• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Antisosial dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya pada Remaja di SMA Swasta Raksana Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Antisosial dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya pada Remaja di SMA Swasta Raksana Medan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU ANTISOSIAL DAN FAKTOR – FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA PADA REMAJA

DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

SKRIPSI

Dewi S Simanullang

081101014

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perilaku Antisosial dan Faktor – Faktor

Yang Mempengaruhinya pada Remaja di SMA Swasta Raksana Medan.”

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir – butir pemikiran yang

sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp,

MNS sebagai Pembantu Dekan II, dan Ikhsanudin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan,

bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat serta selalu sabar untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

(4)

5. Ibu Nur Asnah, S.Kep Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah

banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.

6. Kedua orangtua yang penulis sayangi Ayahanda Saur Simanullang dan Ibunda

Jainab Simamora yang tidak pernah berhenti dalam membimbing, menghibur, memperhatikan, memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Abang dan Kakak yang penulis sayangi Ir.Anggiat Simanullang MT,

Parlindungan Simanullang ST, Rukina Simanullang Amd., Donna Simanullang Amd, Budiman Simanullang, dr.Kamelia Simanullang.

8. Sahabat yang penulis sayangi Abang Rahmat Ali Putra Harahap dan Kakak Masrina Munawarah yang senantiasa menghibur, menemani, berbagi suka duka, begitu juga dengan Susi Yanti, Isra Wahyuni, Cut Tiarafah, Intan

Salfariani dan juga teman – teman seperjuangan stambuk 2008 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis yang namanya tidak dapat disebutkan

satu persatu.

9. Siswa – siswi SMA Swasta Raksana Medan sebanyak 130 siswa yang telah bersedia menjadi responden penelitian dan meluangkan waktu untuk membantu

penulis

10.Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu

yang telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, pengetikan maupun percetakan. Karena itu

(5)

penulisan skripsi yang akan datang dapat dianggap perbaikan. Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

4.2 Pendidikan Keperawatan ... 7

4.3 Penelitian keperawatan ... 7

4.4 Instansi Pendidikan ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku Antisosial ... 8

1.1 Pengertian Perilaku Antisosial ... 8

1.2 Kriteria Perilaku Antisosial ... 10

1.3 Faktor- faktor penyebab perilaku antisosial ... 12

1.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja ... 15

2. Remaja... 20

3.3 Perubahan Sosial... 27

3.4 Tugas Perkembangan Remaja ... 30

3.5 Perkembangan psikososial remaja ... 31

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 34

2. Defenisi operasional ... 35

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 36

(7)

2.1 Populasi ... 36

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian………42

1.1Karakteristik responden………...42

1.2Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan………44

1.3Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan………47

2. Pembahasan………49

2.1Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan………...49

2.2Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan………50

2.3Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan………55

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan………60

2. Saran………..61

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Taksasi Dana

4. Surat Izin Pengumpulan Data 5. Surat Izin Penelitian

6. Hasil Pengolahan Data Dengan Komputerisasi 7. Hasil Metode Backward

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Siswa di SMA Swasta Raksana Medan yang berperilaku antisosial dan tidak berperilaku antisosial pada April-Mei 2012... ... ...41 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Siswa di SMA Swasta

Raksana Medan dengan perilaku antisosial...41 Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Jawaban Responden Tentang

Perilaku Antisosial Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan……….44 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan (n=22)…...45 Tabel 5. Hasil uji regresi linear ganda dengan metode ( Backward ) tentang

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Perilaku Antisosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) adalah perilaku yang secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan serta mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial yang paling dominan. Desain penelitian adalah deskriptif komparatif. Pengambilan sample dengan menggunakan total sampling. Sample sebanyak 22 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisoner perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan yang meliputi data demografi dan pernyataan terkait perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kemudian data diolah dengan menggunakan analisa deskriptif untuk menentukan distribusi frekuensi dan persentasi serta analisis regresi linear ganda dengan metode backward untuk faktor dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan yaitu proses keluarga. Institusi pendidikan/sekolah agar lebih mengenal siswanya dengan memberikan perhatian yang sama ke seluruh siswa dan memberikan teguran yang tegas apabila muncul kenakalan siswa di sekolah serta mengaktifkan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa.

(11)

Judul : Antisocial Behavior And Factors Interfering Among Adolescents At SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRACT

Antisocial behavior (Antisocial Personal Disorder) is a persistent behavior that violates the rights of others and often illegal. They ignore the social norms and conventions, impulsive, and failed to build interpersonal commitments and work. This study aims to identify anti-social behavior and the factors - factors that influence antisocial behavior in adolescents in SMA Swasta Raksana Medan and to know the factors that influence antisocial behavior are the most dominant. The research design was comparative descriptive. Sampling using total sampling. Sample as many as 22 people. The research was conducted in April 2012. The data was collected using questionnaires antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan that includes demographic data and the related statements of antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan. Then the data were processed using descriptive analysis to determine the frequency and percentage distributions and multiple linear regression analysis with backward method for the dominant factor. The results showed that the most dominant factor influencing antisocial behavior in adolescents at SMA Swasta Raksana Medan are the process of family. Educational institutions / schools in order to get to know their students by giving equal attention to all students and provide a clear warning appears when the student misbehavior in school and enable guidance and counseling for students.

(12)

Judul : Perilaku Antisosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) adalah perilaku yang secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan serta mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial yang paling dominan. Desain penelitian adalah deskriptif komparatif. Pengambilan sample dengan menggunakan total sampling. Sample sebanyak 22 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisoner perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan yang meliputi data demografi dan pernyataan terkait perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kemudian data diolah dengan menggunakan analisa deskriptif untuk menentukan distribusi frekuensi dan persentasi serta analisis regresi linear ganda dengan metode backward untuk faktor dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan yaitu proses keluarga. Institusi pendidikan/sekolah agar lebih mengenal siswanya dengan memberikan perhatian yang sama ke seluruh siswa dan memberikan teguran yang tegas apabila muncul kenakalan siswa di sekolah serta mengaktifkan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa.

(13)

Judul : Antisocial Behavior And Factors Interfering Among Adolescents At SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRACT

Antisocial behavior (Antisocial Personal Disorder) is a persistent behavior that violates the rights of others and often illegal. They ignore the social norms and conventions, impulsive, and failed to build interpersonal commitments and work. This study aims to identify anti-social behavior and the factors - factors that influence antisocial behavior in adolescents in SMA Swasta Raksana Medan and to know the factors that influence antisocial behavior are the most dominant. The research design was comparative descriptive. Sampling using total sampling. Sample as many as 22 people. The research was conducted in April 2012. The data was collected using questionnaires antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan that includes demographic data and the related statements of antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan. Then the data were processed using descriptive analysis to determine the frequency and percentage distributions and multiple linear regression analysis with backward method for the dominant factor. The results showed that the most dominant factor influencing antisocial behavior in adolescents at SMA Swasta Raksana Medan are the process of family. Educational institutions / schools in order to get to know their students by giving equal attention to all students and provide a clear warning appears when the student misbehavior in school and enable guidance and counseling for students.

(14)

Judul : Perilaku Antisosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRAK

Perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) adalah perilaku yang secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan serta mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial yang paling dominan. Desain penelitian adalah deskriptif komparatif. Pengambilan sample dengan menggunakan total sampling. Sample sebanyak 22 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisoner perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan yang meliputi data demografi dan pernyataan terkait perilaku antisosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kemudian data diolah dengan menggunakan analisa deskriptif untuk menentukan distribusi frekuensi dan persentasi serta analisis regresi linear ganda dengan metode backward untuk faktor dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan yaitu proses keluarga. Institusi pendidikan/sekolah agar lebih mengenal siswanya dengan memberikan perhatian yang sama ke seluruh siswa dan memberikan teguran yang tegas apabila muncul kenakalan siswa di sekolah serta mengaktifkan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa.

(15)

Judul : Antisocial Behavior And Factors Interfering Among Adolescents At SMA Swasta Raksana Medan

Nama Mahasiswa : Dewi S Simanullang

NIM : 081101014

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

ABSTRACT

Antisocial behavior (Antisocial Personal Disorder) is a persistent behavior that violates the rights of others and often illegal. They ignore the social norms and conventions, impulsive, and failed to build interpersonal commitments and work. This study aims to identify anti-social behavior and the factors - factors that influence antisocial behavior in adolescents in SMA Swasta Raksana Medan and to know the factors that influence antisocial behavior are the most dominant. The research design was comparative descriptive. Sampling using total sampling. Sample as many as 22 people. The research was conducted in April 2012. The data was collected using questionnaires antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan that includes demographic data and the related statements of antisocial behavior and the factors that influence the adolescents in SMA Swasta Raksana Medan. Then the data were processed using descriptive analysis to determine the frequency and percentage distributions and multiple linear regression analysis with backward method for the dominant factor. The results showed that the most dominant factor influencing antisocial behavior in adolescents at SMA Swasta Raksana Medan are the process of family. Educational institutions / schools in order to get to know their students by giving equal attention to all students and provide a clear warning appears when the student misbehavior in school and enable guidance and counseling for students.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan pemberontakan dengan otoritas dewasa (Yusuf, 2002).

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi orangtuanya, masyarakat

bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada

situasi yang membingungkan, disatu pihak dia masih anak-anak, tetapi dipihak lain ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang

menimbulkan konflik seperti ini, seringkali menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak terkontrol bisa menjadi kenakalan. Seorang remaja dalam usahanya untuk mencari identitas diri sering membantah orang tuanya

karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orang tuanya. Menurut pendapatnya, orang tua tidak lagi

dijadikan pegangan, sebaliknya, untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat (Purwanto, 1999).

Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar

(17)

(2010) kelompok umur 15 - 19 tahun, jumlah remaja laki-laki adalah 102.566 jiwa (48,84 %) dan jumlah remaja perempuan adalah 107.423 jiwa (51,15 %) dengan jumlah total 209,989 jiwa.

Remaja pada masa perkembangannya harus memenuhi tugas-tugas perkembangan, yaitu mencapai hubungan yang baru dan matang dengan teman

sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, mencapai peran sosial maskulin dan feminin, menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif, mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya, mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi, memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja, mempersiapkan diri untuk memasuki

perkawinan dan kehidupan keluarga, mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara, menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara

sosial, memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam Hurlock, 1973).

Remaja yang dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan akan mendapatkan kepuasan. Namun tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Banyak masalah yang dialami remaja dalam memenuhi

tugas-tugas tersebut, misalnya masalah pribadi yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian

(18)

masalah-masalah tersebut adalah apa yang kemudian dikenal sebagai perilaku antisosial. Perilaku antisosial adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Merupakan kasus

yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan remaja.

Penderita perilaku antisosial adalah individu yang tidak memiliki kemampuan

untuk mengikuti norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima, seperti tidak peduli dengan peraturan yang ada ditempat tinggalnya, merebut milik orang lain dengan semaunya,

gampang marah, tidak memiliki gambaran masa depan atau tujuan hidup, kecemasan yang rendah terhadap keselamatan diri bahkan oranglain.

Gangguan perilaku antisosial, angka prevalensinya 3% pada laki-laki dan <1% pada perempuan. Lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Pola perkembangannya menghilang setelah umur 40 tahun. Penelitian Kristiyarini (2000) dengan sampel

152 remaja, memperoleh hasil penderita antisosial sebanyak 29 orang (19.07%), peneliti menyatakan bahwa angka prevalensi perilaku antisosial ini berada di

urutan ke tiga dari semua gangguan perilaku. Peneliti menunjukkan bahwa gangguan perilaku ini berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan remaja yang mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak

dengan masalah perilaku tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun sebagian besar diantara mereka setelah dewasa cenderung terlibat tindakan

(19)

Gangguan perilaku antisosial merupakan salah satu masalah kesehatan yang harus diatasi di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penelitian Yanti (2005), angka kejadian perilaku antisosial di Indonesia ada 193.155 kasus.

Dalam penelitian Maria yang mengambil data di Jakarta, menyatakan bahwa tahun 1992 tercatat 157 kasus antisosial pada remaja yaitu perkelahian pelajar.

Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2

anggota kepolisian, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban, sehingga dapat dilihat bahwa angka perilaku antisosial pada anak dan remaja

memiliki angka yang relatif tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bila tidak segera ditangani dengan intervensi yang tepat, jumlah anak dan remaja dengan gangguan perilaku antisosial akan

semakin meningkat, keadaan ini sangat merugikan remaja yang mengalaminya yaitu produktivitas menjadi menurun, sementara di era globalisasi ini masyarakat

membutuhkan remaja-remaja yang kompeten dan terampil.

Hasil penelitian Baskoro (2010) menyatakan distribusi perilaku antisosial berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut, dari jumlah total responden 37

responden yang terdiri dari 18 responden laki-laki dan 19 responden perempuan, didapatkan bahwa dari 18 responden laki-laki yang mengalami gangguan perilaku

(20)

responden (24,3%) dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial sebanyak 10 responden (27,0%). Pada laki-laki kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial hanya 0,3 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan

antisosial pada perempuan kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial 2 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial. Dari penelitian tersebut

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku antisosial dengan jenis kelamin, dimana laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Gambaran betapa banyaknya masalah yang dialami remaja masa kini yang berdampak timbulnya perilaku antisosial. Tekanan-tekanan sebagai akibat

perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat dapat menyebabkan timbulnya perilaku antisosial.

Faktor lain yang dapat menimbulkan perilaku antisosial juga dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan

anak, orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar, orangtua yang tidak menunjukkan kasih sayang, pendidikan yang didapat kurang memadai, adanya pendapat bahwa antisosial datang dari

semua kelas sosial yang ayahnya antisosial. Melihat hal ini, peneliti ingin menemukan faktor mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku antisosial

(21)

yang nakal ditiap kelas 5-10 orang. Mulai dari bolos pada jam pelajaran, melawan guru, menyontek, tawuran, melakukan perjudian di kantin sekolah, merokok, tidak

mengerjakan pekerjaan rumah, geng motor dan masih banyak lagi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang perilaku antisosial dan faktor–faktor yang mempengaruhinya

pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.

2. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana

Medan.

2. Mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan.

3. Menganalisa faktor mana yang paling dominan dari semua faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada ramaja SMA Swasta Raksana

Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Faktor manakah yang paling dominan dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan?

(22)

yang berperilaku antisosial dan remaja yang tidak berperilaku antisosial sehingga memiliki perilaku yang positif.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan jiwa dan

komunitas terutama yang berhubungan dengan gangguan perilaku antisosial pada remaja.

4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti yang

ingin melakukan penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama seperti hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja terhadap tingkat prestasi remaja di sekolah. Disamping itu hasil penelitian juga

merupakan salah satu syarat peneliti dalam menyelesaikan studi keperawatan.

4.4Instansi Pendidikan / Sekolah

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada sekolah

menengah khususnya bagi guru agar lebih mengetahui faktor penyebab dan mengantisipasi kenakalan remaja yang merupakan wujud dari perilaku antisosial

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perilaku Antisosial

1.1Pengertian Perilaku Antisosial

Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah

orang-orang paling dramatik atau orang-orang yang menunjukkan sifat-sifat yang ada dalam dirinya secara berlebihan yang ditemui klinisi dalam praktiknya. Mereka ditandai

oleh adanya riwayat tidak mau mematuhi norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima. Individu-individu dengan gangguan kepribadian antisosial cenderung memiliki riwayat

panjang untuk pelanggaran hak-hak orang lain (Widiger dan Corbitt, 1995). Robert Hare mendeskripsikan mereka sebagai “predator sosial yang menawan

hati, memanipulasi, dan menerjang apa saja dengan kejam dalam menjalani kehidupannya. Sama sekali tidak memiliki hati nurani dan empati, mereka dengan semena-mena mengambil apa saja yang mereka inginkan dan melakukan apa saja

yang mereka senangi, melanggar norma-norma dan ekspektansi sosial tanpa secuil pun rasa bersalah atau penyesalan” (Hare, 1993).

(24)

Orang dengan perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsive,

serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Walaupun perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan

depresi dibandingkan laki-laki, laki-laki lebih cenderung menerima diagnosis gangguan perilaku antisosial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991) dalam Nevid, dkk 2005.

Perilaku antisosial seringkali disebut kepribadian psikopatik yaitu, tampak hanya sedikit sekali mempunyai rasa tanggung jawab, moralitas, atau perhatian

pada orang lain. Perilaku hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri (Rahmat, 2009).

Para penderita gangguan ini memiliki ciri berikut : perkembangan moral

mereka terhambat; mereka tidak mampu mencontoh perbuatan-perbuatan yang diterima masyarakat (socially desirable behavior); kurang dapat bergaul dan

kurang tersosialisasi, dalam arti tidak mampu mengembangkan kesetiaan pada orang, kelompok, maupun nilai-nilai sosial yang berlaku, maka mereka sering bentrok dengan masyarakat (Supratiknya, 1995).

Individu dengan perilaku antisosial biasanya secara terus menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial, namun tingkah laku ini tidak sama dengan

(25)

1.2 Kriteria Perilaku Antisosial

Fitur-fitur gangguan perilaku antisosial (Durand, 2006) meliputi :

• Berumur paling sedikit 18 tahun dan telah menunjukkan pola pervasif dari

sikap tidak peduli dan pelanggaran hak-hak orang lain sejak umur 15 tahun.

• Tidak mematuhi norma-norma sosial, terbukti dari tindakan-tindakan

melanggar hukum yang dilakukannya.

• Suka memperdaya orang lain, termasuk berbohong, menggunakan

nama-nama alias, atau menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau kesenangan

• Impulsivitas atau tidak mampu membuat rencana kedepan.

• Iritabilitas atau agresivitas seperti sering ditunjukkan oleh seringnya

berkelahi atau melakukan penyerangan. • Tidak peduli pada keselamatan orang lain.

• Secara konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam

membayar tagihan.

• Tidak menyesal karena telah menyakiti orang lain.

• Ada tanda gangguan yang muncul sebelum umur 15 tahun.

• Tidak muncul secara ekslusif selama perkembangan skizofrenia atau

(26)

Ciri-ciri diagnostik dari gangguan perilaku antisosial dalam (Nevid, 2003) :

a. Paling tidak berusia 18 tahun

b. Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan

pola perilaku seperti membolos, kabur, memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, kekejaman fisik pada seseorang atau pada binatang, merusak atau

membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri atau merampok. c. Sejak usia 15 tahun menunjukkan kepedulian yang kurang dan

pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukkan oleh perilaku sebagai berikut:

1) Kurang patuh terhadap norma sosial dan peraturan hukum,

ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti merusak bangunan,

terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hukum, mencuri atau menganiaya orang lain.

2) Agresif dan sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan

orang lain, ditunjukkan dengan terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain secara berulang, mungkin termasuk

penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.

3) Secara konsisten tidak bertanggung jawab, ditunjukkan dengan kegagalan memepertahankan pekerjaan karena ketidakhadiran

(27)

kerja, dan kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan seperti gagal membiayai anak atau membayar hutang dan atau kurang dapat bertahan dalam hubungan monogami.

4) Gagal membuat perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti ditunjukkan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan atau

tujuan yang jelas.

5) Tidak menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk

mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.

6) Tidak menghargai keselamatan diri sendiri atau keselamatan orang

lain, ditunjukkan dengan berkendaraan saat mabuk atau berulang kali mengebut.

7) Kurangnya penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan

dengan ketidakpedulian akan kesulitan akan kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan atau membuat alas an untuk

kesulitan tersebut

1.3 Faktor- faktor penyebab perilaku antisosial

(Nolen, 2007) menyebutkan faktor penyebab perilaku antisosial adalah a. Kelainan genetik

(28)

Sikap agresif dihubungkan dengan tingginya kadar testosteron, kemungkinan lain dari tingginya kadar testosteron berpengaruh pada perkembangan otak fetal yang akan mendukung terjadinya agresivisme.

c. Serotonin

Rendahnya kadar serotonin menyebabkan sikap impulsif.

d. Attention deficit/hyperactivity disorder

Anak-anak yang memiliki gangguan ini akan berkembang menjadi perilaku antisosial dengan respon penolakan norma sosial dan

hukuman. e. Fungsi eksekutif

Penderita gangguan perilaku antisosial mengalami defisit pada bagian otak yang melibatkan fungsi eksekusi (perencanaan perilaku dan pengontrolan diri)

f. Arousability

Rendahnya tingkat kecemasan menyebabkan tidak takut akan situasi

bahaya yang akan menyebabkan perilaku antisosial. g. Faktor sosial kognitif

Anak dengan kecenderungan antisosial memiliki orangtua yang keras

dan sembrono, dan anak mengartikan situasi interpersonal ini sebagai jalan yang mendukung sikap agresif.

(29)

tidak konsistennya orangtua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orangtua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat

disebabkan karena kehilangan orangtua. Selain itu, ayah dari penderita antisosial kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu

yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

Menurut teori biologis, gangguan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Kelebihan kromosom Y(laki-laki), menyebabkan pola XYY bukan XY yang normal pada kromosom 23, tetapi teori ini tidak diterima.

2. Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki. 3. Adanya keabnormalan pada otak.

4. Karena kurang belajar dan perhatian yang neuropsikologis.

5. Karena faktor keturunan.

Sementara itu menurut teori psikologis, gangguan ini disebabkan oleh hal-hal

berikut:

1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis dan ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak.

2. Orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar.

(30)

5. Adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011).

1.3.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja (Sumiati, 2009) :

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson, masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus

diatasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya

perasaan akan konsistensi dalam kehidupan dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut

dari remaja.

Erikson percaya bahwa deliquensi pada remaja terutama ditandai dengan

kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka

dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada

(31)

kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif. b. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.

Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat

diterima dan tingkah laku yang tidak dapat, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal

membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai

dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Santrok (1996) menunjukkan

bahwa ternyata kontrol diri mempunyai diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja.

Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi

yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki

(32)

c. Usia

Munculnya tingkah laku antisosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua

anak yang bertingkah laku seperti hasil penelitian dari McCord(Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja

nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. d. Jenis Kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada

perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang

diperkirakan 50 kali lipat daripada geng remaja perempuan. e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang

rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai

mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Umumnya remaja ini memiliki intelektual dan prestasi yang rendah.

f. Proses Keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.

(33)

memanjakan anak dapat mempengaruhi anak menjadi nakal,karena kebiasaan orang tua yang selalu mengabulkan permintaan anaknya. Sikap orang tua yang kurang memberi kasih sayang, juga akan mengakibatkan

anak sering melakukan tingkah laku yang menyimpang dari aturan-aturan dan menentang orang tua, karena anak ingin mendapatkan perhatian dari

orang tuanya. Pola asuh yang tak konsisten, kadang permisif, kadang otoriter secara tidak langsung melatih anak menjadi antisosial. Orangtua

sekarang bilang boleh besok tidak boleh tanpa alasan jelas. Akibatnya

anak akan membuat rencana sendiri untuk mengelabui orangtuanya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekanya (dalam

Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam

menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stres yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan.

Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

g. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak

(34)

lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

Kelompok teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan,

minat maupun tingkah laku anak, kadang-kadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Anak dan remaja biasanya akan selalu berusaha

memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya. Hal ini dilakukan hanya karena alasan solidaritas atau kesetiakawanan serta kekompakan.

h. Kelas sosial ekonomi

Adanya kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari

kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal diantara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003).

Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas social rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat.

Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan antisocial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas

social yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan

(35)

i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan

remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.

Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Remaja yang hidup di atas binaan orang-orang jahat (lingkungan preman, bandar narkoba,

perampok dan lain-lain) juga dapat menimbulkan perilaku antisosial.

Selain itu, lingkungan masyarakat yang kurang menentu bagi prospek kehidupan yang akan datang, seperti masyarakat yang penuh spekulasi, korupsi, manipulasi, gossip, isu-isu negatif, perbedaan yang terlalu

mencolok antara sikaya dan simiskin, perbedaan kultur, ras dan adat. Bisa juga karena memang mereka.

2. Remaja

2.1 Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia

(36)

umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. Hampir sama dengan isi UU Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak

perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.. WHO mendefenisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial

ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sumiati dkk, 2009).

Santrock (2003) memberikan batasan usia remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir

(17-17 tahun).

2.2 Karakteristik Masa Remaja

Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam

menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini, seorang remaja akan :

a. Menilai rasa identitas pribadi

(37)

c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh d. Memulai perumusan tujuan okupasional

e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga

Hurlock(1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah: a. Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena

memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.

b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu

perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa

meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas

(38)

kebanyakan orang. Ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat

dipercaya, cenderung berperilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit,

karena peran orangtua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orangtua dengan remaja serta membuat

jarak diantara keluarga.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik

dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang diharapkan.

g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Usia belasan yang terus berjalan, membuat remaja semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia

(39)

3. Perubahan Pada Remaja 3.1 Perubahan Fisik

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis, di

masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat pematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormone kortikotrop berfungsi

mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan

pertumbuhan(Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut menurut Atwater (1992) adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosterone menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai

tanda kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya

rambut-rambut halus sekitar kemaluan, ketiak dan muka.

Kematangan seksual pada remaja putri ditandai dengan perkembangan rambut pubis dan payudara. Dimulai dari umur 8 – 9 tahun, rambut pubis masih jarang,

halus, tipis dan payudara naik sedikit, diameter areola bertambah. Hingga sampai pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa yaitu segitiga

daerah genital dan menyebar ke tengah paha, sejalan dengan perkembangan payudara sudah mature (rancangan puting dan areola masuk dalam kontur). Hampir sama dengan kematangan seksual pada remaja putra, ditandai dengan

(40)

perkembangan testis ditandai dengan pembesaran skrotum, pink. Hingga sampai pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa, ukuran penis dan testis sama seperi dewasa. (SMR= Sexual Maturity Rating From Tanner JM:

Growth at adolescence, 2nd ed. Oxford.) dalam Sumiati (2009).

3.2 Perubahan Emosional

1. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan

fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi laki-laki dan perempuan terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan pada masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan

– keadaan itu (Hurlock, 1992). 2. Pola Emosi Pada Remaja

Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tau, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan

emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak,

melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1992).

3. Kematangan Emosi

(41)

masa remaja mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan emosi secara ekstrem dan mampu mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dengan cara yang dapat diterima masyarakat maka remaja

dikatakan mencapai kematangan emosi dan memberikan reaksi emosi yang stabil (Hurlock, 1999).

Remaja yang ingin mencapai kematangan emosi harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya

dengan orang lain, ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya dengan cara latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja,

tertawa atau menangis (Hurlock, 1992).

Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:

a. Tidak bersikap kekanak-kanakan

Artinya, remaja bisa memahami dan mengendalikan emosinya,

menanamkan sifat disiplin dalam hal pekerjaan dan kehidupan sosial, berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, fokus dalam mengambil keputusan dan berpikir dengan cermat tentang baik atau buruknya suatu

pilihan.

b. Bersikap rasional

(42)

jelas yang membuat individu menjadi tidak efektif bahkan bisa menjadi depresi.

c. Bersikap objektif

Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.

d. Dapat menerima kritikan, pendapat, argumentasi, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau

tidak sesuai dengan kata lain remaja harus memiliki sifat terbuka.

e. Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan yaitu menerima

semua resiko dari apa yang ia telah perbuat.

f. Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi yaitu, berusaha untuk mengatasi sendiri suatu masalah tanpa mengeluh dan mengharapkan

bantuan kepada orang lain.

3.3 Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan

lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada (Hurlock, 1992). Monks dkk (1999) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu:

• Memisahkan diri dari orangtua

Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud

(43)

• Menuju ke arah teman sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman

sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki.

Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal

minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari

tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian

baru. Yang paling penting dan tersulit adalah penyesuaian terhadap hal-hal berikut::

a. Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, sehingga dapat dimengerti bahwa pengaruh

teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada keluarga.

b. Perubahan Dalam Perilaku Sosial

Perubahan yang paling menonjol dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial adalah hubungan heteroseksual. Dari tidak

(44)

dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik dan kompetensi sosial remaja makin besar.

c. Pengelompokan Sosial Baru

Pada awal masa remaja minat individu beralih dari kegiatan bermain yang melelahkan menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan

kurang melelahkan. Pengelompokan sosial yang paling sering terjadi selama masa remaja adalah kelompok teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.

d. Nilai Baru Dalam Memilih Teman

Remaja mengiginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama,

yang dapat mengerti dan membuatnya merasa nyaman serta dapat dipercaya.

e. Nilai Baru Dalam Penerimaan Sosial

Remaja memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak anggota-anggota kelompok sebaya. Nilai ini didasari pada nilai kelompok sebaya yang

digunakan untuk menilai anggota. Remaja akan segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.

f. Nilai Baru Dalam Memilih Pemimpin

Pada umumnya remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifat-sifat

(45)

pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat (Hurlock, 1992).

3.4 Tugas Perkembangan Remaja

Setiap tahap perkembangan akan mendapat tantangan dan kesulitan-kesulitan

yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua dan membentuk identitas untuk tercapainya

integrasi diri dan kematangan pribadi(Soetjiningsih, 2004).

Tugas perkembangan masa remaja menurut Soetjiningsih (2004)

1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin

2. Memperoleh peranan sosial

3. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif 4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua

5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri 6. Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan

7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga

8. Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral

(46)

2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin

3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi

6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja

7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga 8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk

tercapainya kompetensi sebagai warga negara

9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan

secara sosial

10.Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku

3.5 Perkembangan psikososial remaja

(Depkes RI, 2001) dan (Santrock, 1993) menyatakan bahwa perkembangan

psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan(15-16 tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut ini ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya

terhadap remaja dan efeknya terhadap orangtua.

3.5.1 Perkembangan psikososial remaja awal

(47)

fisik, psikis maupun social (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan krisis yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu

perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993)

3.5.2 Perkembangan psikososial remaja pertengahan

Remaja pertengahan terjadi di usia 15-16 tahun. Remaja pada tahap ini lebih mudah untuk diajak kerjasama, berpikir secara independen dan

membuat keputusan sendiri dengan menolak campur tangan orangtua dan tidak mudah terpengaruh lagi oleh teman. Pada masa ini remaja mulai

bereksperimen dengan pengalaman baru (merokok, alkohol, NAPZA), lebih bersosialisasi dengan membina hubungan dekat, membangun nilai/norma dan moralitas dengan mempertanyakan nilai/norma yang

diterima dari keluarga, lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman daripada keluarga, mulai berpacaran tetapi belum serius, intelektual lebih

berkembang dan mampu berpikir abstrak. 3.5.3 Perkembangan psikososil remaja akhir

Pada tahap ini, remaja memasuki era yang lebih ideal dari tahap

sebelumnya atau dapat dikatakan hampir siap untuk menjadi orang dewasa yang mandiri. Periode ini terjadi pada usia 17-19 tahun. Remaja mulai

(48)

hidup mandiri baik bidang finansial maupun emosional. Status hubungan pacaran dalam periode ini lebih serius dan stabil.

3.5.4 Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial a. Perkembangan yang normal

Perkembangan remaja yang normal akan berhasil menemukan identitas

diri yang akan menunjukkan sikap-sikap yang positif. Remaja akan mampu merencanakan masa depannya, menilai diri secara obyektif, berpikir positif tentang dirinya, mampu berinteraksi dengan

lingkungan, bertanggung jawab serta mandiri. b. Perkembangan yang menyimpang

Perkembangan remaja yang tidak normal atau mengalami penyimpangan akan menimbulkan efek kebingungan dalam peran. Dicerminkan dalam perilaku tidak mampu mengidentifikasi kelemahan

dan kekuatannya, tidak memiliki rencana masa depan, memiliki perilaku antisosial, tidak mampu berinteraksi, memiliki konsep diri

(49)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian untuk mengidentifikasi perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja. Peneliti hanya akan meneliti variabel faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kenakalan

remaja, yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadapan pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya,

kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti Faktor- faktor yang

pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

- Proses Keluarga

- Pengaruh teman sebaya - Kelas sosial ekonomi - Kualitas lingkungan

sekitar tempat tinggal

Remaja SMA Perilaku

(50)

2. Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

individu yang terwujud dalam sikap, baik badan atau ucapan dalam hal ini tidak mau mematuhi norma-norma sosial, melakukan

pelanggaran hak-hak orang lain serta melanggar hukum

Hal- hal yang termasuk dalam faktor- faktor yang

mempengaruhi perilaku antisosial terkait kenakalan remaja yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadapan

(51)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

komparatif yaitu untuk mengkaji perbandingan perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa SMA Raksana Swasta Medan yaitu sebanyak 951 orang.

2.2 Sampel

Setelah dilakukan identifikasi perilaku antisosial pada 112 siswa yang dipilih

secara acak dari populasi sebanyak 951 siswa, diperoleh siswa yang antisosial sebanyak 22 orang. Maka pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan komponen yang sangat penting dalam

mendukung terlaksananya penelitian dan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian itu sendiri. Lokasi penelitian yang akan digunakan adalah SMA Raksana Swasta Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena

(52)

pada remaja belum pernah dilakukan. Waktu penelitian berlangsung pada bulan April 2012.

4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan serta prosedur penelitian yang dilakukan. Lembar persetujuan menjadi responden sebagai bukti kesediaannya sebagai sampel dalam

penelitian. Dalam hal ini responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Peneliti akan merahasiakan identitas responden yang sudah

dilampirkan di lembar persetujuan responden. Jika responden bersedia diteliti maka harus terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak diteliti maka peneliti tidak dapat memaksa dan tetap menghormati

hak-hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden (anonymity) pada lembar pengumpulan data yang

diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan (confidentiality) informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai

hasil penelitian (Nursalam, 2003).

5. Instrumen Penelitian

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari tiga bagian, yang pertama kuesioner yang berkaitan dengan data demografi responden yang terdiri dari 5 pernyataan

(53)

dan umur akan dianalisis karena termasuk dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial.

Bagian kedua yaitu kuisioner yang berisi tentang pernyataan-pernyataan yang

mengidentifikasi penderita yang termasuk antisosial dan yang tidak termasuk penderita antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kuisoner ini

terdiri dari 14 pernyataan yang peneliti kembangkan dari (Durand, 2006) dan (Nevid, 2003) yaitu kriteria perilaku antisosial. Kuisioner berupa pernyataan dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak (dichotomy). Untuk jawaban Ya diberi nilai

2 dan untuk jawaban Tidak diberi nilai 1, sehingga didapat nilai tertinggi adalah 28 dan nilai terendah adalah 14.

Bagian ketiga yaitu kuisioner yang berisi tentang pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan. Kuisoner ini terdiri dari 21 pernyataan yang

peneliti kembangkan dari Sumiati (2009) yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja. Empat

pernyataan untuk faktor kontrol diri, empat pernyataan faktor proses keluarga, empat pernyataan pengaruh teman sebaya, tiga pernyataan faktor identitas, dua pernyataan faktor kelas sosial ekonomi, tiga pernyataan faktor lingkungan, tiga

pernyataan faktor harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai dari sekolah. Bentuk pernyataan negatif dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak (dichotomy).

(54)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2008). Uji validitas

pada penelitian ini menggunakan validitas internal rasional (content validity) yang disusun mengacu pada isi yang dikehendaki yang dilakukan oleh ahli dalam

penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan kuisioner kepada salah satu dosen keperawatan yang berkompeten dalam bidangnya. Kemudian dilakukan pengecekan terkait isi dari instrument.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan

(Nursalam, 2008). Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada sampel yang memenuhi kriteria seperti responden sebanyak 10 orang. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data, responden untuk uji

realibilitas harus memiliki karakteristik yang sama dengan responden untuk peneliti, namun tempatnya berbeda. Respoden adalah siswa SMA Swasta Darma

Pancasila Medan. Untuk instrumen baru akan realibel jika memiliki reliabilitas lebih dari 0.70 (Polit & Hungler, 1999). Uji reliabilitas ini menggunakan rumus K-R 20, karena jumlah soal kuisioner ganjil (Arikunto, 2010). Berdasarkan uji

reliabilitas yang telah dilakukan untuk kuisioner faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial diperoleh hasil 0.87 sehingga instrumen

(55)

7. Pengumpulan Data

Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU dan mengirimkan surat izin ke SMU Swasta Raksana

Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari SMU Swasta Raksana Medan, peneliti melakukan pengumpulan data.

Peneliti akan menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat sebagai responden. Peneliti menjelaskan bahwa instrumen penelitian terdiri dari

kuesioner data individu yang berisi nama (inisial), kelas, umur, jenis kelamin dan kuesioner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada

remaja. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang

tidak dimengerti. Selanjutnya seluruh data dikumpul untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap dimulai dengan editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua pernyataan telah diisi

sesuai petunjuk, kemudian coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada lembar observasi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan

(56)

Metode statistik deskriptif yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pengolahan data untuk faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada

remaja SMA disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel. Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik deskriptif

dengan menentukan proporsi jumlah frekuensi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja SMA Swasta Raksana Medan.

Untuk mengetahui faktor dominan penyebab perilaku antisosial, metode statistik yang digunakan adalah regresi linear ganda dengan metode backward.

(57)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang perilaku antisosial dan faktor – faktor yang mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta

Raksana Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari April 2012 sampai dengan Mei 2012 dengan jumlah responden sebanyak 22 orang.

Selain menguraikan tentang perilaku antisosial dan faktor – faktor yang

mempengaruhinya pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan, dalam bab ini juga dijabarkan deskripsi karakteristik responden.

1.1Karakteristik responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Siswa di SMA Swasta Raksana Medan yang berperilaku antisosial dan tidak berperilaku antisosial pada April-Mei 2012

Perilaku Siswa Frekuensi Persentase (%)

Berperilaku antisosial 22 19,6

(58)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa di SMA Swasta Raksana Medan dengan perilaku antisosial pada April-Mei 2012 (n=22).

Data Demografi Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 15 68,2

Perempuan 7 31,8

Agama

Islam 7 31,8

Kristen protestan 9 40,9

Khatolik 1 4,5

Hindu 3 13,6

Budha 2 9,1

Suku

Batak 10 45,5

Jawa 3 13,6

Melayu 2 9,1

Minang 1 4,5

Lain-lain 6 27,3

Kelas

X 6 27,3

XI IPA 5 22,7

XI IPS 11 50

Usia

(59)

17 tahun (Remaja akhir) 10 45,5 (Mean= 16,5 ; SD= 0,51)

Jumlah responden yang tergolong berperilaku antisosial dalam penelitian ini adalah 22 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup

jenis kelamin, umur, agama, suku, dan kelas. Dari data yang diperoleh bahwa usia siswa yang paling muda yaitu 16 tahun dan yang paling tua 17 tahun dengan nilai

mean 16,5. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 orang (68,2 %). Jumlah agama Kristen protestan lebih banyak dari yang lainnya yaitu 9 orang (40,9 %) dan agama Islam di urutan ke dua yaitu 7 orang (31,8 %).

Suku yang paling banyak adalah suku batak dengan jumlah 10 orang (45,5 %) dan mayoritas berasal dari kelas XI IPS sebanyak 11 orang (50 %).

1.2 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Antisosial Pada Remaja Di SMA Swasta Raksana Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja di SMA Swasta Raksana Medan ada 9 faktor

yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Siswa di SMA Swasta Raksana Medan yang
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik  Siswa di SMA Swasta Raksana
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Jawaban Responden Tentang
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tulisan ini pun memiliki tiga tujuan, yaitu pertama mampu mengidentifikasi berbagai motif dan minat remaja dalam menonton tayangan televisi.Kedua

Here we propose that human observational learning can be explained by two previously uncharacterized forms of prediction error, observa- tional action prediction errors (the

PROPOSAL KARYA TUGAS AKHIR PENYUTRADARAAN FILM TELEVISI.

actions? ii Do we in fact settle on any one? Our inquiry is focused through the two analytic lenses of convergence of beliefs and convergence of actions ᎏ either in frequency or,

Pihak Pertama pada tahun 2014 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan. sesuai lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja

Prosentase penyampaian relaas, pbt dan penyitaan tepat waktu dan

Arsitektur rumah Betawi dikawasan Batu Ampar telah memiliki empat jenis rumah adat Betawi. Seperti,Rumah panggung, rumah bapang / kebaya, rumah Joglo, dan

Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan dan menerangkan kinerja