• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi input produksi budidaya dalam pendederan ikan gurame Osphronemus gouramy di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi input produksi budidaya dalam pendederan ikan gurame Osphronemus gouramy di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI BUDIDAYA DALAM

PENDEDERAN IKAN GURAME Osphronemus gouramy DI DESA PETIR

KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

MOCHAMAD KURNIAWAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

vii

ABSTRAK

MOCHAMAD KURNIAWAN. Optimalisasi Input Produksi Budidaya Dalam Pendederan Ikan Gurame Osphronemus gouramy di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Dibimbing Oleh Iis Diatin dan Yani Hadiroseyani. Peningkatan produksi ikan gurame khususnya pendederan di wilayah Desa Petir setiap tahun mengalami pasang surut. Tujuan penelitian ini untuk menerapkan teknis produksi pendederan ikan gurame yang optimal dan analisis finansial untuk menghasilkan keuntungan optimal. Metode yang digunakan berupa studi kasus dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan metode analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis finansial. Pendugaan efisiensi penggunaan input didapatkan input yang optimal adalah 42 ekor/m2 untuk benih, 0,525 kg/m2 untuk urea, 0,021 kg/m2 untuk kapur, 0,915 kg/m2 untuk postal dan 0,329 untuk tepung pelet. Analisis usaha pendederan ikan gurame pada kondisi optimal adalah R/C 1,78, Pay Back Period 0,58 tahun, Break Even Point sebesar Rp 16.605.224 dan 11.319 ekor. Analisis kriteria investasi dengan skenario optimal sewa lahan kepadatan 42 ekor/m2 merupakan skenario yang paling baik dengan nilai NPV sebesar 175.102.279, Net B/C 6,81 dan IRR sebesar 144%. Analisis sensitivitas dengan merubah harga benih sebesar 20% menunjukkan bahwa usaha masih layak untuk dijalankan.

Kata Kunci : Optimalisasi Input Produksi, Budidaya Pendederan, Ikan Gurame ---

ABSTRACT

MOCHAMAD KURNIAWAN. Optimizing Inputs On Gurame Fish Nursery Farming Production Osphronemus gouramy in Village Petir Subdistrict Dramaga Regency Bogor. Supervised by Iis Diatin and Yani Hadiroseyani

Increased production of gurame, especially in the area the Petir Village every year have ups and downs. The purpose of this study to apply the technical production of gurame to optimalization nursery and financial analysis to generate optimal profits. Method used is a case study with intake sample method in the form of purposive sampling. Data Analyse use Cobb-Douglas method and finansial analysys. Estimation of efficiency of input use the optimal input obtained is 42 ekor/m2 for fish seed, 0,525 kg/m2 for urea, 0,021 kg/m2 for lime, 0,915 for postal and 0,329 kg/m2 for flour pellets. Analyse the production of gurame at optimal condition is R/C 1,78, Pay Back Period 0,58 year and break Even Point to Rp 16.605.224 and 11.319 fish seed. Investment analysis criteria with third scenario represent best scenario with value NPV equal to 175.102.279, Net B/C 6,81 and IRR equal to 144 %. Sensitivity analysis by changing the fish seed gurame price by 20% shows that the business is still viable to run.

(3)

iii

OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI BUDIDAYA DALAM

PENDEDERAN IKAN GURAME Osphronemus gouramy DI DESA PETIR

KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

MOCHAMAD KURNIAWAN

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

ii

PERNYATAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

OPTIMALISASI INPUT PRODUKSI BUDIDAYA DALAM

PENDEDERAN IKAN GURAME Osphronemus gouramy DI DESA PETIR

KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

MOCHAMAD KURNIAWAN

(5)

iv Judul skripsi :

Nama Mahasiswa : Mochamad Kurniawan Nomor Pokok : C14061348

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Iis Diatin, MM Ir. Yani Hadiroseyani, MM Nip. 19630908 199002 2 001 Nip. 19600131 198603 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc Nip. 19591222 198601 1 001

Tanggal Lulus :

(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini telah diselesaikan. Penelitian dengan judul “Optimalisasi Input Produksi Budidaya Dalam Pendederan Ikan Gurame Osphronemus gouramy di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor” ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 sampai April 2011.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Iis Diatin, MM, Ir. Yani Hadiroseyani, MM selaku dosen pembimbing dan Yuni Puji Hastuti, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Karyasalemba 4 yang telah memberikan bantuan beasiswa, DPKHA IPB, para responden pembudidaya ikan gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, kakak, rekan-rekan BDP 43, 44, serta rekan-rekan-rekan-rekan seperjuangan atau satu organisasi yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca untuk melakukan usaha budidaya ikan gurame.

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mochamad Kurniawan dan dilahirkan di Bogor tanggal 11 Mei 1989 serta merupakan anak ke 5 dari 7 bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah SMA Negeri 6 Bogor dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama di tingkat awal penulis memilih program Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya serta minor Pengembangan Usaha Agribisnis.

Selama masa perkuliahan penulis aktif diberbagai macam organisasi intra maupun ekstra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya adalah menjadi Ketua Komisi C DPM TPB IPB, Ketua Rohis Aquaculture’43, Staff Div HRD Forum Keluarga Muslim FPIK IPB 2007/2008, Kordinator Fund Rishing Bogor Nasheed Centre, Wakil Ketua Fosma (Forum Silaturahmi Mahasiswa) Bogor Alumni ESQ Way 165 2008/2009, Kepala Divisi Olahraga dan Seni Fosma ESQ Way 165 Komisariat IPB 2008/2009, Kordinator Divisi PSDM JPRMI Bogor Barat, Ketua Ikatan Alumni Muslim At-Tarbiyah SMAN 6 Bogor, Pembina IREMA, Event Organizer FOR US (Forum Untuk Semua), Syakaa Organizer, Kesekretariatan IMAGO (Yayasan Inspirasi Muda Bogor) dan DPD PPNSI (Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia) Kota Bogor.

(8)

viii 2.2 Metode Penelitian ………... 2.3 Jenis dan Sumber Data ………... 2.4 Metode Pengambilan Sampel ………. 2.5 Metode Analisis Data ………...………..

2.5.1 Analisis Fungsi Produksi ………... 2.5.2 Analisis Finansial ……….. 2.5.2.1 Analisis Usaha ………... 2.5.2.2 Analisis Kriteria Investasi ……….… 2.5.3 Analisis Sensitivitas ……….. 2.6 Batasan dan Pengukuran ……….

4

III.HASIL DAN PEMBAHASAN ………...

(9)

ix 3.5.2 Analisis Ekonometrik ………..

3.5.3 Kriteria Ekonomi ……….. 3.6 Analisis Optimalisasi Penggunaan Input ………....… 3.7 Analisis Finansial ……….... 3.7.1 Analisis Usaha ……….... 3.7.2 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas …….…….

30 32 33 35 36 38

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………..

4.1 Kesimpulan ………..……... 4.2 Saran ………...

45 45 45

DAFTAR PUSTAKA ……….. 46

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Berdasarkan Kebutuhan Pada

Beberapa Komoditas Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009 ……. 2

2. Jumlah Penduduk Desa Petir Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ………... 14

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2010 ………...… 15

4. Sarana dan Prasarana Desa Petir Tahun 2010 ………... 15

5. Perbandingan Padat Tebar Gurame ……….……. 21

6. Rata-rata Input dan Output Produksi Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga……….. 27

7. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir ……… 29

8. Nilai Toleransi dan VIF untuk Setiap Variabel Input ………...… 31

9. Nilai NPM, Input dan Output yang Optimal, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir 33 ……… 10. Kenaikan Biaya Investasi, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Penerimaan, dan Keuntumgan Usaha Pendederan Ikan Gurame di Desa Petir per m2 36 Kondisi Aktual dan Optimal ………. 11. Analisis Pendapatan Usaha (Laba Rugi) ………..……… 37

12. Kriteria Investasi Pada Skenario 1 ………..……….. 40

13. Kriteria Investasi Pada Skenario 2 ………..……….. 41

14. Kriteria Investasi Pada Skenario 3 ………..……….. 41

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor………..…... 13 2. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Padat Tebar Gurame di

Desa Petir, Kecamatan Dramaga ……….. 16 3. Saluran Outlet (a) dan Kemalir dalam Kolam Pendederan Gurame di

Desa Petir (b)……….………... 18

4. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Kapur di Desa Petir, Kecamatan Dramaga ………... 19 5. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Urea (a) dan

Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan TSP (b) ………... 20 6. Benih Gurame (a) dan Proses Aklimatisasi (b) ……….…... 21

7. Postal ………...……….. 23

8. Grafik Korelasi Antara Jumlah Benih Gurame dengan Postal di Desa Petir, Kecamatan Dramaga ………...

23 9. Grafik Korelasi Antara Jumlah Benih Gurame dengan Tepung Pelet di

Desa Petir, Kecamatan Dramaga ……….. 24 10. Hasil Panen Gurame ……..………...

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Produksi Benih Ikan Menurut Kecamatan Kabupaten Bogor …...

49 2. Karakteristik Responden Pembudidaya Pendederan Ikan Gurame Desa

Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ………... 50 3. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga dan Nilai Beli Produksi Per

Musim Tanam Pada Usaha Pendederan Gurame, Desa Petir ………… 51 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat

Terkecil…... 54 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and

Service Solution ………. 54

6. Grafik Normal P-Plot Regression Of Output ……… 59 7. Grafik Scaterploot………..

59 8. Contoh PerhitunganInput Produksi Optimal ………

60 9. Nilai Investasi dan Penyusutan Pada Usaha Pendederan Gurame dalam

Kondisi Aktual di Desa Petir Tahun 2011 ………. 62 10 Nilai Investasi dan Penyusutan Pada Usaha Pendederan Gurame dalam

Kondisi Optimal di Desa Petir Tahun 2011 ………. 62 11. Analisis Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Aktual dan Optimal

Tahun 2011 ………. 63

12. Penghitungan Analisis Usaha Pada Kondisi Aktual dan Optimal Pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir Luas Lahan 883 m2 ……….. 64 13. Kenaikan Harga Benih Berdasarkan Tahun ……… 65 14. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal 42

ekor/m2

66 dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Desa Petir Tahun 2011 ………. 15. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal Teknis

25 ekor/m2

67 dengan Skenario 2 (Lahan Milik Sendiri) di Desa Petir Tahun 2011 ………...……….. 16. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal 42

ekor/m2 dengan Skenario 3 (Lahan Sewa) di Desa Petir Tahun 2011 … 68 17. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal Teknis

25 ekor/m2 dengan Skenario 4 (Lahan Sewa) di Desa Petir Tahun 2011 69 18. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal 42

ekor/m2

(13)

xiii 19. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal Teknis

25 ekor/m2

71 , Skenario 2 dengan Asumsi Kenaikan Harga Benih 20 % di Desa Petir Tahun 2011 ……… 20. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal 42

ekor/m2

72 , Skenario 3 dengan Asumsi Kenaikan Harga Benih 20 % di Desa Petir Tahun 2011 ……… 21. Chash Flow Usaha Pendederan Gurame Pada Kondisi Optimal 25

ekor/m2

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan ikan bagi penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 10,5 juta ton atau hampir dua kali lipat dari potensi stok ikan laut Indonesia saat ini. Berdasarkan data FAO (2009) dalam Suhana (2010) produksi ikan nasional pada tahun 2006 hanya mencapai sekitar 6,2 juta ton dan pencapaian produksi yang ditargetkan hingga tahun 2010 pun masih belum dapat terealisasi. Menurut Suhana (2010) perikanan budidaya untuk mencapai produksi ikan nasional sampai 350% yang dicanangkan oleh KKP, hendaknya dilakukan dengan mengkaji ulang arah dan kebijakan berdasarkan pendekatan peningkatan produksi ikan. Peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan oleh KKP (2010) untuk komoditas ikan air tawar yakni ikan gurame ditargetkan meningkat sebanyak 127% terhitung dari tahun 2009-2014.

Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti penerapan teknologi, pembinaan cara budidaya yang efektif, serta pendampingan program terpadu disetiap wilayah seperti yang diterapkan di Kabupaten Bogor. Perikanan yang berkembang pada Kabupaten Bogor hanya merupakan Perikanan Budidaya Darat atau budidaya air tawar baik pada kolam-kolam maupun perairan umum. Potensi terbesar untuk budidaya air tawar pada Kabupaten Bogor terletak pada kolam air tenang dengan komoditas ikan gurame, lele, mas, nila, patin dan lain-lain. Penyebaran produksi benih di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 menyebar secara merata (Lampiran 1).

(15)

2 Tabel 1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Berdasarkan Kebutuhan Pada

Beberapa Komoditas Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009

Jumlah 744.600 847.112,06 13.77

Sumber : Disnakan, 2009

Pencapaian produksi ikan gurame khususnya untuk kegiatan pendederan di wilayah Desa Petir setiap tahun mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan sebagian para pembudidaya beralih profesi menjadi petani palawija dan buruh tani. Oleh karena itu, maka perlu adanya peningkatan kembali produksi gurame pada kegiatan pendederan di wilayah Desa Petir. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan cara budidaya dari tradisional menjadi semi intensif ataupun intensif. Untuk menuju kearah tersebut perlu dilakukan kegiatan budidaya secara optimal dengan mengoptimalkan penggunaan input faktor produksi budidaya. Aspek penggunaan input produksi dapat mempengaruhi output yang dihasilkan. Beberapa hal yang seringkali terjadi dalam kegiatan pendederan gurame terutama untuk para pembudidaya di wilayah Desa Petir meliputi keterbatasan dana, pengelolaan yang masih sederhana, belum mampu mengatur kolam untuk kesinambungan ketersedian produksi ikan dan keterampilan teknis yang rendah.

(16)
(17)

4

II.BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai optimalisasi input produksi budidaya dalam pendederan ikan gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ini adalah berupa studi kasus. Penelitian dengan studi kasus ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. Metode studi kasus ini merupakan metode yang tepat untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan di daerah yang diteliti. Sehingga diharapkan dapat diterapkan manajemen budidaya yang efektif. Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan gurame secara monokultur di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jumlah pembudidaya sebanyak 16 orang.

2.3 Jenis dan Sumber Data

(18)

5 penggunaan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan budidaya. Data sekunder merupakan data penunjang dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh berdasarkan informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Kantor Desa Petir, dan literatur-literatur. Untuk data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data monografi Kabupaten Bogor dan data produksi perikanan Kabupaten Bogor.

2.4 Metode Pengambilan Sampel

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan penentuan sampel dengan mempertimbangkan

kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun dalam penentuan sampel telah terpilih sebanyak 16 orang yang merupakan pembudidaya di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sampel yang diambil memenuhi kriteria seperti berpengalaman budidaya minimal satu tahun, melakukan budidaya secara monokultur dan melakukan usaha pendederan gurame mulai dari ukuran kuaci (2-2,5 cm) sampai menghasilkan benih ukuran korek (10-11 cm).

2.5 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan data yang telah dikumpulkan mengenai objek permasalahan yang diterapkan kedalam bentuk yang mudah diinterpretasikan. Informasi dan data yang telah terkumpul setelah ditabulasikan kemudian dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi produksi model Cobb-Douglas dan analisis finansial.

2.5.1 Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pendederan gurame dengan penggunaan faktor produksi yang meliputi benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas ini adalah sebagai berikut :

(19)

6

= Tenaga Kerja (Jam Kerja)

3 = TSP (kg) u = Kesalahan

X4 = Kapur (kg) e = Logaritma natural, e = 2,718

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut diubah kedalam bentuk linear dengan regresi berganda, persamaan tersebut menjadi :

LnY = ln a + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 + b7lnX7 ...(2)

Elastisitas produksi digunakan untuk adanya perubahan dari produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan. Nilai bi

1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing faktor produksi (X

pada fungsi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut :

i

H

) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :

0 : bi = 0 (faktor produksi (Xi) tidak berpengaruh terhadap produksi (Y)) H1 : bi ≠ 0 (faktor produksi (Xi) berpengaruh terhadap produksi (Y)) thitung = (bi – 0)/Sbi

Keterangan : Sbi = standard error dari b bi

- Jika t

= koefisien regresi

hitung < ttabel , maka H0 diterima, artinya Xi

- Jika t

tidak berpengaruh nyata terhadap Y.

hitung > ttabel , maka H0 ditolak, artinya Xi

2) Uji statistik f (uji simultan), digunakan untuk mengetahui faktor produksi (X

berpengaruh nyata terhadap Y.

i

H

) secara bersama mempengaruhi output (Y). Hipotesis yang diuji adalah

0 H

(20)

7

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual

n = Jumlah Sampel k = Jumlah Variabel

hitung < Ftabel, maka terima H0

- Jika F

, artinya faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi pada selang kepercayaan tertentu.

hitung > Ftabel, maka tolak H0

Untuk menguji ketepatan pada analisis fungsi produksi dilakukan uji lanjutan yakni analisis statistik dan dilakukan pula analisis ekonometrik. Adapun fungsi dari analisis ekonometrik adalah untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi (Santoso, 2000).

Normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi yaitu nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas

Multikolinearitas adalah permasalahan dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Cara yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang memiliki korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi disekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso, 2000).

Bila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas merupakan masalah yang terjadi pada model regresi jika terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan :

, artinya faktor produksi secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi pada selang kepercayaan tertentu.

a) Menggunakan Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas.

(21)

8 b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan

heteroskedastisitas.

Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan 8 maka :

< 1, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambahkan

maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.

1 + b2 + b3 + b4

c. Jika b

= 1, maka usaha berada dalam keadaan constant return to scale, dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan.

1 + b2 + b3 + b4

Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu :

Π = TR – TC atau pendederan ikan gurame dapat tercapai pada saat turunan

pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu :

Π = P

> 1, maka usaha berada dalam keadaan increasing return to scale, dimana proporsi penambahan output yang digunakan akan lebih besar dari penambahan proporsi input.

(22)

9

2.5.2 Analisis Finansial

Analisis finansial merupakan analisis yang dilakukan pada suatu proyek yang dapat ditinjau dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam proyek tersebut. Bagian dari analisis finansial yakni analisis usaha dan analisis kriteria investasi.

2.5.2.1Analisis Usaha

Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung (Rahardi et al., 1998). Analisis usaha terdiri dari analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis payback period (PP), dan analisis break even point (BEP).

a. Analisis Pendapatan Usaha

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat didalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil

usaha. Secara matematis konsep pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Π = ………….……… (6)

Keterangan :

Π = Pendapatan (Rp per panen)

Y = Total Produksi (ekor per panen)

Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit)

Py = Harga persatuan output (Rp)

Pyi = Harga persatuan input (Rp)

Py.Y = Penerimaan total (Rp) Px.ΣXi = Biaya Total (Rp)

b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu apakah cukup menguntungkan atau tidak. Secara matematis analisis biaya imbangan dirumuskan sebagai berikut :

R/C = ………... (7)

Keterangan :

TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp)

TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp)

(23)

10 - R/C > 1, usaha menguntungkan

- R/C = 1, usaha impas - R/C = 1, usaha rugi

c. Payback period (PP)

Payback period merupakan lama waktu yang dibutuhkan proyek atau usaha untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar pengeluaran awal. Metode payback period menurut Martin, et al. (1991) secara sistematis dinyatakan dalam rumus berikut:

Payback Period =

d. Analisis Break Event Point (BEP)

Break Event Point merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan output

produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi Break Event Point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan serta dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki. Menurut Martin, et al. (1991) BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis seperti ini:

BEP (Nilai Produksi) = ………..………… (8)

BEP (Volume Produksi) = ……….. (9)

Keterangan:

TFC = Biaya tetap total (Rp) AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp) Py = Harga komoditas (Rp per ekor)

2.5.2.2 Analisis Kriteria Investasi

Analisis kriteria investasi merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Analisis kriteria investasi terdiri dari NPV, Net B/C dan IRR.

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan

(24)

11

NPV = ……….………... (10)

Dengan kriteria usaha sebagai berikut : - NPV < 0 , usaha tidak layak

- NPV = 0, usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas)

- NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan karena akan dapat menghasilkan keuntungan

Keterangan:

Bt = Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp)

Ct = Biaya usaha pada tahun ke t (Rp)

i = Discount rate (%)

t = Umur proyek (5 tahun)

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan

bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negative. Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus :

Net B/C = ………(11)

Syarat : Bt – Ct > 0 Ct – Bt < 0 Dengan kriteria usaha :

- Net B/C < 1, berarti usaha itu sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan

- Net B/C > 1, berarti usaha itu akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan

Keterangan :

Bt = Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) Ct = Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) t = Umur Proyek (5 tahun)

(25)

12

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama

dengan nol. Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus IRR = i + (i’ – i”)

Dengan kriteria usaha:

IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan

IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan

Keterangan :

i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%)

i” = discount rate yang menghasilkan NPV

-a) Usaha pendederan gurame adalah pemeliharaan benih ukuran kuaci (2-2,5 cm) hingga ukuran korek (10-11 cm).

(%)

NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’(Rp)

NPV” = NPV pada tingkat bunga i”(Rp)

2.5.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha pendederan ikan gurame, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga pakan. Pakan merupakan faktor produksi yang utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitive sampai dengan usaha tidak layak untuk dijalankan.

2. 6 Batasan dan Pengukuran

b) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah gurame ukuran korek (10-11 cm).

(26)

13

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Kondisi umum daerah pendederan gurame diwilayah Desa Petir ini meliputi letak dan keadaan umum, kependudukan, sarana dan prasarana.

3.1.1 Letak dan Keadaan Umum

Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 2.437.636 Ha. Kecamatan Dramaga memiliki 10 Desa diantaranya adalah desa Cikarawang, Babakan, Dramaga, Ciherang, Petir, Sukawening, Neglasari, Purwasari, Sukadamai dan Sinarsari. Desa Petir (Gambar 1) merupakan desa yang paling dominan dalam budidaya gurame. Desa Petir memiliki luas 448,25 Ha yang terdiri dari pesawahan 210 Ha, pekarangan 20 Ha, empang 20 Ha, perumahan 190 Ha, makam 4 Ha dan lainnya 8,25 Ha (Data Potensi Desa, 2010). Peta Desa Petir dapat dilihat pada Lampiran 1. Tekstur tanah yang terdapat di daerah Desa Petir yakni berupa tanah liat berpasir hal ini sangat cocok untuk melakukan budidaya. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) tekstur tanah merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Jenis tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat berpasir. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang atau dinding kolam.

(27)

14 Selain itu Desa Petir memiliki ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan air laut, sehingga sangat cocok untuk melakukan budidaya gurame karena menurut Jangkaru (2002) ikan gurame dapat hidup dan tumbuh normal, sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan air laut. Sumber air yang terdapat di Desa Petir terdiri dari 3 sumber air yakni berasal dari PAM sebanyak 155 saluran, sumur gali dan sumur dangkal sebanyak 1.182 saluran, mata air sebanyak 1.829 saluran, sehingga yang paling dominan air berasal dari mata air. Adapun suhu berkisar antara 24-28 o

3.1.2 Kependudukan

C dengan pH perairan sekitar 6,5-8 (Data potensi Desa, 2010).

Berdasarkan data potensi dan kelurahan tahun 2010 wilayah Desa Petir memiliki 45 unit rukun tetangga dan 9 unit rukun warga dengan jumlah tempat tinggal sebanyak 2.638 unit. Panjang jalan yang dimiliki oleh Desa yakni 14 km dengan akses penggunaan alat transportasi berupa motor 700 unit, mobil angkutan 24 unit, truk 2 unit dan sedan 2 unit. Jumlah penduduk di wilayah Petir adalah 12.850 orang yang terdiri dari 6.539 orang laki-laki dan 6.311 orang perempuan. Jumlah penduduk Desa Petir jika ditinjau dari tingkat pendidikannya adalah sebagai berikut :

Sumber : Data Potensi Desa, 2010

(28)

15 yang lain. Secara rinci jenis pekerjaan dari penduduk di wilayah Desa Petir disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2010 No Jenis Pekerjaan Orang % 6 Tukang/Buruh Bangunan 550 14,94 7 Pedagang 240 6,52

Sumber : Data Potensi Desa, 2010

3.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan faktor pendukung dari keberhasilan suatu wilayah. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah Desa Petir adalah tempat ibadah, pos hansip, pelayanan kesehatan, rumah makan, sarana perekonomian dan sarana pendidikan. Secara rinci disajikan dalam Tabel 4. Selain itu sarana seperti transportasi yang terdapat di Desa Petir didominasi sepeda motor sebanyak 700 unit, angkutan 24 unit, sedan 2 unit dan truk 2 unit dengan panjang jalan yakni 14 km (Data Potensi Desa, 2010).

Tabel 4. Sarana dan Prasarana Desa Petir Tahun 2010

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Masjid 22

(29)

16

3.2 Karakteristik Pembudidaya

Umumnya warga Desa Petir yang menjadi pembudidaya, mereka memiliki lahan sendiri untuk melakukan usaha budidaya ikan gurame. Usaha tersebut dilakukan perorangan dan sebagian besar merupakan usaha utama. Secara keseluruhan mereka melakukan budidaya ikan gurame dengan menggunakan kolam tanah. Responden pembudidaya ikan gurame berkisar antara 28-65 tahun dengan rata-rata usia 50 tahun. Sebanyak 6 orang dari 16 responden para pembudidaya memiliki pendidikan yang rendah yakni tidak tamat sekolah. Jumlah yang tidak tamat 6 orang, lulusan SD 4 orang, lulusan SMP 3 orang, lulusan SMA 1 orang, Diploma 1 orang dan Sarjana 1 orang.

Adapun mengenai pengalaman budidaya rata-rata memiliki pengalaman diatas 2 tahun dan yang paling lama memiliki pengalaman budidaya hingga 30 tahun. Para pembudidaya yang melakukan usaha budidaya ikan gurame ini 50% atau sebanyak 8 orang menjadikan usaha budidaya gurame secara sampingan sedangkan 50% atau sebanyak 8 orang menjadikan sebagai usaha utama. Sebagian besar usaha gurame yang mereka jalankan dilakukan dari hasil memperoleh keuntungan ataupun upah dari bertani dan usaha gurame ini dijadikan pekerjaan sampingan karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan penghasilan.

Gambar 2. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Padat Tebar Gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

(30)

17 menggambarkan para pembudidaya tergolong tradisional adalah pada aspek utama kegiatan budidaya yakni padat tebar. Korelasi antara padat tebar dengan luas lahan yang dimiliki oleh para pembudidaya di Desa Petir tidak teratur (Gambar 2). Seharusnya semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin banyak jumlah benih yang ditebar. Sehubungan dengan kurangnya memperhitungkan jumlah benih yang ditebar, maka output benih yang dihasilkan oleh para pembudidaya di Desa Petir belum optimal. Sehingga jumlah output benih yang dihasilkan di Desa Petir hanya mencapai 133.500 ekor per musim tanam.

Pelatihan ataupun penyuluhan yang diadakan oleh dinas terkait baik itu dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor maupun dari KKP jarang mereka ikuti. Hal ini terbukti dengan 75% atau sebanyak 12 orang belum pernah mengikuti pelatihan dan 25% atau sebanyak 4 orang pernah mengikuti pelatihan. Para pembudidaya gurame di Desa Petir ini memiliki kolam sendiri untuk melakukan usaha budidaya gurame dan sebagian besar mereka menggarap sendiri untuk melakukan usaha.

3.3 Teknik Pendederan Ikan Gurame

Pendederan merupakan kegiatan lanjutan setelah proses pembenihan. Kegiatan pendederan yang dilakukan di Desa Petir dimulai dari pendederan tahap ke 3 hingga tahap ke 5. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (2000) pendederan tahap 3 dimulai dari ukuran kuaci/kuku kelingking (2-4 cm) sampai jempol (4-6 cm), pendederan tahap 4 dimulai dari jempol (4-6 cm) sampai silet (6-8 cm) dan tahap 5 dimulai dari silet (6-(6-8 cm) sampai korek/jinggo ((6-8-11 cm). Adapun tahapan kegiatan pendederan ikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) dan disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan di Desa Petir kegiatan pendederan terdiri atas persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan ikan, pemberian pakan, pencegahan hama penyakit, pemanenan dan pemasaran.

3.3.1 Persiapan Kolam

(31)

18 ini yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan wadah dengan cara membuka saluran outlet (Gambar 3a) dan menutup saluran inlet. Untuk saluran inlet dan outlet digunakan pipa PVC dengan ukuran 3-4 inch karena pipa PVC bersifat

tahan lama dan tidak mudah lapuk. Kolam yang sudah kering dibiarkan selama 5 hari. Setelah itu tanah dicangkul lalu diratakan kembali dengan tujuan ketika nanti diairi, tanah menjadi lembut dan lubang-lubang tanah akan tertutup sehingga air tidak akan keluar akibat bocor dari pori-pori tersebut.

Selanjutnya tahapan kedua adalah pemeriksaan pematang. Pematang merupakan hal yang sangat penting. Ukuran pematang disesuaikan dengan luas kolam. Semakin luas kolam maka pematang yang dibuat lebih lebar. Pematang yang dibuat dari tanah biasanya ditumbuhi rumput, oleh karena itu rumput yang tumbuh disekitar pematang dibersihkan terlebih dahulu. Berikutnya adalah pembuatan kemalir (Gambar 3b). Kemalir dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pengeringan kolam dan ketika panen benih ikan akan mudah di ambil.

Setelah proses pengeringan dan perbaikan pematang dilakukan kemudian kolam diberi kapur dengan tujuan untuk meningkatkan pH air, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, menetralisir senyawa-senyawa beracun baik organik maupun non anorganik, merangsang populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Proses pengapuran dilakukan dengan cara menebarkannya pada sisi kolam. Dosis kapur yang digunakan oleh para pembudidaya secara keseluruhan belum memenuhi standar nasional karena masih ada yang menggunakan kapur melebihi standar yang ditetapkan.

(a) (b)

(32)

19 Dosis penggunaan kapur yang digunakan oleh para pembudidaya beragam. Dosis terkecil adalah 0,05 kg/m2 dan terbesar adalah 0,15 kg/m2.Jumlah kapur yang diberikan dihitung berdasarkan luas lahan. Adapun penggunaan kapur jika dihubungkan dengan luas lahan terlihat bahwa semakin luas lahan maka jumlah kapur yang diberikan semakin banyak, namun pada Gambar 4 terlihat adanya korelasi yang tidak teratur, karena pembudidaya di Desa Petir menentukan dosis kapur berdasarkan pengalaman. Sehingga jika dibandingkan dengan Badan Standarisasi Nasional (2000) dosis kapur untuk proses pendederan ikan gurame yang digunakan sebaiknya tidak boleh melebihi ataupun kurang dari 50 gr/m2 atau 0,05 kg/m2

Gambar 4. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Kapur di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

.

(33)

20 pemudidaya yakni sama yakni 1 kg. Sehingga apabila dilihat pada Gambar 5b korelasi antara luas lahan dengan pemberian TSP tidak berpengaruh.

(a) (b)

Gambar 5. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Urea (a) dan Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan TSP (b)

Setelah proses pemupukan selesai maka dilakukan pengisian air. Sumber air yang digunakan di Desa Petir untuk budidaya ikan berasal dari air permukaan. Air permukaan merupakan air yang mengalir masuk ke kolam mengikuti arah gravitasi dari saluran irigasi yang dialirkan dari mata air ataupun dari sungai. Air yang baik yaitu tidak tercemar oleh cemaran fisik, kimia dan biologi dari alam, industri, pemukiman dan pertanian (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Pengisian air pada tahapan awal dilakukan hingga mencapai tinggi 60 cm dan berikutnya setelah ukuran gurame bertambah pengisian air hingga mencapai 80 cm.

3.3.2 Penebaran Benih

(34)

21 yang ada dalam kantong plastik sama dengan suhu air kolam. Kemudian kantong plastik dibuka dan benih gurame dibiarkan keluar dengan sendirinya.

(a) (b)

Gambar 6. Benih gurame (a) dan Proses Aklimatisasi (b)

Harga benih gurame ukuran 2-2,5 cm adalah Rp. 200 dengan bobot 2,5-3,5 gram. Penebaran benih dilakukan pada sore hari karena air didalam kolam memiliki suhu yang hangat yakni 27-28oC. Penentuan padat tebar tidak diperhitungkan berdasarkan luas lahan yang dimiliki oleh para pembudidaya. Sehingga padat tebar benih ditentukan sendiri oleh pembudidaya gurame Desa Petir berdasarkan modal usaha yang dimiliki dan berdasarkan pengalaman. Secara aktual padat tebar minimal 7 ekor/m2 dan maksimal 25 ekor/m2. Adapun banyaknya benih yang ditebar rata-rata secara keseluruhan padat tebar pembudidaya gurame di Desa Petir adalah 17 ekor/m2

No

. Pembudidaya di Desa Petir jika digolongkan berdasarkan padat tebar memelihara gurame tergolong kepada tradisional. Perbandingan padat tebar disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Padat Tebar Ikan Gurame

Keterangan Padat Tebar

1 Tradisional (Aktual) 17 ekor/m2

2 Semi Intensif (Hatimah,et al 1992 dalam

Jangkaru, 2002) 25 ekor/m

3

2 Intensif (SNI : 01- 6485.3 – 2000) 60 ekor/m2

Sumber : Data Primer (2011), Jangkaru (2002) dan BSN (2000)

(35)

22

3.3.3 Pemeliharaan Ikan

Ikan dipelihara selama 125 hari atau sekitar 4 bulan terhitung dari ukuran kuaci (2-2,5 cm) hingga korek (10-11 cm). Pada proses pemeliharaan berlangsung tentunya pengelolaan kualitas air pun dilakukan. Pergantian air selama melakukan pemeliharaan umumnya tidak dilakukan. Pergantian air hanya dilakukan pada saat panen saja. Akan tetapi, untuk pembudidaya yang mendapatkan hasil panen dengan nilai SR yang besar yang dilakukan adalah dengan mengganti air selama pemeliharaan paling sedikit satu kali.

Pada musim hujan terdapat penanganan khusus ketika memelihara ikan. Hujan yang turun dengan lebat dapat mengganggu keberadaan benih karena hujan bersifat asam. Adapun yang dilakukan ketika musim hujan yakni dengan memberikan kararas (daun pisang kering) dengan cara disebarkan diatas kolam dan ini merupakan cara tradisional. Menurut Saparinto (2008) keasaman pH dapat dinaikkan 1 digit dengan memberikan H3PO4

Menurut Khairuman (2003) gurame paling menyukai perairan yang jernih, tenang dan tidak banyak mengandung lumpur. Selain itu gurame tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga jika suhu perairan lebih rendah daripada kisaran suhu optimal, gurame tidak akan produktif. Ikan mempunyai batas suhu tinggi dan rendah serta suhu optimal untuk pertumbuhan, inkubasi telur, konversi makanan dan resistensi/ketahanan terhadap penyakit tertentu. Batas optimim suhu (asam fostat) sebanyak 0,5 gr untuk 100 liter air dan untuk menaikkan pH 1 digit dengan memberikan sodium bikarbonat sebanyak 0,5 gr untuk 100 liter air.

(36)

23 sangat bergantung pH, kandungan oksigen dan faktor lain seperti ketinggian tempat, kedalaman air dan cuaca. Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 25-30o

3.3.4 Pemberian Pakan

C (Badan Standardisasi Nasional, 2006).

Para pembudidaya gurame Desa Petir memberikan pakan untuk pemeliharaan gurame dari ukuran kuaci (2-2,5 cm) hingga ukuran korek (10-11 cm) yakni berupa postal dan tepung pelet. Postal (Gambar 7) merupakan campuran dari bahan sekam padi, kotoran ayam dan dedak. Postal dapat berfungsi sebagai pupuk tambahan. Pemberian postal dilakukan pada pagi hari yakni sekitar pukul 09.00 WIB setiap hari.

Gambar 7. Postal

Dosis penggunaan postal ditentukan berdasarkan perhitungan 1 kg postal untuk 500 ekor ikan gurame. Sehingga korelasi antara penggunaan postal dengan jumlah benih berpengaruh secara nyata (Gambar 8). Semakin banyak jumlah benih yang akan ditebar maka kebutuhan postal akan semakin banyak.

(37)

24 Cara pemberian postal ini yakni dengan menebarkannya ke kolam. Setelah masa pemeliharaan mencapai 85 hari, maka yang diberikan bukan hanya postal akan tetapi diberikan pula tepung pelet. Tepung pelet merk PS-P merupakan pakan benih yang memiliki kandungan protein 40%, lemak 10%, serat kasar 8% dan kadar air 12%. Sebelum tepung pelet diberikan maka tepung dibuat seperti adonan pasta yakni dengan mencampurkan air 250-300 ml kedalam1 kg tepung pelet. Selain itu terkadang para pembudidaya memberikan pakan berupa daun sente yang sudah ditumbuk secara halus. Semakin banyak jumlah benih yang ditebar maka kebutuhan tepung pelet semakin banyak pula. Akan tetapi penggunaan tepung pelet pada masing-masing pembudidaya beragam, sehingga korelasi antara jumlah benih dengan tepung pelet tidak teratur (Gambar 9). Hal ini disebabkan karena para pembudidaya memperhitungkan biaya produksi. Sehingga pemberian tepung pelet disesuaikan dengan kondisi biaya yang dimiliki.

Gambar 9. Grafik Korelasi Antara Jumlah Benih Gurame dengan Tepung Pelet di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

(38)

25

3.3.5 Pencegahan Hama dan Penyakit

Gurame termasuk jenis ikan yang relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pemeliharaan gurame secara intensif lebih mudah dalam mengatasi hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit terutama mengancam kelangsungan hidup gurame dari stadium telur, benih, mulai menetas hingga pendederan. Gurame yang dipelihara dalam kolam atau sawah lebih mudah diserang hama (Khairuman, 2003). Umumnya, hama dikenal juga sebagai predator atau pemangsa. Hama terdiri dari hewan atau binatang, baik yang hidup di dalam air maupun yang hidup di darat.

Untuk hama yang sering datang pada kolam pendederan gurame di Desa Petir yakni berupa burung pemakan ikan (blekok) yang datang pada saat tengah malam menuju pagi hari. Selain itu ular dan sero juga sekali-kali muncul dikolam dan memakan ikan. Tindakan pencegahan dilakukan secara mekanis yakni dengan membunuh langsung hama tersebut apabila ditemukan. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan memasang berbagai jenis perangkap. Menurut Khairuman (2003) pencegahan yang paling efektif adalah menjaga kebersihan kolam dan membatasi seluruh area kolam dengan membuat pagar sehingga hama tidak dapat leluasa masuk ke areal perkolaman.

Selain hama tentunya ada pula penyakit yang menyerang ikan gurame. Menurut Khairuman (2003) ada dua kelompok yang dapat menyebabkan ikan sakit. Pertama, penyakit akibat gangguan jasad hidup atau biasa disebut dengan penyakit parasiter. Kedua penyakit yang disebabkan bukan oleh jasad hidup melainkan faktor fisika dan kimia perairan atau disebut dengan penyakit nonparasiter. Beberapa jenis jasad renik yang menyebabkan penyakit parasiter adalah virus, jamur, bakteri, protozoa, nematoda (cacing) dan udang renik. Sementara itu penyakit nonparasiter selain disebabkan oleh sifat fisika dan kimia juga disebabkan oleh kualitas pakan yang kurang baik.

(39)

26

3.3.6 Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah pemeliharaan ikan selama 125 hari yakni sampai ukuran korek (10-11 cm) (Gambar 10). Pemanenan dapat dilakukan pada saat pagi hari ataupun sore hari. Sebelum dipanen ikan terlebih dahulu dipuasakan (tidak diberi pakan) dengan tujuan untuk mengeluarkan kotoran dari perut ikan dan mengurangi stres saat penanganan ikan. Proses pemanenan dilakukan dengan menyurutkan air sedikit demi sedikit sementara saluran air yang masuk diperkecil. Kemudian jaring lembut dipasang pada outlet (lubang pengeluaran) untuk menampung benih atau bisa juga dengan membuat parit ditengah kolam menuju ke lubang pengeluaran. Setelah air kolam surut, benih digiring masuk ke petak kecil.

Gambar 10. Hasil Panen Gurame

Untuk pengiriman benih jarak dekat, maka ikan dimasukkan ke dalam jirigen (Gambar 11). Sedangkan untuk pengiriman jarak jauh bisa dilakukan dengan 2 cara yakni pengemasan secara terbuka dan secara tertutup.

Gambar 11. Jirigen (Keranjang Panen)

(40)

27 sendiri. Plastik kemasan yang digunakan adalah plastik ukuran 10 kg yang tebal, tidak kaku dan tidak mudah sobek serta berwarna putih jernih dengan kepadatan 200-300 ekor/kantong. Akan tetapi untuk pemanenan di Desa Petir biasanya pembeli datang sendiri ke tempat budidaya dan semua alat panen disiapkan oleh pembeli tersebut.

3.3.7 Pemasaran

Proses pemasaran yang dilakukan oleh tiap pembudidaya berbeda-beda. Sebagian pembudidaya ada yang memasarkan hasil panen ke pengumpul, memasarkan ke pembudidaya pembesaran sekitar kecamatan dramaga dan memasarkan ke daerah lain seperti Ciseeng, Parung ataupun ke luar daerah. Benih hasil panen ukuran 10-11 cm atau biasa disebut korek ini dijual dengan harga Rp. 1.200,00. Untuk pemasaran ikan yang dijual ke pengumpul, para pembudidaya tidak perlu menyiapkan alat panen, semua alat panen dan pekerja disiapkan langsung oleh pengumpul.

3.4 Penggunaan Faktor Produksi

Budidaya merupakan serangkaian kegiatan untuk memproduksi suatu produk. Proses keberhasilan produksi yang dilakukan untuk usaha pendederan gurame ini didukung oleh faktor internal maupun eksternal. Berdasarkan hasil pengamatan faktor internal yang berpengaruh untuk input produksi terdiri dari benih, urea, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari cuaca, suhu, iklim dan lain-lain. Berikut ini data rata-rata penggunaan input usaha pendederan gurame yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Input dan Output Produksi Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

No Keterangan Penggunaan Input Rata-rata input per m2

(41)

28 Kolam yang digunakan oleh para pembudidaya yakni berupa kolam tanah dengan rata-rata luas kolam secara keseluruhan adalah 883 m2 dengan kisaran luas kolam yang digunakan 200-2.250 m2. Jumlah kolam yang dimiliki oleh tiap pembudidaya yakni berkisar 2-9 kolam dengan ukuran per kolam masing-masing berkisar 80-400 m2. Berdasarkan perhitungan rata-rata input dan output produksi per m2 yakni benih gurame yang ditebar berkisar 4.000-30.000 ekor per luas kolam dengan padat tebar 15 ekor/m2 (Tabel 6). Usaha budidaya pendederan gurame di Desa Petir termasuk tradisional dan masih perlu dikembangkan menjadi semi intensif. Menurut Hatimah, et al (1992) dalam Jangkaru (2002) padat tebar untuk pendederan gurame adalah 25 ekor/m2. Secara intensif menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) bahwa padat tebar ikan gurame yakni 60 ekor/ m2.

Urea dan TSP merupakan pupuk non organik yang digunakan saat persiapan wadah. Urea yang digunakan oleh para pembudidaya untuk seluruh kolam yang dimiliki berkisar 3-14 kg dengan rata-rata 7 kg atau menghabiskan 0,008 kg/m2, sedangkan TSP yang digunakan berkisar 2-9 kg dengan rata-rata 4 kg atau menghabiskan 0,005 kg/m2 (Tabel 6). Adapun pakan yang diberikan untuk ikan gurame pada proses pendederan yakni berupa postal. Kisaran pakan postal dari masing-masing pembudidaya per hari yakni 3-11 kg. Besaran tersebut didasarkan dengan jumlah benih yang ditebar pada kolam. Secara keseluruhan dari mulai tebar sampai panen postal yang terpakai yakni berkisar 1000-7.500 kg dengan rata-rata menghabiskan 3,724 kg/m2 atau 3289 kg per panen.

Selain postal sebagai tambahan untuk kebutuhan nutrisi dari ikan gurame pakan yang diberikan yakni berupa tepung pelet dengan kisaran 30-180 kg. Tepung pelet yang diberikan rata-rata sebanyak 0,086 kg/m2. Untuk tenaga kerja seluruhnya dikelola oleh seorang pekerja yakni mulai dari persiapan, pemeliharaan dan pemanenan. Adapun biasanya hanya pada tahapan persiapan saja yang menggunakan tenaga kerja dari buruh setempat yakni sebanyak 2-3 orang. Rata-rata pekerja menghabiskan waktu 0,265 jam/m2

3.5 Analisis Penggunaan Faktor Produksi

dengan nilai upah Rp. 5.000/jam.

(42)

29 pendederan gurame di Desa Petir ada beberapa variabel dari input produksi yang diduga mempengaruhi output yang dihasilkan. Variabel tersebut diantaranya adalah benih gurame (X1), urea (X2), TSP (X3), kapur (X4), postal (X5), tepung pelet (X6) dan tenaga kerja (X7

No

). Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan gurame ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil analisis dengan meggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh hasil koefisien regresi yang menggambarkan elastisitas

produksi. Data hasil pendugaan tersebut disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir

Peubah Koefisien Regresi thitung

1 Intercept 0,625 0,399

Sumber : Data Primer, 2011

Keterangan :

Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 7, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut :

Y = 0,625. (X1)0,752. (X2)0,093. (X3)-0,065. (X4)0,005. (X5)0, 081.(X6)0,174.(X7)-0,029

Berdasarkan hasil analisis pendugaan fungsi produksi dengan model kuadrat terkecil melalui analisis kriteria statistik diperoleh nilai Multiple R Square

……….. (13)

(43)

30 0,976 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut mendekati satu, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berkorelasi positif. Nilai korelasi positif menjelaskan bahwa apabila nilai input dinaikkan maka akan mempengaruhi kenaikkan nilai output. Nilai R Square 0,952 menunjukkan bahwa dari variabel input (benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja) menjelaskan produksi output sebesar 95,2 %. Sedangkan sisanya yaitu 4,8 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model fungsi produksi.

Nilai Adjusted R Square sebesar 0,911 menunjukkan bahwa dengan semakin banyak variabel dimasukkan untuk variabel penjelas maka dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Adapun nilai standard error yang diperoleh dari hasil analisis model kuadrat terkecil sebesar 0,099 adalah merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 22,832 dan Ftabel sebesar 14,067 hal ini menunjukkan bahwa Apabila nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel maka tolak H0

3.5.2 Analisis Ekonometrik

, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan pula bahwa model produksi pada persamaan 12 dan 13 dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.

Analisis ekonometrik merupakan kelanjutan dari analisa statistik. Adapun fungsi dari analisis ekonometrik adalah untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi (Santoso, 2000). Untuk analisa kriteria ekonometrik dalam penelitian ini digunakan software SPSS 16.0 (Statistical Product and Service Solution versi 16.0). Hasil analisis diperoleh bahwa pada model regresi terpenuhi asumsi normalitas. Asumsi normalitas ditunjukkan pada grafik Normal P-P Plot of Regression. Terlihat bahwa nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara

normal terhadap nilai X (variabel independent), dimana data menyebar disekitar garis diagonal dengan mengikuti arah garis tersebut (Lampiran 6)

(44)

31 VIF disekitar angka satu. Hasil pengujian diperoleh data bahwa untuk nilai

toleransi tidak ada satupun variabel yang mendekati angka satu dan pada nilai VIF tidak ada satu variabel yang berada disekitar angka satu (Tabel 8). Artinya bahwa variabel seperti benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja pada data mengalami multikolinearitas. Multikolinearitas dapat dihindari dengan menambah sampel dan mengeluarkan variabel yang memiliki korelasi tinggi. Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan karena sampel penelitian yang diperoleh hanya 16 sampel.

Tabel 8. Nilai Toleransi dan VIF untuk Setiap Variabel Input

No Keterangan Nilai Toleransi VIF

1 Benih Gurame (X1) 0,014 73,667

2 Urea (X2) 0,147 6,787

3 TSP (X3) 0,088 11,310

4 Kapur (X4) 0,345 2,903

5 Postal (X5) 0,016 63,934

6 Tepung Pelet (X6) 0,150 6,684

7 Tenaga Kerja (X7) 0,191 5,242

Sumber : Data Primer, 2011

Walaupun demikian pada hasil analisis fungsi produksi dengan menggunakan Cobb-Douglas ini, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindari. Masalah multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel-variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas yang tidak sempurna.

(45)

32 mengalami heteroskedastisitas dan layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.

Pada analisis ekonometrik diperoleh pula nilai Durbin-Watson sebesar 1,880 hal ini membuktikan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Suatu model regresi yang bebas dari autokorelasi dapat terjadi apabila nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2. Problem autokorelasi positif terjadi jika pada suatu model regresi nilai Durbin-Watson dibawah -2 sedangkan problem autokorelasi negatif terjadi apabila diatas +2. Sehingga autokorelasi terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear. Apabila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.

3.5.3 Kriteria Ekonomi

Fungsi produksi dapat dikatakan layak ataupun tidak diketahui dengan melakukan analisis kriteria ekonomi. Tanda positif pada penggunaan input menunjukkan bahwa output dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah input. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil pada Tabel 7 dan persamaan 12 atau 13 menunjukkan bahwa koefisien yang bertanda positif adalah variabel X1 (benih gurame), X2 (urea), X4 (kapur), X5 (postal) dan X6 (tepung pelet). Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila dilakukan peningkatan pada variabel tersebut maka akan mempengaruhi peningkatan output sesuai dengan besarnya koefisien yang dimiliki. Untuk yang memiliki tanda negatif adalah variabel X3 (TSP) dan X7

Nilai elastisitas produksi menunjukkan presentase perubahan, dalam hal ini perubahan input akan mengakibatkan perubahan output. Nilai elastisitas pada variabel X

(Tenaga Kerja) hal ini menunjukkan bahwa jika dilakukan penambahan pada variabel tersebut maka akan mengurangi output yang dihasilkan berdasar koefisen yang dimiliki.

(46)

33 dengan asumsi input yang lain tetap (cateris paribus) maka masing–masing output akan meningkat sebanyak 0,093 ; 0,005 ; 0,081 dan 0,174.

Analisa Return to Scale (RTS) merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha pendederan gurame ini berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha

tersebut dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Hasil penghitungan penjumlahan besaran elastisitas atas variabel X1 (benih gurame), X2 (urea), X4 (kapur), X5 (postal) dan X6

3.6 Analisis Optimalisasi Penggunaan Input

(tepung pelet) adalah sebesar 1,103. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha pendederan gurame di Desa Petir dalam kondisi increasing to scale yang artinya penambahan proporsi input produksi akan meningkatkan proporsi penambahan output. Dengan demikian usaha pendederan gurame di Desa Petir ini masih berpeluang ditingkatkan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum.

Prinsip optimalisasi penggunaan input adalah upaya yang dilakukan agar menggunakan input seoptimal mungkin agar menghasilkan output yang maksimal (Soekartawi, 1994). Hasil perhitungan untuk Nilai Produksi Marginal (NPM), input dan output yang optimal serta rasio NPM dengan harga input pada usaha pendederan gurame Desa Petir disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Nilai NPM, Input dan Output yang Optimal, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi

No

pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir Keterangan bi Pxi NPM NPM/Pxi

Sumber : Data Primer, 2011

Keterangan :

bi : Elastisitas Produksi Pxi :Harga Produksi

(47)

34 Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa harga rata-rata untuk output sebesar Rp. 1.200, benih gurame sebesar Rp. 200, Urea Rp. 2.000, Kapur Rp. 2.500, Postal Rp. 1.000, Tepung Pelet Rp. 6.000 dan Tenaga Kerja Rp. 5.000. Berdasarkan rasio NPM dengan Pxi, jika nilai yang dihasilkan kurang dari satu maka penggunaan input produksi belum optimal dan harus dikurangi sedangkan apabila lebih dari satu maka penggunaan input belum optimal dan masih perlu ditambahkan (Soekartawi, 1994).

Umumnya pada kondisi aktual penebaran benih tidak memperhitungkan antara jumlah benih yang akan ditebar dengan luasan kolam. Sehingga padat tebar pada masing-masing pembudidaya berbeda. Kolam yang dimiliki pembudidaya dengan ukuran 80 m2 padat tebar mencapai 19-25 ekor/m2 sedangkan kolam dengan ukuran 375-400 m2 padat tebar hanya mencapai 7-15 ekor/m2. Oleh karena itu padat tebar untuk gurame di Desa Petir perlu dilakukan optimalisasi. Sehingga capaian output gurame yang dihasilkan dapat lebih maksimal. Berdasarkan Tabel 9 padat tebar optimal untuk benih gurame yakni sebesar 42 ekor/m2 atau peningkatan jumlah benih pada masing-masing pembudidaya yakni sebanyak 2,873 kali. Peningkatan padat tebar dalam wadah pemeliharaan tentunya perlu mempertimbangkan batas tertentu, apabila melewati batas maka akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan yang akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996).

Selain benih yang perlu dilakukan optimalisasi yakni urea. Hasil analisis menunjukkan bahwa urea dapat ditingkatkan hingga mencapai 67,718 kali. Penggunaan urea secara optimal sebesar 0,525 kg/m2 dari kondisi aktual 0,008 kg/m2. Penggunaan tepung pelet dapat dinaikkan hingga 3,804 kali dari kondisi aktual 0,086 kg/m2 menjadi 0,329 kg/m2

Penggunaan kapur untuk mencapai optimal sebesar 0,021 kg/m

. Perhitungan rasio NPM dan Pxi yang kurang dari satu adalah kapur dan pakan postal dengan masing-masing nilai sebesar 0,275 dan 0,246. Penggunaan input tersebut masih belum optimal sehingga perlu dilakukan pengurangan input untuk menambahkan output yang dihasilkan.

(48)

35 Saparinto (2008) penggunaan dosis kapur yang diberikan untuk budidaya gurame yang baik yakni 0,015-0,025 kg/m2. Penggunaan postal untuk mencapai optimal sebesar 0,915 kg/m2 dari kondisi aktual 3,724 kg/m2 perlu dikurangi sebanyak 0,246 kali. Jika penggunaan input produksi yang optimal ini diterapkan, dimulai dari padat tebar secara aktual 15 ekor/m2 menjadi optimal sebanyak 25 ekor/m2 ataupun 42 ekor/m2 maka output yang dihasilkan pun akan mengalami peningkatan. Dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup (SR) sebesar 65% maka output yang dihasilkan akan mengalami peningkatan dari 10 ekor/m2 masing– masing menjadi 16 ekor/m2 dan 28 ekor/m2 setiap musim tanam per tahun. Oleh karena itu optimalisasi input produksi dapat menghasilkan output optimal sebesar 42,601 ekor/m2 dari kondisi aktual 14,827 ekor/m2.

Berdasarkan analisis Cobb Douglas padat tebar optimal 42 ekor/m2 dan menurut Hatimah, et al (1992) dalam Jangkaru (2002) padat tebar untuk pendederan gurame yakni sebanyak 25 ekor/m2

3.7 Analisis Finansial

. Berkaitan dengan hal tersebut untuk melakukan peningkatan harus disesuaikan dengan penerapan teknologi budidaya yang cocok. Penerapan teknologi yang dapat digunakan yakni dapat berupa pemeliharaan gurame dengan menggunakan hapa pada kolam, sehingga dengan seperti itu pemberian postal dapat lebih efektif dan dapat dikurangi. Pemberian pakan lebih terpusat pada satu tempat, sehingga gurame dapat terbiasa pada tempat tersebut dan mudah mengetahui letak pakan yang diberikan. Teknologi pemeliharaan gurame dengan hapa ini dapat meningkatkan pertumbuhan benih (Agromedia, 2007). Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan juga ketika adanya peningkatan padat tebar. Penggantian air dapat dilakukan secara berkala sebanyak minimal 2 kali selama pemeliharaan gurame. Menurut Saparinto (2008) pergantian air dapat membantu penggelontoran sisa kotoran dan pakan. Untuk pergantian air sebaiknya tidak menimbulkan arus.

(49)

36

3.7.1 Analisis Usaha

Untuk melakukan peningkatan hasil budidaya tentunya membutuhkan biaya. Berdasarkan tabel 10 adanya peningkatan dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel pada masing–masing kondisi yakni untuk biaya investasi dan biaya tetap pada kondisi aktual Rp. 32.214/m2 (investasi) dan Rp. 3.139/m2 (biaya tetap) menjadi optimal Rp. 38.873/m2 (investasi) dan Rp. 11.496/m2 (biaya tetap) per tahun, yakni dengan musim tanam sebanyak 2 kali dan pola tanam sebanyak 8 siklus per tahun pada 4 buah kolam maka keuntungan yang diperoleh jika pada kondisi aktual Rp. 5.143/m2 meningkat pada kondisi optimal menjadi Rp. 29.129/m2.

Tabel 10 Kenaikan Biaya Investasi, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Gurame di Desa Petir per m2

Total Penerimaan (Rp) 23.126 66.458 287%

Keuntungan (Rp) 5.143 29.129 566%

Tambahan Modal (Rp) 19.342

Sumber : Data Primer, 2011

Peningkatan biaya tersebut secara keseluruhan terjadi karena adanya peningkatan pada tebar. Sehingga apabila padat tebar ditingkatkan maka akan mempengaruhi biaya produksi. Secara ekonomis peningkatan produksi didapatkan berdasarkan biaya. Sehingga hasil analisis yang diperoleh untuk kenaikan biaya yang paling besar dari aktual ke optimal adalah biaya tetap dengan kenaikan 366%. Analisis usaha pada usaha pendederan ikan gurame di Desa Petir meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period (PP) dan analisis Break Even Point (BEP).

1. Analisis Pendapatan Usaha

(50)

37 maka keuntungan per tahun jika pada kondisi aktual adalah sebesar Rp. 4.541.753/tahun sedangkan pada kondisi optimal sebesar Rp. 25.721.278/tahun. Pada kondisi aktual keuntungan sebesar Rp. 4.541.753/tahun dirasakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu sebagian besar para pembudidaya memiliki pekerjaan sampingan dan merasa bahwa usaha gurame yang dijalankan kurang menguntungkan.

Tabel 11. Analisis Pendapatan Usaha (Laba Rugi)

No Uraian Kondisi Kenaikan

Aktual Optimal

A Penerimaan (Per Tahun)

Total Penerimaan 20.423.359 58.682.135 287 %

B Pengeluaran (Per Tahun)

Biaya Tetap 2.771.990 10.150.640 366%

Biaya Variabel 13.109.616 22.810.217 174 %

Total Pengeluaran 15.881.606 32.960.857 208%

C Keuntungan 4.541.753 25.721.278 566%

Sumber : Data Primer, 2011

2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

Analisis ini berguna untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh untuk kegiatan usaha selama periode tertentu apakah usaha yang dijalankan menguntungkan ataupun tidak. Hasil analisis diperoleh pada kondisi aktual nilai R/C adalah 1,29 nilai ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1,29. Sedangkan pada kondisi optimal nilai R/C adalah 1,78 ini menunjukkan bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1,78. Nilai R/C pada kondisi aktual dan optimal menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih dari 1 sehingga usaha pendederan ini menguntungkan dan masih dapat dilakukan peningkatan.

3. Analisis Payback Period (PP)

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Berdasarkan Kebutuhan Pada                Beberapa Komoditas Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009
Gambar 1. Desa Petir, Kecamatan Dramaga,Kabupaten Bogor
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2010
Gambar 3. Saluran Outlet (a) dan Kemalir dalam Kolam Pendederan
+7

Referensi

Dokumen terkait