HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS
XII SMA N 1 MIJEN-DEMAK TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Yashinta Rizky Ananda 1301411110
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Dalam mengambil keputusan pilihlah pilihan yang engkau mampu
melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap pilihanmu” (Yashinta R.A)
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk :
1. Ibunda dan Ayahanda yang telah menyebut namaku dalam
setiap do’a-do’anya. Terimakasih telah mengajarkanku menjadi pribadi yang tegar
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirobbil ’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Penyusunan Skripsi yang berjudul “Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir pada Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen
Demak Tahun Ajaran 2015/2016”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan beberapa pihak yang ikut serta membantu baik dukungan secara materil maupun moril. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang sekaligus Dosen Penguji II yang berkenan menguji dan memberikan masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini
3. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons. Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini
4. Dr. Supriyo, M.Pd. Dosen Penguji I yang berkenan menguji dan memberikan masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini
5. Drs. Suharso, M.Pd., Kons. Sekretaris ujian skripsi
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi peneliti
7. Suntono, S.Pd., M.Pd. Kepala SMA N 1 Mijen Demak yang telah memberikan ijin penelitian dan memberikan dukungan serta motivasinya 8. Dra. Sri Wahyu Widayati, Kons. beserta semua Guru BK SMA N 1 Mijen
Demak yang telah membantu proses penelitian ini
vi
10. Tim hore, Mbak Lia, Mas Bagus, Mbak Nur, Mbak Hani, Mbak Lina, Febri, Imah, Nisa, Halida, Wicka, Mala, Khusnul, Rifai, Faizin, Kholiq. Keluarga yang selalu memberikan warna dalam lembar hidupku
11. Keluarga besar GS2 FIP UNNES yang selalu memberikan dukungan bagi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini
12. Keluarga besar UKM Penelitian UNNES yang selalu memberikan dukungan bagi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini
13. Keluarga besar Kos Ibnu Sina yang selalu memberikan dukungan bagi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini
14. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Demikian yang dapat peneliti sampaikan, Semoga tugas akhir berupa skripsi ini dapat dijadikan pelajaran bersama dan bermanfaat bagi pembaca.
Sekian, terima kasih.
vii
ABSTRAK
Ananda, Yashinta Rizky. 2016. Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir pada Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen
Demak Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan
Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negri Semarang. Dosen Pembimbing Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M. Pd., Kons.
Kata Kunci : Kematangan Emosi, Pengambilan Keputusan Karir
Kematangan emosi merupakan suatu kondisi dimana seseorang telah mencapai tingkat kedewasaan emosinya. Pengambilan keputusan karir merupakan suatu proses berpikir untuk memilih strategi atas berbagai pilihan karir yang ada. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) gambaran kematangan emosi siswa (2) gambaran pengambilan keputusan karir siswa (3) hubungan kematangan emosi dengan pengambilan keputusan karir siswa.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian ex post facto dengan menggunakan metode kuantitatif korelasional. Responden diminta untuk mengisi skala kematangan emosi skala pengambilan keputusan karir. Uji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Product Moment. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 114 siswa dengan populasi sebesar 170 siswa.
Hasil penelitian ini yaitu (1) sejumlah 13 siswa memiliki tingkat kematangan emosi sangat tinggi, 99 siswa memiliki tingkat kematangan emosi tinggi dan 2 siswa memiliki tingkat kematangan emosi sedang, sehingga dinyatakan bahwa siswa memiliki tingkat kematangan emosi tinggi (2) sejumlah 10 siswa memiliki kemampuan pengambilan keputusan karir sangat tinggi, 98 siswa memiliki kemampuan pengambilan keputusan karir tinggi dan 6 siswa mempunyai kemampuan pengambilan keputusan karir sedang, sehingga dinyatakan bahwa siswa memiliki kemampuan pengambilan keputusan karir tinggi (3) terdapat hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif dan tingkat hubungan yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji korelasi Product Moment dengan nilai sig = 0,000 = 0% kurang dari α = 5%
dengan koefisien korelasi sebesar 0,348. Dari hasil sig < α, maka Ha diterima dan
Ho ditolak.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Sistematika Skripsi ... 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 13
2.2 Kematangan Emosi ... 14
2.2.1 Definisi Emosi ... 14
2.2.2 Jenis-Jenis Emosi ... 15
2.2.3 Ciri-Ciri Emosi Remaja ... 18
2.2.4 Kematangan Emosi ... 19
2.2.5 Aspek-Aspek Kematangan Emosi ... 21
2.3 Pengambilan Keputusan Karir ... 24
2.3.1 Pengambilan Keputusan ... 24
2.3.2 Teori Pengambilan Keputusan ... 25
2.3.3 Unsur-Unsur dalam Pengambilan Keputusan ... 27
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ... 28
2.3.5 Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan Karir ... 29
2.3.6 Karir ... 32
2.3.7 Proses Persiapan Karir ... 33
2.3.8 Pengambilan Keputusan Karir ... 34
2.3.9 Aspek-Aspek Pengambilan Keputusan Karir... 38
2.4 Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir ... 41
2.5 Kerangka Berpikir ... 41
ix BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 44
3.2 Variabel Penelitian ... 45
3.2.1 Identifikasi Variabel ... 45
3.2.2 Hubungan Antar Variabel ... 46
3.2.3 Definisi Operasional Variabel ... 47
3.3 Populasi dan Sampel ... 49
3.3.1 Populasi Penelitian ... 49
3.3.2 Sampel Penelitian ... 49
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ... 51
3.4.1 Metode Pengumpul Data ... 51
3.4.2 Alat Pengumpul Data ... 52
3.4.3 Penyusunan Instrumen ... 53
3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 56
3.5.1 Uji Validitas Instrumen ... 56
3.5.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 57
3.6 Teknik Analisis Data ... 58
3.6.1 Deskriptif Persentase ... 58
3.6.2 Teknik Analisis Korelasi Product Moment ... 59
3.7 Kerangka Penelitian ... 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 63
4.1.1 Gambaran Kematangan Emosi Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen-DemakTahun Ajaran 2015/2016 ... 64
4.1.2 Gambaran Pengambilan Keputusan Karir Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak Tahun Ajaran 2015/2016 ... 65
4.1.3 Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengmabilan Keputusan Karir Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak Tahun Ajaran 2015/2016 ... 66
4.2 Pembahasan ... 67
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 70
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 72
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Penskoran Kategori Skala Likert ... 53
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Skala Kematangan Emosi ... 54
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Pengambilan Keputusan Karir ... 55
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Kematangan Emosi dan pengambilan Keputusan Karir ... 59
Tabel 3.5 Pedoman Interpretasi terhadap Taraf Korelasi ... 60
Tabel 4.1 Gambaran kematangan Emosi ... 64
Tabel 4.2 Gambaran Pengambilan Keputusan Karir ... 65
Tabel 4.3 Hasil Korelasi Product Moment ... 66
xi
DAFTAR GRAFIK
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kerangka berpikir ... 42 Gambar 3.1 Pola Hubungan antara Kematangan Emosi dengan
Pengambilan Keputusan Karir ... 46 Gambar 3.2 Tahapan Penyusunan Skala Kematangan Emosi dan
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Siswa Asuh Kelas XII ... 77
Lampiran 2 Daftar Anggota Sampel Penelitian ... 82
Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi ... 87
Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Skala Pengambilan Keputusan Karir ... 89
Lampiran 5 Instrumen Skala Kematangan Emosi Sebelum Try Out ... 91
Lampiran 6 Instrumen Skala Kematangan Emosi Setelah Try Out ... 96
Lampiran 7 Instrumen Skala Pengambilan Keputusan Karir Sebelum Try Out 100 Lampiran 8 Instrumen Skala Pengambilan Keputusan Karir Setelah Try Out ..104
Lampiran 9 Penghitungan Validitas Skala Kematangan Emosi ... 108
Lampiran 10 Penghitungan Reliabilitas Skala Kematangan Emosi ... 110
Lampiran 11 Penghitungan Validitas Skala Pengambilan Keputusan Karir ... 112
Lampiran 12 Penghitungan Reliabilitas Skala Pengambilan Keputusan Karir 114 Lampiran 13 Penghitungan Distribusi Normal ... 116
Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian ... 120
Lampiran 15 Surat Ijin penelitian ... 122
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
“Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkah yang sama
sekurang-kurangnya dalam masalah hak”, Piaget (dalam Hurlock 1996:206). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa saat individu memasuki masa remaja ia sudah mulai
meninggalkan masa kanak-kanak, ia sudah memasuki masa peralihan untuk menjadi dewasa. Masa remaja biasanya dikenal dengan masa pencaian jati diri. Pada masa-masa ini biasanya remaja memiliki ketertarikan terhadap hal-hal baru
dan memiliki keinginan yang kuat untuk mencoba. Menurut Hurlock “Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia
tujuh belas tahun; usia yang mana rata-rata remaja memasuki sekolah menengah atas” (Hurlock 1996:206). Sedangkan Desmita berpendapat bahwa “Rentang waktu usia remaja dibedakan atas tiga yaitu, masa remaja awal antara usia 12-15
tahun, masa remaja tengah antara usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir antara usia 18-21 tahun” (Desmita 2009:190). Dari kedua pendapat tersebut nampak jelas bahwa siswa kelas XII sedang berada pada masa remaja.
Masa remaja sering dianggap sebagai masa yang penuh gejolak. Remaja sudah tidak ingin dianggap sebagai anak-anak lagi namun ia belum sepenuhnya
(Hurlock 1996:212). Remaja akan cenderung mudah terpancing amarah, tidak dapat mengontrol emosinya dan cenderung meledak-ledak. Namun seiring
dengan pertambahan usianya remaja akan mulai belajar untuk mengendalikan emosinya. Remaja mualai merubah yang awalnya mudah marah saat mendapatkan
rangsangan menjadi menggerutu atau tidak mau berbicara dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja menurut Hurlock adalah “mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya” (Hurlock 1996:212). Dari pendapat tersebut nampak bahwa apabila remaja ingin memenuhi tugas perkembangannya ia harus memiliki kemandirian
emosional artinya ia mampu mengendalikan emosinya tanpa bergantung kepada orang tua. Remaja harus mampu menjukkan emosi-emosi secara wajar tanpa meledak-ledak.
“Bila seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik,
berpikir secara objektif”, (Walgito 2004:44). Hal ini menunjukkan apabila seseorang telah mencapai kematangan emosi maka ia mampu berpikir secara jernih, tidak mudah terpancing amarahnya, individu dapat bertindak dengan tepat
dan wajar sesuai situasi dan kondisi yang ada karena ia mampu berpikir secara matang dan objektif. Dengan demikian individu dapat mengontrol emosinya dan
menyalurkan emosi-emosinya dengan tepat. Hurlock berpendapat bahwa “Bila remaja ingin mencapai kematangan emosi, ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya. Cara yang dapat dilakukan adalah
1996:213). Hal ini sejalan dengan pendapat Walgito yang menyatakan bahwa
“Kematangan emosi berkaitan dengan umur seseorang, diharapkan emosinya akan lebih matang, dan individu dapat mengendalikan emosinya. Namun ini tidak bila seseorang bertambah usianya akan dapat mengendalikan emosinya secara
otomatis” (Walgito 2004:44). Maka untuk mencapai kematangan emosi inidividu harus mengupakayakannya karena kematangan emosi tidak diperoleh secara otomatis sekalipun usia individu tersebut semakin bertambah. Perlu adanya
latihan untuk mengandalikan emosi serta menyalurkan emosi secara tepat dan terarah.
Seseorang yang memiliki kematangan emosi tidak mudah terganggu oleh rangsangan-rangsangan dari luar yang memancing emosinya. Individu mulai mampu mengendalikan emosinya sehingga emosinya cenderung stabil tidak lagi
meledak-ledak atau memendamnya. Ia mampu menyalurkan emosinya secara tepat. Kematangan emosi seseroang akan memberikan dampak rasa tanggung
jawab. Saat menerima kritik dari orang lain, ia akan menerimanya dengan baik tanpa rasa dendam.
Sepanjang rentang kehidupan manusia akan dihadapkan pada berbagai
pilihan-pilihan. Mulai dari hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hingga hal-hal kompleks. Seperti pilihan baju apa yang akan dipakai, tas model
apa yang akan dibeli, jurusan apa yang akan dipilih; apakah IPA atau IPS, sampai menentukan cita-cita dan masa depan. Untuk menghadapi banyaknya pilihan-pilihan tersebut, individu harus mampu mengambil keputusan terhadap berbagai
merupakan bakat bawaan manusia yang dalam pengembangannya, bakat tersebut harus terus diasah melalui pendalaman atas ilmu dan seninya” (Dermawan 2004:4). Black menambahkan “Dalam membuat keputusan melalui proses belajar yaitu melalui belajar mengidentifikasi alternatif, memilih alternatif, serta
memprediksi berbagai konsekuensi dari keputusannya” (Black dalam Latipun 2008:47). Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa kemampuan individu untuk mengambil keputusan merupakan bakat bawaan sejak lahir. Namun bakat tersebut
harus terus dilatih agar individu mampu mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya. Dan yang tidak kalah penting adalah individu mampu bertanggung jawab dan siap menerima konsekuensi terhadap keputusan yang telah dipilih.
Siswa kelas XII yang tergolong sebagai remaja juga hendaknya dapat mengambil keputusan terhadap pilihan-pilihan yang ada. Misalnya untuk
mengambil keputusan setelah lulus akan melanjutkan studi di; universitas, sekolah tinggi atau kursus keterampilan, bekerja, atau menikah. Seperti yang dijelaskan
Dimick dan Huff, Corey bahwa “Individu harus membuat keputusan yang lebih baik untuk dirinya dan masa depannya, kalau dapat diajarkan untuk dapat mengubah lingkungannya” (Dimick dan Huff, 1970; Corey, 1988 dalam Latipun 2008:47 ). Cronbach (dalam Munandir 1996:88) menjelaskan:
Dari penjelasan tersebut tampak bahwa remaja dihadapkan dengan berbagai pilihan dan ia harus mampu membuat keputusan termasuk terhadap
karirnya. Pengambilan keputusan akan berdampak pada kehidupan individu. Apabila ia salah dalam mengambil keputusan maka ia akan menerima dampaknya
sepanjang kehidupannya, bukan hanya bagi dirinya sendiri juga bagi lingkungannya. Begitu sebaliknya apabila individu mampu mengambil keputusan dengan tepat maka ia tidak akan menyesal dan lingkungan juga akan menerima
dampak positifnya.
“Tujuan umum pendidikan di SMA salah satunya ialah memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut. Sesuai Surat Keputusan Menteri Indonesia No. 0209/U/1984 tentang perbaikan kurikulum sekolah
menengah umum tingkat atas” (Walgito 2010:199). Berdasarkan tujuan tersebut tampak jelas bahwa pendidikan di tingkat SMA bertujuan untuk memberikan
bekal dan menyiapkan siswa-siswanya untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi, termasuk juga menyiapkan siswa yang hendak bekerja setelah lulus dari SMA. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu peran bimbingan dan
konseling di sekolah sangat dibutuhkan. Munandir menjelaskan “layanan bimbingan diberikan untuk membantu siswa yang mengalami masalah, khususnya
berkenaan dengan penyusunan rencana untuk masa depan” (Munandir 1996:76-77). Lebih lanjut dijelaskan bahwa “bimbingan yang dimaksud adalah yang berwatak pendidikan dan bertujuan membantu siswa menyusun rencana karir dan
Karir yang dimaksud tidak terbatas pada pekerjaan saja. Winkel dan Hastuti berpendapat “Kata vocation dan career lebih menekankan aspek bahwa seseorang memandang pekerjaan sebagai penggilan hidup yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan serta mewarnai seluruh gaya hidup (life style), tanpa
mengesampingkan kedua aspek yang telah disebutkan” (Winkel dan Hastuti 2007:623). Studi lanjut juga merupakan karir, siswa kelas XII akan dihadapkan pada pilihan untuk menentukan jurusan apa yang akan ia pilih. Apabila siswa
memutuskan untuk bekerja atau mengikuti pelatihan maka konselor turut berperan memberikan arahan kepada siswa. Karena hal tersebut tidak terlepas dari peran
bimbingan dan konseling lebih lenjut termasuk dalam salah satu bidang bimbingan yaitu bidang karir. Banyak siswa yang salah menentukan jurusan ketikan melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi atau salah memilih
pekerjaan yang akhirnya membuat individu tersebut tidak bahagia, melakukannya dengan setengah hati, atau bahkan menyesal. Kemungkinan tersebut dapat
diminimalisir apabila bimbingan dan konseling di sekolah berperan sebagaimana mestinya.
Remaja yang belum mencapai status kematangan emosi akan cenderung
melakukan hal-hal negatif tanpa berpikir panjang. Seperti dilansir dari (tribunnews/20/05/2015) dua orang remaja yang baru lulus SMK di Kecamatan
Mranggen Kabupaten Demak mencuri dan merampas sepeda motor milik wanita yang melintas di Kebuntaman, Tembalang. Keduanya sempat memukul dan menganiaya korban. Berita kedua dilansir dari (tribratanews/23/09/2015) 5 remaja
kamar kos Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Dua diantaranya adalah pengedar sedangkan yang lainnya adalah pemakai. Sebelum tertangkap pelaku
berencana untuk mengedarkan pil koplo di daerah Demak.
Berita ketiga dilansir dari (tribunnews/14/01/2015) seorang guru di
kecamatan Tunjungharjo menghamili siswanya. Setelah terungkap bahwa kasus persetubuhan itu sudah berlangsung lama, namun baru diketahui oleh keluarga korban. Korban mengaku sudah berulang kali diajak berhubungan intim dan
lokasinya selalu berpindah-pindah. Korban tengah mengandung 3 bulan. Berita keempat dilansir dari (tribunnews/04/10/2015) sepasang remaja berusia 17 tahun
berbuat mesuk di areal persawahan di desa Jamus Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memiliki kematangan emosi karena belum mampu berpikir secara objektif dan belum
mampu membedakan baik dan buruk terhadap tidakan yang dilakukaknnya. Di Kecamatan Mijen Kabupaten Demak, SMA N 1 Mijen-Demak
merupakan satu-satunya sekolah menengah atas negeri yang berada di Kecamatan Mijen. Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan kejadian konselor sekolah selama semester gasal di SMA N 1 Mijen-Demak tahun ajaran 2015/2016
ditemukan beberapa fakta tentang siswa kelas XII. Telah terjadi 9 kasus siswa menjadi provokator suatu masalah di sekolah, 5 kasus diantaranya dilakukan oleh
siswa perempuan seperti menghina teman, membuat kegaduhan saat KBM (kegiatan belajar mengajar) berlangsung, sedangkan 4 kasus yang lain dilakukan oleh siswa laki-laki seperti meninggalkan kelas saat KBM berlangsung,
melakukan pencurian barang (handphone) di sekolah. Dan 3 kasus siswa laki-laki mengompas di sekolah.
Selain itu selama satu semester gasal tahun ajaran 2015/2016 SMA N 1 Mijen-Demak ditemukan 14 siswa kelas XII yang mencoret-coret tembok di
lingkungan sekolah, 4 siswa diantaranya adalah siswa perempuan sedangkan yang lainnya adalah siswa laki-laki yang juga merusak barang milik temannya maupun inventaris sekolah, dilakukan oleh 3 siswa laki-laki kelas XII. Dalam kurun waktu
satu semester gasal tahun ajaran 2015/2016 terdapat 17 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan yang tidak tertib dalam memakai seragam sekolah misalnya tidak
memakai sabuk, dasi, baju dikeluarkan, rok atau celana kekecilan, tidak menggunakan topi saat upacara, kaos kaki tidak sesuai standar aturan yang telah ditetapkan sekolah. 13 siswa kelas XII berbuat tidak sopan pada warga sekolah
seperti memanggil guru dengan berteriak, menghina guru, melecehkan teman, berkata tidak sopan kepada ibu kantin, ini dilakukan oleh 9 siswa laki-laki dan 4
siswa perempuan.
Dalam satu semester gasal tahun ajaran 2015/2016 pada siswa kelas XII ditemukan pula 24 siswa yang menjadi anggota geng di sekolah, 14 diantaranya
adalah siswa perempuan dan 10 yang lainnya adalah siswa laki-laki. Selain itu telah terjadi 11 kasus perkelahian antar siswa di sekolah yang dilakukan oleh 8
siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan. Serta 1 kasus siswa yang berkelahi dengan siswa sekolah lain. Temuan-temuan tersebut menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam mengendalikan emosinya sehingga tidak berpikir panjang tentang akibat
ajaran 2015/2016 terdapat 13 siswa yang datang kepada konselor untuk konsultasi mengenai perguruan tinggi. 5 diantaranya masih belum mempunyai gambaran
tentang karirnya setelah lulus SMA.
Melihat kondisi siswa kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak yang cukup
memprihatinkan peneliti tergerak untuk mengkaji lebih jauh dengan melakukan
penelitian tentang “Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengambilan
Keputusan Karir Pada Siswa Kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak Tahun Ajaran
2015/2016”. Peneliti menyadari dalam penelitian ini banyak sekali kekurangannya, maka masukan dan saran akan diterima. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut,
1) Bagaimana gambaran kematangan emosi siswa kelas XII SMA N 1 Mijen Demak tahun ajaran 2015/2016?
2) Bagaimana gambaran pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA N 1 Mijen Demak tahun ajaran 2015/2016?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
1) Untuk mengetahui gambaran kematangan emosi siswa kelas XII SMA N 1 Mijen Demak tahun ajaran 2015/2016.
2) Untuk mengetahui gambaran pengambilan keputusan karir siswa kelas XII
SMA N 1 Mijen Demak tahun ajaran 2015/2016.
3) Untuk mengetahui hubungan kematangan emosi terhadap pengambilan
keputusan karir pada siswa kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu di bidang bimbingan dan konseling tentang
hubungan kematangan emosi dengan pengambilan keputusan karir. 1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi penelitian selanjutnya, dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan kematangan emosi dan pengambilan keputusan karir.
2) Bagi konselor sekolah diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kematangan emosi dan kemampuan pengambilan keputusan karir pada siswa.
3) Bagi siswa kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan kematangan emosi dan kemampuan pengambilan
1.5
Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) bagian awal, (2)
bagian inti dan (3) bagian akhir.
1) Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, pengesahan pembimbinga, pengesahan kelulusan, halaman pernyataan, motto dan persembahan, kata
pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar gambar dan daftar lampiran.
2) Pada bagian inti berisi tentang tinjauan pustaka yang digunakan diantaranya penelitian terdahulu, emosi, jenis-jenis emosi, ciri-ciri emosi remaja, kematangan emosi, ciri-ciri kematangan emosi, pengambilan
keputusan, teori pengambilan keputusan, unsur-unsur dalam pengambilan keputusan, faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan,
langkah-langkah dalam pengambilan keputusan, karir, pengambilan keputusan karir, hubungan kematangan emosi dengan pengambilan keputusan karir, hipotesis penelitian. Pada metodologi penelitian terdiri dari jenis
penelitian, variabel penelitian, identifikasi variabel, hubungan antar variabel, definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian,
metode dan alat pengukur data, uji instrumen penelitian, uji validasi instrumen, uji reabilitas instrumen dan teknik analisis data. Selanjutnya
membahas tentang hasil penelitian, pembahasan, dan keterbatasan peneliti serta kesimpulan dan saran.
3) Sedangkan pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan pengembangan terhadap penelitian yang pernah dilakukan oleh Pilouw dan Nursalim, hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa “kematangan emosi
berhubungan secara signifikan dan positif dengan pengambilan keputusan yang
dapat dilihat dari nilai p signifikansi sebesar 0,021 (<0,05)” (Pilouw dan Nursalim
2013:3). Arah hubungan bersifat positif dengan koefisien regresi sebesar 0,229,
sehingga hipotesis pertama yang menyatakan “terdapat hubungan antara
kematangan emosi dengan pengambilan keputusan pada remaja”, diterima.
Sedangkan, hipotesis yang menyatakan “tidak terdapat hubungan antara
kematangan emosi dengan pengambilan keputusan pada remaja”, ditolak.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Nasiyati, diperoleh hasil “persamaan Ŷ = 11.562 + 0,523X1+0,380X2. Konstanta sebesar 11,562 artinya bila motivasi berprestasi (X1) dan regulasi diri (X2) nilainya adalah 0, maka kemampuan
mengambil keputusan (Y) nilainya 7 yaitu sebesar 11,562” (Nasiyati 2014:79-80).
“Koefisien motivasi berprestasi (X1) sebesar 0,523 artinya jika motivasi berprestasi mengalami kenaikan 1 poin, maka kemampuan mengambil keputusan
(Y) akan mengalami peningkatan sebesar 0,523”. Sedangkan koefisien regresi variabel regulasi diri (X2) sebesar 0,380 artinya jika regulasi diri mengalami
signifikansi 0,039 < 0,05 yang berarti variabel regulasi diri juga berhubungan secara signifikan dengan kemampuan mengambil keputusan.
Penelitian selanjutnya dari Mamahit, diperoleh hasil “penghitungan statistik variabel determinasi diri dengan kemampuan pengambilan keputusan
karir sebesar 0,000 (pada level signifikansi 0,05)” (Mamahit 2014:96). Dikarenakan P-value = 0,000 lebih kecil dari α=0,05, maka hasil menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara variabel determinasi diri dan
kemampuan pengambilan keputusan karir. Berdasarkan pada fenomena yang dijumpai pada siswa kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak serta didukung dengan
hasil penelitian tersebut penulis mengembangkan penelitian dengan judul
“Hubungan Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan Karir Siswa
Kelas XII SMA N 1 Mijen-Demak Tahun Ajaran 2015/2016.
2.2
Kematangan Emosi
2.2.1 Definisi EmosiSarwono menyatakan bahwa “emosi sebagai reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar
atau dalam dirinya sendiri” (Sarwono 2010:124). James dan Lange “emosi itu
timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu” (James dan Lange dalam Yusuf 2009:118). Lindsley mengemukakan teorinya yang disebut
“Activities Theory” (teori pergerakan). “emosi disebabkan oleh pekerjaan yang
terlalu keras dari susunan syaraf terutama otak” (Lindsley dalam Yusuf 2009:118).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa emosi merupakan reaksi yang dimunculkan oleh individu terhadap rangsangan-rangsangan yang diterimanya baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Respon ini melibatkan organ-organ tubuh seseorang seperti
syaraf-syaraf maupun panca indra. Respon-respon yang ditunjukkan dari emosi yang ditunjukkan dilakukan dengan sadar oleh individu tersebut.
2.2.2 Jenis-Jenis Emosi
Banyak orang awam yang mengatakan bahwa emosi adalah kemarahan.
Seseorang yang sedang marah dikatakan sedang emosi. Padahal jenis-jenis emosi yang dapat ditunjukkan oleh individu sangat banyak, tergantung
Hurlock (1996:213) menjelaskan pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak Yaitu:
1) Amarah. Rasa marah diungkapkan dengan ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, berteriak, menggerutu, menendang, melompat-lompat atau memukul.
2) Takut. Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut. Mula-mula adalah panik; kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi-situasi yang menakutkan.
3) Cemburu. Kecemburuan dapat diungkapkan secara terbuka atau menunjukkannya dengan berperilaku seperti anak-anak. Perilaku ini bertujuan untuk menarik perhatian.
4) Ingin tahu. Rasa ingin tahu tentang banyak hal-hal baru yang dilihatnya.
5) Iri hari. Iri hati mengenai kemampuan-kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Diungkapkan dengan keinginan untuk memiliki atau mengambil benda-benda yang menyebabkan iri hati. 6) Gembira. Ungkapan kegembiraan dengan tersenyum dan tertawa,
bertepuk tangan, melompat-lompat, atau memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia.
7) Sedih. Ungkapan kesedihan dengan menangis dna dengan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya, termasuk makan. 8) Kasih sayang. Ungkapan kasih sayang secara lisan, memeluk,
menepuk, dan mencium objek kasih sayangnya.
Sarwono (2010:125) menyebutkan daftar emosi sebagai berikut: Penerimaan (Acceptance) Rasa bersalah (Guilt)
Kasih sayang (Affection) Benci (Hatred) Agresi (Aggresion) Berharap (Hope) Tak pasti (Ambivalence) Horor (Horor)
Terganggu (Annoyance Kebencian (Hostility) Tak peduli (Apathy) Rindu kampung halaman
(Homesickness) Cemas (Anxiety) Lapar (Hunger) Bosan (Boredom) Histeria (Hysteria) Belas kasihan (Compassion) Minat (Interest) Bingung (Confusion) Cemburu (Jealousy) Tak setuju (Contempt) Kesepian (Loneliness) Ingin tahu (Curiosity) Cinta (Love)
Depresi (Depression) Curiga (Paranoia) Tidak puas
(Dissappointement)
Kasihan (Pity)
Riang (Ecstasy) Bangga (Pride) Empati (Empathy) Dendam (Rage)
Iri (Envy) Menyesal (Regret)
Tersinggung (Embarrassment) Sedih (Remorse) Ephoria (Euphoria) Malu (Shame) Memaafkan (Forgiveness) Menderita (Suffering) Frustasi (Frustration) Kejutan (Surprise) Berterima kasih (Gratitude) Simpati (Sympathy) Berduka (Grief)
Yusuf (2009:117) emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensori dan emosi kejiwaan (psikis):
1) Emosi sensori, emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, kenyang, dan lapar.
2) Emosi psikis, emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan; perasaan intelektual yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran, perasaan sosial yang menyangkut hubungan dengan orang lain baik bersifat perorangan maupun kelompok, perasaan susila yang berhubungan dengan nilai baik buruk atau etika (moral), perasaan keindahan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, perasaan Ketuhanan dimana manusia dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhan.
Emosi banyak sekali jenisnya tidak hanya berupa kemarahan. Gembira,
bangga, cemburu, simpati juga merupakan jenis-jenis emosi. Dengan mengetahui jenis-jenis emosi dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui emosi yang
dimunculkan oleh individu terhadap rangsangan yang diterimanya. Seseorang yang mengetahui jenis-jenis emosi dan emosi yang sering dimunculkan akan
2.2.3 Ciri-Ciri Emosi Remaja
Emosi yang ditunjukkan seseorang tentu memiliki ciri-ciri tersendiri. Termasuk emosi pada remaja memiliki ciri khas yang berbeda dengan emosi yang ditunjukkan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Para ahli menyebutkan
beberapa ciri-ciri emosi remaja. Menurut Yusuf “emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut (1) lebih bersifat subjektif dari
pada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berpikir, (2) bersifat fruktuatif (tidak tetap), (3) banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indra” (Yusuf 2009:116).
Hurlock menyebutkan bahwa “meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun
ke tahun terjadi perbaikan perilaku” (Hurlock 1996:213). Latipun menyebutkan
“reaksi “emosional” seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari” (Latipun 2008:120).
Dari ketiga pendapat para ahli di atas nampak jelas bahwa emosi remaja
mempunyai ciri khas tersendiri. Emosi yang ditunjukkan oleh remaja sangat berkaitan erat dengan rangsangan yang diterima oleh panca indra mereka. Respon
yang ditunjukkan telah memalui proses berpikir dan mengevaluasi terlebih dahulu sebelum remaja menunjukkan emosinya. Emosi remaja cenderung berubah-ubah dan tidak terkendali seperti ciri khas remaja yang penuh dengan gejolak. Meski
tentunya diiringi dengan latihan untuk mengendalikan emosinya untuk mencapai status kematangan emosi.
2.2.4 Kematangan Emosi
Remaja yang memiliki kematangan emosi dapat mengontrol emosinya,
menunjukkan emosi yang tepat terhadap rangsangan yang diterimanya tanpa harus meledak-ledak. Para ahli mendefinisikan kematangan emosi sebagai berikut.
Davidoff “menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan
kesiapan susunan syaraf” (Davidoff dalam Desmita 2009:7). Zigler dan Stevenson kematangan adalah “the orderly physiological changes that occur in all species over time and that appear to unfold according to a genetic blueprint” (perubahan
fisiologis yang berkala yang terjadi pada semua spesies dari waktu ke waktu dan yang muncul terungkap melalui kerangka genetis)” (Zigler dan Stevenson dalam Desmita 2009:7).
Hurlock menyebutkan “remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke
suasana hati yang lain” (Hurlock 1996:213). Caplin “emotional maturnity (kematangan emosional) merupakan suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosional” (Caplin 2004:165). Walgito “dengan kamatangan emosi diharapkan individu akan dapat berperilaku dengan secara
baik, melihat pada sesuatu secara objektif” (Walgito 2004:44).
dimana seseorang telah mencapai tingkat kedewasaan perkembangan emosinya. Remaja yang telah mencapai kematangan emosi akan berpikir secara objektif
tidak memihak serta mampu berpikir secara rasional dengan akal sehat, mampu mengendalikan emosinya sehingga tidak menunjukkan reaksi emosi yang
meledak-ledak, dapat berpikir secara baik sehingga ia mampu menunjukkan emosi yang tepat terhadap rangsangan yang diterimanya baik dari dalam maupun luar dirinya. Kematangan emosi yang dimiliki oleh remaja akan menjadikan remaja
bersikap lebih bijaksana menghadapi berbagai situasi.
Seorang remaja yang telah mencapai kematangan emosi menunjukkan
beberapa ciri-ciri khusus. Ciri-ciri inilah yang digunakan untuk mengetahui apakah remaja telah mencapai kematangan emosi, berikut penjelasannya. Walgito
berpendapat “bila seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik,
berpikir secara objektif” (Walgito 2004:44). Hurlock “petunjuk kematangan emosi adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang” (Hurlock 1996:213).
Walgito (2004:45) mengenai kematangan emosi ada beberapa tanda yang dapat diberikan yaitu diantaranya:
1) Bahwa orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan objektif.
2) Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat impulsif.
4) Orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik.
5) Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mengalami frustrasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.
Mulyaningtyas dan Hadiyanto (2007:43) Kedewasaan emosional, ciri-cirinya: 1) Dapat menyatakan diri dan menikmati hidup dengan penuh
perasaan.
2) Mampu mengungkapkan perasaan secara tepat sesuai dengan kondisi dan situasi.
3) Mau dan dapat memperhatikan hal-hal seperti; merasakan getaran patriotisme, kagum akan keindahan alam, hangat dalam bersahabat, membenci ketidakadilan, takut terhadap bahaya yang sungguh mengancam, malu akan perbuatan yang hina dan jijik.
4) Tidak membiarkan harga diri menjadi keangkuhan, simpati menjadi sentimen, kejengkelan menjadi kemarahan yang meledak-ledak, kesedihan menjadi putus asa, rasa takut yang wajar menjadi sifat penakut yang kekanak-kanakan.
5) Mempu membedakan mana yang baik dan tidak baik, serta bereaksi sebagaimana mestinya.
Dari keempat pandangan mengenai ciri-ciri kematangan emosi nampak
jelas bahwa remaja yang telah memiliki kematangan emosi akan berpikir terlebih dahulu sebelum ia menunjukkan reaksi emosi terhadap sesuatu, sehingga dapat bertanggung jawab terhadap segala tindakannya. Remaja dapat menerima kondisi
dirinya dan lingkungannya dengan baik. Remaja tidak akan bertindak gegabah dalam menghadapi segala situasi, lebih tenang dan sabar. Remaja yang telah
memiliki ciri-ciri kematangan emosi seperti diatas menunjukkan bahwa ia siap menghadapi masa dewasa.
2.2.5 Aspek-Aspek Kematangan Emosi
Dapat berpikir secara objektif dan rasional. (4) Mampu mengendalikan emosi. Dan (5) Menunjukkan emosi yang tepat terhadap rangsangan yang diterima.
1) Mampu mengenali jenis emosi
Mulyaningtyas dan Hadiyanto menyebutkan “ciri kematangan emosi remaja mau dan dapat memperhatikan hal-hal seperti; merasakan getaran patriotisme, kagum akan keindahan alam, hangat dalam bersahabat, membenci ketidakadilan, takut terhadap bahaya yang sungguh mengancam, malu akan
perbuatan yang hina dan jijik” (Mulyaningtyas dan Hadiyanto 2007:43). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang mencapai kematangan emosi mampu mengenali
jenis-jenis emosi serta mampu mengenali emosi-emosi yang sering ditunjukkan. 2) Mampu menerima kondisi diri, orang lain dan lingkungan
Walgito mengatakan “bahwa orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan objektif” (Walgito 2004:45). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa remaja yang telah mencapai kematangan emosi mampu menerima kondisi dirinya, mampu menerima kondisi orang lain, serta mampu menerima kondisi lingkungannya. Maka siswa akan memahami potensi-potensi
yang adal dalam dirinya, siswa memahami kelebihan dan kekurangan ornag lain dan menerima kondisi lingkungan sekitarnya.
3) Dapat berpikir secara objektif dan rasional
berpikir secara rasional dengan akal sehat. Hurlock “petunjuk kematangan emosi adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum
bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang” (Hurlock 1996:213). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang telah mencapai kematangan emosi dapat berpikir secara objektif dan rasional dengan menunjukkan kemampuan berpikir sebelum bertindak, mempu berpikir secara objektif dan rasional serta mampu
membedakan hal-hal baik dan buruk sesuai norma. 4) Mampu mengendalikan emosi
Hurlock menyebutkan “remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke
suasana hati yang lain” (Hurlock 1996:213). Remaja mampu mengendalikan emosinya sehingga tidak menunjukkan reaksi emosi yang meledak-ledak. Remaja yang mampu mengendalikan emosinya mempunyai cara-cara tersendiri untuk
mengendalikan emosinya.
5) Menunjukkan emosi yang tepat terhadap rangsangan yang diterima
Walgito mengatakan “orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mengalami frustrasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian” (Walgito 2004:45). Hal ini menynjukkan bahwa remaja yang telah mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang tepat saat menerima rangsangan baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Remaja tidak mudah bertindak gegebah,
2.3
Pengambilan Keputusan Karir
2.3.1
Pengambilan KeputusanDalam hidup, manusia akan dihadapkan dengan banyaknya pilihan. Termasuk juga bagi remaja hidupnya dikelilingi oleh berbagai
pilihan-pilihan. Banyaknya pilihan tersebut menuntut remaja untuk mampu mengambil sebuah keputusan. Mulai dari mengambil keputusan dari hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari sampai pengambilan keputusan tentang hal-hal kompleks.
Berikut para ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengambilan keputusan.
Kusrini “keputusan merupakan kegiatan memilih suatu strategi atau tindakan
dalam pemecahan masalah” (Kusrini 2007:7). Mulyaningtyas dan Hadiyanto
mengemukakan “keputusan merupakan titik akhir dari suatu kondisi, sikap, pendapat atau pandangan seseorang atau kelompok” (Mulyaningtyas dan Hadiyanto 2007:118). Kemudian keduanya menambahkan “keputusan merupakan titik awal bagi langkah, pandangan, sikap, tindakan seseorang atau kelompok di
masa mendatang”.
Desmita “pengambilan keputusan (decision making) salah satu bentuk
perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan” (Desmita 2009:198). Santrock “apabila dibandingkan dengan remaja yang lebih tua, remaja yang lebih muda memiliki kemampuan yang kurang dalam keterampilan
pengambilan keputusan” (Santrock dalam Desmita, 2009:198). Kusrini
mengatakan “pengambilan keputusan merupakan tindakan memilih strategi atau
penentuan suatu pilihan atas beragam pilihan guna menyelesaikan masalah
pencapaian tujuan” (Dermawan 2004:59). Rakhmat mangatakan “salah satu fungsi berpikir ialah menetapkan keputusan. Sebagian dari keputusan itu adalah
menentukan masa depan kita” (Rakhmat 2005:70).
Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses berpikir yang dilakukan oleh remaja untuk memilih strategi atas berbagai pilihan yang ada. Umumnya remaja mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang sedang
dihadapinya. Hasil dari pengambilan keputusan adalah keputusan itu sendiri. Maka setiap keputusan yang diambil diharapkan menjadi keputusan yang terbaik
bagi remaja yang membuat keputusan. Karena pengambilan keputusan dilakukan saat ini namun untuk mengetahui hasilnya akan dirasakan di masa mendatang. Sehingga diharapkan dalam mengambil keputusan remaja melakukannya dengan
penuh pertimbangan.
2.3.2 Teori Pengambilan Keputusan
Teori pengambilan keputusan menurut Dermawan “memberikan jalan bagi pengambil keputusan untuk menentukan secara subjektif peluang terjadinya
sebuah peristiwa atau keputusan yang diharapkan” (Dermawan 2004:64). Dalam menyelesaikan masalah seseorang memiliki beberapa alternatif-alternatif pilihan yang dapat ia pilih dimana setiap alternatif yang dipilih mempunyai
Dermawan mengatakan “tujuan dari dibangunnya teori pengambilan keputusan adalah membantu terwujudnya kondisi pemaksimuman harapan
(maximizing expectation)” (Dermawan 2004:66). Setiap orang yang hendak megambil keputusan tentu memiliki harapan-harapan seperti berharap agar
keputusan yang diambil adalah keputusan yang tepat. Memberikan dampak positif bagi dirinya atau dengan kata lain keputusan yang diambil tidak merugikan dirinya. Seseorang akan cenderung memilih pilihan yang menghasilkan harapan
keberhasilan maksimum.
Lebih lanjut lagi Dermawan (2004:67) menyebutkan asumsi-asumsi yang
terdapat dalam teori pengambilan keputusan sebagai berikut: 1) Keputusan diambil secara rasional
2) Keputusan diambil untuk memaksimumkan hasil
3) Keputusan berangkat dari pendefinisian dan pengenalan masalah 4) Pengambilan keputusan memformulasikan sebuah tujuan yang
komplit
5) Pengambilan keputusan mencari informasi yang relevan dan bernilai atau berkualitas untuk menghasilkan sejumlah kriteria 6) Kriteria yang dihasilkan dipakai untuk menghasilkan sejumlah
alternatif solusi
7) Pengambilan keputusan menilai kesesuaian setiap kriteria dengan setiap alternatif solusi yang berbeda
8) Penilaian menghasilkan skor dari setiap alternatif
9) Seleksi dilakukan dengan memilih alternaif solusi yang memiliki skor tertinggi
10) Keputusan diambil melalui langkah sistematis penilaian setiapalternatif
Dermawan juga menjelaskan tentang konsep pengambilan keputusan.
“Bahwa setiap alternatif yang ditetapkan memandu pada satu dan hanya satu
konsekuensinya atau hasil peristiwa yang dipilih” (Dermawan 2004:68). Lebih lanjut lagi Dermawan (2004:69-80) menjelaskan konsep-konsep penting yang
1) Pengambil keputusan (decision maker/taker). Pengambil keputusan merupakan seseorang yang sedang melakukan pengambilan keputusan dengan hasil akhir berupa keputusan.
2) Tujuan (objective). Merupakan sesuatu yang hendak diraih atau diselesaikan oleh pembuat keputusan.
3) Hambatan/rintangan/batasan (constraint). Merupakan sejumlah variabel atau elemen sebuah peristiwa yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal diri manusia, yang menghalangi seseorang melaksanakan tindakan atau mewujudkan keputusan.
4) Ketidakpastian (uncertainty). Merupakan fruktuasi dari sejumlah peluang peristiwa pembentuk hubungan kausal tindakan dan konsekuensinya.
5) Risiko (risk). Merupakan kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan dengan peristiwa yang terjadi.
6) Nilai manfaat (utility). merupakan pengukuran tingkat preferensi atau tingkat menyenangi (desirability) sejumlah konsekuensi dari sejumlah tindakan tertentu
7) Optimisasi (optimization). Merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menemukan solusi terbaik terhadap masalah.
8) Konsekuensi (consequences). Merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh pembuat keputusan.
9) Kriteria (criterion). Merupakan aturan standar pemeringatan alternatif solusi mengikuti tingkat preferensi pengambil keputusan. 10) Model (model). Merupakan penggambaran sederhana atas alam
realitas.
11) Nilai (value). Merupakan pengukuran terhadap sesuatu.
2.3.3 Unsur-Unsur dalam Pengambilan Keputusan
Terdapat beberapa unsur dalam pengambilan keputusan seperti yang
dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut, Kusrini (2007:7) Kriteria keputusan ialah:
1) Banyak pilihan
2) Ada kendala atau syarat
3) Mengikuti suatu pola atau model tingkah laku baik yang terstruktur maupun tidak terstruktur
4) Banyak input atau variabel 5) Ada faktor resiko
Rakhmat mengatakan “tanda-tanda umum tentang keputusan yang diambil; (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, (2) keputusan selalu
melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, (3) keputusan selalu melibatkan
tindakan nyata, walaupun perlakuannya boleh ditangguhkan atau dilupakan”
(Rakhmat 2005:70).
Kusrini menyebutkan “ada beberapa keadaan yang mungkin dialami oleh pengambil keputusan ketika mengambil keputusan, yaitu; (1) pengambilan
keputusan dalam kepastian, semua alternatif diketahui secara pasti, (2) pengambilan keputusan dalam berbagai tingkat resiko yang dipilih, (3)
pengambilan keputusan dalam kondisi ketidakpastian, ada alternatif yang tidak
diketahui dengan jelas” (Kusrini 2007:9).
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Setiap remaja yang hendak mengambil keputusan pasti disertai beberapa
faktor yang turut memberikan pengaruh terhadap keputusan yang diambil. Berikut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh remaja.
Desmita mengatakan “banyak keputusan-keputusan dunia nyata yang terjadi di dalam atmosfir yang menegangkan, yang meliputi faktor-faktor seperti hambatan
waktu dan keterlibatan emosional” (Desmita 2009:198). Menurut Rakhmat
“faktor personal menentukan apa yang diputuskan, antara lain kognisi, motif dan
sikap” (Rakhmat 2005:71).
Dari kedua pendapat tersebut dijelaskan bahwa kondisi emosional
remaja. Waktu juga menjadi faktor yang cukup berpengaruh, apakah suatu masalah harus segera diputuskan karena mendesak, keterbatasan waktu juga
mempengaruhi remaja dalam mengambil keputusan. Karena dalam pengambilan keputusan merupakan sebuah proses berpikir yang dilakukan seseorang, maka
faktor kognisi dari remaja juga turut memberikan pengaruh dalam pengambilan keputusan, apakah dapat berpikir secara objektif atau impulsif. Motif seseorang dalam mengambil sebuah keputusan juga turut memberikan pengaruh, motif
seringkali berkaitan dengan sikap. Motif seseorang akan turut menentukan sikap yang ditunjukkan oleh pembuat keputusan.
2.3.5 Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan tidak dilakukan secara tiba-tiba, tentu
melalui sebuah proses atau langkah-langkah agar keputusan yang dipilih adalah keputusan yang tepat. Berikut langkah-langkah dalam pengambilan keputusan.
Menurut Black bahwa “dalam membuat keputusan melalui proses belajar yaitu melalui; belajar mengidentifikasi alternatif, memilih alternatif, serta memprediksi berbagai konsekuensi dari keputusannya” (Black dalam Latipun, 2008:47). Lebih lanjut Latipun menambahkan “untuk menjadi lebih baik, individu harus memecahkan masalahnya dan membuat keputusan untuk; (1) mengevaluasi sikap,
perilaku, dan nilai-nilai yang dimiliki, (2) memilih beberapa alternatif rencana tindakan, (3) mengevaluasi kebiasaan-kebiasaan masa lalunya yang tidak baik, (4) memilih sikap dan nilai yang lebih baik dan sebagainya”.
1) Identifikasi masalah
2) Pemilihan metode pemecahan masalah
3) Pengumpulan data yang dibutuhkan untuk melaksanakan metode keputusan tersebut
4) Melakukan metode keputusan tersebut 5) Mengimplementasikan model tersebut
6) Mengevaluasi sisi posotif dari setiap alternatif yang ada 7) Melaksanakan solusi pilihan
Dermawan (2004:101-105) model sederhana dari pengambilan keputusan secara
rasional ini berangkat dari tiga langkah, yaitu:
1) Pengambilan keputusan mengidentifikasi sejumlah masalah yang harus diselesaikan
2) Setelah pengambilan keputusan melakukan proses penentuan masalah sebenarnya, maka selanjutnya mereka harus menentukan sejumlah alternatif solusi terhadap masalah
3) Pemilihan solusi atas masalah dan mengimplementasikan solusi tersebut
Dari berbagai pendapat diatas dapat dikerucutkan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi masalah
Pada tahap ini remaja mulai melakukan identifikasi masalah yang sedang dialaminya, apa yang harus segera diselesaikan. Pada tahap ini sangat penting
karena dapat mempengaruhi dalam menentukan alternatif-akternatif pemecahan masalah.
2) Menentukan alternatif-alternatif pemecahan masalah
Setelah remaja mengetahui masalah yang hendak dicari solusinya, ia akan mulai membuat beberapa alternatif-alternatif pilihan pemecahan masalah yang
tentunya disesuaikan dengan kondisi yang ada baik kondisi dirinya maupun kondisi lingkungannya.
Setiap pilihan tentu mempunyai dampak baik posotif maupun negatif. Maka remaja perlu melakukan evaluasi terhadap alternatif pilihan yang telah
dibuatnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan remaja dalam mengambil keputusan sehingga perlu dipikirkan secara masak-masak apa saja dampak
yang akan muncul ketika pilihan telah ditetapkan. 4) Mengambil keputusan atau memilih solusi
Setelah melalui beberapa langkah mulai dari mengidentifikasi masalah,
menentukan alternatif-alternatif pilihan, mengevaluasi dampak yang mungkin muncul, sampailah pada tahap dimana remaja akan mengambil keputusan. Ia
akan memilih salah satu dari berbagai alternatif yang telah dibuatnya. Hendaknya dalam mengambil keputusan remaja mempertimbangkan beberapa hal; pilihan yang ditetapkan bukanlah yang mempunyai dampak paling baik
atau paling menguntungkan, dalam memilih sebelumnya haruslah melalui proses berpikir yang panjang dan objektif, keputusan yang diambil adalah
pilihan yang paling dapat dipertanggung jawabkan. Artinya remaja mampu bertanggung jawab terhadp keputusan yang telah diambil yaitu dengan melaksanakannya serta menerima konsekuensi dari keputusan yang telah
ditetapkan.
5) Melaksanakan keputusan
Tahap ini dilakukan apabila remaja telam membuat keputusan untuk memilih salah satu alternatif yang ada. Diharapkan remaja dapat melaksanakan hasil keputusannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Satu hal yang tidak
2.3.6 Karir
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang karir, diantaranya menurut
Hornby “karir adalah pekerjaan, profesi” (Horby dalam Walgito, 2010:201). Zunker “career refers to activities associated with an individual’s lifetime of work”. Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “karir mengacu pada kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan sepanjang hidup seseorang” (Zunker dalam Winkel dan Hastuti, 2007:624). Mulyaningtyas dan Hadiyanto “karir dapat diartikan sebagai suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan sebagai
sumber nafkah baik sebagai mata pencaharian utama/pokok atau tambahan”
(Mulyaningtyas dan hadiyanto 2007:62). Lebih lanjut keduanya menyatakan
“dalam memilih karir harus yakin dengan pilihan tersebut. Untuk itu harus mampu menyusun rencana karir yang jelas. Selain itu harus mengenali berbagai hal yang membantu pengembangan karir. Juga perlu bersikap realistis dan tidak memasang
target yang terlalu tinggi” (Mulyaningtyas dan Hadiyanto 2007:71).
Dari penjelasan beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa karir merupakan status dalam jenjang jabatan atau pekerjaan seseorang, dimana karir
tidak sebatas pada “apa pekerjaannya”. Dibutuhkan sebuah perencanaan yang
matang dan juga pengambilan keputusan yang tepat tentang karir di masa yang
2.3.7 Proses Mempersiapkan Karir
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan karir yang diinginkan oleh siswa kelas XII, Mulyaningtyas dan Hadiyanto (2007:62) menjelaskan:
1) Pemilihan karir itu harus disadari sebagai suatu proses yang berawal, berlanjut dan berlangsung seumur hidup.
Pemilihan karir merupakan sebuah proses yang berlangsung seumur hidup dan melalui sebuah proses, seseorang yang ingin menjadi dokter misalnya ia harus memulai dari memilih jurusan kedokteran. Untuk menjadi dokter dibutuhkan
ketekunan dan kesungguhan dalam menjalani pendidikannya, karena setelah mendapatkan gelar sebagai dokter ia akan menyandang gelar tersebut
sepanjang hidupnya. Maka sebelum ia memutuskan untuk menjadi dokter perlu perenungan yang panjang dan kesiapan yang matang.
2) Pemilihan dan penyesuaian karir dimulai dengan pengetahuan tentang diri dalam hal potensi, bakat, minat, dan kemampuan.
Kemampuan mengenali diri sangat penting dimiliki oleh setiap individu tidak
terkecuali oleh remaja. Dimulai dari mengenali apa potensi, bakat yang dibawa sejak lahir, minatnya juga kemampuan yang dimiliki misalnya menggambar,
menyanyi, melukis, berceramah, dan sebagainya. 3) Pemilihan karir haruslah sesuai dengan konsep diri
Memiliki konsep diri yang positif sangat perlu dimiliki oleh remaja. Seseorang
4) Pemilihan karir harus didasarkan pada informasi yang tepat dan realistis tentang jenis karir yang diinginkan.
Informasi sangat penting, terutama dalam memilih karir. Sebagai contoh seorang siswa yang ingin menjadi arsitek akan mencari informasi tentang
profesi sebagai arsitek, jurusan arsitek, termasuk persiapan-persiapan yang diperlukan untuk menjadi seorang arsitek.
5) Membangun karir dapat diawali dengan mengikuti latihan, pendidikan, dan
pola tingkah laku yang diperlukan.
Misalnya jika seorang siswa ingin menjadi designer ia bisa mengikuti pelatihan
atau kursus menjahit, atau melanjutkan pendidikan dengan jurusan tata busana. 6) Pemilihan karir harus direncanakan dan dirancang untuk membuat keputusan
akhir, karir apa yang diinginkan dan bagaimana mencapainya.
Hal ini menjadi penting mengingat karir berlaku sepanjang hidup. Maka perlu perencanaan yang matang dengan melaksanakan langkah-langkan yang telah
disebutkan diatas sehingga ketika siswa mengambil keputusan karirnya ia mengambil keputusan yang tepat dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan tersebut.
2.3.8 Pengambilan Keputusan Karir
Berikut dijelaskan teori-teori pengambilan keputusan karir menurut para ahli:
1) Teori “Trait and Factor”
khususnya mengacu ke kemampuan (termasuk kemampuan mental umum atau kecerdasan, kemampuan khusus atau bakat, kemampuan belajar atau prestasi
akademik, dan keterampilan kerja), minat jabatan, dan ciri kepribadian” (Crites dalam Munandir 1996:112). Penjelasan tersebut mengaitkan tentang kemampuan,
bakat seseorang, ciri pribadi, dengan faktor atau persyaratan yang dibutuhkan. Apabila ada kecocokan antara trait dengan factor maka semakin baik. Atau semakin cocok ciri pribadi yang dimiliki oleh seseorang dengan persyaratan yang
dibutuhkan maka semakin memiliki potensi besar seseorang akan sukses karirnya. Lebih lanjut Winkel dan Hastuti menyebutkan “ciri khas dari pandangan ini ialah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang dapat diketahui melalui testing; dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut dalam
berbagai bidang pekerjaan” (Winkel dan Hastuti 2007:626). Hal ini menjelaskan bahwa untuk dapat mengetahui apa saja ciri pribadi seseorang; bakat, minat, kemampuan, dapat diketahui melalui berbagai macam jenis tes. Kemudian
disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan dalam bidang pekerjaan.
2) Teori Ginzberg
Teori ini dikembangkan oleh E. Ginzberg, S. Ginsburg, S. Axelrad. Menurut
pendapat para tokoh tersebut “pilihan jabatan tidak hanya terjadi sekali saja, melainkan mengalami suatu proses perkembangan yang meliputi jangka waktu
antara 6 sampai 15 tahun” (Winkel dan Hastuti 2007:628). Keduanya menyebutkan fase-fasenya sebagai berikut:
(11 sampai 17 tahun), anak mengalami masa transisi yaitu; tahap minat (interest) dimana anak mengambil sikap terhadap apa yang disukainya, tahap kemampuan (capacity) anak mulai menyadari kemampuannya sehubungan dengan aspirasi mengenai pekerjaan, tahap nilai (value) dimana anak mulai menghayati nilai-nilai kehidupan yang ingin dikejarnya, tahap transisi (transition) anak mulai memadukan minatnya, konstelasi kemampuannya dan nilai-nilainya sehingga memperoleh gambaran diri yang lebih bulat dan menyadari konsekuensi riil dari mengambil suatu ketentuan jabatannya kelak. Fase realistis (17 sampai 25 tahun) dibagi menjadi tiga tahap; tahap eksplorasi (exploration) mulai mempertimbangkan dua atau tiga alternatif jabatan, tapi belum dapat mengambil keputusan, tahap pemantapan (cbrystallization) mulai merasa mantap kalau memangku jabatan tertentu dan tahap penentuan (specification) mampu mengambil keputusan tentang jabatan tertentu.
“Pilihan pekerjaan merupakan proses pengambilan keputusan yang
berlangsung sepanjang hayat bagi mereka yang mencari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Ini mengharuskan mereka berulang melakukan penilaian kembali,
dengan maksud mereka dapat lebih mencocokkan tujuan-tujuan karir yang terus berubah-ubah dengan kenyataan dunia kerja” (Ginzberg dalam Munandir 1996: 92).
3) Teori Krumboltz
Krumboltz “menganggap penting pribadi dan lingkungan sebagai faktor-faktor
yang menentukan keputusan seseorang tentang karir” (Krumboltz dalam Munandir 1996:97). Lebih lanjut Krumboltz (dalam Munandir 1996:97-100)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karir seseorang, yaitu;
sebagai buah pengalaman belajar, ciri genetik, kemampuan khusus (bakat) dan lingkungan.
4) Teori Holand
Holland mengatakan “Pilihan pekerjaan merupakan hasil interaksi diri dengan kekuatan-kekuatan luar” (Holland dalam Munandir 1996:107). Kemudian ia
menambahkan “pilihan pekerjaan merupakan perluasan kepribadian dan
merupakan usaha untuk mengungkapkan diri dalam kehidupan kerja”. Holland
memandang tiga ide dasar (dalam Winkel dan Hastuti, 2007:634-636) yaitu: (1) Orang-orang dapat digolongkan menurut patokan sampai berapa jauh mereka mendekati salah satu diantara enam tipe kepribadian; tipe realistik (the realistic type), tipe peneliti/pengusut (the investigative type), tipe seniman (the artistic type), tipe sosial (the social type), tipe pengusaha (the enterprising type), dan tipe orang rutin (conventional type). (2) lingkungan-lingkungan, yang didalamnya orang hidup dan bekerja, dapat digolongkan menurut patokan sampai seberapa jauh suatu lingkungan tertentu mendekati salah satu model lingkungan. (3) perpaduan antara tipe kepribadian tertentu dan model lingkungan yang sesuai menghasilkan keselarasan dan kecocokan.
(1)Teori Donald Super
Super mengatakan “kerja itu adalah perwujudan konsep diri” (Super dalam Munandir 1996:93). Hal ini bermaksud bahwa seseorang memiliki konsep diri akan berusaha menerapkannya dalam bentuk pemilihan pekerjaan. Ia akan
memilik pekerjaan yang sesuai dengan konsep diri yang ia miliki. Winkel dan Hastuti menyebutkan fase perkembangan karir seseorang “fase pengembangan (growth), dari lahir sampai 15 tahun. Fase eksplorasi (exploration), dari usia 15 sampai 24 tahun. Fase pemantapan (estabilishment), usia 25 sampai 44 tahun. Fase pembinaan (maintenance), dari usia 45 sampai 64 tahun. Dan fase
Hastuti 2007:632). Pada siswa kelas XII memasuki masa eksplorasi dimana mereka mulai memiliki beberapa pandangan tentang karirnya kedepan, tetapi
belum membuat keputusan yang bersifat mengikat.
2.3.9 Aspek-Aspek Pengambilan Keputusan Karir
Aspek-aspek pengambilan keputusan karir meliputi: (1) Mampu mengenali berbagai jenis karir. (2) Mampu membuat perencanaan karir. (3)
Mampu mengevaluasi perencanaan karir. (4) Mampu membuat pengambilan keputusan karir. Dan (5) mampu melaksanakan keputusan karir dan bertanggung jawab.
1) Mampu mengenali berbagai jenis karir
Mulyaningtyas dan Hadiyanto “karir dapat diartikan sebagai suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan sebagai sumber nafkah baik sebagai mata
pencaharian utama/pokok atau tambahan” (Mulyaningtyas dan hadiyanto 2007:62). Lebih lanjut keduanya menyatakan “dalam memilih karir harus yakin dengan pilihan tersebut. Untuk itu harus mampu menyusun rencana karir yang jelas. Selain itu harus mengenali berbagai hal yang membantu pengembangan
karir. Juga perlu bersikap realistis dan tidak memasang target yang terlalu tinggi” (Mulyaningtyas dan Hadiyanto 2007:71). Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat
2) Mampu membuat perencanaan karir
Menurut Black bahwa “dalam membuat keputusan melalui proses belajar yaitu melalui; belajar mengidentifikasi alternatif, memilih alternatif, serta
memprediksi berbagai konsekuensi dari keputusannya” (Black dalam Latipun, 2008:47). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya rencana dalam membuat keputusan karir. Rencana ini dapat berupa alternatif-alternatif pilihan karir setelah lulus SMA dan tentunya diperlukan persiapan yang matang.
3) Mampu mengevaluasi perencanaan karir
“Pilihan pekerjaan merupakan proses pengambilan keputusan yang
berlangsung sepanjang hayat bagi mereka yang mencari banyak kepuasan dari pekerjaannya. Ini mengharuskan mereka berulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud mereka dapat lebih mencocokkan tujuan-tujuan karir yang terus
berubah-ubah dengan kenyataan dunia kerja” (Ginzberg dalam Munandir 1996:92). Hal ini menunjukkan bahwa alternatif-alternatif yang telah dibuat harus
dievaluasi terlebih dahulu mengenai baik dan buruknya, keuntungan dan kerugiannya. Hal ini ditujukan agar remaja tidak membuat keputusan karir yang salah.
4) Mam