• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter I Perilaku Antisosial dan Faktor – Faktor Yang pada Remaja di SMA Swasta Raksana Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter I Perilaku Antisosial dan Faktor – Faktor Yang pada Remaja di SMA Swasta Raksana Medan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan,

penderitaan, asmara dan pemberontakan dengan otoritas dewasa (Yusuf, 2002).

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran

bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi orangtuanya, masyarakat

bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan masa remaja

merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada

situasi yang membingungkan, disatu pihak dia masih anak-anak, tetapi dipihak

lain ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang

menimbulkan konflik seperti ini, seringkali menyebabkan perilaku-perilaku aneh,

canggung dan kalau tidak terkontrol bisa menjadi kenakalan. Seorang remaja

dalam usahanya untuk mencari identitas diri sering membantah orang tuanya

karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri

yang berbeda dengan orang tuanya. Menurut pendapatnya, orang tua tidak lagi

dijadikan pegangan, sebaliknya, untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat

(Purwanto, 1999).

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar

(2)

(2010) kelompok umur 15 - 19 tahun, jumlah remaja laki-laki adalah 102.566 jiwa

(48,84 %) dan jumlah remaja perempuan adalah 107.423 jiwa (51,15 %) dengan

jumlah total 209,989 jiwa.

Remaja pada masa perkembangannya harus memenuhi tugas-tugas

perkembangan, yaitu mencapai hubungan yang baru dan matang dengan teman

sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, mencapai peran sosial maskulin

dan feminin, menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara

efektif, mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya, mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi, memilih pekerjaan

dan mempersiapkan diri untuk bekerja, mempersiapkan diri untuk memasuki

perkawinan dan kehidupan keluarga, mengembangkan kemampuan dan

konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara,

menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara

sosial, memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku

(Havighurst dalam Hurlock, 1973).

Remaja yang dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan akan

mendapatkan kepuasan. Namun tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas

tersebut dengan baik. Banyak masalah yang dialami remaja dalam memenuhi

tugas-tugas tersebut, misalnya masalah pribadi yang berhubungan dengan situasi

dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian

sosial, masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas, masalah pencapaian

kemandirian, masalah akibat stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih

(3)

masalah-masalah tersebut adalah apa yang kemudian dikenal sebagai perilaku

antisosial. Perilaku antisosial adalah gangguan penyesuaian diri terhadap

lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Merupakan kasus

yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja.

Penderita perilaku antisosial adalah individu yang tidak memiliki kemampuan

untuk mengikuti norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang

bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima, seperti tidak peduli dengan peraturan

yang ada ditempat tinggalnya, merebut milik orang lain dengan semaunya,

gampang marah, tidak memiliki gambaran masa depan atau tujuan hidup,

kecemasan yang rendah terhadap keselamatan diri bahkan oranglain.

Gangguan perilaku antisosial, angka prevalensinya 3% pada laki-laki dan <1%

pada perempuan. Lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Pola perkembangannya

menghilang setelah umur 40 tahun. Penelitian Kristiyarini (2000) dengan sampel

152 remaja, memperoleh hasil penderita antisosial sebanyak 29 orang (19.07%),

peneliti menyatakan bahwa angka prevalensi perilaku antisosial ini berada di

urutan ke tiga dari semua gangguan perilaku. Peneliti menunjukkan bahwa

gangguan perilaku ini berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak

dan remaja yang mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak

dengan masalah perilaku tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun

sebagian besar diantara mereka setelah dewasa cenderung terlibat tindakan

kriminal dan mengembangkan perilaku antisosial, serta bermasalah dengan

obat-obatan. Perilaku antisosial merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan

(4)

Gangguan perilaku antisosial merupakan salah satu masalah kesehatan yang

harus diatasi di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penelitian

Yanti (2005), angka kejadian perilaku antisosial di Indonesia ada 193.155 kasus.

Dalam penelitian Maria yang mengambil data di Jakarta, menyatakan bahwa

tahun 1992 tercatat 157 kasus antisosial pada remaja yaitu perkelahian pelajar.

Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun

1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota

masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2

anggota kepolisian, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban,

sehingga dapat dilihat bahwa angka perilaku antisosial pada anak dan remaja

memiliki angka yang relatif tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal

ini sangat mengkhawatirkan karena bila tidak segera ditangani dengan intervensi

yang tepat, jumlah anak dan remaja dengan gangguan perilaku antisosial akan

semakin meningkat, keadaan ini sangat merugikan remaja yang mengalaminya

yaitu produktivitas menjadi menurun, sementara di era globalisasi ini masyarakat

membutuhkan remaja-remaja yang kompeten dan terampil.

Hasil penelitian Baskoro (2010) menyatakan distribusi perilaku antisosial

berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut, dari jumlah total responden 37

responden yang terdiri dari 18 responden laki-laki dan 19 responden perempuan,

didapatkan bahwa dari 18 responden laki-laki yang mengalami gangguan perilaku

antisosial adalah sebanyak 15 responden (40,5%) dan yang tidak mengalami

gangguan perilaku antisosial 3 responden (8,1%). Sedangkan pada 19 responden

(5)

responden (24,3%) dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial

sebanyak 10 responden (27,0%). Pada laki-laki kecenderungan untuk tidak

menjadi antisosial hanya 0,3 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan

antisosial pada perempuan kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial 2 kali

dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial. Dari penelitian tersebut

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku antisosial

dengan jenis kelamin, dimana laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi

dibandingkan perempuan.

Gambaran betapa banyaknya masalah yang dialami remaja masa kini yang

berdampak timbulnya perilaku antisosial. Tekanan-tekanan sebagai akibat

perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat

perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang demikian pesat dapat menyebabkan timbulnya perilaku antisosial.

Faktor lain yang dapat menimbulkan perilaku antisosial juga dapat disebabkan

oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan

anak, orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak

yang tidak benar, orangtua yang tidak menunjukkan kasih sayang, pendidikan

yang didapat kurang memadai, adanya pendapat bahwa antisosial datang dari

semua kelas sosial yang ayahnya antisosial. Melihat hal ini, peneliti ingin

menemukan faktor mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial

khususnya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan. Peneliti melakukan

wawancara pada guru bimbingan konseling di sekolah ini, didapatkan keterangan

(6)

yang nakal ditiap kelas 5-10 orang. Mulai dari bolos pada jam pelajaran, melawan

guru, menyontek, tawuran, melakukan perjudian di kantin sekolah, merokok, tidak

mengerjakan pekerjaan rumah, geng motor dan masih banyak lagi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan

penelitian tentang perilaku antisosial dan faktor–faktor yang mempengaruhinya

pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.

2. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana

Medan.

2. Mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial

pada remaja SMA Swasta Raksana Medan.

3. Menganalisa faktor mana yang paling dominan dari semua faktor – faktor

yang mempengaruhi perilaku antisosial pada ramaja SMA Swasta Raksana

Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Faktor manakah yang paling dominan dari semua faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan?

4. Manfaat Penelitian 4.1Pelayanan

(7)

yang berperilaku antisosial dan remaja yang tidak berperilaku antisosial sehingga

memiliki perilaku yang positif.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana

perkembangan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan jiwa dan

komunitas terutama yang berhubungan dengan gangguan perilaku antisosial pada

remaja.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti yang

ingin melakukan penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama seperti

hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja

terhadap tingkat prestasi remaja di sekolah. Disamping itu hasil penelitian juga

merupakan salah satu syarat peneliti dalam menyelesaikan studi keperawatan.

4.4Instansi Pendidikan / Sekolah

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada sekolah

menengah khususnya bagi guru agar lebih mengetahui faktor penyebab dan

mengantisipasi kenakalan remaja yang merupakan wujud dari perilaku antisosial

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tulisan ini pun memiliki tiga tujuan, yaitu pertama mampu mengidentifikasi berbagai motif dan minat remaja dalam menonton tayangan televisi.Kedua

Here we propose that human observational learning can be explained by two previously uncharacterized forms of prediction error, observa- tional action prediction errors (the

actions? ii Do we in fact settle on any one? Our inquiry is focused through the two analytic lenses of convergence of beliefs and convergence of actions ᎏ either in frequency or,

40) Sebagai penonton dan penikmat berita maupun hiburan, tentu sering membandingkan berbagai media yang banyak muncul di era sekarang ini. Perkembangan yang semakin pesat

Selain mungkin disibukkan oleh tugas rutin yang tidak terkait langsung dengan liputan Pemilu, para jurnalis bisa jadi terbagi-bagi dalam sejumlah organisasi

Dalam hal terdapat pihak-pihak yang walaupun tidak diperbolehkan untuk melaksanakan HMETD karena pelaksanaan HMETD ke saham dilarang oleh hukum yang berlaku tetapi

Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian, jika Yulis Purnomowati fokus mengkaji bimbingan dan konseling untuk remaja dari perspektif Islam, berbeda dengan

Model pertumbuhan absolut/mutlak dari kerang kapah ( Meretrix meretrix ) setiap bulan selama tiga bulan yaitu Untuk bulan November 2011 menggunakan sampel sebanyak 120