ABSTRACT
STUDY OF GREEN HOUSE GASSES EMISSION REDUCTION POTENTIAL FROM PALM OIL INDUSTRY BY INTEGRATED WASTE
TREATMENT
By
WIDYA ASTARI
POME is generally treated by anaerobic process open lagoon system. Solid waste like shell and fiber are utilized as main material of electricity generator, whereas EFB is utilized as compost by applying aerobic composting method. Both of the processes potentially produce biogas with the main composition gasses are methane gas (CH4) and carbon dioxide gas (CO2) that are counted as green house gasses (GHG) which cause global warming. One of effort that can be done is by applying palm oil waste integrated treatment process. This research is purposed to find out the GHG emission potential of palm oil waste (POME) treatment conventionally and to find out the GHG emission reduction of palm oil industry by applying waste integrated treatment. This research was done by directly measuring the samples and calculating based on global emission factors. This research was done by using anaerobic digester for POME treatment process and anaerobic composting digester for EFB composting process. The results of this research showed that conventionally POME treatment has a potential to produce GHG emission, it is 215,24 kg CO2/ton FFB. Palm oil waste integrated treatment process can reduce 288,49 kgCO2e/Ton FFB GHG emission, that is 77 kgCO2e/ton FFB from POME anaerobic treatment and 211,49 kg CO2e/ton TBS from EFB composting.
ABSTRAK
STUDI POTENSI REDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI INDUSTRI KELAPA SAWIT MELALUI PENGELOLAAN LIMBAH
TERINTEGRASI
Oleh
WIDYA ASTARI
Air limbah pabrik kelapa sawit (ALPKS) umumnya diolah secara anaerobik dengan sistem kolam terbuka. Limbah padat berupa cangkang dan serat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, sedangkan TKKS dimanfaatkan sebagai kompos dengan menerapkan metode pengomposan aerobik. Masing-masing proses pengolahan limbah tersebut berpotensi menghasilkan biogas dengan komposisi gas utama yaitu gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) yang termasuk dalam Gas Rumah Kaca (GRK) yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi emisi GRK dari pengolahan limbah kelapa sawit (ALPKS) secara konvensional dan mengetahui reduksi emisi GRK dari industri kelapa sawit melalui pengelolaan limbah terintegrasi. Penelitian dilakukan dengan metode pengukuran langsung pada sampel dan perhitungan berdasarkan faktor-faktor emisi yang telah disepakati secara global. Penelitian dilakukan dengan menggunakan anaerobic digester untuk proses pengolahan ALPKS dan .anaerobic composting digester untuk proses pengomposan TKKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan ALPKS secara konvensional berpotensi menghasilkan emisi GRK sebesar 215,24 kg CO2e/ton TBS. Proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi dapat mereduksi emisi GRK sebesar 288,49 kg CO2e/ton TBS, yang didapatkan dari pengolahan ALPKS secara anaerobik yaitu sebesar 77 kg CO2e/ton TBS dan sebesar 211,49 kg CO2e/ton TBS dari pengomposan TKKS.
STUDI POTENSI REDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI INDUSTRI KELAPA SAWIT MELALUI PENGELOLAAN LIMBAH
TERINTEGRASI
(Skripsi)
Oleh
WIDYA ASTARI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur Penulis hanturkan kepada Allah
SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya lah, Penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Studi Potensi Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri Kelapa Sawit Melalui Pengelolaan Limbah Terintegrasi”. Selama pelaksanaan penelitian dan proses penulisan skripsi, telah banyak pihak yang
memberikan bantuan dan motivasi yang besar kepada penulis. Sehingga dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku ketua komisi
pembimbing terima kasih atas segala bimbingan, bantuan, saran, dan
dukungan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi penulis.
2. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku anggota komisi pembimbing
terima kasih atas segala pelajaran, bimbingan, saran, dan motivasi yang
diberikan selama proses penyusunan skripsi penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si.. selaku penguji utama yang telah
banyak memberikan kritik, saran dan bimbingan terhadap karya skripsi
penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S. selaku Dekan Fakultas
5. Ibu Ir. Susilawati, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, terima kasih atas segala bantuan
dan saran yang telah diberikan.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan masukan dan bimbingan selama Penulis duduk di bangku kuliah
menimba ilmu di Jurusan Teknologi Hasil Petanian Universitas Lampung.
7. Seluruh bapak dan ibu dosen THP serta seluruh karyawan yang telah sangat
membantu selama perkuliahan dan penelitian ini atas semua bimbingan dan
bantuannya.
8. Keluargaku tercinta: Bapak dan Mamak, Mbak Vina dan Mas Bambang,
Anaya dan Aqilla serta keluarga besarku Ibu Oma, Mas Estan, Mbak Jeni,
Mas Febri, Mbak Julie, dan semuanya terima kasih banyak atas do’a,
semangat, nasihat, motivasi, kasih sayang serta waktu yang telah diluangkan
untuk mendengarkan keluh kesahku.
9. Keluarga besar THP angkatan 2011: Uul, Amur, Ara, Ira, Ica, Oom, Rayung,
Ginta, Oriza, Wildan, Algi, Isnaini, Armalinda, Wika, dan teman-teman
lainnya serta kakak dan adik-adik angkatan 2010, 2012, 2013, dan 2014 terima
kasih atas kekelurgaan dan semangatnya selama ini.
10. Keluarga besar Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri THP FP
Unila: Uul, Ica, Mbak Mia, Kak Bili, Mbak Amel, Mas Joko, Mbak Fiza,
Mbak Mika, Mbak Tifa, Kak Arafat, Kak Egi, Ibu Sinta, Ibu Vita, Ibu Mita,
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala keikhlasannya, Jazakumullah khairan katsiran dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Bandar Lampung, Januari 2016
Dengan penuh rasa syukur atas kehadirat
ALLAH SWT,
" Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang
dan sabar. "
(Khalifah Umar)
..Sesungguhnya atas kehendak Allah
semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah...
( QS. Al-Kahfi 39 )
Life is like driving a motorcycle, if you don t see the rearview
mirror, you won t know what is there behind you. But, if you
keep seeing the rearview mirror, you will crush with another
vehicle in front of you. So, make it balance between seeing
(learning) your past and designing your future.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR ISTILAH... ix
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia ... 8
2.2. Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ... 9
2.3. Limbah Industri Kelapa Sawit... 12
2.3.1. Limbah Padat ... 12
2.3.2. Air limbah ... 13
2.4. Pemanfaatan Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sebagai Kompos ... 15
2.5. Pengolahan Air limbah Kelapa Sawit Secara Anaerobik... 19
2.6. Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Kelapa Sawit ... 22
III. BAHAN DAN METODE... 24
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 24
3.2. Alat dan Bahan ... 24
3.3. Metode Penelitian ... 23
3.4.1. Pengumpulan Data ... 26
3.4.2. Pengamatan ... 27
3.4.3. Perhitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 32
4.1. Pengukuran NilaiChemical Oxygen Demand(COD) ... 32
4.2. Produksi Biogas yang dihasilkan dari Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit Terintegrasi ... 37
4.2.1. Produksi Biogas dari Pengolahan ALPKS secara Anaerobik... 45
4.2.2. Produksi Biogas dari PengomposanTKKS secara Anaerobik ... 44
4.3. Evaluasi Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengelolaan LimbahTerintegrasi ... 49
V. SIMPULAN DAN SARAN... 55
5.1. Simpulan... 55
5.2. Saran ... 55
DAFTAR ISTILAH
No. Kata Keterangan
1. ALPKS Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit
2. TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
3. TBS Tandan Buah Segar
4. CPO Crude Palm Oil
5. PKO Palm Kernel Oil
6. GRK Gas Rumah Kaca
7. CO2e Carbon Dioxide Equivalent
8. COD Chemical Oxygen Demand
9. CODr Removal Chemical Oxygen Demand
10. TSS Total Suspended Solid
11. BOD Biochemical Oxygen Demand
12. STP Standard Temperature and Pressure
13. GWP Global Warming Potential
14. EPA Environmental Protection Agency
15. IPCC Intergovernmental Panel On Climate Change
ii
STUDI POTENSI REDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI
INDUSTRI KELAPA SAWIT MELALUI PENGELOLAAN
LIMBAH TERINTEGRASI
Oleh
WIDYA ASTARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ... 7
2. Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit ... 11
3. Proses pembentukan gas metana (CH4) ... 20
4. Diagram proses pelaksanaan penelitian ... 26
5. Diagram alir pengumpulan data penelitian ... . 27
6. Bagan neraca massa karbon pengolahan ALPKS ... 30
7. Bagan nereca massa karbon pengomposan ... 31
8. Nilai COD ALPKS,efluen dan lindi... 32
9. Nilai COD rata-rata dan CODr ALPKS, efluen dan lindi ... 36
10. Hubungan antara nilai CODremovalALPKS terhadap efluen & Jumlah biogas terproduksi ... 38
11. Konsentrasi gas metana (CH4) pada biogas dari pengolahan ALPKS 40 12. Hubungan antara jumlah gas metana (CH4) dalam biogas & nilai CODremovalALPKS terhadap efluen... 42
13. Konsentrasi Gas Karbondioksida (CO2) pada biogas pengolahan ALPKS ... 44
14. Total karbon akumulasi pada proses pengomposan... 45
15. Total karbon yang terbentuk dari proses pengomposan TKKS pada masing-masing sampel ... 46
pengomposan……... 47
17. Konsentrasi gas karbondioksida (CO2) pada biogas dari proses pengomposan ... 49
18. Bagan neraca massa karbon proses pengolahan ALPKS ... 51
19. Bagan neraca total karbon proses pengomposan ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia
tahun 2009-2015 ... 8
2. Karakteristik fisiko-kimia TKKS ... 13
3. Karakteristik ALPKS ... 14
4. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri minyak
sawit ... 15
5. Komposisi nutrien kompos TKKS... 17
6. Standar kualitas kompos ... 18
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 10 Agustus 1993,
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Rajiyo dan Ibu
Sulistyowati. Penulis mengawali pendidikan formal di Taman Kanak-kanak PTPN
7 Kedaton dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan
sekolahnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Gunung Sulah diselesaikan pada
tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 12 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Al-azhar 3 Way
Halim Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Setelah penulis
menyelesaikan pendidikannya di SMA, pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai
mahasiswi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung melalui jalur masuk Undangan.
Selama berada di bangku perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
di beberapa mata kuliah yaitu mata kuliah Biokimia Umum pada tahun ajaran
2012/2013 dan 2013/2014, mata kuliah Bahasa Inggris Profesi pada tahun ajaran
2013/2014, dan mata kuliah Pengolahan Limbah Agroindustri pada tahun ajaran
2014/2015 dan 2015/2016. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Tematik di Pekon Sukadana, Kecamatan Pulau Pisang, Kabupaten
Pesisir Barat dan pada tahun yang sama, penulis melaksanakan Praktik Umum di
vi
Selama menjadi mahasiswi penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan pada
Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian sebagai anggota bidang
Pendidikan dan Penalaran pada periode 2013-2014 dan ikut berperan aktif dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan pihak jurusan, dan menjadi anggotateam exotic ice cream pada periode 2012-2013 dan 2013-2014, selain kegiatan di dalam kampus penulis juga menjadi anggota sukarela di komunitas Jendela pada tahun
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di
Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO).
Minyak sawit adalah komoditas yang memiliki prospek cerah dalam perdagangan
minyak nabati di dunia, sehingga mendorong pemerintah Indonesia untuk
memacu perkembangan areal kelapa sawit. Minyak sawit dihasilkan dari
pengolahan tandan buah segar (TBS). Proses pengolahan TBS, selain
menghasilkan minyak sawit juga menghasilkan limbah padat berupa tandan
kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang, serat, abu boiler dan lumpur sawit serta
air limbah pabrik kelapa sawit (ALPKS) (Rahimet al., 2011). Limbah padat dan air limbah tersebut menjadi permasalahan bagi industri kelapa sawit, karena dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga diperlukan pengolahan terhadap
limbah-limbah tersebut.
Air limbah pabrik kelapa sawit (ALPKS) umumnya diolah secara anaerobik
dengan sistem kolam terbuka. Proses pengolahan ALPKS tersebut menghasilkan
biogas dengan penyusun gas utamanya yaitu gas metana (CH4) dan gas
karbondiokisida (CO2) dengan persentase masing-masing yaitu 50-85% dan
2
hidrogen sulfida (H2S) (Heroutet al., 2011). Gas utama yang terkandung di dalam biogas (CH4dan CO2) tersebut merupakan gas rumah kaca (GRK) yang
dapat menyebabkan pemanasan global. Proses pengolahan ALPKS secara
anaerobik dengan sistem kolam terbuka mengakibatkan gas-gas tersebut dengan
mudah terdispersi ke udara sehingga dapat meningkatkan emisi GRK di atmosfer
bumi. Proses pengolahan ALPKS secara anaerobik selain mepnghasilkan biogas,
juga menghasilkan efluen yang dimanfaatkan sebagai pupuk cair pada lahan
perkebunan kelapa sawit. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.29
tahun 2003 menyatakan bahwa efluen tidak dapat diaplikasikan ke lahan
perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di areal lahan gambut, lahan yang
memiliki permeabilitas lebih besar dari 15 cm/jam, dan juga pada lahan dengan
kedalaman air tanah kurang dari 2 meter, sehingga pemanfaatan efluen kurang
maksimal.
Limbah padat industri kelapa sawit berupa cangkang dan serat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik, sedangkan TKKS dimanfaatkan sebagai
kompos dengan menerapkan metode pengomposan aerobik. Proses pengomposan
TKKS umumnya dilakukan dengan menambahkan ALPKS yang berfungsi untuk
membantu dan mempercepat proses degradasi senyawa-senyawa organik yang
terdapat di dalam TKKS. Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan
tersebut memiliki kandungan hara potensial yang tinggi dan nilai C/N rasio
sebesar 10,61 dimana nilai tersebut sesuai dengan nilai C/N rasio tanah yaitu
10-12 (Harahap, 2010). Kompos TKKS dengan penambahan ALPKS tersebut akan
3
(Hasanudinet al., 2015). Proses fermentasi selama pengomposan terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Oksigen yang sulit masuk ke bagian tengah
tumpukan kompos mengakibatkan terjadinya proses fermentasi anaerobik yang
menghasilkan gas CH4dan CO2(Dermawan, 2014). GRK tersebut terlepas ke
udara, karena pengomposan dilakukan secara terbuka. Hal-hal tersebut
mengakibatkan industri kelapa sawit berkontribusi dalam peningkatan emisi GRK
yang berdampak pada pemanasan global.
Peningkatan emisi GRK di atmosfer bumi yang berupa karbondioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan dari pengolahan limbah pabrik kelapa sawit
tersebut mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Proses pemanasan global
merupakan suatu fenomena terperangkapnya energi matahari dalam atmosfer
bumi yang menyebabkan peningkatan temperatur global yang terus terjadi dari
tahun ke tahun (IPCC, 2006). Pemanasan global berdampak pada alam dan sistem
kehidupan, seperti terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim atau iklim
yang berbahaya, sehingga menyebabkan terganggunya ekosistem, ekonomi,
sosial, budaya, pelayanan dan infrastruktur. Perubahan iklim akibat pemanasan
global juga berdampak pada sistem geofisika, seperti terjadinya banjir, kekeringan
(kemarau), dan meningkatnya permukaan air laut (IPCC, 2014). Berdasarkan
hal-hal tersebut, perlu dilakukan pengendalian agar GRK dapat direduksi. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan proses pengelolaan limbah
kelapa sawit terintegrasi.
Proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi tersebut dilakukan dengan
4
pengomposan TKKS secara anaerobik. Efluen dari pengolahan ALPKS
diaplikasikan pada proses pengomposan dengan tujuan agar efluen tersebut dapat
termanfaatkan secara maksimal. Menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah (2007), apabila efluen tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja
dapat merusak lingkungan karena kandungan ammonianya yang bersifat toksik.
Proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi tersebut dilengkapi dengan
sistem penangkap gas CH4(methane capturer) sehingga gas-gas yang terbentuk
selama proses pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS secara anaerobik
dapat tertangkap. Berdasarkan hasil penelitian Apria (2014), pengomposan TKKS
secara anaerobik dapat memproduksi biogas rata-rata sebesar 27,7 L/hari dengan
kadar gas CH4sebesar 40,1%. Oleh karena itu sistem penangkap gas tersebut sangat diharapkan dapat mengoptimalkan potensi reduksi GRK yang dihasilkan
oleh industri kelapa sawit tersebut. Selain memiliki potensi dalam mereduksi
GRK, proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi juga dapat
menghasilkan kompos TKKS dan pupuk cair organik serta berpotensi
menghasilkan energi yang lebih banyak yang berasal dari pengolahan ALPKS dan
pengomposan TKKS secara anaerobik.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui potensi emisi GRK dari pengolahan limbah kelapa sawit (ALPKS)
secara konvensional.
2. Mengetahui potensi reduksi emisi GRK dari industri kelapa sawit melalui
5
1.3 Kerangka Pemikiran
Proses pengolahan tandan buah segar di industri kelapa sawit menjadi minyak
sawit berkontribusi dalam peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca sehingga
berdampak pada pemanasan global. Salah satu sumber emisi GRK tersebut
berasal dari gas yang terbentuk pada proses pengolahan ALPKS secara anaerobik
dan pengomposan TKKS secara aerobik. Proses pengolahan ALPKS secara
anaerobik merupakan proses fermentasi yang merombak bahan organik yang
dilakukan oleh mikroorganisme dan menghasilkan produk akhir berupa biogas.
Biogas pada umumnya mengandung gas CH4dan CO2. Gas-gas tersebut merupakan gas rumah kaca. Proses pengolahan ALPKS secara anaerobik
umumnya dilakukan dengan sistem terbuka,sehingga gas-gas yang terbentuk akan
mudah terlepas ke udara.
Proses pengomposan TKKS dengan penambahan ALPKS yang dilakukan secara
aerobik juga berkontribusi menghasilkan GRK. Meskipun proses pengomposan
dilakukan secara aerobik, namun selama proses pengomposan secara aerobik
tersebut berkemungkinan terjadi proses anaerobik sehingga menyebabkan
terbentuknya gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Gas-gas tersebut apabila dibiarkan lepas ke udara akan berkontribusi dalam peningkatan emisi
GRK. Proses pengomposan TKKS dengan penambahan ALPKS tersebut
merupakan pengomposan aerobik yang artinya pengomposan dilakukan secara
terbuka. Oleh karena itu, GRK yang terproduksi dari proses pengomposan TKKS
6
Emisi yang dihasilkan dari kedua sumber tersebut dapat direduksi dengan
menerapkan proses pengelolaan limbah kelapa sawit yang terintegrasi. Proses
pengelolaan tersebut mengaplikasikan efluen dari pengolahan ALPKS secara
anaerobik pada proses pengomposan TKKS secara anaerobik pula. Proses
pengolahan ALPKS dilakukan dengan sistem kolam tertutup. Proses pengelolaan
tersebut, baik pengolahan ALPKS maupun pengomposan TKKS dapat
menghasilkan biogas. Biogas yang dihasilkan akan ditampung di dalam
penangkap gas CH4(methane capturer) sehingga tidak ada gas yang terlepas ke udara. Proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi tersebut dapat
mereduksi emisi GRK. Biogas yang ditampung tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai energi baru dalam jumlah yang lebih banyak. Diagram alir kerangka pikir
7
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Industri Kelapa Sawit
Limbah Padat (TKKS) Air limbah (ALPKS)
Pengomposan dengan penambahan ALPKS secara
aerobik (terbuka)
Menerapkan pengelolaan limbah kelapa sawit yang terintegrasi sebagai upaya
pengurangan GRK
Pengolahan secara anaerobik dengan sistem kolam terbuka
Membentuk biogas (CH4dan CO2)
yang merupakan gas rumah kaca
Terdispersi ke udara dan menyebabkan pemanasan
global TKKS berpotensi menghasilkan
emisi GRK
Pengolahan ALPKS secara anaerobik berpotensi menghasilkan emisi GRK
Mengolah TKKS sebagai kompos dengan penambahan
efluen dari pengolahan ALPKS secara anaerobik
Mengolah ALPKS secara anaerobik dengan sistem
kolam tertutup
Biogas yang dihasilkan ditampung dalam
methane capturersehingga gas tidak terdispersi ke udara dan dapat mereduksi emisi
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi tinggi
sebagai penghasil minyak sayur dan berkontribusi dalam menyediakan kebutuhan
pangan di dunia. Kelapa sawit di Indonesia berkembang secara pesat dilihat dari
luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus meningkat selama 6 tahun terakhir
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,09 % per tahun. Data luas areal,
produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009-2015
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia tahun 2009-2015 Kelapa Sawit per Ha
(ton/ha) Catatan : *) Angka sementara
**) Angka estimasi
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014
Kelapa sawit memiliki prospek yang cerah dan menjadi salah satu tanaman
9
memacu pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan areal perkebunan
kelapa sawit. Produksi kelapa sawit yang terus meningkat setiap tahun
memberikan manfaat antara lain dalam peningkatan pendapatan petani dan
masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang
menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor minyak kelapa sawit yang
menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja (Direktorat Jendral
Perkebunan, 2014).
2.2 Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Minyak nabati selain dapat dihasilkan dari kacang-kacangan dan jagung juga
dapat dihasilkan dari kelapa sawit. Bagian utama yang dapat diolah dari kelapa
sawit yaitu Tandan Buah Segar (TBS), karena pada bagian daging buah dapat
menghasilkan produk utama yang berupa minyak kelapa sawit kasar atau CPO
(Crude Palm Oil) berwarna kuning dan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel
Oil) tidak berwarna (bening) yang akan diolah menjadi bahan baku minyak nabati. CPO dan PKO dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri pangan
(minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri
baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar
alternatif (minyak diesel) (Sastrosayono, 2006). Proses pengolahan TBS menjadi
CPO diawali dari penerimaan TBS, perebusan, perontokan, pelumatan, ekstraksi
minyak hingga klarifikasi. Proses penerimaan TBS dan pengelolaannya harus
dilakukan dengan baik dengan tujuan untuk menghindari kerusakan yang
mungkin terjadi pada buah dan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan
10
Proses perebusan, uap yang digunakan dengan tekanan 3 kg/cm3pada suhu 143oC hingga 1 jam. Proses perebusan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah
naiknya jumlah asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah
perontokkan buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya
inti sawit selama pengolahan berikutnya. Setelah dilakukan perebusan, dilakukan
proses perontokkan yang bertujuan untuk memisahkan buah yang sudah direbus
dari tandanya. Umumnya, perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu
penggoyangan dengan cepat dan pemukulan (Ayustaningwarno, 2012).
Setelah itu buah dilakukan pemanasan kembali (pelumatan) yaitu dengan
memisahkan perikrap dari inti dan memecakan sel minyak sebelum mengalami
ekstraksi. Ekstraksi minyak dilakukan dengan menggunakan mesin press dan
menghasilkan dua kelompok produk yaitu campuran antara air, minyak dan
padatan, sertacakeyang mengandung serat dan inti. Setelah diekstraksi, tahapan yang dilakukan selanjutnya yaitu klarifikasi. Tahap tersebut, minyak kasar yang
mengandung padatan cukup tinggi dari proses ekstraksi, dilarutkan dengan air
agar terjadi pengendapan yang nantinya akan disaring untuk memisahkan bahan
berserat yang ada pada minyak kasar. Kemudian produk diendapkan untuk
memisahkan minyak dan endapan dengan minyak pada bagian atas yang diambil
dan dilewatkan pada proses setrifugal yang diikuti oleh pengering vakum. Produk
minyak tersebut didinginkan sebelum disimpan dalam tangki (Ayustaningwarno,
2012). Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit disajikan dalam gambar di
11
Tandan Kosong
Mulsa/pupuk
Keterangan :
N.O.S : Non Oil Solids TBS : Tandan Buah Segar
Gambar 2. Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit (Departement of Environment Malaysia, 2000)
TBS tersterilisasi : 900 kg Air : 152 kg Air dilusi 173 kg
12
2.3 Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit merupakan sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak
termasuk sebagai produk utama pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah
tersebut antara lain serat sawit (11-12%), cangkang sawit (5-7%), tandan kosong
kelapa sawit (20-23%) dan air limbah (50-60%) (Nur dan Jusri, 2014).
2.3.1 Limbah Padat
Limbah padat dari industri kelapa sawit adalah TKKS, cangkang atau tempurung
sawit dan serat. Serat berasal dari proses pengepresan dan merupakan hasil
pemisahan dari pemisah serat, yang memiliki kandungan minyak, inti dan
cangkang. Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstraksi di proses
pengepresan dan pemisahan pada pemisah serat. Tempurung atau cangkang
berasal dari pemisah tempurung yang masih mengandung biji bulat dan inti sawit
(Naibaho, 1996). Sedangkan TKKS berasal dari proses bantingan, namun apabila
perebusan dan bantingan tidak dilakukan dengan sempurna dapat menyebabkan
buah tidak lepas dari celah ulir pada bagian dalam karena pelepasan buah sangat
sulit untuk dilakukan. TKKS memiliki kandungan serat yang tinggi dengan
kandungan utamanya yaitu selulosa dan lignin. Dua bagian TKKS yang banyak
mengandung selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung TKKS yang sedikit
runcing dan agak keras (Hasibuan, 2010). Komposisi kimia pada TKKS disajikan
13
Sumber : Kavithaet al., 2013
Jumlah produksi limbah padat, khususnya TKKS yaitu sebesar 0,20 - 0,23 ton
dalam pengolahan satu ton TBS . Dengan jumlah sebanyak ini, limbah tersebut
harus diolah agar tidak menimbulkan masalah pencemaran (Hasanudinet al., 2015).
2.3.2 Air Limbah
Air limbah atau Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (ALPKS) yang dihasilkan
berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosiklon. ALPKS ini
memiliki kadar bahan organik yang tinggi dan menimbulkan beban pencemaran
yang besar, sehingga diperlukan degradasi bahan organik yang besar pula. Pada
umumnya kandungan bahan organik yang terkandung di dalam air limbah yaitu
karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lainnya. Bahan organik tersebut
secara agregat dinyatakan dalam COD atau BOD5dan tergolong mudah
terdegradasi secara biologis baik dalam kondisi aerobik ataupun anaerobik (Capps
et al., 1995). BOD (Biochemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik
yang terdapat di dalam air limbah.
No. Komposisi Satuan Kadar (%)
1. Karbon organik % 45,10
2. Selulosa % 33,00
3. Lignin % 34,00
4. Hemiselulosa % 23,24
5. Total kalium % 1,28
6. Total fosfor % 0,02
7. Total nitrogen % 0,55
8. C/N rasio - 82,00
14
Menurut Sasongko (1990), nilai BOD dapat diketahui dengan menginkubasi air
limbah selama 5 hari pada suhu 20oC, sehingga disebut dengan BOD5. Inkubasi yang dilakukan selama 5 hari tersebut hanya dapat mengukur sekitar 68% dari
total BOD, sehingga pengujian BOD tidak menunjukan jumlah keseluruhan
bahan-bahan organik yang terdapat pada air limbah. COD (Chemical Oxygen
Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat organik secara kimia. Pengoksidasi yang digunakan dalam pengukuran COD yaitu
K2Cr2O7atau KMnO4. Nilai COD menunjukan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis
dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts dan
Santika, 1984). Kandungan COD dan BOD pada ALPKS berkisar antara
15.103-65.100 mg/L dan 8.200-35.000 mg/L (Departemen Pertanian, 2006).
Karakteristik selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik ALPKS
Sumber : Departemen Pertanian, 2006
Sebelum dibuang ke lingkungan, ALPKS harus sesuai dengan baku mutu yang
telah ditentukan. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri
minyak sawit disajikan pada Tabel 4. No. Parameter
lingkungan
Satuan Kisaran Rata-rata
1. BOD mg/L 8.200-35.000 21.280
2. COD mg/L 15.103-65.100 34.720
3. TSS mg/L 1.330-50.700 31.170
4. Nitrogen Total mg/L 12-126 41
5. pH - 3,3-4,6 4.0
15
2.4 Pemanfaatan Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai Kompos
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) adalah limbah padat dengan jumlah yang
cukup besar, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. TKKS selama ini
hanya dibakar dan sebagian ditebarkan di lapangan sebagai mulsa. Namun dengan
adanya material yang kaya akan unsur karbon seperti selulosa, hemiselulosa dan
lignin, TKKS dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan mengolah limbah TKKS tersebut menjadi bahan baku pembuatan
kompos dengan teknologi pengomposan sederhana. Bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pembuatan kompos tersebut yaitu TKKS dan air limbah kelapa
sawit (ALPKS). Proses pengomposan tersebut dapat membantu memecahkan
masalah pencemaran dan juga dapat mengurangi biaya pengolahan limbah yang
cukup besar (PPKS, 2008).
Proses pembuatan kompos TKKS dengan penambahan ALPKS tersebut tidak
menggunakan bahan cair asam dan bahan kimia lainnya sehingga tidak
mengakibatkan terjadinya pencemaran atau polusi, selain itu proses pengomposan
tersebut tidak menghasilkan limbah. Proses pengomposan diawali dengan
pencacahan TKKS terlebih dahulu kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk
No. Parameter Kadar Paling
Tinggi (mg/L)
4. Minyak & Lemak 25 0,0063
5. Nitrogen Total (Sebagian N) 50 0,125
6. pH 6,0-9,0
7 Debit limbah paling tinggi 2,5 m3per ton produk minyak sawit (CPO) Sumber : Permen LH No.5 Tahun 2014
16
memanjang dengan ukuran lebar 2,5 m dan tinggi 1 m. ALPKS disiram ke
tumpukan TKKS dan tumpukan tersebut dibiarkan diatas semen terbuka selama 6
minggu. Kompos TKKS tersebut dibolak balik dengan mesin pembalik, setelah
itu kompos siap untuk dimanfaatkan (PPKS, 2008). Kompos TKKS yang
dihasilkan memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi, tanpa penambahan
starter dan bahan kimia, mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
serta memperkaya unsur hara pada tanah. Kompos merupakan istilah untuk
pupuk organik buatan manusia yang dibuatdari proses pembusukan sisa-sisa
buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan). Secara alami pembusukan
berjalan dalam kondisi aerobik dan anaerobik secara bergantian. Kompos disebut
juga sebagai pupuk organik karena terdiri dari bahan-bahan organik (Yuwono,
2006).
Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena
mengandung unsur hara makro dan mikro, namun jumlahnya relatif kecil dan
bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan,
tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Kualitas kompos tersebut dapat
ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan
(Simamora dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian Darnoko dan Sembiring
(2005), kompos TKKS memiliki kalium yang tinggi dan mengandung unsur hara
antara lain: K (4-6%), P (0,2-0,4%), N (2-3%), Mg (0,8-1,0%), dan C/N (15,03%).
Kandungan-kandungan tersebut dapat membantu kelarutan unsur hara yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Kandungan yang terdapat pada tandan
17
meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi
perbaikan sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap
pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara (Departemen Pertanian, 2006).
Sehingga TKKS sangat baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.
Keunggulan lain dari kompos TKKS tersebut yaitu dapat memperbaiki struktur
tanah berlempung menjadi ringan, membantu kelarutan unsur-unsur hara yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, kompos TKKS bersifat homogen dan
mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman serta dapat diaplikasikan
pada semua musim (Wahyuni, 2011). Terdapat beberapa kandungan yang penting
bagi tanaman yang terkandung di dalam kompos TKKS tersebut yang disajikan
pada Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Komposisi nutrien kompos TKKS
No. Parameter Satuan Nilai
1. Nitrogen (N) % 1,36
2. Karbon (C) % 25,9
3. Phosfat (P) % 0,72
4. Kalium (K) % 1,88
5. C/N-rasio - 19,3
Sumber : Kavithaet al., 2013
Kompos TKKS tersebut juga tidak mudah tercuci oleh air yang meresap di dalam
tanah dan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan
oleh Badan Standarisasi Nasional. Standar kualitas kompos disajikan pada Tabel
18
Tabel 6. Standar kualitas kompos
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1. Kadar Air % - 50
2. Temperatur oC - Suhu air tanah
3. Warna - - Kehitaman
4. Bau - - Berbau tanah
5. Ukuran Partikel mm 0,55 25
6. Kemampuan ikat air % 58
-13. C/N-rasio 10 20
14. Kalium (K2O) % 0,20
-Unsur Mikro
-15. Arsen mg/kg * 13
16. Cadnium (Cd) mg/kg * 3
17. Cobal (Co) mg/kg * 34
18. Chromium (Cr) mg/kg * 210
19. Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20. Mercuri (Hg) mg/kg - 0,8
30. Fecal Coli MPN/gr - 1000
31. Salmobella Sp. MPN/4 gr - 3
Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum Sumber : SNI-19-7030-2004
Hasil penelitian Azlansyah (2014) menunjukan bahwa dengan pemberian kompos
TKKS dengan pengomposan selama 6 minggu dapat memacu pertumbuhan
tanaman karena unsur hara yang terkandung dapat diserap dan dimanfaatan secara
19
lama pengomposan 6 minggu, yaitu: Nitrogen (N), Phosfor (P2O5), Kalium (K) dan Magnesium (Mg). merupakan unsur esensial sebagai penyusun protein dan
klorofil dan dapat diserap dengan baik oleh tanaman. Fungsi unsur N bagi
tanaman adalah meningkatkan pertumbuhan tanaman, daun menjadi lebar dan
berwarna hijau (Lakitan, 2005).
2.5 Pengolahan Air Limbah Kelapa Sawit Secara Anaerobik
Selama proses anaerobik terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang berperan
yaitu bakteri fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik. Proses yang
terjadi pada pengolahan limbah secara anaerobik ini yaitu hidrolisis, asidogenik,
dan metanogenesis dengan bantuan beberapa jenis bakteri yang bertahap
mendegradasi bahan-bahan organik dari air limbah untuk membentuk produk
akhir yaitu gas metana (CH4). Setiap fase dalam proses fermentasi metana melibatkan mikroorganisme yang spesifik dan memerlukan kondisi hidup yang
berbeda. Contohnya bakteri pembentuk gas metana (CH4), bakteri ini tidak
memerlukan oksigen bebas dalam proses metabolismenya karena oksigen bebas
dapat menjadi racun dan mempengaruhi metabolisme dari bakteri tersebut
(Deublein dan Steinhauster, 2008). Pada proses anaerobik ini melibatkan
penguraian baik senyawa organik maupun anorganik oleh mikroorganisme
anaerobik. Tahapan yang terjadi pada proses perombakan senyawa organik untuk
20
Tahap pertama pada proses pembentukan gas metana adalah hidrolisis. Pada
tahap ini senyawa organik kompleks terdekomposisi menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Selama proses hidrolisis berlangsung, senyawa kompleks seperti
karbohidrat diurai menjadi monosakarida (glukosa) oleh enzim amylase, protein
diurai menjadi asam amino oleh enzim protease dan lipid oleh enzim lipase
membentuk asam lemak dan gliserol. Produk yang dihasilkan dari proses
hidrolisis akan diuraikan kembali oleh mikroorganisme dan digunakan pada
sistem metabolisme (Seadiet al., 2008).
Tahap kedua yaitu proses asidogenesis, dimana pada proses ini produk hasil
hidrolisis dikonversikan oleh bakteriacidogenic(fermentasi) untuk dijadikan Senyawa Organik
Karbohidrat Protein Lemak
Gula Asam Amino Asam Lemak & Alkohol Bakteri Fermentasi Bakteri Fermentasi Bakteri Fermentasi
Volatile Fatty Acid Etanol
Bakteri Fermentasi Bakteri Fermentasi
CH3COO- CO2/H2
Hidrolisis
Bakteri Asetogenesis
Gas Metana (CH4) Bakteri Metanogenik Metanogenesis
Asetogenesis
21
sebagai substrat bagi bakterimethanogenic. Bakteri yang berperan dalam proses asidifikasi ini merupakan bakteri anaerobik yang dapat menghasilkan asam dan
dapat tumbuh pada kondisi asam. Bakteri yang dapat menghasilkan asam ini
menciptakan kondisi anaerobik yang sangat penting bagi mikroorganisme
pembentuk gas metana (CH4) (Deublein dan Steinhauster, 2008). Proses
pembentukan gas metana (CH4) (Gambar 3), senyawa-senyawa organik sederhana yaitu asam lemak dan alkohol terkonversi menjadi asam asetat oleh bakteri
fermentasi yang sebelumnya dikonversi menjadivolatile fatty acid(VFA) dan etanol. Gula dan asam amino juga dikonversi menjadi asam asetat dengan
bantuan bakteri fermentasi dan menjadi karbondioksida oleh bakteri asetogenik
(penghasil hidrogen). Proses pengkonversianvolatile fatty acid(VFA) menjadi asam asetat dan hidrogen disebut dengan proses asetogenesis. Pada proses
asetogenesis, produk dari asidogenesis yang berupa asam-asam organik sederhana
dikonversi menjadi substrat bagi bakterimethanogenic(Seadiet al, 2008).
Tahap terakhir yaitu proses metanogenesis dengan mengkonversikan hidrogen
(30%) dan asam asetat (70%) menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida
(CO2) oleh bantuan bakterimethanogenic. Proses metanogenesis ini adalah langkah penting dalam proses pengolahan anaerobik karena sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan seperti komposisi bahan baku, laju pengumpanan, suhu
dan pH serta reaksi biokimia pada proses metanogenesis yang terjadi paling
lambat diantara proses lainnya. Apabila terjadioverloadingpada digester, perubahan suhu ataupun masuknya oksigen dalam jumlah yang besar dapat
22
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang disebut dengan biogas.
Selain menghasilkan biogas, buangan hasil pengolahan secara anaerobik ini dapat
menjadi pupuk yang baik karena kandungan nitrogen yang cukup tinggi (Weiland,
2010). Namun, jika biogas tidak dikelola dengan baik dapat memberikan potensi
peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK), karena biogas terdiri dari gas metana
(CH4) yaitu 55-70%, karbondioksida (CO2) yaitu 30-45%, nitrogen (N2) dan hidrogen sulfida (H2S) dalam jumlah yang kecil (Deublein dan Steinhauster,
2008). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan
global.
2.6 Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Kelapa Sawit
Gas rumah kaca merupakan gas yang berperan dalam pemanasan global. Gas
tersebut mengakibatkan energi dari sinar matahari tidak dapat dipantulkan keluar
bumi dan sebagian besar inframerah yang dipancarkan oleh bumi tertahan oleh
awan dan gas-gas rumah kaca untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu pada permukaan bumi hingga
terjadinya fenomena pemanasan global (Rukaesih, 2004). Berdasarkan
perhitungan simulasi, efek gas rumah kaca dapat meningkatkan suhu bumi
rata-rata 1-5oC, jika peningkatan gas rumah kaca terus terjadi, pada sekitar tahun 2030 akan terjadi peningkatan suhu bumi antara 1,5-4,5oC (Suarsana dan Wahyuni, 2011).
Berdasarkan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Republik Indonesia tahun
23
(CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), perfluorokarbon (PFC) dalam bentuk tetraflouromethane (CF4) dan hexaflouroethane (C2F6). Dari beberapa
jenis gas tersebut gas CO2memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan diikuti oleh gas CH4. Industrialisasi dan pembangunan memberikan
andil terciptanya pemanasan global. Sudah banyak upaya untuk menekan atau
mencegah peningkatan pemanasan global, tidak hanya dalam konteks lokal, tetapi
juga di level internasional dan nasional (Rudy dan Agus, 2008). Total emisi gas
rumah kaca di Indonesia dari semua sektor pada tahun 2000 sebesar 1.377.982 Gg
CO2e dan sektor industri memberikan kontribusi sebesar 3,12%.
Industri kelapa sawit ikut andil dalam peningkatan emisi gas rumah kaca.
Berdasarkan hasil penelitian Hakim (2013), industri kelapa sawit menghasilkan
emisi gas rumah kaca sebesar 1472,24 kg CO2e dalam produksi 1 ton CPO dengan
sumber kontribusi terbesar yaitu ALPKS dengan jumlah emisi sebesar 1026,4 kg
CO2e. Pengolahan air limbah kelapa sawit secara anaerobik menghasilkan gas
CH4akibat terdekomposisinya bahan-bahan organik dalam kondisi anaerobik. Konsentrasi gas CH4saat ini mencapai 1852 ppbv dengan nilai potensi pemanasan
globalnya (global warming potential) yaitu 23-32 kali lebih besar dari CO2
(Wihardjaka dan Setyanto, 2007). Limbah padat juga dapat menghasilkan emisi
gas rumah kaca, TKKS, serat dan limbah abu berturut-turut menghasilkan emisi
GRK sebesar 179,35 kg CO2e, 44,73 kg CO2e dan 13,37 kg CO2e (Hakim, 2013). Selain itu, cangkang dan serat dari kelapa sawit biasanya dibakar di dalam
insinerator dan pembakaran ini menghasilkan CO2.Perhitungan emisi gas rumah
24
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan
Januari sampai dengan Mei 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah bioreaktor anaerobik 5000 L denganmethane capturer,anaerobic composting digester,anaerobic digester,desikator, gas chromatography(Shimadzu GC-2014),reactor unitDRB200, neraca analitik (Shimadzu AUY 220), HACH spektrofotometri DR4000, pH meter HM-20P,
refrigerator, sentrifugeAS-ON.E,gas sampler bag,elementar analyzer vario el cubedan alat-alat bantu analisis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ALPKS dan TKKS yang
berasal dari PTPN VII Unit Usaha Bekri Lampung dan efluen dari pengolahan
ALPKS secara anaerobik, reagent COD, aquades dan bahan analisis lainnya.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode pengukuran langsung pada sampel dan
25
Sampel-sampel tersebut didapatkan dari PTPN 7 unit usaha bekri. Data dari hasil
pengamatan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel serta dianalisis secara
deskriptif.
Penelitian dilakukan dengan menggunakananaerobic digesteruntuk proses pengolahan ALPKS dananaerobic composting digesteruntuk proses
pengomposan TKKS. Sampel ALPKS diolah secara anaerobik dengan sistem
tertutup. Efluen yang dihasilkan dari pengolahan ALPKS tersebut ditambahkan
dalam proses pengomposan TKKS secara anaerobik di dalamanaerobic
composting digester. Proses penambahan efluen tersebut dilakukan dengan cara menyemprotkannya sehari sekali sebanyak 20 L dengan jumlah TKKS yang
digunakan untuk kompos sebanyak 25 kg. Beberapa parameter yang diamati pada
penelitian ini yaitu nilaiChemical Oxygen Demand(COD) ALPKS masuk (inlet), ALPKS keluar/efluen (outlet) dan lindi dari proses pengomposan, laju alir biogas
yang dihasilkan dari pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS secara
anaerobik, komposisi biogas dan kandungan gas CH4. Pengukuran nilai COD
dilakukan dua kali dalam seminggu. Laju alir gas yang diproduksi diukur setiap
hari dan analisis komposisi biogas serta jumlah gas CH4yang terkandung dalam biogas tersebut dilakukan satu kali dalam seminggu.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Proses pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS dilakukan dengan skala
26
Biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan anaerobik tersebut dihitung laju
alirnya dan ditampung dalammethane bag. Kemudian efluen yang dihasilkan dimasukkan sebanyak 20L dengan cara disemprotkan ke dalamanaerobic composting digesteryang sudah berisi TKKS sebanyak 25 kg untuk proses pengomposan. Proses pengomposan tersebut akan menghasilkan air lindi dan
biogas yang dihitung jumlahnya setiap hari. Kemudian biogas yang ditampung di
dalammethane bagdihitung kadar gas CH4dan komposisi gas-gas lainnya.
.Diagram proses pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram proses pelaksanaan penelitian
3.4.1 Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan ALPKS dan TKKS. Karakteristik
ALPKS dan air lindi yang dihasilkan dari proses pengomposan didapatkan dengan
menganalisis nilai COD. Laju alir biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan
ALPKS dan pengomposan TKKS secara anaerobik diukur dengan menggunakan
gasflowmeter. Pengukuran tersebut dilakukan setiap hari dan data hasil Tangki
27
pengukuran digunakan sebagai data primer dan ditampilkan dalam bentuk tabel
dan grafik, kemudian digunakan untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca
dan reduksinya dengan melakukan perhitungan faktor-faktor emisi yang telah
disepakati. Diagram alir pengumpulan data penelitian disajikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir pengumpulan data penelitian
3.4.2 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan yaitu COD, pengukuran konsentrasi gas metana
(CH4) dan gas karbondioksida (CO2) serta pengukuran total karbon.
• Pengukuran COD
Total kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi bahan orgamik yang ada di dalam
air limbah secara kimia dapat diketahui dengan melakukan pengukuran COD.
Proses yang dilakukan yaitu dengan mengambil sampel limbah (diaduk terlebih
dahulu) sebanyak 0,2 mL menggunakan mikropipet. Sampel tersebut
dicampurkan dengan reagen COD di dalam vial, lalu dipanaskan dengan
menggunakan reactor unit DBR 200 dengan suhu 150oC selama 2 jam. Setelah dipanaskan, vial dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (suhu ruang) kemudian
ALPKS (Inlet), Efluen (Outlet) dan Lindi
Analisis COD
28
dilakukan pengukuran nilai COD dengan HACH Spektrofotometri DR4000
(HACH Company, 2004).
• Konsentrasi gas metana
Kandungan gas metana yang terkandung di dalam biogas yang dihasilkan pada
proses pengolahan ALPKS dan pengomposan TKKS secara anaerobik dianalisis
menggunakan GC (Gas Chromatography) merk Shimadzu GC-2014,
menggunakan column jenis shincarbon dengan panjang 1-4 meter dan detektor
TCD (Thermal Conductivity Detector), pada temperatur 200⁰C dancurrent80 mA
untuk mengetahui konsentrasi gas metana (Shimadzu Corporation, 2004).
• Pengukuran total karbon (C)
Total karbon diukur menggunakan alatelementar analyzer vario el cubedengan jenis detektor yaitu TCD (Thermal Conductivity Detector).Pengukuran dilakukan
dengan memampatkan sampel sebanyak 20 mg di dalam thin foil, kemudian
sampel tersebut dimasukkan ke dalamelementar analyzerdan dianalisa dengan suhu 1200oC selama 30 detik. Pengukuran total karbon (C) tersebut dilakukan dua minggu sekali.
3.4.3 Perhitungan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca
Pengolahan air limbah kelapa sawit dan pengomposan TKKS yang dilakukan
secara anaerobik dapat menghasilkan gas CH4yang memiliki potensi cukup besar sebagai gas rumah kaca. Untuk mengetahui karakteristiknya, dilakukan analisis
29
pembentukan gas CH4. Berikut ini merupakan beberapa rumus perhitungan yang akan digunakan dalam penelitian.
A. Pengolahan ALPKS secara konvensional (open pond)
• Nilai Pembebanan COD (CODload)
Keterangan :
Pembebanan COD = Nilai COD (kg/hari)
L aju alir = Jumlah air limbah (m³/hari)
CODin = CODinlet(mg/L)
Sumber : (Tchobanoglouset al.,2003)
• CODremoval
Keterangan :
CODremoval =Nilai COD terurai (mg/L)
CODin =Nilai CODinlet(mg/L)
CODout =Nilai CODoutlet(mg/L) Laju alir = Jumlah air limbah (m³/hari) Sumber : (Tchobanoglouset al.,2003)
• Potensi gas metana
Keterangan :
CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari)
CODr = CODremoval(kg/hari)
Berat CH4 = mol CH4**x berat molekul CH4 *) 1 kg CODr = 0,35 m3CH4
**) 1 mol gas CH4dalam keadaan STP yaitu setara dengan 22,4 L Sumber : (Tchobanoglouset al.,2003)
• Potensi Biogas
Keterangan :
Biogas = Jumlah potensi biogas (m3/hari) CH4 = Jumlah potensi gas metana (m3/hari)
Pembebanan COD = Laju alir x CODin
Biogas = CH4/ % metana
CODr = CODin–CODoutx Laju alir
30
% metana = Konsentrasi gas metan dalam biogas Sumber : (Tchobanoglouset al.,2003)
• Potensi Reduksi Emisi CO2e dari GWPCH4
Keterangan :
Potensi Reduksi Emisi = Potensi Reduksi Emisi CO2e dari CH4( gCO2e / hari)
CH4 = Total metan dari biogas (g / hari) GWPCH4 = 25 (EPA, 2015)
Sumber :( IPCC, 2006)
B. Pengolahan ALPKS secara anaerobik (cover lagoon)
• Potensi Reduksi Emisi dari Neraca Massa Karbon
B3.C3
(B1.C1)na (B2.C2)nb
Gambar 6. Bagan neraca massa karbon pengolahan ALPKS
Keterangan :
B1 = Jumlah ALPKS yang digunakan dalam pengolahan anaerobik B2 = Jumlah efluen yang digunakan dalam sekali penyiraman B3 = Jumlah bahan yang menguap atau biogas
C1 = Konsentrasi karbon pada ALPKS C2 = Konsentrasi karbon di efluen
C3 = Konsentrasi karbon di biogas yang menguap
na = Jumlah pengumpanan ALPKS selama proses pengolahan nb = Jumlah penyiraman efluen selama satu siklus pengomposan
Jumlah konsentrasi karbon bahan (biogas) yang menguap dikonversikan ke
kgCO2e/Ton TBS :
Potensi Reduksi Emisi = CH4x GWPCH4
(B1.C1)na = (B2.C2)nb+ B3.C3
Pengolahan ALPKS
B3.C3x xCH4 x 16 x 25
31
C. Pengomposan TKKS dengan penambahan efluen secara anaerobik
• Potensi Reduksi Emisi dari Neraca Massa Karbon :
B5.C5
B1.C1 B3.C3
B2.C2 B4.C4
Gambar 7. Bagan neraca massa karbon pengomposan
Keterangan:
B1= Jumlah TKKS yang digunakan dalam pengomposan B2= Jumlah efluen yang digunakan dalam sekali penyiraman B3= Jumlah kompos yang dihasilkan
B4= Jumlah lindi yang dihasilkan B5= Jumlah bahan yang menguap
(B5.C5= B1.C1+ (B2.C2)n - B3.C3+ B4.C4)
na = Jumlah penyiraman efluen selama satu siklus pengomposan C1= Konsentrasi karbon di TKKS
C2= Konsentrasi karbon di efluen C3= Konsentrasi karbon di Kompos C4= Konsentrasi karbon di Lindi
C5= Konsentrasi karbon di biogas yang menguap nb = Jumlah pengambilan lindi
Jumlah konsentrasi karbon bahan (biogas) yang menguap dikonversikan ke kgCO2e/Ton TBS :
D. Perhitungan Jumlah Reduksi EmisiGRK dari Pengelolaan Terintegrasi
Keterangan :
A = Reduksi emisi GRK dari pengomposan TKKS dengan penambahan efluen secara anaerobik (kgCO2e/ Ton TBS)
B = Reduksi emisi GRK dari pengolahan ALPKS secara anaerobik (cover lagoon) (kgCO2e/ Ton TBS)
B1.C1+ (B2.C2)na. = B3.C3+ (B4.C4)nb+ B5.C5
B5.C5x xCH4 x 16 x 25
xCH4+ xCO2 12
Pengomposan
39
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Proses pengolahan ALPKS yang dilakukan secara konvensional berpotensi
menghasilkan emisi GRK sebesar 215,24 kg CO2e/ton TBS.
2. Proses pengelolaan limbah kelapa sawit terintegrasi dapat mereduksi emisi
GRK sebesar 288,49 kg CO2e/ton TBS, yang didapatkan dari pengolahan
ALPKS secara anaerobik dengan sistem kolam tertutup yaitu sebesar 77 kg
CO2e/ton TBS dan sebesar 211,49 kg CO2e/ton TBS dari pengomposan
TKKS dengan penambahan efluen yang dilakukan secara anaerobik
(tertutup).
B. Saran
1. Pemanfaatan biogas dan lindi yang dihasilkan dari proses pengelolaan
limbah kelapa sawit terintegrasi perlu dilakukan secara maksimal.
2. Proses sirkulasi pada ALPKS sebelum diumpankan ke digester anaerobik
DAFTAR PUSTAKA
Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Pencemaran. USU Press.Medan.
Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1984.Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Hal. 149.
Apria, N.E. 2014. Produksi Biogas Melalui Proses Dry Fermentation
Menggunakan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit. (Skripsi). Jurusan Teknik Pertanian.Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Ayustaningwarno, F. 2012. Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah pada Industri Pangan.Jurnal Vitasphere.Universitas Diponegoro, Vol. II No.1. Hal. 1-11. ISSN 2085-7683.
Azlansyah, B. AS. 2014. Pengaruh Lama Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Pertmbuhan dan Perkembangan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Riau.Vol 1, No 1. Badan Standarisasi Nasional. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik, SNI 19-7030-2004. LPMB. Bandung.
Bayuseno, A., A. 2009. Penerapan dan Pengujian Model Teknologi Anaerob Digester untuk Pengolahan Sampah Buah-buahan dari Pasar Tradisional. Rotasi. Volume: 11(II). Hal. 5.
Budianta, D. 2004. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Cir Pabrik Kelapa Sawit terhadap Ketersediaan Hara dan Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit.Jurnal Tanah Tropis. Vol. 10, No. 1, 2004:27-32.
Capps, R.W., Mantelli, G.N. dan Dradford, M.L. 1995.Design Concepts for Biological Treatment.Environmental Progress Journal.Vol. 14. Pp 1-8. Cathartica, A. 2007. Evaluasi Laju Pembebanan Air Limbah Industri Tapioka
57
Anaerobik Dua Tahap. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Darnoko, D dan T. Sembiring. 2005. Sinergi Antara Perkebunan Kelapa Sawit Dan Pertanian Tanaman Pangan Melalui Aplikasi Kompos Tks Untuk Tanaman Padi. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Medan 19-20 April.
Dermawan, B. 2014. Tinjauan Neraca Massa pada Proses Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Deublein, D. dan Steinhauster, A. 2008.Biogas from Waste and Renewabe Resources.An Introduction, 2ndedition. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Subdit Pengelolaan Lingkungan. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit.. Jakarta.
Department of Environment. Ministry of Science, Technology and the
Environment, Malaysia. 2000. Industrial Processes & The Environment (Handbook No. 3) Crude Palm Oil Industry. Malaysia.
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah . 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Departemen Perindustrian. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia Kelapa Sawit 2013-2015. Jakarta.
Environmental Protection Agency (EPA) of United States. 2015. Overview of Greenhouse Gases (Methane Emissions).
http://epa.gov/climatechange/ghgemissions/gases/ch4.html. diakses pada tanggal 5 Juli 2015, pukul 22.30 WIB.
Febijanto, I. 2010. Potensi Penangkapan Gas Metana dan Pemanfaatannya
Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik di PTPN VI Jambi.Jurnal Ilmu Teknologi Energi.Vol. 1 No. 10 Februari 2010: 30-47. Pusat Teknologi Sumberdaya Energi. BPPT. Jakarta.
HACH Company. 2004. DR/4000 Spectrophotometer Models 48000 and user manual 08/04 3ed. HACH Company World Headquarters. Corolado. 115 page.
58
Nusantara XIII. (Tesis). Program Pascasarjana. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hasanudin, U., Sugiharto, R., Haryanto, A., Setiadi, T., dan Fujie, K. 2015. Palm Oil Mill Effluent Treatment and Utilization to Ensure the Sustainability of Palm Oil Industries.Journal of Water Science & Technology. In press. IWA Publishing.
Hasibuan, R.S. 2010. Kualitas Serat dari Limbah Batang Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Papan Serat. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Harahap, O.A., 2010. Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Konsentrat Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Untuk Memperbaiki Sifat Kimia Media Tanam Sub Soil Ultisol Dan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.). (Skripsi). Departmen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Herout, M., Malatak, J., Kucera, L., Dlabaja, T. 2011. Biogas Composition
Depending on the Type of Plant Biomass Used.Jourmal of Res. Agr.Eng. Vol. 57, 2011, No. 4: 137 143.
Indonesian Sustainable Palm Oil Comission. 2012. Effort to Reduce Green House Gas Emission. Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. Directorate General of Processing and Marketing of Agriculture Products. Indonesia. Jakarta.
Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.
http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/pdf/5_volume5/
V5_1_Ch1_Introduction.pdf. diakses pada tanggal 15 Desember 2014. Intergovernmental Panel on Climate Change. 2014. Climate Change : Impacts,
Adaptation,and Vulnerability, Summary For Policymakers. IPCC WGII AR5 Summary for Policymakers.
Kavitha, B., P.Jothimani and G. Rajannan. 2013. Empty Fruit Bunch- A Potential Organic Manure for Agriculture.International Journal of Science, Environment and Technology, Vol. 2, No 5, 2013, 930–937. ISSN 2278-3687.
59
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta.
Koumanova, B., Saev, M., dan Simeonov, I. V. 2009. Anaerobic Co-Digestion of Wasted Tomatoes and Cattle Dung for Biogas Production.Journal Univ. Chem. Tech. Mtlgy. 44: 55-60.
Lakitan, B. 2005.Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Republik Indonesia Tahun 2014. Proses Industri dan Penggunaan Produk. Jakarta.
Mahajoeno, E., Lay, B., Widiati, S., Surjono, H. S., dan Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas.Jurnal Bioversitas.Volume 9 No.1. Hal. 48-52.
Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat.
Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Naibaho, P.M. 1996. Tekhnologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Nurmalasari, R. 2012. Potensi Emisi Gas Rumah Kaca Dari Air Limbah Industri Bioetanol Berbahan Baku Ubikayu (Thinslop) danMolasses(Vinasse). (Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Nur, M. S. dan Jusri, J. 2014. Ubah Paradigma Agroindustri Sawit Menuju Energi
Terbarukan. PT Insan Fajar Mandiri Nusantara. Bogor.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2014. Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Porteous, A. 1992.Dictionary of Environmental Science and Technology. 2nded. John Wiley and Sons, New York.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). 2008. Aplikasi Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit TM. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
60
Kelapa Sawit.(Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Reith, J.H., H. den Uil, H. van Veen, W.T.A.M. de Laat, J.J. Niessen, E. de Jong, H.W. Elbersen, R. Weusthuis, J.P. van Dijken dan L. Raamsdonk. 2003. Co-production of bio-ethanol, electricity and heat from biomass residues. Proceedings of the 12th European Conference on Biomass for Energy, Industry and Climate Protection. Amsterdam, 17 -21 June 2002..
Rukaesih, A. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
Rudy S dan Agus R. 2008. Global Warming. Edisi Pertama.Puslitbang Ekologi dan Kesehatan Masyarakat.
Sasongko, S.B. 1990.Beberapa Parameter Kimia Sebagai Analisis Air. Edisi ke empat, Reaktor. Semarang.
Sastrosayono, S., 2003.Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta Seadi, T., Rutz, D. dan Prassl, H. 2008.Biogas Handbook. University Of
Southern Denmark Esbjerg. Denmark.
Second National Communicaction (SNC). 2010. Ministry of Environment, Republic of Indonesia. Jakarta.
Setyorini, D., R. Saraswati dan E.K. Anwar, 2010. Kompos. Departemen Pertanian. Jakarta.
Shimadzu Corporation. 2004. GC-2014 Gas Chromathography Instruction Manual. Shimadzu Corporation Analytical And Measuring Instrument Division. Kyoto. Japan
Simamora, Suhut, dan Salundik. 2006.Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Suarsana, M. dan P.S. Wahyuni. 2011. Global Warming : Ancaman Nyata Sektor Pertanian dan Upaya Mengatasi Kadar CO₂Atmosfer.Widyatech Jurnal Sains dan TeknologiVol. 11 No. 1 Agustus 2011.
Sudradjat, A., Brubaker, K. L., dan Dirmeyer, P. A. 2003. Interannual Variability Of Surface Evaporative Moisture Sources Of Warm-Season Precipitation in The Mississippi River Basin.Journal of Geophysical Research: Atmospheres.Vol. 108 Issue D16.
61
Suprihatin., N. S. Indrasti, dan M. Romli. 2008. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah.Jurnal Teknologi Industri Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Vol. 18 (1), hal. 53-59.
Syafila, M., Asis H. D., Marisa H. 2003. Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob dengan Media Batu untuk Pengolahan Air Buangan yang Mengandung Molase.PROC. ITB Sains & Tek.Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Vol. 35 A, No. 1, 2003, 19-31.
Tchobanoglous, G., F. L. Burton, dan H.D. Stensel. 2003.Waste Water Engineering: Treatment and Reuse.Metcalf & Eddy Inc. New York. Utami, Siska. 2013. Analisa Efisiensi Produksi Pada Pabrik Pengolahan Kelapa
Sawit di PT. Gersindo Minang Plantation, Kecamatan Lingkung Aur, Kabupaten Pasaman Barat. (Skripsi). Program Studi Agribisnis. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
Weiland, P. 2010. Biogas Production: Current State And Perspectives. Appl Microbiology Biotechol.
Wihardjaka, A. dan P. Setyanto. 2007. Emisi dan mitigasi gas rumah kaca dari lahan sawah dan tadah hujan. Dalam A.M. Fagi, E. Pasandaran, dan U. Kurnia (Eds.).Pengelolaan Lingkungan Pertanian menuju Mekanisme Pembangunan Bersih.Balingtan.