• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SORAYA NURUL ICHWANI. Sebaran Spatial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan AGUS HIKMAT. Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) perlu didukung oleh data potensi aren tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi sebaran spasial, kesesuaian habitat, bentuk pemanfaatan aren oleh masyarakat, dan tingkat regenerasi aren. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pengukuran dengan parameter kuantitatif seperti kerapatan dan frekuensi untuk mengetahui regenerasi aren serta analisis PCA untuk mendapatkan model kesesuaian habitat aren. Penelitian ini dilakukan di Resort Gunung Bedil TNGHS. Dari hasil analisis, aren dapat ditemukan pada daerah dengan kriteria berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, kemiringan lereng 25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan jarak dari sungai ≤ 200 m. Model kesesuaian habitat aren yang dihasilkan yaitu �= 2,009∗ + 2,009∗

+ 2,009∗ + 1,010∗ . Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort Gunung Bedil memiliki kelas kesesuaian habitat sedang. Selain itu, tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS tergolong rendah karena terdapat banyak gangguan pada aren. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan aren di Resort Gunung Bedil cukup tinggi. Pemanfaatan dilakukan dimulai dari bagian daun sampai akar aren.

Kata kunci: aren, kesesuaian habitat,pemanfaatan, regenerasi, sebaran spatial

ABSTRACT

SORAYA NURUL ICHWANI. Spatial Distribution and Benefit Potential of Sugar Palm (Arenga pinnata Merr.) in Gunung Bedil Resort Gunung Halimun Salak National Park. Supervision by LILIK BUDI PRASETYO and AGUS HIKMAT.

The benefit sustainability of sugar palm in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP) needs to be supported by sugar palm potential data. Therefore, the survey spatial distributions, habitat suitability, benefit type by society, and palm sugar regeneration level identification is needed. To reach the purposes, a measurement by using quantitative parameter such as density and frequency was done to know palm sugar regeneration, and also PCA analysis to get sugar palm habitat suitability model. This research was conducted at Gunung Bedil Resort, GHSNP. The results shows that sugar palm could be found in areas with criteria such as elevation between 500-1000 above sea level, slope 25-40%, NDVI 0-0,32, and distance from river ≤ 200 meters. The result of habitat suitability model was �= 2,009∗ + 2,009∗ + 2,009∗ + 1,010∗ . The results of validation shows that Gunung Bedil Resort has a middle habitat suitability. Besides that, the regeneration level of sugar palm in Gunung Bedil Resort has low because it’s utilization by society is high.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang tergolong ke dalam hutan hujan tropis. Ekosistem tersebut mempunyai kecenderungan untuk memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang cukup melimpah. Keanekaragaman berdampak pada pemanfaatan satwa maupun tumbuhan di dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat sekitar. Pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama oleh Kasepuhan, tergolong unik karena memiliki aturan tersendiri dalam adatnya. Hasil pertanian masyarakat tidak dijual ke luar namun digunakan untuk konsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya maka masyarakat memanfaatkan hasil hutan yang diolah untuk dijual ke pasar.

Salah satu masyarakat Kasepuhan yang masih memegang adat tersebut adalah masyarakat Kasepuhan Cisitu yang berada di Resort Gunung Bedil TNGHS. Masyarakat Kasepuhan ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan kehutanan. Pengelolaan sumberdaya alam masih terikat pada aturan adat dan tradisi masyarakat, seperti dalam pengelolaan sawah dan huma, serta sumberdaya hutan (Warta Tenure 2006).

Aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan salah satu komoditas yang diunggulkan di kawasan TNGHS. Sebagai akibatnya aren menjadi tumbuhan yang paling dicari untuk diambil manfaatnya setelah rotan (Calamus sp.) di kawasan TNGHS ini. Masyarakat biasa memanfaatkan aren untuk diambil air niranya. Air nira dapat diolah kembali menjadi gula aren yang selanjutnya dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar. Selain hal tersebut, masih banyak jenis pemanfaatan dari aren di kawasan ini yang belum diketahui. Hal ini karena dokumentasi ilmiah mengenai pemanfaatan aren oleh masyarakat Kasepuhan di Resort Gunung Bedil TNGHS belum banyak dilakukan.

Masyarakat memanfaatkan aren baik berasal dari kawasan TNGHS maupun di tanah milik. Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di TNGHS perlu didukung oleh data potensi aren tersebut, yaitu salah satunya melalui inventarisasi berdasarkan penyebaran spasial di dalam kawasan TNGHS, khususnya Resort Gunung Bedil, dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Kelebihan aplikasi SIG adalah dapat mengetahui beberapa kondisi seperti lokasi, pola sebaran, dan pemodelan habitat dalam pemetaan suatu wilayah. Informasi mengenai kondisi yang potensial ini merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan dalam upaya pemanfaatan aren secara lestari.

Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi penyebaran spasial aren di Resort Gunung Bedil TNGHS 2. Mengidentifikasi kesesuaian habitat aren di Resort Gunung Bedil TNGHS 3. Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan aren oleh masyarakat sekitar Resort

Gunung Bedil TNGHS

(3)

Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan aren bagi masyarakat sekitar.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, dan pengolahan data dilakukan selama 5 bulan yaitu bulan September 2012-Januari 2013. Pengolahan data dilakukan di Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan serta Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya, yaitu : Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Alat dan Bahan Fungsi

A. Alat

1. Kamera Mengambil gambar

2. GPS (Global Positioning System) Garmin 76 csx

Untuk menandai dan mengambil posisi koordinat geografi lapangan 3. Alat Tulis Mencatat hasil penelitian

4. Software ArcGIS 9.3 Mengolah data spasial 5. Software Erdas Imagine 9.1 Mengolah data spasial

6. Software SPSS 18 Mengolah data regresi logistik

7. Komputer Menjalankan software

B Bahan

1. Peta ASTER GDEM Untuk mendapatkan data kelerengan lahan, data ketinggian, dan aspect 2. Citra Satelit Landsat TM 7 Untuk mendapatkan peta penutupan

lahan,

3. Peta batas TNGHS Untuk mengetahui batas TNGHS 4. Peta jaringan sungai Untuk mengetahui jaringan sungai 5. Peta jalan Untuk mengetahui jarak jalan

6. Peta tanah dan curah hujan Untuk mengetahui jenis tanah dan curah hujan

(4)

Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan aren bagi masyarakat sekitar.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, dan pengolahan data dilakukan selama 5 bulan yaitu bulan September 2012-Januari 2013. Pengolahan data dilakukan di Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan serta Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya, yaitu : Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Alat dan Bahan Fungsi

A. Alat

1. Kamera Mengambil gambar

2. GPS (Global Positioning System) Garmin 76 csx

Untuk menandai dan mengambil posisi koordinat geografi lapangan 3. Alat Tulis Mencatat hasil penelitian

4. Software ArcGIS 9.3 Mengolah data spasial 5. Software Erdas Imagine 9.1 Mengolah data spasial

6. Software SPSS 18 Mengolah data regresi logistik

7. Komputer Menjalankan software

B Bahan

1. Peta ASTER GDEM Untuk mendapatkan data kelerengan lahan, data ketinggian, dan aspect 2. Citra Satelit Landsat TM 7 Untuk mendapatkan peta penutupan

lahan,

3. Peta batas TNGHS Untuk mengetahui batas TNGHS 4. Peta jaringan sungai Untuk mengetahui jaringan sungai 5. Peta jalan Untuk mengetahui jarak jalan

6. Peta tanah dan curah hujan Untuk mengetahui jenis tanah dan curah hujan

(5)

Jenis Data

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data-data seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data yang diambil

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data yang langsung diambil di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari Landsat, ASTER GDEM, dan literatur berupa buku atau studi pustaka lainnya.

Wawancara

Data mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan, kegiatan budidaya, dan persebaran aren diambil dengan menggunakan metode wawancara. Pemilihan responden dilakukan secara purposive, dengan kriteria masyarakat yang memanfaatkan dan mengolah aren untuk kebutuhan sehari-hari. Teknik pengambilan responden secara purposive adalah jenis teknik yang paling efektif untuk mempelajari sesuatu hal di dalam ranah budaya (Tongco 2007)

Observasi lapang

Observasi lapang dilakukan secara langsung guna mendapatkan data-data yang akurat dan spesifik mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan, kegiatan budidaya, dan persebaran aren.

Pembuatan plot contoh untuk regenerasi aren

Regenerasi aren diamati melalui pembuatan plot contoh yang ditetapkan secara purposive sampling. Plot contoh diletakkan di tempat ditemukannya aren dewasa. Bentuk plot contoh berupa lingkaran dengan jari-jari 17,8 m (Gambar 1).

(6)

Titik pusat dari lingkaran adalah aren dewasa. Dalam pelaksanaan di lapang pembuatan petak ukur lingkaran sangat mudah dan sederhana dan memiliki ketelitian yang lebih akurat dibandingkan petak ukur persegi (Simon 1993). Regenerasi aren diidentifikasi dengan menggunakan plot lingkaran seperti tersaji pada Tabel 3.Data aren yang dicatat berupa jumlah individu dan jumlah plot ditemukan aren untuk setiap tumbuhan.

Tabel 3 Plot pengukuran regenerasi aren

No Tingkat pertumbuhan Luas (ha) Keterangan

1 Dewasa 0,1 Berbatang, t > 1,3 m

2 Muda 0,01 Tidak berbatang, t > 1,3 m

3 Anakan 0,001 t ≤ 1,3 m

Sumber : Kaewkorm et al. (2007)

Keterangan :

a = petak ukur untuk anakan b = petak ukur untuk muda c = petak ukur untuk dewasa

Gambar 1 Inventarisasi aren menggunakan metode lingkaran.

Metode Analisis Data

Parameter kuantitatif dalam analisis regenerasi aren

Pengukuran tingkat regenerasi aren dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan dan frekuensi aren berdasarkan tingkat pertumbuhan, yaitu semai dan muda.

 = ℎ �

(� )

= ℎ ℎ � ℎ �

ℎ ℎ ℎ

Metode PCA (Principal Component Analysis)

(7)

Model kesesuaian habitat aren

Peta yang diperoleh sebelumnya dipotongterlebih dahulu sesuai dengan wilayah TNGHS (Gambar 2).

Gambar 2 Bagan alur pemotongan lokasi penelitian.

Peta mengenai ketinggian dan kemiringan lereng kawasan TNGHS dari ASTER GDEM diperlukan untuk mengetahui penyebaran dan kesesuaian habitat aren (Gambar 3).Data spasial lereng merupakan data yang memberi informasi kemiringan suatu lahan yang mempunyai nilai satuan persen (%) berdasarkan derajat sudut kemiringan derajat (o). Lereng dengan nilai 100 % = 45o sudut kemiringan. Data dikelompokkan berdasar klasifikasi kecuraman suatu kawasan (klasifikasi lereng).

Gambar 3 Bagan alur tahapan pembuatan kemiringan lereng.

Peta jarak dari sungai dianalisis terlebih dulu menggunakan Software ArcGIS 9.3.Bagan alir pembuatan peta jarak dari sungai seperti tersaji pada Gambar 4.

(8)

Peta yang diperoleh digunakan untuk menganalisis kesesuaian habitat yang dibuat dalam bentuk model persebaran. (Gambar 5).

Gambar 5 Bagan alur proses analisis peta kesesuaian habitat Arenga pinnata. Hasil analisis dari PCA selanjutnya digunakan untuk menentukan bobot masing-masing variabel habitat yang diteliti untuk analisis spasial sehingga diperoleh persamaan kesesuaian habitat sebagai berikut :

Y = (aF1 + bF2 + cF3 + dF4)

Keterangan :

Y = skor akumulasi kesesuaian habitat

a-d = nilai bobot setiap variabel F1 = faktor ketinggian

F2 = faktor kemiringan lereng F3 = faktor jarak dengan sungai F4 =faktor NDVI

Kesesuaian habitat Arenga pinnata dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian yaitu tidak ada data, kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang, dan kesesuaian rendah. Kelas tidak ada data ini dibuat karena terdapat stripping, awan dan bayangan awan pada nilai NDVI. Untuk mendapatkan nilai selang digunakan persamaan sebagai berikut

� �= � − �

Keterangan :

Smaks = nilai indeks kesesuaian habitat tertinggi Smin = nilai indeks kesesuaian habitat terendah K = banyaknya kelas kelas kesesuaian habitat

Untuk validasi model dilakukan untuk mengetahui nilai akurasi klasifikasi kesesuaian habitat.

� = (

� 100%)

Keterangan :

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Letak geografis Resort Gunung Bedil yaitu berada di 106018’38” – 106031’30” dan 06042’48” – 06049’05”. Secara administratif kawasan Resort Gunung Bedil terletak di 1 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cibeber dan 12 Desa, yaitu Sinargalih, Kujangsari, Situmulya, Cisungsang, Gunung Wangun, Kujang Jaya, Wanasari, Hegarmanah, Neglasari, Cihambali, Sukamulya, dan Ciusul. Luas kawasan Resort Gunung Bedil adalah 15.582,8 ha. Namun saat ini berdasarkan peta kawasan TNGHS untuk Resort Gunung Bedil diperkecil menjadi 13.207,1 ha.Jenis tanah di kawasan Resort Gunung Bedil termasuk ke dalam tipe latosol coklat, asosiasi latosol coklat dan latosol coklat kekuningan serta asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat. Adapun jenis batuannya merupakan jenis batuan vulkanik seperti bracicias basalt dan andesit.

Kawasan Resort Gunung Bedil mempunyai topografi yang bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung dengan ketinggian tempat bervariasi mulai 600- 1919 mdpl dan kemiringan lereng berkisar antara 25% sampai dengan 40% seperti tampak pada Gambar 6. Beberapa pegunungan yang berada di daerah ini diantaranya adalah Gn. Sanggabuana, Gn. Bintong gading, Gn. Kendeng, Gn. Bancit, Gn. Awigede, Gn. Palasari, Gn. Tumbal, Gn. Bedil, dan Gn. Luhur. Daerah Resort Gunung Bedil mempunyai iklim tipe B dengan perbandingan jumlah rata-rata bulan kering dan basah (Q) adalah 24,7. Suhu rata-rata bulanan 21oC dengan suhu tertinggi 33oC. Kelembaban udara rata 80% dengan rata-rata curah hujan 4000-6000 mm/tahun.

Gambar 6 Wilayah Resort Gunung Bedil.

(10)

rasamala (Altingia excelsa), saninten (Castanopsis argentea), pasang (Quercus sp.) dan huru ( Litsea sp.). Di bagian sebelah barat terdapat jenis rotan dan kiara (Ficus glabon). Pada ketinggian 1.400 m sampai 1.919 mdpl banyak dijumpai dari famili Podocarpaceae seperti jamuju (Dacrycapus imbricatus), kiputri (Podocarpus neriifolius) dan kibima (Podocarpus amara) (BTNGHS 2007).

Persebaran Spasial Aren

Penutupan lahan dan distribusi aren

Peta penutupan lahan Resort Gunung Bedil dibuat dengan menggunakan Citra Landsat TM7 Path/Row 122/65 pada bulan Mei 2012. Citra tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu tidak ada data (stripping, awan, dan bayangan awan), pemukiman, sawah, kebun, semak belukar, dan hutan. Persentase dari overall classification accuracy adalah 81,01%.

Tabel 4 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing tipe penutupan lahan.

No Tipe Penutupan Lahan Luas (Ha) Jumlah titik aren

yang masuk

1 Tidak ada data 4.475,51 24

2 Sawah 669,28 16

3 Hutan 5.982,52 48

4 Kebun 1.762,41 28

5 Semak belukar 142,54 14

6 Pemukiman 75,83 0

(11)
(12)

Faktor penentu kesesuaian habitat Ketinggian

Ketinggian Resort Gunung Bedil dapat diketahui melalui peta DEM (Digital Elevation Model). Peta DEM tersebut selanjutnya diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan preferensi ketinggian menurut Soeseno (1991) bahwa yang paling baik agar aren dapat tumbuh adalah 500 – 800 mdpl. Namun menurut Muhaemin (2012) aren dapat tumbuh paling bagus dari ketinggian 500 – 1.200 mdpl. Pada dasarnya aren masih dapat tetap tumbuh pada ketinggian 0 – 1.500 mdpl.

Tabel 5 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas ketinggian

No Ketinggian Luas (Ha) Jumlah titik aren yang masuk

1 0 – 500 m dpl 27,44 0 ketinggian di Resort Gunung Bedil menunjang untuk pertumbuhan aren.

Kelerengan

Kelerangan dapat diketahui sama halnya dengan ketinggian, yaitu berdasarkan peta DEM yang dianalisis berdasar kelerengannya. Kelerengan yang dibuat adalah 5 kelas, yaitu 0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), 25-40% (curam), dan >40% (sangat curam). Pada Tabel 6 diketahui bahwa kelerengan di kawasan resort Gunung Bedil sebagian besar adalah berada pada kelas kelerangan > 40%.

Sunanto (1993) mengungkapkan bahwa kebanyakan aren dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang curam seperti lereng gunung atau tepian lembah sungai. Di tempat miring biasanya kelebihan air di permukaan air tanah selalu cepat mengalir ke tempat lain namun tanahnya tidak pernah kering karena adanya air tanah yang dangkal di bawah permukaan. Hal ini menunjang keberadaan aren di Resort Gunung Bedil yang menyukai kawasan dengan kelerengan curam. Terdapat 49 titik aren (38%) yang dapat ditemukan di kelas kelerengan 25-40%. Selain itu Resort Gunung Bedil memiliki luasan terluas pada kelerengan > 40% seperti tersaji pada Tabel 6, yaitu seluas 4.531,60 ha. Secara topografi, Resort Bedil memilki topografi yang bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung.

Tabel 6 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas kelerengan

No Kelerengan Luas (Ha) Jumlah titik aren yang masuk

1 0 – 8 % 527,73 6

2 8 – 15 % 1.288,04 11

3 15 - 25 % 2.783,55 24

4 25 – 40 % 4.077,54 49

(13)

Gambar 8 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas ketinggian di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

(14)

Gambar 9 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas kelerengan di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

(15)

Jarak dengan Sungai

Pada dasarnya aren tidak selalu harus dekat dengan sungai, namun yang penting adalah memiliki banyak persediaan air pada tanahnya. Di tempat miring biasanya kelebihan air di permukaan air tanah selalu cepat mengalir ke tempat lain namun tanahnya tidak pernah kering karena adanya air tanah yang dangkal di bawah permukaan (Sunanto 1993; Soeseno 2000). Namun biasanya tempat berlereng curam itu dekat dengan sungai. Berdasarkan hasil overlay peta sungai dengan titik aren yang disajikan pada Tabel 7, maka diketahui bahwa sebanyak 123 titik aren (95%) berada dekat dengan sungai. Peta persebaran aren pada berbagai jarak sungai di Resort Gunung Bedil disajikan pada Gambar 10.

Tabel 7 Luas dan jumlah titik aren pada kelas jarak dengan sungai

No Jarak dengan sungai Luas (Ha) Jumlah titik aren yang masuk

1 0 – 200 m 10.827,45 123

2 200 – 400 m 2.232,72 7

3 >400 m 141,03 0

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

NDVI berhubungan dengan kerapatan tajuk. Peta NDVI dapat diketahui dari band 3 dan band 4 pada Landsat TM (Thematic Mapper). Pembagian kelas NDVI disesuaikan dengan pembagian kelas NDVI berdasar Dephut (2005). Pembagian kelas oleh Dephut (2005) dibuat sebanyak 3 kelas yaitu -1 – 0,32 (kerapatan tajuk rendah); 0,32 – 0,42 (kerapatan tajuk sedang), dan 0,42 – 1 (kerapatan tajuk rapat). Pembagian kelas NDVI ini adalah untuk kawasan mangrove yang merupakan kawasan tergenang air. Sedangkan aren merupakan tumbuhan yang tidak suka dengan genangan air. Oleh karena itu ditambahkan kelas NDVI tersebut menjadi 4 kelas, yaitu -1 – 0 (badan air, stripping, awan, bayangan awan); 0 – 0,32 (kerapatan tajuk jarang); 0,32 – 0,42 (kerapatan tajuk sedang); dan 0,42 – 1 (kerapatan tajuk rapat).

Tabel 8 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas NDVI

No NDVI Luas (Ha) Jumlah aren yang masuk

1 -1 – 0 4.224,60 24

2 0 – 0,32 5.313,92 44

3 0,32 – 0,42 3.103,02 34

4 0,42 – 1 565,56 28

(16)

Gambar 10 Peta persebaran titik aren pada berbagai jarak dengan sungai di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

(17)

Gambar 11 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas NDVI di Resort Gunung Bedil, TNGHS.

(18)

Kesesuaian Habitat Aren

Model kesesuaian habitat Aren

Model kesesuaian habitat aren awalnya dilakukan dengan analisis regresi logistik biner untuk 9 variabel, yaitu, ketinggian, kelerengan, aspect, jarak dengan sungai, jarak dengan jalan, jarak dengan pemukiman, ndvi, jenis tanah, dan curah hujan. Signifikansi yang dipilih adalah kurang dari 0,05 karena menggunakan taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai -2 Log likelihood sebesar 0,002 dan nilai Nagelkerke R2 adalah 1.000 (100%), namun Variables in the Equation diketahui bahwa semua variabel memiliki signifikansi lebih dari 0,05 (Lampiran 1). Hal tersebut merupakan ciri terjadinya multikolinearitas dalam variabel. Multikolinearitas adalah kejadian dimana terdapat peubah-peubah bebas yang saling berkorelasi tinggi sehingga mengakibatkan koefisien regresi dugaannya cenderung bervariasi sangat besar dari sampel satu ke sampel lainnya. Hal ini dapat menyebabkan tidak diperolehnya informasi yang tepat mengenai koefisien regresi yang sebenarnya (Widiharih 2001).

Salah satu cara mengatasi multikolineritas adalah dengan menghilangkan beberapa variabel yang memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel lainnya. Variabel yang masih akan digunakan dalam analisis regresi logistik biner ini adalah ketinggian, kelerengan, curah hujan, ndvi, jarak dengan sungai. Aspect memiliki korelasi dengan kelerangan, jenis tanah berkorelasi dengan ketinggian, kelerengan dan aspect, serta jarak pemukiman dan jarak dari jalan berkorelasi dengan jarak dari sungai. Pada perhitungan ke dua ini diketahui bahwa hanya terdapat 1 variabel yang signifikan dari 5 variabel yang ada (Lampiran 2). Menurut Santoso (2000), jika terdapat beberapa variabel yang diujikan dan tidak semua memiliki nilai signifikansi yang diinginkan maka model dapat diulang hanya pada variabel yang memiliki signifikansi yang diinginkan sebagai variabel independent. Oleh karena itu dilakukan kembali analisis regresi logistik biner untuk 1 variabel. Pada regresi logistik biner 1 variabel diperoleh signifikansi 0,00 seperti terlampir pada Tabel 9.

Tabel 9 Koefisien regresi dan taraf signifikansi variabel kesesuaian habitat aren

No Variabel kesesuaian Koefisien

regresi

Signifikansi

1 Kemiringan lereng (slp) -0,101 0,000

Konstanta persamaan regresi yang didapat adalah sebesar 8,842 dengan koefisien kelerengan sebesar – 0,101. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka diperoleh persamaan regresi logistik biner sebagai berikut :

= 8,842 + (−0,101∗ ) = 8,842−(0,101∗ )

Persamaan kemudian selanjutnya dimasukkan ke dalam model P = (e2/(1+e2)

�=

(8,842− 0,101∗ )

(19)

Kelayakan modeldapat dilihat dari signifikansi penurunan nilai -2 Log Likelihood dan hasil Uji Hosmer and Lemeshow. Penurunan nilai -2 Log Likelihood dari 234,672 menjadi 28,674 dengan signifikansi 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa model regresi layak untuk dilakukan. Uji Hosmer and Lemeshow digunakan untuk melihat kecocokan variabel yang digunakan dalam membangun model dengan model yang dihasilkan (Hasan 2012). Agar model tersebut dapat dikatakan cocok maka nilai signifikansi dari Uji Hosmer and Lemeshow harus lebih besar dari 0,05. Pada Uji Hosmer and Lemeshow ini diketahui bahwa nilai signifikansi adalah 0,000. Oleh karena itu kesesuaian habitat aren ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner.

Multikolineritas dapat diatasi juga dengan menggunakan analisis PCA (Principal Component Analysis) (Soemartini 2008) . Pada PCA ini variabel curah hujan dan jenis tanah tidak dapat dimasukkan karena merupakan nilai ordinal. Oleh karena itu untuk PCA hanya dimasukkan 7 variabel, yaitu ketinggian, kelerangan, aspect, jarak dengan sungai, jarak dengan jalan, jarak dengan pemukiman, dan NDVI. Dari hasil analisis menggunakan PCA didapat bahwa nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) 0,475 (Lampiran 3). Menurut Hinton et al. (2004) nilai KMO harus lebih besar dari 0,5 agar layak untuk dijadikan sebagai model. Nilai KMO yang tidak memenuhi menunjukkan bahwa data kurang dan analisis faktor tidak layak untuk dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena variabel jenis tanah dan curah hujan tidak dapat masuk ke analisis PCA. Penyebab lainnya adalah karena kurang menyebarnya pengambilan data di lokasi penelitian.Oleh karena itu analisis PCA dengan menggunakan 7 variabel tidak dapat dilakukan.

Perhitungan kedua pada PCA selanjutnya dilakukan dengan menggunakan analisis PCA terhadap 5 variabel yang telah dipisahkan pada analisis regresi logistik biner. Variabel tersebut diantaranya ketinggian, kelerengan, jarak dengan sungai, NDVI, dan curah hujan. Curah hujan merupakan nilai ordinal sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam analisis PCA. Dari hasil analisis diperoleh nilai KMO sebesar 0,617 dan nilai approximate Chi-Square dari Uji Barlett’s adalah 105,354 dengan signifikansi 0,000 (Lampiran 4). Hal ini berarti model sudah dapat diterima.

Tabel 10 Nilai Initial Eigenvalues (Akar Ciri)

(20)

Tabel 11 Vektor ciri PCA

Variabel Komponen

1 2

NDVI 0.140 0.985

Ketinggian 0.859 0.075

Jarak dengan sungai 0.860 -0.163

Kelerengan 0.716 -0.086

Hasil pembobotan akhir dapat dilihat pada Tabel 12. Pada pembobotan ini diketahui bahwa ketinggian, kelerengan, dan jarak dengan sungai memiliki nilai bobot yang paling tinggi, yaitu 2,009. Hal ini disebabkan ketiga variabel tersebut memiliki hubungan positif yang cukup tinggi terhadap komponen utama pertama. NDVI sendiri memiliki hubungan positif yang tinggi terhadap komponen kedua yaitu bernilai 1,010.

Tabel 12 Nilai pemodelan PCA pada masing-masing variabel

No Variabel Nilai total pada Initial Eigenvalues

1 NDVI 1.010

2 Ketinggian 2.009

3 Kelerengan 2.009

4 Jarak dengan sungai 2.009

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

�= 2,009∗ + 2,009∗ + 2,009∗ + 1,010∗

Persamaan ini selanjutnya digunakan sebagai model untuk menentukan kesesuaian habitat aren.

Secara sederhana, proses penentuan model kesesuaian habitat aren dapat dijelaskan oleh bagan alur pada Gambar 12.

(21)

Kelas kesesuaian habitat Aren

Berdasarkan model kesesuaian yang telah diperoleh maka dibuat kelas kesesuaian habitatnya terhadap aren dengan membuat skoring terhadap masing-masing variabel seperti tersaji pada Tabel 13. Nilai skoring dibuat berdasarkan preferensi habitat aren.

Tabel 13 Skor variabel untuk kesesuaian habitat

No Variabel Kelas Skor minimumyaitu 7,037yang diperoleh dari perhitungan raster menggunakan model yang telah ada. Kelas kesesuaian habitat dibuat sebanyak 4 kelas, yaitu tidak ada data, kesesuaian rendah, kesesuaian sedang, dan kesesuaian tinggi. Kelas tidak ada data merupakan kelas yang tidak memiliki nilai selang, yaitu stripping, awan, dan bayangan awan. Untuk mendapatkan nilai selang pada 3 kelas kesesuaian lainnya maka dibuat kelas untuk kesesuaian rendah adalah nilai minimum – (nilai mean - 1

2 standar deviasi), untuk kesesuaian tinggi adalah (nilai mean - 12 nilai standar deviasi) - (nilai mean + 1

2 nilai standar deviasi), dan untuk kesesuaian tinggi adalah (nilai mean + 1

2 nilai standar deviasi) – nilai maksimum.

Berdasarkan selang dibuat kelas kesesuaian yang disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Selang kesesuaian habitat aren

No Kelas kesesuaian

(22)

validasi yang masuk paling banyak untuk model kesesuaian yaitu pada kelas kesesuaian habitat sedang. Titik validasi tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14 menunjukkan bahwa titik yang masuk ke dalam kelas tidak ada data adalah sebanyak 8 titik. Oleh karena itu jumlah titik yang digunakan pada uji validasi sebenarnya adalah 47 titik.

� = 37

47 100% = 79%

(23)
(24)

Potensi Pemanfaatan Aren

Aren atau kawung merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki banyak manfaat, mulai dari bagian akar sampai ke bagian daun. Masyarakat Kasepuhan mengenal istilah “Masagi Kawung” untuk menunjuk pada seseorang yang dapat melakukan segala hal dan bermanfaat bagi orang lain. Persebaran aren berdasarkan peta penutupan lahan Resort Gunung Bedil paling banyak adalah berada di hutan. Namun untuk pemanfaatannya oleh masyarakat Kasepuhan biasanya aren yang diambil adalah yang berada di kawasan sekitar pemukiman. Hal ini dikarenakan aksesnya lebih dekat dibandingkan harus berjalan kaki menuju ke hutan. Pemanfaatan aren yang sampai ke hutan biasanya adalah hanya untuk pengambilan nira.

Aren secara ekonomis mempunyai nilai cukup tinggi karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan dan produknya beragam. Hasil utama dari aren adalah nira, gula aren/gula merah, tepung, ijuk, alkohol, dan cuka (Rumokoi 1990; Mogea 1991). Bunga betina dari tumbuhan aren yang masih muda dapat diolah menjadi kolang-kaling (Haryjanto 2010). Kegunaan bagian tumbuhan aren lainnya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Kegunaan bagian-bagian tumbuhan aren

Bagian tumbuhan Kegunaan

Akar Akar yang masih semai air seduhnya untuk perawatan batu ginjal dan dipergunakan juga untuk obat luar anti gigitan serangga. Akar dalam fungsinya pada tanaman hidup juga berguna untuk mengatasi masalah erosi. Batang luar Kayu bakar, papan, gagang peralatan dapur, gagang

pacul, pipa air, peralatan musik Helaian pinak daun

muda

Dipakai untuk pembungkus tembakau saat merokok (rokok kelintingan)

Helaian pinak daun dewasa

Pengikat buah durian, keranjang untuk tempat buah, Empulur Tepung, ampas empulur untuk makanan ternak, media

jamur merang

Ijuk Tali, saringan air pada sumur dan septik tank, isi jok, alas lapangan olahraga, sikat, atap-atap gubuk, rumah atau gedung

Lidi Lidi yang berasal dari tulang utama pinak daun lateral digunakan untuk sapu lidi, keranjang buah di meja makan, tusuk sate.

Umbut Setelah dimasak dapat dimakan (sayur)

Indumentum Indumentum terletak pada pangkal pelepah daun muda. Dulu dipergunakan untuk bahan penyala api Perbungaan jantan Disadap niranya untuk minuman segar, cuka, gula aren

Bunga Sumber makanan untuk lebah madu

(25)

Bagian-bagian dari aren yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Kasepuhan di Resort Gunung Bedil TNGHS diantaranya terbagi menjadi 8 bagian, yaitu daun dan lidi, bunga betina/buah, bunga jantan/langari, pelepah, batang/ruyung, ijuk, harupat, dan akar. Bagian-bagian tersebut tersaji pada Gambar 14.

Gambar 14 Keterangan bagian pada aren.

Daun

Daun aren berbentuk agak lebar, ujung daun bergerigi, permukaan bawah daun berwarna putih, daun yang paling ujung memiliki tulang daun 6, tulang daun berjumlah 1-2, dan warna pelepah gelap kecoklatan (Siregar 2005). Helaian daun mencapai 8,20 x 3,10 cm. Pinak daun lateral tersusun tidak teratur Di bagian pangkal 3

(26)

terlebih dahulu lalu dipotong seukuran rokok. Saat ini yang masih menggunakan rokok daun aren sebagian besar adalah orang tua (Gambar 15).

(a) (b)

Gambar 15 (a) daun muda aren yang sudah dikeringkan, (b) pembungkus tembakau dari daun aren.

Tulang daun aren/lidi dapat digunakan sebagai sapu lidi. Untuk membuat sapu lidi sebelumnya dipilah terlebih dahulu tulang daun aren yang lemas ataupun terlalu keras. Tulang daun yang terlalu keras akan mudah patah, sedangkan yang terlalu lemas tidak dapat dijadikan sebagai lidi. Biasanya untuk sapu lidi, tulang daun yang dicari adalah tulang daun tua yang tidak rapuh.

Bunga betina/ buah

Perbungaan aren adalah tunggal. Daun gagang tangkai perbungaan berjumlah 12, umumnya berbentuk tabung dan yang terujung agak segitiga dengan tangkai perbungaannya kokoh. Perbungaan betina mirip dengan jantannya dan terletak di ujung batang, mulai dari buku pertama sampai sekitar buku ke 5. Bunga betina bentuknya adalah bulat (Mogea 1991).

Tumbuhan aren dewasa berbunga setelah berumur 7-12 tahun. Seluruh bunga betina akan masak dalam 1-3 tahun, namun selanjutnya aren akan mati 5 tahun setelah berbunga. Dalam satu tandan, buah masak tidak serempak. Bunga betina masak mengandung 2-3 biji dengan kulit keras. Jumlah bunga bunga betina berkisar antara 5.000-8.000 biji per tandan. (Haryjanto 2010).

(a) (b)

(27)

dipotong dari batangnya seperti tersaji pada Gambar 16 a. Setelah itu buah direbus dalam satu wadah. Buah selanjutnya dikupas dan dimemarkankemudian direndam 5-7 hari agar mengembang. Menurut Widyawati (2011), perendaman dilakukan agar diperoleh kolang-kaling yang lebih kenyal dan tidak gatal. Harga di pasaran untuk 1 kilogram kolang-kaling berkisar antara Rp. 2.000 - Rp. 5.000.

Bunga jantan/ langari

Bunga jantan terletak di sekitar buku ke 5 dari ujung batang dan pada buku-buku di bawahnya. Bentuknya adalah bulat lonjong, daun kelopak bundar telur melebar, daun mahkota lonjong dan bagian luarnya berwarna violet (Mogea 1991).Sebagian besar masyarakat Kasepuhan memanfaaatkan aren untuk disadap air niranya. Tandan bunga yang disadap adalah tandan bunga jantan. Jumlah tandan produktif hanya 4-6 tandan dengan masa sadap 2-3 bulan. Dengan demikian masa sadap aren berkisar 8-18 bulan. Setelah itu bunga jantan masih keluar namun kurang produktif (Haryjanto 2010). Air nira dapat diminum langsung namun juga dapat diolah menjadi wedang, gula batok, dan gula semut. Wedang aren adalah minuman yang terbuat dari air nira yang telah dipanaskan.

(a) (b)

Gambar 17 (a) Wedang aren, (b) Gula batok.

(28)

Gambar 18 Pengolahan gula semut sampai menjadi bubuk.

Pengelolaan dari gula batok dan gula semut dari nira ini masih dilakukan secara individual oleh masing-masing petani. Belum ada pengelolaan dari taman nasional untuk salah satu hasil hutan non kayu ini.

Pelepah

Pelepah yang tua dapat digunakan untuk menggeser rumah. Cara tersebut sering digunakan dulu saat masyarakat belum mengenal alat-alat bantu untuk menggeser rumah. Panjang pelepah aren antara 40-60 cm (Siregar 2005). Selain itu pelepah aren sampai saat ini masih sering digunakan sebagai salah satu bahan membuat alat seni, yaitu karinding. Untuk membuat karinding biasanya ada ritual khusus seperti pembacaan mantra agar mendapatkan karinding yang dapat menghasilkan suara yang bagus.

Pelepah yang sudah kering juga dapat digunakan sebagai obat untuk orang yang sakit cacar agar bekas cacar hilang atau dijadikan sebagai bedak agar kulit menjadi halus. Bagian ini dinamakan sebagai sarerang kawung seperti tersaji pada Gambar 19. Sarerang kawung adalah serbuk-serbuk putih yang berada di dalam pelepah yang sudah kering tersebut.

Gambar 19 Sarerang kawung.

Batang

(29)

Ruyung juga dapat dibuat sebagai pangharu atau pengaduk dodol (Gambar 20a). Ruyung ini tahan digunakan sampai puluhan tahun, bahkan menurut masyarakat ada yang umurnya mencapai 100 tahun. Sifat batang bawah yang keras ini lah yang membuat ruyung tersebut tahan untuk mengduk dodol yang berat. Jika menggunakan pengaduk yang lain maka tidak akan kuat/cepat patah.

(a) (b)

Gambar 20 (a) pangharu, (b) Proses penyaringan sabut untuk tepung aren. Bentuk pemanfaatan pada ruyung yang lainnya yaitu dapat dijadikan sebagai tepung aren atau aci. Cara pembuatannya adalah pohon aren dipotong menjadi lebih kecil lalu kemudian di giling di mesin penggilingan. Setelah itu dilakukan penyaringan sabut dan kotoran sehingga hanya tersisa sari patinya saja (Gambar 20b). Sari pati tersebut dibiarkan mengendap selama kurang lebih 3 jam lalu bak penampungan dikuras. Pencucian dilakukan kembali dengan menggunakan sedikit air. Pengendapan kembali dilakukan lalu air dibuang dan tepung aren basah sudah dapat diambil. Tepung aren basah dijual seharga Rp. 4000/kg, sedangkan tepung aren kering seharga Rp. 8000/kg. Untuk mendapatkan tepung aren kering biasanya masyarakat mengandalkan sinar matahari untuk menjemur tepung. Pengeringan dapat dilakukan sehari saat matahari terik. Namun saat musim hujan proses pengeringan terhambat sehingga perlu waktu 2-4 hari untuk mengeringkan tepung. Dari 1 ton aren biasanya hanya menjadi 4 kwintal tepung aren. Aren yang diambil ada yang dari dalam kawasan taman nasional, ada juga yang bukan dari kawasan taman nasional. Satu batang aren rata-rata harganya Rp. 200.000-Rp. 300.000 untuk dijual sebagai bahan tepung.

(30)

Batang aren yang masih muda dimanfaatkan oleh masyarakat untuk disayur pada saat hajatan. Bagian yang dimanfaatkan ini dinamakan humbut seperti pada Gambar 21a. Pada batang aren juga dapat ditemukan kawul, yaitu sejenis bagian yang menempel pada batang dan sering dimanfaatkan sebagai pematik api oleh masyarakat jaman dulu. Kawul tersaji pada Gambar 21b.

Akar

Akar aren berfungsi sebagai penahan erosi. Hal ini terutama karena aren seringkali tumbuh di lereng gunung dengan kemiringan yang tergolong curam. Akar aren merupakan akar majemuk sehingga sistem perakarannya sangat kuat dan teguh.

Akar aren yang masih semai juga seringkali digunakan oleh masyarakat sebagai obat pegal-pegal karena kecapaian. Akar yang diambil adalah dari aren yang masih anakan. Cara pengolahan aren tersebut menjadi obat adalah dengan membersihkan anakan aren yang sudah diambil sampai bersih karena jika tidak bersih akan menimbulkan gatal-gatal, setelah itu daun dari anakan aren tersebut dibuang. Jumlah akar aren yang digunakan adalah sebanyak 3 buah. Akar kemudian ditumbuk kasar dan direbus bersamaan dengan sejumput akar rumput eurih. Air dari hasil rebusan tersebut kemudian diminum untuk menyembuhkan pegal-pegal tersebut.

Ijuk

Masyarakat Kasepuhan memanfaatkan ijuk untuk banyak hal, diantaranya untuk atap rumah/saung, sebagai penyaring kotoran, sebagai media peneluran ikan, membuat sapu, dan bahan pengisi kursi. Pemakaian ijuk untuk atap dapat bertahan sampai 40 tahun (Sumarni 2003) seperti tersaji pada Gambar 22a.

(a) (b)

Gambar 22 (a) Ijuk untuk atap saung, (b) harupat yang dibakar pada upacara pernikahan.

(31)

melambangkan bahwa dalam pernikahan suatu tindakan yang tidak dipikirkan terlebih dahulu lalu menyakiti pasangannya yang lain maka rasa sakit tersebut tidak dapat dihilangkan. Harupat yang dibuang ke belakang melambangkan kesusahan pernikahan yang dibuang dan dilupakan.

Tingkat Regenerasi Aren

Tingkat regenerasi aren perlu diketahui untuk mengidentifikasi tingkat keberlangsungannya di dalam kawasan. Tingkat regenerasi aren di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 16.

Tabel 16 Tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS

No. Tingkat

regenerasi

Parameter

∑ plot ditemukan Kerapatan Frekuensi

1 Tua 115 plot 17 tersebut teridentifikasi sebanyak seluruh plot terdapat aren dewasa, 20 plot terdapat aren muda, dan 19 plot terdapat aren semai dengan frekuensi berturut-turut 1; 0,174; dan 0,165.Pada tingkat regenerasi aren muda, jumlah individu pada masing-masing plot antara 1-10 individu. Sedangkan pada tingkat regenerasi semai terdapat 14 plot dengan jumlah individu pada masing-masing plot antara 1-7 individu dan 5 plot sebagai pencilan dengan jumlah individu antara 11-160 individu. Jumlah plot yang pencilan ini biasanya terjadi karena buah dari aren dewasa yang sudah matang jatuh ke tanah sehingga aren semai merumpun pada satu tempat. Smits (1996) mengungkapkan bahwa satu aren dewasa memungkinkan untuk dapat memproduksi benih sebanyak 250.000 buah.Penemuan jumlah plot aren semai dan aren muda yang sedikit tersebut mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi dari aren muda menjadi aren dewasa dan aren dewasa sebagai penyedia benih untuk aren semai adalah rendah. Rendahnya tingkat regenerasi diakibatkan adanya pemanfaatan buah aren sebagai kolang-kaling oleh masyarakat sehingga aren dewasa tidak dapat beregenerasi dengan baik.Selain itu penyebab lainnya adalah banyaknya gangguan dari masyarakat Kasepuhan yang sering mengambil aren muda untuk dimanfaatkan sebagai sayuran (humbut).

(32)

(Widyawati et al. 2009). Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab tingkat regenerasi pada aren sangat rendah.

Rendahnya tingkat regenerasi aren dapat mempengaruhi ketersediaan aren di alam.Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan pembudidayaan aren.Selain itu masyarakat juga perlu melakukan pengaturan dalam hal pemanenan aren agar kelestariannya dapat tetap terjaga dan masyarakat tetap dapat memanfaatkan aren.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Aren dapat tumbuh dengan baik dengan kriteria berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, kemiringan lereng 25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan jarak dari sungai ≤ 200 m.

2. Model kesesuaian habitat aren dibuat berdasarkan analisis PCA. Model yang dihasilkan yaitu :

�= 2,009∗ + 2,009∗ + 2,009∗ + 1,010∗

Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort Gunung Bedil memiliki kelas kesesuaian habitat sedang.

3. Pemanfaatan aren di Resort Gunung Bedil cukup tinggi. Pemanfaatan dilakukan dimulai dari bagian daun sampai akar aren. Pemanfaatan yang dilakukan diantaranya yaitu pembuatan gula aren, ijuk, sapu, tepung aren, obat tradisional, upacara adat, rumah, pengaduk dodol, sayur, pematik api, membangun/menggeser rumah, kolang kaling dan rokok.

4. Tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS tergolong rendah karena terdapat banyak pemanfaatan oleh masyarakat Kasepuhan pada tingkat aren muda menuju aren dewasa serta pada tingkat aren dewasa dalam perkecambahannya untuk aren semai.

Saran

1. Melakukan inventarisasi aren secara menyeluruh di kawasan sehingga tidak terjadi kekurangan data.

(33)

(Widyawati et al. 2009). Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab tingkat regenerasi pada aren sangat rendah.

Rendahnya tingkat regenerasi aren dapat mempengaruhi ketersediaan aren di alam.Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan pembudidayaan aren.Selain itu masyarakat juga perlu melakukan pengaturan dalam hal pemanenan aren agar kelestariannya dapat tetap terjaga dan masyarakat tetap dapat memanfaatkan aren.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Aren dapat tumbuh dengan baik dengan kriteria berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, kemiringan lereng 25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan jarak dari sungai ≤ 200 m.

2. Model kesesuaian habitat aren dibuat berdasarkan analisis PCA. Model yang dihasilkan yaitu :

�= 2,009∗ + 2,009∗ + 2,009∗ + 1,010∗

Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort Gunung Bedil memiliki kelas kesesuaian habitat sedang.

3. Pemanfaatan aren di Resort Gunung Bedil cukup tinggi. Pemanfaatan dilakukan dimulai dari bagian daun sampai akar aren. Pemanfaatan yang dilakukan diantaranya yaitu pembuatan gula aren, ijuk, sapu, tepung aren, obat tradisional, upacara adat, rumah, pengaduk dodol, sayur, pematik api, membangun/menggeser rumah, kolang kaling dan rokok.

4. Tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS tergolong rendah karena terdapat banyak pemanfaatan oleh masyarakat Kasepuhan pada tingkat aren muda menuju aren dewasa serta pada tingkat aren dewasa dalam perkecambahannya untuk aren semai.

Saran

1. Melakukan inventarisasi aren secara menyeluruh di kawasan sehingga tidak terjadi kekurangan data.

(34)

PENYEBARAN SPASIAL DAN POTENSI PEMANFAATAN

AREN (

Arenga pinnata

Merr.) DI RESORT GUNUNG BEDIL

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

SORAYA NURUL ICHWANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(35)

DAFTAR PUSTAKA

[BTNGHS] Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2007. Profil Resort Gunung Bedil Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Lebak. Sukabumi (ID): BTNGHS.

Dephut [Departemen Kehutanan]. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

Haryjanto L. 2010. Konservasi Ex-Situ untuk Mendukung Program Pemuliaan Aren (Arenga pinnata Merr) sebagai Sumber Energi Alternatif. Yogyakarta (ID) : Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Kementerian Kehutanan.

Hinton PR, Brownlow C, McMurray I, Cozens B. 2004. SPSS Explained. New York (US): Routledge.

Jolliffe IT. 2002. Principal Component Analysis Second Edition. NewYork (US): Springer-Verlag.

Kaewkrom P, Thummikkaphong S, Sumnoumtad T. 2007. Population Ecology of Some Important Palm Species in Phetchabun Province. Kasetsart J. (Nat.Sci) 41 :407 - 413.

Mogea JP. 1991. Revisi marga Arenga (Palmae) [Disertasi]. Depok (ID) : Fakultas Pascasarjana. Universitas Indonesia.

Muhaemin. 2012. Budidaya Aren (Arenga saccharifera Labill. Syn. A. pinnata (Wurmb)).http://ditjenbun.deptan.go.id/budtanan/images/stories/pdf/budida ya_aren.pdf. Diakses pada tanggal 6 Januari 2013.

Rumokoi MMM. 1990. Manfaat Tanaman Aren. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Manado (ID): Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain.

Santoso S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Simon H. 1993. Metode Inventore Hutan. Ed 1 Cet 2. Yogyakarta (ID): Aditya Media.

Siregar EBM. 2005. Inventarisasi jenis Palem (Arecacea) pada kawasan hutan dataran rendah di Stasiun Penelitian Sikundur (Kawasan Ekosistem Leuseur) Kab. Langkat [Skripsi]. Sumatera Utara (ID) :Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Smits WTM. 1996. Arenga pinnata (Wurmb) Merrill dalam Flach M, Rumawas F. Backhuys. PROSEA – Plant Resources of South East Asia No. 9 :Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates. Bogor (ID): Procea Foundation. Hlm 53-59.

Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode Untuk Menghilangkan Multikolineritas [Skripsi]. Jatinangor (ID): Jurusan Statistik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran.

Soesono S. 1991. Bertanam Aren. Jakarta (ID): PT Penerbit Swadaya.

(36)

Tongco MDC. 2007. Purpossive Sampling as a Tool for Informant Selection. Ethnobotany Research & Application. 5: 147-158.

Warta Tenure. 2006. TN Gunung Halimun Salak dan Masyarakat Adat Kasepuhan: Memahami Konflik Tenurial di Kawasan Hutan. Eds Mei No 2: 17-18.

Widiharih T. 2001. Penanganan Multikolinearitas (Kekolinearan Ganda) dengan Analisis Komponen Utama. Jurnal Matematika dan Komputer Universitas Diponegoro. ISSN 1410-8518.

Widyawati N, Tohari, Yudono P, Soemardi I. 2009. Permeabilitas dan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia 37 (2): 152-158.

(37)

PENYEBARAN SPASIAL DAN POTENSI PEMANFAATAN

AREN (

Arenga pinnata

Merr.) DI RESORT GUNUNG BEDIL

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

SORAYA NURUL ICHWANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(38)
(39)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(40)

ABSTRAK

SORAYA NURUL ICHWANI. Sebaran Spatial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan AGUS HIKMAT. Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) perlu didukung oleh data potensi aren tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi sebaran spasial, kesesuaian habitat, bentuk pemanfaatan aren oleh masyarakat, dan tingkat regenerasi aren. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pengukuran dengan parameter kuantitatif seperti kerapatan dan frekuensi untuk mengetahui regenerasi aren serta analisis PCA untuk mendapatkan model kesesuaian habitat aren. Penelitian ini dilakukan di Resort Gunung Bedil TNGHS. Dari hasil analisis, aren dapat ditemukan pada daerah dengan kriteria berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, kemiringan lereng 25-40%, pada NDVI sekitar 0 – 0,32, dan jarak dari sungai ≤ 200 m. Model kesesuaian habitat aren yang dihasilkan yaitu �= 2,009∗ + 2,009∗

+ 2,009∗ + 1,010∗ . Dari hasil validasi diketahui bahwa Resort Gunung Bedil memiliki kelas kesesuaian habitat sedang. Selain itu, tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS tergolong rendah karena terdapat banyak gangguan pada aren. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan aren di Resort Gunung Bedil cukup tinggi. Pemanfaatan dilakukan dimulai dari bagian daun sampai akar aren.

Kata kunci: aren, kesesuaian habitat,pemanfaatan, regenerasi, sebaran spatial

ABSTRACT

SORAYA NURUL ICHWANI. Spatial Distribution and Benefit Potential of Sugar Palm (Arenga pinnata Merr.) in Gunung Bedil Resort Gunung Halimun Salak National Park. Supervision by LILIK BUDI PRASETYO and AGUS HIKMAT.

The benefit sustainability of sugar palm in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP) needs to be supported by sugar palm potential data. Therefore, the survey spatial distributions, habitat suitability, benefit type by society, and palm sugar regeneration level identification is needed. To reach the purposes, a measurement by using quantitative parameter such as density and frequency was done to know palm sugar regeneration, and also PCA analysis to get sugar palm habitat suitability model. This research was conducted at Gunung Bedil Resort, GHSNP. The results shows that sugar palm could be found in areas with criteria such as elevation between 500-1000 above sea level, slope 25-40%, NDVI 0-0,32, and distance from river ≤ 200 meters. The result of habitat suitability model was �= 2,009∗ + 2,009∗ + 2,009∗ + 1,010∗ . The results of validation shows that Gunung Bedil Resort has a middle habitat suitability. Besides that, the regeneration level of sugar palm in Gunung Bedil Resort has low because it’s utilization by society is high.

(41)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENYEBARAN SPASIAL DAN POTENSI PEMANFAATAN

AREN (

Arenga pinnata

Merr.) DI RESORT GUNUNG BEDIL

TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

SORAYA NURUL ICHWANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

(42)
(43)

Judul Skripsi : Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Nama :Soraya Nurul Ichwani

NIM :E34080030

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing I

Dr Ir Agus Hikmat, MScF Trop Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS

Ketua Departemen

(44)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah aren, dengan judul Penyebaran Spasial dan Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr.) di Resort Gunung Bedil Taman Nsional Gunung Halimun Salak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MScdan Bapak Dr. I.r Agus Hikmat, MScF Trop selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr dan Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, M.Siyang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad dan Bapak Asep dari Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bapak Eri, Bapak Misjaya, Pak Ardi, Pak Ugandi, dan Pak Imam yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga terutama papa, mama dan kedua adik saya, serta teman-teman Edelweiss 45, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(45)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 3

Metode Pengumpulan Data 3

Metode Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7

Persebaran Spasial Aren 8

Kesesuaian Habitat Aren 16

Potensi Pemanfaatan Aren 22

Tingkat Regenerasi Aren 29

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

(46)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya 2

2 Jenis data yang diambil 3

3 Plot pengukuran regenerasi aren 4

4 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing tipe penutupan lahan 8 5 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas ketinggian 10 6 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas kemiringan

lereng 10

7 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing jarak dengan sungai 13 8 Luas dan jumlah titik aren pada masing-masing kelas NDVI 13 9 Koefisien regresi dan taraf signifikansi variabel kesesuaian habitat

aren 16

10 Nilai Initial Eigenvalues (Akar Ciri) 17

11 Vektor ciri PCA 18

12 Nilai pemodelan PCA pada masing-masing variabel 18

13 Skor variabel untuk kesesuaian habitat 19

14 Selang kesesuaian habitat 19

15 Kegunaan bagian-bagian tumbuhan aren 22

16 Tingkat regenerasi aren di kawasan Resort Gunung Bedil TNGHS 29

DAFTAR GAMBAR

1 Inventarisasi aren menggunakan metode lingkaran 4

2 Bagan alur pemotongan lokasi penelitian 5

3 Bagan alur tahapan pembuatan peta kemiringan lereng 5

4 Bagan alur pembuatan peta jarak dari sungai 5

5 Bagan alur proses analisis peta kesesuaian habitat aren 6

6 Wilayah Resort Gunung Bedil 6

7 Peta penutupan lahan di Resort Gunung Bedi, TNGHS 9 8 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas ketinggian di Resort

Gunung Bedil, TNGHS 11

9 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas kemiringan lereng di

Resort Gunung Bedil, TNGHS 12

10 Peta persebaran titik aren pada berbagai jarak dengan sungai di

Resort Gunung Bedil, TNGHS 14

11 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas NDVI di Resort

Gunung Bedil, TNGHS 15

12 bagan alur proses penentuan model kesesuaian habitat aren 18 13 Peta persebaran titik aren pada kelas kesesuaian habitat di Resort

Gunung Bedil, TNGHS 21

14 Keterangan bagian pada aren 23

15 (a) daun muda aren yang sudah dikeringkan, (b) pembungkus

tembakau dari daun aren 24

16 (a) bunga betina/buah aren, (b) proses pengupasan buah aren 24

(47)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

18 Pengolahan gula semut sampai menjadi bubuk 26

19 Sarerang kawung 26

20 (a) pangharu, (b) proses penyaringan sabut untuk tepung aren 27

21 (a) humbut, (b) kawul 28

22 (a) ijuk untuk atap saung, (b) harupat yang dibakar pada upacara

pernikahan 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 18 untuk menyusun model regresi logistic biner untuk 9 variabel 34 2 Hasil perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 18 untuk

menyusun model regresi logistic biner untuk 5 variabel 37 3 Hasil perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 18 untuk

menyusun model regresi logistic biner untuk 1 variabel 41 4 Hasil perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 18 untuk

menyusun model PCA untuk 7 variabel 44

5 Hasil perhitungan faktor kesesuaian menggunakan SPSS 18 untuk

(48)
(49)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang tergolong ke dalam hutan hujan tropis. Ekosistem tersebut mempunyai kecenderungan untuk memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang cukup melimpah. Keanekaragaman berdampak pada pemanfaatan satwa maupun tumbuhan di dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat sekitar. Pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama oleh Kasepuhan, tergolong unik karena memiliki aturan tersendiri dalam adatnya. Hasil pertanian masyarakat tidak dijual ke luar namun digunakan untuk konsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya maka masyarakat memanfaatkan hasil hutan yang diolah untuk dijual ke pasar.

Salah satu masyarakat Kasepuhan yang masih memegang adat tersebut adalah masyarakat Kasepuhan Cisitu yang berada di Resort Gunung Bedil TNGHS. Masyarakat Kasepuhan ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan kehutanan. Pengelolaan sumberdaya alam masih terikat pada aturan adat dan tradisi masyarakat, seperti dalam pengelolaan sawah dan huma, serta sumberdaya hutan (Warta Tenure 2006).

Aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan salah satu komoditas yang diunggulkan di kawasan TNGHS. Sebagai akibatnya aren menjadi tumbuhan yang paling dicari untuk diambil manfaatnya setelah rotan (Calamus sp.) di kawasan TNGHS ini. Masyarakat biasa memanfaatkan aren untuk diambil air niranya. Air nira dapat diolah kembali menjadi gula aren yang selanjutnya dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar. Selain hal tersebut, masih banyak jenis pemanfaatan dari aren di kawasan ini yang belum diketahui. Hal ini karena dokumentasi ilmiah mengenai pemanfaatan aren oleh masyarakat Kasepuhan di Resort Gunung Bedil TNGHS belum banyak dilakukan.

Masyarakat memanfaatkan aren baik berasal dari kawasan TNGHS maupun di tanah milik. Pemanfaatan aren yang berkelanjutan di TNGHS perlu didukung oleh data potensi aren tersebut, yaitu salah satunya melalui inventarisasi berdasarkan penyebaran spasial di dalam kawasan TNGHS, khususnya Resort Gunung Bedil, dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Kelebihan aplikasi SIG adalah dapat mengetahui beberapa kondisi seperti lokasi, pola sebaran, dan pemodelan habitat dalam pemetaan suatu wilayah. Informasi mengenai kondisi yang potensial ini merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan dalam upaya pemanfaatan aren secara lestari.

Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi penyebaran spasial aren di Resort Gunung Bedil TNGHS 2. Mengidentifikasi kesesuaian habitat aren di Resort Gunung Bedil TNGHS 3. Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan aren oleh masyarakat sekitar Resort

Gunung Bedil TNGHS

(50)

Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan aren bagi masyarakat sekitar.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Resort Gunung Bedil Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012, dan pengolahan data dilakukan selama 5 bulan yaitu bulan September 2012-Januari 2013. Pengolahan data dilakukan di Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan serta Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya, yaitu : Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Alat dan Bahan Fungsi

A. Alat

1. Kamera Mengambil gambar

2. GPS (Global Positioning System) Garmin 76 csx

Untuk menandai dan mengambil posisi koordinat geografi lapangan 3. Alat Tulis Mencatat hasil penelitian

4. Software ArcGIS 9.3 Mengolah data spasial 5. Software Erdas Imagine 9.1 Mengolah data spasial

6. Software SPSS 18 Mengolah data regresi logistik

7. Komputer Menjalankan software

B Bahan

1. Peta ASTER GDEM Untuk mendapatkan data kelerengan lahan, data ketinggian, dan aspect 2. Citra Satelit Landsat TM 7 Untuk mendapatkan peta penutupan

lahan,

3. Peta batas TNGHS Untuk mengetahui batas TNGHS 4. Peta jaringan sungai Untuk mengetahui jaringan sungai 5. Peta jalan Untuk mengetahui jarak jalan

6. Peta tanah dan curah hujan Untuk mengetahui jenis tanah dan curah hujan

(51)

Jenis Data

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data-data seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data yang diambil

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data yang langsung diambil di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari Landsat, ASTER GDEM, dan literatur berupa buku atau studi pustaka lainnya.

Wawancara

Data mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan, kegiatan budidaya, dan persebaran aren diambil dengan menggunakan metode wawancara. Pemilihan responden dilakukan secara purposive, dengan kriteria masyarakat yang memanfaatkan dan mengolah aren untuk kebutuhan sehari-hari. Teknik pengambilan responden secara purposive adalah jenis teknik yang paling efektif untuk mempelajari sesuatu hal di dalam ranah budaya (Tongco 2007)

Observasi lapang

Observasi lapang dilakukan secara langsung guna mendapatkan data-data yang akurat dan spesifik mengenai bentuk pemanfaatan, cara pemanfaatan, kegiatan budidaya, dan persebaran aren.

Pembuatan plot contoh untuk regenerasi aren

Regenerasi aren diamati melalui pembuatan plot contoh yang ditetapkan secara purposive sampling. Plot contoh diletakkan di tempat ditemukannya aren dewasa. Bentuk plot contoh berupa lingkaran dengan jari-jari 17,8 m (Gambar 1).

(52)

Titik pusat dari lingkaran adalah aren dewasa. Dalam pelaksanaan di lapang pembuatan petak ukur lingkaran sangat mudah dan sederhana dan memiliki ketelitian yang lebih akurat dibandingkan petak ukur persegi (Simon 1993). Regenerasi aren diidentifikasi dengan menggunakan plot lingkaran seperti tersaji pada Tabel 3.Data aren yang dicatat berupa jumlah individu dan jumlah plot ditemukan aren untuk setiap tumbuhan.

Tabel 3 Plot pengukuran regenerasi aren

No Tingkat pertumbuhan Luas (ha) Keterangan

1 Dewasa 0,1 Berbatang, t > 1,3 m

2 Muda 0,01 Tidak berbatang, t > 1,3 m

3 Anakan 0,001 t ≤ 1,3 m

Sumber : Kaewkorm et al. (2007)

Keterangan :

a = petak ukur untuk anakan b = petak ukur untuk muda c = petak ukur untuk dewasa

Gambar 1 Inventarisasi aren menggunakan metode lingkaran.

Metode Analisis Data

Parameter kuantitatif dalam analisis regenerasi aren

Pengukuran tingkat regenerasi aren dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan dan frekuensi aren berdasarkan tingkat pertumbuhan, yaitu semai dan muda.

 = ℎ �

(� )

= ℎ ℎ � ℎ �

ℎ ℎ ℎ

Metode PCA (Principal Component Analysis)

(53)

Model kesesuaian habitat aren

Peta yang diperoleh sebelumnya dipotongterlebih dahulu sesuai dengan wilayah TNGHS (Gambar 2).

Gambar 2 Bagan alur pemotongan lokasi penelitian.

Peta mengenai ketinggian dan kemiringan lereng kawasan TNGHS dari ASTER GDEM diperlukan untuk mengetahui penyebaran dan kesesuaian habitat aren (Gambar 3).Data spasial lereng merupakan data yang memberi informasi kemiringan suatu lahan yang mempunyai nilai satuan persen (%) berdasarkan derajat sudut kemiringan derajat (o). Lereng dengan nilai 100 % = 45o sudut kemiringan. Data dikelompokkan berdasar klasifikasi kecuraman suatu kawasan (klasifikasi lereng).

Gambar 3 Bagan alur tahapan pembuatan kemiringan lereng.

Peta jarak dari sungai dianalisis terlebih dulu menggunakan Software ArcGIS 9.3.Bagan alir pembuatan peta jarak dari sungai seperti tersaji pada Gambar 4.

Gambar

Gambar 7 Peta penutupan lahan di Resort Gunung Bedil, TNGHS.
Gambar 8 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas ketinggian di Resort Gunung Bedil, TNGHS
Gambar 9 Peta persebaran titik aren pada berbagai kelas kelerengan di Resort Gunung Bedil, TNGHS
Gambar 10 Peta persebaran titik aren pada berbagai jarak dengan sungai di Resort Gunung Bedil, TNGHS
+7

Referensi

Dokumen terkait