• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

National Training Cipayung, Bogor. SUPERVISED by BUDI SETIAWAN and MIRA DEWI.

The general objective of study was to analyze food consumption, adequacy ratio, nutritional status, and fitness level of adolescents taekwondo athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. The research used cross sectional study design with 23 adolescents athletes as samples. The primary data included characteristic of samples, nutritional status by anthropometry (body mass index), and food consumption. The secondary data included fitness level by bleep test (VO2 max values), sit and reach test

(flexibility), sit up and squat jump (muscle endurance), and overview of the study site which was Centralization of National Training. The study showed that overall athletes has normal nutritional status. Most athletes were lack of sufficient levels of energy and protein. There was positive correlations between the ages of athletes with flexibility (p<0,05, r=0,456) and muscle endurance (sit up test) (p<0,05, r=0,456). The correlations between with fitness level (VO2 max) was

positive significantly correlated (p<0,05, r=0,456).

(2)

RINGKASAN

APRILIA PITRIANI. Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan MIRA DEWI.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik atlet meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, dan tinggi badan, 2) mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi, 3) mengetahui status gizi, 4) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2

max, flexibility dan daya tahan otot).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer antara lain : data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan daerah asal), data konsumsi pangan (food recall 1 x 24 jam selama 3 hari). Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional, Cipayung, Bogor yang meliputi data keadaan umum dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, serta data kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot). Pengolahan menggunakan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson serta uji beda Independent T-Test. Data status gizi contoh (IMT/U) diolah dari data antropometri menggunakan software WHO Antroplus dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO (WHO 2007).

Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal.

(3)

kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Rata-rata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang.

Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2

(4)

Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memilki peranan penting

dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Seseorang yang memiliki

kebugaran dan stamina tubuh yang baik terutama pada atlet olahraga akan

menghasilkan suatu prestasi yang baik pula. Pencapaian prestasi yang diraih

oleh atlet-atlet perwakilan suatu bangsa di suatu kompetisi olahraga ikut

berperan dalam membangun kejayaan bangsa.

Atlet berprestasi didukung oleh banyak faktor diantaranya latihan dan

pembinaan terprogram secara berkesinambungan serta gizi yang memadai.

Pengaturan gizi olahraga bertujuan untuk memperoleh latihan dan performa yang

baik. Dalam pengaturan gizi atlet, kebutuhan zat gizi akan berbeda dibandingkan

dengan kelompok bukan atlet. Zat gizi yang dibutuhkan pada dasarnya tidak

berlebihan namun disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi

badan, aktifitas serta jenis olahraga yang ditekuninya (Depkes 1993). Konsumsi

pangan yang dapat memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang diperlukan oleh

tubuh dapat mempengaruhi status gizi atlet. Konsumsi dan status gizi pada atlet

memiliki peran penting selain mempertahankan kebugaran, juga untuk

meningkatkan prestasi pada cabang olahraga yang ditekuninya.

Menurut Sumosardjuno (1992) kebugaran atau kesegaran jasmani adalah

kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah,

tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan

tenaga untuk keperluan yang mendadak. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar,

maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Pengukuran

kebugaran dapat dilakukan pada komponen daya tahan kardiorespiratori (VO2

max), komposisi tubuh, kekuatan dan daya tahan otot serta kelentukan (Fatmah & Ruhayati 2011).

Salah satu olahraga yang memerlukan kebugaran tubuh yang optimal

adalah olahraga taekwondo. Menurut Kazemi et al (2010), taekwondo merupakan seni bela diri unik yang ditunjukkan dengan penggunaan tendangan

dan teknik yang dominan. Pada cabang olahraga taekwondo, atlet harus mampu

bergerak dengan kelincahan, kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Pemusatan

latihan nasional untuk cabang olahraga taekwondo dilaksanakan di Cipayung,

Bogor. Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan serangkaian kegiatan

(5)

menghadapi pertandingan. Selain diberikan pembinaan dan pelatihan, atlet

mendapatkan asuhan gizi berupa pemberian makanan penunjang. Asuhan gizi

serta kebugaran jasmani yang baik akan secara langsung memberikan dampak

positif bagi prestasi atlet. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui

hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet

taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo

remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik atlet taekwondo remaja meliputi jenis kelamin, usia,

daerah asal, berat badan, dan tinggi badan.

2. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi pada atlet

taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

3. Mengetahui status gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan

nasional Cipayung, Bogor.

4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi

dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, kelentukan / flexibility, dan daya tahan otot) di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

Hipotesis

1. Atlet remaja dengan status gizi pada kisaran normal memiliki performa yang

lebih baik pada tes kebugaran jasmani dibandingkan dengan atlet yang

memiliki status gizi pada kisaran kurus atau gemuk.

2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dan tingkat

kebugaran atlet taekwondo remaja.

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

kebutuhan gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan atlet meningkatkan

performa dan menunjang prestasi dalam bidang yang dijalaninya. Adapun

(6)

1. Bagi atlet taekwondo di pemusatan latihan nasional akan memperoleh

informasi tentang bagaimana asupan yang cukup berperan penting dalam

menjaga kualitas performa.

2. Bagi pemusatan latihan nasional (pelatnas) dapat memberikan gambaran

mengenai kecukupan gizi dan pentingnya gizi yang baik bagi setiap atlet,

(7)

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh dewasa”. Secara lebih luas, remaja mencakup usia kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Awal masa remaja

berlangsung pada usia 13 tahun hingga 17 tahun, dan akhir masa remaja

berlangsung dari usia 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara

hukum (Hurlock 2000). Menurut Almatsier et al. (2011) rentang usia remaja adalah 10-18 tahun. Masa remaja merupakan masa perubahan serta

peningkatan pertumbuhan yang disertai dengan perubahan-perubahan

hormonal, kognitif, dan emosional. Usia remaja merupakan periode rentan gizi

karena berbagai sebab yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena

peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, perubahan gaya hidup dan

kebiasaan makan remaja mempengaruhi asuan dan kebutuhan gizinya, remaja

mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan

olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara

berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang.

Sebagai seorang remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang

pesat, kebutuhan energi akan lebih besar karena selain energi diperlukan untuk

pertumbuhan fisiknya, juga karena lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti

olahraga dan bermain, selain kegiatan rutin sebagai pelajar. Menurut Tirtawinata

dan Soerjodibroto (1981) dalam Helinda (2000), bagi seorang olahragawan

remaja, karena masih dalam masa pertumbuhan, maka jumlah makanan yang

seimbang akan menunjang pertumbuhan fisik semaksimal mungkin. Diharapkan

dengan demikian tubuh akan mencapai bentuk yang paling optimal bagi cabang

olahraga yang ditekuni ole masing-masing olahragawan.

Olahraga Taekwondo

Taekwondo, adalah salah satu dari banyak bentuk seni bela diri yang

awalnya dikembangkan lebih dari 120 abad yang lalu di Korea. Kata Taekwondo

berasal dari kata “tae” untuk memukul menggunakan kaki, “kwon” memukul menggunakan tinju, dan “do” untuk melakukan dengan mengacu pada seni.

Istilah ini secara langsung diterjemahkan ke dalam seni menendang dan

meninju. Taekwondo merupakan seni bela diri yang unik dengan menggunakan

(8)

berubah dari kemampuan bela diri Korea selama perang menjadi olahraga

internasional yang diakui (Lee MG & Kim MG 2007).

Taekwondo merupakan cabang olahraga yang menyajikan kategori berat

badan yang dapat disebut juga weight cycling misalnya terjadi kehilangan berat badan secara cepat akibat beberapa metode yaitu mengkonsumsi makanan

secara terbatas atau keadaan dehidrasi yang ekstrim (Rossi et al. 2009). Pada cabang olahraga ini terdapat pengklasifikasian / pengelompokan jenis

pertandingan menurut berat badan atlet. Taekwondo berkaitan langsung dengan

kemampuan untuk bergerak secara licah, cepat dan kuat. Dalam suatu

pertandingan, seorang atlet harus menguasai teknik menyerang dan bertahan.

Kemampuan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perolehan nilai selama

pertandingan. Menurut Kazemi et al. (2010), dalam taekwondo, nilai dapat diperoleh dengan menggunakan teknik kaki yaitu dengan menggunakan

beberapa bagian kaki seperti bagian bawah pergelangan kaki atau teknik

meninju ke bagian tubuh lawan. Pada tahun 2003, peraturan berubah untuk

memperkenalkan peningkatan perolehan nilai. Penambahan 2 poin untuk setiap

teknik yang mengarah ke bagian kepala, dan 1 poin untuk teknik yang mengarah

bagian badan.

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan

keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang

bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku

yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap

individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara

biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004).

Menurut Gibson (2005) metode antropometri merupakan pengukuran

ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat

berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin.

Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan

penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai

keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang

tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain. Pengukuran

antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya.

Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan

(9)

sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya

ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat

digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan

lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat

gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan

yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003).

Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit yang

berkaitan dengan asupan gizi. Penilaian status gizi adalah upaya

menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu

penilaian antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinik. Informasi ini dapat

digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok

penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi (Gibson 2005).

Pengukuran antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan,

berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps, subscapula dan suprailiac). Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan

tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan

atas menurut umur, dan lingkar lengan atas menurut tinggi badan. Pengukuran

status gizi secara antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan

karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu : alat mudah diperoleh, pengukuran

mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa

lalu (Irianto 2007). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5

hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi

menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Nilai indeks massa

tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007)

Kategori IMT/U Simpangan baku

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu

(10)

masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta

perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al. 2002). Konsumsi pangan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan

dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan

mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik

kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan

adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang

(Soediaoetama 2008).

Survei atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang

digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok.

Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang

disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan

alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai

dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden,

dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan

yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh

karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi

pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data

konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status

gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau

masyarakat secara langsung. Metode kuantitatif juda dapat menghitung

konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga

(URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak

(DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain

metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001).

Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan

individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang

dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada

derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang

ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik

(11)

pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara

keseluruhan (Almatsier et al. 2011).

Pada olahragawan, pengaturan makanan yang tepat berdasarkan cabang

olahraganya akan menunjang performa dan prestasi para olahragawan.

Makanan yang baik bagi para olahragawan adalah makanan yang seimbang

(balanced diet), yaitu makanan yang disusun tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja tetapi juga harus memperhatikan

komposisi makanannya (Depkes 1993).

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet

Menurut Almatsier (2005) aktifitas fisik memerlukan energi di luar

kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktifitas fisik, otot

memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan

jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan

zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari

tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktifitas fisik bergantung pada

banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang

dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktifitas

fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa.

Energi

Energi dibutuhkan antara lain untuk metabolism basal (BMR = Basal Metabolism Rate) dan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi menggambarkan jumlah zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu. Konsumsi energi

berada di atas atau di bawah kebutuhan secara terus menerus, maka berat

badan atau komposisi badan akan mengalami perubahan (Karyadi & Muhilal

1991). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kecukupan energi

adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan

pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat),

dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat. Pada olahragawan yang sedang

melakukan latihan, dibutuhkan kurang lebih 3000-3500 kkal per hari

(Sumosardjuno 1990). Menurut rekomendasi ADA (2001) dalam Kazemi et al. (2010), asupan energi untuk individu yang memiliki aktifitas fisik tinggi dapat

bervariasi antara 2000-6000 kkal/hari.

Karbohidrat

Hidrat arang merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga

(12)

makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa (Beck 2011). Pada atlet,

kecukupan zat gizi berbeda dari rata-rata masyarakat karena aktifitas atlet tidak

sama dengan masyarakat umum serta terdapat kondisi-kondisi tertentu pada

atlet yang harus ditunjang oleh nutrisi yang tepat. Energi diperlukan antara lain

untuk metabolisme basal dan aktifitas fisik. Energi pada manusia sebagian besar

berasal dari makanan sumber hidrat arang (Depkes 1993).

Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat,

kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih

70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung

karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan

sebaiknya berupa karbohidrat kompleks dan gula sederhana sebaiknya kurang

dari 20% (Irianto 2007). Menurut Degoutte et al. (2003), meskipun konsumsi ideal untuk taekwondo belum ditetapkan, asupan rendah dapat mencegah resintesis

glikogen dan kurang dari 500 g/hari adalah jumlah yang cukup untuk

menggantikan kehilangan setelah latihan.

Protein

Protein tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein

dalam makanan merupakan satu-satunya sumber nitrogen bagi tubuh. Protein

dalam makanan mampu menggantikan protein yang hilang selama proses

metabolisme yang normal serta dapat digunakan sebagai sumber energi (Beck

2011). Olahragawan yang sedang dalam masa pertumbuhan akan berkembang

dengan baik apabila diberikan protein yang cukup untuk perkembangan

tubuhnya, termasuk otot-ototnya. Protein sebanyak kurang lebih 20% dalam

makanan adalah sangat baik (Sumosadjuno 1990).

Menurut Irianto (2007), atlet dari cabang olahraga yang memerlukan

kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gr/kg BB/hari dan atlet

endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kg BB/hari. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya

separuhnya berasal dari protein hewani. Atlet juga sebaiknya mengkonsumsi

pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet

tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih.

Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh dan

(13)

Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak memiliki nilai

energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hidrat arang atau

karbohidrat., protein, ataupun alkohol (Beck 2011). Kebutuhan lemak sangat baik

apabila komposisi lemak yang terdiri dari lemak jenuh dan tak jenuh seimbang

(Sumosardjuno 1989). Latihan olahraga dapat meningkatkan kapasitas otot

dalam menggunakan lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama

yang mampu melindungi pemakaian glikogen dan memperbaiki kapasitas

ketahanan fisik.

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang

yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang

mengandung lemak 15-30%, sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara

20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Konsumsi energi dari

lemak dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Irianto 2007). Menurut

ADA (1993), secara umum, asupan lemak pada atlet dan praktisi dengan aktifitas

fisik tinggi tidak boleh melebihi 30% dari total energi atau 1 g/kg/hari, proporsi

tersebut terdiri dari asam lemak esensial (10 % dari asam lemak jenuh dan asam

lemak tidak jenuh rantai panjang).

Vitamin

Vitamin adaah zat-zat rganik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah

yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh

karena itu, harus diperoleh dari bahan makanan. Vitamin bersifat organik

sehingga vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin

termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan.

(Almatsier 2005). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) pada aktifitas olahraga,

kegiatan metabolisme zat gizi akan terjadi peningkatan seiiring dengan

meningkatnya kebutuhan akan zat-zat gizi termasuk vitamin. Vitamin berperan

dalam mengatur fungsi tubuh, misalnya memacu dan memelihara : pertumbuhan,

reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh, stabilitas sistem syaraf, selera

makan, pencernaan, dan penggunaan zat-zat makanan lainnya. Selain itu

vitamin berperan sebagai antioksidan yakni zat untuk menghindarkan terjadinya

radikal bebas. Jenis vitamin yang termasuk zat antioksidan diantaranya vitamin

A, dan vitamin C (Irianto 2007).

(14)

prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktifitas biologik seperti

retinol. Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada

sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam

proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan

perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit

degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005).

Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel, oleh

sebab itu asupan vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan

performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006)

asupan vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun

sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE.

Vitamin C. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis

kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C atau

asam askorbat merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal

radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi, peredaran, dan juga

cadangan zat besi, serta dibutuhkan untuk pembentukan jaringan ikat (Beck

2011). Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun,

mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan

melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Olahragawan perlu

mengonsumsi vitamin yang lebih besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup

dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat

menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990).

Kecukupan vitamin C yang dianjurkan WKNPG 2004 untuk pria remaja

adalah sebanyak 50-90 mg per hari, sedangkan untuk wanita remaja adalah

sebanyak 50-75 mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal

ini dikarenakan terdapat beberapa aktifitas fisik yang terkadang menurunkan

kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006), asupan

vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari

bergantung kepada aktifitas yang dilakukan.

Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun

fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap

(15)

Menurut Irianto (2007) secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai

berikut : menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi,

membantu fungsi organ, kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam

basa, serta memelihara keteraturan metabolisme seluler. Khusus bagi

olahragawan, perhatian utama harus diberikan pada status zat besi dan kalsium.

Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat

angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sedangkan kalsium dalam

cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur

fungsi sel seperti untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan

menjaga permeabilitas membran sel.

Kalsium. Menurut Irianto (2007) kalsium merupakan salah satu mineral makro yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari. Kalsium

adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, lebih dari 99% kalsium

terdapat dalam tulang. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu,

seperti masa pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga usia remaja, pada saat

hamil, dan selama laktasi (Beck 2011). Menurut Kartono dan Soekatri (2004)

anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan

pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet

remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium

dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Atlet yang masih remaja

memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan

tulangnya. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja

baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg

setiap harinya.

Zat Besi. Menurut Irianto (2007) zat besi (Fe) merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg/hari atau dapat disebut

juga dengan mineral mikro. Zat besi merupakan mineral mikro yang paling

banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di

dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat penting dalam pembentukan

hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.

(Almatsier 2005). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi

Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi

mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria

(16)

penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus

menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya.

Kandungan total zat besi dalam tubuh sangat sedikit dan pada seseorang

dengan ukuran badan rata-rata, diperkirakan kandungan zat besinya sekitar 4

mg. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang memegang

peranan penting dalam pengangkutan oksigen serta karbon dioksida antara

paru-paru dan jaringan (Beck 2011). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh

WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19

mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16-18 tahun sebanyak 15 mg.

Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 13-15 dan 16-18 tahun sebanyak

26 mg.

Kebugaran

Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan

seseorang untuk mengerjakan aktifitas fisik secara spesifik (Fatmah & Ruhayati

2011). Kebugaran jasmani adalah sekumpulan luaran yang telah dicapai oleh

seseorang, sebagai tujuan utama dari aktifitas fisik secara berkelanjutan (Bovet

et al. 2007; Caspersen et al. 1985). Secara umum, komponen kebugaran dibagi menjadi dua kategori yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, dan

kebugaran yang berhubungan dengan olahraga/keterampilan. Kebugaran yang

berhubungan dengan kesehatan digambarkan kemampuan dalam melakukan

aktifitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko

terhadap penyakit degeneratif dengan komponen daya tahan kardiorespiratori,

kebugaran muskuloskeletal (daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh

yang optimal. Kebugaran yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan

digambarkan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan fisik

dalam aktifitas atletik atau olahraga. Komponennya terdiri dari kekuatan,

kecepatan, daya tahan dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait

olahraga dari atlet (Williams 1989).

VO2 Max

Kebugaran dapat diukur melalui jumlah oksigen yang dikonsumsi saat

berolahraga/latihan pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah oksigen dalam milliliter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan

(ml/kg /menit). Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan

(17)

jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Beberapa

studi menyatakan bahwa nilai VO2 max seseorang dapat ditingkatkan dengan melakukan aktifitas yang mampu meningkatkan denyut jantung secara

maksimum hingga 65-85% selama 20 menit pada 3-4 kali seminggu. Nilai

rata-rata VO2 max untuk atlet-atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet-atlet wanita sekitar 2,7 liter/menit. (Mackanzie 2001).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frachini et al. (2007), ditemukan bahwa rentang VO2 max atlet judo adalah 50-60 ml/kg/menit. Atlet judo dengan nilai VO2 max yang tinggi memberikan keuntungan selama pertandingan (combat) dengan maksimal durasi 5 menit karena usaha yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang memiliki nilai VO2 max yang lebih rendah.

Multistage fitness test merupakan salah satu tes kebugaran bertingkat yang sering digunakan untuk mengetahui asupan maksimum oksigen atlet (VO2

max). Keuntungan menggunakan metode ini antara lain mudah dalam pengaturan dan digunakan, pengukuran terhadap sekelompok orang sekaligus

pada waktu yang bersamaan sehingga dapat meminimalkan biaya, serta dapat

dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Kekurangan dari penggunaan metode

ini adalah banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes seperti jika tes dilakukan

di luar ruangan maka faktor lingkungan akan mempengaruhi hasilnya.

(Mackanzie 1999).

Flexibility (Kelentukan)

Flexibility / kelentukan menurut Kirkendall et al. (1980) adalah kemampuan tubuh atau bagian-bagian tubuh untuk melakukan berbagai gerakan

dengan leluasa dan seimbang antara kelincahan dan respon keseimbangan.

Secara umum, suhu badan dan usia sangat mempengaruhi luasnya gerakan

bagian-bagian tubuh. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat

dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta

kualitas sendi itu sendiri. Kelentukan dapat menjadi bagian dari kebugaran

karena kelentukan dapat menunjukkan kekuatan sistem muskuloskeletal atau

sistem gerak seseorang. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan

merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan

penyakit-penyakit terkait sistem muskuloskeletal.

Alat yang digunakan untuk tes kelentukan biasanya yaitu bangku atau

balok dan mistar dengan ukuran 50 cm atau biasa juga yang disebut dengan

(18)

test adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengukuran kelentukan seseorang yang dilakukan dengan cara berdiri di atas balok kemudian

membungkukkan badan sejauh mungkin dengan posisi kaki dan tangan lurus

kebawah. Tangan mencapai balok akan dihitung dengan nilai (+) sedangkan

tangan yang tidak bisa mencapai balok akan dihitung dengan nilai (-) dengan

satuan centimeter (Anonim 2009).

Daya Tahan Otot

Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya

tahan. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari

waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan yang cukup panjang.

Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan, yang dapat dikatakan,

berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan. Daya tahan otot

adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan

kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan

cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme

aerob maupun anaerob. Daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang

panjang (Parahita 2009). Menurut Fatmah & Ruhayati (2011) tes yang dapat

(19)

pelatihan dan pembinaan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam

suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan

kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga

tertentu. Dalam penelitian ini pemusatan latihan nasional yang dilaksanakan

pada cabang olahraga taekwondo.

Setiap atlet memerlukan zat gizi yang sesuai dengan yang diperlukan

oleh tubuh untuk melakukan aktifitas pada saat latihan maupun bertanding. Atlet

taekwondo diberikan asuhan gizi berupa pengaturan makanan yang baik dari

penyelenggaraan makanan di pemusatan latihan nasional. Tujuan pengaturan

makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro

maupun mikro sehingga mampu menjaga stamina dan mempertahankan status

gizi.

Stamina yang baik dapat dilihat dari kondisi kebugaran atlet. Pengukuran

tingkat kebugaran seseorang dapat dilakukan dengan serangkaian tes yang

secara spesifik mengukur komponen kebugaran jasmani. Komponen kebugaran

kardiorespiratori dapat diukur menggunakan bleep test sedangkan komponen kebugaran muskuloskeletal meliputi kekuatan, ketahanan, dan kelentukan.

Berbagai komponen muskuloskeletal ini dapat diukur melalui beberapa tes

seperti sit up, squat jump, serta tes duduk raih. Kerangka berpikir hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran disajikan pada

(20)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang diteliti

= Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran

Tingkat Kebugaran

(VO2 Max, Flexibility dan Daya Tahan Otot) Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Aktifitas Fisik

Status Gizi

Prestasi Atlet Taekwondo Pengaturan Makanan

Penyelenggaraan Makanan Pelatnas

Konsumsi Pangan Kebiasaan Makan

(21)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena pemusatan latihan nasional merupakan wadah untuk pembinaan dan pelatihan atlet taekwondo nasional

yang akan mengikuti beberapa event internasional untuk mewakili negara Indonesia. Atlet nasional tersebut mendapatkan beberapa fasilitas seperti

penginapan sehingga juga terdapat penyelenggaraan makanan pada pemusatan

latihan di Cipayung, Bogor.

Cara Pengambilan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja

taekwondo nasional) sebanyak 25 orang. Cara pengambilan dilakukan secara

purposive sampling yang termasuk kedalam kriteria inklusi : usia 10-18 tahun, dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (almatsier et al. 2011), sedang mendapatkan pelatihan dan pembinaan di pemusatan latihan

nasional, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Adapun kriteria

eksklusi antara lain : tidak berada di pelatnas ketika pengambilan data, dan tidak

mengikuti rangkaian tes fisik yang dilaksanakan oleh pelatnas. Berdasarkan

kriteria tersebut keseluruhan atlet dapat dijadikan sebagai contoh yaitu sebanyak

25 atlet, namun selama berlangsungnya pengambilan data penelitian terdapat 2

orang yang drop out karena tidak mengikuti tes fisik dan sedang mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran

kuesioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain : data karakteristik contoh

meliputi usia, jenis kelamin dan asal daerah dilakukan dengan menggunakan

kuesioner, data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang

dikumpulkan dengan mengukur secara langsung berat badan contoh

menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan

(22)

Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan

nasional Cipayung, Bogor yang meliputi :data keadaan umum dan fasilitas

pemusatan latihan nasional taekwondo, data jumlah dan susunan keorganisasian

di pemusatan latihan nasional taekwondo, dan data kebugaran (VO2 max,

flexibility, dan daya tahan otot), data VO2 max diperoleh dari multistage fitness

test atau bleep test, data flexibility diperoleh dari sit and reach test, dan data daya tahan otot diperoleh dari tes sit up dan squat jump dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berikut adalah jenis data, variabel, kategori penelitian dan cara

pengumpukan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori pengukuran data

Jenis data Variabel Kategori pengukuran Cara pengumpulan

data Karakteristik

contoh

Usia 10-18 tahun Pengisian Kuesioner

Jenis kelamin 1.Laki-Laki

2.Perempuan

Asal daerah Beberapa daerah di Indonesia

Antropometri IMT/U IMT/U dengan kategori (WHO 2007):

1. Sangat kurus (Z skor < -3 sd)

(23)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data

dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan

pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu

dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam

memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan

program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji beda Independent t-test. Analisis / uji statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain : hubungan antara usia, berat badan, tinggi badan,

status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (VO2

max, flexibility, dan daya tahan otot) diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Hubungan antara status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot) pada jenis kelamin yang berbeda dianalisis dengan uji beda Independent t-test.

Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung

dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik

contoh terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, daerah asal),

konsumsi pangan baik secara kualitatif (kebiasaan makan) maupun kuantitatif.

Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan

menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur

tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise. Data karakteristik contoh pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai

contoh. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia

contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter indeks massa tubuh

menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Software ini dapat digunakan pada usia 5-19 tahun.

Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk

menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A,

vitamin C, kalsium, dan zat besi. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT

kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi dan zat gizi

(24)

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j

Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan

makanan –j

BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j

Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG

tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu.

Proses Estimasi AKE Remaja

AKE = (88,5 – 61,9U) + 26,7B (Akf) + 903TB + 25

Keterangan:

AKE = Angka kecukupan energi (kkal)

U = Usia (tahun)

B = Berat badan (kg)

Akf = Angka Aktifitas Fisik (disesuaikan pada masing-masing

individu)

TB = Tinggi badan (m)

Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan

angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan

energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat

gizi tersebut dengan menggunakan rumus.

TKG = (K/AKGI) x 100

Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi

K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dinyatakan dalam persen.

(25)

Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan

Energi dan protein a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan)

b. Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan)

c. Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan)

d. Normal (90 – 119% angka kebutuhan)

e. Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan)

Vitamin dan mineral a. Kurang (< 77% angka kebutuhan)

b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan) Sumber : Gibson (2005)

Data aktifitas fisik didapatkan dengan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut dengan mengisi kuesioner aktifitas fisik Menurut

FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang dalam

24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

PAL = ∑ (PAR x Alokasi Waktu Tiap Aktifitas) 24 Jam

Keterangan :

PAL = Physical activity level (tingkat aktifitas fisik)

PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktifitas per satuan waktu tertentu)

Jenis aktifitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis

kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Kategori aktifitas berdasarkan nilai PAR

Kategori Keterangan PAR

PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1

PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1,2

PAL3 Duduk sambil menonton TV 1,72

PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1,5

PAL5 Makan dan minum 1,6

PAL6 Jalan santai 2,5

PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5

PAL8 Mengendarai kendaraan 2,4

PAL9 Menjaga anak 2,5

PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2,75

PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1,7

PAL12 Kegiatan berkebun 2,7

PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1,3

PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) 1,6

PAL15 Olahraga (badminton) 4,85

PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6,5

PAL17 Olahraga (bersepeda) 3,6

PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7,5

(26)

Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut

FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Aktifitas Sangat Ringan < 1,40

Aktifitas Ringan 1,40- 1,69

Aktifitas Sedang 1,70-1,99

Aktifitas Berat 2,00-2,40

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Definisi Operasional

Atlet taekwondo nasional adalah atlet yang menjalani rangkaian tes dari pemusatan latihan nasional seperti fisik, teknik, kecepatan, dan

kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas

Negeri Jakarta.

Contoh adalah atlet nasional taekwondo yang berada di pemusatan latihan nasional.

Daya tahan otot adalah kemampuan atlet dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan dan mempertahankan suatu gerakan

selama mungkin yang diukur dengan tes sit up dan squat jump.

Flexibility adalah kemampuan atlet untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya yang diukur dengan sit andreach test.

Kebugaran atlet adalah kemampuan atlet untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental dan

masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk digunakan pada

waktu senggang dan untuk keperluan mendadak yang diukur melalui VO2

max, flexibility, dan daya tahan otot

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh atlet, data diperoleh dengan recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut, yaitu

recall dilakukan pada hari sabtu, minggu dan senin.

Status gizi atlet adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5

kategori: Sangat Kurus = < -3 sd, Kurus = -3 sd sampai dengan < -2 sd,

Normal = ≥ -2 sd sampai dengan +1 sd, Gemuk = ≥ +1 sd sampai dengan

+2 sd, Obese = Z-score ≥ +2 sd (WHO 2007).

Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang

dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan

(27)

VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit

(28)

Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah

kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang

terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama

dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang

olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada

umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun),

konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga

saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan

(Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi

khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam

pemusatan latihan nasional.

Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang

dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang

dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik,

teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan

Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan

pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari

2012 hingga bulan Juni 2012. Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan

untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada

4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada 25-27 April, Kejuaraan Asia di

Vietnam pada 28-30 April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei,

Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia

Universitas di Korea Selatan pada 25-30 Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih

sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap

hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum.

Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012

dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini,

pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang

disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan

menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari

kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para

atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang,

(29)

benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya

agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam

Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya

memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2)

tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa /

selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan

dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan

konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya

tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung

menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri

makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera

masing-masing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan

energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet

karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan

terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi

makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya.

Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus

Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan

penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih,

koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen

pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya.

Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Contoh

Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat

maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan

untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian.

Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan,

tinggi badan.

Jenis Kelamin

Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik

laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di

Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini

adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi

sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan

(30)

tetapi, 1 orang atlet drop out karena tidak dapat melakukan tes kebugaran dan 1 orang atlet tidak mengisi kuesioner karena harus mengikuti kegiatan akademik di

sekolah asal. Oleh karena itu dari 25 contoh berdasarkan kriteria inklusi, terpilih

23 orang yang dijadikan sebagai contoh.

Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin

Sebagian besar contoh yang mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus

atlet nasional di Cipayung, Bogor, berjenis kelamin perempuan (56,5%) dan

berjenis kelamin laki-laki (43,5%).

Usia

Atlet yang masuk ke pelatnas adalah atlet-atlet berprestasi yang tidak

memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di pelatnas. Oleh sebab itu

usia contoh sedikit beragam. Sebaran atlet taekwondo menurut usia disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia

Usia

Jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan

Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)

10-12 tahun 0 0,0 1 7,7

13-15 tahun 2 20,0 5 38,5

16-18 tahun 8 80,0 7 53,8

Jumlah 10 100,0 13 100,0

Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan contoh

perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Usia semua contoh yang diteliti tergolong

ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Almatsier et al. 2011). Daerah Asal

Pemusatan latihan nasional merupakan wadah yang dijadikan untuk

melatih dan sekaligus digunakan untuk tempat pembinaan atlet-atlet dari

(31)

olahraga taekwondo. Atlet yang masuk di pelatnas berasal dari beberapa daerah

di Indonesia. Sebaran atlet menurut daerah asal disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal

Daerah asal Jumlah (n) Persentase (%)

Sumatra Selatan 1 4,3

sebanyak 10 atlet (43,5%). Asal daerah atlet terbanyak kedua yaitu Jawa Barat

sebanyak 8 orang atlet (34,8%), asal daerah berikutnya yaitu Riau dan D.I

Yogyakarta masing-masing sebanyak 2 orang atlet (8,7%), sedangkan untuk asal

daerah Sumatera Selatan sebanyak 1 orang dengan persentase 4,3%.

Pemilihan atlet di pelatnas ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari

contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang

dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pengurus besar taekwondo indonesia

(PBTI) yaitu tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes

keterampilan untuk cabang olahraga taekwondo. Selain itu, atlet pelatnas

direkomendasikan oleh atlet dari SMA Ragunan Jakarta.

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi

pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Sebaran atlet menurut berat badan

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Berat badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin

Berat Badan

Sebagian besar contoh laki-laki (60,0%) memiliki kisaran berat badan

antara 51-55 kg. Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki berat badan antara

56-60 kg, sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 46-50 kg

dan sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 61-65 kg.

Sebagian besar contoh perempuan (46,2%) memiliki kisaran berat badan antara

51-55 kg. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki berat badan antara

(32)

antara 41-45 kg. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,009) antara berat badan pada

contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Contoh laki-laki memiliki rata-rata

berat badan yaitu 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan

yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut belum memenuhi

rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan

Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Tinggi Badan

Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu

168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160,47 ±

3,24 cm. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara tinggi badan pada contoh

laki-laki dengan contoh perempuan. Sebagian besar contoh laki-laki memiliki

kisaran tinggi badan antara 166-170 cm (40,0%) dan 171-175 cm (40,0%).

Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki tinggi badan antara 161-165 cm.

Sebagian besar contoh perempuan (38,5%) memiliki kisaran tinggi badan antara

161-165 cm. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki tinggi badan antara

151-155 cm, sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara

156-160 cm dan sisanya sebanyak 7,7% contoh perempuan memiliki tinggi

badan antara 166-170 cm. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin

Tinggi badan

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh individu atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan

penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan

konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran

status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri.

Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh.

(33)

yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja

(Riyadi 2003).

Secara keseluruhan baik contoh laki-laki dan contoh perempuan memiliki

status gizi pada rentang -1,67 SD sampai dengan 0,84 SD dimana rentang

tersebut merupakan kategori status gizi normal menurut WHO (2007). Hasil uji

beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara status gizi pada contoh laki-laki dengan contoh

perempuan. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat

meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1989).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu

tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,

masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta

perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan

seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei

konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah

pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti

daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM),

dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan

bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata

konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah

pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi

bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok

populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel

dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari

libur terhadap pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi

(34)

Frekuensi Makan

Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk

mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Menurut Khomsan (2000) dapat

menjadi kecukupan konsumsi gizi diartikan sebagai semakin tinggi frekuensi

makan, maka peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar.

Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per

hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan

Frekuensi Makan Sebaran

Jumlah (n) Persentase (%)

1 kali 0 0,0

2 kali 1 4,3

3 kali 17 73,9

> 3 kali 5 21,7

Jumlah 23 100

Sebanyak 73,9% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali

setiap harinya, sedangkan sebanyak 5 contoh memiliki frekuensi makan lebih

dari 3 kali yaitu sebesar 21,7% dan sebanyak 1 contoh memiliki frekuensi makan

sebanyak 2 kali sehari yaitu sebesar 4,3%. Kebiasaan makan tiga kali sehari

pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah

gizi (Suhardjo 1989).

Kebiasaan Makan

Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani

latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan

kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan

menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh

diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall. Menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

yaitu konsumsi pangan, preferensi pangan (kesukaan atau ketidaksukaan

terhadap suatu pangan), ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya

seorang individu. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan disajikan

(35)

Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan

Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan yaitu

sebanyak 18 contoh dengan persentase 78,3% contoh. Menu sarapan yang

biasa dikonsumsi oleh sebagian besar contoh (48,7%) berupa nasi dan lauk

pauk. Makan siang contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk

hewani, lauk nabati, sayur dan buah (73,9%), sedangkan makan malam contoh

sebagian besar diisi dengan menu nasi, lauk hewani atau lauk nabati serta sayur

(52,2%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu,

konsumsi pangan, preferensi (kesukaan atau ketidaksukaan) makan, ideologi

terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Untuk konsumsi

makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh (52,2%) menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi fast food. Menurut Irianto (2007) penyediaan makanan cepat saji memiliki kelebihan antara lain penyajian yang cepat

sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan
Tabel 2 Kategori pengukuran data
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mengingat pajak daerah merupakan salah satu dari dari sumber pendapatan asli daerah yang dapat memberikan sumbangan yang cukup besar, namun setelah dikeluarkannya

Kemampuan literasi siswa merupakan modal penting yang harus dikuasai anak untuk memiliki keberhasilan dalam prestasi akademik baik dalam proses membaca, menulis,

Saya ingin menghormati orang yang lebih lama disini sih, dan menurut saya, saya merasa lebih bijak kalau saya menyampaikan kepada Pak Agus maupun Roy dulu

Board dengan ketebalan___ mm yang terdiri dari inti insulasi termoset yang kuat bebas CFC/HCFC dan memiliki nilai Potensi Perusak Lapisan Ozon (ODP) nol dengan komposit foil pada

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

Formasi Wapulaka yang terdapat di Pulau Buton terbentuk oleh proses struktur geologi yang kompleks, terdiri dari Batugamping berumur Kuarter berbentuk platform

Berdasarkan Contoh 2.6 diperoleh sifat umum terkait elemen pembagi nol dan elemen unit pada ring faktor kelas interval natural dengan adalah bilangan komposit..