• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau pada Pengolahan Beras Ekstrusi Terhadap Penurunan Indeks Glikemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau pada Pengolahan Beras Ekstrusi Terhadap Penurunan Indeks Glikemik"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HIJAU PADA

PENGOLAHAN BERAS EKSTRUSI TERHADAP

PENURUNAN INDEKS GLIKEMIK

SKRIPSI

MEUTIA

F24080075

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

MEUTIA. Effect of Green Tea extract Addition in Extruded Rice Process to Decrease Glycemic Index. Supervised by ELVIRA SYAMSIR and DIDAH NUR FARIDAH.

Rice is a staple food for most people of Indonesia, which still not be replaced by another source of carbohydrate. This phenomenon is risky for people who have Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM), because they not eat rice as normal people. This research was conducted to make food which can be eaten safely by people who has T2DM. There are 5% broken rice produced from rice milling process. The utilization of broken rice still limited in Indonesia. The main objective of this research was to develop extruded rice based on broken rice and the additional of polyphenolic substances from green tea extract by using extrusion technology. The additional of 4 % green tea extract on broken rice was conducted with 4 treatments: 1) without the additional of green tea extract, as control (K), 2) during rice soaking before milling (P1), 3) before the extrusion process (P2), and 4) combination of treatment 2 and 3 (P3). Starch digestibility (SD) analyzed by using in vitro method to determine the best treatment of green tea extract addition in lowering the digestibility of starch. The result showed that the fourth addition treatment of green tea extract had the lowest SD value as 47.31%. These data correlated to GI conducted with in vivo analysis. Glycemic Index (GI) of extruded rice result was 48.15 (low GI), whereas the GI of broken rice was 77.40 (high GI). The addition of green tea extract significantly reduced the GI value of extruded rice from broken rice.

(3)

Meutia. F24080075. Pengaruh penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi terhadap penurunan indeks glikemik. Di bawah bimbingan Dr. Elvira Syamsir STP, M.Si dan Dr. Didah Nur Faridah STP, MSi. 2013.

RINGKASAN

Beras merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat yang dikenal masyarakat. Konsumsi beras giling masyarakat Indonesia berkorelasi positif dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada proses penggilingan padi menjadi beras diperoleh hasil samping diantaranya menir sebesar 5%. Namun, pemanfaatan menir secara umum masih terbatas dan sebagian besar jenis beras di Indonesia memiliki nilai indeks glikemik (IG) yang tinggi. Nilai IG diimplementasikan sebagai dasar untuk memilih sumber pangan berkarbohidrat untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan terutama Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan beras ekstrusi berbasis beras menir dengan memanfaatkan senyawa polifenol dari ekstrak teh untuk menurunkan nilai IG. Sehingga produk ini diharapkan dapat dikonsumsi tidak hanya oleh masyarakat umum yang memiliki status kesehatan normal tetapi juga oleh penderita diabetes.

Pada penelitian ini, dilakukan penambahan ekstrak teh hijau dengan konsentrasi 4% (b/v) ke dalam beras menir dengan empat perlakuan : 1) tanpa penambahan ekstrak teh hijau (sebagai kontrol), 2) perendaman dengan ekstrak teh hijau sebelum penggilingan, 3) penambahan ekstrak teh hijau sebelum proses ekstrusi, dan 4) kombinasi perlakuan 2 dan 3. Terdapat tiga tahap kegiatan penelitian, yaitu tahap persiapan, pembuatan beras ekstrusi dan penentuan karakteristik produk beras ekstrusi, serta tahap penentuan nilai indeks glikemik beras ekstrusi perlakuan terpilih.

Pada tahap persiapan dilakukan pembersihan beras menir, pembuatan ekstrak teh hijau 4% (b/v), perendaman beras menir dengan ekstrak teh dan/atau air (sebagai kontrol), analisis total fenol pada ekstrak teh hijau, pembuatan tepung beras menir serta analisis total fenol pada tepung dengan penambahan ekstrak teh hijau. Tahap kedua yaitu pembuatan beras ekstrusi. Bahan untuk pembuatan beras ekstrusi berupa tepung beras menir, GMS (Glycerol Monostearate) 1% (bk), dan air/ekstrak teh hijau. Secara umum pembuatan beras ekstrusi meliputi peren-daman beras menir dengan air (sebagai kontrol) dan atau ekstrak teh hijau, penepungan, pembuatan adonan, proses ekstrusi, dan pengeringan. Pada tahap ini dihasilkan empat produk beras ekstrusi. Dari keempat produk dilakukan analisis warna, waktu tanak, kadar air, kadar total fenol, dan daya cerna pati.

Analisis daya cerna pati dilakukan secara in vitro sebagai parameter utama untuk menentukan perlakuan penambahan ekstrak teh hijau terbaik untuk dilanjutkan ke tahap pengujian nilai indeks glikemik. Data hasil daya cerna pati berkorelasi terhadap nilai IG pada analisis secara in vivo. Hasil analisis menun-jukkan perlakuan penambahan ekstrak teh hijau terbaik pada proses pengolahan beras ekstrusi adalah perlakuan ketiga yaitu penambahan ekstrak teh sebelum penggilingan dan sebelum ekstrusi. Nilai daya cerna pati dari perlakuan kontrol (K), perendaman dengan ekstrak teh sebelum penggilingan (P1), penambahan ekstrak teh sebelum proses ekstrusi (P2), serta kombinasi perlakuan 1 dan 2 (P3) berturut-turut adalah 75.52%, 49.80%, 59.34%, dan 47.31%.

(4)

kategori IG tinggi (IG>70). Pada takaran saji 150 g nasi ekstrusi (Ka = 53.55% bb) maupun nasi menir (Ka = 65.08% bb) memiliki BG sedang yaitu 16.52 (nasi menir) dan 14.00 (nasi ekstrusi).

(5)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HIJAU PADA

PENGOLAHAN BERAS EKSTRUSI TERHADAP

PENURUNAN INDEKS GLIKEMIK

MEUTIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau pada Pengolahan Beras Ekstrusi Terhadap Penurunan Indeks Glikemik

Nama : Meutia NIM : F24080075

Disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si

NIP. 19690809 199512 2 001

Pembimbing II

Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si

NIP. 19711117 199802 2 001

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc

NIP 19680526.199303.1.004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh Hijau pada Pengolahan Beras Ekstrusi Terhadap Penurunan Indeks Glikemik adalah benar hasil karya saya dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 17 Januari 2013

Meutia

F24080075

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Meutia dilahirkan di Simpang Ulim pada tanggal 18 November 1989 dari Keluarga Bapak Bukhari M dan Ibu Hasanah Ibr. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 3 Kota Langsa (2002), jenjang SMP di SMP N 1 Kota Langsa (2005), dan jenjang SMA di SMAN Modal Bangsa, Nanggroe Aceh Darussalam (2008). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat dihubungi melalui email meutia.itp45@gmail.com.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan, seperti Forcess (2008-2009), menjadi anggota tim produksi Mie Jagung Nusantara ITP IPB (2010-2011) yang diselenggarakan SEAFAST, dan mengikuti pelatihan seperti pelatihn HACCP (2012) serta tercatat dalam beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya TETRANOLOGI (2009), Pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (2010), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2010), dan

BAUR (β010). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian berjudul “Pengaruh penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi terhadap penurunan indeks glikemik” yang

(9)

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan pada Nabi Muhammad SAW sehingga skripsi yang berjudul

“Pengaruh penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi terhadap penurunan nilai

indeks glikemik” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan

baik tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah & Bunda tercinta, My Festian Family ( kak Icha, kak Titi, kak Nunun dan Ojan) serta duo Iwan as my brothers in law atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi tiada akhir yang telah diberikan. Ponakan tersayang „Jihan Luthfiya‟ atas segala senyuman dan keceriaannya yang terus menghibur dan menghiasi hari-hari melelahkan selama penelitian. 2. Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu,

motivasi, bimbingan dan arahan selama penelitian.

3. Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, nasihat, serta bimbingan dan arahan selama penelitian.

4. Bapak Puspo Edi Giriwono, Ph.D, selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran, kritikan, serta motivasi.

5. DIKTI yang telah memberikan bantuan dan kesempatan melalui beasiswa unggulan P3SWOT (peneliti, pencipta, penulis, seniman, wartawan, olahragawan, dan tokoh) kepada penulis untuk menjalankan penelitian sebagai tugas akhir.

6. Raja, Shelly, dan Opi, orang-orang yang berharga. Terima kasih telah menorehkan banyak warna.

7. Teman-teman sebimbingan Wahyu, dan teman tim beras ekstrusi Opi, Fiqa, Indra, Wiwit, Andre, Rifky, dan Edo atas kerjasama, kepercayaan, dukungan, waktu, dan kebersamaannya selama menjalankan penelitian.

8. Saudaraku tercinta di Asrama Mahasiswi Aceh Malahayati: Ira, Kak Dara, Kak Kandi, Kak Alvi, Kak Ami, Kak Siti, Kak Vera, Kak Mala, adik-adikku Maya, Maida, Anna, dan Icha atas kebersamaan dan nasihatnya selama ini yang tidak akan terlupakan. Para penghuni Asrama Leuser atas semua bantuan dan dukungannya. Semoga persaudaraan kita terus terjalin.

9. Sahabat-sahabat tersayang Ira, Euis, Nisa, Nia, Nurul, Ratna, Arum, Anita, Nanda, Icha, Imah, Cut Putri, Pika, Jihan atas kebersamaan, tawa, canda, keanehan, dan tangis selama ini dan Sahabat IMTR 45 (Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong).

10. Teman-teman relawan uji IG : Andika, Made, Hendra, Dwi, Bachrun, Indra, Edo, Opi, Nurul, Ratna, Rista, Bangun, Priska, Rara, Fya, Rathih, Uli, Riska, Dwi Endah, Sasti, Nisa, Sakinah, Jenny, dan Kadek atas kesediaannya dan kerelaan untuk diambil darahnya demi terkumpulnya data-data. Tanpa kalian takkan ada nilai IG.

11. Keluarga besar ITP45 dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun telah memberikan kenangan terindah di kampus tercinta.

(11)

13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu namun turut memberikan dukungan doa dan tenaga.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, 17 Januari 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Beras Menir ... 3

Beras Ekstrusi ... 4

Diabetes Mellitus ... 5

Indeks Glikemik dan Beban Glikemik ... 6

Teh dan Polifenol ... 8

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Penelitian ... 11

Metode Analisis ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Karakteristik Tepung Menir ... 22

Kadar air... 22

Kadar total fenol ... 23

Karakteristik Beras Ekstrusi ... 24

Kadar air dan aktivitas air (aw) ... 24

Waktu tanak ... 25

Warna ... 25

Mutu Sensori ... 27

Kadar Total Fenol Produk Beras Ekstrusi ... 30

Daya Cerna Pati In Vitro ... 32

Karakteristik Beras Menir dan Produk Terpilih ... 35

Beras Ekstrusi Terpilih ... 35

Nasi Ekstrusi Terpilih ... 36

Nilai Indeks Glikemik dan Beban Glikemik ... 36

PENUTUP ... 40

Simpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(13)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi kimia beras giling per 100 gram ... 3

2. Nilai indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia ... 7

3. Kandungan kimia teh hijau ... 9

4. Spesifikasi ekstruder ulir tunggal ... 14

5. Perlakuan penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi ... 14

6. Parameter warna berdasarkan nilai hue ... 18

7. Kadar air dan kadar total fenol beberapa jenis teh dan tepung menir... 22

8. Data hasil karakteristik beras menir dan produk beras ekstrusi dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak teh ... 26

9. Datahasil analisis proksimat, nilai indeks glikemik, dan nilai beban glikemik dari beras serta nasi menir dan produk terpilih ... 26

10. Hasil analisis sensori keempat produk beras ekstrusi ... 28

11. Hasil analisis sensori nasi dari keempat produk beras ekstrusi ... 29

12. Hasil analisis sensori beras ekstrusi dan beras cokelat ... 30

13. Hasil analisis sensori nasi dari beras ekstrusi dan beras cokelat ... 30

14. Komposisi kimia beras menir dan beras ekstrusi terpilih ... 35

15. Komposisi kimia beras menir dan beras ekstrusi terpilih ... 36

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Ekstruder ulir tunggal ... 5

2. Komponen katekin pada teh hijau ... 9

3. Diagram alir tahapan proses penelitian ... 12

4. Diagram alir proses pembuatan beras ekstrusi ... 13

5. Lubang die dan ekstruder ulir tunggal ... 14

6. Diagram kesetimbangan adonan beras ekstrusi ... 15

7. Beras ekstrusi kontrol dan beras ekstrusi terpilih ... 24

8. Produk akhir beras ekstrusi ... 27

9. Visualisasi beras ekstrusi ... 28

10. Nasi ekstrusi ... 29

11. Kadar total fenol beras menir dan produk akhir beras ekstrusi ... 31

12. Nilai daya cerna pati beras menir dan produk akhir beras ekstrusi ... 32

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Form screening relawan uji indeks glikemik ... 45

2. Form pengukuran kadar glukosa relawan ... 45

3. Data kurva standar larutan asam galat... 45

4. Kurva standar larutan asam galat ... 47

5. Rekapitulasi data analisis kadar total fenol ekstrak teh hijau ... 47

6. Hasil uji T-test berpasangan untuk mengetahui pengaruh perendaman beras dengan ekstrak teh terhadap kadar total fenol pada tepung menir ... 48

7. Rekapitulasi data rendemen produk beras ekstrusi ... 49

8. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap kadar air produk beras ekstrusi ... 49

9. Rekapitulasi nilai aw produk beras ekstrusi dan hasil uji ANOVA ... 51

10. Rekapitulasi data waktu tanak produk beras ekstrusi ... 53

11. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap waktu tanak beras ekstrusi ... 54

12. Rekapitulasi data analisis warna beras menir dan produk beras ekstrusi ... 54

13a. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap intensitas kecerahan beras ekstrusi ... 55

13b. Hasil Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap intensitas warna hijau merah beras ekstrusi ... 57

13c. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap intensitas warna biru kuning beras ekstrusi ... 59

13d. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap nilai hue beras ekstrusi ... 61

15a Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter warna dari keempat produk beras ekstrusi ... 63

15b. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter bentuk dari keempat produk beras ekstrusi ... 63

(16)

15d. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter tekstur dari keempat produk

beras ekstrusi ... 65 15e. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat

kesukaan konsumen secara overall dari keempat produk beras ekstrusi ... 65 16a. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter warna dari keempat jenis nasi

beras ekstrusi ... 66 16b. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter aroma dari keempat jenis nasi

beras ekstrusi ... 67 16c. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter rasa dari keempat jenis nasi

beras ekstrusi ... 67 16d. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter kelengketan keempat jenis nasi

beras ekstrusi ... 68 16e. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat

kesukaan konsumen secara keseluruhan dari keempat jenis nasi beras ekstrusi ... 69 17a. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan

penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter warna dari produk beras ekstrusi

terpilih dan produk beras komersil ... 69 17b. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter aroma dari produk beras

ekstrusi terpilih dan produk beras komersil ... 70 17c. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter bentuk dari produk beras

ekstrusi terpilih dan produk beras komersil ... 70 17d. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen pada parameter tekstur dari produk beras

ekstrusi terpilih dan produk beras komersil ... 70 17e. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen secara overall dari produk beras ekstrusi

(17)

18a. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen parameter warna dari nasi ekstrusi terpilih

dan nasi cokelat ... 71 18b. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen parameter aroma dari nasi ekstrusi terpilih

dan nasi cokelat ... 71 18c. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen parameter rasa dari nasi ekstrusi terpilih

dan nasi cokelat ... 72 18d. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen parameter kelengketan nasi ekstrusi terpilih

dan nasi cokelat ... 72 18e. Hasil uji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman

dan penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap tingkat kesukaan konsumen secara overall dari nasi ekstrusi terpilih

dan nasi cokelat ... 72 19. Rekapitulasi data total fenol beras menir dan produk ... 73 20. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh perendaman dan

penambahan ekstrak teh hijau serta proses ekstrusi terhadap kadar

total fenol produk dan beras menir ... 73 21. Diagram alir analisis daya cerna pati in vitro ... 75 22. Data dan kurva standar larutan maltosa ... 76 23. Rekapitulasi nilai daya cerna pati beras dan keempat produk beras

ekstrusi ... 76 24. Hasil uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh proses ekstrusi

serta perendaman dan/atau penambahan ekstrak teh hijau terhadap

nilai daya cerna pati produk dan beras menir ... 77 25. Rekapitulasi data kadar glukosa darah relawan untuk uji IG nasi menir ... 79 26. Rekapitulasi data kadar glukosa darah relawan untuk uji IG nasi

ekstrusi terpilih ... 79 27. Rekapitulasi nilai beban glikemik nasi menir dan nasi ekstrusi

rendah IG ... 79 28. Hasil Uji T-berpasangan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras masyarakat Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (BPS 2009). Konsumsi beras rakyat Indonesia menurut data BPS (2011) diasumsikan sebesar 139.15 kg per kapita per tahun. Nilai tersebut menunjukkan tingginya tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia.

Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20%), dedak atau bekatul (8-12%), dan menir (5%). Dengan produksi gabah kering giling nasional sebesar 49.8 juta triliun per-tahun akan diperoleh menir sebanyak 2.5 juta ton tiap tahunnya (Widowati 2001). Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mengalami peningkatan mencapai 65.76 juta ton sehingga diperoleh menir sebanyak 3.3 juta ton (BPS 2012). Namun, pemanfaatan menir masih sangat terbatas, biasanya hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Diperlukan suatu cara untuk meningkatkan nilai sosial ekonomi dari menir dan salah satu alternatifnya adalah melalui pembuatan beras ekstrusi.

Beras ekstrusi merupakan beras buatan atau tiruan yang terbuat dari bahan baku seperti umbi-umbian dan serealia menggunakan teknologi ekstrusi yang bentuk maupun komposisi gizinya menyerupai beras. Penelitian mengenai beras buatan atau beras esktrusi telah banyak dilakukan seperti pengembangan beras tiruan yang difortifikasi zat besi dengan teknologi ekstrusi (Moretti et al. 2005). Beras ekstrusi juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang mengandung satu atau lebih komponen pembentuk, yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004).

Selama ini masyarakat umumnya mengenal beras sebagai bahan pangan dengan nilai indeks glikemik (IG) tinggi. Padahal nilai indeks glikemik beras berbeda-beda tergantung varietas serta proses pengolahan beras tersebut (Nugraha 2008). Menurut beberapa penelitian, pemilihan pangan dengan nilai IG rendah dapat menjaga kestabilan serta memperbaiki respon gula darah (Liljeberg et al. 1999). Makanan dengan IG rendah akan membantu mengendalikan rasa lapar, selera makan, dan kadar glukosa darah. Hal ini tak hanya bermanfaat untuk mencegah penyakit diabetes mellitus (DM) juga dapat menurunkan berat badan ataupun menjaga berat badan tetap ideal (Radulian et al. 2009).

Penyakit diabetes mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas dalam tubuh penderita masih mampu memproduksi insulin, tetapi sensitivitasnya berkurang (Wijayakususma 2004). Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa prevalensi penyakit diabetes secara nasional pada tahun 2007 adalah 1.1%. Bahkan 17 provinsi mempunyai angka prevalensi diabetes di atas angka prevalensi nasional (Balitbangkes 2007).

(19)

Konsep indeks glikemik mengelompokkan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap gula darah setelah pangan dikonsumsi. Penerapan konsep IG dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun menjaga kesehatan. IG pangan adalah nilai yang menunjukkan bagaimana efek makanan (khususnya karbohidrat) terhadap gula darah setelah makan selama dua jam. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah (Nugraha 2008).

Indeks glikemik pangan merupakan pendekatan untuk memilih pangan khususnya pangan berkarbohidrat. Pendekatan yang baru dalam menentukan kecepatan kenaikan kadar glukosa darah adalah beban glikemik. Beban glikemik memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah (Powell et al. 2002). Makanan dengan indeks glikemik rendah dibutuhkan oleh penderita T2DM.

Pada penelitian ini, produk beras ekstrusi dibuat dengan menggunakan menir sebagai ingridien utamanya dengan penambahan ekstrak teh hijau untuk mengahasilkan produk dengan nilai IG rendah. Penggunaan beras menir bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari menir yang selama ini belum optimal pemanfaatannya. Penambahan ekstrak teh hijau dilakukan dengan pertimbangan bahwa teh hijau mengandung banyak senyawa polifenol. Komponen polifenol diketahui dapat menurunkan nilai daya cerna karbohidrat dan IG pangan melalui proses

penghambatan enzim α-amilase (Khomsan 2009).

1.2

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan beras ekstrusi dengan nilai indeks glikemik rendah sebagai pangan khusus untuk penderita diabetes mellitus, agar penderita DM dapat mengonsumsi beras dengan aman. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: 1. Menentukan perlakuan penambahan ekstrak teh hijau terbaik yang dapat memberikan hasil

optimum terhadap penurunan nilai daya cerna pati produk beras ekstrusi. 2. Mengetahui nilai indeks glikemik dan beban glikemik produk terpilih.

3. Mengetahui karakteristik fisikokimia dan sensori produk beras ekstrusi indeks glikemik rendah.

1.3

MANFAAT PENELITIAN

(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

BERAS MENIR

Beras merupakan salah satu komoditi paling penting di dunia untuk konsumsi manusia yang berasal dari tanaman padi (Oryza sativa) yang mengalami proses penggilingan. Masyarakat Indonesia mengonsumsi beras sebagai pangan pokok, sehingga sangat terikat pada keberadaan beras. Hal ini menunjukkan bahwa beras masih mendominasi makanan pokok masyarakat Indonesia. Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, diantara bahan pangan berkarbohidrat, yaitu padi-padian, umbi-umbian, dan batang palma, beras merupakan sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk (Haryadi 2008). Damarjati dan Purwani (1991) menyebutkan bahwa meskipun kadar protein beras relatif rendah, tetapi mempunyai mutu protein terbaik diantara jenis serealia lainnya. Komposisi beras giling sempurna dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia beras giling per 100 gram

Komposisi Beras giling sempurna

Energi (kalori) 360

Karbohidrat (gr) 78.9

Air (gr) 13

Protein (gr) 6.8

Lemak (gr) 0.7

Mineral:

-Kalsium (mg/100gr) -Fosfor (mg/100gr) -Besi (mg/100gr)

6 140

0.8

Vitamin B (mg/100gr) 0.12

Sumber: Depkes (1995)

Umumnya beras melalui berbagai tahapan proses sebelum dapat dikonsumsi. Padi dipanen dan menghasilkan gabah (penggabahan). Proses penggabahan ini dapat dilakukan dengan diinjak, dipukul, ditumbuk, maupun dirontokkan dengan mesin perontok. Gabah kemudian dikeringkan sebelum digiling. Gabah giling menghasilkan beras pecah kulit atau yang dikenal dengan brown rice serta sekam. Dalam proses penggilingan tersebut, diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20%), dedak atau bekatul sebanyak 8-12%, dan menir (5%). Sekam adalah bagian pembungkus kulit luar atau biji. Dedak dan bekatul adalah kulit ari yang dihasilkan dari proses penyosohan.

(21)

Keberadaan beras menir dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah sebelum digiling. Penanganan yang kurang tepat membuat gabah menjadi mudah retak atau patah, atau bahkan sudah patah sebelum digiling. Gabah juga bisa patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Keretakan juga dapat terjadi apabila dilakukan metoda pengeringan yang tidak tepat (Patiwiri 2006).

Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga diperoleh menir sebanyak 3.3 juta ton (BPS 2012). Namun, pemanfaatan menir sebagai hasil samping masih sangat terbatas, biasanya hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Padahal komposisi gizi menir tidak jauh berbeda dengan beras utuh/ beras kepala. Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai guna dan ekonomi beras menir.

Menir dapat diproses lebih lanjut sebagai bahan baku produk pangan agar dapat meningkat nilai sosial ekonomi serta nilai gunanya. Penduduk beranggapan bahwa menir merupakan beras bermutu rendah, sehingg menir kasar dan menir halus biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku makanan tradisional. Padahal, komposisi gizi beras menir ini tidak jauh berbeda dengan beras utuh/beras kepala. Pengolahan beras menir menjadi menjadi tepung dan/atau diolah lebih lanjut menjadi bahan baku makanan pokok seperti beras ekstrusi, akan meningkatkan status sosial ekonomi dan nilai guna menir.

2.2

BERAS EKSTRUSI

Beras ekstrusi adalah simulasi butiran beras yang diperoleh dengan teknik ekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal maupun ganda dari adonan yang terdiri dari tepung beras, bahan pengikat, dan air. Pada dasarnya ekstrusi ini merupakan teknik fortifikasi pada beras sehingga pada penerapannya ditambahkan fortifikan yang terdiri dari mineral dan atau vitamin untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat yang dituju (Alavi et al. 2008).

Alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi disebut ekstruder. Prinsip kerja ekstruder yaitu mendorong bahan mentah ke suatu lubang, kemudian didorong oleh ulir menuju lubang cetakan (die). Ekstruder dapat dibagi berdasarkan jumlah ulir, yaitu ekstruder ulir tunggal dan ganda (Fellow 2008). Ekstruder ulir tunggal dibagi menjadi empat jenis, yaitu low shear pembentukan, low shear pemasakan, medium shear pemasakan, dan high shear pemasakan. Ekstruder ulir ganda terdiri dari low shear dua ulir identik yang diletakan berdampingan dalam satu barel. Pada sistem ulir ganda intermeshing, kedua sumbu ulir berdekatan sehingga ulir yang satu dapat masuk ke dalam ulir yang lain. Sistem seperti ini memungkinkan proses self-cleaning dan self-wiping. Dengan demikian, maka kapasitas transportasi ekstruder ulir ganda akan meningkat. Jenis ekstruder ini dapat digunakan untuk bahan yang bersifat lengket, yang sulit ditangani oleh ekstruder ulir tunggal (Haryadi, 2008).

(22)

Gambar 1 Ekstruder ulir tunggal (Sumber: Fellow 2008)

Beras ekstrusi biasanya terbuat dari bahan baku seperti umbi-umbian dan serealia sehingga komposisi gizinya mirip beras (Samad 2003). Beras ekstrusi diperoleh melalui metode hot extrusion dan cold extrusion. Pada metode hot extrusion, adonan diekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal maupun ganda dengan suhu 70-110oC. Adonan terbuat dari campuran tepung beras, fortifikan, air, bahan pengikat, dan emulsifier. Cold extrusion menerapkan teknik yang sama namun menggunakan suhu ekstruder kurang dari 70oC (Alavi et al. 2008).

Proses pembuatan beras ekstrusi yang diteliti oleh Mishra et al. (2012) meliputi tahap persiapan bahan, pembentukan adonan (pre-conditioning), ekstrusi, dan pengeringan. Bahan yang digunakan antara lain tepung beras, air, bahan pengikat (sodium alginat), setting agent (kalsium laktat dan kalsium klorida), fortifikan (multivitamin), antioksidan, dan pewarna (titanium). Tujuan tahapan pre-conditioning adalah untuk mencampur dan mengadon air atau uap dengan bahan-bahan yang telah mengalami pemanasan sebelumnya. Sedangkan menurut Budijanto et al. (2011), metode pembuatan beras analog dengan metode ekstrusi dilakukan melalui tahap penyangraian dan ekstrusi. Tahap penyangraian bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian (semigelatinisasi) adonan atau pengondisian adonan sebelum diekstrusi. Tahap ekstrusi meliputi proses pencampuran, pemanasan, dan pencetakan melalui die. Tahap berikutnya adalah ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dryer pada suhu 60°C selama 4 jam.

Beras ekstrusi dapat dijadikan sebagai strategi dalam mengurangi ketergantungan impor beras Indonesia. Beras dipilih karena program diversifikasi pangan belum dapat berhasil sepenuhnya disebabkan keterikatan masyarakat yang sangat kuat dengan konsumsi beras. Maka perlu dikembangkan alternatif pangan menyerupai beras yang memanfaatkan hasil samping penggilingan beras, yaitu menir.

Persyaratan standar mutu beras berdasarkan SNI No. 01-6127-1999 terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Komponen umum yang dimaksud adalah (1) bebas hama dan penyakit, (2) bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya, (3) bebas dari campuran bekatul, dan (4) bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia berbahaya. Persyaratan standar mutu beras ekstrusi belum ada sehingga penelitian mengenai beras ekstrusi masih harus dikaji lebih dalam.

2.3

DIABETES MELLITUS

(23)

2001 penderita diabetes meningkat menjadi 4 juta jiwa dari 2.5 juta jiwa pada tahun 1994 (Tjokroprawiro 2001). Hingga tahun 2008, penderita diabetes di Indonesia mencapai 8.4 juta jiwa.

Diabetes mellitus (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderita tidak dapat mengendalikan tingkat glukosa dalam darahnya. Glukosa merupakan zat yang bersifat hidrofilik sehingga peningkatannya dapat meningkatkan osmotic diuretic dari sel disekitarnya dan akhirnya terjadi dehidrasi intraselular diikuti dengan polyuria. Penderita mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan gula di dalam darah. Badan kesehatan dunia, WHO, menyatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya difisiensi insulin absolut atau relatif, dan gangguan fungsi insulin. Hal ini berhubungan dengan aterosklerosis yang dipercepat dan dapat menimbulkan komplikasi mikrovaskuler spesifik pada retina, jaringan saraf, serta organ ginjal.

Diabetes mellitus juga dapat definisikan sebagai suatu tingkat kronis peningkatan kadar glukosa darah dan adanya gangguan toleransi glukosa yang akan meningkatkan kadar glukosa darah. Kedua hal tersebut terjadi karena kekurangan insulin, gangguan fungsi insulin, atau peningkatan faktor yang memiliki fungsi berlawanan dengan insulin, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Terdapat dua tipe Diabetes Mellitus yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tubuh penderita DM Tipe 1 (T1DM) hanya memproduksi insulin sedikit atau bahkan tidak sama sekali, sedangkan pada DM Tipe 2 (T2DM)tubuh penderita masih mampu produksi insulin namun tidak cukup efektif, karena terjadinya retensi insulin atau tidak bekerja maksimal (Wijayakusuma 2004). Umumnya kenaikan kadar gula darah pada penderita T1DM lebih besar daripada penderita T2DM. Namun, jumlah penderita T2DM jauh lebih banyak daripada T1DM yaitu mencapai 80-90%. T2DM dapat dicegah dengan cara mengatur pola makan dan berolahraga (Wijayakususma 2004).

Secara umum penyakit ini dapat dikatakan terjadi karena defisiensi kerja insulin. Kekurangan insulin menghambat glukosa dalam darah masuk dalam sel, dengan demikian kadar glukosa dalam pembuluh darah mengalami peningkatan atau yang dikenal dengan hiperglikemika. Umumnya peningkatan kadar glukosa darah pada penderita T1DM sebesar 400 mg/dL, lebih tinggi daripada penderita T2DM yaitu 150-300 mg/dL. Bila kadar glukosa darah telah melebihi ambang batas ginjal (180 mg/dL), maka glukosa tidak dapat lagi diserap oleh ginjal dan akan dikeluarkan melalui urin.

2.4

INDEKS GLIKEMIK DAN BEBAN GLIKEMIK

Indeks glikemik (glycemic index) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Nilai indeks glikemik (IG) diperoleh dari respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Bahan pangan memiliki IG berbeda-beda tergantung pada fisiologis, bukan pada kandungan bahan pangan tersebut (Sarwono 2002).

Indeks glikemik pangan merupakan sifat bahan pangan yang sangat unik, dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan, dan karakteristik (komposisi dan sifat biokimiawi) bahan, tidak bisa diprediksi dari satu karakter bahan. Masing-masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh sinergis antarsifat bahan hingga menghasilkan respon glikemik tertentu (Widowati 2007).

(24)

respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (55<IG<70) dan IG tinggi (IG>70). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi IG pada pangan antara lain : cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotic, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar zat-zat anti gizi pangan (Rimbawan dan Siagiaan 2004). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mekanisme adanya hubungan negatif antara asupan polifenol dengan indeks glikemik masih belum jelas. Diduga hal ini berhubungan langsung dengan interaksi antara pati dan polifenol yang belum dapat digambarkan secara rinci. Sehingga data daya cerna pati merupakan parameter penting. Diasumsikan bahwa daya cerna pati memiliki korelasi positif terhadap nilai indeks glikemik.

Indeks glikemik memberikan informasi kecepatan perubahan karbohidrat menjadi glukosa darah, tetapi tidak memberikan informasi mengenai banyaknya karbohidrat dan dampak pangan tertentu terhadap glukosa darah. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengetahui banyaknya karbohidrat terhadap kenaikan glukosa dapat dilihat dari beban glikemik. Beban glikemik memberikan informasi lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah yang ditunjukkan oleh indeks glikemik (Powell et al. 2002).

Karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi dalam mengendalikan daya cerna pati beras yang dipengaruhi oleh komposisi amilosa atau amilopektinnya (Willet et al. 2002). Kandungan pati dan komposisi amilosa/amilopektin berpengaruh terhadap daya cerna pati beras atau nasi. Amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan amilopektin (Behall and Hallfrisch 2002), karena amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus, tidak bercabang. Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin (Lehninger 1982). Hasil penelitian Heatehr et al. (2001) menunjukkan adanya korelasi positif pada pangan IG rendah dengan perbaikan pengendalian metabolik pada penderita DM tipe 2 dewasa.

Pada beras, secara umum nilai IG dipengaruhi oleh varietas atau jenis padi dan gabahnya (Miller et al. 2003). Tak hanya itu, nilai IG juga dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, diantaranya pada proses parboiling (Nugraha 2008). Berikut Tabel 2 disajikan daftar IG beberapa varietas beras yang tersebar di Indonesia.

Tabel 2 Nilai indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia

Varietas IG (Glukosa = 100) Varietas IG (Glukosa = 100) Begawan solo Gilirang Sintanur Sarinah Ciliwung Celebes Batang piaman Mekongga Ketonggo Setail Widas IR 64 IR 42 Cisadane Membramo 98 97 91 90 87 86 80 79 79 74 71 70 69 68 67 Cigeulis Batang lembang Logawa Cande Cibogo Ciherang Aek sibondo Martapura Air tenggulang IR 74 Ciujung IR 36 Margosari Cisokan 64 63 59 59 58 54 53 50 50 49 48 45 39 34

(25)

Beras Taj Mahal memiliki IG sebesar 66 (Widowati 2007). Nilai IG ditentukan berdasarkan perbandingan respon gula darah beras dengan glukosa murni sebagai standar (IG 100). Pengonsumsian nasi IG rendah atau dari beras berkadar amilosa tinggi, laju pencernaan lebih lambat karena pada saat pengolahan atau pemanasan amilosa membentuk kompleks dengan lipid sehingga menurunkan kerentanan terhadap hidrolisis enzimatik dan laju pencernaan juga menurun (Widowati 2007). Suatu studi intervensi tinjauan sistematik menunjukkan bahwa makanan dengan jumlah IG rendah dapat membantu menormalkan kadar glukosa darah , meningkatkan kadar protein serta sensitivitas insulin (Livesey dan Tagami 2002).

Selain nilai indeks glikemik, terdapat nilai beban glikemik (BG). Pada tahun 1997, konsep BG diperkenalkan untuk menentukan potensial dari suatu makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah berdasarkan pada kualitas dan kuantitas karbohidrat yang terkandung dalam makanan. Beban glikemik merupakan skala nilai yang menunjukkan pengaruh karbohidrat dengan memperhitungkan nilai indek glikemik (IG), tetapi memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang pengaruh suatu makanan terhadap kadar gula darah berdasarkan jumlah karbohidrat yang dimakan (Rimbawan dan Siagian 2004).

Nilai BG berbanding lurus dengan nilai kandungan karbohidrat, yang berarti bahwa semakin tinggi kandungan karbohidrat maka semakin besar BG makanan tersebut dengan IG yang sama (Jenkins et al. 1981 dalam Panjaitan 2011). Manfaat BG didasarkan pada ide bahwa makanan dengan IG tinggi namun dalam jumlah kecil akan memiliki efek yang sama dengan makanan yang mempunyai IG rendah tetapi jumlahnya lebih banyak (Berra dan Rizzo 2009). Kecepatan peningkatan kadar gula darah berbeda untuk setiap jenis makanan, untuk itu dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan dengan IG rendah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi BG makanan secara keseluruhan. BG bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi BG rendah (<10), BG sedang (11-19), dan BG tinggi (>20).

Nilai indeks glikemik yang tinggi pada bahan pangan tidak langsung menunjukkan kecepatan peningkatan gula darah, tetapi ditentukan oleh kandungan karbohidrat yang disajikan. Bahan pangan dengan beban glikemik yang tinggi lebih mencerminkan peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap bahan pangan yang memiliki nilai beban glikemik yang tinggi dapat dikaitkan dengan resiko penyakit T2DM (Powell et al. 2002).

2.5

TEH DAN POLIFENOL

Teh merupakan tanaman daerah tropis dan subtropis yang dikenal dengan Camellia sinensis. Daun tanaman teh memiliki kandungan flavonoid yang merupakan senyawa polifenol. Jenis teh di dunia secara garis besar terdiri dari teh hitam (teh fermentasi sempurna), teh hijau (teh tanpa fermentasi) dan teh Oolong (teh semi fermentasi). Secara umum dikenal dua jenis teh berdasarkan ada tidaknya fermentasi pada proses pembuatan teh yaitu teh hitam dan teh hijau. Teh hitam adalah teh yang proses pembuatannya melalui proses fermentasi, yaitu proses oksidasi enzimatis katekin oleh polifenol oksidase (Rasalakhsi dan Narasimhan 1996). Sedangkan teh hijau adalah teh yang proses pembuatannya tidak melalui proses fermentasi. Hal ini mengakibatkan senyawa katekin yang merupakan antioksidan tidak dioksidasi oleh polifenol oksidase.

(26)

epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG), epicatechin (EC), dan gallocatechin (GC) (Yang dan Landau 2000). Struktur komponen katekin dapat dilihat pada Gambar 2.

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimiliknya. Senyawa katekin yang tidak terfermentasi pada teh hijau berperan sebagai antioksidan

yang mampu mencegah maupun menghambat

serangan tidak terkendali pada kelompok

sel

tubuh seperti membran sel, DNA, dan lemak oleh radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif (Rohdiana 2007). Senyawa polifenolik yang sering disebut sebagai tanin merupakan agen pereduksi yang kuat dan banyak terdapat di dalam tanaman pangan. Zat antigizi ini dapat menurunkan nilai gizi bahan pangan (Daniel dan Antony 2011 ; Peng et al. 2005) antara lain menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Griffiths and Moseley 1980).

Tabel 3 Kandungan kimia teh hijau

Senyawa Teh hijau

Catechins

Phenolic acids and depsides Flavanols

Other polyphenols Methyl xanthines Amino acids Peptides/protein Organic acids Carbohydrate Minerals/ash

30-42% 2% 2% 6% 3-6%

6% 6% 2% 11% 10-13%

Sumber : Bernardus (2007)

Gambar 2 Komponen katekin pada teh hijau (Sumber: Rohdiana 2011)

Menurut Venables et al. (2008) mengatakan bahwa ekstrak teh hijau dapat meningkatkan kontrol glikemik setelah mengkonsumsi glukosa dan sangat potensial untuk menurunkan resiko T2DM. Ekstrak teh hijau mampu meningkatkan sensitivitas insulin 13 % dan dapat menurunkan respon insulin terhadap kapasitas glukosa sebesar 15% (Venables et al. 2008). Penelitian di Jepang menjelaskan bahwa konsumsi teh hijau akan berkorelasi terhadap penurunan resiko terjadinya T2DM (Odegaard et al. 2008)

(27)

hiperglikemia setelah makan. Polifenol juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan daya cerna pati. Menurut Tadera et al. (2006) secara alami, enzim alfa glukosidase dapat dihambat dengan efektif oleh naringerin, kaemferol, luteolin, apigenin, katekin dan epikatekin, diadzein dan epigalokatekin galat.

Senyawa polifenol dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu. Polifenol mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga dapat membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain. Senyawa ini juga mudah teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau adanya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-kuinon yang sangat reaktif. Apabila bereaksi dengan protein akan membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin, sehingga ketersediaannya akan menurun (Griffiths and Moseley 1980).

(28)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Maret – Agustus 2012 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Pilot Plan Seafast Center, Institut Pertanian Bogor.

3.2

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah ekstruder ulir tunggal, oven, baskom, panci, ayakan 60 mesh, loyang, blender, pisau, pengaduk kayu, plastik untuk wadah, spektrofotometer, tabung reaksi bertutup, sudip, gelas ukur, aluminium foil, penangas air (waterbath), thermos, pipet Mohr, gelas piala, gelas ukur, hotplate, vortex, kuvet, neraca analitik, dan Glukometer One Touch Glucose Blood System, strip analisis glukosa, lancet, dan kapas swab steril.

Bahan yang digunakan dalam pengembangan beras ekstrusi IG rendah dengan penambahan ekstrak teh hijau terdiri dari: beras menir yang berasal dari penggilingan padi di Cifor, aquades, teh hijau yang diperoleh langsung dari perkebunan teh PT Gunung Mas Nusantara, Bogor, larutan bufer fosfat 0.1 M pH 7.0, larutan enzim alfa amilase (1 mg/ml dalam bufer fosfat; dibuat segar), pereaksi DNS (1 g 3,5-asam dinitrosalisilat + 30 g Na-K tartarat + 1.6 g NaOH dalam 100 ml akuades), dan larutan stok maltosa standar (5 mg maltosa/10 ml akuades), dan untuk analisis uji indeks glikemik adalah sampel darah manusia.

3.3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan: 1. Tahap persiapan bahan baku 2. Tahap pembuatan beras ekstrusi dan penentuan karakteristiknya, dan 3. Tahap pengujian nilai indeks glikemik produk akhir dari sampel terpilih. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Secara rinci proses pembuatan beras ekstrusi disajikan pada Gambar 4.

3.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku

Pada tahap persiapan dilakukan pemisahan beras menir, pembuatan ekstrak teh hijau, dan analisis total fenol pada ekstrak teh hijau dan beras menir. Pembersihan beras menir dilakukan untuk memisahkan beras menir dari kotoran sekam, kerikil, gabah, dan kotoran lainnya yang mungkin terbawa. Pembersihan dilakukan dengan cara kering yaitu menir ditampih menggunakan alat tampih dan kotoran dipilih secara manual dan cara basah yaitu menir dibilas dengan air 2-3 kali sehingga kotoran terbawa air bilasan. Setelah pencucian beras ditiriskan, selanjutnya dilanjutkan ke tahap perendaman dengan air dan ektrak teh.

(29)

Gambar 3 Diagram alir tahapan proses penelitian Pembuatan adonan beras ekstrusi (Ka adonan ±

45%) + Glycerol Monostearate 1% (bk)

Ekstrusi dengan ekstruder (80C, 60 rpm)

Pemotongan beras

Pengeringan dengan oven (60C, 45-60‟)

Beras ekstrusi (produk akhir)

TAHAP 3. KARAKTERISASI PRODUK

Produk antara (tepung menir)

1) Pengukuran Kadar air 2) Analisis total fenol

Keempat Produk (beras ekstrusi)

Analisis daya cerna pati in vitro

1) Analisis Total fenol

Analisis Fisik dan Sensori 1) Rendemen

2) Waktu tanak 3) Warna

4) Sensori (rating hedonik) 5) Kadar air dan

a

w TAHAP 1. PERSIAPAN

1) Pembersihan beras menir

2) Pembuatan ekstrak teh hijau 4% (b/v) 3) Analisis total fenol teh hijau dan beras menir

TAHAP 2. PEMBUATAN BERAS EKSTRUSI

Perendaman beras menir rasio 1:1 (b/v) ± 1 jam

Penirisan dan Pengeringan dengan oven (60C, 90‟)

Penggilingan dengan pin disc mill

Pengayakan 60 mesh

Tepung beras 60 mesh (produk antara)

Pengujian indeks glikemik produk terpilih

1. Penetapan subjek relawan

2. Pengujian proksimat beras dan nasi 3. Pengujian nilai IG nasi ekstrusi

terpilih

(30)

Beras ekstrusi

Kontrol

Beras ekstrusi P2

Beras ekstrusi P1

Beras ekstrusi P3

Sampel terpilih (nilai daya cerna pati terendah)

Analisis produk terpilih : - Proksimat beras dan nasi - Nilai indeks glikemik - Nilai beban glikemik Tepung menir

dengan ekstrak teh Penirisan dan pengeringan oven (T 60°C, t 90‟)

Penggilingan dengan pin disc mill

Pengayakan 60 mesh

Analisis produk antara : - Kadar air tepung - Total fenol tepung Tepung menir kontrol

Air Air

Teh (*)

Teh (*)

Pembuatan adonan

Kontrol Ka 45% + GMS 1 % (bk)

Pembuatan adonan P3

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P2

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P1

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Ekstrusi (T 80°C, 60 rpm)

Pemotongan beras ekstrusi

Pengeringan oven (T 60°C, t 45‟)

Analisis produk akhir : - Rendemen

- Waktu tanak - Warna - Kadar air da aw - Nilai daya cerna pati - Sensori

Air T 25°C Menir Teh hijau bubuk

Air T100°C

Pembersihan

Analisisbahan baku : - kadar air

- total fenol

Perendaman dengan air (Rasio 1:1, 1 jam)

Perendaman dengan teh* (Rasio 1:1, 1 jam)

Ekstrak teh hijau 4% (*)

Air T 25°C Menir Teh hijau bubuk

Air T100°C

Menir bersih

Tepung menir dengan ekstrak teh Pembersihan Penyeduhan (t 5‟)

4 % (b/v)

Analisisbahan baku : - kadar air

- total fenol

Perendaman dengan air (Rasio 1:1, 1 jam)

Perendaman dengan teh* (Rasio 1:1, 1 jam)

Penirisan dan pengeringan oven (T 60°C, t 90‟)

Penggilingan dengan pin disc mill

Pengayakan 60 mesh

Analisis produk antara : - Kadar air tepung - Total fenol tepung Tepung menir kontrol

Air Air

Teh (*)

Ekstrak teh hijau 4% (*)

Teh (*)

Pembuatan adonan

Kontrol Ka 45% + GMS 1 % (bk)

Pembuatan adonan P3

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P2

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P1

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Ekstrusi (T 80°C, 60 rpm)

Pemotongan beras ekstrusi

Pengeringan oven (T 60°C, t 45‟)

Analisis produk akhir : - Rendemen

- Waktu tanak - Warna - Kadar air da aw - Nilai daya cerna pati - Sensori

Air T 25°C Menir Teh hijau bubuk

Air T100°C

Menir bersih

Pembersihan Penyeduhan (t 5‟) 4 % (b/v)

Analisisbahan baku : - kadar air

- total fenol

Perendaman dengan air (Rasio 1:1, 1 jam)

Perendaman dengan teh* (Rasio 1:1, 1 jam)

Ekstrak teh hijau 4% (*) Menir bersih

[image:30.595.107.547.102.727.2]

Penyeduhan (t 5‟) 4 % (b/v)

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan beras ekstrusi Beras

ekstrusi

Kontrol

Beras ekstrusi P2

Beras ekstrusi P1

Beras ekstrusi P3

Sampel terpilih (nilai daya cerna pati terendah)

Analisis produk terpilih : - Proksimat beras dan nasi - Nilai indeks glikemik - Nilai beban glikemik Tepung menir +

ekstrak teh Penirisan dan pengeringan oven (T 60°C, t 90‟)

Penggilingan dengan pin disc mill

Pengayakan 60 mesh

Analisis produk antara : - Kadar air tepung - Total fenol tepung Tepung menir kontrol

Air Air

Teh (*)

Teh (*)

Pembuatan adonan

Kontrol Ka 45% + GMS 1 % (bk)

Pembuatan adonan P3

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P2

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Pembuatan adonan P1

Ka 45% + GMS 1% (bk)

Ekstrusi (T 80°C, 60 rpm)

Pemotongan beras ekstrusi

Pengeringan oven (T 60°C, t 45‟)

Analisis produk akhir : - Rendemen

- Waktu tanak - Warna

- Kadar air dan aw - Nilai daya cerna pati - Sensori

Air T 25°C Menir Teh hijau bubuk

Air T100°C

Pembersihan

Analisisbahan baku : - kadar air

- total fenol (teh bubuk)

Perendaman dengan air (Rasio 1:1, 1 jam)

Perendaman dengan teh* (Rasio 1:1, 1 jam)

Ekstrak teh hijau 4% (*) Menir bersih

(31)
[image:31.595.102.507.174.483.2]

3.3.2 Tahap Pembuatan Beras Ekstrusi dan Penentuan Karakteristik Produk

Beras menir yang digunakan berasal dari penggilingan padi di CIFOR, Kecamatan Dramaga. Alat yang digunakan untuk proses esktrusi adalah ekstruder ulir tunggal dengan spesifikasi disajikan pada Tabel 4. Ekstruder dan bentuk die dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 4 Spesifikasi ekstruder ulir tunggal (single screw extruder)

Spesifikasi Keterangan

Merk Panjang barel Diameter barel depan Diameter barel belakang Panjang ulir

Diameter ulir Diameter die Jumlah lubang die Panjang garis tengah die

Lab Tech Engineering company LTD 21.0 cm

7.5 cm 8.0 cm 22.0 cm 7.1 cm 80.0 mm 9 lubang 2.2 mm

Gambar 5 Lubang die (kiri), ekstruder ulir tunggal (kanan)

Bahan baku yang digunakan terlebih dahulu dilakukan analisis kadar total fenol yaitu teh hijau bubuk (kering) dengan metode spektrofotometri folin-ciocalteau (Zega 2010). Analisis total fenol awal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan total fenol pada teh hijau yang akan digunakan untuk merendam beras. Proses penambahan ekstrak teh hijau dilakukan dengan beberapa perlakuan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Perlakuan penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi

Perlakuan Kode Penambahan Ekstrak Teh Hijau

saat perendaman saat akan diekstrusi

Kontrol 1 2 3

K P1 P2 P3

- v - v

- - v v

(32)

Air (x) Ka 100%, Ks 0%

Tepung beras (y) Ka 14%, Ks 86%

Adonan (z) Ka 45%, Ks 5%

0.86y = 0.55z

0.14 y + x = 0.45z

tersebut lalu diaduk perlahan dan diratakan dengan cara menekankan adonan pada saringan dengan spatula/sendok untuk menghilangkan gumpalan-gumpalan adonan, kemudian diekstrusi dengan ekstruder ulir tunggal pada suhu 80°C, kecepatan 60 rpm. Pemasukan bahan ke ekstruder dilakukan sedikit demi sedikit sampai adonan habis. Produk ekstrusi dipotong manual sepanjang 5-7 mm sesuai dengan panjang beras giling pada umumnya (Damardjati dan Purwani 1991) dan dikeringkan dengan cabinet dryer (60-70°C, 45-60 menit). Pada tahap akhir dilakukan analisis karakteristik produk: fisikokimia (waktu tanak dan warna), biokimia (total fenol, daya cerna pati in vitro, proksimat, indeks glikemik), dan organoleptik.

Gambar 6 Diagram kesetimbangan adonan beras ekstrusi

3.4

METODE ANALISIS

3.4.1

Daya Cerna Pati

In Vitro

(Muchtadi 1992)

Prinsip metode ini ialah pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase. Kemudian maltose yang dihasilkan diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni.

Prosedur analisis yaitu sampel ditambahkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam waterbath hingga mencapai suhu 90°C. Kemudian larutan pati tersebut didinginkan hingga 37°C dan dibagi ke dalam dua tabung, lalu ditambahkan akuades dan bufer fosfat pH 7.0 sehingga tingkat keasamannya berada pada pH 7.0 dan tetap.

Kedua larutan tersebut lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit. Lalu, larutan pertama (tabung A) ditambahkan enzim amilase, sedangkan larutan yang lain (tabung B) ditambahkan bufer fosfat pH 7.0. Setelah itu, kedua tabung tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh manusia agar enzim bisa bekerja. Setelah selesai inkubasi, larutan segera diambil dan ditambahkan perekasi DNS (1 g 3,5-asam dinitrosalisilat + 30 g Na-K tartarat + 1.6 g NaOH dalam 100 ml akuades). Campuran tersebut dididihkan selama 10 menit, lalu diencerkan dengan akuades. Larutan yang berwarna oranye-merah yang terbentuk tersebut diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Secara garis besar diagram alir pengujian daya cerna pati ditunjukkan pada Lampiran 21. Kurva standar diperoleh dari larutan maltose murni. Daya cerna pati dapat diukur dengan rumus:

….………...………...……… (1)

Keterangan :

A = kadar maltosa sampel a = Kadar maltosa blanko sampel B = kadar maltosa pati murni b = Kadar maltosa blanko pati murni

(33)

3.4.2

Total Fenol (modifikasi Chotimarkron

et al

. 2008; Zega 2010)

Larutan standar yang digunakan adalah larutan asam galat. Pengujian menggunakan folin ciocalteau 50% dan pereaksi Na2CO3 5%. Kemudian larutan standar atau sampel sebanyak 0.5 ml dilarutkan dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml air suling, dan 2.5 ml larutan reagen folin ciocalteau. Larutan lalu didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap. Setelah ditambahkan 0.5 ml larutan Na2CO3, larutan diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah inkubasi larutan divorteks dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 725 nm.

Analisis kadar total fenol pada produk dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu dengan metode yang dimodifikasi dari Chotimarkron et al. (2008) pada sampel tepung beras merah. Sebanyak 12.5 g tepung beras ekstrusi diekstrak dengan 25 ml etanol 95% (Rasio sampel : etanol 1:2), lalu diaduk dengan shaker selama 4 jam. Kemudian disentrifus 4000rpm selama 5 menit. Supernatan diambil untuk diuji dengan metode seperti dijelaskan sebelumnya. Analisis total fenol dilakukan untuk melihat kemampuan mereduksi dari komponen fenol. Prinsipnya adalah reduksi reagen fosfomolibdat dan fosfotungstat sehingga terbentuk kompleks warna biru (molibdenum blue) yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Total fenol dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

……….…...…. (β)

Keterangan :

C = konsentrasi (mg GAE/L) V = volume (ml)

FP = faktor pengencer

W = berat sampel (g

)

3.4.3

Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan yang telah diketahui beratnya (A). Cawan beserta isinya (B) dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%bb) = x 100% …….……….…...………(γ) Kadar air (%bk) =

% ...………...………(4)

3.4.4

Kadar Abu Metode Gravimetri (SNI 01-2891-1992)

Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram dalam cawan yang telah diketahui bobotnya (A), kemudian cawan beserta isi (B) dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 550oC sampai pengabuan sempurna atau memiliki berat konstan. Abu beserta cawan didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dapat dihitung dengan perhitungan:

(34)

Kadar abu (%bk) =

% ...………...…(6)

3.4.5

Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sejumlah sampel (1-2 gram) ditimbang dalam kertas saring (B), kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak.dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 1 jam Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C). Kadar lemak dapat dihitung dengan perhitungan:

Kadar lemak (%bb) = x 100% ...………...….(7)

Kadar lemak (%bk) =

%...………...(8)

3.4.6

Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Sampel sejumlah 100-250 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambah dengan K2SO4 1  0.1 g, HgO 40  10 mg, dan H2SO4 pekat 2  0.1 ml. Lalu sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan menjadi jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan bilas 5–6 kali dengan air destilasi sebanyak 1–2 ml. Selanjutnya ditambahkan 8–10 ml campuran larutan NaOH 60% + Na2S2O3 5%. Labu disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indicator metilen red-metilen blue. Dilakukan destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai larutan berwarna abu-abu (titik akhir titrasi). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Kadar protein (%bb) =

%...(9)

Kadar protein (%bk) =

% ...………...…....(10)

3.4.7

Kadar Karbohidrat (

by difference

)

Kadar Karbohidrat dihitung by difference dengan perhitungan:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (P+A+Ab+L) ...………...…...(11) Dimana:

(35)

3.4.8

Rendemen Proses Ekstrusi

Besarnya rendemen dihitung berdasarkan berat akhir produk setelah ekstrusi dan dipotong dibagi berat awal bahan sebelum ekstrusi (berat adonan). Rendemen dihitung dengan rumus:

…...……...…. (1β)

3.4.9

Analisis warna (Mugendi

et al

. 2010)

Analisis warna dilakukan dengan alat Chromameter. Measuring head alat diletakkan pada contoh yang akan diukur dan pengukuran dimulai dengan menekan tombol “Measure”. Alat bekerja otomatis hingga diperoleh data hasil pengukuran. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Pengukuran warna dilakukan dengan skala CIE Lab yaitu nilai L,a, dan b. Skala CIE Lab telah direkomendasikan oleh CIE sejak tahun 1976 karena skala warnanya yang seragam. Parameter L menunjukkan tingkat kecerahan suatu produk. Nilai L berkisar antara 0 sampai 100, dimana nilai 0 menunjukkan warna hitam, sedangkan nilai 100 menunjukkan warna putih. Nilai a dan b memiliki kriteria nilai positif dan negatif. Nilai a positif menunjukkan warna merah, sedangkan nilai a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b positif menunjukkan warna kuning, sedangkan nilai b negatif menunjukkan warna biru. Selain itu, nilai a dan b digunakan untuk menghitung nilai hue. Nilai hue (h) dapat dikalkulasikan dengan rumus:

h tan-1 b

a ...………...…(1γ)

[image:35.595.121.510.488.565.2]

Hasil perhitungan nilai hue adalah dalam derajat, yaitu 0o untuk warna kemerahan, 180o untuk warna kehijauan, dan 270o untuk warna kebiruan. Parameter warna berdasarkan nilai hue dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Parameter warna berdasarkan nilai hue

Warna Nilai Warna Nilai

Merah keunguan Merah

Merah kekuningan Kuning

Kuning kehijauan

342-18 18-54 54-90 90-126 126-162

Hijau

Biru kehijauan Biru

Biru keunguan Ungu

162-198 198-234 234-270 270-306 306-342

3.4.10

Waktu Tanak (Nugraha

et al.

2008)

Waktu tanak didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memasak beras ekstrusi hingga seluruh beras yang bagian tengahnya berwarna putih berubah menjadi bening. Waktu tanak diperoleh dengan memasak/merebus 5 g beras ekstrusi dalam 135 ml air mendidih selama 10 menit. Setelah 10 menit, sepuluh butir beras ditekan dengan dua sisi cawan petri. Hal ini diulangi tiap satu menit. Waktu tanak diperoleh jika minimal 90% keseluruhan butir beras ekstrusi tidak lagi menunjukkan bagian putih di tengahnya (bagian tengah sudah tidak berupa tepung).

3.4.11

Analisis Sensori (Uji Hedonik)

(36)

analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindera manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen (uji hedonik, metode rating). Dalam penelitian ini beras ekstrusi dalam bentuk mentah dan matang (sudah dimasak).

Analisis sensori dilakukan dengan uji rating hedonik (Stone dan Sidel 2004) untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, tekstur, kekerasan, bentuk, dan secara keseluruhan dari beras mentah maupun nasi setelah dimasak dengan parameter warna, aroma, tekstur, kelengketan, rasa, dan secara keseluruhan. Sampel yang digunakan adalah keempat produk akhir beras ekstrusi untuk melihat pengaruh perlakuan penambahan ekstrak teh hijau dan proses ekstrusi terhadap kesukaan konsumen pada produk. Analisis ini dilakukan terhadap 70 orang panelis tidak terlatih.

Uji rating hedonik juga dilakukan untuk memperlihatkan sejauh mana p

Gambar

Tabel 1  Komposisi kimia beras giling per 100 gram
Gambar 1  Ekstruder ulir tunggal (Sumber: Fellow 2008)
Tabel 2  Nilai indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia
Gambar 3  Diagram alir tahapan proses penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian eksperimental hasil efek antibakteri ekstrak teh hijau terhadap Porphyromonas gingivalis secara in vitro dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak the hijau terhadap karakteristik sabun transparan dan aktivitas antioksidan serta untuk

Karakteristik Fisik dan Mekanik Edible Film Berbahan Dasar Tapioka- Whey Protein dengan Penambahan Ekstrak Teh Hijau; Devara Herayasa F; 111710101027; 55 halaman ; Jurusan

Uji fisik (aroma) yoghurt teh hijau berlemak 10% pada penyimpanan 10 hari yang lebih baik dibandingkan dengan yoghurt teh hijau skim, kemungkinan disebabkan oleh pembentukan

Perlakuan perendaman telur ayam ras dengan menggunakan ekstrak teh hijau yang disimpan selama dua minggu berpengaruh nyata (P&lt;0,5) terhadap sifat organoleptik

Pada uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol teh hijau dengan variasi konsentrasi pelarut terhadap Staphylococcus epidermidis, diketahui bahwa ekstrak etanol teh

Hasil statistik antara kelompok krim ekstrak teh hijau dengan penambahan Vitamin C dengan kelompok krim Vitamin C saja menunjukkan hasil berbeda bermakna

Optimasi proses ekstraksi teh hijau dengan beragam variasi metode saat ini telah banyak dilakukan, sedangkan optimalisasi pada saat evaporasi ekstrak cair teh hijau belum