• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Model Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca pada lndustri Biodisel Kelapa Sawit Berkelanjutan Menggunakan Sistem Cerdas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Model Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca pada lndustri Biodisel Kelapa Sawit Berkelanjutan Menggunakan Sistem Cerdas"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN

MODEL PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA

INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

MENGGUNAKAN SISTEM CERDAS

HERMAWAN PRASETYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Rancang Bangun Model Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Berkelanjutan Menggunakan Sistem Cerdas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

HERMAWAN PRASETYA. Rancang Bangun Model Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Berkelanjutan. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN, ERLIZA HAMBALI, MUHAMMAD IKHWANUDDIN MAWARDI dan RIZALDI BOER

Saat ini, pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari rantai proses produksi biodoesel dari kelapa sawit dijadikan salah satu persyaratan ekspor produk ke beberapa negara. Amerika Serikat mensyaratkan pengurangan emisi GRK sebesar 20%, sementara Uni Eropa sebesar 35%. Pengurangan emisi GRK juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41 % dengan bantuan internasional pada tahun 2020. Oleh karena itu diperlukan model untuk menghitung, memprediksi dan merekomendasikan kebijakan untuk pengurangan emisi GRK.

Tujuan dari penelitian adalah untuk merancang bangun model pengurangan emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit. Tujuan tersebut diperinci menjadi lima sasaran, yaitu (1) teridentifikasinya sumber-sumber emisi dan teknologi rduksi emisi GRK, (2) teridentifikasinya tingkat reduksi GRK dari rantai proses produksi biodiesel saat ini, (3) tersusunnya rancangan model reduksi emisi GRK, (4) terprediksi emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit hingga 2020, dan (5) terekomendasikannya kebijakan teknologi untuk mereduksi emisi GRK dari industri kelapa sawit.

Berdasarkan analisis deskriptif terhadap data sekunder dan kajian literatur teridentifikasi terdapat 47 variabel yang harus dimasukkan dalam perhitungan emisi GRK dari biodiesel kelapa sawit dan terdapat 5 jenis teknologi yang berpotensi menurunkan emisi GRK dari industri tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan lembar kerja (spreahsheet) Biograce yang sudah dimodifikasi, diperolah hasil perhitungan reduksi emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit sebesar 61% bila tanpa implementasi teknologi, dan bila kelima teknologi tersebut diterapkan maka reduksi emisi mencapai 85%, serta teridentifikasi bahwa teknologi penangkapan gas metana merupakan teknologi yang paling besar peranannya dalam menurunkan emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit.

(5)

generasi, diperoleh skenario penerapan kombinasi teknologi optimum untuk mereduksi emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit. Skenario tersebut disimulasikan mampu mereduksi emisi GRK rata-rata sebesar 83.85% dengan nilai masa depan biaya mitigasi sebesar 5,993.57 USD per 1% reduksi emisi GRK.

Kajian kebijakan teknologi penangkapan gas metana dilakukan dengan menggunakan pendekatan manajemen teknologi untuk pengembangan wilayah. Perumusan strategi perolehan teknologi penangkapan gas metana dilakukan dengan menganalisis tingkat dari status teknologi, kemampuan teknologi dan iklim teknologi. Berdasarkan kajian tersebut disusun aturan If-Then (If-Then Rules) untuk menentukan strategi perolehan teknologi. Hasil dari kajian kebijakan teknologi terhadap penangkapan gas metana menunjukkan bahwa tingkat status teknologi berada pada tingkat sedang, kemampuan teknologi sedang dan iklim teknologi berada dalam tingkatan kurang mendukung, sehingga strategi perolehan teknologi yang direkomendasikan adalah aliansi strategis.

Berdasarkan hasil kajian tersebut maka disarankan penelitian lanjutan dengan model berbasis agen untuk meningkatkan akurasi hasil kajian dan pengembangan komputasi paralel untuk melakukan agregasi terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan biodiesel di suatu daerah. Kebijakan yang direkomendasikan dari hasil kajian ini adalah (1) pembatasan ekapansi kebun sawit pada lahan-lahan dengan stok karbon tinggi perlu dilakukan, dan (2) Kebijakan teknologi untuk mendorong penerapan dan pengembangan teknologi penagkapan gas metana yang berupa penurunan bea masuk komponen teknologi dan insentif bagi penelitian dan pengembangan teknologi tersebut.

(6)

SUMMARY

HERMAWAN PRASETYA. Designing Model of Green House Gas Emission Reduction from Sustainable Palm Oil Biodiesel Industry Using Intelligent System. Supervised by YANDRA ARKEMAN, ERLIZA HAMBALI, MUHAMMAD IKHWANUDDIN MAWARDI and RIZALDI BOER

Nowadays, GHG emission reduction from production chain of palm oil biodiesel is one of the requirements of the export product to several countries. Unites States requires GHG emission on the level of 20%, while Europen Union on the level of 35%. Thus GHG emission reduction is also in line with the government’s commitment to reduce the GHG emission on the level of 26% by domestic effort and of 41% by international effort in 2020. Therefore, this needs a model to calculate, predict and recommend the policy to reduce the GHG emission. The objective of this research is to design a GHG reduction emission model of the palm oil biodiesel industry. This objective was classsified into 5 (five) targets: (1) To identify the GHG emission sources and technology, (2) To identify the GHG reduction level of the production chain of biodiesel process today, (3). To manage the model design of GHG emission reduction, (4) To predict GHG emission from palm oil biodiesel industry up to 2020, and (5) To recommend the technology policies to reduce GHG emission from the palm oil industry.

Based on the descriptive analysis towards the secondary data and the literature study, they identify 47 variables which must be included on the GHG emission calculation, and there are 5 types of technology which are potential to reduce the GHG emission from the industry. Furthermore, by using Biograce spreadsheet which has already been modified, it is found that the calculation of the GHG emission reduction from the palm oil is 61% without technology implementation, and if all the five technologies are applied, the reduction emission will be 85%, and it was also identified that the gas methane technology assesment is the technology which has the biggest role on reducing the GHG emission from the palmoil biodiesel industry.

(7)

emission in the average of 83.85%, with the budget of USD 5,993.57 as of 1% GHG emission reduction.

The study on technology policy of methan gas assesment was held by using technology management approach for the regional development. The formulation of this technology was held by analysing the level of technology status, technology capability and technology climate. Based on the analysis, If-Then Rules is prepared to determine the technology acquisition strategy. Analysis result of technology policy for methane capture technology shows technology capability was at medium level, shile technology climate was less support. Therefore, strategic alliance in technology development was recommended as technology acquisition strategy.

This two follow up researches are recommended in enchancing the research, i.e.: developing GHG reduction model by combining current model with agent based model and developing the model into parallel computing in aggregation GHG emission from industries in a region. Also, we recommend two policies in reduction GHG emission: (1) to limit of palm oil expansion into peat land or other high carbon stock land and reducing tarrif barrier on imported methane capture technology components and (2) to provide research incentivies for domestic research activities on developing of methane capture technology.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

RANCANG BANGUN

MODEL PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA

INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

MENGGUNAKAN SISTEM CERDAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Marimin, MSc 2. Prof Dr Ir Udin Hasanudin, MT

(11)

Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca pada lndustri Biodisel Kelapa Sawit Berkelanjutan Menggunakan

Sistem Cerdas Nama

NIM

Hermawan Prasetya

F361100051

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

Dr Ir Yandra Arkeman, MEng

Ketua

Prof(R)

��

in M. MSc DAA

Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Diketahui oleh

Prof Dr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Uj ian Tertutup : 13 Agustus 2015 Tanggal Sidang Promosi : 27 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perancangan model pengurangan emisi gas rumah kaca dari industri biodisel kelapa sawit. Model ini diperlukan untuk melakukan pergitungan pengurangan emisi gas rumah kaca dari proses produksi dan pemakaian biodisel kelapa sawit dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tersebut khususnya kebijakan teknologi yang menjadi bidang tugas dari penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Yandra Arkeman, MEng, Prof Dr Erliza Hambali, Prof Riset Dr Ir M. Ikhwanuddin Mawardi, MSc, DAA dan Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MSc yang telah banyak membimbing, memberikan masukan dan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Suprihatin, MEng, Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi, Dr Ir Titi Chandra Sunarti, MSi dan Dr Eng Ir Taufik Djatna, MSi atas masukan-masukan dan saran saat penulis melakukan ujian prelim lisan, kolokium dan penyusunan draft disertasi. Ucapan terimakasih juga disampikan kepada Prof Dr Ir Udin Hasanudin, MT dan Prof Dr Ir Marimin, MSc, sebagai penguji luar komisi pembibing, atas evaluasi dan saran perbaikan untuk disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pengelola Beasiswa pada Kementerian Riset dan Teknologi, Republik Indonesia yang telah memberikan biaya pendidikan selama penulis melaksanakan studi S3 di IPB. Selesainya studi ini juga dibantu kelancaran administrasi oleh Sekretariat Program Studi TIP, dibawah pimpinan Prof Dr Ir Machfud, MS dan dua staf sekretariat yang sangat membantu (Ibu Nurjanah dan Pak Candra).

Penyelesaian studi ini juga didukung oleh suasana kondisif baik di perkuliahan, tempat penulis bekerja dan keluarga. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerjasama rekan-rekan sesama mahasiswa doktoral di TIP khususnya angkatan 2010 (Cilukba) dan angkatan 2009 serta mahasiswa yang tergabung dalam CIGARIS group. Juga suasana kerja yang kondusif di tempat kerja baik di P2KPDS maupun di P2KDT BPPT. Penulis ucapkan

terimakasih pada kedua orang tua penulis, ketiga anak penulis (Hani, Hady dan Hafi) atas doa, dukungan dan pengertiannya selama ini.

Ucapkan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak dan perseorangan yang tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendoakan penulis untuk selesainya studi ini.

Akhirnya, semoga penelitian menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk pengembangan agroindustri di Indonesia, khususnya pengembangan industri biodisel kelapa sawit.

Bogor, Agustus 2015

(14)

DAFTAR ISTILAH

Algoritma genetika: metode optimasi metaheuristik yang mengadopsi konsep evolusi Darwin.

Biodisel: pengganti petroleum disel yang diproduksi dari minyak nabati, minyak jelantah atau lemak hewani.

Combined Heat Power (CHP): perangkat yang efisien dan bersih untuk membangkitkan listrik dan panas dari satu sumber bahan bakar, umumnya perangkat ini terdiri dari sub sistem mesin pembangkit panas, generator listrik, pemulih panas (heat recovery) dan interkoneksi listrik.

Dinamika Sistem Cerdas: gabungan antara dinamika sistem dengan komputasi cerdas untuk mencari kebijakan/skenario optimum dari serangkaian pilihan kebijakan/skenario yang berjumlah besar.

Dinamika Sistem: model umpan balik yang digunakan untuk mensimulasikan perilaku sistem pada berbagai kondisi dalam simulasi berbasis perubahan waktu (time-step simulations)

Emisi gas rumah kaca: enam jenis gas sesuai Protokol Kyoto, yang dilepaskan ke atmosfer akibat proses produksi atau aktivitas manusia.

Esterifikasi: reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas untuk membentuk metil ester menggunakan katalis asam.

Fungsi Kebugaran (Fitness): rumus atau formula yang terkait dengan tujuan optimasi, biasnya berupa formula matematika, tetapi dalam kasus ISDM, fungsi fitness dicari dengan simulasi.

Gas rumah kaca : gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat, gas ini meliputi : karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O ), metana (CH4),

sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon

(HFCs)

Gen: bagian terkecil dari kromosom, yang merepresentasikan nilai satu skenario. Generasi: tingkatan keturunan yang dihasilkan dari persilangan induk kromosom. Gliserol: komponen utama dari minyak dan lemak yang merupakan produk

samping dari proses produksi biodiesel.

If Then Rule: aturan berbasis logika lingusitik yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian sebelum THEN, biasa disebut dengan antecedent dan bagian setelahnya, biasa disebut dengan consequent.

Iklim Teknologi: kondisi eksternal yang mempengaruhi transformasi teknologi. Kajian siklus hidup (Life cycle assessment) : salah satu perangkat untuk mengkaji

(15)

Kebijakan teknologi: serangkaian kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi penciptaan, akuisisi, adaptasi, difusi dan penggunaan teknologi dalam masyarakat.

Kelapa sawit: tanaman yang berasal dari Afrika Barat, yang merupakan sumber minyak nabati dan vitamin.

Kemampuan Teknologi: kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan teknologi untuk keuntungan strategis.

Kompos TBK: pupuk organik yang dibuat dari tandan buah sawit yang dibuat dengan proses pengomposan dengan dicampur POME.

Komputasi cerdas: model algoritma untuk menyelesaikan permasalahan kompleks dengan mengadopsi konsep kecerdasan biologi atau alam. Kromosom: gabungan dari beberapa gen/genom yang merepresentasikan

skenario/solusi dalam algoritma genetika.

Model siklus hidup dengan dinamika sistem: kombinasi antara LCA dengan dinamika sistem untuk menyajikan innformasi dampak lingkungan kuantitatif secara temporal dan terkait dengan aspek-aspek yang lain. Model: penyederhanaan dari dunia nyata.

Mutasi: perubahan kromosom karena perubahan sifat genetika dari dalam kromosom itu sendiri.

Non-Dominated Sorted Genetic Algorithm: teknik penyelesain optimasi dalam algoritma genetika bertujuan jamak dengan cara mengurutkan solusi yang tidak terdominasi.

Offspring: keturunan hasil persilangan antar kromosom induk.

Pabrik Kelapa Sawit (PKS): pabrik yang mengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO, Palm Kernel Oil (PKO) dan menghasilkan produk samping limbah.

Palm Fatty Acid Destilate: produk samping dari proses refineri CPO menjadi RPO.

Palm Oil Mill Effluent (POME): limbah cair yang dihasilkan dari proses sterilisasi TBS, klarifikasi minyak sawit dan operasi hidro-siklon pada pabrik kelapa sawit (PKS).

Pareto Optimum: serangkaian hasil optimasi pada optimasi dengan tujuan jamak. Penangkapan Gas Metana: teknologi yang dapat menangkap emisi gas metana

dari POME baik dari kolam penampungan maupun langsung dari PKS. Persilangan: kombinasi dua kromosom yang berupa pertukaran sebagian

gen/genom untuk mendapatkan kromosom baru.

Populasi Awal: kromosom induk yang dibangkitkan dengan random sebagai bibit untuk persilangan.

Refineri CPO: pengolahan minyak sawit untuk menghilangkan zat-zat pengotor (impurities) dan komponen lain yang berpengaruh pada kualitas produk. Simulasi: perubahan perilaku sistem karena perubahan parameter-parameter

(16)

Sistem : suatu kesatuan usaha yang terdiri dari dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks

Sistem Cerdas/Komputasi cerdas: sistem metode atau infrastruktur untuk meningkatkan kecerdasan manusia dengan mempelajari dan menemukan pola-pola, hubungan dan struktur baru dalam lingkungan yang kompleks dan dinamis untuk memecahkan masalah-masalah praktis.

Status Teknologi: parameter untuk menilai perkembangan teknologi/tingkat kemanjuan teknologi antar wilayah atau antar industry.

Tandan Buah Kosong (TBK): bagian dari kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat menempel buah kelapa sawit.

Tandan Buah Segar (TBS): produk utama kelapa sawit yang dapat diolah menjadi minyak kasar sawit (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil).

Transesterifikasi: proses penggantian satu alkohol dari sebuah ester oleh satu alkohol lain dalam proses yang mirip dengan hidrolisis, proses ini digunakan untuk menurunkan viskositas dari trigliserida.

Triangular Fuzzy Number: keanggotaan bilangan fuzzy yang berbentuk segitiga. Validasi: proses penentuan derajat akurasi keterwakilan suatu model terhadap

dunia nyata dari perspektif pengguna model.

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH xii

DAFTAR ISI xv

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xx

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kelapa Sawit dan Biodisel Kelapa Sawit 1

Keberlanjutan Industri Biodisel Kelapa Sawit 2 Aplikasi Sistem Cerdas Dalam Kajian Keberlanjutan Industri Biodisel 2

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kebaruan Penelitian 6

Kerangka Pikir Penelitian 6

Pelaksanaan Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Kelapa Sawit dan Biodisel Kelapa Sawit 9

Sumber-Sumber Emisi GRK Dari Industri Biodisel Kelapa Sawit 10

Perhitungan Tingkat Emisi GRK 11

Model Dinamika Sistem Untuk LCA 13

Model Dinamika Sistem Cerdas 14

Kajian Kebijakan Teknologi 15

3 PENDEKATAN DAN RANGKUMAN METODOLOGI 16

Pendekatan Sistem 16

Rangkuman Metodologi 17

Analisis Deskriptif 17

Life Cycle Assessment (LCA) 17

Dinamika Sistem 21

Dinamika Sistem Cerdas 22

Non-Numeric Multi Experts Multi Criteria Decission Model

(MEMCDM) 22

4 IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN TEKNOLOGI REDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA DARI INDUSTRI BIODIESEL KELAPA SAWIT 24

Pendahuluan 24

Metode 25

Hasil 25

Rantai Pasok Industri Biodisel Kelapa Sawit 25

Identifikasi Sumber-Sumber Emisi GRK 27

Identifikasi Teknologi Reduksi Emisi GRK 35

Simpulan 40

Saran 41

5 PERHITUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI INDUSTRI

(18)

Pendahuluan 42

Metode 43

Tujuan dan Pendefinisian Lingkup 43

Batasan Sistem dan Inventarisasi Siklus Hidup 44

Hasil dan Pembahasan 49

Emisi dari Perubahan Lahan 49

Emisi GRK Tanpa Implementasi Teknologi 50

Implemetasi Teknologi Untuk Reduksi Emisi GRK 50

Simpulan 54

Saran 54

6 RANCANG BANGUN MODEL PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN

DENGAN DINAMIKA SISTEM 55

Pendahuluan 55

Metode 56

Identifikasi Model 56

Perancangan Model 56

Validasi dan Simulasi Model 56

Hasil Dan Pembahasan 57

Hasil Identifikasi Model 57

Model Dinamika Sistem Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca 57

Validasi Model 62

Simulasi Reduksi Emisi GRK Melalui Penerapan Beberapa

Teknologi 64

Simpulan Dan Saran 65

Simpulan 65

Saran 65

7 OPTIMASI REDUKSI EMISI GRK INDUSTRI BIODISEL KELAPA

SAWIT DENGAN DINAMIKA SISTEM CERDAS 66

Pendahuluan 66

Metode 67

Struktur ISDM 67

Simulasi untuk Menghitung Nilai Kebugaran 68

Pengkodean Kromosom 71

Penyelesaian Fungsi Fitness 71

Hasil dan Pembahasan 72

Populasi Awal, Persilangan dan Mutasi 72

Optimasi Kombinasi Penerapan Teknologi 74

Simpulan dan Saran 76

Simpulan 76

Saran 76

8 KAJIAN KEBIJAKAN TEKNOLOGI REDUKSI GRK DARI INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT: Kasus Penangkapan Gas Metana 77

Pendahuluan 77

Metode 78

Kerangka Kajian Kebijakan Teknologi 78

(19)

Analisis Data 81

Hasil dan Pembahasan 83

Penelitian dan Penerapan Teknologi Penangkapan Gas Metana 83 Analisis Status, Kemampuan dan Iklim Teknologi 84

Penentuan Strategi Perolehan Teknologi 86

Simpulan dan Saran 87

Simpulan 87

Saran 87

9 PEMBAHASAN UMUM 88

Inventarisasi Siklus Hidup, Pembatasan Sistem dan Skenario Perubahan

Lahan 88

Perbandingan Perhitungan Emisi GRK Statis dengan SDLCM 91 Optimasi Skenario Penerapan Teknologi Reduksi Emisi GRK 94 Kebijakan Teknologi Perolehan Teknologi Reduksi Emisi GRK 95

10 IMPLIKASI MANAJERIAL 97

Peningkatan Kapasitas Karyawan Perusahaan 97

Penyusunan Rencana Aksi Reduksi Emisi GRK 97

Adopsi Model Ke Industri Biodisel Kelapa sawit 98

11 SIMPULAN DAN SARAN 100

Simpulan 100

Saran 100

Lanjutan Studi 100

Implementasi Model Reduksi Emisi GRK 101

Rekomendasi Kebijakan Reduksi Emisi GRK 101

LAMPIRAN 102

Lampiran 1 Desain Kuisioner Pengumpulan Data di Perusahaan Biodisel 102 Lampiran 2 Data Material Input dan Ouput Per Tahap Rantai Produksi

Biodisel 109

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Emisi GRK Industri Biodisel pada

Berbagai Skenario Penerapan Teknologi 117

Lampiran 4 Diagram Stok-Aliran Sub Model Budidaya Kelapa Sawit 125 Lampiran 5 Diagram Stok-Aliran Produksi Biodisel 126 Lampiran 6 Diagram Sebab Akibat Emisi GRK Biodisel Kelapa Sawit 127 Lampiran 7 Daftar Pemrograman Dalam Model SDLCM 128

Lampiran 8 Hasil Simulasi SDLCM Emisi GRK 137

Lampiran 9 Hasil Simulasi Reduksi Emisi GRK dan Biaya Mitigasi pada

20 Populasi Penerapan Teknologi 139

Lampiran 10 Kromosom dan Perhitungan Fungsi Fitnes Model ISDM 149 Lampiran 11 Evaluasi Solusi Pareto Optimum dengan Metode NSGA 153 Lampiran 12 Daftar IF-Then Rule Untuk Identifikasi Strategi Perolehan

Teknologi PGM 156

DAFTAR PUSTAKA 164

(20)

DAFTAR TABEL

1 Produk Turunan Kelapa Sawit pada Industri Sampel 27 2 Inventarisasi Sumber-Sumber Emisi Beberapa Kajian Perhitungan

GRK 29

3 Faktor Emisi Bahan-Bahan Kimia dalam Budidaya Kelapa Sawit 32 4 Faktor Emisi Sumber Energi dan Bahan-Bahan Kimia pada

Refineri Minyak Sawit 33

5 Faktor Emisi Bahan-Bahan Kimia padaTransesterifikasi 34 6 Asumsi-Asumsi Beberapa Jenis Teknologi Penangkapan Gas

Metana 38

7 Parameter CHP dengan Produksi Listrik 0,5, 3 dan 15 MW 39 8 Beberapa Parameter Terkait Teknologi Pengolahan PFAD 40 9 Inventarisasi Input pada Budidaya Kelapa Sawit 46 10 Inventarisasi Input pada Produksi Minyak Sawit 47 11 Inventarisasi Input dari Produksi Biodisel 48 12 Perbandingan Perhitungan Emisi GRK Studi ini dengan Studi EPA

50

13 Perbandingan Perhitungan Emisi GRK Tanpa Teknologi dan

Penerapan Bibit Unggul 51

14 Perbandingan Perhitungan Emisi GRK Tanpa Teknologi dan

Penerapan Kompos TBK 51

15 Perbandingan Perhitungan Emisi GRK Tanpa Teknologi dan

Penerapan Penangkapan Gas Metana 52

16 Biaya Investasi dan Perawatan-Operasi Masing-Masing Teknologi

70

17 Populasi Awal, Hasil Simulasi Reduksi Emisi GRK dan Biaya

Mitigasi 73

18 Skenario Kombinasi Penerapan Teknologi Optimum 76 19 Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi Penangkapan Gas

Metana 79

20 Tahapan Perkembangan Komponen Teknologi 79

21 Pengukuran Iklim Teknologi 80

22 Beberapa Contoh If-Then Rule Penetapan Strategi Perolehan

Teknologi 82

23 Penilaian Pakar Terhadap Status Teknologi Penangkapan Gas

Metana 84

24 Penilaian Pakar Dan Hasil Agregasi Kemampuan Teknologi

Penangkapan Gas Metana 85

25 Penilaian Pakar terhadap THIO dalam Tiga Kebijakan 85 26 Rangkuman Hasil Agregasi Iklim Teknologi Penangkapan Gas

Metana 86

(21)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Penelitian 7

2. Diagram Alir Pelaksanaan Studi 8

3. Reaksi Kimia Transesterifikasi 9

4. Fase-Fase LCA dan Pokok-Pokok Kegiatannya (Curran 2006) 12 5. Diagram Kotak Gelap Model Reduksi Emisi GRK 17

6. Triangle Fuzzy Number 23

7. Identifikasi Rantai Pasok Biodiesel Kelapa Sawit 27 8. Produktivitas Kelapa Sawit Berdasarkan Variestas Bibit Unggul 36

9. Skema CHP di PKS 39

10. Batasan Sistem Keseluruhan Rantai Produksi Biodisel dengan

Implementasi Teknologi 45

11. Perbandingan Hasil Perhitungan Emisi GRK Tanpa Penerapan

Teknologi Dengan Penerapan Seluruh Teknologi 54

12. Diagram Sebab Akibat Model Pengurangan GRK dari Industri

Biodisel Kelapa Sawit 58

13. Struktur Model Reduksi GRK dari Industri Biodisel Kelapa Sawit 59 14. Struktur Sub Model Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit

60

15. Struktur Sub Model Produksi Biodisel Kelapa Sawit 60 16. Diagram Stok–Aliran Sub Model Transportasi 61

17. Struktur Sub Model Emisi Gas Rumah Kaca 61

18. Sub Model Teknologi Reduksi Emisi 62

19. Perbandingan Perhitungan Emisi GRK SDLCM dengan Beberapa

Studi Sejenis 63

20. Simulasi Perhitungan Reduksi Emisi GRK Tanpa Teknologi dengan

SDLCM 63

21. Simulasi Emisi GRK pada Berbagai Skenario Penerapan Teknologi

dengan SDLCM 64

22. Struktur Model ISDM 68

23. Sub Model Emisi GRK Total untuk Simulasi Reduksi Emisi GRK 69 24. Diagram Stok-Aliran untuk Simulasi Biaya Mitigasi 70

25. Pengkodean Kromosom Dengan Kode Ganda 71

26. Contoh Operasi Partially-Mapped Croosover 73

27. Ilustrasi Mutasi Inversi 74

28. Plot Beberapa Nilai Fitnes Hasil Optimasi Penerapan Teknologi 75

29. Kerangka Kajian Kebijakan Teknologi 78

30. Adopsi Konsep TFN dalam Menghitung Probalitas If-Then Rule 82

31. Sekenario Perubahan Lahan dan Jenis Tanah 91

32. Perbandingan Penanaman Kelapa Sawit Aktual dengan Rerata di

Lokasi Penelitian 92

33. Perbandingan Prediksi Produksi TBS Dengan SDLCM dan Linear

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Desain Kuisioner Pengumpulan Data di Perusahaan Biodisel 102 2. Data Material Input dan Ouput Per Tahap Rantai Produksi Biodisel 109 3. Hasil Perhitungan Emisi GRK Industri Biodisel pada Berbagai

Skenario Penerapan Teknologi 117

4. Diagram Stok-Aliran Sub Model Budidaya Kelapa Sawit 125

5. Diagram Stok-Aliran Produksi Biodisel 126

6. Diagram Sebab Akibat Emisi GRK Biodisel Kelapa Sawit 127

7. Daftar Pemrograman Dalam Model SDLCM 128

8. Hasil Simulasi SDLCM Emisi GRK 137

9. Hasil Simulasi Reduksi Emisi GRK dan Biaya Mitigasi pada 20

Populasi Penerapan Teknologi 139

10. Kromosom dan Perhitungan Fungsi Fitnes Model ISDM 149 11. Evaluasi Solusi Pareto Optimum dengan Metode NSGA 153 12. Daftar IF-Then Rule Untuk Identifikasi Strategi Perolehan Teknologi

(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa Sawit dan Biodisel Kelapa Sawit

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia baik dalam produksi kelapa sawit maupun minyak kelapa sawit (Goenadi 2008; Growth 2011; Kemenperin 2011). Pada tahun 2014, produksi minyak sawit (CPO) Indonesia diperkirakan sebesar 29.3 juta ton (BPS 2014). Produksi minyak sawit Indonesia dan Malaysia berkontribusi sebesar 85% dari produksi dunia (Growth 2011); 90 % (EPA 2011a) dari produksi kelapa sawit dunia. Ketersediaan kelapa sawit di Indonesia cukup besar dan diperkirakan cenderung akan terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dari luas kebun, produksi dan peningkatannya setiap tahun. Tahun 2010, luas kebun kelapa sawit mencapai 8.1 juta hektar dengan pertumbuhan luas kebun rata-rata per tahun mencapai 11.8%. Pada tahun 2009, produksi minyak sawit mencapai 20.2 juta ton dengan rata-rata peningkatan produksi 12% per tahun. Diperkirakan pada tahun 2020, produksi minyak sawit akan mencapai 40 juta ton (Kemenperin 2011).

Pada tahun 2025, diperkirakan kebutuhan minyak sawit dalam negeri hanya sebesar 14.72 juta ton, dengan perincian penggunaan biodiesel sebesar 6.4 juta ton dan industri minyak makan dan oleokimia sebesar 8.32 juta ton (Balitbangtan 2007). Berdasarkan perkiraan produksi dan kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri tersebut, maka sebagian besar produksi kelapa sawit harus diekspor. Pada tahun 2010, produksi minyak kelapa sawit sebesar 20.8 juta ton, sementara ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya mencapai sebesar 15.66 juta ton (Kemenperin 2011). Diperkirakan pada tahun 2025, ekspor minyak sawit sebesar 20.28 juta ton (Balitbangtan 2007). Peluang ekspor kelapa sawit cukup besar, karena konsumsi minyak sawit dunia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama tahun 1990--2008 telah terjadi peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit dunia sebesar 10 kali lipat. Pada tahun 1980, konsumsi minyak sawit dunia hanya sebesar 4.5 juta ton, namun pada tahun 2009, konsumsi tersebut meningkat menjadi 45 juta ton. Bahkan pada tahun 2009, proporsi konsumsi minyak sawit mencapai 34% dari seluruh konsumsi minyak nabati dunia (Growth 2011).Salah satu produk turunan dari minyak sawit yang mempunyai potensi besar di pasar internasional adalah biodisel (methyl ester).

Pada beberapa tahun terakhir, pertumbuhan produksi bioenergi dunia termasuk biodisel mengalami pertumbuhan yang cepat. Selama kurun waktu 2000-2009 telah terjadi peningkatan produksi biodisel meningkat dari 0.8 menjadi 14.7 milyar liter (Sorda et al. 2010). Pertumbuhan bioenergi tersebut sangat dipengaruhi oleh intervensi pemerintah dengan berbagai kebijakan (Growth 2011; Sorda et al. 2010). Banyak negara saat ini mengadopsi kebijakan yang mendorong penggunaan bahan bakar hayati (Growth 2011; Sheil et al. 2009; Sorda et al. 2010). Kebijakan banyak negara untuk menggunakan bahan bakar nabati tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi biodisel dari kelapa sawit.

(24)

2

kelapa sawit yang relatif panjang sampai 25 tahun dengan lama produksi sampai 23 tahun (Reijnders dan Huijbregts 2008), rendemen minyak yang relatif besar berkisar antara 20--29% (Manurung 2001; Reijnders dan Huijbregts 2008), rata-rata produktivitas mencapai 19.1--20.1 ton tandan buah segar per hektar per tahun (Reijnders dan Huijbregts 2008), sementara minyak sawit yang dihasilkan mencapai 3 ton per hektar per tahun (Kemenperin 2011).

Keberlanjutan Industri Biodisel Kelapa Sawit

Beberapa penelitian menunjukkan kelebihan-kelebihan bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati mampu mengatasi permasalahan deplesi bahan bakar fosil dan degradasi lingkungan (Agarwal 2006). Beberapa hasil studi menunjukkan peningkatan kinerja lingkungan, sosial dan ekonomi yang diakibatkan penggunaan bahan bakar nabati (Boons dan Mendoza 2010). Bahan bakar nabati mempunyai sifat-sifat yang hampir mirip dengan bahan bakar fosil, sehingga secara teknis dapat digunakan untuk menggantikan atau digunakan sebagai campuran bahan bakar fosil. Sementara dari aspek lingkungan, bahan bakar nabati dipercaya bisa mengurangi emisi karbon yang berpotensi mengurangi efek gas rumah kaca (Agarwal 2006; Kardono 2008)

Kemampuan biodisel untuk mengurangi efek gas rumah kaca ini kemudian dijadikan salah satu standar biodisel. Pemerintah Amerika Serikat telah mengeluarkan persyaratan minimum pengurangan emisi gas rumah kaca dari biodisel. Persyaratan ini dimuat dalam Undang-Undang Udara Bersih (Clear Air Act) Section 211 (o) Tahun 2010 yang merupakan amandemen dari dari Undang-undang Kebebasan Energi dan Keamanan (Energy Independence and Security Act) Tahun 2007. Berdasarkan undang-undang tersebut ditetapkan standar pengurangan emisi siklus hidup gas rumah kaca (reduction in lifecycle GHG emissions) sebesar 20% untuk bahan bakar yang terbarukan (renewable fuel), 50% untuk diesel yang diproduksi dari biomasa (biomass-based diesel or advanced biofuel), dan 60% untuk bahan bakar yang diproduksi dari selulos (cellulosic biofuel) (EPA 2010b). Uni Eropa mensyaratkan pengurangan emisi gas rumah kaca dari bahan bakar nabati sebesar 35% (Sheil et al. 2009).

Dalam rangka pelaksanaan CAA Section 211 (o) tersebut, EPA telah melakukan pengkajian terhadap siklus hidup gas rumah kaca pada berbagai proses produksi bahan bakar terbarukan (multiple renewable fuel pathways). EPA melakukan kajian siklus hidup gas rumah kaca dari biodisel kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Pemilihan kedua negara ini didasari kenyataan bahwa kedua negara ini merupakan penghasil 90% kelapa sawit dunia. Hasil pengkajian tersebut menunjukkan bahwa biodisel dari kelapa sawit dan biodisel terbarukan dari kelapa sawit (biodisel and renewable diesel produced from palm oil) baru bisa mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 17% dan 11%. Reduksi emisi gas rumah kaca tersebut masih dibawah batas minimal yang dipersyaratkan yaitu 20% (EPA 2011a). Kajian EPA tersebut berimplikasi akan ditolaknya ekspor CPO ke Amerika Serikat (Sindonews, Jumat 3 Pebruari 2012; Temponews, 1 Pebruari 2012).

Aplikasi Sistem Cerdas Dalam Kajian Keberlanjutan Industri Biodisel

(25)

3

pengembangan model yang mengadopsi kecerdasan biologis dan alam, yang disebut dengan sistem cerdas (intelligent systems) (Engelbrecht 2007). Sistem tersebut juga mampu belajar menirukan daya pikir manusia seperti abtsraksi, generalisasi, penemuan dan asosiasi (Kordon 2009).

Kemajuan dalam pengembangan sistem cerdas didorong oleh tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah keterbatasan isu-isu yang dapat dipecahkan oleh metode kecerdasan buatan (artificial intelligence), kemajuan yang cepat dari kekuatan komputasi dan meningkatkanya peranan data dalam berbagai pengambilan keputusan (Kordon 2009). Terdapat beberapa metode komputasi yang termasuk ke dalam sistem cerdas. Metode komputasi tersebut adalah sistem fuzzy, jaringan saraf tiruan, komputasi evolusioner /algoritma genetika, model berbasis agen (Engelbrecht 2007; Kordon 2009) mesin yang mendukung vektor dan kecerdasan perpindahan burung (swarm intelligence) (Kordon 2009).

Sistem cerdas telah digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sulit yang di hadapi sehari-hari. Sistem cerdas sudah diterapkan dalam bidang kedokteran, industri, kontrol, optimasi, riset operasi, perdagangan secara elektronis dan pendidikan (Engelbrecht 2007). Penggunaan dalam kajian keberlanjutan biodisel dilakukan oleh beberapa peneliti. Model berbasis agen digunakan untuk memperbaiki perhitungan emisi GRK dari biodisel kelapa sawit. Model tersebut memungkinkan untuk menghitung kontribusi satu indikator dampak terhadap emisi CO2 terhadap gas rumah kaca pada masing-masing perusahaan

penyedia teknologi (Davis et al. 2009). Sistem cerdas juga digunakan untuk memodifikasi kajian siklus hidup (Life Cycle Asseement=LCA) menjadi Kajian siklus hidup keberlanjutan (Life Cycle Sstainability Assessment=LCSA) menekankan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pengembangan LCSA tersebut mengintegrasikan beberapa metode yaitu Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA), dinamika sistem, model berbasis agen (ABM) (Halog dan Manik 2011).

Perumusan Masalah

Pengkajian siklus hidup adalah metode yang populer digunakan untuk menghitung dampak lingkungan dari suatu produk (Hidayatno et al., 2011). Salah satu dampak lingkungan yang sering dihitung adalah emisi gas rumah kaca. Penggunaan LCA untuk menganalisis dampak lingkungan dari produk bioenergi telah banyak dilakukan. Sebagai gambaran, Cherubini and Strømman, (2011) telah mereview 94 publikasi studi tentang LCA terhadap produk bioenergi yang disajikan dalam Bahasa Inggris selama 15 tahun terakhir.

(26)

4

perubahan ekonomi terkait dengan pasar bahan baku biodisel di pasar internasional (EPA 2010a).

Pengurangan emisi gas rumah kaca juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mereduksi emisinya sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 (Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2011). Dalam mendukung kebijakan pemerintah dan industri biodisel kelapa sawit untuk memenuhi standar yang diterapkan oleh negara importer diperlukan model untuk menghitung reduksi emisi GRK. Model tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tingkat pengurangan emisi GRK dan merekomendasikan tindakan atau kegiatan yang harus dilakukan. Tindakan atau kegiatan tersebut difokuskan pada implementasi teknologi, karena implementasi teknologi berperan besar dalam penurunan emisi GRK (Akashi et al. 2012).

Rekomendasi implementasi teknologi tersebut dilakukan dengan melakukan simulasi dan optimasi. Simulasi dilakukan untuk melakukan prediksi reduksi emisi hingga tahun 2020, sementara optimasi dilakukan dengan mengevaluasi kombinasi implementasi teknologi, baik dari segi jenis teknologi maupun waktu mulai implementasi. Kombinasi implementasi teknologi yang dihasilkan sangat besar jumlahnya, sehinga memerlukan metode untuk melakukan evaluasi terhadap kombinasi yang optimum dalam secara efektif dan efisien. Permasalahan optimasi kombinatorial ini dapat diselesaikan dengan metode komputasi evolusioner (evolutionary computational) (Engelbrecht 2007).

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Model pengurangan emisi gas rumah kaca apa yang akurat memberikan gambaran reduksi emisi rumah kaca, memprediksi dan merekomendasikan kombinasi implementasi teknologi apa yang tepat untuk pegurangannya?

Beberapa pertanyaan penelitian yang akan digunakan untuk memandu penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa saja sumber-sumber emisi GRK dan teknologi-teknologi apa saja yang dapat menguranginya dalam industri biodisel kelapa sawit ?

2. Berapa tingkat emisi GRK dari setiap sumber emisi dalam industri biodisel kelapa sawit?

3. Bagaimana rancangan model pengurangan emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit ?

4. Bagaimana menggunakan model yang telah disusun untuk memprediksi emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit dan mengoptimasi implementasi teknologi untuk pengurangannya ?

5. Kebijakan teknologi apa yang dapat direkomendasikan untuk mereduksi emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit ?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi sumber-sumber emisi dan teknologi-teknologi untuk menurunkan emisi GRK dalam industri biodisel kelapa sawit,

2. Menghitung tingkat emisi GRK dari setiap sumber-sumber emisi dalam industri biodisel kelapa sawit dengan menggunakan model LCA statis,

(27)

5

4. Memperbaiki metode perhitungan Emisi GRK dari Industri Biodiesel kelapa Sawit dengan model yang telah disusun,

5. Menyusun rekomendasi kebijakan teknologi untuk penurunan emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Model reduksi emisi GRK ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah pada perbaikan metode perhitungan Life Cycle Assessment (LCA) khususnya pada industri biodisel kelapa sawit. Selanjutnya manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Teridentifikasi rumber-sumber emisi dan teknologi reduksi emisi GRK dalam

Sistem Industri Biodisel Kelapa Sawit, sehingga pelaku-pelaku terkait dengan industri kelapa dapat memfokuskan upaya pengurangan pada sumber-sumber tersebut.

2. Hasil perhitungan tingkat emisi GRK dari setiap sumber-sumber emisi dalam Sistem Industri Biodiesel kelapa Sawit diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat emisi dan persentase pengurangan emisi GRK dari biodiesel kelapa sawit (berdasarkan standar RFS, persentase pengurangan minimal 20 %, untuk standar Uni Eropa 35 %).

3. Terbangunnnya Model Reduksi Emisi GRK dengan sistem dinamis dan pendekatan sistem cerdas. Model ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah perangkat simulasi (simulationtool) untuk memprediksi tingkat emisi GRK dan identifikasi upaya-upaya untuk mereduksinya.

4. Tersusunnya perbaikan metode perhitungan LCA dinamis untuk penurunan emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit, sehingga emisi GRK dapat dihitung dan diprediksikan secara lebih akurat.

5. Rekomendasi kebijakan teknologi optimum untuk penurunan emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai rujukan pengurangan emisi GRK dari pihak-pihak terkait.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Studi ini mengidentifikasi sumber-sumber emisi GRK dalam sistem industri biodisel kelapa sawit, dampak lingkungan lainnya seperti asidifikasi (acidification), toksifikasi (toxification) dan lainya tidak dimasukkan.

2. Untuk menghitung tingkat emisi GRK dari setiap sumber-sumber emisi dalam Sistem Industri Biodiesel kelapa Sawit dengan Menggunakan Model LCA Statis digunakan studi kasus di salah satu industri biodisel di Indonesia (PT X Group).

3. Dalam mendisain model reduksi emisi GRK dengan sistem dinamis dan pendekatan sistem cerdas dibatasi hanya memasukkan 8 subsistem dalam siklus hidup biodiesel kelapa sawit (penggunaan lahan, budidaya, PKS, Refineri, produksi biodisel, pencampuran dan penggunaanya dalam bidang transportasi). Lingkup perhitungan siklus hidup yang dimulai dari pembibitan kelapa sawit sampai pencampuran biodiesel (cradle to wheel).

(28)

6

5. Rekomendasi kebijakan teknologi penurunan emisi GRK dibatasi untuk menganalisis teknologi mitigasi yang berkontribusi terbesar dalam penurunan emisi GRK.

Kebaruan Penelitian

Klaim kebaruan penelitian ini adalah terletak :

1. Perhitungan LCA yang lebih komprehensif baik dari segi lingkup (perubahan penggunaan lahan, pembibitan sampai penggunaan biodisel) dan skenario implementasi teknologi.

2. Penggunaan model dinamika-sistem cerdas (intelligent system dynamic) untuk memperbaiki perhitungan LCA dari rantai produksi biodisel kelapa sawit. 3. Penggunaan metode optimasi Multi Objectives Genetic Algorithm (MOGA)

untuk menemukan rekomendasi kombinasi teknologi yang optimum dalam rangka menurunkan emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit.

Kerangka Pikir Penelitian

(29)

7

Gambar 1 Kerangka Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari lima kegiatan yaitu (1) identifikasi sumber-sumber emisi dan teknologi reduksi emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit, (2) perhitungan tingkat emisi GRK dari biodiesel kelapa sawit, (3) perancangan model dinamika-sistem cerdas reduksi emisi GRK, (4) perbaikan perhitungan penurunan emisi GRK dan (5) kajian kebijakan teknologi yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penurunan emisi GRK dari industri biodisel kelapa sawit.

(30)

8

(31)

9

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit dan Biodisel Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman yang berasal dari Afrika Barat. Buah dari tanaman ini pada awalnya digunakan sebagai sumber minyak dan vitamin. Tanaman ini mulai ditanam di Indonesia tahun 1848 dan di Malaysia tahun 1875 (Panapanaan et al. 2009b). Pada tahun 1968, luas kebun kelapa sawit hanya 120.000 hektar (Goenadi et al. 2005), selanjutnya pada tahun 2010, menjadi 8.1 juta hektar dengan komposisi kepemilikan sebesar 43% petani, 8.5% perkebunan besar negara dan sisanya 48.5% perkebunan besar swasta (Kemenperin 2011).

Industri CPO dan PKO merupakan industri pemasok bahan baku bagi industri hilir kelapa sawit. CPO dan PKO dihasilkan dari tandan buah segar (TBS) sawit. Melalui proses sterilisasi, pemipilan, pengepresan dan penjernihan dihasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO), sementara depricarping dan pemecahan biji kernel yang dilanjutkan dengan pengepresan biji akan menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO) (SBRC 2009).

Biodisel adalah pengganti petroleum disel yang diproduksi dari minyak nabati, minyak jelantah atau lemak hewani (Srivastava dan Prasad 2000; USDE 2008). Biodisel dihasilkan dari minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (vegetable oil) atau lemak hewani (animal fat) dalam suatu proses yang disebut transesterifikasi, dimana minyak atau lemak direaksikan dengan alkohol (biasanya digunakan metanol yang dihasilkan dari gas alam) dibantu dengan katalis untuk menghasilkan mono-alkyl esters (biodisel) dan gliserol (Dillon et al. 2008; USDE 2008).

Transesterifikasi sering juga disebut sebagai alkoholisis, yaitu proses penggantian (displacement) satu alkohol dari sebuah ester oleh satu alkohol lain dalam proses yang mirip dengan hidrolisis. Proses ini digunakan untuk menurunkan viskositas dari trigliserida (Srivastava dan Prasad 2000). Reaksi transesterifikasi dipercepat dengan menggunakan katalis. Katalis yang umum digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah katalis asam dan basa. Untuk katalis asam biasanya digunakan asam sulfonat dan asam sulfat sedangkan katalis basa digunakan NaOH, KOH dan NaOCH3. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat 4000

kali dibandingkan katalis asam, dan juga katalis alkali tidak sekorosif katalis asam (Srivastava dan Prasad 2000; Utami et al. 2007). Jenis alkohol yang sering digunakan dalan transesterifikasi adalah methanol, oleh karena itu proses ini juga sering disebut metanolisis (Srivastava dan Prasad 2000). Rumus reaksi metanolisis disajikan dibawah ini.

(32)

10

Hampir semua biodisel diproduksi dengan metode transesterifikasi dengan katalisator basa karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah bisa mencapai 98% (Rahayu 2006). Proses ini merupakan metode yang cukup krusial untuk memproduksi biodiesel dari minyak/lemak nabati. Dalam aplikasi dalam industri biodiesel, maka terdapat empat komponen utama, yaitu reaktor, pompa, sentrifugal dan destilasi. Keempat peralatan tersebut telah mewakili inti dari industri biodiesel (Gerpen et al. 2004).

Penerapan proses konversi menjadi biodiesel tergantung pada kandungan asam lemak bebas bahan baku minyak yang digunakan, jika kurang dari 2% maka diterapkan satu tahap transesterifikasi menggunakan methanol dan katalis basa (NaOH, KOH), namun jika lebih dari 2% maka diterapkan proses dua tahap esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam (Asam Sulfat, H2SO4)

kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Pada proses konversi minyak sawit menjadi biodiesel dihasilkan produk samping berupa gliserol sekitar 10 % (SBRC 2009).

Sebagian besar pabrik biodiesel di Indonesia menggunakan bahan baku stearin, hanya satu pabrik yang menggunakan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) (SBRC 2009). Stearin dan PFAD diperoleh dari proses refineri CPO. Refineri mengkonversi CPO menjadi minyak makan dengan kualitas yang lebih baik melalui penghilangan bahan-bahan pengotor pada tingkat yang disyaratkan dengan cara yang paling efisien. Rifeneri tersebut mencakup proses degumming, bleaching, dan deodorisasi. Refinieri ini menghasilkan minyak minyak yang telah direfineri, dipucatkan dan dihilangkan bau (Refine, Bleached and Deodorized Oil=RBDO).

Penerapan proses konversi menjadi biodiesel tergantung pada kandungan asam lemak bebas bahan baku minyak yang digunakan, jika kurang dari 2% maka diterapkan satu tahap transesterifikasi menggunakan methanol dan katalis basa (NaOH, KOH), namun jika lebih dari 2% maka diterapkan proses dua tahap esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam (Asam Sulfat, H2SO4)

kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Pada proses konversi minyak sawit menjadi biodiesel dihasilkan produk samping berupa gliserin sekitar 10% (SBRC 2009).

Sumber-Sumber Emisi GRK Dari Industri Biodisel Kelapa Sawit

Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk dapat menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga menyebabkan suhu dipermukaan bumi menjadi hangat (Trismidianto et al. 2008). Terdapat 6 jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu: karbondioksida (CO2),

dinitro oksida (N2O ), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon

(PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs) (Rao dan Riahi 2006; Trismidianto et al. 2008).

(33)

11

konsumsi disel dan listrik, (7) konsumsi energi termal, (8) sumber-sumber energi proses dan (9) jumlah dan jenis limbah (ISCC, 2011).

Perubahan guna lahan akibat pembukaan hutan (deforestasi) dan Palm Oil Mill effluent (POME) merupakan kontributor terbesar pada emisi GRK. Deforestasi menyumbang emisi karbon dioksida (CO2) (Hartono dan Irsyad 2011; Hidayatno

et al. 2011), sementara POME menyumbang emisi gas metana (CH4) (Poh dan

Chong 2009).

Deforestasi ini semakin memberikan kontribusi lebih besar pada emisi karbon dioksida, apabila kawasan hutan tersebut terletak di lahan gambut. Hal ini karena lahan gambut memiliki kandungan karbon yang besar (Wibowo 2007). Emisi dari lahan gambut juga disebabkan oleh oksidasi segera setelah sistem lahan gambut didrainase, yang diikuti oleh terjadinya pemadatan dan subsiden permukaan gambut. Hooijer et al. (2011) melakukan penelitian emisi karbon dari lahan gambut. Penelitian tersebut mengambil lokasi di lahan gambut yang ditanami akasia dan kelapa sawit di Jambi dan Riau. Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan pengukuran dengan pada 215 titik pengamatan (125 titik di tanaman akasia, sementara 39 titik di kebun kelapa sawit dan 51 pada hutan gambut yang ditumbuhi akasia). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan karbon 5 tahun pertama adalah 178 ton CO2 eq per hektar per tahun, setelah beberapa tahun

kemudian mengalami pengurangan 73 ton CO2 eq per hektar per tahun, shingga

rata-rata kehilangan karbon per tahun selama 25 tahun adalah 100 ton CO2 eq per

hektar per tahun.

POME merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses sterilisasi TBS, klarifikasi minyak sawit dan operasi hidro-siklon pada pabrik kelapa sawit (PKS) (Poh dan Chong 2009). Diperkirakan setiap produksi satu ton CPO, membutuhkan 5--7.5 ton air dan lebih 50% dari air tersebut menjadi POME (Wu et al. 2009). Setiap produksi ton CPO diperkirakan menghasilkan emisi gas metana sebesar 46 m³ (32.9 kg) atau 384 m³ (756 kg) CO2 eq (Schuchardt et al. 2007).

Perhitungan Tingkat Emisi GRK

Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode untuk mengkompilasi dan mengevaluasi input, output dan potensi dampak lingkungan dari sistem produksi sepanjang siklus hidup suatu produk (ISO14044 2006). LCA merupakan metode yang populer untuk menghitung emisi GRK. LCA dengan pendekatan gate to grave merupakan pendekatan yang sering dipakai untuk mengkaji sistem industri. LCA jenis ini mengkaji potensi dampak lingkungan dari pengambilan bahan mentah dari bumi sampai pada proses untuk menghasilkan produk dan berakhir saat semua material dikembalikan ke bumi (dalam bentuk limbah) (Curran 2006).

LCA merupakan teknik untuk mengkaji aspek lingkungan dan dampak potensial yang terkait denganya melalui (1) kompilasi energi dan material yang digunakan dan dilepaskan ke lingkungan, (2) evaluasi dampak lingkungan potensial yang terkait dengan material dan energi yang telah diidentifikasi, (3) interpretasi hasil kajian untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih informatif (more informed decision) (Curran 2006).

(34)

12

(1) pendefinisian tujuan dan lingkup kajian, (2) analisis inventarisasi, (3) kajian dampak dan (4) interpretasi hasil (Curran 2006; ISO14044 2006). Hubungan keempat fase LCA dan pokok-pokok kegiatan yang harus dilaksanakan tersebut disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 4 Fase-Fase LCA dan Pokok-Pokok Kegiatannya (Curran 2006)

Pada sebagian besar kajian LCA terhadap sistem bioenergi, dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses produksi bioenergi dikaitkan dengan respon terhadap kebijakan yang diambil atau dibandingkan sistem bahan bakar fosil. LCA ini selanjutya disebut dengan LCA konsekuensi (consequential LCA) (Cherubini dan Strømman 2011). Beberapa kajian perhitungan emisi GRK dengan menggunakan LCA pada budidaya dan pengolahan kelapa sawit disajikan sebagai berikut.

Reijnders and Huijbregts (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menghitung emisi gas yang mengandung carbon pada siklus hidup kelapa sawit di Asia Selatan. Lingkup siklus hidup kelapa sawit yang dihitung dalam penelitian ini adalah (1) emisi karbondioksida karena penggunaan input budidaya, pemanenan dan logistik, (2) hilangnya karbon biogenik dari ekosistem karena konversi hutan menjadi kebun kelapa sawit, (3) konversi an-aerobik limbah kelapa sawit selama proses konversinya, dan (4) emisi gas karena penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar. Hasil perhitungan tersebut diwujudkan dalam skor dampak dari siklus hidup kelapa sawit terhadap pemanasan global (ISpalmoil) dalam kilogram

CO2 equivalen per kilogram produksi kelapa sawit. Nilai ISpalmoil dalam penelitian

ini adalah 2.8--19.7 kg CO2 equivalent per kg of kelapa sawit.

Souza et al. (2010) melakukan identifikasi dan mengevaluasi emisi netto gas rumah kaca dan keseimbangan energi dari biodiesel kelapa sawit di Brazil menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sebesar 1.437 kg CO2

(35)

13

Stichnothe dan Schuchardt (2011) melakukan perhitungan emisi GRK dari industri kelapa sawit dengan membandingkan dua skenario produksi kelapa sawit. Kedua skenario tersebut adalah skenario terburuk (dimana limbah yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit tidak diolah dan dikembalikan ke kebun) dan skenario terbaik (limbah kelapa sawit diolah dan dikembalikan ke kebun) dengan menggunakan 1.000 kg tandan buah segar sebagai unit fungsional. Hasil kajian ini adalah pada skenario terburuk menghasilkan emisi 460 kg CO2 eq, sementara pada

skenario terbaik emisi hanya 110 kg CO2 eq.

Hidayatno et al. (2011) melakukan kajian yang menunjukkan bahwa budidaya kelapa sawit mempunyai dampak lingkungan paling besar, diikuti pabrik biodisel dan pabrik CPO. Kegiatan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi GRK dalam budidaya adalah pembersihan lahan dengan membakar berkontribusi lebih besar terhadap dampak lingkungan.

Noordwijk (2009) mengembangkan sistem yang komprehensif untuk menghitung emisi karbon pada produksi bahan bakar nabati dari kelapa sawit. Sistem tersebut diberi nama BERES (Biofuel Emission Reduction Estimator Scheme). Model BERES tersebut menghitung emisi GRK pada tiga tahap produksi bahan bakar nabati, yaitu (1) konversi awal vegetasi sebelum menjadi perkebunan kelapa sawit, biasanya didasarkan pada pembersihan lahan (land clearing) yang mengarah ke utang karbon (carbon debt), (2) keseimbangan emisi dan penyerapan selama siklus pertumbuhan kelapa sawit yang tergantung pada tingkat pertumbuhan, pupuk hijau dan pengelolaan sampah organik dan praktek pemupukan serta waktu rata-rata-yang yang dibutuhkan stok karbon untuk mempengaruhi utang karbon, dan (3) transportasi ke kilang CPO (Crude Palm Oil) dan produksi kernel, transesterifikasi ke transportasi biofuel dan pengguna akhir bahan bakar nabati.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menghitung emisi GRK dari produksi biodiesel dengan menggunakan dua model, citra satelit dan faktor emisi yang lebih diterkait dengan perubahan penggunaan lahan dalam LCA. Penggunaan model ini dikarenakan adanya keterbatasan sumberdaya untuk memonitor dan menganlisis perubahan penggunaan lahan. Kedua model yang digunakan tersebut adalah Forest and Agricultural Sector Optimization Model (FASOM) and the Food and Agricultural Policy Research Institute (FAPRI). Citra satelit yang digunakan adalah Moderate Resolution Imaging Spectoradiometer (MODIS). EPA menggunakan emisi faktor winrock untuk meperkirakan emisi GRK per jenis tanah (Yacobucci and Bracmort, 2010).

.

Model Dinamika Sistem Untuk LCA

Dinamika sistem (system dynamic) adalah model umpan balik yang digunakan untuk mensimulasikan perilaku sistem pada berbagai kondisi (Changsirivathanathamrong et al. 2002). Simulasi dalam dinamika sistem adalah simulasi berbasis perubahan waktu (time-step simulations) (Anand et al. 2005).

(36)

14

Changsirivathanathamrong et al. (2002) mengusulkan kombinasi antara LCA dengan dinamika sistem. Kombinasi tersebut disebut dengan System Dynamic Life Cycle Model (SDLCM). Kombinasi tersebut mampu menyajikan informasi dampak lingkungan secara kuantitatif secara temporal dan terkait dengan aspek-aspek yang lain. SDLCM diharapkan akan mampu mengkaitkan dampak sosial, ekobomi dan lingkungan, sehingga mampu memperbaiki proses pengambilan keputusan dan kebijakan.

LCA merupakan model yang statis dan menggunakan data yang independen dengan lokasi (site independent data). Oleh karena itu perlu dikembangkan model yang mengkaitkan keruangan secara ekplisit, dinamis dan model berbasis lokasi ekosistem dengan model industri (Reap et al. 2003). Model ekosistem yang diusulkan dikembangkan dengan menggunakan model dinamika sistem.

Model dinamika sistem yang berbasis interaksi dinamis antar komponen dalam sistem digunakan untuk memprediksi emisi CO2 dari industri semen di India.

Model ini menggunakan 6 lingkar sebab akibat (loop) negative dan 1 loop positif. Berdasarkan Model ini dapat dipredisikan besarnya emisi CO2 tahun 2020 dengan

berbagai skenario kebijakan, tingkat reduksi dan emisi tidak langsung dari bahan baku dan produk (Anand et al. 2005).

Model Dinamika Sistem Cerdas

Dinamika sistem merupakan metode yang efektif untuk menggambarkan interaksi antar komponen sistem secara dinamis atau berdasarkan perubahan waktu (Alizadeh 2012). Salah satu kelemahan dinamika sistem dan juga model simulasi yang lainnya adalah hanya bersifat deskriptif, dan tidak dapat menemukan skenario atau kebijakan yang optimum (Alborzi 2008). Oleh karena itu beberapa penelitian menggabungkan dinamika sistem dengan metode komputasi cerdas. Kombinasi kedua metode ini kemudian penulis sebut sebagai dinamika sistem cerdas (inltelligence system dynamic). Beberapa penelitian tentang dinamika sistem cerdas disajikan sebagai berikut.

Grossmann (2002) melakukan kombinasi antara model dinamika sistem dengan algoritma genetika. Kombinasi tersebut menghasilkan hasil optimasi dalam bentuk grafis dalam perangkat lunak dinamika sistem. Kombinasi tersebut mampu menyajikan pemahaman masalah yang lebih baik. Kombinasi tersebut juga telah mampu menampilkan perilaku sistem yang biasanya hanya dapat dihasilkan oleh metode genetika algoritma saja.

Ghazanfari, Jafari and Alizadeh (2003) mengemukakan terkadang model dinamika sistem tidak dapat menjelaskan secara rinci elemen yang tidak jelas (vague) dan tidak presisi (imprecise), maka perlu melakukan kombinasai model dinamika sistem dengan model lain. Penggambaran diagram sebab akibat samar (fuzzy causal loop diagram) merupakan salah satu solusi untuk masalah dinamika sistem yang samar (fuzzy system dynamic).

(37)

15

dan intuisi manusia dapat digunakan untuk memilih kebijakan pemerintah yang lebih baik. Metode ini digunakan dalam penelitian program pengendalian malaria di Bolivia.

Alborzi (2008) mengkombinasikan sistem dinamik dengan algoritma genetika untuk optimasi tujuan jamak (multi objective optimization). Model ini dimulai dengan membangkitkan populasi variabel kebijakan secara random, kemudian dilanjutkan dengan melakukan simulasi untuk setiap populasi variabel kebijakan. Selanjutnya masing-masing hasil simulasi tersebut dievaluasi dan menemukan populasi baru. Prosedur tersebut diulang terus menerus sampai menemukan kombinasi yang paling baik dari variabel tersebut.

Bhushan (2009) meneliti tentang peluang menggabungkan dinamika sistem dan sistem cerdas (Adaptive Neuro Network dan Algoritma genetika) dengan konseptualisasi antarmuka sistemik untuk menjelaskan dinamika sistem kognitif fisik melalui pendekatan konentivitas diantara ketiga metode tersebut.

Kajian Kebijakan Teknologi

Kebijakan teknologi adalah serangkaian kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi penciptaan, akuisisi, adaptasi, difusi dan penggunaan teknologi dalam masyarakat (Chang 2002). Kebijakan pemerintah yang tepat mampu merangsang inovasi pada sektor swasta melalui kebijakan pengadaan teknologi, standarisasi, pemberian insentif dan kebijakan (Watanabe dan Salmador 2014).

Data terkait teknologi umumnya sulit ditemukan dalam bentuk kuantitif, oleh karena itu umumnya kajian kebijakan teknologi menggunakan pendekatan teknik non-numerik atau pendekatan berbasis samar (fuzzy). Berikut disajikan beberapa kajian kebijakan teknologi dengan menggunakan pendekatan data non-numerik atau fuzzy.

Suprihatini et al.(Suprihatini et al. 2004) menggunakan non numeric multi-criteria multi-person digunakan untuk menentukan penilaian kemampuan penguasaan teknologi pengolahan di industri teh curah. Berdasarkan analisis terhadap komponen diperoleh hasil bahwa kemampuan penguiasaan teknologi di industri teh curah Indonesia berada pada tingkat medium.

Wulandari dan Marimin (2010) menyusun model penilaian daya saing berbasis teknologi untuk pengembangan agroindustry dengan menggunakan sistem inferensi samar (fuzzy). Sistem inferensi samar digunakan untuk mengagregasi status teknologi dari empat aspek teknologi, yaitu komponen teknologi, kemampuan teknologi, iklim teknologi dan infrastruktur teknologi. Berdasarkan status teknologi tersebut dilakukan pemetaan manajemen teknologi. Berdasarkan peta tersebut dilakukan pemilihan kebijakan pemerintah dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP).

(38)

16

3

PENDEKATAN DAN RANGKUMAN METODOLOGI

Pendekatan Sistem

Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa (Marimin 2007). Ciri-ciri sistem tersebut adalah pencapaian tujuan, kesatuan usaha, keterbukaan terhadap lingkungan, transformasi, hubungan antar bagian, dan mekanisme pengendalian.

Tahapan pendekatan sistem digunakan dalam setiap komponen-komponen model reduksi GRK. Komponen utama penyusun model ini LCA, dinamika sistem dan sistem cerdas adalah metode yang berbasis sistem. Tahapan-tahapan tersebut adalah analisa, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem.

Sebagaimana diuraikan pada bab pendahuluan, model reduksi emisi GRK ini diharapkan mampu memberi gambaran reduksi emisi GRK saat ini, prediksi hingga 2020 dan mencari kebijakan penerapan teknologi yang optimum. Gambaran reduksi emisi GRK saat ini dihasilkan dari perhitungan LCA, prediksi reduksi dilakukan oleh model dinamika sistem dan optimasi dilakukan dengan sistem cerdas. Output yang dikeluarkan oleh model ini adalah tingkat reduksi emisi GRK dan biaya mitigasi untuk penurunan emisi GRK tersebut.

Tahap identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Marimin 2007). Hasil identifikasi sistem tersebut diwujudkan dalam diagram sebab akibat dan kemudian diintrepretasikan ke dalam diagram kotak gelap. Dalam perhitungan model penurunan emisi GRK, emisi dipengaruhi oleh sumber-sumber emisi, faktor emisi dan penggunaan teknologi untuk mereduksi emisi GRK. Uraian sumber emisi dan penggunaan teknologi sudah cukup diuraikan dalam bab tinjauan pustaka dan secara lebih lengkap diuraikan pada bab tersendiri.

(39)

17

Gambar 5 Diagram Kotak Gelap Model Reduksi Emisi GRK

Rangkuman Metodologi

Analisis Deskriptif

Kegiatan ini diarahkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber emisi GRK dalam rantai pasok industri biodisel kelapa sawit. Kegiatan ini terdiri dari (1) Melakukan Studi Literatur, (2) Menyusun instrument untuk pengumpuan data (kuesioner), (3) Melakukan survai ke Industri Biodisel Kelapa Sawit dan (4) Mengolah dan Menganalisis data

Pengumpulan data dan literatur difokuskan pada informasi terkait dengan (a) metode dan literatur perhitungan LCA, (b) struktur rantai pasok industri biodisel kelapa sawit yang berkelanjutan, dan (c) input dan output setiap rantai produksi biodisel kelapa sawit.

Berdasarkan survai awal, maka dapat diidentifikasi sumber-sumber emisi GRK dari industri biodiesel kelapa sawit adalah sebagai berikut : (1) pembibitan kelapa sawit (2) petani kecil kelapa sawit (pemilikan lahan kurang dari 3 hektar), (3) petani sedang-besar kelapa sawit (pemilikan lebih dari 3 hektar), (4) kebun kelapa sawit milik perusahaan (5) suplier kelapa sawit, (6) pabrik kelapa sawit bersertifikat, (7) pabrik kelapa sawit tidak bersertifikat, (8) pabrik refineri CPO, (9) pabrik biodiesel, dan (10) perusahaan pencampur biodisel.

Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan survai instansional dan wawancara terstruktur dengan pihak-pihak yang mewakili stakeholder yang terkait dengan industri biodisel kelapa sawit. Survai lapangan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk perusahaan (perusahaan kebun kelapa sawit, PKS, Refineri, pabrik biodiesel dan blending). Pengumpulan data terkait dengan penggunaan biodiesel dilakukan dengan survai instansional ke berbagai instansi terkait.

Validasi hasil identifikasi sumber-sumber emisi ini dibandingkan dengan penelitian sejenis. Perbandingan tersebut berupa perbandingan jenis sumber emisi dan nilainya. Perbandingan nilai sumber emisi ini bervariasi, oleh karena itu dilakukan konversi ke dalam unit yang sama.

Life Cycle Assessment (LCA)

(40)

18

penetapan unit fungsional, pembatasan sistem, penetapan asumsi dan keterbatasan, alokasi metode yang digunakan dan penetapan kategori dampak, (2) Analisis inventori meliputi : identifikasi aliran masa dari aliran sistem produksi berupa input air, energi dan bahan baku dalam proses produksi dan pelepasan material tersebut ke udara, (3) Analisis dampak meliputi pemilihan kategori dampak, pengklasifikasian dampak, dan pengukuran Dampak, dan (4) Interpretasi meliputi identifikasi isu-isu signifikan, evaluasi terhadap kesimpulan, keterbatasan dan rekomendasi.

Perhitungan pengurangan emisi GRK dilakukan dengan menghitung besarnya jumlah bahan bakar minyak (BBM) yang dapat digantikan oleh bahan bakar nabati khususnya biodiesel kelapa sawit. Rumus pengurangan emisi GRK disajikan di bawah ini.

� = �− �

� � % dimana,

RE = Pengurangan Emisi GRK (dalam %),

EF = Emisi GRK dari Produksi dan Penggunaan Bahan Bakar Minyak,

EB = Emisi GRK dari Produksi dan Penggunaan Biodiesel Kelapa Sawit.

Emisi GRK dari Produksi dan Penggunaan Bahan Bakar Minyak (EF) akan

menggunakan data base line survey dari perhitungan yang dilakukan oleh EPA (2011). Sementara Emisi GRK dari penggunaan biodiesel kelapa sawit (EB) akan

dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

EB = e + e + e + e + e − e − e − e − e dimana,

EB = Emisi GRK dari Produksi dan Penggunaan Biodiesel Kelapa Sawit (kilogram CO2 eq per Mega Joule biodiesel)

eec = emissions GRK dari proses ekstraksi atau budidaya bahan baku

biodisel,

el = emisi tahunan dari stok karbon akibat perubahan lahan,

ep = emisi dari pemrosesan biodiesel (PKS, Refineri, Esterifikasi dan

Blending),

etd = emisi dari pengangkutan dan distribusi,

eu = emisi dari penggunaan biodisel,

esca = pengurangan emisi dari akumulasi karbon dalam tanah karena

praktek pengolahan baik,

eccs = pengurangan emisi dari penangkapan karbon dan penyimpanan

geologis,

eccr = pengurangan emisi karena penangkapan dan penggantian karbon,

eee = pengurangan emisi dari kelebihan listrik dari pembangkit sendiri (dari

biomasa sawit).

Emisi GRK dari proses ekstraksi atau budidaya dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

e = + + +

dimana,

eec = emissions GRK dari proses ektraksi atau budidaya bahan baku

(41)

19

e = emisi GRK dari masing-masing input (kilogram CO2 eq per satuan

input per kilogram produksi tandan buah segar) ptbs = produktivitas tandan buah segar (kilogram per hektar)

Emisi tahunan dari stok karbon akibat perubahan lahan pada tanah mineral dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut.

e =CSR−CSA

x x .66 dimana,

elm = emisi tahunan dari stok karbon akibat perubahan lahan (kilogram

CO2 eq per hektar) pada tanah mineral,

CSR = Stok karbon dari lahan sebelum menjadi kebun kelapa sawit,

CSA = Stok karbon dari lahan setelah menjadi kebun kela

Gambar

Gambar 1 Kerangka Penelitian
Gambar 2 Diagram Alir Pelaksanaan Studi
Gambar 5 Diagram Kotak Gelap Model Reduksi Emisi GRK
Tabel 1 Produk Turunan Kelapa Sawit pada Industri Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menduga evapotranspirasi pada tanaman padi di kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan menggunakan model simulasi Neraca Air yang

selain itu mereka tak lupa untuk menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang diberi pasta gigi sehingga gigi mereka menjadi putih dan kuat bobi dan nita juga terhindar dari

OJK memberikan persetujuan atas permohonan menjadi Pelapor paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dokumen permohonan menjadi Pelapor diterima secara lengkap

Dalam proses perancangan warna yang digunakan adalah warna yang soft yaitu bertujuan untuk menonjolkan logo dan produk dari Fresco Smoothie, di mana juga dipadukan

Berdasarkan hasil simulasi dan visualisasi yang dilakukan maka logam penghantar listrik yang terbaik diberikan oleh logam tembaga sebagai penghantar listrik karena dengan nilai

Laporan yang dihasilkan dari data warehouse akan disajikan secara visual menggunakan diagram batang, garis, maupun pie yang dapat dilihat secara multidimensi berdasarkan dimensi

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, alat perajang rumput pakan ternak dapat bekerja secara efektif bila memiliki kekuatan mesin 15 PK, karena proses kerjanya

Catatan : Cash Bill tanpa stok item produk yang cukup tidak akan bisa lanjut, pesan system akan timbul dikarenakan stok anda tidak cukup, dan di e Voucher