• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai control terhadap penyakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai control terhadap penyakit"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL MANGSA-PEMANGSA-PARASIT DENGAN

PEMANENAN SEBAGAI KONTROL TERHADAP PENYAKIT

MAULIDAINI

G551090311

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Mangsa-Pemangsa-Parasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

MAULIDAINI. The Study of Predator-Prey-Parasite Model with Harvesting as a Disease Control Measure. Under supervision of TONI BAKHTIAR and TEDUH WULANDARI MAS’OED.

Predator-prey interaction in presence of parasite can change the system stability in the population. This study aims to analyze the stability of predator-prey-parasite model with harvesting as a disease control measure and to study the effects of decreasing or increasing the harvesting process to the disease. Predator-prey-parasite with harvesting model is applied to a system with shrimp Penaeidae sp population as prey, Whitespot disease as disease, and blekok birds as predator in estuary waters. Mathematica software is used to carry out some numerical simulations. The results from this study show that harvesting can be used as a tool for controlling disease by choosing certain harvesting way.

Keywords: predator-prey-parasite model, harvesting, disease control, stability

(4)

Kontrol terhadap Penyakit. Di bawah bimbingan TONI BAKHTIAR dan TEDUH WULANDARI MAS’OED.

Model mangsa-pemangsa dengan kehadiran penyakit maupun model mangsa-pemangsa dengan pemanenan merupakan suatu model yang sudah sering dikaji meski secara terpisah. Pada model Bairagi et al. 2009 kedua model tersebut digabungkan sehingga menjadi model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan. Dalam tulisan ini telah dikaji model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit dengan menambahkan satu parameter yaitu laju pemangsaan terhadap mangsa rentan.

Tujuan utama dalam penulisan ini adalah (1) memelajari pengaruh pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit pada model mangsa-pemangsa-parasit dengan memerhitungkan pemanenan, (2) melakukan analisis kestabilan terhadap model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit, (3) menerapkan model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan pada populasi udang penaid (Penaeidae sp) di perairan estuari (perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar).

Dari model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan yang dilakukan secara simultan maka didapat 5 (lima) titik tetap yaitu T0(0, 0, 0), T1(S, 0, 0),

T2(S, P, 0), T3(S, 0, P) dan T4(S*, I*, P*). Setelah melakukan pelinearan dari model taklinearnya maka setiap titik tetap disubstitusi dengan bantuan software mathematica dan didapatkan nilai eigen, Dari masing-masing nilai eigen yang telah didapatkan maka setiap nilai eigen akan dianalisis untuk mendapatkan kestabilannya yaitu dengan cara membuat selang pemanenan (E) sehingga mengakibatkan nilai eigennya menjadi stabil (negatif).

Simulasi yang dilakukan yaitu dengan mengubah-ubah laju penyebaran penyakit, tingkat tertangkap mangsa yang rentan oleh pemangsa dan tingkat tertangkap mangsa yang terinfeksi. Dengan menganggap tingkat tertangkap mangsa terinfeksi 31 kali lebih besar daripada tingkat tertangkap mangsa yang rentan dengan asumsi gerakan mangsa terinfeksi lebih lambat sehingga lebih mudah untuk dimangsa

Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit diterapkan pada populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, penyakit bercak putih (Whitespot disease) sebagai penyakit yang menyerang mangsa, dan burung blekok (Ardeolla ralloides) sebagai populasi pemangsa di perairan estuari.

(5)
(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(7)

MODEL MANGSA-PEMANGSA-PARASIT DENGAN

PEMANENAN SEBAGAI KONTROL TERHADAP PENYAKIT

MAULIDAINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

NIM : G551090311

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc.

Ketua

Teduh Wulandari Mas’oed, M.Si. Anggota

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Matematika Terapan

Dr. Ir. Endar Hasafah Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2010 ini adalah Model mangsa-pemangsa-parasit dengan judul Model Mangsa-Pemangsa-Parasit dengan Pemanenan sebagai Kontrol terhadap Penyakit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan

Ibu Teduh Wulandari Mas’oed, M.Si. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Jaharuddin, M.Si selaku penguji luar komisi dan selaku dosen Program Studi Matematika Terapan yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Suami Iwan Hasri M.Si, buah hatiku Raisa Dhiya Wanda serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus2011

(10)

1982 dari Bapak Ishak Alam, M.Pd. dan Ibu Rusna, S. Pd. Penulis merupakan putri ketiga dari enam bersaudara.

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR ... xi

2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) ... 3

2.3 Sistem Persamaan Diferensial Taklinear (SPDTL) ... 3

2.4 Sistem Persamaan Diferensial Mandiri ... 3

2.5 Titik Tetap ... 4

3.1 Model Pertumbuhan Logistik... 7

3.2 Beberapa Model Mangsa-Pemangsa ... 8

3.2.1 Model Mangsa-Pemangsa Holling ... 8

3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan ... 10

3.4 Model dengan Penyakit ... 11

4.2 Analisis Kestabilan Titik Tetap ... 18

4.2.1 Kestabilan Titik TetapT0 ... 18

(13)
(14)

1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling ... 10

2 Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan ... 13

3 Bagan kerangka analisis ... 15

4 Hasil simulasi untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899 ... 25

5 Hasil simulasi untuk λ = 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2... 26

6 Hasil simulasi untuk λ = 0.75, n = 0.01 dan m = 0.31 ... 28

7 Batas E untuk T1 ... 40

8 Batas E untuk T2 ... 48

(15)

2 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899 ... 24 -

(16)

1 Penentukan titik tetap ... 33

2 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T1 ... 39

3 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T2 ... 41

4 Penentukan kestabilan nilai eigen untuk T3 ... 49

(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peralihan cuaca dan perubahan musim dalam 4 (empat) tahun terakhir

memengaruhi hasil tangkapan nelayan sehingga di beberapa daerah yang

merupakan sentra perikanan air payau merebak penyakit yang menyerang

organisme perairan terutama udang. Penyakit tersebut diidentifikasi sebagai

sejenis virus (Supriyadi et al. 2005). Akibat dari serangan tersebut terjadi penurunan panen udang sebesar 30 persen (DKP dan LIPI 2010). Menurut

Stentiford et al (2009) selama 2008 terdapat tiga penyakit yang menyerang hewan

berkulit keras (Crustasea ), salah satunya adalah penyakit bercak putih (whitespot

disease) atau sering disingkat dengan WSD. Perkembangbiakan penyakit ini

antara lain disebabkan oleh perubahan kualitas air, oksigen yang rendah, dan

lingkungan perairan buruk (Javier et al. 2010).

WSD merupakan patogen yang bersifat fatal yang disebabkan oleh

whitespot syndrome virus (WSSV) yang umumnya menyerang krustasea (Crustasea sp). WSD pertama kali dijumpai di Taiwan (Kasornchandra dan Boonyaratpalin 1996). Penyebarannya bersifat pandemik yaitu menyebar ke

beberapa negara mulai dari Asia dan juga di perairan Amerika (Corsin et al. 2001).

Di samping penyakit, udang juga mempunyai pemangsa (Tschirhart 2004).

Pemangsa udang penaid (Penaeidae sp) adalah ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehrp), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp), dan juga bangsa burung seperti blekok (Ardeola ralloides), cangak (Ardea cinera rectirostris), dan pecuk cagakan (Phalacrocorax sinensis).

Dari fenomena di atas, dan berdasarkan rujukan dari tulisan

(Chattopadhyay dan Bairagi 2001), suatu model interaksi antara mangsa,

pemangsa, dan parasit yang diformulasikan untuk menggambarkan dinamika

populasi ikan nila (Nile tilapia) yang dibagi menjadi dua kelas, yaitu ikan rentan dan ikan yang terinfeksi penyakit, dengan pemangsanya yaitu burung pelikan di

(18)

mangsa-pemangsa-parasit yang menggambarkan dinamika populasi udang penaid

(Penaeidae sp) sebagai mangsa, WSD sebagai penyakit dan burung blekok (A. ralloides) sebagai pemangsanya di perairan estuari. Estuari adalah perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar (KBBI 2011).

Adapun model mangsa-pemangsa yang telah diformulasikan oleh para ahli

di antaranya adalah model mangsa pemangsa Holling, model mangsa-pemangsa

dengan pemanenan konstan, dan model mangsa-pemangsa dengan penyakit.

Dari penelitian sebelumnya, maka dipandang perlu menambahkan

pemanenan sebagai parameter kontrol terhadap penyakit pada mangsa sampai

sejauh mana pemanenan tersebut berkontribusi dalam mengurangi atau bahkan

dapat menghilangkan penyakit pada mangsa yang terinfeksi penyakit (Bairagi et al. 2009), dengan menganggap bahwa pemanenan terhadap mangsa yang rentan juga diperhitungkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Memelajari pengaruh pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit pada

model mangsa-pemangsa-parasit dengan memerhitungkan pemanenan terhadap

mangsa yang rentan.

2. Melakukan analisis kestabilan terhadap model mangsa-pemangsa-parasit

dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit.

3. Menerapkan model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan pada

(19)

II LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD)

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut:

= f (2.1)

dengan

x(t) = f (t, x) =

Jika f taklinear pada maka sistem (2.1) disebut sistem persamaan diferensial taklinear dan jika f linear maka SPD (2.1) disebut linear.

(Braun 1983)

2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)

Suatu sistem persamaan diferensial linear dinyatakan sebagai berikut:

, (2.2)

dengan adalah matriks koefisien konstan berukuran dan adalah vektor

konstan. Jika , maka sistem dikatakan homogen dan jika , maka

sistem dikatakan takhomogen.

(Tu 1994)

2.3 Sistem Persamaan Diferensial Mandiri

Jika sistem (2.1) tidak memuat variabel waktu t secara eksplisit maka disebut sistem persamaan diferensial mandiri yang dapat ditulis:

= f(x). (2.3)

(Verhulst 1990)

2.4 Titik Tetap

Diberikan sistem persamaan diferensial mandiri

= f(x). (2.4)

Titik disebut titik tetap jika f( Titik tetap disebut juga titik kesetimbangan atau titik kritis.

(20)

2.4.1 Titik Tetap Stabil

Misalkan adalah titik tetap SPD dan x(t) adalah sebuah solusi SPD dengan nilai awal x(0) = dengan dikatakan titik tetap stabil, jika untuk sembarang > 0 terdapat r > 0 sedemikian sehingga jika posisi awal memenuhi maka solusi x(t) memenuhi , untuk setiap t > 0.

(Vershult 1990)

2.4.2 Titik Tetap Takstabil

Misalkan dan x(t) adalah sebuah solusi SPD dengan nilai awal x(0) = dengan Titik dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat > 0 dengan ciri untuk sebarang r > 0 terdapat posisi awal memenuhi sehingga solusi x(t) memenuhi , untuk paling sedikit satu t > 0.

(Verhulst 1990)

Untuk menganalisis kestabilan titik tetap dari suatu SPD taklinear dapat

dilakukan dengan pelinearan pada sistem persamaan diferensialnya.

2.5 Pelinearan

Misalkan diberikan SPDTL sebagai berikut:

= f(x). (2.5)

Dengan menggunakan ekspansi Taylor untuk suatu titik tetap, maka persamaan

(2.5) dapat ditulis sebagai berikut:

+ (2.6)

dengan

(2.7)

dan adalah suku berorde tinggi yang bersifat Selanjutnya

(21)

(Tu 1994)

2.6 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Diberikan matriks koefisien konstan berukuran n × n, dan SPD linear takhomogen berikut:

= x + b. (2.8)

Suatu vektor taknol xdalam ruang disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar berlaku:

x = x. (2.9)

Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari . Untuk mencari nilai dari matriks , maka persamaan (2.9) dapat ditulis kembali sebagai berikut:

( − I)x = 0, (2.10) dengan I matriks identitas. Persamaan (1.11) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika

= 0. (2.11)

Persamaan (2.11) disebut persamaan karakteristik dari matriks .

(Anton 1995)

Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz

Suatu model populasi dengan K spesies, yaitu yang berinteraksi dalam suatu komunitas dapat ditulis:

(2.12)

atau dapat ditulis dalam bentuk notasi vektor

(x). (2.13)

Kestabilan sistem tersebut dapat ditentukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Menentukan titik tetap yang memenuhi f(x*) = 0.

2. Pelinearen dengan menentukan matriks Jacobi pada titik tetap, yakni

= (2.14)

(22)

= (2.15)

3. Menentukan nilai eigen , dengan menyelesaikan det( − I) = 0. Nilai eigen ( ) akan memenuhi persamaan karakteristik sebagai berikut :

p( + . (2.16)

(Edelstein-Keshe 1988)

4. Jika nilai eigen semua bernilai real negatif, maka titik tetap x* adalah stabil. Jika nilai eigen tidak dapat ditentukan dengan mudah, maka kestabilan untuk

k > 2, dapat ditentukan dengan kriteria Routh-Hurwitz berikut.

Kriteria Routh-Hurwitz

Diberikan persamaan karakteristik:

p( + . (2.17)

Selanjutnya, didefinisikan matriks Hurwitz,

. (2.18)

Semua nilai eigen dari persamaan karakteristik (2.17) memunyai bilangan

real negatif (titik tetap x* stabil) jika dan hanya jika determinan dari semua matriks Hurwitz (2.18) adalah positif, yaitu , untuk .

Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, untuk suatu nilai k, dengan k = 2,3,4. Titik tetap stabil jika dan hanya jika:

k = 2; ,

k = 3; ,

k = 4; > .

(23)

III MODEL-MODEL DASAR

3.1 Model Pertumbuhan Logistik

Menurut Shones (1997) jumlah populasi pada waktu t disebut stok dan akan berubah bergantung pada perbedaan antara arus masuk dan arus keluar. Pada

kasus populasi ikan (udang), terdapat faktor penangkapan dan faktor alamiah yang

dapat memengaruhi arus masuk dan keluar. Faktor penangkapan adalah faktor

yang dilakukan oleh manusia dalam suatu periode tertentu yang akan

memengaruhi tingkat stok, dan faktor alamiah adalah faktor yang disebabkan oleh

alam yang memengaruhi jumlah populasi. Adapun persamaan untuk faktor

alamiah adalah sebagai berikut:

Perubahan netto dalam populasi

= arus masuk arus keluar

= (kelahiran + imigrasi) – (kematian + emigrasi).

Atau dapat ditulis:

Perubahan netto dalam populasi

= perubahan internal + perubahan eksternal

= (kelahiran–kematian) + migrasi,

dengan migrasi adalah imigrasi dikurangi emigrasi.

Misalkan n(t) merupakan variabel yang memberikan kontribusi pada diasumsikan juga ada pengurangan dalam proses pertumbuhan populasi yang

(24)

direduksi oleh faktor ax(t) maka variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal pada populasi menjadi

n(t) = r ax(t) (3.2) Dari asumsi tentang migrasi dan perubahan internal, maka persamaan (3.1)

dapat dituliskan sebagai berikut:

1 1 .

/

dx x x

r ax t r r

x t dt r a K (3.3)

Persamaan (3.3) merupakan persamaan logistik. Parameter menyatakan

daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini berarti jika di dalam

populasi ada x individu, maka lingkungan masih dapat mendukung kehidupan individu.

3.2 Beberapa Model Mangsa Pemangsa 3.2.1 Model mangsa-pemangsa Holling

Model Holling adalah hubungan (respon fungsional) yang menggambarkan

laju pemangsaan dan ketersediaan makanan (mangsa). Secara umum dibagi

menjadi 3 (tiga), yaitu model Holling tipe I, tipe II, dan tipe III (Eisenberg dan

Maszle, 1995).

Model Holling Tipe I

Model Holling tipe I memunyai asumsi bahwa tingkat pemangsaan terjadi

secara linear terhadap meningkatnya kepadatan mangsa, sampai mencapai laju

pemangsaan maksimum.

Model tipe I dapat dituliskan sebagai persamaan linear dengan bentuk:

( ) ( ) , 0

I H

F t aN t b N (3.4)

dengan adalah fungsi Holling tipe I yang menyatakan banyaknya mangsa

(25)

Model Holling Tipe II

Model Holling tipe II menggambarkan hubungan antara mangsa pemangsa

dengan mengasumsikan adanya waktu penanganan terhadap mangsa yaitu waktu

yang dibutuhkan pemangsa untuk memangsa, menundukkan, dan menghabiskan

mangsa dalam satuan waktu.

Total waktu yang dibutuhkan untuk mencari ( ) dan menghabiskan mangsa

(th) persatuan waktu dapat ditulis:

, S h

t t t (3.5)

dengan asumsi:

1. Waktu penanganan (memangsa) akan proporsional untuk jumlah tangkapan

mangsa ditulis Nth.

2. Waktu yang tersisa bagi pemangsa untuk mencari mangsanya: t Nth

Jika dimisalkan banyaknya mangsa yang tertangkap (m) oleh pemangsa berbanding lurus dengan ukuran populasi mangsa (NS) dan waktu mencari mangsa

yang tersedia maka dapat ditulis:

( )

Model Holling Tipe III

Model Holling tipe III ini juga menggambarkan tingkat pertumbuhan

pemangsa. Model Holling ini menggambarkan penurunan tingkat pemangsaan

pada saat kepadatan mangsa rendah. Model Holling Tipe III ini dapat ditulis:

(26)

Fungsi respon tipe I, II dan III dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling

I merupakan Model Holling Tipe I

II merupakan Model Holling Tipe II

III merupakan Model Holling Tipe III

N(t) merupakan banyaknya mangsa pada suatu populasi pada waktu t (t) merupakan banyaknya mangsa yang dimangsa pada waktu t 3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan

Model dengan pemanenan konstan dikembangkan oleh Michaelis-Menten

yang mengasumsikan bahwa pemanenan hanya dilakukan pada populasi mangsa

saja dan tidak memengaruhi populasi pemangsa secara langsung (Fitria 2010).

Fenomena tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:

1

S(t) adalah kepadatan populasi mangsa pada waktu t P(t) adalah kepadatan populasi pemangsa pada waktu t b adalahtingkat kemudahan pemangsaan oleh pemangsa a adalah tingkat tertangkapnya mangsa oleh pemangsa

(t)

N(t)

I II

III

(27)

d adalah laju kematian pemangsa E adalah tingkat pemanenan

3.4 Model dengan Penyakit

Model mangsa pemangsa dengan kehadiran penyakit ini dikembangkan oleh

Mukhopadhyay dan Bhattacarya (2009). Mereka membagi populasi mangsa

menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa rentan dan populasi mangsa yang

terinfeksi dengan mengasumsikan adanya penyakit pada mangsa dengan laju

penyebaran penyakit sebesar . Modelnya dapat ditulis:

1

K adalah daya dukung lingkungan adalah laju penyebaran penyakit

n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa m adalah tingkat tertangkapnya mangsa terinfeksi oleh pemangsa

adalah tingkat kemudahan pemangsa untuk menghabiskan mangsa

a adalah tingkat kejenuhan pemangsa dalam menghabiskan (menundukkan) mangsa.

3.5 Model dengan Penyakit dan Pemanenan

Model dengan penyakit dan pemanenan ini adalah pengembangan dari

model (3.10) yang diajukankan oleh Bairagi et al (2009) dengan menambahkan parameter pemanenan pada kedua populasi mangsa yaitu mangsa rentan dan

mangsa terinfeksi. Mereka mengasumsikan tidak ada pemangsaan yang dilakukan

pemangsa pada populasi mangsa rentan. Model penyakit dengan pemanenan dapat

(28)

2

adalah koefisien penangkapan untuk mangsa rentan

adalah koefisien penangkapan mangsa terinfeksi

E adalah usaha pemanenan yang dilakukan oleh manusia

3.6 Model yang akan dikembangkan

Model yang akan dikembangkan dalam tulisan ini adalah pengembangan

dari model (3.11) yaitu dengan mengasumsikan terjadi pemangsaan terhadap

mangsa yang rentan (S). 3.6.1 Asumsi Dasar

Adapun asumsi yang dibuat untuk memformulasikan dasar persamaan

diferensial model mangsa-pemangsa-parasit ialah:

1. Tanpa adanya penyakit dan pemangsa pertumbuhan populasi mangsa (r) mengikuti pertumbuhan logistik dengan carrying capacity (K) dengan laju kelahiran konstan (Bairagi et al. 2009).

2. Kehadiran penyakit yang menyebar dengan laju sehingga populasi mangsa

dibagi menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa yang rentan (suspectible) ditulis S, dan populasi mangsa terinfeksi (Infected) ditulis I. Sehingga untuk waktu t jumlah populasi mangsa adalah:

N(t) = S(t)+I(t). (3.12) 3. Diasumsikan bahwa hanya populasi mangsa yang rentan (suspectible) S

mampu bereproduksi dengan pertumbuhan logistik dan populasi yang

terinfeksi (Infected) mati sebelum dapat bereproduksi tapi masih berkontribusi dengan populasi rentan dalam pertumbuhan logistik (Bairagi et al. 2009). 4. Cara penyebaran penyakit mengikuti hukum kekekalan massa (Chatopadhyay

dan Bairagi 2001). Dapat ditulis:

(29)

1 ,

dS S I

rS IS

dt K (3.13)

dengan adalah laju penyebaran penyakit (rate of transmission).

5. Efisiensi pemangsaan (α) bergantung pada jumlah maksimum mangsa yang

dapat dimangsa oleh pemangsa atau kemudahan dalam mencari mangsa.

6. Pemangsaan setiap individu yang terinfeksi penyakit memunyai proporsi yang

lebih besar daripada mangsa yang rentan (Bairagi et al. 2009) karena memangsa mangsa yang terinfeksi lebih mudah akibat dari gerakannya yang

lebih lambat.

7. Banyaknya usaha penangkapan (E) oleh manusia (pemanenan) terhadap mangsa yang terinfeksi sebesar juga lebih besar proporsinya dibandingkan

banyaknya usaha penangkapan untuk mangsa rentan, yaitu .

8. Penyebaran penyakit dengan laju iasumsikan hanya terjadi di antara

populasi mangsa saja dan bukan merupakan penyakit turunan. Populasi yang

terinfeksi tidak akan sembuh.

9. Laju kematian alami mangsa yang terinfeksi ialah sebesar dan laju

kematian alami pemangsa sebesar d > 0.

Berdasarkan asumsi di atas, model mangsa-pemangsa-parasit dapat

digambarkan dalam diagram kompartemen berikut:

Gambar 2 Model kompartemen mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan

(30)

Dari diagram kompartemen di atas dapat dibuat model persamaan diferensial: tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa dan m adalah tingkat tertangkapnya mangsa, adalah tingkat kemudahan pemangsa dalam menundukkan mangsa

karena kelebihan mangsa dan a adalah tingkat kejenuhan pemangsa untuk menghabiskan mangsa dalam satuan waktu tertentu.

3.6.2 Penerapan Model

Dari asumsi di atas dan berdasarkan acuan dari tulisan Bairagi et al (2009), maka penulis akan menerapkan model tersebut pada populasi udang Penaeidae sp di perairan estuari.

Model mangsa-pemangsa-parasit yang dikaji dalam tulisan ini melibatkan

1. Populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, yang terbagi menjadi dua kelas yaitu mangsa rentan (S) dan mangsa terinfeksi (I).

2. Penyakit yang menyerang udang penaid (Penaeidae sp), yaitu bercak putih (Whitespot disease) oleh Javier et al (2010).

3. Populasi pemangsa yaitu burung blekok (A. raloides) sebagai pemangsa udang.

3.6.3 Kerangka Analisis

Adapun kerangka analisis yang akan dikaji dan diterapkan pada model

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan titik tetap dari model taklinear.

2. Melakukan pelinearan di sekitar titik tetap melalui matriks Jacobi.

3. Menentukan nilai eigen dengan matriks Jacobi dari masing-masing titik tetap

4. Menganalisis kestabilan nilai eigen yang telah didapat dari langkah 3.

5. Menentukan kriteria kestabilan berdasarkan parameter-parameter E, dan n.

(31)

6. Membuat simulasi dengan mengubah-ubah parameter-parameter E, dan n.pada langkah 5 yang diaplikasikan pada model mangsa-pemangsa-parasit di perairan estuari.

3.6.4 Bagan Kerangka Analisis

Gambar 3 Bagan kerangka analisis

Menentukan titik tetap dari model taklinear

Melakukan pelinearan melalui matriks Jacobi

Menentukan nilai eigen untuk masing-masing titik tetap

Stabil, jika semua nilai eigen bernilai

Tidak stabil, jika ada nilai eigen yang bernilai tak negatif Menganalisis

kestabilan nilai eigen

Menentukan parameter E, , m dan n

Simulasi dan analisis sensitivitas dengan mengubah parameter E, , m

dan n

(32)
(33)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Titik Tetap

Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan yang dikaji dalam

tulisan ini adalah sebagai berikut:

1

menggunakan analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial. Untuk sistem

persamaan (4.1) titik tetap diperoleh pada saat dS 0

Dengan menyelesaikan ketiga persamaan secara simultan diperoleh 5 (lima)

titik tetap, yaitu:

(Penentuan titik tetap ini dapat dilihat pada Lampiran 1).

Adapun penjelasan untuk ke-5 (lima) titik tetap di atas ialah (1) T0(0, 0, 0) artinya pada akhir periode maka semua populasi akan musnah, (2) T1(S, 0, 0) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan yang akan tersisa,

(3) T2(S, P, 0) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan dan populasi mangsa terinfeksi yang tersisa sedangkan populasi pemangsa musnah,

(4) T3(S, 0, P) artinya pada akhir periode maka hanya populasi mangsa rentan dan pemangsa saja yang tersisa sedangkan populasi mangsa terinfeksi musnah, (5)

T4(S*, I*, P*) artinya pada akhir periode semua populasi tetap ada.

(34)

4.2 Analisis Kestabilan Titik Tetap

Misalkan dari model (4.1) didefinisikan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1( , , ) 1 1

Dengan menggunakan (1.16) terhadap (4.3) diperoleh matriks Jacobi

sebagai berikut:

Penentuan matriks Jacobi ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2.1 Kestabilan titik tetap T0

Titik tetap T0(0, 0, 0) adalah titik tetap yang selalu stabil. Untuk

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik diperoleh

nilai-nilai eigen berikut:

.

(35)

Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T0 bersifat stabil menuju titik jika kondisi berikut terpenuhi:

< 0 atau ekivalen dengan E > .

Kondisi E > menunjukkan bahwa kestabilan akan tercapai jika pemanenan mangsa rentan lebih besar daripada laju pertumbuhan. Namun

demikian, kondisi ini akan membuat semua populasi habis di akhir periode.

Jika kondisi E > tidak terpenuhi maka titik T0 bersifat takstabil.

4.2.2 Kestabilan di titik

Dengan mensubstitusikan titik tetap T1(K Kq E1

r , 0, 0) ke dalam (4.3)

diperoleh matriks Jacobi berikut:

1 1

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik diperoleh

nilai-nilai eigen berikut:

=

= K

=

Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T1 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut

(36)

Secara ringkas, kondisi kestabilan dapat dituliskan sebagai berikut: dalam (4.3) diperoleh matriks Jacobi berikut:

2 = (4.6)

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik diperoleh

(37)

Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T2 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut

terpenuhi:

Untuk kondisi yang ketiga didapat dengan memasukkan nilai parameter

selain E, , m dan n. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara ringkas, kondisi kestabilan T2 dapat dituliskan sebagai berikut:

< E < ( )

q1 q2

r K

K r dengan .

4.2.4 Kestabilan titik tetap T3

Dengan mensubstitusikan titik tetap ( 2, 2 1, 0

( )

r K Eq EK q Eq

r K ) ke

dalam (4.3) diperoleh matriks Jacobi berikut

= (4.7)

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik diperoleh

(38)

2 2 2

Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, titik tetap T2 bersifat stabil jika ketiga nilai eigen di atas bernilai negatif, yaitu ketika kondisi-kondisi berikut

terpenuhi:

Secara ringkas, kondisi kestabilan T2 dapat dituliskan sebagai

(39)

V SIMULASI

5.1 Parameter yang Ditetapkan

Untuk melakukan simulasi maka diperlukan beberapa parameter yang

mendukung, parameter ditetapkan berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh

dari berbagai sumber di antaranya Bairagi et al. 2009, Yusmansyah et al. 2005, Supriyadi et al. 2005 dan Lafferty & Morris 1996.

Tabel 1 Notasi untuk variabel dan parameter

Variabel/ parameter

Keterangan Nilai

S Banyaknya populasi mangsa rentan Variabel I Banyaknya populasi mangsa

terinfeksi n Tingkat tertangkap mangsa rentan Parameter m Tingkat tertangkap mangsa terinfeksi 31n a Tingkat kejenuhan pemangsa 15 µ Laju kematian alami mangsa

terinfeksi

0.24

α Tingkat kemudahan mangsa mendapatkan mangsa

Laju kematian alami pemangsa

Kemampuan alat tangkap menangkap

mangsa rentan

Kemampuan alat tangkap menangkap

(40)

5.2Simulasi Analisis Kestabilan

Hasil simulasi untuk Tabel 2 di atas adalah sebagai berikut:

(41)

Gambar 7 Hasil simulasi untuk λ= 0.03, n = 0.029 dan m = 0.899

Dari Gambar 7a pada awal periode laju pertumbuhannya mengalami

penurunan sehingga laju pertumbuhan mangsa terinfeksi meningkat dan kemudian

konstan dan kembali menurun pada hari ke-50 sampai seterusnya mengalami

fluktuasi, pada hari ke-200 laju pertumbuhan mangsa rentan telah mengalami

kestabilan, untuk pemangsa kestabilan terjadi pada hari ke-300 begitu juga pada

mangsa terinfeksi, pada pemanenan ini dikatakan sudah ideal karena jumlah

populasi mangsa rentan meningkat dari jumlah awal, jumlah populasi pemangsa

menurun, sehingga mangsa terinfeksi menurun sangat tajam. Sedangkan untuk

Gambar 2 keadaannya sudah tidak ideal karena jumlah populasi pemangsa hampir

mendekati jumlah populasi mangsa terinfeksi, jika pemanenan terus ditingkatkan

maka semua populasi akan musnah seperti yang terlihat pada Gambar 7f.

Tabel 3 Analisis sensitivitas untuk λ= 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2 Hasil simulasi untuk Tabel 3 di atas adalah sebagai berikut:

(42)

Gambar 8 Hasil simulasi untuk λ= 0.3, n = 0.200 dan m = 6.2

Dari Gambar 8 di atas dapat disimpulkan bahwa jika laju penyebaran

penyakit bertambah sebesar 10 kali dari laju penyebaran penyakit semula maka

(43)

yang rentan mengalami peningkatan meskipun pada awal periode mengalami

fluktuasi yang signifikan namun pada hari ke-150 laju mangsa rentan telah

mengalami kestabilan dan jumlah mangsa terinfeksi semakin menurun sampai

akhirnya lenyap seperti pada Gambar 8c, 8d dan 8e.

Tabel 4 Analisis sensitivitas untuk λ = 0.75, n = 0.01 dan m = 0.31 Titik

tetap

Batas pemanenan Nilai Nilai Titik tetap gambar

T4 E < 4.25 E = 0.05

Hasil simulasi untuk Tabel 4 di atas adalah sebagai berikut:

(44)

Gambar 9 Hasil simulasi untuk λ = 0.75 n = 0.01 dan m = 0.31

Pada Gambar 9 di atas dapat disimpulkan bahwa ketika laju penyebaran

penyakit meningkat tajam dan laju pemangsaan sangat rendah maka kestabilan

sistem menjadi terganggu karena mangsa terinfeksi akan semakin meningkat

melebihi mangsa rentan sehingga pemangsa mengalami kepunahan walaupun

pemanenan ditingkatkan maka seharusnya ketika laju penyebaran penyakit

meningkat maka tingkat pemangsaan juga seharusnya meningkat, karena mangsa

(45)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Pemanenan dapat dipilih sebagai alat untuk mengendalikan penyakit.

Pemilihan E (upaya pemanenan) sangat menentukan eksistensi kestabilan sistem apakah jumlah populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, penyakit bercak putih (Whitespot disease) sebagai penyakit, dan burung blekok (Ardeola ralloides) sebagai pemangsa dapat musnah, meningkat ataupun menurun tergantung dari pemilihan parameter pemanenan.

6.2 Saran

1. Model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan dapat diterapkan pada

lingkungan terkontrol.

2. Analisis kestabilan dapat dilakukan dengan cara menemukan bilangan

reproduksi dasar.

3. Untuk mengetahui model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan

sebagai kontrol terhadap penyakit secara lebih jelas maka data-data dapat

(46)
(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anton H. 1995. Aljabar Linear Elementer. Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Sinaban dan I Nyoman Susila. Erlangga, Jakarta.

Bairagi N, Chaudhuri S, Chattopadhyay J. 2009. Harvesting as a disease control measure in an eco-epidemiological system–A theoretical study. Mathematical BioSciences 217:134–144.

Beverton RJH dan SJ Holt. 1957. On Dynamics of Exploited Fish Population. London : Her Majestry’s Statinery Office. 533p

Borreli RL, Coleman CS. 1998. Differential Equations. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Braun M. 1983. Differential Equations and Their Applications. New York: Springer-Verlag

Chattopadhyay J, Bairagi N. 2001. Pelicans at Risk in Salton Sea-an Eco-Epidemiological Model. Ecological Modelling 136: 103–112.

Corsin F. 2002. Problems and Solution With the Design and Execution of an Epidemiological Study of White Spot disease in Black Tiger Shrimp (Panaeus monodon) in Vietnam. Preventive Veterinary Medicine: 117-132. [DKP & LIPI] Departemen Kelautan Perikanan & Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia, 2010. Stok Ikan Dunia Kian Merosot. Harian Suara Pembaruan: 5(kolom 2-3).

Esparza et al. 2009. Detection of Whitespot Syndrome Virus in Filtered Shrimp-farmWater Fractions and Experimental Evaluation of its Infectivity in Penaeus (Litopenaeus vannamei). Aquaculture:16-22.

Edelstein-Keshe L. 1988. Mathematical Models in Biology. New York: Random House.

Eisenberg JN, Don RM. 1995. The structural stability of a three-spesies food chain model. Theo Biol. 176:501-510.

Fitria. 2010. Bifurkasi sistem mangsa-pemangsa tipe Michaelis-Menten dengan tingkat pemanenan konstan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hasibuan KM, 1989. Pemodelan Matematika. PAU Ilmu Hayat IPB, Bogor. Heath TM. 1997. Scientific Computing. New York: The McGraw-Hill Companies. Javier MJ et al. 2010. Dynamics of intensive production of shrimp Litopenaeus

vannamei affected by whitespot disease. Aquaculture 300:113-119.

(48)

Mukhopadhyay B, Bhattacharyya R. 2009. Role of predator switching in an eco-epidemiological model with disease in the prey. Ecological Modelling 220: 931–939.

Supriyadi et al. 2005. Prevalensi infeksi Whites Spot Syndrome Virus (WSSV) pada induk udang windu (Penaeus monodon) hasil tangkapan dari alam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11:5-10.

Tu PNV. 1994. Dinamical System, An Introduction with Applications in Economics and Biology.: Heidelberg, Germany: Springer-Verlag.

Tschirhart J. 2004. A new adaptive system approach to predator–prey modeling. Ecological Modelling. 176: 255–276.

Verhlust F. 1990. Nonlinear Differential Equation and Dynamical System. Heidelberg, Germany: Springer-Verlag.

(49)

Lampiran 1

Penentuaan titik tetap

Untuk menentukan titik tetap maka , ,

Sehingga titik tetapnya

1. T0(0, 0, 0)

2. T1( S, 0, 0)

S = K ( )

(50)

Untuk

(51)

I(

I = 0 atau

S =

Jadi titik tetapnya adalah {

4. Untuk (0, I, P) (tidak mungkin) 5. T3(S, I, 0)

Untuk mendapatkan S melalui persamaan = 0 untuk I = 0

Maka didapat

(52)

6. T4(S*, I*, P*)

Untuk memudahkan maka digunakan software mathematica dengan programnya adalah sebagai berikut:

(53)
(54)
(55)

Lampiran 2

Penentukan kestabilan untuk

Program menentukan matriks Jacobi

Untuk menentukan kestabilan nilai eigen untuk pada maka , maka

diperoleh:

1

(1

( )

ar

d n

a K r EKq )< 0

< 0

dengan asumsi dan n < , sehingga

atau

Jika E > 0 maka haruslah ,

, untuk jelas

(56)

Untuk memperjelas batas , dan dapat dibuat dalam garis

bilangan sebagai berikut:

(57)

Lampiran 3

Penentukan kestabilan untuk T2

Program menentukan matriks jacobi untuk titik tetap T2

Program menentukan nilai eigen untuk titik tetap E2 Eigenvalues[j2]

Hasilnya:

.

Untuk

(58)

)+

(59)

terbukti

Untuk < 0

< 0

)+

(60)

terbukti

untuk < 0

(61)

dengan asumsi sehingga dapat

diuraikan:

+(

< 0.

Persamaan diatas berupa persamaan kuadrat sehingga dapat dibuat V +WE +Z < 0.

Dengan:

(62)

W =

Z =

Karena V > 0 maka grafik terbuka keatas. Sehingga untuk memperoleh akar-akar

(63)

Setelah dimasukkan parameter selain dan m = 31n maka didapat: = (-0.76536-23.6394 λ-5202. -135. -54. n +

23.6394 ฀+5202. ฀ +135. ฀ 2+54. ฀ 2)2−4 (0.777 +4.662 ฀−4185.

/(2 (0.777 +4.662 λ -4185. n ))

= (-0.76536-23.6394 λ -5202. -135. -54. n -

23.6394 ฀+5202. ฀ +135. ฀ 2+54. ฀ 2)2−4 (0.777 +4.662 ฀−4185.

/(2 (0.777 +4.662 λ -4185. n ))

Dari hasil di atas terlihat bahwa hasilnya berbentuk persamaan kuadrat berbeda

nilai yaitu:

Dengan:

.

(64)

Misalkan = dengan asumsi > 0, sehingga dan

.

Karena > 0 maka akar-akar persamaan memotong absis Jadi batasnya agar nilai < 0 adalah E > atau E < E2

Untuk mendapatkan E agar < 0, < 0 dan < 0 maka dapat dibuat dalam garis bilangan sebagai berikut:

Gambar 5 Batas E untuk T2

(65)

Lampiran 4

Menentukan kestabilan nilai eigen untuk T3 Program menentukan matriks Jacobi untuk T3 (*menentukan matriks jacobi untuk

je3= {

Program menentukan nilai eigen untuk

Eigenvalues[j3]

Menghasilkan

=

=

.

=

Dari hasil diatas dapat disederhanakan menjadi:

= )

=

dengan:

.

Untuk

< 0

(66)

kedua ruas dikuadratkan

(

atau

dengan

untuk

(67)

untuk

< 0

> 0

(

(68)

dengan

(69)

Untuk memperjelas batas dan dapat dibuat dalam garis bilangan

Gambar 6 Batas E untuk T3

(70)

Lampiran 5

Program membuat simulasi

ClearAll;

Clear[r,K, m, n, a, , , d, q2, q1, T, sol1, sol2, sol3]; r = 3;

K = 45; a = 15;  = 0.24;  = 0.4; d = 0.09; q1 = 0.2;

q2 = 0.5;

m = …; (*dapat diubah-ubah*) n = ….; (*dapat diubah-ubah*) T= 80;

S0 = 20;

I0 = 30;

P0 = 10;

Needs["PlotLegends`"];

(*parameter E, n diubah-ubah *)

(71)
(72)
(73)

MAULIDAINI. The Study of Predator-Prey-Parasite Model with Harvesting as a Disease Control Measure. Under supervision of TONI BAKHTIAR and TEDUH WULANDARI MAS’OED.

Predator-prey interaction in presence of parasite can change the system stability in the population. This study aims to analyze the stability of predator-prey-parasite model with harvesting as a disease control measure and to study the effects of decreasing or increasing the harvesting process to the disease. Predator-prey-parasite with harvesting model is applied to a system with shrimp Penaeidae sp population as prey, Whitespot disease as disease, and blekok birds as predator in estuary waters. Mathematica software is used to carry out some numerical simulations. The results from this study show that harvesting can be used as a tool for controlling disease by choosing certain harvesting way.

Keywords: predator-prey-parasite model, harvesting, disease control, stability

(74)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peralihan cuaca dan perubahan musim dalam 4 (empat) tahun terakhir

memengaruhi hasil tangkapan nelayan sehingga di beberapa daerah yang

merupakan sentra perikanan air payau merebak penyakit yang menyerang

organisme perairan terutama udang. Penyakit tersebut diidentifikasi sebagai

sejenis virus (Supriyadi et al. 2005). Akibat dari serangan tersebut terjadi penurunan panen udang sebesar 30 persen (DKP dan LIPI 2010). Menurut

Stentiford et al (2009) selama 2008 terdapat tiga penyakit yang menyerang hewan

berkulit keras (Crustasea ), salah satunya adalah penyakit bercak putih (whitespot

disease) atau sering disingkat dengan WSD. Perkembangbiakan penyakit ini

antara lain disebabkan oleh perubahan kualitas air, oksigen yang rendah, dan

lingkungan perairan buruk (Javier et al. 2010).

WSD merupakan patogen yang bersifat fatal yang disebabkan oleh

whitespot syndrome virus (WSSV) yang umumnya menyerang krustasea (Crustasea sp). WSD pertama kali dijumpai di Taiwan (Kasornchandra dan Boonyaratpalin 1996). Penyebarannya bersifat pandemik yaitu menyebar ke

beberapa negara mulai dari Asia dan juga di perairan Amerika (Corsin et al. 2001).

Di samping penyakit, udang juga mempunyai pemangsa (Tschirhart 2004).

Pemangsa udang penaid (Penaeidae sp) adalah ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehrp), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp), dan juga bangsa burung seperti blekok (Ardeola ralloides), cangak (Ardea cinera rectirostris), dan pecuk cagakan (Phalacrocorax sinensis).

Dari fenomena di atas, dan berdasarkan rujukan dari tulisan

(Chattopadhyay dan Bairagi 2001), suatu model interaksi antara mangsa,

pemangsa, dan parasit yang diformulasikan untuk menggambarkan dinamika

populasi ikan nila (Nile tilapia) yang dibagi menjadi dua kelas, yaitu ikan rentan dan ikan yang terinfeksi penyakit, dengan pemangsanya yaitu burung pelikan di

(75)

mangsa-pemangsa-parasit yang menggambarkan dinamika populasi udang penaid

(Penaeidae sp) sebagai mangsa, WSD sebagai penyakit dan burung blekok (A. ralloides) sebagai pemangsanya di perairan estuari. Estuari adalah perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air tawar (KBBI 2011).

Adapun model mangsa-pemangsa yang telah diformulasikan oleh para ahli

di antaranya adalah model mangsa pemangsa Holling, model mangsa-pemangsa

dengan pemanenan konstan, dan model mangsa-pemangsa dengan penyakit.

Dari penelitian sebelumnya, maka dipandang perlu menambahkan

pemanenan sebagai parameter kontrol terhadap penyakit pada mangsa sampai

sejauh mana pemanenan tersebut berkontribusi dalam mengurangi atau bahkan

dapat menghilangkan penyakit pada mangsa yang terinfeksi penyakit (Bairagi et al. 2009), dengan menganggap bahwa pemanenan terhadap mangsa yang rentan juga diperhitungkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Memelajari pengaruh pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit pada

model mangsa-pemangsa-parasit dengan memerhitungkan pemanenan terhadap

mangsa yang rentan.

2. Melakukan analisis kestabilan terhadap model mangsa-pemangsa-parasit

dengan pemanenan sebagai kontrol terhadap penyakit.

3. Menerapkan model mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan pada

(76)

II LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD)

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut:

= f (2.1)

dengan

x(t) = f (t, x) =

Jika f taklinear pada maka sistem (2.1) disebut sistem persamaan diferensial taklinear dan jika f linear maka SPD (2.1) disebut linear.

(Braun 1983)

2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)

Suatu sistem persamaan diferensial linear dinyatakan sebagai berikut:

, (2.2)

dengan adalah matriks koefisien konstan berukuran dan adalah vektor

konstan. Jika , maka sistem dikatakan homogen dan jika , maka

sistem dikatakan takhomogen.

(Tu 1994)

2.3 Sistem Persamaan Diferensial Mandiri

Jika sistem (2.1) tidak memuat variabel waktu t secara eksplisit maka disebut sistem persamaan diferensial mandiri yang dapat ditulis:

= f(x). (2.3)

(Verhulst 1990)

2.4 Titik Tetap

Diberikan sistem persamaan diferensial mandiri

= f(x). (2.4)

Titik disebut titik tetap jika f( Titik tetap disebut juga titik kesetimbangan atau titik kritis.

(77)

2.4.1 Titik Tetap Stabil

Misalkan adalah titik tetap SPD dan x(t) adalah sebuah solusi SPD dengan nilai awal x(0) = dengan dikatakan titik tetap stabil, jika untuk sembarang > 0 terdapat r > 0 sedemikian sehingga jika posisi awal memenuhi maka solusi x(t) memenuhi , untuk setiap t > 0.

(Vershult 1990)

2.4.2 Titik Tetap Takstabil

Misalkan dan x(t) adalah sebuah solusi SPD dengan nilai awal x(0) = dengan Titik dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat > 0 dengan ciri untuk sebarang r > 0 terdapat posisi awal memenuhi sehingga solusi x(t) memenuhi , untuk paling sedikit satu t > 0.

(Verhulst 1990)

Untuk menganalisis kestabilan titik tetap dari suatu SPD taklinear dapat

dilakukan dengan pelinearan pada sistem persamaan diferensialnya.

2.5 Pelinearan

Misalkan diberikan SPDTL sebagai berikut:

= f(x). (2.5)

Dengan menggunakan ekspansi Taylor untuk suatu titik tetap, maka persamaan

(2.5) dapat ditulis sebagai berikut:

+ (2.6)

dengan

(2.7)

dan adalah suku berorde tinggi yang bersifat Selanjutnya

(78)

(Tu 1994)

2.6 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Diberikan matriks koefisien konstan berukuran n × n, dan SPD linear takhomogen berikut:

= x + b. (2.8)

Suatu vektor taknol xdalam ruang disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar berlaku:

x = x. (2.9)

Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari . Untuk mencari nilai dari matriks , maka persamaan (2.9) dapat ditulis kembali sebagai berikut:

( − I)x = 0, (2.10) dengan I matriks identitas. Persamaan (1.11) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika

= 0. (2.11)

Persamaan (2.11) disebut persamaan karakteristik dari matriks .

(Anton 1995)

Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz

Suatu model populasi dengan K spesies, yaitu yang berinteraksi dalam suatu komunitas dapat ditulis:

(2.12)

atau dapat ditulis dalam bentuk notasi vektor

(x). (2.13)

Kestabilan sistem tersebut dapat ditentukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Menentukan titik tetap yang memenuhi f(x*) = 0.

2. Pelinearen dengan menentukan matriks Jacobi pada titik tetap, yakni

= (2.14)

(79)

= (2.15)

3. Menentukan nilai eigen , dengan menyelesaikan det( − I) = 0. Nilai eigen ( ) akan memenuhi persamaan karakteristik sebagai berikut :

p( + . (2.16)

(Edelstein-Keshe 1988)

4. Jika nilai eigen semua bernilai real negatif, maka titik tetap x* adalah stabil. Jika nilai eigen tidak dapat ditentukan dengan mudah, maka kestabilan untuk

k > 2, dapat ditentukan dengan kriteria Routh-Hurwitz berikut.

Kriteria Routh-Hurwitz

Diberikan persamaan karakteristik:

p( + . (2.17)

Selanjutnya, didefinisikan matriks Hurwitz,

. (2.18)

Semua nilai eigen dari persamaan karakteristik (2.17) memunyai bilangan

real negatif (titik tetap x* stabil) jika dan hanya jika determinan dari semua matriks Hurwitz (2.18) adalah positif, yaitu , untuk .

Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, untuk suatu nilai k, dengan k = 2,3,4. Titik tetap stabil jika dan hanya jika:

k = 2; ,

k = 3; ,

k = 4; > .

(80)

III MODEL-MODEL DASAR

3.1 Model Pertumbuhan Logistik

Menurut Shones (1997) jumlah populasi pada waktu t disebut stok dan akan berubah bergantung pada perbedaan antara arus masuk dan arus keluar. Pada

kasus populasi ikan (udang), terdapat faktor penangkapan dan faktor alamiah yang

dapat memengaruhi arus masuk dan keluar. Faktor penangkapan adalah faktor

yang dilakukan oleh manusia dalam suatu periode tertentu yang akan

memengaruhi tingkat stok, dan faktor alamiah adalah faktor yang disebabkan oleh

alam yang memengaruhi jumlah populasi. Adapun persamaan untuk faktor

alamiah adalah sebagai berikut:

Perubahan netto dalam populasi

= arus masuk arus keluar

= (kelahiran + imigrasi) – (kematian + emigrasi).

Atau dapat ditulis:

Perubahan netto dalam populasi

= perubahan internal + perubahan eksternal

= (kelahiran–kematian) + migrasi,

dengan migrasi adalah imigrasi dikurangi emigrasi.

Misalkan n(t) merupakan variabel yang memberikan kontribusi pada diasumsikan juga ada pengurangan dalam proses pertumbuhan populasi yang

(81)

direduksi oleh faktor ax(t) maka variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal pada populasi menjadi

n(t) = r ax(t) (3.2) Dari asumsi tentang migrasi dan perubahan internal, maka persamaan (3.1)

dapat dituliskan sebagai berikut:

1 1 .

/

dx x x

r ax t r r

x t dt r a K (3.3)

Persamaan (3.3) merupakan persamaan logistik. Parameter menyatakan

daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini berarti jika di dalam

populasi ada x individu, maka lingkungan masih dapat mendukung kehidupan individu.

3.2 Beberapa Model Mangsa Pemangsa 3.2.1 Model mangsa-pemangsa Holling

Model Holling adalah hubungan (respon fungsional) yang menggambarkan

laju pemangsaan dan ketersediaan makanan (mangsa). Secara umum dibagi

menjadi 3 (tiga), yaitu model Holling tipe I, tipe II, dan tipe III (Eisenberg dan

Maszle, 1995).

Model Holling Tipe I

Model Holling tipe I memunyai asumsi bahwa tingkat pemangsaan terjadi

secara linear terhadap meningkatnya kepadatan mangsa, sampai mencapai laju

pemangsaan maksimum.

Model tipe I dapat dituliskan sebagai persamaan linear dengan bentuk:

( ) ( ) , 0

I H

F t aN t b N (3.4)

dengan adalah fungsi Holling tipe I yang menyatakan banyaknya mangsa

(82)

Model Holling Tipe II

Model Holling tipe II menggambarkan hubungan antara mangsa pemangsa

dengan mengasumsikan adanya waktu penanganan terhadap mangsa yaitu waktu

yang dibutuhkan pemangsa untuk memangsa, menundukkan, dan menghabiskan

mangsa dalam satuan waktu.

Total waktu yang dibutuhkan untuk mencari ( ) dan menghabiskan mangsa

(th) persatuan waktu dapat ditulis:

, S h

t t t (3.5)

dengan asumsi:

1. Waktu penanganan (memangsa) akan proporsional untuk jumlah tangkapan

mangsa ditulis Nth.

2. Waktu yang tersisa bagi pemangsa untuk mencari mangsanya: t Nth

Jika dimisalkan banyaknya mangsa yang tertangkap (m) oleh pemangsa berbanding lurus dengan ukuran populasi mangsa (NS) dan waktu mencari mangsa

yang tersedia maka dapat ditulis:

( )

Model Holling Tipe III

Model Holling tipe III ini juga menggambarkan tingkat pertumbuhan

pemangsa. Model Holling ini menggambarkan penurunan tingkat pemangsaan

pada saat kepadatan mangsa rendah. Model Holling Tipe III ini dapat ditulis:

(83)

Fungsi respon tipe I, II dan III dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling

I merupakan Model Holling Tipe I

II merupakan Model Holling Tipe II

III merupakan Model Holling Tipe III

N(t) merupakan banyaknya mangsa pada suatu populasi pada waktu t (t) merupakan banyaknya mangsa yang dimangsa pada waktu t 3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan

Model dengan pemanenan konstan dikembangkan oleh Michaelis-Menten

yang mengasumsikan bahwa pemanenan hanya dilakukan pada populasi mangsa

saja dan tidak memengaruhi populasi pemangsa secara langsung (Fitria 2010).

Fenomena tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:

1

S(t) adalah kepadatan populasi mangsa pada waktu t P(t) adalah kepadatan populasi pemangsa pada waktu t b adalahtingkat kemudahan pemangsaan oleh pemangsa a adalah tingkat tertangkapnya mangsa oleh pemangsa

(t)

N(t)

I II

III

(84)

d adalah laju kematian pemangsa E adalah tingkat pemanenan

3.4 Model dengan Penyakit

Model mangsa pemangsa dengan kehadiran penyakit ini dikembangkan oleh

Mukhopadhyay dan Bhattacarya (2009). Mereka membagi populasi mangsa

menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa rentan dan populasi mangsa yang

terinfeksi dengan mengasumsikan adanya penyakit pada mangsa dengan laju

penyebaran penyakit sebesar . Modelnya dapat ditulis:

1

K adalah daya dukung lingkungan adalah laju penyebaran penyakit

n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa m adalah tingkat tertangkapnya mangsa terinfeksi oleh pemangsa

adalah tingkat kemudahan pemangsa untuk menghabiskan mangsa

a adalah tingkat kejenuhan pemangsa dalam menghabiskan (menundukkan) mangsa.

3.5 Model dengan Penyakit dan Pemanenan

Model dengan penyakit dan pemanenan ini adalah pengembangan dari

model (3.10) yang diajukankan oleh Bairagi et al (2009) dengan menambahkan parameter pemanenan pada kedua populasi mangsa yaitu mangsa rentan dan

mangsa terinfeksi. Mereka mengasumsikan tidak ada pemangsaan yang dilakukan

pemangsa pada populasi mangsa rentan. Model penyakit dengan pemanenan dapat

(85)

2

adalah koefisien penangkapan untuk mangsa rentan

adalah koefisien penangkapan mangsa terinfeksi

E adalah usaha pemanenan yang dilakukan oleh manusia

3.6 Model yang akan dikembangkan

Model yang akan dikembangkan dalam tulisan ini adalah pengembangan

dari model (3.11) yaitu dengan mengasumsikan terjadi pemangsaan terhadap

mangsa yang rentan (S). 3.6.1 Asumsi Dasar

Adapun asumsi yang dibuat untuk memformulasikan dasar persamaan

diferensial model mangsa-pemangsa-parasit ialah:

1. Tanpa adanya penyakit dan pemangsa pertumbuhan populasi mangsa (r) mengikuti pertumbuhan logistik dengan carrying capacity (K) dengan laju kelahiran konstan (Bairagi et al. 2009).

2. Kehadiran penyakit yang menyebar dengan laju sehingga populasi mangsa

dibagi menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa yang rentan (suspectible) ditulis S, dan populasi mangsa terinfeksi (Infected) ditulis I. Sehingga untuk waktu t jumlah populasi mangsa adalah:

N(t) = S(t)+I(t). (3.12) 3. Diasumsikan bahwa hanya populasi mangsa yang rentan (suspectible) S

mampu bereproduksi dengan pertumbuhan logistik dan populasi yang

terinfeksi (Infected) mati sebelum dapat bereproduksi tapi masih berkontribusi dengan populasi rentan dalam pertumbuhan logistik (Bairagi et al. 2009). 4. Cara penyebaran penyakit mengikuti hukum kekekalan massa (Chatopadhyay

dan Bairagi 2001). Dapat ditulis:

(86)

1 ,

dS S I

rS IS

dt K (3.13)

dengan adalah laju penyebaran penyakit (rate of transmission).

5. Efisiensi pemangsaan (α) bergantung pada jumlah maksimum mangsa yang

dapat dimangsa oleh pemangsa atau kemudahan dalam mencari mangsa.

6. Pemangsaan setiap individu yang terinfeksi penyakit memunyai proporsi yang

lebih besar daripada mangsa yang rentan (Bairagi et al. 2009) karena memangsa mangsa yang terinfeksi lebih mudah akibat dari gerakannya yang

lebih lambat.

7. Banyaknya usaha penangkapan (E) oleh manusia (pemanenan) terhadap mangsa yang terinfeksi sebesar juga lebih besar proporsinya dibandingkan

banyaknya usaha penangkapan untuk mangsa rentan, yaitu .

8. Penyebaran penyakit dengan laju iasumsikan hanya terjadi di antara

populasi mangsa saja dan bukan merupakan penyakit turunan. Populasi yang

terinfeksi tidak akan sembuh.

9. Laju kematian alami mangsa yang terinfeksi ialah sebesar dan laju

kematian alami pemangsa sebesar d > 0.

Berdasarkan asumsi di atas, model mangsa-pemangsa-parasit dapat

digambarkan dalam diagram kompartemen berikut:

Gambar 2 Model kompartemen mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan

(87)

Dari diagram kompartemen di atas dapat dibuat model persamaan diferensial: tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa dan m adalah tingkat tertangkapnya mangsa, adalah tingkat kemudahan pemangsa dalam menundukkan mangsa

karena kelebihan mangsa dan a adalah tingkat kejenuhan pemangsa untuk menghabiskan mangsa dalam satuan waktu tertentu.

3.6.2 Penerapan Model

Dari asumsi di atas dan berdasarkan acuan dari tulisan Bairagi et al (2009), maka penulis akan menerapkan model tersebut pada populasi udang Penaeidae sp di perairan estuari.

Model mangsa-pemangsa-parasit yang dikaji dalam tulisan ini melibatkan

1. Populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, yang terbagi menjadi dua kelas yaitu mangsa rentan (S) dan mangsa terinfeksi (I).

2. Penyakit yang menyerang udang penaid (Penaeidae sp), yaitu bercak putih (Whitespot disease) oleh Javier et al (2010).

3. Populasi pemangsa yaitu burung blekok (A. raloides) sebagai pemangsa udang.

3.6.3 Kerangka Analisis

Adapun kerangka analisis yang akan dikaji dan diterapkan pada model

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan titik tetap dari model taklinear.

2. Melakukan pelinearan di sekitar titik tetap melalui matriks Jacobi.

3. Menentukan nilai eigen dengan matriks Jacobi dari masing-masing titik tetap

4. Menganalisis kestabilan nilai eigen yang telah didapat dari langkah 3.

5. Menentukan kriteria kestabilan berdasarkan parameter-parameter E, dan n.

Gambar

Gambar 1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling
Gambar 2 Model kompartemen mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan
Gambar 3 Bagan kerangka analisis
Tabel 1 Notasi untuk variabel dan parameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kelelahan tenaga kerja yang bekerja di Industri Gamelan Supoyo menunjukan bahwa dari 30 orang tenaga kerja, 15 orang tenaga kerja yang bekerja

didapatkan bahwa dari 18 responden laki-laki yang mengalami gangguan perilaku. antisosial adalah sebanyak 15 responden (40,5%) dan yang

Hasil penelitian Djuitaningsih &amp; Ristiawati (2011) juga menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan karena

Berdasarkan pemikiran dan pertanyaan-pertanyaan di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis kualitas pakan silase yang dibuat, mengetahui respon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alokasi waktu untuk setiap aktivitas harian dari rusa timor di kawasan padang perumput Tanjung Sari TNBB

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Proses pengambilan data ini dilakukan dalam penelitian

Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Keperawatan akan diberikan lembar pernyataan terkait dengan Stres dan Pola makan dan memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan