ABSTRACT
THE PANCASILA LEADERSHIP OF THE HEADMAN OF TANJUNG REJO VILLAGE IN HANDLING THE TRANSMIRGANT’S LAND
CERTIFICATE
BY
KOMANG JAKA FERDIAN
Transmigration is a people movement from one area to another area which make
people live more prosperous. One of the transmigration swakarsa mandiri
programs are located in Tanjung Rejo village. According to constitusion No. 29
year 2004 about transmigration section 15 article 1, every people who follows
transmigration swakarsa mandiri must be given a residence area with the
proprietary rights. But in fact, the transmigrants in Tanjung Rejo village from the
begining they lived until May 2014 they don’t have the proprietary right yet from
the land they owned.
The objective of this research is to know the Pancasila Leadership of the
Headman of Tanjung Rejo Village in Handling the Transmirgant’s Land
Certificate. This research is qualitative research.
The result of this research showed that the land distribution which have been
BPN find the difficulties to make the transmigrant’s land certificate since it will
make double land certificate. The all of transmigrant in Tanjung Rejo village have
not get their land certificate yet. The only identity papers which is given for the
transmigrant and it has not been knew the legality yet, so the transmigrant always
feel insecure with the chases from the real owner of the land.
ABSTRAK
KEPEMIMPINAN PANCASILA KEPALA DESA TANJUNG REJO DALAM PENANGANAN SERTIFIKAT TANAH
WARGA TRANSMIGRASI
Oleh
KOMANG JAKA FERDIAN
Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang tujuannya mensejahterakan masyarakat. Salah satu program transmigrasi swakarsa mandiri terdapat di Desa Tanjung Rejo. Menurut pada UU No. 29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga yang mengikuti transmigrasi swakarsa mandiri harus diberikan lahan tempat tinggal dengan status hak milik. Namun pada kenyataannya para transmigran di Desa Tanjung Rejo dari pertama mereka menempati lahan tempat tinggal sampai Mei 2014 belum semua warga memiliki sertifikat atas tanah yang mereka miliki.
desa. Masalah tersebut mengakibatkan kesalahan dalam penempatan warga transmigrasi. Warga transmigrasi ditempatkan di tanah warga yang sudah memiliki sertifikat sehingga BPN sulit untuk mengeluarkan sertifikat warga transmigrasi karena nantinya akan menimbulkan double sertifikat. Warga transmigrasi di Desa Tanjung Rejo secara keseluruhan belum memiliki sertifikat hak kepemilikan atas tanah. Mereka hanya diberikan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang belum diketahui kekuatan hukumnya sehingga mereka merasa was-was akan adanya tindakan pengusiran yang dilakukan warga asli.
KEPEMIMPINAN PANCASILA KEPALA DESA TANJUNG REJO DALAM PENANGANAN SERTIFIKASI TANAH
WARGA TRANSMIGRASI
Oleh:
Komang Jaka Ferdian
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Way Kanan pada tanggal 28 Mei 1992 hari Rabu pukul 03.00 WIB. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra pasangan Bpk I Ketut Same dan Ibu Suminten.
Jenjang pendidikan penulis Sekolah Dasar di SDN 2 Tanjung Rejo yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 8 Bandar Lampung dan lulus dengan predikat lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Fransiskus Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2010 dengan hasil ujian yang memuaskan.
MOTO
Jangan Pernah menunggu sempurna untuk memulai sebuah hal yang positif,
karena kita tidak akan pernah sempurna.
Ellen May
We don’t have to be smarter than the rest.
We have to be more diciplined than the rest
Warren Buffet
Jangan berhenti di satut titik, bila berhenti di satu titik maka tidak akan ada titik-titik selanjutnya yang dapat dilalui
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan tulisan ini kepada
KEDUA ORANG TUA
Dua insan yang dipertemukan Tuhan sebagai orang yang berhak menerima lima
kehidupan yang tercipta atas dasar kasih sayang mereka berdua.
Selalu berusaha memecahkan lima batu untuk menghasilkan lima berlian yang
dapat memberikan kecerahan bagi kehidupan mereka yang akan datang.
Terima kasih atas perhatian kalian kami berusaha semaksimal mungkin untuk
menjadi berlian yang kalian harapkan, meskipun itu semua tergumpil kecil.
KAKAK DAN ADIK-ADIKKU
Pencipta kehidupan damai melalui tindakan – tindakan lembut yang selalu
mengerti saat terdapat batu sandungan. Terima kasih Epriyan, Desta, Drip dan
Febri yang selalu memberikan kebahagian dalam persaudaraan kita.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepemimpinan Pancasila Kepala
Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta
selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis
kehidupan serta saran kepada penulis.
4. Bapak Drs. Piping Setia Priangga, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah bersedia untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan.
5. Ibu F. Trisni Rahartini, S.IP selaku staf Bidang Akademik FISIP yang telah
membantu dalam segala hal menyangkut perkuliahan dan penyusunan skripsi.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
7. Seluruh jajaran Dosen di FISIP UNILA, seluruh staff Tata Usaha dan pegawai
di FISIP dan Jurusan Ilmu Pemerintahan.
8. Sekretaris Desa Bapak Sumbadi yang telah memberikan segala data yang saya
perlukan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Tokoh desa yaitu Bapak I Ketut Sadya dan Dul Majid yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk wawancara meskipun sedang mengerjakan sesuatu
kalian tetap mau meluangkan waktu untuk di wawancara.
10.Seluruh warga transmigrasi yang bersedia memberikan informasi demi
kelancaran sekripsi ini terutama pada Bapak Sabar yang telah menemani untuk
melakukan wawancara kepada warga transnsmigrasi.
11.Papa dan Mama sebagai orang tua terbaik di Bumi ini yang tidak dapat
tergantikan, selalu memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga dapat
membangunkan semangat untuk mencapai gelar S1. Tanpa kalian saya tidak
12.Kepada seluruh pandawa My First Big Brother Epriyan Saputra, terima kasih
atas dukungan dan pertanyaan “kapan jadi wisuda?”, My Last Big Brother I
Made Desta Arwan yang selalu mendukung dan memberi arahan “Jadilah
Pengusaha!”, My First Little Brother Ketut Septian Dripananda yang
memberikan kesunyian saat sedang mengerjakan penelitian ini, dan terakhir si
anak bungsu Putu Febriawan sebagai oknum perusak konsentrasi dalam
pengerjaan skripsi dengan mengajak main PES 2014!. Terima kasih untuk
kalian sebagai agen di balik layar yang baik! ! !.
13.Meka Sari salah satu orang yang menjadi agen di balik layar dan agen di depan
layar yang selalu menyuport, mendorong, menarik, membangunkan dalam
penyelesaian skripsi yang selalu mengatakan “Kejer dosen sampe dapet,
jangan menyerah! Keep Spirit!”.
14.Dwi Fitrianingsih yang udah bantu untuk buat abstrak bahasa inggris, terima
kasih banyak! !, Serta Rizki Yunita Leli yang selalu memberikan camilan
malam sebagai penambah energi “camilan biar gak ngantuk pas malem
ngerjain”.
15.Sahabat kecil Dedek Kurniawan dan Roi Bahfi yang telah membantu
sahabat seperjuangan angkatan 10 Antarizki, Andre, Ryan, Dicky, Ali, Aris,
Dani, Prananda, Putra, Riendi, Budi, Rangga, Angga, Horizon,
Ikhwan(laki-laki pejuang yang tidak lelah untuk mengajak futsal) Siska, Yoan, Eta, Eti,
Riri, dan seluruh angkatan 10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima
kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
17.Dan terakhir untuk seluruh rekan yang telah berpartisipasi, baik langsung
maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi kita semua.
Bandar Lampung, 13 Juni 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 10
1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis/Akademis ... 10
2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan ... 11
1. Pengertian Kepemimpinan ... 11
2. Tipe - Tipe Kepemimpinan ... 14
3. Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal ... 16
B. Kepala Desa ... 18
C. Kepemimpinan berbasis Pancasila ... 21
1. Pancasila ... 21
2. Kepemimpinan berbasis Pancasila ... 24
D. Sertifikasi Tanah ... 30
1. Pengertian Sertifikasi Tanah ... 30
2. Fungsi Sertifikasi Tanah ... 31
3. Penerbitan Sertifikasi Tanah Secara Massal ... 32
E. Kerangka Pikir ... 34
III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 41
B. Lokasi Penelitian ... 42
C. Fokus Penelitian ... 42
D. Jenis Data ... 46
1. Data Primer ... 46
2. Data Sekunder ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
1. Observasi ... 47
2. Wawancara ... 47
3. Dokumentasi ... 48
F. Penentuan Informan ... 48
1. Tokoh Desa ... 48
1. Editing ... 50
2. Interpretasi ... 50
H. Teknik Analisis Data ... 50
1. Reduksi Data ... 51
2. Display Data ... 52
3. Conclusion ... 53
IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Kepemimpinan ... 54
B. Sejarah Desa ... 56
C. Gambaran Umum Desa Tanjung Rejo ... 58
1. Kondisi Geografis ... 58
2. Struktur Organisasi Desa ... 58
D. Sejarah Transmigrasi Swakarsa Mandiri ... 61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Informan dalam Penelitian ... 64
1. Tokoh Desa ... 64
2. Perangkat Desa ... 65
3. Warga Asli ... 65
4. Warga Transmigrasi ... 66
B. Permasalahan dalam Pelaksanaan Program Transmigrasi ... 67
C. Kehidupan Warga Transmigrasi ... 69
D. Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung dalam Penanganan Sertifikat Tanah ... 73
1. Hing Ngarsa Sung Tulada ... 75
2. Hing Madya Mangun Karsa ... 77
3. Tut Wuri Handayani ... 81
4. Ketuhanan Yang Maha Esa ... 83
5. Waspada Purba Wisesa ... 86
6. Ambeg Pramartha ... 88
7. Ambeg Prasaja ... 93
8. Ambeg Satya ... 100
9. Gemi, Nastiti ... 101
10.Terbuka ... 103
11.Legawa ... 105
E. Tabel Pembahasan Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penangan Sertifikasi Warga Transmigrasi ... 108
VI. PENUTUP A. Simpulan ... 114
B. Saran ... 115
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir ... 40
2. Struktur Organisasi Desa Tanjung Rejo ... 60
3. Warga Menanam Singkong Di Pekarangan Rumah ... 79
4. Bapak Citro Reban warga transmigrasi sebagai penjual kerupuk ... 80
5. Kepala Desa Tanjung Rejo ... 85
6. Rumah Permanen Warga Transmigrasi ... 90
7. Rumah Semi Permanen Warga Transmigrasi ... 91
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ketika Indonesia merdeka untuk meratakan penduduk sehingga penduduk tidak akan menumpuk di satu daerah saja. Mobilitas memiliki dua jenis yang berbeda yaitu mobilitas penduduk yang disebut dengan migrasi antar negara yang mana perpindahan penduduk ini dilakukan dari satu negara ke negara lain serta adanya mobilitas penduduk yang disebut dengan migrasi dalam negeri atau migrasi dalam tingkatan nasional. Migrasi ini merupakan perpindahan penduduk yang berada dari satu daerah ke daerah yang sama, satu daerah ke daerah lain, dan yang terakhir yaitu dari desa ke daerah perkotaan.
Mobilitas penduduk skala nasional yaitu salah satunya transmigrasi yang mana secara sederhana menurut UU No 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian pasal 1 ayat 2 dan orang yang melakukan transmigrasi pada pasal 1 ayat 3 yaitu :
“Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah.”
Berdasarkan uraian pada UU No 29 tahun 2009 secara tertulis pada pasal 1 ayat 2, menjelaskan tujuan dari program transmigrasi yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan. Orang yang ikut atau melakukan perpindahan transmigrasi dari satu daerah ke daerah lain menurut UU No.29 Tahun 2009 pasal 1 ayat 4 disebut dengan transmigran.
Sejarah transmigrasi telah dikemukakan oleh Suparno (2007: 36-38), yang menyatakan bahwa
Transmigrasi sendiri sudah ada sejak tahun 1905 yang pertama kali dilakukan oleh pemerintahan belanda pada zaman penjajahan. Transmigrasi tersebut dilakukan oleh belanda dari daerah Jawa Tengah menuju Lampung dan tujuannya yaitu sebagai sarana untuk mendapatkan tenaga kerja perkebunan. Transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pertama kali dilakukan pada 12 desember 1950 pada masa Pra Pelita atau masa Orde Lama yang selanjutnya berlanjut pada Masa Pelita atau masa Orde baru dan terus berlanjut hingga ke era Reformasi seperti sekarang ini.
Transmigrasi dimasa pemerintahan negara Indonesia pertama kali dilaksanakan pada era orde lama, dimana transmigrasi dilaksanakan karena alasan demografis seperti pengurangan kemiskinan serta mengurangi jumlah penduduk di daerah tertentu dan membangun kawasan produksi pangan di luar Pulau Jawa. Pada era orde lama, tujuan daerah transmigrasi yaitu pada pulau Sumatera dan Sulawesi.
yang dicapai terhadap keberhasilan transmigrasi ditandai dengan kian menguatnya posisi provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Lampung sebagai daerah penghasil pangan.
Transmigrasi berikutnya dilaksanakan pada era orde baru, secara generik, transmigrasi tetap berpijak pada pendekatan demografis untuk mencapai tingkat persebaran penduduk secara spasial. Hal lain yang turut serta melengkapi pendekatan demografis itu adalah pengembangan wilayah tujuan transmigrasi dan pembangunan daerah dalam kaitan makna dengan pelaksanaan program transmigrasi.
Hal lain yang tentu saja kemudian menarik untuk dicatat yaitu implementasi segenap program transmigrasi berada dalam alur kerjasama antar sektor, sehingga transmigrasi menyerupai “kawasan besar” program pembangunan. Terlepas dari berbagai persoalan, program transmigrasi pada periode ini ditandai dengan adanya peningkatan pengembangan komoditas tanaman pangan dan perkebunan serta berkembangnya pola peternakan, perikanan dan tambak di daerah tujuan transmigrasi.
penanggulangan pengungsi serta pelaksanaan transmigrasi kedepan mengacu pada paradigma baru transmigrasi.
Faktor penyebab dilaksanakannya transmigrasi di era reformasi yaitu masalah bencana Alam, dapat kita lihat bahwa bencana alam yang terjadi di daerah Yogyakarata pada tahun 2006 akibat meletusnya Gunung Merapi mengakibatkan dampak yang begitu besar dikehidupan sosial masyarakat dimana banyak para warga yang kehilangan tempat tinggal. Banyak warga yang tidak memiliki lapangan pekerjaan akibat hancurnya kebun pertanian dan hancurnya tempat usaha milik warga serta banyaknya korban jiwa dari kerabat atau keluarga dekat mereka yang menjadi korban meletusnya Gunung Merapi.
Pemerintah mencari solusi agar masalah sosial yang terjadi di daerah sekitar merapi dapat teratasi dengan baik. Pemerintah mencanangkan program transmigrasi yang bertujuan sebagai sarana untuk mengembalikan kehidupan sosial masyarakat merapi seperti dahulu. Cara pemerintah yaitu mengirimkan warga ke daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam untuk di kelola. Sehingga warga tersebut dapat memiliki tempat tinggal yang layak untuk melangsungkan kehidupan sosialnya.
tidak merasa nyaman atau makmur maka mereka akan kembali ke daerah sebelumnya.
Pencapaian keberhasilan program transmigrasi yaitu dengan sejahteranya masyarakat transmigrasi merujuk pada UU No 29 tahun 2009 tentang ketransmigrasian yang menyatakan masyarakat trasnmigrasi harus lebih sejahtera. Peran kepemimpinan kepala desa dalam membina masyarakat baru merupakan peran yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat asli.
Kepemimpin menurut Byrd dan Block dalam Kaloh (2010: 10) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam pemberdayaan, intiusi, pemahaman diri, pandangan, dan nilai keselarasan. Berdasarkan pendapat tersebut seorang pemimpin memiliki keterampilan yang nantinya diaktualisasikan ke kehidupan masyarakat untuk mencapai kearah yang lebih baik. Pencapaian ke arah yang lebih baik dapat mensejahterakan masyarakat
Ketika saya menempati tanah yang diberikan oleh pemerintah ini, dari tahun 2006 hinga sekarang saya sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif. Saya pernah diusir hingga enam kali oleh pengacara beserta orang yang dulunya menyatakan bahwa ini merupakan tanah milik dia. Padahal pada kenyataannya, tanah yang saya miliki ini bukan merupakan tanah milik orang itu, karena menurut pamong desa tanah ini merupakan tanah yang dulunya merupakan hutan yang dibuka oleh warga, meskipun tanah tersebut belum memiliki surat – surat warga asli tetap menanami lahan ini dengan tanaman karet sehingga tanah ini dinyatakan bukan tanah milik warga asli.
(sumber: Hasil wawancara dengan bapak Sabar pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)
Kedua, tidak mampu membebaskan diri dari mental budaya miskin, serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Para masyarakat transmigrasi yang ada di Desa Tanjung Rejo merasa bahwa mereka merupakan warga yang paling miskin, sehingga mereka tidak berani untuk menantang daerah barunya.
Beginilah mas, ketika dulu saya pindah kesini saya merasa tidak betah karena saya merasa tempat baru pasti tidak enak dikarenakan kita harus menyesuaikan diri dulu untuk tinggal disini, untuk bersosialisasi saja saya belum berani dulu mas, saya merasa bahwa saya ini dibawah masyarakat asli saya masih merasa takut kepada warga lain, saya bingung harus bekerja apa dulunya meskipun saya akui disini banyak lapangan pekerjaan tapi saya dulu belum berani untuk mengambil pekerjaan disini.
(sumber: Hasil wawancara dengan bapak Warsito pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)
Bapak sabar menilai bahwa Tanaman karet hampir mencapai 40% dan 60% merupakan tanah kosong yaitu berupa hutan kecil dan ada pula merupakan semak belukar. Masing-masing warga ketika pemilihan tanah tersebut dilakukan dengan sistem undian. Masyarakat yang beruntung akan mendapatkan tanah yang sudah ditanami karet dan masyarakat yang tidak beruntung akan mendapatkan tanah kosong akan tetapi tetap diberikan bibit karet oleh pemerintah. Masyarakat ada yang merasa tidak adil, mengapa tidak semua warga diberikan lahan kosong sehingga bersama-sama menanam karet dari awal, dan mereka bersama – sama dapat merintis karir dari awal. Seperti yang disampaikan oleh salah satu warga transmigrasi yang menyatakan bahwa:
Warga transmigrasi ketika pindah di Desa Tanjung Rejo ini memang sudah disiapkan perumahan dan memang sudah diberikan lahan dari 25 KK masing masing perkepala keluarga diberikan 1 ha tanah oleh pemerintah sehingga tanah keseluruhan yang diberikan oleh pemerintah berjumlah 25 ha dan 25 perumahan. Dari jumlah 25 ha tersebut, masing–masing ada lahan yang sudah ditanami karet dan ada juga lahan kosong berupa hutan kecil dan semak belukar. Akan tetapi memang lahan kosong tersebut diberikan bibit karet oleh pemerintahh untuk ditanami karet. Saya merasa memang hal tersebut sepertinya tidak adil, mengapa tidak semua warga transmigrasi ini dieberikan lahan kosong saja secara keseluruhan, sehingga dapat bersama–sama merintis karir dari awal. Dengan adanya hal tersebut masyarakat merasa tidak adil meskipun pemilihan laha tersebut dilakukan secara pengundian, masyarakat yang beruntung akan mendapatkan karet dan masyarakat yang tidak beruntung tidak mmeendapatkan karet melainkan lahan kosong. Sehingga dapat dilihat sekarang, ada masyarakat yang memiliki rumah permanen dan ada masyarakat yang hanya memiliki rumah papan seperti ini. Ya walaupun seperti itu kan hanya tanggapan saya saja, kami tetap bersyukur diberikan lahan baik itu ada karet dan tidak ada karet. (sumber: Hasil wawancara dengan bapak Sabar pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)
diberikan oleh pemerintah. Dari tahun 2006 bulan oktober ketika mereka pertama kali pindah di Desa Tanjung Rejo hingga sampai saat ini belum mendapatkan sertifikat tanah. Mereka merasa tidak nyaman karena belum memiliki sertifikat tanah tersebut, mereka berharap sertifikat tersebut dapat segera di keluarkan sehingga mereka dapat hidup dengan aman dan tentram.
Secara jelas terdapat penjelasan mengenai hak milik perumahan tercantum dalam UU No. 29 tahun 2009 tentang ketransmigrasian pasal 15 ayat 1 bahwa :
Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa:
a. pengurusan perpindahan dan penempatan di Permukiman Transmigrasi; b. bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau lapangan usaha atau
fasilitasi mendapatkan lahan usaha;
c. lahan tempat tinggal dengan status hak milik; dan
d. bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan kemitraan usaha.
Dapat dilihat berdasarkan UU Ketransmigrasian di atas, pada butir C menjelaskan bahwa lahan tempat tinggal harus berstatus hak milik. Tidak adanya sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat transmigrasi di Desa Tanjung Rejo maka dengan kata lain perumahan yag dimiliki warga belum merupakan milik warga sepenuhnya. Seperti yang telah disampaikan oleh seorang warga trasnmigrasi di Desa Tanjug Rejo, ia menyatakan bahwa :
lama lambat laun sertifikat akan segera jadi. Warga merasa tanah ini diberikan oleh pemerintah sehingga mereka tidak akan mmerasa takut meskipun tidakk memegang sertifikat.
(sumber: Peneliti mewawancarai warga transmigrasi yaitu bpk. Citro Reban pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)
Dari uraian latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi?.
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis
Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai Kepemimpinan dan Pemerintahan Desa.
2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Menurut Syafiee (2011: 39) pengertian kepemim -pinan secara etimologi yaitu :
a. Kepemimpinan memiliki kata dasar yaitu “Pimpin” yang dalam bahasa inggris
yaitu lead yang memiliki arti bimbing atau tuntun.
b. Ketika kata dasar pimpin ditambah dengan awalan “pe” menjadi “Pemimpin”
yang dalam bahasa inggris yaitu Leader yang memiliki arti orang yang
mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
c. Apabila kata dasar tersebut diberi akhiran “an” menjadi “Pimpinan” merubah
makna menjadi orang yang menjadi kepala di dalam suatu organisasi atau kelompok. Pemimpin dan Pimpinan memiliki perbedaan sifat, apabila Pemimpin (ketua) cenderung lebih demokratis sedangkan Pimpinan (Kepala) cenderung lebih otokratis atau otoriter.
d. Setelah dilengkapi dengan menambah awalan “ke” dan diberi akhiran “an”
menjadi “kepemimpinan” yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Leadership yang memiliki arti kemampuan pribadi seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama sehingga demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.
Kepemimpinan menurut Kartono (2013: 6) yaitu:
Penjelasan mengenai Kepemimpinan menurut Stogdill dalam Kaloh (2010: 10)
setidaknya terdapat sebelas pengertian kepemimpinan yaitu :
a. Kepemimpinan sebagai titik pusat proses – proses kelompok
b. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh
c. Kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau
kesetiaan, kesepakatan
d. Kepemimpinan adalah pelaksanaan pengaruh
e. Kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku
f. Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi
g. Kepemimpinan adalah hubungan kekuatan/kekuasaan
h. Kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan
i. Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi
j. Kepemimpinan adalah peranan yang dipilihkan
k. Kepemimpinan adalah inisisasi/permulaan dari struktur
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, pemimpin merupakan awal struktur atau
pusat proses kelompok sehingga pemimpin harus dapat mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau ikut melaksanakan apa yang dilakukan oleh
pemimpin untuk dapat mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan berfungsi sebagai penggerak agar suatu organisasi dapat berjalan sesuai dengan pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan belandaskan pada kemampuan
seorang pemimpin untuk dapat mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan seorang pemimpin harus ditonjolkan untuk mengarahkan orang – orang yang dipimpinannya, dalam artian jiwa kepemimpinannya harus lebih menonjol agar
dapat mengarahkan orang lain.
Melaksanakan kepemimpinan seorang pemimpin ada yang bersifat demokratis dan ada juga yang bersifat otoriter. Kepemimpinan Demokratis lebih
musyawarah bersama sehingga menimbulkan gagasan – gagasan untuk
menyelesaikan permasalahan.
Sedangkan kepemimpinan otoriter lebih menekankan pada aspek pemimpinnya saja, artinya seorang pemimpin tidak mau menerima masukan dari pihak lain.
Pemimpin otoriter hanya menyelesaikan masalah dengan kemampuannya sendiri tanpa melakukan musyawarah kepada bawahannya sehingga
penyelesaian masalahnya terkadang tidak cocok dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi.
Kedua sifat kepemimpinan diatas dapat disesuaikan dengan apa yang akan dikerjakan oleh suatu organisasi. Jika suatu permasalahan ingin diselesaikan
dengan cepat atau membutuhkan waktu yang sedikit maka kepemimpinan yang cocok digunakan yaitu otoriter karena tidak melakukan musyawarah. Sedangkan jika suatu organisasi ingin mencapai pencapaian tujuan secara
maksimal dilakukan secara musyawarah atau menggunakan sifat kepemimpinan demokratis.
Kepemimpinan memiliki indikator-indikator untuk melaksanakan suatu
kepemimpinan yang baik, menurut Yukl dalam Ali (2012: 71) menyatakan 3 indikator kepemimpinan yaitu:
Dalam Kepemimpinan terdapat 3 indikator di dalamnya yaitu Pemimpin, Pengikut, dan Situasi.
a. Pemimpin memiliki Indikator – ndikator di dalamnya yaitu Ciri (Motivasi,
keperibadian, dan nilai), keyakinan dan optimisme, keterampilan dan keahlian, perilaku, integritasi dan etika, taktik penaruh dan sifat pengikut.
b. Pengikut memiliki Indikator di dalamnya yaitu ciri (kebutuhan, nilai, konsep
c. Situasi memiliki indikator yaitu meliputi jenis urut organisasi, besarnya organisasi, posisi kekuasaan dan kewenangan, struktur dan kerumitan Tugas, kesalingtergantungan tugas, keadaan lingkungan yang tidak menentu, dan keberantungan eksternal.
Menurut Widjaja (2010: 31) tipe kepemimpinan yang demokratis dapat terwujud apabila menggunakan kisi-kisi sebagai berikut :
a. Proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia
itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
b. Selalu menyinkronkan dari tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan
pribadi.
c. Senang menerima saran, pendapat dan kritikan.
d. Berusaha mengutamakan kerja sama dengan anggota tim kerja dalam usaha
mencapai tujuan.
e. Memberikan kebebesan kepada bawahan untuk mengembangkan diiri.
f. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Kepemimpinan yang demokratis lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam menentukan arah tujuan dari organisasi yang lebih baik. Pemimpin yang demokratis dalam mengambil setiap keputusan
melibatkan bawahan agar mendapatkan ide atau gagasan yang lebih luas demi mencapai suatu tujuan bersama.
2. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki beberapa tipe-tipe kepemimpinan dalam menjalankan
kepemimpinannya, menurut Byrkjeflot dalam Ali (2012: 77) menyatakan bahwa setidaknya terdapat enam tipe kepemimpinan yang menjadi acuan seorang pemimpin yaitu:
a. Kepemimpinan Tradisional, yaitu suatu kepemimpinan apabila pemimpin
suatu organisasi atau institusi ditunjuk dari atas, oleh Raja, atau Ratu atau Tuhan.
b. Kepemimpinan Birokratik, yaitu didasarkan pada hukum dan aturan –
dengan jajaran kerja organisasi formal serta kantor, dimana pemimpin itu bertugas.
c. Kepemimpinan Awam, yaitu pemimpin mewakili kepentingan rakyat dan
merakyat.
d. Kepemimpinan berbasis Ilmu Pengetahuan, yaitu kepemimpinan yang
menekankan pada pembuatan kebijakan berbasis fakta dan data atau bukti.
e. Kepemimpinan berbasis Negosiasi, yaitu pemimpin yang memiliki
kemampuan stratejik dengan sense of asserting dan sense of promoting.
f. Kepemimpinan Profesional, yaitu pemimpin yang lebih memiliki tingkat
edukasi tertinggi dan berpengalaman berada di dalam organisasi – organisasi, serta dapat mendorong aksi – aksi solidaritas sesuai dengan tujuan organisasi.
Berdasarkan penelitian ini, tipe kepemimpinan yang sesuai yaitu Tipe Kepemimpinan Awam dan Tipe Kepemimpinan Profesional. Dimana seorang
pemimpin dalam kepemimpinan awam harus berpihak kepada masyarakat bukan berpihak kepada siapa pun ataupun kepada dirinya sendiri. Kepemimpinan awam lebih kearah kepentingan rakyat merupakan kepentingan
dari apapun untuk menuju kearah sejahtera.
Sedangkan Tipe Kepemimpinan Profesional cocok dengan penelitian ini dikarenakan seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan untuk memajukan
suatu organisasinya, serta harus memiliki pengalaman untuk dapat menjadikan organisasi tersebut lebih maju. Memiliki pendidikan yang tinggi seorang pemimpin dapat menyelesaikan masalah dengan baik serta mereka dapat
menerapkan teori-teori untuk menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan dengan permasalahannya.
Kepemimpinan yang mengacu pada kedua hal tersebut, maka peneliti yakin
3. Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal
Setiap organisasi atau kelompok selalu memiliki keterkaitan dengan pemimpin karena suatu organisasi tanpa adanya pemimpin maka organisasi tersebut tidak akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang pemimpin itu sendiri merupakan
orang yang menjadi tumpuan bagi organisasi atau kelompok. Setidaknya terdapat dua macam pemimpin seuai dengan terpilihnya seorang pemimpin
yaitu Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal, berikut dijelaskan oleh Kartono (2013: 11) Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal yaitu :
a.Pemimpin Formal
Pemimpin formal yaitu orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi. Berikut merupakan ciri – ciri Pemimpin Formal yaitu :
1. Berstatus sebagai pemimpin formal selama masa jabatan tertentu, atas
dasar legalitas formal oleh penunjukkan pihak yang berwenang
2. Sebelum pengangkatannya, dia harus memenuhi beberapa persyaratan
formal terlebih dahulu
3. Ia diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas
kewajibannya karea itu dia selalu memiliki atasan/superior.
4. Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immateriil tertentu serta
emolumen (keuntungan ekstra, penghasilan sampingan)
5. Dia bisa mencapai promosi atau kenaikkan pangkat formal, dan dapat
dimutasikan
6. Apabila dia melakukan kesalahan – kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan
hukuman
7. Selama menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan wewenang,
antara lain untuk; menentukan policy, memberikan motivasi kerjakepada
bawahan, menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan jabatan dan penempatan bawahannya, melakukan komunikasi.
b.Pemimpin Informal
Pemimpin informal yaitu orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia, memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat. Berikut merupakan ciri – ciri pemimpin Informal yaitu
1. Tidak memiliki penunjukkan formal atau legitimasi sebagai pemimpin
2. Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan mengakuinya
3. Dia tidak mendapatkan dukungan dari suatu organisasi formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
4. Biasanya tidak mendapatkan imbalan balas jasa, atau imbalan jasa itu
diberikan secara sukarela
5. Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai prormosi, dan tidak
memiliki atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu.
6. Apabila dia melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum, hanya saja
respek dari masyarakat menjadi berkurang, pribadinya tidak diakui, dan dia ditinggalkan oleh massanya.
Berdasarkan uraian diatas mengenai Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Informal, dalam penelitian ini kepemimpinan yang dimaksud
masuk kedalam kepemimpinan formal, karena berdasarkan pendapat Kartono bahwa kepemimpinan formal didasarkan pada legalitas, pengangkatannya
berdasarkan pada hukum. Selain itu kepemimpinan formal diberikan jasa berupa materiil dan imateriil dalam artian mereka mendapatkan gaji selama menjabat menjadi pemimpin, untuk menunjang kinerja pemimpin itu sendiri.
Kepemimpinan formal juga lebih menekankan pada adanya dukungan dari organisasi formal lainnya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, artinya kepemimpinan formal di naungi oleh organisasi lain. Kepemimpinan formal
memiliki atasan untuk menaungi serta membimbing kearah yang lebih baik lagi. Kepemimpinan formal pengangkatannya melalui pelantikan berdasarkan
asas legalitas itu sendiri.
Penelitian ini meneliti mengenai kepala desa yang mana seorang kepala desa sesuai dengan pemimpin formal mendapatkan imbalan materiil dan imateriil berupa gaji. Kepala desa diberikan imbalan gaji selama satu bulan sekali.
camat sebagai perpanjangan tangan dari bupati. Penjelasan mengenai
pemimpin formal dapat disimpulkan bahwa kepala desa merupakan pemimpin formal sesuai dengan yang dikemukakan oleh pendapat Kartono.
B. Kepala Desa
Pemerintahan merupakan suatu sistem yang bekerja untuk mengatur dan mengurusi kehidupan negara. Pemerintahan terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan terdapat pemerintahan terkecil yaitu pemerintahan
desa. Desa memiliki wewenang dalam menjalankan otonominya sendiri. Desa dianggap dapat mengurusi urusannya sendiri baik dalam pembuatan kebijakan
ataupun dalam pembuatan peraturan.
Desa dipimpin oleh kepala desa yang merupakan struktur tertinggi di dalam
struktur desa. kepala desa memiliki hak penuh atas apa yang terjadi kepada desa tersebut. Kepala desa dipilih melalui rakyat dan oleh rakyat. Lama waktu
penjabatan kepala desa yaitu lima tahun disetiap periodenya.
Untuk menjadi kepala desa harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut Menurut PP No. 72 tahun 2005 pasal 44 dalam Soemantri (2010: 252)
menyatakan bahwa:
Calon Kepala Desa adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;
c. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau
d. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
e. bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;
f. penduduk desa setempat;
g. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan
hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;
h. tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan Keputusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau dua kali masa jabatan.
j. memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
Berdasarkan dari uraian tersebut jika seseorang ingin menjadi kepala desa haruslah memenuhi kriteria di atas seperti seorang kepala desa harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya kepala desa harus berpegang teguh pada nilai –
nilai agama atau keyakinan yang berlandasakan Tuhan Yang Maha Esa. Kepala desa harus setia kepada Pancasila berpegang pada keyakinan Pancasila itu sendiri
sebagai pedoman dalam memimpin.
Seorang kepala desa harus sudah melaksanakan pendidikan setidaknya tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sederajat dan harus sudah berumur 25 tahun artinya seorang kepala desa sudah mampu untuk berfikir kearah
kedewasaan demi untuk kemajuan desa yang di Pimpinnya. Seorang kepala desa harus merupakan warga desa yang tinggal di desa yang akan dipimpinnya serta
calon kepala desa harus bersedia menjadi kepala desa tanpa ada paksaan dari pihak luar, artinya seorang kepala desa mau mencalonkan tanpa ada paksaan dari pihak luar.
Kepala desa tidak terjerat kasus hukum paling lama 5 tahun, apabila seorang kepala desa sudah terjerat kasus maka akan membahayakan desa tersebut karena ia tidak bisa menjadi panutan para warganya. Terakhir seorang kepala desa tidak
karena akan berdampak pada tindakan nepotisme. Dari uraian tersebut jika
seorang calon kepala desa telah memenuhi syarat pada PP No. 72 tahun 2005 pasal 44, maka ia berhak ikut dalam Pilkades untuk maju menjadi kepala desa.
Berikut merupakan penjelasan mengenai kepemimpina kepala desa menurut
Widjaja (2010: 31) yaitu:
Kepemimpinan Kepala Desa pada dasarnya bagaimana Kepala Desa dapat mengoordinasi seluruh kepentingan masyarakat desa dalam setiap pengambilan keputusan. Kepala desa menyadari bahwa pekerjaan tersebut bukanlah tanggung jawab kepala desa saja. Oleh sebab itu, ia melimpahkan semua wewenangnya kepada semua tingkat pimpinan sampai ke tingkat bawah sekalipun seperti kepala dusun dan lainnya.
Berdasarkan pendapat diatas Kepala desa akan berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya apabila memperhatikan suara rakyat yang dipimpin secara
Demokratis yaitu mencerminkan keterbukaan, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan yang didasarkan kepada hasil kesepakatan untuk kepentingan masyarakat. Kepala desa harus melakukan kerjasama dengan semua
tingkat pimpinan sampai ke tingkat bawahan agar apa yang akan dilakukan oleh kepala desa untuk mewujudkan kemajuan desa tersebut dapat tercapai. Kepala
C. Kepemimpinan Berbasis Pancasila
1. Pancasila
Pancasila dapat didefinisikan menurut Syarbaini (2009: 25) menyatakan
bahwa:
Pancasila adalah suatu pandangan hidup atau ideologi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, antarmanusia, manusia dengan masyarakat atau
bangsanya, dan manusia dengan alam lingkungannya. Alasan yang prinsipal mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut diatas adalah :
a. Mengakui adanya kekuatan gaib yang ada di luar diri manusia menjadi
pencipta serta mengatur penguasa alam semesta.
b. Keseimbangan dalam hubungan, keserasian – keserasian dan untuk
menciptakannya perlu pengendalian diri.
c. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.
Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
d. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat
dijadikan sendi kehidupan bangsa.
e. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.
Berdasarkan uraian diatas, Pancasila menjadi acuan atau pandangan hidup yang
mengatur hubungan baik hubungan manusia dengan Tuhan ataupun hubungan manusia dengan manusia. Hubungan dengan Tuhan yang dimaksud dalam
pendapat di atas yaitu seseorang yang hidup dalam negara Indonesia yang berlandaskan Ideologi Pancasila harus percaya akan adanya Tuhan, dengan percaya pada tuhan maka seseorang dapat dinilai berakhlak. Seseorang harus
memiliki hubungan dengan Tuhan dalam artian setiap individu yang berada di Negara Indonesia harus memiliki suatu agama untuk menjalin hubungan antara
manusia dengan Tuhan.
Pancasila harus mampu menjalin hubungan baik dengan cara adil pada setiap
individu lain. Tidak membeda-bedakan perlakuan semua dianggap sama demi pencapaian suatu kesejahteraan bersama. Apabila masyarakat berhubungan
baik dengan masyarakat lain maka kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan dapat tercapai dengan sendirinya. Alat untuk menjalin hubungan yang baik antarmanusia yaitu dengan menggunakan media gotong royong, manusia harus
saling membantu antarmanusia lain. Jika ada individu yang membutuhkan bantuan, individu lain harus sigap untuk membantu agara terjalin hubungan
yang erat.
Melihat hal tersebut, pandangan hidup yang tepat untuk mencapai tujuan bersama ke arah yang lebih baik dapat menggunakan prinsip Pancasila sebagai
dasar Ideologi bangsa. Pancasila lebih menekankan pada kaidah hubungan baik manusia dengan Tuhan ataupun hubungan manusia dengan manusia.
Pengertian Pancasila sebagai nilai yang fundamental menurut Syarbaini (2009: 38) adalah Seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika memahami pokok–pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, maka pada hakikatnya nilai–nilai Pancasila tersebut adalah :
a. Pokok pikiran pertama, negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu
negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara mengatasi segala golongan dan perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran dari sila ketiga.
b. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan
c. Pokok pikiran ketiga, menyatakan negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan negara Indonesia negara Demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat.
d. Pokok pikiran keempat, menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 mencerminkan mengenai nilai–nilai dari Pancasila itu sendiri pada tiap-tiap sila. Nilai yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu nilai yang sudah dijelaskan pada pokok pikiran pertama dan
pokok pikiran kedua.
Pokok pikiran yang pertama yaitu harus adanya perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan ini ditujukan pada
masyarakat yang merasa terancam kehidupannya, baik itu terancam dalam kehidupan sosial ataupun perlakuan dari orang lain yang merugikan suatu kelompok atau individu. Seperti contoh apabila terdapat masyarakat yang
merasa selalu mendapat perlakuan tidak baik dari masyarakat lain, ia berhak mengadukan pada instansi terkait atau pemerintah agar mendapat perlidungan.
Di sini peran dari individu yang berwenang, wajib untuk melakukan perlindungan bagi individu-individu yang merasa tidak nyaman dalam kehidupannya.
Pokok pikiran kedua, yaitu mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum
bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Perlindungan bukan hanya dilakukan pada masyarakat menengah keatas akan tetapi harus mencakup semua agar
maka orang yang melakukan tindak korupsi harus dapat dikenakan sanksi
pidana yang lebih. Keadilan itu belum tentu dikatakan sama akan tetapi keadilan akan terwujud apabila perlakuan ringan dihukum ringan dan
perlakuan berat dihukum berat. Selain keadilan juga terdapat kesejahteraan umum, hal ini berkenaan pada masyarakat yang masih memiliki ketidaksejahteraan. Disini negara harus mampu muncul untuk mengatasi
masalah ketidaksejahteraan agar masyarakat merasakan hal yang lebih baik lagi.
Dari uraian pokok pikiran pertama dan kedua, seseorang yang berpengaruh
harus mengacu pada nilai-nilai luhur pancasila yang terkandung.
2. Kepemimpinan Berbasis Pancasila
Kepemimpinan Pancasila menurut Kartono (2013: 318) adalah bentuk
kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma Pancasila. Semangat kepemimpinan Pancasila dapat terwujud
apabila nilai-nilai luhur dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif. Agar mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, seorang pemimpinan harus memiliki kewibawaan serta harus memiliki kelebihan yang
tidak dapat ditonjolkan oleh pribadi lain, berikut merupakan kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut Kartono (2013:313) yaitu :
1. Sehat jasmaninya, Pemimpin harus memiliki kesehatan yang baik dalam dirinya
serta harus memiliki keulettan.
2. Memiliki intergritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung
jawab, dan susila
4. Memiliki inteligensi tinggi untuk menanggapai situasi dan kondisi dengan cermat, efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi yang baik kepada bawahan
5. Mampu menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negatif dari
setiap pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.
Seorang pemimpin yang baik harus mau untuk bekerja keras untuk kemajuan kelompoknya. Serta yang terakhir seorang pemimpin harus memiliki kepandaian untuk menyelesaikan suatu masalah, dengan pengetahuannya
yang luas diharapkan pemimpin dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam organisasinya. Pemimpin yang mengacu pada hal tersebut akan
menjadi pemimpin yang benar-benar baik untuk memimpin organisasi.
Kepemimpinan harus berdasarkan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh negara, salah satu nilai luhur yang dimiliki negara adalah Pancasila. Kepemimpinan harus berlandaskan dengan Pancasila, dengan mengamalkan
sila-sila yang terkandung dalam Pancasila diharapkan seorang pemimpin dapat menjadi Pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila.
Nilai-nilai kepemimpinan di bumi Indonesia memiliki sebelas asas, yang
mana kesebelas asas tersebut dapat diterapkan pada setiap sektor. Dari keseluruhan asas tersebut hanya tiga asas pertama yang ditonjolkan oleh Ki
Hajar Dewantoro, dan pada akhirnya dijadikan prinsip utama kepemimpinan Pancasila. Kesebelas asas tersebut tercantum dalam Kartono (2013: 319) yaitu:
1. Hing Ngarsa Sung Tulada
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani menjadi ujung tombak bagi masyarakatnya. Sebagai pemimpin yang berdiri didepan ia harus memiliki sifat – sifat teguh, tanggon dan tanggung. Teguh artinya
besar kemauannya dalam menanggulangi bahaya, dan Tanggung artinya berani bertanggung jawab walaupun mengalami banyak kesulitan.
2. Hing Madya Mangun Karsa
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun langsung di tengah – tangah masyarakat. Merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat, sanggup menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi kerja. Pemimpin yang seperti ini memiliki kesentosaan hati, cepat tanggap dalam mengambil keputusan karena ia merasakan apa yang dirasakan bawahannya.
3. Tut Wuri Handayani
Seorang pemimpin berdiri di belakang pengikutnya dalam artian seorang pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya agar pengikutnya mau berprakasa, berani berinisiatif, dan memiliki kepercayaaan diri untuk berkarya dan berpartisipasi dan tidak tergantung pada perintah atasan saja.
4. Ketuhanan Yang Maha Esa
Seorang pemimpin, dituntut agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci lahir dan batin.
5. Waspada Purba Wisesa
Waspada artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan kedepan
untuk meramal akan bagaimana keadaan organisasinya, sedang “murba”
atau purba artinya mampu menguasai, wasesa artiya keunggulan, kelebihan.
Jadi purba wasesa yaitu mampu menciptakan dan mengendalikan semua
kelebihan dan kekuasaan. Berdasarkan sifat – sifat unggul tersebut pemimpin harus mampu mengurusi setiap persoalan yang berkembang.
6. Ambeg Pramarta
Ambeg artinya mempunyai sifat – sifat. Pramarta artinya yang benar, yang
hakiki. Maka ambeg pramarta yaitu murah, baik hati. Seseorang yang
memiliki ambeg pramarta dalam hidupnya selalu memiliki sikap adil yang
mana mendahulukan yang harus didahulukan.
7. Prasaja
Pemimpin bersifat sederhana, terus terang, blak – blakan, tulus, lurus, ikhlas, dan toleran. Pemimpin tidak memiliki sifat gembar gembor selalu terus terang apa adanya.
8. Satya
Pemimpin yang memiliki satya adalah pemimpin yang memiliki kesetiaan, menepati janji, dan selalu memenuhi segala ucapannya. Pemimpin yang memiliki satya biasanya merupakan pemimpin yang jujur dan setia, cermat, tepat dan selalu loyal terhadap kelompoknya. Pemimpin ini selalu memberikan yang terbaik kepada pengikutnya.
9. Gemi Nastiti
Pemimpin harus memiliki sifat hemat cermat, dalam artian seorang
pemimpin bekerja dengan efektif dan efisien. Seorang pemimpin yang gemi
nastiti juga memiliki kesadaran untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar – benar penting.
10. Blaka (terbuka, jujur, lurus)
dimiliki oleh setiap makhluk oleh karena itu dia membuka diri untuk terus belajar dan melakukan transendensi diri.
11. Legawa
Legawa artinya tulus ikhlas, seorang pemimpin berani mengorbankan diri demi pengikutnya. Ketika seorang pemimpin mendapat cemooh dari pihak luar, seorang pemimpin harus mampu menerima dengan ikhlas dan memperbaiki kesalahan yang diungkapkan pengikutnya tanpa merasa sakit hati.
Berdasarkan uraian diatas, kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada kesebelas asas tersebut. Jika kesebelas asas tersebut
dimiliki oleh seorang pemimpin maka masyarakat akan merasakan kesejahteraan karena pemimpin tidak hanya memikirkan dirinya sendiri akan tetapi pemimpin lebih mementingkan para pengikutnya.
Pemimpin yang seperti disebut pada kesebelas asas diatas, memiliki sifat harus mengerti kemana organisasi akan berjalan. Mampu melihat kedepan nasib dari organisasi. Cermat dalam melakukan setiap pekerjaan. Mau
mendengarkan aspirasi rakyat. Bertindak jujur tidak menyeleweng dari kaidah tertentu. Taat kepada agama serta seorang pemimpin harus berani untuk
terbuka dan menanggung segala macam bentuk akibat yang berdampak pada organisasinya.
Sifat-sifat utama lainnya yang dijadikan pedoman bagi setiap pemimpin yang tertera pada uraian Hasthabrata (delapan tangan atau laku wolung warni atau
delapan pegangan, perilaku) dalam Kartono (2013: 323) ialah:
1. Bagaikan Surya
2. Bagaikan candara atau rembulan
3. Bagaikan kartika atau bintang
4. Bagaikan mega atau awan
5. Bagaikan bumi
6. Bagaikan samudera
7. Bagaikan hagni atau api
Delapan laku atau Hasthabarata ini dibarengi delapan karya atau
Hasthakarya yang harus tekun dilakukan oleh pemimpin yaitu :
a. Transendensi, yaitu meningkatkan derajat dan martabat manusia, dan
menaikkan taraf kehidupan menjadi lebih makmur, adil dan maju. Transendensi menjadi dasar dari humanisasi dan liberasi. Hsal ini dapat memberi arah kemana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi itu
dilakukan, serta dalam ilmu sosial profetik di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai
kritik.
Dengan kritik akan mengarah kepada kemajuan teknik dapat di arahkan untuk mengabdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan
pada kehancuran, tetapi melalui kritik masyarakat yang akan di bebaskan dari kesadaran materialistik. Di mana posisi ekonomi seseorang menentukan kesadarannya menuju kesadaran transendental.
b. Keteladanan berasal dari kata teladan yang bermakna “sesuatu yang
patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Keteladanan adalah cara memimpin yang paling efektif. Metode membimbing yang paling tidak
diragukan lagi kekuatannya.
bukan hanya perkataan. Di ayat lain Al Quran juga mengingatkan, bahwa pemimpin yang ideal dan sukses selalu berusaha menyelaraskan perkataan dengan perbuatannya (QS As Shaf 61:3).
(http://hilmi-izza.blogspot.com/2012/07/keteladanan-berasal-dari-kata-telad.html, Tanggal: 28/02/2014, pukul: 22.00 WIB)
Berdasarkan uraian di atas, seorang pemimpin harus memiliki keteladanan untuk menjadi contoh yang baik kepada masyarakat agar masyarakat tidak akan salah dalam melangkah. Seorang pemimpin harus
bertindak melakukan perbuatan serta perkataan tidak mengarah pada hal negatif.
c. Sekuritas, memberikan perlindungan dan pengayoman, agar semua orang
merasa aman dan tentram, memberantas segala hambatan, kerusuhan dan bencana.
d. Inovasi, mampu menciptakan hal-hal baru, berjiwa pembaharuan.
e. Realisasi adalah tindakan yang nyata atau adanya pergerakan/perubahan
dari rencana yang sudah dibuat atau dikerjakan. Realisasi, mampu membuktikan secara konkret/merealisasi ide-ide dan ucapan dalam
karya-karya nyata, memungkinkan terjadinya hal-hal yang semula dianggap “mokal” atau tidak mungkin terjadi.
f. Berencana, sanggup merencanakan secara cermat konsep-konsep dan karya baru untuk dikerjakan bersama-sama dengan rakyat/kaula alit
secara kolektif.
g. Dinamis, berjiwa kreatif dan rekonstruktif, memiliki daya kekuatan untuk
h. Pembajaan Tekad, punya “greget” atau gairah semangat kemauan untuk
makarya, melakukan tugas kemanusiaan dan kerja membangun, guna mencapai keluhuran bangsa dan negara.
D. Sertifikasi Tanah
1. Pengertian Sertifikasi Tanah
Sertifikasi tanah atau hak atas tanah menurut Hayton dalam Sutedi (2012: 1)
adalah pengakuan hak-hak atas tanah seseorang yang diatur dalam Undang– Undang Pendaftaran Tanah. Di Indonesia, sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf c Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kekuatan berlakunya sertifikat sangat penting menurut Sutedi (2012: 2) karena
sebagai berikut:
a. Sertifikat memberikan kepastian hukum pemilikan tanah bagi orang yang
namanya tercantum dalam sertifikat.
b. Pemberian sertifikat dimaksudkan untuk mencegah sengketa kepemilikan
tanah.
c. Kepemilikan sertifikat, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa
saja sepanjang tidak bertentangan undang – undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Berdasarkan penelitian ini, warga transmigrasi harus memiliki sertifikat tanah untuk mendapatkan kesejahteraan. Kepemilikan sertifikat tanah akan
memiliki hak atas tanah tersebut, baik tanah tersebut akan dikelola ataupun
akan dijual karena telah memiliki kekuatan hukum tetap. Jadi sertifikat tanah amat sangat penting bagi kehidupan warga transmigrasi agar tanah yang
mereka miliki kuat secara hukum.
2. Fungsi Sertifikasi Tanah
Sertifikasi tanah memiliki setidaknya 3 fungsi menurut Sutedi (2012: 57) antara lain fungsi dari sertifikasi tanah yaitu:
a. Sertifikasi hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat di
mata hukum.
b. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor
untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.
c. Bagi pemerintah, kepemilikan sertifikasi tanah juga sangat menguntungkan
walaupun kegunaan itu kebanyakan tidak langsung.
Berdasarkan penelitian ini, Sertifikat sangat berarti bagi warga transmigrasi. Pertama dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat memiliki kekuatan hukum
atas tanah yang ia miliki, tidak akan ada gugatan dari pihak luar ketika memiliki sertifikat tanah. Fungsi kedua, apabila masyarakat memiliki masalah
dengan keuangan maka mereka mampu untuk menggadaikan tanah merekan pada pihak bank, yang dapat memberikan modal bagi usaha atau keperluan lain yang mendesak para warga. Fungsi ketiga artinya, pemerintah akan mudah
mencatatkan kepemilikan tanah di badan pemerintahan yang terkait, dengan adanya catatan mengenai hak tanah maka ketika akan dibangun jalan atau
dibangung keperluan umum akan mudah pemerintah mengelolanya.
Penerbitian sertifikasi tanah dapat dilakukan secara massal melalui Proyek
Operasi Nasional Agraria (Prona). Prona ini ditujukan pada orang-orang yang berpenghasilan rendah, dalam program Prona tidak memerlukan biaya yang
cukup tinggi karena pembuatannya secara massal atau bersama-sama. Tujuan dari Prona itu sendiri dalam Sutedi (2012:66) yaitu
a. Memberikan rangsangan kepada masyarakat khususnya pemegang hak atas
tanah, untuk bersedia membuatkan sertifikat.
b. Menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan
c. Membantu pemerintah dalam hal menciptakan suatu suasana kehidupan
masyarakat yang aman dan tentram.
d. Menumbuhkan partisipasi masyarakat, khusunya pemilik tanah dalam
menciptkan stabilitas politik serta pembangunan dibidang ekonomi.
e. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan turut membantu pemerintah dalam
menyelesaikan sengketa – sengketa pertanahan.
f. Memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah
g. Membiasakan masyarakat pemilik tanah untuk mempunyai alat bukti autentik
atas haknya.
Pemerintah telah menentukan objek persertifikatan tanah di dalam Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), berikut objek yang dituju dalam prona menurut sutedi (2012: 76) yaitu
a. Diutamakan desa – desa yang sudah ada peta – peta situasinya, misalnya: a)
sudah ada peta – peta potret; b) sudah ada peta – peta yang dibuat berdasarkan desa demi desa; c) sudah ada peta – peta situasi dalam rangka pembuatan sertifikat secara rutin yang bersifat ngeblok.
b. Apabila di situasi kabupaten belum ada desa yang mempunyai peta situasi
berdasarkan pengukuran desa demi desa dipilih desa atau daerah yang telah mempunyai peta dari instansi lain atau peta – peta lain yang akan memudahkan gambar situasi.
c. Menghindari daerah yang terlalu banyak sengketa yang tidak mungkin
diselesaikan secara segera.
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 226 tahun 1982 dala Sutedi
(2012:75) seseorang dapat diberikan sertifikat dalam Prona ini dengan syarat: a. Tanah perumahan, luasnya maksimum 1.000 m di daerah pedesaan.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti beranggapan bahwa Prona merupakan
program yang penting untuk pendaftaran tanah dimana, jumlah dari warga transmigrasi yaitu 25 KK dapat mendaftarkan tanah melalui program Prona.
Keuntungan dari Prona itu sendiri menggunakan biaya yang relatif terjangkau, serta memberikan kekuatan hukum ketika ertifikat itu telah jadi. Penggunaan program Prona juga sangat cocok untuk mendukung pembuatan sertifikat tanah
masyarakat transmigrasi karena objek dari prona itu sendiri terletak pada desa, serta tanah yang dimiliki oleh warga merupakan tanah yang tidak bersengketa
secara serius.
Desa memberikan tanah kepada masyarakat transmigrasi untuk perumahan
yaitu seluas dari 1.250 m , Artinya tanah yang diberikan oleh desa seluas itu tidak dapat dimasukan dalam kategori Proyek Operasi Nasional Agraria
(Prona) sehingga tidak dapat diterbitkan secara massal. Sedangkan tanah yang digunakan untuk pertanian oleh masyarakat hanya seluas 1 ha, dengan kata lain
warga transmigrasi dapat melakukan Prona secara massal untuk mengeluarkan sertifikat untuk menguatkan secara hukum atas tanah yang mereka miliki.
Pendaftaran tanah melalui Prona, dilakukan dengan cara pemohon mendaftarkan tanahnya pada kantor desa dan selanjutnya petugas pendaftaran
tanah yang akan mengurusnya. Sertifikat tanah yang dimaksud memuat a) Nomor persil; b) Luas tanah; c) Letak tanah; d) Macam hak atas tanah; e) Surat keputusan pemberian hak; f) Nomor dan tanggal surat ukur; g) Nomor pemilik;
Terhadap objek-objek tanah yang ternyata masih merupakan sengketa di dalam
penyelenggaraan Prona maka terlebih dahulu harus diselesaikan ditingkat daerah, jika permasalahan tidak bisa diselesaikan oleh daerah maka diteruskan
ke tingkat Pusat untuk mendapatkan pemecahannya. Apabila tanah-tanah objek prona yang masih berupa sengketa, dan tidak bisa diselesaikan oleh pihak– pihak agraria, maka dikeluarkan dari objek prona sertifikat massal ini.
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai
kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitan ini sesunguhnya yaitu tindakan atau perilaku dalam mempin suatu kelompok. Dimana harus memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang lain mau ikut dengan apa yang diperintahkan oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan menjadi nilai kemajuan dalam suatu kelompok, jika suatu kelompok tidak memiliki seorang
pemimpin maka kelompok tersebut akan tidak dapat bertahan lama karena tidak adanya orang yang mengatur suatu kelompok. Apabila tidak ada pengaturan dalam suatu kelompok maka kelompok tersebut tidak akan berkembang dan akan
hancur secara perlahan. Kepemimpinan itu sendiri diperlukan dalam setiap organisasi ataupun dalam setiap kelompok.
Desa merupakan kumpulan masyarakat dimana masyarakat tersebut memiliki
oleh rakyat. Kepala desa menjadi penentu dari kemajuan suatu desa, karena kepala
desa merupakan titik pusat proses atau menjadi tingkat tertinggi di dalam desa. Sehingga kemajuan desa tergantung pada kepemimpinan kepala desa itu sendiri.
Pancasila merupakan ideologi bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur didalamnya
dimana jika pancasila diamalkan dengan sepenuhnya oleh seluruh individu maka akan menjadikan negara Indonesia menjadi berkualitas. Pancasila juga dapat
dijadikan pedoman untuk memimpin karena didalamnya terdapat suatu nilai-nilai yang harus diamalkan oleh seorang pemimpin.
Kepemimpinan yang berbasis Pancasila, semuanya berlandaskan pada sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Seperti halnya sila pertama, seorang pemimpin
harus percaya dan harus berpedoman pada perintah Tuhan Yang Maha Esa. Sila kedua, seorang pemimpin harus memandang bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Sila ketiga, seorang pemimpin harus dapat
menjadi pemersatu bangsa, karena perbedaan suku bangsa maka seorang pemimpin harus dapat menyatukan perbedaan yang berada dalam kehidupan
sosial masyarakat.
Sila keempat, setiap pemimpin harus menjalankan musyawarah untuk pengambilan keputusan dan melibatkan semua kalangan baik itu masyarakat
ataupun pembantu pemimpin. Terakhir sila kelima, seorang pemimpin harus bertindak adil tidak menitik beratkan pada satu golongan saja serta seorang pemimpin harus dapat mewujudkan kesejahteraan yang dicita-citakan oleh bangsa
Hak atas tanah atau sertifikasi tanah merupakan hak yang dimiliki individu atas
sebidang tanah, yang mana tanah yang dimiliki kuat secara hukum apabila sudah mendapatkan seritifikat atas tanah yang dimiliki.
Penelitian ini menekankan pada kepemimpinan kepala desa, menurut penulis
kepemimpinan yang cocok dalam penanganan sertifikasi tanah merupakan kepemimpinan yang berbasis Pancasila. Berdasarkan penjelasan nilai-nilai dari
sila-sila Pancasila di atas, Kartono (2013: 319) melalui sebelas asas nilai-nilai yang berdasarkann bumi Indonesia menyatakan sebagai berikut:
1. Hing Ngarsa Sung Tulada
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani menjadi ujung tombak bagi masyarakatnya. Dia harus berani mengabdikan diri
kepada kepentingan umum dan kepentingan segenap anggota organisasinya. Sebagai pemimpin yang berdiri didepan ia harus memiliki sifat-sifat teguh, tanggon dan tanggung. Teguh artinya berani
menghadapi bahaya karena ia menjadi pengayom, Tanggon artinya besar kemauannya dalam menanggulangi bahaya, dan Tanggung artinya berani bertanggung jawab walaupun mengalami banyak kesulitan.
2. Hing Madya Mangun Karsa
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun langsung di tengah-tangah masyarakat. Merasakan apa yang dirasakan oleh
cepat tanggap dalam mengambil keputusan karena ia merasakan apa yang
dirasakan bawahannya.
3. Tut Wuri Handayani
Seorang pemimpin berdiri di belakang pengikutnya dalam artian seorang
pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya agar pengikutnya mau berprakasa, berani berinisiatif, dan memiliki kepercayaaan diri untuk