motivasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu:

a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

       2

(17)

b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan.

c. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

2. Pengertian Belajar

Belajar (learning), seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada masa berikutnya yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Para ilmuan perilaku berusaha mengukur apa yang telah dikerjakan oleh seekor makhluk untuk dapat menguasai belajar ini. Tetapi belajar itu sendiri merupakan satu kegiatan yang terjadi dalam diri seseorang, yang sukar untuk di amati secara langsung.

“Sebagian orang beranggapan belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Sehingga orang yang berasumsi demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh gurunya”.3

Di samping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacan ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut. Padahal jika kita renungkan, sesungguhnya belajar adalah merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

       3

Dra. Fadillah Suralaga, dan Nety Hartaty, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam,

(UIN Jakarta Press), cet. 1, h. 61

(18)

Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik, khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya pembelajaran yang dicapai peserta didik.

“Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.4

Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. “Belajar ialah suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.5

Sejalan dengan perumusan diatas, adapula tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan, “bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan saja mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan”.6

Dibandingkan dengan pengertian pertama maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan.

Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang atau siswa belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus       

4

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana prenada Media Group, 2009), Ed. 1, Cet ke-1, h. 85  

5

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet Ke-4, h. 2 

6

(19)

mengadakan pemilihan terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal.

Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru disini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut. Karena seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik.

3. Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.

Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan orangtuanya.

Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemanngat belajar. “Mengubah” siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi bersemangat belajar.

4. Fungsi Motivasi Dalam Belajar

(20)

berperan dalam belajar dan akan senantiasa menentukan intensitas usaha atau kegiatan seseorang”.7

Adapun pendapat Alisuf Sabri fungsi motivasi diantaranya adalah: a. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.

b. Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.

c. Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selekif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.8

Dengan kata lain, fungsi motivasi adalah mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan dan meyeleksi perbuatan agar hasil dari perbuatan itu memuaskan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Biasanya motivasi akan besar, bila orang dalam hal ini siswa mempunyai visi jelas dari apa yang diinginkan. Ia mempunyai gambaran mental yang jelas dari kondisi yang diinginkan dan mempunyai keinginan besar untuk mencapainya. Motivasilah yang akan membuat dirinya melangkah maju dan mengambil langkah selanjutnya untuk merealisasikan apa yang diinginkannya.

5. Jenis-jenis Motivasi

Secara umum motivasi terbagi atas dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. “Dalam prilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi tersebut timbul karena faktor dari dalam (instrinsik) dan fakkor dari luar (ekstrinsik)”.9

“Adapun yang dimaksud motivasi intrinsik, yaitu berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik”.10 Tetapi harus diingat pula,       

7

Zikri Neni Iska, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan…, h. 42   8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 86 

9

Dimyati, dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 2, h. 90  

10

(21)

kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Adapun hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan suatu perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.

“Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan belajar yang menarik; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik”. 11

Jadi, dari hakikat yang telah di jelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi.

Selain itu, peranan bimbingan dan konseling terhadap motivasi belajar sangat diperlukan dalam aktivitas belajar seseorang, baik itu motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Oleh sebab itu, bila ada siswa yang kurang memiliki motivasi intrinsik, maka diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi ekstrinsik agar siswa termotivasi dalam belajar. Maka, dalam hal ini, peranan seorang guru BK di sekolah sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik tersebut. Kesalahan dalam memberikan motivasi ekstrinsik akan berakibat merugikan prestasi belajar siswa dalam kondisi tertentu. Jadi, guru BK dalam memotivasi belajar siswa sangat berperan penting untuk menumbuhkan kembali motivasi untuk belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Setiap siswa di sekolah dapat menunjukkan prestasi belajar yang berbeda-beda dan perberbeda-bedaan ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar seseorang.

       11

(22)

Menurut Muhibbin Syah secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor Internal yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. b. Faktor Eksternal yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa.

c. Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.12

Sedangkan menurut Abraham Maslow yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah karena adanya kebutuhan aktualisasi diri, seperti kebutuhan untuk mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, mengembangkan kreativitas dan ekspresi diri”.13

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi belajar individu dipengaruhi oleh adanya kebutuhan dari siswa itu sendiri untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Dan salah satunya dapat pula melalui layanan bimbingan dan konseling. Sebagai sebuah layanan profesional yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).

      

12 

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-9, h. 132 

13 

(23)

B.

Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan

Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah Guidance dan Counseling dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun untuk sampai pada pengertian yang sebenarnya kita harus ingat bahwa tidak setiap bantuan atau tuntunan dapat diartikan sebagai guidance (bimbingan).

Istilah bimbingan dapat diartikan dengan berbagai cara. Menurut pandangan Shertzer dan Stone (1981), bimbingan sebaiknya diartikan sebagai proses membantu orang-perorang untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Perumusan itu mengandung sejumlah kata kunci yaitu proses, membantu, orang-peorangan, memahami diri, dan lingkungan hidup. Proses menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu. Membantu disini berarti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia. Orang-perorangan menunjuk pada individu atau orang tertentu yang dibantu. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan hidupnya. Lingkungan hidup mencakup segala unsur yang menjadi ruang lingkup kehidupan, baik alam sekelilingnya maupun manusia-manusia lain yang berperan dalam hidupnya.

(24)

baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.

Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin menjelaskan makna bimbingan ini dengan akronim kata sebagai berikut:

B adalah Bantuan

I adalah Individu

M adalah Mandiri

B adalah Bahan

I adalah Interaksi

N adalah Nasehat

G adalah Gagasan

A adalah Asuhan

N adalah Norma

“Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan melalui interaksi dan pemberian nasehat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku”.14 Dalam konteks Bimbingan di sekolah, Hamalik (1992), menyatakan bahwa “Bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya” 15.

Bantuan dalam program pendidikan yang dilakukan kepada peserta didik adalah agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan tempat yang ada, kemudian agar peserta didik mampu merancang masa depannya sesuai dengan keinginan, kemampuan dan kebutuhan akan lingkungan dimana mereka berada.

       14

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007), cet I, h. 20   15

(25)

2. Pengertian Konseling

“Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah”.16 Konseling merupakan bantuan masalah oleh konselor kepada klien (konseli) sehingga teratasinya suatu masalah.

“ Konseling atau penyuluhan merupakan bagian dari program bimbingan di sekolah dan merupakan salah satu jenis pelayanan bimbingan”.17 Tidak mengherankan kalau pelayanan bimbingan terutama ditujukan kepada orang-orang yang masih muda, khususnya terhadap murid di sekolah lanjutan dan mahasiswa di perguruan tinggi. Sekolah merupakan tempat yang membuka kesempatan yang luas untuk menawarkan pelayanan bimbingan. Bagi banyak siswa, sekolah merupakan satu-satunya tempat untuk menghubungi seorang pembimbing. Maka tidak mengherankan pula kalau di banyak negara, termasuk Indonesia, bimbingan di sekolah diberi proiritas dan paling dikembangkan. Pengembangan itu tampak jelas bila sekolah menyelenggarakan suatu program bimbingan, yaitu sejumlah kegiatan bimbingan yang terencana dan terorganisir selama periode waktu tertentu, misalnya selama satu tahun ajaran.

“Konseling memegang peranan sangat penting dalam bimbingan, yang sering disebut sebagai “jantungnya” dari bimbingan; Counseling the heart of, konseling intinya bimbingan; Counseling is the core of guidance, konseling sebagai pusatnya bimbingan; Counseling is the centre of guidance (Mortensen & Schmuller). Konseling dimaknai sebagai jantung, inti dan pusat dari bimbingan karena merupakan layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapetik (therapeutic) atau bersifat menyembuhkan (curative)”.18

       16

John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan studi kasus, (jakarata: Kencana, 2008), Ed. 3, Cet. 2, h. 5  

17

Paimun, Bimbingan dan Konseling: Sari Perkuliahan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 42  

18

(26)

Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin menjelaskan pemahaman akan konseling dapat dimaknai dari akronim kata sebagai berikut:

“Konseling berarti kontak atau hubungan antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien”.19

Berdasarkan makna bimbingan dan konseling di atas, dapat dikemukakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memcahkan masalahnya sendiri.

Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan dan konseling menuntut adanya hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan tanggungjawab yang tegas di antara para petugasnya.

b. Adanya program yang jelas dan sistematis untuk melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human       

19

(27)

relations, dan kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling secara teratur.

c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan; d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik mupun non fisik (suasana, sikap, dan

sebagainya).

e. Adanya kerjasama yang sebaik-baikya antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.20

3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling

Pandangan mengenai bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang integral, keduanya tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu perkataan bimbingan selalu dirangkaikan dengan konseling.

Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antara bimbingan dengan konseling. Namun sementara pihak ada yang berpendapat bahwa konseling identik dengan psikoterapis. “Psikoterapi adalah istilah yang digunakan dalam dunia medis seperti unit psikiatri, dan konseling adalah istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan seperti pusat bimbingan dan penyuluhan siswa”.21

    Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa “Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli), supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya”.22

Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual. Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.

      

20 Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,

2008, h. 5 

21

John McLeod, Pengantar Konseling: teori dan studi kasus…, h. 9  22

(28)

4. Tujuan, Fungsi, dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling dalam Bidang-bidangnya

a. Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling

“Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan agar individu dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di masa yang akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, serta mampu mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapinya dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja”.23

Dari definisi di atas dapat disimpulkan tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu para siswa agar dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan lingkungannya.

Dalam penerapannya terdapat lima Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling, diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan. 2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan ingkungan. 3. Untuk dapat mengambil keputusan sendiri.

4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri. 5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri.24

Dari tujuan pelayanan bimbingan dan konseling di atas dapat penulis kemukakan sebagai berikut:

1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar peserta didik mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar peserta didik dapat menerima keadaan yang dia miliki, baik dari segi kelebihan dan kekurangannya.

3. Untuk dapat mengambil keputusan, maksudnya ialah agar peserta didik dapat mengambil keputusan sendiri terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.

       23

Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006), h. 13. 

24 

(29)

4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri, maksudnya ialah apapun potensi yang dimiliki oleh peserta didik harus diarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya. 5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri, maksudnya ialah agar peserta didik suatu

saat dapat mewujudkan keinginan atau cita-cita yang dia miliki.

Pada dasarnya, kelima tujuan dilaksanakannya pelayanan bimbingan dan koseling tersebut di atas adalah agar peserta didik mampu mencapai dirinya tersebut dalam mengenal, menerima dirinya serta mampu mewujudkan dirinya. Selain itu, Bimbingan dan Konseling bertujuan membantu peserta didik agar memiliki kompetensi, mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik mungkin.

Selain itu, menurut John Mcleod fondasi dari keragaman model teori dan tujuan sosial adalah keragaman ide tentang tujuan konseling dan terapi. Berikut ini adalah beberapa tujuan yang didukung secara eksplisit maupun implisit oleh para konselor, yaitu:

a) Pemahaman. Adanya pemahaman dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.

b) Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain. Seperti dalam keluarga atau tempat kerja.

c) Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini di tolak atau di tahan, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri. d) Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang di tandai

oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.

e) Aktualisasi diri atau Individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. f) Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang

lebih tinggi.

g) Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa di pecahkan oleh klien seorang diri.

h) Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan megontrol tingkah laku.

(30)

j) Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.

k) Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak.

l) Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial, seperti keluarga.

m) Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.

n) Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.25

b. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan proses kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini, bimbingan dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan pada siswa agar dapat berkembang menjadi pribadi mandiri. Dan dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling memiliki berbagai fungsi.

Adapun yang menjadi fungsi pokok dari pelayanan bimbingan dan konseling menurut W.S. Winkel, antara lain:

a. Fungsi Penyaluran (distributive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa mendapatkan atau memilih program studi yang sesuai dengan dirinya. b. Fungsi Penyesuaian (adjustive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu

siswa menemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi.

c. Fungsi Pengadaptasian, yaitu fungsi bimbingan sebagai narasumber bagi tenaga-tenaga kependidikan yang lain di sekolah, khususnya pimpinan sekolah dan staf pengajar, dalam hal mengarahkan rangkaian kegiatan pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan kebutuhan para siswa.26

      

25 

John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasu,(Jakarta: Kencana, 2008), Ed.3, Cet. 2, h. 13  

26

(31)

Sementara pihak ada lagi yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah memiliki beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi pencegahan (preventif), (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemelihraan, (5) penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan, (8) perbaikan, dan (9) advokasi.27

Dengan demikian fungsi dari pelayanan bimbingan dan konseling di atas adalah harus mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang dicapainya secara jelas dapat di identifikasi dan di evaluasi.

c. Bidang Bimbingan dan Konseling

Bidang-bidang bimbingan dan konseling akan diuraikan dengan lingkup program dan praktek pengembangan potensi dan kepribadian siswa.

a.Bidang Pengembangan Pribadi

Pengembangan dalam bidang pribadi adalah merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif dan fisik motorik.

b. Bidang Pengembangan Sosial

Pengembangan bidang sosial merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah sosial dalam kehidupan di rumah, sekolah dan masyarakat dalam kerjasama dan berinteraksi dengan teman sebaya atau orang dewasa.

c. Bidang Pengembangan Pendidikan

Pengembangan dalam bidang pendidikan adalah layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan yang sedang dijalani maupun yang akan dimasukinya kelak.

d. Bidang Pengembangan Pembelajaran

Pengembangan dalam bidang pembelajaran merupakan layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran baik disekolah maupun dirumah.

e. Bidang Pengembangan karir

Pengembangan dalam bidang pengembangan karir merupakan layanan merencanakan dan mempersiapkan pengembangan karir dengan bimbingan pengenalan dunia karir, penyusunan rencana karir, dan persiapan karir bagi peserta didik., dan sukses dalam karir. Kelima bidang pengembangan ini merupakan bagian dalam mengembangkan diri individu peserta didik yang

      

27 

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

(Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), h. 39 

(32)

berkaitan dengan Pribadi, kehidupan sosial, pendidikan, pembelajaran, dan karir atau profesi yang akan ditekuninya kelak.28

5. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling, minimal sembilan layanan yang menjadi perhatian dalam tulisan ini yang dirujuk dari buku Prayitno (2004) dan Tohirin (2007), diantaranya yaitu:

1. Layanan Orientasi, yaitu layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya29. Layanan orientasi ini bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya atau situasi yang baru dan agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru.

2. Layanan Informasi, yaitu suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka butuhkan dan usaha-usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya. Layanan informasi ini bertujuan agar individu mengetahui menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya.

3. Layanan Penempatan dan Penyaluran, bertujuan agar siswa memperoleh tempat yang sesuai dalam mengembangkan potensi diri siswa atau seseorang.30 4. Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan konseling yang diselenggarakan

oleh konselor terhadap klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien. 5. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu suatu cara memberikan bantuan

(bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok.

      

28 

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling: Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta didik…, h. 46-50 

29

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet 2, h. 255 

30

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),

(33)

6. Layanan Konseling Kelompok, yaitu sebagai suatu upaya pembimbing atau konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal.

7. Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor (pembimbing) terhadap seorang konsulti untuk memperoleh wawasan pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga. Tujuan layanan konsultasi ini adalah agar klien (siswa) dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi atau permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga. Pihak ketiga adalah orang yang mempunyai hubungan baik dengan konsulti.

8. Layanan Mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan atau dalam kondisi bermusuhan. Layanan Mediasi ini bertujuan agar tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara klien sehingga terjadi perubahan dari kondisi awal yang negatif menjadi kondisi baru dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah.

9. Layanan Bimbingan Belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Hal ini dikarenakan kegalan-kegalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi, melainkan disebabkan mereka tidak dapat pelayanan bimbingan yang memadai.

Dengan kata lain, layanan bimbingan dan konseling di atas adalah “dasar dari bimbingan dan penyuluhan disekolah, yang merupakan proses bantuan khusus yang diberikan kepada semua siswa dalam memahami, mengarahkan diri, bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal”.31 Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan       

31

(34)

hukum atau perundang-undangan, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut “konseli”, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual.

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang, yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi atau kemandegan perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.

Dengan demikian, upaya untuk menangkal dan mencegah penyimpangan perilaku tersebut, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan tugas dari bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

C.

Kerangka Berfikir

(35)

untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Sedangkan motivasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar juga memerlukan adanya daya pendorong (motivasi) agar hasil dari proses belajar tersebut bisa dipertanggungjawabkan.

Ketika anak (siswa) memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik itu berasal dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka proses belajar yang dilakukannya akan berjalan efektif dan efisien. Namun, tidak selamanya anak mempunyai motivasi belajar (motivasi instrinsik) yang memadai untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga belajarnya menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu guru dalam hal ini guru BK harus memberikan dorongan agar motivasi belajar dapat meningkat. Atau dengan kata lain memberikan dorongan yang semula bersifat ekstrinsik menjadi kesadaran anak untuk belajar (motivasi intrinsik).

Dengan demikian, diduga semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka akan semakin tinggi pula motivasi siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan, bahwa siswa tersebut merasa diperhatikan akan kebutuhannya, yang mungkin tidak didapatkan ketika siswa tersebut berada di rumah. Akan tetapi sebaliknya, makin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka semakin rendah pula motivasi siswa dalam belajar.

D.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara yang mengarahkan penelitian yang berarti hipotesis harus diuji dan tidak dituntut untuk benar, tetapi mengkaji sampai seberapa jauh kebenaran yang disediakan terhadap masalah yang diteliti. Walau demikian, dalam merumuskan hipotesis haruslah didasarkan pada sejumlah informasi yang meyakinkan.

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.

Pada tanggal 4 Januari sampai 11 Februari 2010.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif yang menampilkan hasil berupa angka-angka, sedangkan metode

penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang

dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel

yang berbeda dalam suatu populasi.

Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena

sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua

variabel, yaitu antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan

motivasi belajar siswa. Jadi jenis penelitian yang cocok untuk digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitiaan1. Populasi target dari

penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, sedangkan

      

1 

Suharsisnmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Edisi Revisi, Cet. Ke-13, h. 130 

(37)

populasi yang terjangkau adalah siswa kelas XI semester genap tahun ajaran

2009-2010, yang terdiri dari 5 rombel (rombongan belajar). Sampel adalah

sebagai bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara

tertentu2. Adapun proporsi yang penulis pergunakan adalah seperti yang

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa “apabila subyeknya kurang dari

100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara

10-15% atau 20-25% atau lebih”.3 Jadi dari populasi yang berjumlah 148 orang

yang menjadi sampel sebesar 21,5 % (30 orang) siswa. Kelas XI dijadikan

sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa kelas XI tersebut

telah mendapatkan bimbingan dan konseling selama satu tahun sehingga dapat

merasakan manfaat dari program bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.

D. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara sistematic random

sampling. Dalam teknik ini semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih

menjadi anggota sampel, dengan cara setiap kelas yang terdiri dari 5 rombel,

masing-masing kelas diambil sebanyak 6 orang yang didasarkan pada nomor

urut absen yang berangka genap.

E. Variabel Penelitian

1. Definisi Konseptual

Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau

pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu

melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara

keduanya, agar konseli (siswa) memiliki kemampuan atau kecakapan

melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan

masalahnya sendiri.

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri

seseorang (siswa) yang menimbulkan kegaiatan belajar, yang menjamin

       2

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 121  3 

(38)

kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan

belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai.

2. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu

intensitas layanan bimbingan dan konseling sebagai variabel bebas

(variable X) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikatnya

(variabel Y).

Secara operasional, yang dimaksud dengan layanan bimbingan dan

konseling adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh

konselor yang meliputi sejumlah layanan orientasi, informasi. penempatan

dan penyaluran, konseling perorangan, konseling kelompok, konsultassi,

mediasi, dan layanan pembelajaran, yang diukur dengan skala layanan

bimbingan dan konseling.

Motivasi belajar siswa secara operasional didefinisikan sebagai

gerak yang mendorong seseorang (siswa) untuk bekerja atau melakukan

sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh yang tercermin dalam

keaktifan siswa dalam rangka menghadapi situasi pembelajaran yang

menyangkut minat dan keinginan untuk belajar, yang diukur dengan skala

motivasi belajar.

F.Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Untuk memperoleh data-data dalam Penelitian ini, penulis menempuh

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian4. Observasi ini

dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan langsung dengan

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 3 Kota

Tangerang Selatan.

      

4 

(39)

2. Wawancara

Yaitu dengan mengumpulkan data dengan mewawancari

pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan

bimbingan dan konseling dalam memotivasi belajar siswa, guna untuk

mempertajam atau memperjelas hasil angket.

3. Kuesioner atau Angket

Kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan

kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai

dengan permintaan pengguna5. Dalam Penelitian ini kuesioner yang

digunakan adalah skala berbentuk pernyataan tertutup. Kuesioner ini

disebut juga kuesioner berstruktur, karena berisi pernyataan-pernyataan

yang disertai sejumlah alternatif jawaban yang disediakan. Responden

dalam menjawab terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang

sudah disediakan.6

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pedoman Observasi

1) Program layanan bimbingan dan konseling 09-10

2) Profil sekolah

b. Pedoman Wawancara

Berisi sejumlah daftar petanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun

secara sistematis, terutama yang berkaitan dengan kegiatan layanan

program bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.

c. Kuesioner dalam bentuk skala layanan bimbingan dan konseling dan

skala motivasi belajar.

      

5 

Ridwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan penelitian pemula,

(Bandung: Alfabeta, 2005), h. 71   6 

(40)

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan BK

Variabel Indikator No. Item

Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)

1. Layanan BK dalam Belajar:

a.Membantu siswa dalam proses

belajar-mengajar

b.Membentuk kebiasaan belajar

c.Kegiatan layanan bimbingan dan konseling

2. Layanan BK dalam karir atau profesi:

a. Informasi Pendidikan

b.Informasi Dunia Kerja

16, 17, 18, 19 20, 21, 22,

23,24, 25

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Motivasi Belajar

Variabel Indikator No. Item

Motivasi Belajar Siswa

(Variabel Y)

1. Motivasi Belajar Intrinsik:

a. Keinginan untuk belajar

b.Senang mengikuti pelajaran

c. Menyelesaikan tugas

d. Meningkatkan pengetahuan

13,14, 17,

2. Motivasi Belajar Ekstrinsik

(41)

Untuk memperoleh data tentang layanan bimbingan dan konseling

dengan motivasi belajar siswa, digunakan angket (kuesioner) tertutup.

Pada angket penulis menggunakan skala likert dimana responden sudah

disediakan jawaban alternatifnya, yaitu:

SS : Sangat Sesuai : 4

S : Sesuai : 3

TS : Tidak Sesuai : 2

STS : Sangat Tidak Sesuai : 1

Seluruh bobot nilai di atas berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan

yang bersifat positif, sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat

negatif bobot nilai di atas menjadi kebalikannya.

Angket yang dirancang dan digunakan di dalam penelitian ini

dibuat berdasarkan indikator-indikator variabel layanan bimbingan dan

konseling dan motivasi belajar siswa.

G.Uji Coba Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling dan

motivasi belajar siswa dilakukan uji coba kepada 30 responden. Kemudian

akhir angket tersebut diuji coba tingkat validitas dan reliabilitasnya

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevali dan atau kesahihan suatu instrumen7. Untuk menguji tingkat

kesahihan atau validitas instrumen, maka peneliti melakukan analisis butir,

dimana skor-skor yang ada pada butir dipandang sebagai nilai X dan skor

total dipandang sebagai nilai Y. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap

butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang memenuhi

syarat ditinjau dari validitasnya. Analisis butir ini menggunakan rumus

korelasi product moment dari karl pearson, yaitu:

rxy =   

(42)

Keterangan:

rxy : Angka indeks korelasi “r” product moment

X : Skor total X

Y : Skor total Y

(∑X)² : Kuadrat jumlah skor total X ∑X² : Jumlah kuadrat skor total X (∑Y)² : Kuadrat jumlah skor total Y ∑Y² : Jumlah kuadrat skor total Y

N : Number of Cases

Bila koefisien daya bedanya rendah mendekati nol berarti fungsi

item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukuran skala dan daya bedanya

tidak cocok dengan fungsi ukur serta daya bedanya tidak baik.

1) Hasil Uji Validitas Skala Layanan Bimbingan dan Konseling

Dari data try out hasil perhitungan menggunakan komputerisasi program SPSS versi 16.0 indeks validitas item skala layanan bimbingan

konseling yang diuji cobakan pada 30 orang siswa (N=30). Skala terdiri

dari 25 item, dan untuk perhitungan validitas digunakan rumus product moment pearson dengan bantuan SPSS 16.0 dan menggunakan taraf signifikansinya 5% dengan rtabel = 0,361, setelah diuji validitasnya

diperoleh hasil sebagai berikut: indeks validitas skala layanan

bimbingan dan konseling bergerak dari 0,208 sampai dengan 0,844.

Dari 25 item diujicobakan terdapat 7 item yang gugur atau tidak valid

yaitu item no : 2, 5, 6, 8, 14, 17, 18 karena tidak memenuhi standar

koefisien validitas yang dianggap memuaskan sebesar 0,361.

Sedangkan untuk item yang valid atau item yang memiliki korelasi

tetap menjadi 0,361, diperoloeh 18 item, yaitu nomor : 1, 3, 4, 7, 9, 10,

11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25

Dari 18 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk

(43)

Tabel 3.3

Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK

Variabel Indikator No. Item

Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)

1. Layanan BK dalam Belajar:

a. Membantu siswa dalam proses

belajar-mengajar

b. Membentuk kebiasaan belajar

c. Kegiatan layanan bimbingan

dan konseling

1, 2*, 3, 4, 5*, 6*,

7, 8*, 9, 10, 11 12, 13, 14*, 15

2. Layanan BK dalam karir atau profesi:

Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK

Variabel Indikator No. Item

Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)

1. Layanan BK dalam Belajar:

a.Membantu siswa dalam proses

belajar-mengajar

b.Membentuk kebiasaan belajar

c.Kegiatan layanan bimbingan

dan konseling

1, 3, 4

7, 9, 10, 11

12, 13, 15

2. Layanan BK dalam karir atau profesi:

2) Hasil Uji Validitas Skala Motivasi Belajar Siswa

Sedangkan Indeks Validitas skala motivasi belajar siswa bergerak

dari 0,142 sampai dengan 0,838. Dari 30 item diujicobakan terdapat 7

(44)

karena tidak memenuhi standar koefisien validitas yang dianggap

memuaskan sebesar 0,361. Sedangkan untuk item yang valid atau item

yang memiliki korelasi tetap menjadi 0,361, diperoloeh 23 item, yaitu

nomor : 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23,

24, 25, 29, 30

Dari 23 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk

penelitian. Berikut blue print skala try out dapat dilihat pada tabel 3.5

Tabel 3.5

Blue Print Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa

Variabel Indikator No. Item

Motivasi Belajar Siswa

(Variabel Y)

1. Motivasi Belajar Intrinsik:

a. Keinginan untuk belajar

2. Motivasi Belajar Ekstrinsik

(45)

Tabel 3.6

Blue Print Penelitian Skala Motivasi Belajar Siswa

Variabel Indikator No. Item

Motivasi Belajar Siswa

(Variabel Y)

1. Motivasi Belajar Intrinsik:

a. Keinginan untuk belajar

2. Motivasi Belajar Ekstrinsik

a. Lingkungan sekitar

b. Uji Reliabilitas Skala

Reliabilitas instrumen menunjukkan keajegan soal dalam

memberikan hasil pengukuran. Perhitungan reliabilitas menggunakan

rumus Alpha Cronbach’s.

 

Keterangan:

S1² dan S2² : Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx² : Varians skor skala

Untuk mengetahui reliabilitas skala layanan bimbingan dan

konseling dan skala motivasi belajar siswa dapat dilihat pada kaidah

(46)

Tabel 3.7

Kaidah Reliabilitas Guilford

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat Reliabel > 0,9

Reliabel 0,7 – 0,9

Cukup Reliabel 0,4 – 0,7

Kurang Reliabel 0,2 – 0,4

Tidak Reliabel < 0,2

Dari hasil uji reliabilitas skala Layanan Bimbingan dan Konseling

dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 16.0

maka didapat :

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

57.20 98.441 9.922 18

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.941 18

Interpretasi :

Dari hasil perhitungan, diperoleh keseluruhan koefisien reliabilitas

Alpha Cronbach skala layanan bimbingan dan konseling sebesar 0,941. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas skala Motivasi Belajar Siswa

Gambar

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Motivasi Belajar
Tabel 3.4 Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa
Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Skala Motivasi Belajar Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh positif dan signifikan antara lingkungan teman sebaya dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar ekonomi siswa kelas XI IPS

Kelompok teman sebaya, merupakan sarana bagi remaja untuk saling berinteraksi, setiap kelompok teman sebaya, memiliki peraturan-peraturan sendiri, mempunyai harapan-harapan

Pembelajaran teman/tutor sebaya adalah pembelajaran yang terpusat pada siswa, dalam hal ini siswa belajar dari siswa lain yang memiliki status umur, kematangan/harga

Ada pengaruh yang signifikan tentang penerapan metode tutor teman sebaya terhadap peningkatan hasil belajar passing bawah bolavoli pada siswa kelas X Administrasi Perkantoran 3

Menurut teman sebangkunya X adalah anak yang sering membuat keramaian di kelas dengan mengganggu teman-temannya, sering tidak memperhatikan pelajaran, sering datang terlambat.

Dari hasil tindakan, pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode pembelajaran tutor teman sebaya (peer tutoring) yang dilengkapi media

Dari hasil tindakan, pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode pembelajaran tutor teman sebaya (peer tutoring) yang dilengkapi media

Menurut teman sebangkunya X adalah anak yang sering membuat keramaian di kelas dengan mengganggu teman-temannya, sering tidak memperhatikan pelajaran, sering datang terlambat.