• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Energi

Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Rachmawan Budiarto

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada rachmawan@yahoo.com

Alexander Agung

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada

Abstract

Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume sangat besar. Limbah yang dihasilkan dapat berupa padatan maupun cair. Limbah tersebut memiliki nilai kalor cukup tinggi. Pemanfaatannya akan menghasilkan bahan bakar yang bisa dipakai salah satunya untuk pembangkitan listrik.

Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar (TBS) per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah kosong (TBK). Serabut dan cangkang dapat dipakai langsung begitu keluar dari proses produksi sebagai bahan bakar, sedang TBK harus mengalami pengeringan tanpa sinar matahari langsung. Dengan efisiensi pembangkitan sekitar 25%, dapat diperoleh energi listrik sebesar 7,2 – 8,4 GW(e)h untuk cangkang, 9,2 – 15,9 GW(e)h untuk serabut, dan 30 GW(e)h untuk TBK. Melalui digester anaerob, dapat diperolah biogas dari limbah cairnya. Dengan kapasitas dan asumsi sama, listrik yang dapat dibangkitkan minimal sebesar 1,38 GW(e)h. Untuk kondisi ini kebutuhan listrik untuk produksi adalah sebesar 1,4 - 1,6 GW(e)h.

Penanganan limbah dengan baik akan mampu menekan potensi pencemaran lingkungan dan menghasilkan listrik untuk operasional PKS sekaligus kebutuhan di daerah sekitar.

Kata Kunci: Limbah, Pabrik Kelapa Sawit, Potensi Energi 1. Latar Belakang

Proses pengolahan tandan buah segar (TBS = fresh fruit bunches) menjadi crude palm oil (CPO) dan seluruh aktifitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan biomassa produk samping, baik limbah padat maupun cair, dalam volume sangat besar. Itu sebabnya, peningkatan volume limbah merupakan konsekuensi tak terpisahkan dari peningkatan industri minyak kelapa sawit. Kalau tidak ditangani secara serius hal tersebut dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan.

2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Secara umum, limbah PKS dikelompokkan menjadi limbah padat dan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent/POME). Biasanya limbah cair tersebut mengandung bahan organik dalam kadar tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Mekanisme kontrol konsumsi air di seluruh proses di pabrik akan menentukan pemakaian air dan sekaligus volume air limbah yang dihasilkan oleh PKS. Untuk tiap ton TBS yang diolah dalam PKS diperlukan antara 1 - 2 ton air (Tobing, 1997). Pasok air biasa diambil dari lingkungan sekitar, misal sungai. Limbah cair yang dihasilkan sekitar 550 kg per ton TBS yang diolah, dengan berat jenis antara 1,05 hingga 1,1 g/cm3 (Kartiman, 2008). Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyebutkan bahwa

limbah cair mencapai 40% – 70% TBS yang diolah. Kisaran volume tersebut tergantung juga pada sistem pengolahan limbah pabrik.

Salah satu limbah cair PKS dengan potensi dampak pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi dan disebut dengan lumpur primer. Lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut dengan lumpur sekunder. Lumpur mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dengan pH kurang dari 5. Tabel 1 menampilkan karakteristik lumpur limbah cair PKS.

Limbah padat PKS dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan buah kosong (TBK = empty fruit bunch) yang terbuang dari penebah setelah tandan rebus dipisahkan dari buahnya, cangkang atau tempurung (palm shell), dan serabut atau serat (fiber). Sedangkan

(2)

limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah (Rohmadi, 2006 dalam Tarkono, 2007). Tabel 2 menguraikan volume limbah padat tersebut terhadap TBS.

Tabel 1. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit.

Parameter Lumpur primer Lumpur sekunder

pH 3,75 4,54 Padatan tersuspensi (ppm) 80.720 243.670 Padatan volatil (ppm) 54.760 233.730 COD (ppm) 28.220 16.320 Nitrat (ppm) 31 3 Fosfat (ppm) 106 3

(sumber: Nurcahyo, 1993 dalam Sa’id, 1996)

Tabel 2. Volume limbah padat hasil pengolahan TBS (diolah dari Anonim, 2008, Sukimin, 2007, Hussain dkk., 2006, dan Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005)

Limbah Padat Volume Terhadap TBS (%)

TBK 21 – 25

Ampas Serabut (Fiber) 11,3 – 15

Cangkang 5 – 7

Berbagai jenis limbah tersebut memiliki jumlah dan kesinambungan pasok relatif teratur di lokasi tidak terpencar. Selain itu masih terdapat batang kelapa sawit yang tersedia setiap 20-25 tahun sekali.

Manfaat luas dapat diperoleh dari pengolahan bermacam limbah pabrik kelapa sawit tersebut. Secara garis besar manfaat tersebut dibagi menjadi dua kelompok: pemanfaatan dalam bentuk energi dan non-energi. Tulisan ini hanya akan membahas pemanfaatan potensi (energetic use).

3. Sistem Energi Pabrik Kelapa Sawit

Dalam PKS, uap dipakai sebagai pasokan pada turbin uap guna operasional generator pembangkit listrik dan untuk pemanasan. Untuk pembangkitan listrik tersebut dibutuhkan uap (steam) bertekanan sekitar 20 kg/cm2, sedang untuk pemanasan dipakai uap bertekanan sekitar 3 kg/cm2, yaitu uap tekanan-lawan bekas pakai dari pembangkitan listrik tersebut ditambah dengan uap langsung dari ketel uap (boiler) setelah melalui instalasi penurun tekanan menjadi 3 kg/cm2.

Kebutuhan uap untuk pembangkitan listrik tersebut adalah sebanyak 24 kg/kWh, sedangkan untuk pemanasan di berbagai tahap produksi PKS kurang lebih seperti yang dipaparkan Tabel 3 (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Untuk perancangan pabrik kebutuhan uap dapat ditaksir sebagai 500 kg uap/ton TBS.

Tabel 3. Kebutuhan Uap di Pabrik Kelapa Sawit

Kebutuhan Kualitas Kebutuhan Kualitas

Perebusan

(triple peak sterilization) ketel peremas dan kempa ularan pemecah ampas silo biji

silo pengering inti

175 kg/ton TBS (= 260 – 290 kg) 100 kg/ton TBS 200 kg/jam tiap ularan 470 kg/jam tiap silo 430 kg/jam tiap silo

pemanas air pengolahan pemanas minyak mentah pengering minyak pompa umpan, deaerator dll

120 kg/ton air

24 kg/ton minyak mentah 30 kg/ton minyak

15% jumlah kebutuhan di atas

Kebutuhan listrik adalah sekitar 14 – 16 kWh/ton TBS. Untuk keperluan penerangan dan lain-lain waktu pabrik tidak atau belum mulai mengolah dapat dipasang diesel sebagai pembangkit listrik. Diesel juga biasa diinstalasikan sebagai pembangkit cadangan.

(3)

4. Pemanfaatan Potensi Energi Produk Samping

Pembangkitan energi merupakan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari pengolahan limbah PKS. Sukimin (2007), Goenadi (2006) dan Mangoensoekarjo dan Semangun (2005), misalnya, banyak memberi penjelasan tentang hal tersebut. Pemanfaatan dalam bentuk energi ini berpotensi besar mengingat limbah tersebut masih memiliki nilai kalor yang cukup tinggi (lihat Tabel 4).

Tabel 4. Nilai Kalor Limbah Pabrik Kelapa Sawit (diolah dari Sukimin, 2007, Isroi dan Mahajoeno, 2007, Goenadi, 2006, dan Sydgas, 1998)

Produk Samping Kelapa Sawit Nilai Kalor

Cangkang 4105 - 4802 kkal/kg Serat 2637 - 4554 kkal/kg TBK 4492 kkal/kg Batang 4176 kkal/kg Pelepah 3757 kkal/kg POME 4695 - 8569 kkal/m3

Sebagai catatan, 1 kkal = 4187 Joule = 1,163 Wh. 4.1. Pemanfaatan dalam Bentuk Bahan Bakar

Pada dasarnya semua limbah padat PKS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam PKS, yaitu sebagai bahan bakar ketel uap untuk memasok kebutuhan uap panas dan pembangkitan listrik. Limbah serabut dan cangkang dapat dipakai langsung begitu keluar dari proses produksi sebagai bahan bakar. Tergantung pada rancangannya, ketel uap dapat dioperasikan dengan memanfaatkan 100% cangkang, 100% serabut atau kombinasi antara keduanya.

Proses konversi energi untuk menghasilkan uap yang diperlukan dalam pembangkitan listrik maupun keperluan proses diperoleh dari pembakaran langsung. Pembakaran merupakan proses oksidasi bahan bakar yang berlangsung secara cepat untuk menghasilkan energi dalam bentuk kalor. Karena bahan bakar biomassa utamanya tersusun dari karbon, hidrogen dan oksigen, produk oksidasi utama adalah karbon dioksida dan air, meskipun adanya nitrogen terikat juga dapat menjadi sumber emisi oksida nitrogen. Tergantung dari nilai kalor dan kandungan air di bahan bakar, udara yang diperlukan untuk membakar bahan bakar serta konstruksi tanur, suhu pijar dapat melebihi 1650oC.

Energi listrik yang dapat dibangkitkan dengan bahan bakar cangkang dan serabut dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang dan 12 ribu ton serabut. Dengan menggunakan data nilai kalor pada Tabel 1 serta efisiensi pembangkitan sekitar 25%, akan diperoleh energi listrik sebesar 7,2 – 8,4 GW(e)h untuk cangkang dan 9,2 – 15,9 GW(e)h untuk serabut. Karena kebutuhan listrik untuk produksi adalah sebesar 1,4 - 1,6 GW(e)h, PKS mampu mandiri dalam hal pasok energi untuk kebutuhan operasionalnya.

TBK pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Energi yang dihasilkan dapat dikonversikan menjadi listrik dengan jumlah yang cukup signifikan. Sebagai ilustrasi, sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun menghasilkan sekitar 23 ribu ton TBK yang mampu membangkitkan energi ekuivalen dengan 30 GW(e)h pada tingkat efisiensi konversi 25%.

Berbeda dengan limbah serabut dan cangkang, karena kadar airnya yang tinggi (antara 65% -70%), TBK terlebih dahulu memerlukan proses pengeringan dalam bangsal penyimpanan, tanpa penyinaran matahari langsung. Proses ini memerlukan ruangan yang cukup besar. Itu sebabnya jika TBK hendak dimanfaatkan dalam jumlah banyak untuk pembangkitan listrik, TBK segar dapat dilewatkan lebih dahulu dalam perajang (muncher) untuk kemudian diperas dalam kempa. Sebagai imbalan akan dapat diperoleh kembali minyak dan inti sawit yang tadinya akan hilang sebagai buah yang tertinggal dalam TBK.

Dalam kondisi TBK tidak dipakai untuk keperluan energi karena kadar airnya yang tinggi, limbah padat yang lain (serabut ditambah dengan cangkang) akan menjadi alternatifnya. TBK yang sudah dikeringkan dapat digunakan pula untuk pembakaran permulaan (fire up) sebelum pabrik menghasilkan limbah serabut. Keperluan TBK untuk ini bisa hanya sedikit, sehingga masih banyak sisanya.

(4)

Sampai di sini pemanfaatan terpadu limbah PKS memungkinkan dijalankannya mekanisme combined heat and Power (CHP) yang sekaligus menghasilkan uap untuk pabrik minyak kelapa sawit dan listrik untuk disalurkan ke jaringan listrik di dalam maupun luar PKS, lokal maupun propinsi.

4.2 Pemanfaatan dalam Bentuk Biogas

Energi yang cukup besar dapat diperoleh pula dari pengolahan limbah cair. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan proses bertingkat yang memanfaatkan kolam-kolam terbuka. Untuk PKS kapasitas sampai kira-kira 80 ton TBS per jam, dibutuhkan kolam-kolam dengan luas belasan hektar. Inti proses tersebut adalah biodegradasi komponen organik limbah tersebut. Dekomposisi anaerobik meliputi penguraian bahan organik majemuk menjadi senyawa asam-asam organik dan selanjutnya diurai menjadi gas-gas dan air. Gas metana akan terbentuk selama limbah cair diolah dalam kolam terbuka tersebut.

Gas metana yang dihasilkan proses tersebut merupakan komponen terbesar biogas. Ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi jika diolah dalam sistem digester anaerob. Limbah cair kelapa sawit sebesar 0,6-0,7 ton dapat menghasilkan biogas sekitar 20 m3 (Goenadi, 2006).

Proses pembentukan metana dapat dibagi menjadi tiga tahapan: hidrolisis, asetogenesis (dehidrogenesis) dan metanogenesis (Sorensen, 2004). Pada tahap hidrolisis, terjadi dekomposisi bahan biomassa kompleks menjadi glukosa sederhana memakai enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasil penting tahap pertama ini adalah bahwa biomassa menjadi dapat larut ke dalam air dan mempunyai bentuk kimia lebih sederhana yang lebih sesuai untuk tahap berikutnya.

Di langkah kedua terjadi dehidrogenasi (pengambilan atom hidrogen dari bahan biomassa) yaitu perubahan glukosa jadi asam asetat, karboksilasi (pengambilan grup karboksil) asam amino, memecah asam lemak rantai panjang jadi asam rantai pendek dan menghasilkan asam asetat sebagai produk akhir.

Tahap ketiga adalah pembentukan biogas dari asam asetat lewat fermentasi oleh bakteri metanogenik. Salah satu bakteri metanogenik yang populer dan banyak terdapat dalam lumpur adalah methanobachillus omelianskii. Metabolisme anaerobik selulosa melibatkan reaksi kompleks dan prosesnya lebih sulit daripada reaksi anaerobik bahan-bahan organik lain seperti karbohidrat, protein dan lemak.

Pada pabrik kelapa sawit yang mengolah 40 ton TBS/jam akan dihasilkan limbah cair sebanyak 20 m3/jam (dasar perhitungan: 55% dari TBS dengan berat jenis 1,1 g/cm3; Kartiman, 2008). Jika pabrik

bekerja selama 20 jam/hari, maka akan dihasilkan limbah cair sebanyak 400 m3 per hari dengan

karakteristik seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik limbah cair PKS pada kapasitas 40 ton TBS/jam dengan waktu operasi 20 jam/hari (Sixt, 1994 dalam Sa’id, 1996)

Parameter Satuan Jumlah

BOD Mg/l 20.000 – 30.000 COD Mg/l 35.000 – 45.000 Padatan terlarut Mg/l 28.000 Padatan total Mg/l 48.000 Nitrogen total Mg/l 105 Fosfat Mg/l 216 Minyak/lemak Mg/l 1.500 – 2.000 pH 4

Diasumsikan bahwa suhu limbah harus diturunkan menjadi sekitar 40°C, proses berjalan pada suhu 50°C dan laju degradasi diharapkan sebesar 80%. Dengan asumsi ini maka produksi biogas per jam diperkirakan sebagai berikut:

20 m3 x 45 kg COD/m3 = 900 kg COD

900 kg COD x 0,45 m3 biogas/kg COD = 405 m3 biogas

Nilai kalor biogas (metana) sebesar 35,882 MJ/m3 (Sydgas AB, 1998) dan efisiensi pembangkitan sebesar 25%, sehingga potensi daya yang dihasilkan dari produksi biogas adalah

405 m3 biogas x 35,882 MJ/m3 = 4,04 MW(t)h

(5)

Untuk sebuah PKS dengan asumsi kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun, dengan memasukkan rentang nilai kalor pada tabel 4, maka bisa diperoleh energi antara 1,38 – 2,52 GW(e)h.

Penerapan teknologi biogas selain menghasilkan metana juga memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang dihasilkan dan peningkatan kualitas lingkungan sekitar.

Sludge yang dihasilkan memiliki karakterisik berbeda dari sludge limbah cair kelapa sawit biasa yang tidak melalui proses pemanfaatan sebagai biogas(Tobing, 1997), yaitu :

1. Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90%. 2. Baunya berkurang sehingga tidak disukai lalat. 3. Berwarna lebih cokelat kehitam-hitaman.

4. Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu: a) Memperbaiki struktur fisik tanah, b) Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban, c) Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar, d) Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation tanah, dan e) Meningkatkan populasi mikroflora dan mikrofauna tanah maupun aktivitasnya.

4.3. Pemanfaatan dalam Bentuk Briket Arang

Alternatif lain yang relatif sederhana untuk mendapatkan manfaat energi limbah padat kelapa sawit adalah dengan terlebih dahulu mengolah limbah tersebut menjadi briket arang.

Tandan kosong sawit memiliki kandungan air yang tinggi. Ini membuat efisiensi termal TBK rendah dan lagi pembakarannya secara langsung akan menimbulkan polusi asap yang cukup mengganggu. Karena itu pemanfaatan TBK sebagai bahan bakar harus melewati pengolahan terlebih dahulu. Briket arang menjadi bentuk alternatif.

Setiap hektar kebun kelapa sawit rata-rata menghasilkan 2 - 5 ton cangkang per tahun, tergantung salah satunya pada produktivitas kebun. Saat ini cangkang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk boiler dan bahan pengeras jalan sebagai pengganti sirtu (campuran pasir dan batu). Tergantung pada pola dan volume pemanfaatannya, dimungkinkan dijumpainya sisa cangkang dalam jumlah banyak. Sama dengan model pemanfaatan TBK, briket arang juga merupakan salah bentuk alternatif pemanfaatan cangkang.

Briket arang dibuat dengan membakar limbah PKS dalam tungku pengarangan dengan kondisi pembakaran langsung dalam kondisi udara terkontrol. Sifat bahan yang berbeda membuat dibutuhkannya tungku jenis vertikal untuk TBK dan horisontal untuk cangkang. Ini dibutuhkan guna menghasilkan arang bermutu tinggi (Nilai Kalor > 5000 kalori/gram). Arang yang dihasilkan kemudian digiling dengan diberi perekat, misal pati dengan konsentrasi tertentu. Hasil proses tersebut dicetak dengan memakai tekanan hidraulik. Ukuran cetakan dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Setelah dikeringkan sesuai standar perdagangan, briket tersebut siap dipasarkan.

Sebagai ilustrasi singkat, untuk PKS berkapasitas 30 ton tandan buah segar tiap jam akan menghasilkan sekitar 120 ton tandan kosong sawit per hari yang dapat diolah menjadi 25 - 30 ton briket arang (setara dengan 146 – 175 MW(t)h).

5. Kesimpulan

Operasional PKS akan menghasilkan pula limbah padat dan cair dalam jumlah besar. Cangkang dan serabut dapat dipakai langsung begitu keluar dari proses produksi sebagai bahan bakar, sedang TBK terlebih dahulu harus dikeringkan tanpa penyinaran langsung. Limbah cair dapat dimanfaatkan dengan memanfaatkan digester anaerob. Alternatif lain adalah pemanfaatan limbah menjadi briket arang.

Pemanfaatan limbah tersebut dapat meminimalisasi beban pencemaran terhadap lingkungan, sekaligus menghasilkan manfaat, antara lain dalam bentuk energi (tabel 6). Potensi output energi tersebut lebih tinggi dari kebutuhan energi PKS.

Tabel 6 Potensi Pemanfaatan Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 100 ribu ton/tahun

Jenis Limbah Perkiraan Energi (GW(e)h)

Cangkang 7,2 – 8,4

(6)

Tandan Buah Kosong 30

Limbah Cair 1,38 – 2,52

Kebutuhan Pabrik Kapasitas 100 ribu ton/tahun 1,4 - 1,6

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dapat terselenggara berkat dukungan dari Rita Kristiyani, Rika Favoria Gusa, Suci Sri Utami, Pusat Studi Energi – UGM, dan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah.

Daftar Pustaka

Anonim, 2008, Layout Process dan Material Balance, PT Sumber Indah Perkasa – Sungai Rungau Mill Goenadi, D.H., 2006, Berburu Energi di Kebun Sawit, Harian Republika, 25 Pebruari 2006

Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A.H., Pattiwiri, A.W. dan Hendroko, R., 2007, Teknologi Bioenergi, AgroMedia Pustaka, Jakarta

Hussain, A., Ani, F.N., Darus, A.N., and Ahmed, Z., 2006, Thermogravimetric and Thermochemical Studies of Malaysian Oil Palm Shell Waste, Jurnal Teknologi, 45(A) Dis. 2006: 43–53

Isroi dan Mahajoeno, 2007, Energi Alternatif Pengganti BBM: Potensi Limbah Biomassa Sawit sebagai Sumber Energi Terbarukan, Website Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Desember 2007 Isroi, 2007, Energi Alternatif Pengganti BBM; Potensi Limbah Biomassa Sawit Sebagai Sumber Energi

Terbarukan, Republika Online, 4 Februari 2007

Kartiman, B., 2008, Data Pabrik PT Katingan Indah Utama, Komunikasi Pribadi

Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H., 2005, Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sorensen, B., 2004, Renewable Energy: Its Physics, Engineering, Use, Environmental Impacts, Economy and Planning Aspects, Elsevier Science, Amsterdam

Sukimin, 2007, Pendayagunaan Kelebihan Fibre dan Cangkang untuk Meminimalkan Solar di SRGM,

Plantation Conf.

Sydgas A.B., 1998, Daten för olika 52 gässer, Stockholm

Tarkono, 2007, Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit untuk Bahan Baku Komposit Partikel,

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Lampung, Lampung

Tobing, P.L., 1997, Minimalisasi dan Pemanfaatan Limbah Cair-Padat Pabrik Kelapa Sawit dengan Cara Daur Ulang, PPKS, Medan

Tryfino, 2006, Potensi dan Prospek Industri Kelapa Sawit, Analis Riset Bisnis dan Ekonomi pada Bank BUMN, Jakarta

Gambar

Tabel 1. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit.
Tabel  5.  Karakteristik  limbah  cair  PKS  pada  kapasitas  40  ton  TBS/jam  dengan  waktu  operasi  20  jam/hari  (Sixt,  1994  dalam  Sa’id, 1996)
Tabel 6 Potensi Pemanfaatan Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 100 ribu ton/tahun

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan

Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Seseorang pada suatu titik dapat menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri) dan apabila seseorang sedang merasa anonim maka seseorang tersebut akan melakukan

2013, menyatakan komunikasi terapeutik perawat 100% dengan kategori sangat baik, tingkat kepuasan klien akan komunikasi terapeutik perawat menggambarkan bahwa 41

Pengembangan VCD Dalam Pembelajaran Koreografi Pada Mahasiswa Semester II Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.. Seni Tari FSP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya kerja, fasilitas kerja, keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan unit

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat aturan khusus dan terstandar secara baik tentang prinsip-prinsip kelalaian sebagai