• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Analisis Break Even Point ( BEP )

3.7.2 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas

diketahui nilai PP sebesar 1,39 tahun atau sekitar 16,68 bulan. Sedangkan pada kondisi optimal nilai PP dari hasil perhitungan sebesar 0,58 tahun atau setara dengan 6,96 bulan (Tabel 11).

4. Analisis Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) menjelaskan tentang nilai suatu penjualan dengan biaya produksi yang menentukan batas impas suatu usaha agar tidak mengalami kerugian. Hasil analisis diperoleh nilai bahwa untuk usaha pendederan gurame Desa Petir secara aktual nilai impas usaha tersebut berdasarkan jumlah volume dalam bentuk rupiah agar tidak mengalami kerugian nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 7.740.681 pada kondisi tersebut pembudidaya tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian. Untuk kondisi optimal yakni sebesar Rp. 16.605.224. Untuk nilai BEP berdasarkan volume dalam bentuk ekor secara aktual diperoleh nilai 3.964 ekor, artinya nilai tersebut menunjukkan apabila penjualan benih hanya memperoleh 3.964 maka usaha tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Untuk kondisi optimal adalah sebesar 11.319 ekor dan nilai ini menunjukkan batas impas penjualan (Tabel 11).

3.7.2 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas

Analisis kriteria investasi dan analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui seberapa layak usaha pendederan gurame di Desa Petir. Beberapa nilai yang penting untuk analisis kriteria investasi yakni Net Present Value (NPV), Net Benefit/Cost (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Pada penelitian ini analisis kriteria invesatasi dihitung berdasarkan kondisi aktual dan kondisi optimal. Perhitungan kondisi aktual dianalisis tanpa proyek, sedangkan optimal dengan menggunakan proyek. Berikut ini adalah beberapa asumsi dari penelitian optimalisasi penggunaan input produksi budidaya pendederan gurame di desa Petir :

1. Skenario yang dibuat terdiri atas 4 skenario yang terdiri atas :

a. Skenario 1 kondisi optimal dengan lahan milik sendiri dengan padat tebar 42 ekor/m2

b. Skenario 2 kondisi optimal teknis dengan lahan milik sendiri dengan padat tebar 25 ekor/m

(Data Primer, 2011) 2

(Hatimah et, al 1992 dalam Jangkaru 2002)

39 c. Skenario 3 kondisi optimal dengan lahan sewa dengan padat tebar

42 ekor/m2

d. Skenario 4 kondisi optimal teknis dengan lahan sewa dengan padat tebar 25 ekor/m

(Data Primer, 2011) 2

2. Harga sewa kolam yakni Rp. 600.000/tahun

(Hatimah et, al 1992 dalam Jangkaru 2002) 3. Survival Rate (SR) atau tingkat kelangsungan hidup sebesar 65%

4. Jumlah kolam sebanyak 4 buah, 2 kali panen dengan pola tanam sebanyak 8 siklus dari ukuran kuaci (2-2,5 cm) hingga korek (10-11 cm).

5. Pada kondisi optimal teknis pakan yang diberikan berupa postal hingga 85 hari dan diberikan pelet hingga 40 hari (penghitungan jumlah pakan = bobot rata-rata ikan x jumlah populasi ikan yang ditanam x % tingkat pemberian pakan (gr atau kg)).

6. Tingkat suku bunga berdasarkan deposito akhir bulan Mei 2011 dari bank BRI sebesar 6%.

7. Umur proyek selama 5 tahun dengan pertimbangan sesuai dengan umur investasi kolam.

Penyusunan skenario ini berdasarkan kondisi di Desa Petir yakni rata-rata lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri dan tidak pernah melakukan pinjaman ke pihak bank untuk melakukan usaha budidaya gurame. Skenario kriteria investasi dibuat karena kondisi yang ada pada sebagian besar pembudidaya memiliki lahan sendiri dan untuk modal usaha didapatkan dari hasil usaha yang lain. Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas dengan tujuan untuk mengetahui apakah secara matematis akan terjadi suatu perubahan yang cukup signifikan terhadap penerimaan pendapatan apabila terjadi perubahan dari biaya input produksi. Pada analisis sensitivitas ini asumsi dengan meningkatkan harga benih sebesar 20% hal ini didasarkan dengan adanya kenaikan harga benih dari beberapa tahun sebelumnya (Lampiran 13). Hal ini dilakukan karena benih merupakan faktor produksi yang cukup penting untuk usaha pendederan gurame.

1. Skenario 1 (Kondisi Optimal Lahan Milik Sendiri)

Analisis kriteria investasi pada usaha pendederan gurame di Desa Petir jika menggunakan skenario pertama, yakni menggunakan lahan milik sendiri. Pada kondisi optimal 42 ekor/m2 diperoleh nilai NPV dengan umur proyek selama 5

40 tahun sebesar Rp. 157.121.952. Nilai NPV ini menunjukkan manfaat bersih selama umur proyek. Net B/C merupakan manfaat bersih tambahan yang diterima proyek dari setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan. Nilai Net B/C pada skenario pertama adalah sebesar 3,70 artinya usaha tersebut akan memberikan manfaat bersih sebesar 3,70 pada setiap biaya Rp 1,00 selama 5 tahun. IRR merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu proyek menghasilkan return (satuannya %). Pada skenario pertama nilai IRR diperoleh sebesar 71% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama 5 tahun umur proyek (Lampiran 14). Untuk analisis sensitivitas pada skenario pertama pada kondisi optimal kenaikan harga benih 20% menyebabkan nilai NPV, Net B/C dan IRR untuk proyek selama 5 tahun mengalami perubahan data.

Tabel 12. Kriteria Investasi Pada Skenario 1

No Kriteria Investasi Skenario 1 Sensitivitas

1 NPV 157.121.952 141.040.782

2 Net B/C 3,70 3,42

3 IRR (%) 72% 66%

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan Tabel 12 nilai NPV mengalami perubahan yakni dari Rp. 157.121.952 menjadi Rp. 141.040.782. Nilai Net B/C setelah dilakukan analisis sensitivitas menjadi 3,42 yakni berkurang sebanyak 0,28 dan nilai IRR menurun dari 72% menjadi 66%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.

2. Skenario 2 (Kondisi Optimal Teknis Lahan Milik Sendiri)

Hasil kriteria investasi pada skenario kedua ini menunjukkan bahwa nilai NPV dengan umur proyek selama 5 tahun diperoleh sebesar Rp. 103.929.685. Nilai Net B/C pada skenario kedua adalah sebesar 2,78artinya usaha tersebut akan memberikan manfaat bersih sebesar 2,78 kali pada setiap biaya Rp 1,00 selama 5 tahun. IRR merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu proyek menghasilkan return (satuannya %). Pada skenario kedua ini nilai IRR diperoleh sebesar 50% per tahun dari investasi yang ditanamkan selama lima tahun umur proyek (Lampiran 15).

41 Untuk analisis sensitivitas pada skenario kedua pada kondisi optimal kenaikan harga benih sebesar 20% menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar Rp.96.490.651. Nilai Net B/C setelah dilakukan analisis sensitivitas menjadi 2,66 yakni berkurang sebanyak 0,12 dan untuk nilai IRR menurun dari 50% menjadi 47% (Tabel 13). Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.

Tabel 13. Kriteria Investasi Pada Skenario 2

No Kriteria Investasi Skenario 2 Sensitivitas

1 NPV 103.929.685 96.490.651

2 Net B/C 2,78 2,66

3 IRR (%) 50% 47%

Sumber : Data Primer, 2011

3. Skenario 3 (Kondisi Optimal Lahan Sewa)

Pada skenario ketiga diasumsikan bahwa lahan yang digunakan merupakan lahan sewa berbentuk kolam. Nilai sewa kolam untuk pertahun yakni sebesar Rp. 600.000. Pada kondisi optimal diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 175.102.279, Net B/C 6,81 dan IRR 144% (Lampiran 16). Untuk analisis sensitivitas pada skenario ketiga pada kondisi optimal kenaikan harga benih sebesar 20% menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar Rp. 162.425.843. Nilai Net B/C menjadi 6,39 yakni berkurang sebanyak 0,42 dan untuk nilai IRR menurun dari 144% menjadi 134% (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.

Tabel 14. Kriteria Investasi Pada Skenario 3

No Kriteria Investasi Cashflow Sensitivitas

1 NPV 175.102.279 162.425.843

2 Net B/C 6,81 6,39

3 IRR (%) 144% 134%

42

4. Skenario 4 (Kondisi Optimal Teknis Lahan Sewa)

Pada skenario keempat diasumsikan bahwa lahan yang digunakan merupakan lahan sewa dan pakan yang diberikan sama dengan pada skenario kedua yakni berupa postal dan pelet. Untuk pemeliharaan selama 85 hari diberi postal dan selanjutnya 40 hari diberikan pelet dengan kandungan protein 26% dan tingkat pemberian pakan 3%. Selain itu teknik budidaya yang diterapkan berupa pemeliharaan ikan dengan menggunakan hapa. Pada kondisi optimal teknis diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 121.910.012, Net B/C 5,05 dan IRR 103%.

Untuk analisis sensitivitas pada skenario keempat pada kondisi optimal kenaikan harga benih sebesar 20% menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar Rp. 114.339.909.Nilai Net B/C setelah dilakukan analisis sensitivitas menjadi 4,79 yakni berkurang sebanyak 0,26 dan untuk nilai IRR menurun dari 103% menjadi 98% (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.

Tabel 15. Kriteria Investasi Pada Skenario 4

No Kriteria Investasi Cashflow Sensitivitas

1 NPV 121.910.012 114.339.909

2 Net B/C 5,05 4,79

3 IRR (%) 103% 98%

Sumber : Data Primer, 2011

Secara ekonomis berdasarkan hasil analisis kriteria investasi dengan keempat skenario yang telah dihitung pada usaha pendederan gurame di Desa Petir diperoleh bahwa yang paling besar memberikan manfaat yakni pada kondisi optimal dengan padat tebar 42 ekor/m2 dan menggunakan lahan sewa. Analisis kriteria investasi pada skenario kondisi optimal 42 ekor/m2

Penerapan skenario padat tebar 42 ekor/m

dan menggunakan lahan sewa ini memiliki kelayakan yang paling cocok untuk menjalankan usaha. Sehingga dianggap paling layak karena jika dibandingkan dengan skenario pertama, kedua dan keempat nilai Internal Rate of Return (IRR) memberikan manfaat bersih yang paling tinggi.

2

dengan lahan sewa tentunya tidak terlepas dari aspek teknis budidaya. Sehingga untuk melakukan optimalisasi

43 dari padat tebar 17 ekor/m2 (aktual) menuju ke 42 ekor/m2 perlu diperhitungkan terutama untuk daya dukung perairan. Peningkatan padat tebar dapat mempengaruhi kualiatas perairan. Batas padat tebar menurut Badan Standarisasi Nasional adalah 60 ekor/m2 dengan teknisbudidaya secara intensif. Akan tetapi dengan mempertimbangkan aspek lingkungan serta keadaan di sekitar Desa Petir maka sebagai awalan untuk menjalankan usaha sebaiknya menggunakan skenario dengan padat tebar 25 ekor/m2 dengan lahan sewa. Namun jika ingin mendapatkan keuntungan lebih maksimal lagi maka yang paling cocok adalah dengan menerapkan kondisi optimal padat tebar 42 ekor/m2 dengan lahan sewa.

Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa jika peningkatan padat tebar melewati batas tertentu maka akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Sehubungan dengan adanya peningkatan padat tebar maka akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan serta kondisi ikan yang dipelihara seperti pertumbuhan ikan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) pertumbuhan ikan bergantung pada dan beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis dan kemampuan memanfaatkan pakan, ketahanan terhadap penyakit serta lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau padat penebaran.

Peningkatan padat tebar dikolam perairan dapat menyebabkan ruang gerak ikan berkurang, kompetisi dalam mengambil pakan serta akan menyebabkan terjadinya keberagaman ukuran ikan saat dipanen. Sehingga yang diharus diatasi adalah dengan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi. Berdasarkan hasil analisis Cobb Douglas maka penggunaan faktor produksi yang sudah optimal adalah TSP dan tenaga kerja. Pemberian pakan yakni berupa postal dapat diberikan secara optimal dengan mempertimbangkan banyaknya postal yang diberikan terhadap jumlah benih yang dipelihara. Pada kondisi optimal padat tebar 42 ekor/m2

Pemberian postal dilakukan selama 85 hari dan 40 hari diberikan tepung pelet selama pemeliharaan. Untuk mengatasi terjadinya keberagaman ukuran maka sebaiknya luasan kolam dipersempit yakni dengan cara memasang hapa. Sehingga pemberian pakan akan terpusat pada satu titik dan ikan tidak

44 mengeluarkan banyak energi untuk mengambil pakan. Keberagaman ukuran ikan di dalam kolam akan mengakibatkan kompetisi yang semakin besar untuk memperoleh makanan. Sehingga ikan yang berukuran kecil akan dikalahkan oleh ikan ukuran besar, akibatnya ikan menjadi stres yang berdampak pada menurunnya derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan, nafsu makan, dan memperbesar peluang terserangnya penyakit (Stickney, 1979).

Air sebagai media ikan memiliki peranan yang sangat penting baik kualitas maupun kuantitasnya. Sifat fisika, kimia dan biologi air mencakup mineral, gas terlarut, partikel tersuspensi serta jasad renik dalam air (Meade, 1989). Untuk menjaga kualitas air agar tidak terjadi kematian pada ikan yang perlu dilakukan pada daya dukung perairan adalah berupa meninggikan air, pergantian air minimal satu kali selama pemeliharaan dan memperluas saluran inlet. Agar sifat fisika, kimia dan biologi didalam perairan tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan.

Berdasarkan analisis ekonomis pada skenario padat tebar 42 ekor/m2 dengan sewa lahan (lampiran 15) nilai NPV lebih besar dari nol dan Net B/C lebih dari satu dan IRR lebih besar dari nilai tingkat suku bunga menunjukkan bahwa usaha pendederan dengan skenario tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar serta layak untuk dijalankan. Berdasarkan analisis sensitivitas pada keempat skenario adanya peningkatan harga benih 20% tidak sensitiv terhadap usaha yang dijalankan.

45

IV.KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Penggunaan input faktor produksi memberikan pengaruh nyata pada usaha pendederan gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga. Variabel yang digunakan untuk produksi pendederan gurame yakni benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja. Pada analisis dengan metode Cobb-Douglas variabel yang dianggap sama dengan kondisi aktual adalah TSP dan tenaga kerja. Beberapa aspek teknis budidaya yang dapat dioptimalkan adalah padat tebar yakni 42 ekor/m2, pengurangan jumlah postal, penambahan tepung pelet dan penggunaan urea, TSP serta kapur secara proforsional dan memperhatikan daya dukung perairan.

Sehingga yang harus dilakukan adalah dengan menjaga kualitas air seperti meninggikan air, pergantian air secara rutin minimal sekali selama pemeliharaan dan memperluas saluran inlet. Untuk mengoptimalkan agar pakan yang diberikan dapat terserap dengan baik yakni dengan menggunakan hapa selama pemeliharaan dan pengembangan usaha gurame yang optimal dapat dilakukan dengan menerapkan analisis skenario 3 yakni dengan menyewa kolam dan padat tebar gurame 42 ekor/m2.

4.2 Saran

Penggunaan input produksi sebaiknya digunakan seoptimal mungkin dengan harapan memperoleh keuntungan yang maksimal. Sebaiknya perlu ada peningkatan padat tebar benih hingga mencapai 42 ekor/m2, pengaturan dosis pemberian postal serta penerapan teknologi budidaya secara semi intensif, sehingga produksi gurame di Desa Petir dapat ditingkatkan.

46

Dokumen terkait