Yunita Destari
ABSTRAK
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh Yeni Apriyani
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Group Investigation terhadap pemahaman konsep matematis siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Desain penelitian ini adalah posttest only control group design dengan populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII1 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII2 sebagai kelas kontrol, yang dipilih melalui teknik purposive
sampling Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Group
Investigation lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah model pembelajaran Group Investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
`
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu modal untuk memajukan suatu bangsa karena kemajuan bangsa dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikannya. Pendidikan juga berperan dalam menciptakan insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari pendidikan adalah mengurangi kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan karena ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat menjadikan seseorang mampu mengatasi problematika yang ada. Dengan kata lain, tanpa pendidikan yang baik manusia tidak akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.
2
dengan tujuan akan membawa hasil yang baik, termasuk dalam hal ini hasil belajar matematika.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang mempunyai pengaruh yang sangat penting, karena hampir semua ilmu pengetahuan terdapat unsur matematika. Matematika tidak hanya berupa simbol, tetapi matematika dapat melatih cara berpikir secara logis (masuk akal) siswa serta membantu memperjelas dalam menyelesaikan permasalahan. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan berbagai gagasan yang dapat dijelaskan melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta, ataupun diagram.
Saat ini masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu sulit terutama pada saat ulangan atau ujian nasional. Pendapat tersebut sesuai dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Winataputra (2007: 12) yang menyatakan bahwa matematika merupakan pelajaran yang tidak mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang tidak senang terhadap pelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika penyampaian guru yang sangat monoton, kurang kreatif, siswa yang tidak mampu menjawab pertanyaan, siswa yang takut untuk mengerjakan soal latihan di depan kelas dan sukarnya memahami konsep yang terkandung dalam matematika merupakan penyebab ketidaksenangan siswa pada mata pelajaran matematika.
3
dalam mata pelajaran tertentu khususnya matematika, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat suatu konsep yang telah disampaikan lebih lama, (2) bagaimana setiap siswa dapat membuat keterhubungan antar konsep dalam matematika yang diberikan, sehingga membentuk suatu pemahaman yang utuh dan, (3) bagaimanakah seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari arti sesuatu.
Memahami konsep dalam belajar matematika merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Dengan memahami konsep memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman konsep matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Dengan memahami konsep, siswa dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematika. Konsep juga sebagai pilar dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, memahami dan menguasai konsep merupakan hal penting bagi siswa dalam belajar matematika. Artinya, bila siswa tidak memahami konsep dalam belajar matematika, siswa akan kesulitan ketika dihadapkan pada problem matematika yang menuntut penalaran siswa. Sehingga untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar matematika, pemahaman konsep yang baik pada setiap materi matematika menjadi hal yang sangat penting.
4
hingga akhir pembelajaran. Guru menjelaskan konsep melalui metode ceramah kemudian guru memberikan contoh soal dan langkah-langkah pengerjaannya, latihan soal, dan pekerjaan rumah. Dengan demikian siswa cenderung pasif, enggan bertanya dan hanya menerima penjelasan yang diberikan oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa hanya terbatas pada aktivitas mendengarkan penjelasan dari guru, mencatat, dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk aktivitas berdiskusi yang di dalamnya siswa dapat saling bertukar pendapat dalam suatu penyelidikan kasus tertentu jarang mereka lakukan.
Dari uraian di atas, pemahaman konsep matematis siswa harus lebih mendapat perhatian guru. Guru harus selalu melakukan usaha-usaha agar pemahaman konsep matematis siswa menjadi lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah melakukan pembelajaran dengan menggunakan model yang memberikan banyak peluang kepada siswa untuk aktif mengkontruksikan pengetahuannya. Salah satunya perlu suatu model pembelajaran matematika yang dapat memberikan pengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa dalam mempelajari matematika.
5
tugas. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian setiap siswa memiliki peluang yang sama dalam memperoleh hasil belajar yang maksimal serta tercipta suasana yang menyenangkan. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah sehingga siswa dapat memahami konsep materi pelajaran dengan baik.
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya adalah tipe Group
Investigation. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation siswa
dituntut tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus seperti keterampilan kooperatif. Keterampilan ini bertujuan untuk melancarkan hubungan satu sama lain dalam kerja, dan penyelesaian tugas. Peranan hubungan satu sama lain dalam kerja dapat diperoleh dengan mengembangkan informasi dan kerja sama satu sama lain dalam kelompok sedangkan peranan penyelesaian tugas dapat diperoleh dengan pembagian kelompok sehingga siswa dapat lebih aktif dan bertanggungjawab.
Adapun kelebihan dari pembelajaran Group Investigation diantaranya, unsur- unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif, pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat, meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, dan dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Sehingga dalam pembelajaran Group
6
membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, bertanggungjawab, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation hampir sama dengan model pembelajaran kooperatif lainnya yang cara belajarnya dengan diskusi kelompok, bedanya adalah dalam model pembelajaran Group Investigation materi yang dipelajari merupakan materi yang bersifat penemuan yaitu siswa mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui kegiatan investigasi. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif lainnya materi disampaikan oleh guru.
7
pemahaman konsep matematis siswa pada kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji tahun pelajaran 2012/2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Group investigation terhadap pemahaman konsep matematis siswa?”.
Dari masalah di atas di rumuskan pertanyaan penelitian: “Apakah pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe Group Investigation lebih baik dibandingkan dengan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait pemahaman konsep matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe
8
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatkan mutu pendidikan di sekolah, yaitu guru dapat menerapkan model pembelajaran Group Investigation dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa, serta penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian yang sejenis.
E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:
1. Pengaruh adalah daya yang ditimbulkan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP N 1 Anak Ratu Aji.
Dalam penelitian ini model kooperatif tipe Group Investigation dikatakan berpengaruh apabila kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe Group Investigation lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
9
kelompok, merencanakan tugas, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir, dan evaluasi.
3. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan menerangkan materi (ceramah) pada awal pembelajaran, memberikan contoh latihan soal pada waktu tertentu, kemudian pemberian tugas berupa latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya.
4. Pemahaman konsep matematis siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep materi pelajaran matematika yang dicerminkan oleh nilai tes pemahaman konsep setelah dilakukan pembelajaran. Adapun indikator pemahaman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui pengalaman karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Slameto (2003: 2) yang menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
11
sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri, sejalan dengan pendapat tersebut Gagne dalam Reza (2013) menyatakan belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu individu berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman, lain halnya yang dikemukakan Garret dalam Reza (2013) yang berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu, hal ini dipertegas oleh Crow dalam Reza ( 2013) yang menyatakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.
Sejalan dengan pendapat tersebut Mustaqim dan Wahib (1991: 62) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan baik lahir maupun batin, tidak hanya perubahan tingkah laku yang nampak melainkan juga perubahan yang tidak dapat diamati dan perubahan itu adalah perubahan yang positif yaitu perubahan menuju ke arah kemajuan atau perbaikan. Lain halnya yang dikemukakan oleh Sardiman (2007: 20) yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mende-ngarkan, mengamati, meniru dan sebagainya.
Di bidang pendidikan, belajar adalah upaya untuk menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini dipertegas oleh Sardiman (2007: 21) yang menyatakan bahwa, “Belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya ”.
12
belajar dan sesudah belajar. Perubahan tingkah laku berlangsung terus-menerus yang ditandai oleh kemampuan seseorang mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya.
Dalam lingkup sekolah, aktivitas untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mendefinisikan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2002: 100) menyatakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perbedaan perilaku ke arah yang lebih baik. Selain itu, Dimyati dan Mudjiono (2009: 157) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa, sehingga belajar dapat memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Pembelajaran sebagai kegiatan yang mengembangkan kemampuan untuk menge-tahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengak-tualisasi diri siswa. Kegiatan pembelajaran perlu berpusat pada peserta didik, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas peserta didik, mencip-takan kondisi yang menyenangkan, bermuatan nilai estetika, logika, dan kinestetika, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
13
diselenggarakan guru untuk membelajarkan siswa sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Lie (2008: 34) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas terstruktur. Selanjutnya Suherman (2003: 260) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mencakup siswa yang bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Isjoni (2011: 16) yang menyatakan bahwa sebagian besar aktivitas pembelajaran dengan model kooperatif berpusat kepada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran kooperatif mendorong terbentuknya pribadi siswa yang utuh, karena selain mengembangkan kemampuan siswa secara kognitif, melalui pembelajaran kooperatif siswa juga dibekali kemampuan untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Pembelajaran kooperatif juga merupakan salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi antar siswa serta hubungan yang saling menguntungkan diantara mereka.
14
dari kemampuan dan latar belakang, baik dari segi jenis kelamin, suku, dan agama atau berdasarkan kesamaan minat, untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik tertentu.Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan merumuskan penyeledikan kemudian menyepakati pembagian kerja dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Dalam diskusi diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran siswa. Pada model pembelajaran Group Investigation, guru bertugas mengarahkan, membantu menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung proses pembelajaran. Kunandar ( 2007: 344) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran Group
Investigation siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik ,
kegitan investigasi, dan membuat laporan yang selanjutnya akan dipresentasikan oleh siswa dan bersama-sama dengan guru mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung. Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok
(group process skill).
Menurut Winaputra (2001: 75) dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group. Slavin (2005: 218) menyatakan 6 tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation yaitu: (1) Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam
15
Untuk lebih jelas dalam memahami langkah- langkah pembelajaran Group
Investigation, menurut Slavin dalam Maesaroh (2005: 29-30) menyatakan 6
tahapan dalam pembelajaran Group Investigation pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Langkah- Langkah Pembelajaran Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir.
Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain sebagai pendengar dan member tanggapan.
Tahap VI Evaluasi.
Mengevaluasi pelaksanaan diskusi yang telah depersentasikan, menegaskan kembali kesimpulan diskusi.
Slavin dalam Maesaroh (2005: 29-30)
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation adalah suatu model pembelajaran yang dirancang oleh guru agar
16
membuat laporan yang selanjutnya akan dipresentasikan oleh siswa dan bersama-sama dengan guru mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran yang diawali dengan cara menerangkan materi menggunakan metode ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal latihan dan penyelesaiannya, selanjutnya guru memberikan tugas berupa latihan soal atau lembar kerja kelompok (LKK) untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya.
Djamarah (2006)mengatakan bahwa:
Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Selain itu Roestiyah (2008: 115) menyatakan bahwa peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru.
17
membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Pembelajaran dengan cara tradisional ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pembelajaran tradisional ini adalah waktu yang diperlukan cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur secara langsung oleh guru yang bersangkutan, sedangkan kelemahan dari pembelajaran tradisional ini adalah tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan dari guru. Dalam pembelajaran ini, siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi yang diajarkan dan kurang tertarik untuk belajar, selain itu pembelajaran ini cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang bersifat klasikal, sebab pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan, dengan proses pembelajaran yang lebih cenderung hanya mengantarkan siswa untuk mencapai target kurikulum seperti konsep-konsep penting, latihan soal dan tes tanpa melibatkan siswa secara aktif.
4. Pemahaman Konsep Matematis
18
dengan pendapat Sardiman (2008: 42) yang menyatakan bahwa pemahaman atau
comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Oleh sebab itu,
belajar harus mengerti dengan baik makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga siswa dapat belajar memahami konsep dengan optimal.
Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Soedjadi (2000: 14) menyatakan bahwa konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. Jika siswa belajar tanpa memahami konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil secara optimal. Oleh karena itu dengan memahami konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal.
19
Dalam penelitian ini, hasil belajar diperoleh siswa berdasarkan hasil tes pema-haman konsep. Menurut Depdiknas dalam Jannah (2007: 18) menjelaskan ”Penilaian perkembangan anak didik dicantumkan dalam indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika”. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
f. Mengaplikasikan konsep.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pemahaman konsep adalah kemampuan untuk memahami konsep, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya hafalan, namun dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep materi pelajaran itu sendiri.
B. Kerangka Pikir
20
sebaiknya adalah model pembelajaran yang memberikan interaksi antar sesama siswa dan antara siswa dengan gurunya sehingga siswa dapat aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa di dalam kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif, saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab sehingga memungkinkan siswa agar berlatih, ber-interaksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi yang merupakan suatu hal yang diperlukan di dalam hidup bermasyarakat.
Model pembelajaran Group Investigation adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Dalam model Group Investigation siswa dibentuk kedalam kelompok berdasarkan kemampuan dan latar belakang, baik dari segi jenis kelamin, suku, dan agama, atau berdasarkan kesamaan minat dengan anggota kelompok yang heterogen kemudian setiap kelompok merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir, selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan dan yang terakhir malakukan evaluasi. Selama pembelajaran, guru bertindak sebagai pembimbing dan pengarah, sedangkan siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam mengerjakan tugas selama proses belajar berlangsung.
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat diperhatikan dalam model Group
21
mengharuskan siswa untuk berperan lebih aktif dalam berdiskusi dan bekerjasama sehingga dapat memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Selain itu, kegiatan investigasi di dalam model Group
Investigation mendorong siswa untuk telibat secara aktif dalam menemukan
konsep dan membangun pengetahuannya. Melalui kegiatan investigasi siswa akan lebih memahami mengenai konsep pada materi pembelajaran karena siswa terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar yang siswa peroleh tersebut akan dapat tertanam dengan baik.
Apabila meninjau fase-fase pada model Group Investigation, terlihat bahwa dengan model tersebut, siswa akan lebih berperan aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui kegiatan menyelidiki, menemukan, dan memecahkan suatu masalah secara mandiri, sehingga siswa mendapatkan pembelajaran yang bermakna, serta pengetahuan dan pengalaman yang baru. Oleh karena itu, pemahaman konsep yang diperoleh siswa akan lebih optimal.
22
pemahaman siswa terhadap suatu konsep kurang baik karena konsep yang telah diperoleh hanya berupa hafalan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group
Investigation dapat berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa
menjadi lebih baik dabandingkan dengan pembelajaran konvensional, karena dalam model pembelajaran Group Investigation siswa dituntut untuk menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari melalui proses penyelidikan dan siswa dituntun untuk menyelesaikan masalah yang ada secara kelompok. Sedangkan model pembelajaran konvensional hanya menekankan para siswa pada hafalan-hafalan tanpa tahu bagaimana konsep tersebut ditemukan.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
2. Hipotesis Khusus
Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran tipe Group
Investigation lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 yang
terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 119 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu mengambil sampel berdasarkan pertimbangan peneliti dan guru kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, artinya dengan mengambil dua kelas yang memiliki rata-rata kemampuan matematika yang hampir sama yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai hasil ujian matematika semester ganjil.
Tabel 3.1 Rata-Rata Nilai Ujian Akhir Semester Ganjil Kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah
No Kelas Nilai Rata-rata Ujian Akhir
Semester Ganjil
1 VIII1 55,68
2 VIII2 55,71
3 VIII3 48,50
4 VIII4 55,00
24
Berdasarkan data dari Tabel 3.1, sampel penelitian adalah siswa kelas VIII1 dan VIII2. Karena kelas tersebut memiliki nilai rata-rata ujian semester ganjil yang hampir sama. Kelas VIII1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII2 sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation sedangkan kelas kelas kontrol diterapkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa maka desain yang digunakan pada penelitian ini adalah posttest only control group design. Pada desain ini kelas eksperimen memperoleh perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation sedangkan kelas kontrol memperoleh perlakuan dengan
pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi posttest untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Setruktur desain
posttest only menurut Furchan (2007: 368) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Desain Penelitian
X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation
25
C. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, dan cara mengajar guru matematika selama pembelajaran.
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional metode ekspositori.
3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa Lembar Kerja Kelompok (LKK) dan soal tes pemahaman konsep sekaligus aturan penskorannya.
4. Melakukan validasi instrumen. 5. Melakukan uji coba soal tes. 6. Melaksanakan perlakuan.
7. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 8. Menyusun laporan.
D. Data Penelitian
26
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis, berbentuk tes uraian. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
F. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang akurat, maka tes yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran yang memadai.
1. Uji Validitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dari tes pemahaman konsep matematis diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis dengan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran sudah terwakili dalam tes pemahaman konsep tersebut atau belum terwakili. Untuk memperoleh tes yang memenuhi validitas isi maka tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji. Jika penilaian guru menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator maka tes tersebut dikategorikan valid.
Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut di uji cobakan di luar sampel, yaitu di
27
daya pembeda tes, dan tingkat kesukaran tes. Penilaian guru selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.4.
Skor jawaban disusun berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep. Adapun teknik pensekoran untuk soal tes uraian dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep
No Indikator Ketentuan Skor
1. Menyatakan ulang sebuah konsep
a. Tidak menjawab 0
b. Menyatakan ulang sebuah konsep tetapi salah 1
c. Menyatakan ulang sebuah konsep dengan benar 2
2.
b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya
1
c. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
b.Memberi contoh dan non contoh tetapi salah 1
c.Memberi contoh dan non contoh dengan benar 2
4.
b. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis tetapi salah
1
c. Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis dengan benar
b. Menggunakan, memanfatkan, dan memilih prosedur tetapi salah
b. Mengaplikasi konsep atau algoritma ke pemecahan masalah tetapi tidak tepat
1
c. Mengaplikasi konsep atau algoritma ke pemecahan masalah dengan tepat
2
28
2. Reliabilitas
Reliabilitas tes diukur berdasarkan koeffisien reliabilitas dan digunakan unuk me-ngetahui tingkat keterandalan suatu tes. Untuk menghitung koeffisien reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Sudijono (2001: 207) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :
∑
Keterangan:
= koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya butir soal
∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total
dimana:
(∑ ) ∑
Keterangan :
= varians total = banyaknya data ∑ = jumlah semua data
∑ = jumlah kuadrat semua data
29
memperoleh koefisien
r
11= 0,78. Oleh karena itu instrumen tes pemahaman konsep matematis tersebut memiliki reliabilitas yang baik. Perhitungan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C1. Rekapitulasi untuk data tesdisajikan pada Tabel 3.4.
3. Tingkat Kesukaran
Sudijono (2008: 372) menyatakan bahwa untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut:
TK
=
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut:
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Sudijono (2008: 372)
Nilai Interpretasi
30
Dalam penelitian ini, butir soal yang dipilih adalah soal dengan nilai tingkat kesu-karan 0,31 TK 0,70 dengan interpretasi sedang.
Perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C2.
Rekapitulasi untuk data tes disajikan pada Tabel 3.4. Dari Tabel yang telah
disajikan diperoleh bahwa setiap item soal yang di uji coba di kelas memenuhi
kriteria tingkat kesukaran sedang.
4. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang
memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Karena banyak siswa dalam
penelitian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2009: 212) diambil
27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27%
siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).
Karno To dalam Noer (2010: 22) mengungkapkan menghitung daya pembeda
ditentukan dengan rumus :
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
31
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Karno To dalam Noer (2010: 22)
Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes pemahaman konsep matematis
adalah 0,30 < DP ≤ 0,49 yaitu soal memiliki daya pembeda yang baik.
Perhitungan daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C2.
Rekapitulasi data tes disajikan pada Tabel 3.4. Dari Tabel yang telah disjikan
diperoleh bahwa setiap item soal yang di uji cobakan di kelas memenuhi kriteria
daya pembeda yang baik.
Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Data Uji Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Berdasarkan tabel hasil tes uji coba di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengambil data kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.
Nilai Interpretasi
No Soal Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat
32
G. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji kesamaan dua rata- rata yaitu uji t . Untuk melakukan uji t harus dipenuhi dua syarat yaitu: sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan kedua populasi memiliki dan mempunyai varians yang homogen.
a. Uji Normalitas
Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat, menurut Sudjana (2005: 273), langkah-langkah uji normalitas sebagai berikut:
1. Hipotesis
H0 : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2. Taraf Signifikansi
33
4. Keputusan Uji
Tolak H0 jika 1 3 2
x k
x dengan taraf = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.
Rekapitulasi uji normalitas data pemahaman konsep matematis siswa untuk kedua kelompok data disajikan pada Tabel 3.7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan C.6.
Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas Keputusan Uji Keterangan
Eksperimen 4,97 7,81 Ho diterima Normal
Kontrol 5,36 7,81 Ho diterima Normal
Dari data uji normalitas yang disajikan Tabel 3.7 dapat diketahui bahwa skor tes pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki pada taraf nyata = 0,05 yang berarti H0 diterima. Oleh karena itu data tes pemahaman konsep matematis siswa pada kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas varians
34
1. Hipotesis
Ho : (kedua kelompok data memiliki variansi homogen)
H1 : (kedua kelompok data memiliki variansi tidak homogen)
2. Taraf signifikan : α = 0,10
3. Satitistik Uji
Kriteria pengujian adalah: terima Ho jika Fhitung < dengan
diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang α. Untuk dk
pembilang = n1– 1 (varians terbesar) dan dk penyebut = n2– 1 (varians terkecil).
Hasil uji homogenitas data pemahaman konsep matematis siswa untuk kedua kelompok data disajikan pada Tabel 3.8. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.7.
Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas Varians Fhitung Ftabel Keputusan
Uji
Keterangan
Eksperimen 118,03
1,24 1,85 H0 diterima Homogen Kontrol 95,12
Dari data uji homogenitas varians yang disajikan pada Tabel 3.8, dapat diketahui bahwa berada di luar daerah penerimaan H0 pada taraf nyata= 0,10 yang berarti terima H0, yaitu kedua kelompok populasi memiliki varians yang
35
c. Uji Hipotesis
Karena data normal dan homogen maka dilanjutkan dengan melakukan uji hipo-tesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata. Analisis data menggunakan uji-t, dengan uji satu pihak yaitu pihak kanan. Adapun uji-t menurut (Sudjana 2005: 239) setelah syarat data normal dan homogen terpenuhi adalah:
1. Hipotesis Uji
H0 :12 (Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation sama dengan atau lebih rendah daripada pemahaman konsep mate-matis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
H1 :1 2(Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation lebih tinggi daripada pemahaman
konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional).
2. Taraf nyata : α = 5%
3. Statistik uji
Karena tetapi tidak diketahui maka
̅ ̅
36
Dengan keterangan:
̅ = skor rata-rata posttest dari kelas eksperimen ̅ = skor rata-rata posttest dari kelas kontrol n1 = banyaknya subjek kelas eksperimen n2 = banyaknya subjek kelas kontrol
= varians kelompok eksperimen = varians kelompok kontrol = varians gabungan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini berarti, pembelajaran dengan model Group Investigation berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji tahun pelajaran 2012/2013.
B. Saran
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Agar guru dapat menerapkan model pembelajaran koopertif tipe Group
Investigation dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya
mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa guna memperoleh hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2011.Dasar-DasarEvaluasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara Ar-rahman, Reza. 2013. Efektifitas Model Pembeljaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa ( Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2012/2013). (Sekripsi). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Depdiknas. 2007. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Proyek Pembinaan Hamalik,Oemar. 2003. Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
_________. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: CV Eko Jaya.
Djamarah, Syaiful Bahrin, Drs. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi.
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati, dan Mudjiono.2009.BelajardanPembelajaran.Jakarta: RinekaCipta Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Ibrahim, M, Fida R, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Koperatif. Surabaya: Unessa Press.
Isjoni. 2011. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta
Kunandar. 2007. Guru profesional: implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dan persiapan menghadapi sertifikasi guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Lie, Anita. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
46
Mustaqim dan Wahib, Abdul. 1991. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Unila.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sagala, Syaiful. 2008.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sardiman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sasmita, Dewi. 2010. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 10
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). (Skripsi). Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan
Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta. 195 halaman
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media. Bandung.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. PT Tasito. Bandung. Edisi keenam.
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Edisi Revisi. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.
Winataputra, Udin S. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.W.S. Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi