• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2.5 Metode Analisis Data

2.5.1 Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pendederan gurame dengan penggunaan faktor produksi yang meliputi benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas ini adalah sebagai berikut :

6

Keterangan :

Y = Produksi ikan gurame (ekor) X5 X

= Postal (kg) 1 = Padat tebar benih gurame (ekor/m2) X6 =

X

Tepung Pelet (kg)

2 = Urea (kg) X7

X

= Tenaga Kerja (Jam Kerja)

3 = TSP (kg) u = Kesalahan

X4 = Kapur (kg) e = Logaritma natural, e = 2,718

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut diubah kedalam bentuk linear dengan regresi berganda, persamaan tersebut menjadi :

LnY = ln a + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 + b7lnX7 ...(2)

Elastisitas produksi digunakan untuk adanya perubahan dari produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan. Nilai bi

1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing faktor produksi (X

pada fungsi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut :

i

H

) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :

0 : bi = 0 (faktor produksi (Xi) tidak berpengaruh terhadap produksi (Y)) H1 : bi ≠ 0 (faktor produksi (Xi) berpengaruh terhadap produksi (Y)) thitung = (bi – 0)/Sbi

Keterangan : Sbi = standard error dari b bi

- Jika t

= koefisien regresi

hitung < ttabel , maka H0 diterima, artinya Xi - Jika t

tidak berpengaruh nyata terhadap Y.

hitung > ttabel , maka H0 ditolak, artinya Xi

2) Uji statistik f (uji simultan), digunakan untuk mengetahui faktor produksi (X

berpengaruh nyata terhadap Y.

i

H

) secara bersama mempengaruhi output (Y). Hipotesis yang diuji adalah

0 H

: bi = 0 (tidak ada pengaruh) 1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)

7 Fhitung = (JKR/(k-1)) ( - Jika F JKD / (n-k)) Keterangan :

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual

n = Jumlah Sampel k = Jumlah Variabel

hitung < Ftabel, maka terima H0

- Jika F

, artinya faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi pada selang kepercayaan tertentu.

hitung > Ftabel, maka tolak H0

Untuk menguji ketepatan pada analisis fungsi produksi dilakukan uji lanjutan yakni analisis statistik dan dilakukan pula analisis ekonometrik. Adapun fungsi dari analisis ekonometrik adalah untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi (Santoso, 2000).

Normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi yaitu nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas Multikolinearitas adalah permasalahan dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Cara yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang memiliki korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi disekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso, 2000).

Bila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas merupakan masalah yang terjadi pada model regresi jika terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan :

, artinya faktor produksi secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi pada selang kepercayaan tertentu.

a) Menggunakan Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas.

8 b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan

heteroskedastisitas.

Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan 8 maka : 1 < b1 + b2 + b3 + b4 a. Jika b < 1 ……… (4) 1 + b2 + b3 + b4 b. Jika b

< 1, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambahkan maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.

1 + b2 + b3 + b4

c. Jika b

= 1, maka usaha berada dalam keadaan constant return to scale, dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan.

1 + b2 + b3 + b4

Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu :

Π = TR – TC atau pendederan ikan gurame dapat tercapai pada saat turunan

pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu :

Π = P

> 1, maka usaha berada dalam keadaan increasing return to scale, dimana proporsi penambahan output yang digunakan akan lebih besar dari penambahan proporsi input.

yY – PxiXi Py (dy/dxi) = Pxi PyPMxi = Pxi NPMxi = Pxi ………... (5)

9

2.5.2 Analisis Finansial

Analisis finansial merupakan analisis yang dilakukan pada suatu proyek yang dapat ditinjau dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam proyek tersebut. Bagian dari analisis finansial yakni analisis usaha dan analisis kriteria investasi.

2.5.2.1Analisis Usaha

Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung (Rahardi et al., 1998). Analisis usaha terdiri dari analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis payback period (PP), dan analisis break even point (BEP).

a. Analisis Pendapatan Usaha

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat didalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Π = ………….……… (6)

Keterangan :

Π = Pendapatan (Rp per panen)

Y = Total Produksi (ekor per panen)

Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit)

Py = Harga persatuan output (Rp)

Pyi = Harga persatuan input (Rp)

Py.Y = Penerimaan total (Rp) Px.ΣXi = Biaya Total (Rp)

b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu apakah cukup menguntungkan atau tidak. Secara matematis analisis biaya imbangan dirumuskan sebagai berikut :

R/C = ………... (7)

Keterangan :

TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp)

TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp)

10 - R/C > 1, usaha menguntungkan

- R/C = 1, usaha impas - R/C = 1, usaha rugi

c. Payback period (PP)

Payback period merupakan lama waktu yang dibutuhkan proyek atau usaha untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar pengeluaran awal. Metode payback period menurut Martin, et al. (1991) secara sistematis dinyatakan dalam rumus berikut:

Payback Period =

d. Analisis Break Event Point (BEP)

Break Event Point merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi Break Event Point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan serta dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki. Menurut Martin, et al. (1991) BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis seperti ini:

BEP (Nilai Produksi) = ………..………… (8) BEP (Volume Produksi) = ……….. (9)

Keterangan:

TFC = Biaya tetap total (Rp) AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp) Py = Harga komoditas (Rp per ekor) 2.5.2.2 Analisis Kriteria Investasi

Analisis kriteria investasi merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Analisis kriteria investasi terdiri dari NPV, Net B/C dan IRR.

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dan present value pengeluaran. Secara matematis NPV dinyatakan dalam rumus berikut :

11

NPV = ……….………... (10)

Dengan kriteria usaha sebagai berikut : - NPV < 0 , usaha tidak layak

- NPV = 0, usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas)

- NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan karena akan dapat menghasilkan keuntungan

Keterangan:

Bt = Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp)

Ct = Biaya usaha pada tahun ke t (Rp)

i = Discount rate (%)

t = Umur proyek (5 tahun)

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negative. Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus :

Net B/C = ………(11)

Syarat : Bt – Ct > 0 Ct – Bt < 0 Dengan kriteria usaha :

- Net B/C < 1, berarti usaha itu sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan

- Net B/C > 1, berarti usaha itu akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan

Keterangan :

Bt = Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) Ct = Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) t = Umur Proyek (5 tahun)

12

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus

IRR = i + (i’ – i”) Dengan kriteria usaha:

IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan

IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan

Keterangan :

i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%)

i” = discount rate yang menghasilkan NPV

-a) Usaha pendederan gurame adalah pemeliharaan benih ukuran kuaci (2-2,5 cm) hingga ukuran korek (10-11 cm).

(%)

NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’(Rp)

NPV” = NPV pada tingkat bunga i”(Rp) 2.5.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha pendederan ikan gurame, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga pakan. Pakan merupakan faktor produksi yang utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitive sampai dengan usaha tidak layak untuk dijalankan.

2. 6 Batasan dan Pengukuran

b) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah gurame ukuran korek (10-11 cm).

c) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri dari benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja

13

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Kondisi umum daerah pendederan gurame diwilayah Desa Petir ini meliputi letak dan keadaan umum, kependudukan, sarana dan prasarana.

3.1.1 Letak dan Keadaan Umum

Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 2.437.636 Ha. Kecamatan Dramaga memiliki 10 Desa diantaranya adalah desa Cikarawang, Babakan, Dramaga, Ciherang, Petir, Sukawening, Neglasari, Purwasari, Sukadamai dan Sinarsari. Desa Petir (Gambar 1) merupakan desa yang paling dominan dalam budidaya gurame. Desa Petir memiliki luas 448,25 Ha yang terdiri dari pesawahan 210 Ha, pekarangan 20 Ha, empang 20 Ha, perumahan 190 Ha, makam 4 Ha dan lainnya 8,25 Ha (Data Potensi Desa, 2010). Peta Desa Petir dapat dilihat pada Lampiran 1. Tekstur tanah yang terdapat di daerah Desa Petir yakni berupa tanah liat berpasir hal ini sangat cocok untuk melakukan budidaya. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) tekstur tanah merupakan bagian yang perlu diperhatikan. Jenis tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat berpasir. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang atau dinding kolam.

Gambar 1. Desa Petir, Kecamatan Dramaga,Kabupaten Bogor Sumber : www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

14 Selain itu Desa Petir memiliki ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan air laut, sehingga sangat cocok untuk melakukan budidaya gurame karena menurut Jangkaru (2002) ikan gurame dapat hidup dan tumbuh normal, sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan air laut. Sumber air yang terdapat di Desa Petir terdiri dari 3 sumber air yakni berasal dari PAM sebanyak 155 saluran, sumur gali dan sumur dangkal sebanyak 1.182 saluran, mata air sebanyak 1.829 saluran, sehingga yang paling dominan air berasal dari mata air. Adapun suhu berkisar antara 24-28 o

3.1.2 Kependudukan

C dengan pH perairan sekitar 6,5-8 (Data potensi Desa, 2010).

Berdasarkan data potensi dan kelurahan tahun 2010 wilayah Desa Petir memiliki 45 unit rukun tetangga dan 9 unit rukun warga dengan jumlah tempat tinggal sebanyak 2.638 unit. Panjang jalan yang dimiliki oleh Desa yakni 14 km dengan akses penggunaan alat transportasi berupa motor 700 unit, mobil angkutan 24 unit, truk 2 unit dan sedan 2 unit. Jumlah penduduk di wilayah Petir adalah 12.850 orang yang terdiri dari 6.539 orang laki-laki dan 6.311 orang perempuan. Jumlah penduduk Desa Petir jika ditinjau dari tingkat pendidikannya adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Petir Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010

No Pendidikan Orang %

1 Belum Sekolah 1.510 11,73

2 Tidak Tamat SD/Sederajat 1.055 8,20

3 SD 4.870 37,83

4 SMP 3.100 24,08

5 SMA 2.320 18,02

6 Akademi 6 0,05

7 Universitas / Perguruan Tinggi 12 0,09

Jumlah 12.873 100

Sumber : Data Potensi Desa, 2010

Jenis pekerjaan di wilayah Desa Petir terdiri atas petani, buruh, penggali, karyawan perusahaan, buruh pabrik, buruh bangunan, pedagang, sopir, ojek, PNS, guru dan pemangkas rambut. Pekerjaan buruh baik itu buruh tani, buruh bangunan maupun buruh pabrik adalah pekerjaan yang paling dominan yakni mencapai 46,18% dan 15,43% bekerja sebagai petani/pembudidaya, sisanya untuk pekerjaan

15 yang lain. Secara rinci jenis pekerjaan dari penduduk di wilayah Desa Petir disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2010 No Jenis Pekerjaan Orang %

1 Petani (Petani Ikan, Palawija, dll) 568 15,43 2 Buruh 1.700 46,18 3 Penggali 12 0,33 4 Karyawan Perusahaan 360 9,78 5 Buruh Pabrik 10 0,27 6 Tukang/Buruh Bangunan 550 14,94 7 Pedagang 240 6,52 8 Sopir 120 3,26 9 Tukang Ojek 58 1,58 10 PNS 41 1,11 11 Guru 20 0,54 12 Pemangkas Rambut/Salon 2 0,05 Jumlah 3.681 100

Sumber : Data Potensi Desa, 2010

3.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan faktor pendukung dari keberhasilan suatu wilayah. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah Desa Petir adalah tempat ibadah, pos hansip, pelayanan kesehatan, rumah makan, sarana perekonomian dan sarana pendidikan. Secara rinci disajikan dalam Tabel 4. Selain itu sarana seperti transportasi yang terdapat di Desa Petir didominasi sepeda motor sebanyak 700 unit, angkutan 24 unit, sedan 2 unit dan truk 2 unit dengan panjang jalan yakni 14 km (Data Potensi Desa, 2010).

Tabel 4. Sarana dan Prasarana Desa Petir Tahun 2010

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Masjid 22 2 Musolah 17 3 Pos Hansip 30 4 Posyandu 11 5 Pos KB 1 6 Rumah Makan 2 7 Toko 4 8 Sarana Pendidikan - TK - RA - SD Negeri - SDIT - SMP Swasta - Pesantren 1 1 6 1 1 3

16

3.2 Karakteristik Pembudidaya

Umumnya warga Desa Petir yang menjadi pembudidaya, mereka memiliki lahan sendiri untuk melakukan usaha budidaya ikan gurame. Usaha tersebut dilakukan perorangan dan sebagian besar merupakan usaha utama. Secara keseluruhan mereka melakukan budidaya ikan gurame dengan menggunakan kolam tanah. Responden pembudidaya ikan gurame berkisar antara 28-65 tahun dengan rata-rata usia 50 tahun. Sebanyak 6 orang dari 16 responden para pembudidaya memiliki pendidikan yang rendah yakni tidak tamat sekolah. Jumlah yang tidak tamat 6 orang, lulusan SD 4 orang, lulusan SMP 3 orang, lulusan SMA 1 orang, Diploma 1 orang dan Sarjana 1 orang.

Adapun mengenai pengalaman budidaya rata-rata memiliki pengalaman diatas 2 tahun dan yang paling lama memiliki pengalaman budidaya hingga 30 tahun. Para pembudidaya yang melakukan usaha budidaya ikan gurame ini 50% atau sebanyak 8 orang menjadikan usaha budidaya gurame secara sampingan sedangkan 50% atau sebanyak 8 orang menjadikan sebagai usaha utama. Sebagian besar usaha gurame yang mereka jalankan dilakukan dari hasil memperoleh keuntungan ataupun upah dari bertani dan usaha gurame ini dijadikan pekerjaan sampingan karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan penghasilan.

Gambar 2. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Padat Tebar Gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

Para pembudidaya gurame di Desa Petir masih tergolong tradisional dan mereka melakukan budidaya berdasarkan pengalaman. Salah satu yang

17 menggambarkan para pembudidaya tergolong tradisional adalah pada aspek utama kegiatan budidaya yakni padat tebar. Korelasi antara padat tebar dengan luas lahan yang dimiliki oleh para pembudidaya di Desa Petir tidak teratur (Gambar 2). Seharusnya semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin banyak jumlah benih yang ditebar. Sehubungan dengan kurangnya memperhitungkan jumlah benih yang ditebar, maka output benih yang dihasilkan oleh para pembudidaya di Desa Petir belum optimal. Sehingga jumlah output benih yang dihasilkan di Desa Petir hanya mencapai 133.500 ekor per musim tanam.

Pelatihan ataupun penyuluhan yang diadakan oleh dinas terkait baik itu dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor maupun dari KKP jarang mereka ikuti. Hal ini terbukti dengan 75% atau sebanyak 12 orang belum pernah mengikuti pelatihan dan 25% atau sebanyak 4 orang pernah mengikuti pelatihan. Para pembudidaya gurame di Desa Petir ini memiliki kolam sendiri untuk melakukan usaha budidaya gurame dan sebagian besar mereka menggarap sendiri untuk melakukan usaha.

3.3 Teknik Pendederan Ikan Gurame

Pendederan merupakan kegiatan lanjutan setelah proses pembenihan. Kegiatan pendederan yang dilakukan di Desa Petir dimulai dari pendederan tahap ke 3 hingga tahap ke 5. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (2000) pendederan tahap 3 dimulai dari ukuran kuaci/kuku kelingking (2-4 cm) sampai jempol (4-6 cm), pendederan tahap 4 dimulai dari jempol (4-6 cm) sampai silet (6-8 cm) dan tahap 5 dimulai dari silet (6-(6-8 cm) sampai korek/jinggo ((6-8-11 cm). Adapun tahapan kegiatan pendederan ikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2010) dan disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan di Desa Petir kegiatan pendederan terdiri atas persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan ikan, pemberian pakan, pencegahan hama penyakit, pemanenan dan pemasaran.

3.3.1 Persiapan Kolam

Persiapan kolam dilakukan untuk menyiapkan proses budidaya. Kolam yang digunakan oleh para pembudidaya gurame di Desa Petir yakni berupa kolam tanah dengan ukuran per kolam seluas 80-400 m2. Pada tahapan persiapan kolam

18 ini yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan wadah dengan cara membuka saluran outlet (Gambar 3a) dan menutup saluran inlet. Untuk saluran inlet dan outlet digunakan pipa PVC dengan ukuran 3-4 inch karena pipa PVC bersifat tahan lama dan tidak mudah lapuk. Kolam yang sudah kering dibiarkan selama 5 hari. Setelah itu tanah dicangkul lalu diratakan kembali dengan tujuan ketika nanti diairi, tanah menjadi lembut dan lubang-lubang tanah akan tertutup sehingga air tidak akan keluar akibat bocor dari pori-pori tersebut.

Selanjutnya tahapan kedua adalah pemeriksaan pematang. Pematang merupakan hal yang sangat penting. Ukuran pematang disesuaikan dengan luas kolam. Semakin luas kolam maka pematang yang dibuat lebih lebar. Pematang yang dibuat dari tanah biasanya ditumbuhi rumput, oleh karena itu rumput yang tumbuh disekitar pematang dibersihkan terlebih dahulu. Berikutnya adalah pembuatan kemalir (Gambar 3b). Kemalir dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pengeringan kolam dan ketika panen benih ikan akan mudah di ambil.

Setelah proses pengeringan dan perbaikan pematang dilakukan kemudian kolam diberi kapur dengan tujuan untuk meningkatkan pH air, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, menetralisir senyawa-senyawa beracun baik organik maupun non anorganik, merangsang populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Proses pengapuran dilakukan dengan cara menebarkannya pada sisi kolam. Dosis kapur yang digunakan oleh para pembudidaya secara keseluruhan belum memenuhi standar nasional karena masih ada yang menggunakan kapur melebihi standar yang ditetapkan.

(a) (b)

Gambar 3. Saluran Outlet (a) dan Kemalir dalam Kolam Pendederan Gurame di Desa Petir (b)

19 Dosis penggunaan kapur yang digunakan oleh para pembudidaya beragam. Dosis terkecil adalah 0,05 kg/m2 dan terbesar adalah 0,15 kg/m2.Jumlah kapur yang diberikan dihitung berdasarkan luas lahan. Adapun penggunaan kapur jika dihubungkan dengan luas lahan terlihat bahwa semakin luas lahan maka jumlah kapur yang diberikan semakin banyak, namun pada Gambar 4 terlihat adanya korelasi yang tidak teratur, karena pembudidaya di Desa Petir menentukan dosis kapur berdasarkan pengalaman. Sehingga jika dibandingkan dengan Badan Standarisasi Nasional (2000) dosis kapur untuk proses pendederan ikan gurame yang digunakan sebaiknya tidak boleh melebihi ataupun kurang dari 50 gr/m2 atau 0,05 kg/m2

Gambar 4. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Kapur di Desa Petir, Kecamatan Dramaga

.

Proses selanjutnya adalah pemupukan, yakni dengan mencampurkan urea 1 kg, TSP 1,5 kg dan postal secukupnya. Dosis pemberian pupuk anorganik yang dilakukan oleh para pembudidaya Desa Petir rata-rata hampir sama. Tujuan dari pemupukan ini adalah untuk menumbuhkan pakan alami didalam wadah. Secara aktual penggunaan urea di Desa Petir didasarkan pada jumlah kolam yang dimiliki dan tidak memperhitungkan luasan kolam. Untuk satu kolam diberikan urea sebanyak 1,5 kg. Banyaknya penggunaan urea yang diberikan seharusnya berhubungan dengan luas lahan yang dimiliki. Semakin luas lahan maka penggunaan urea semakin banyak, akan tetapi korelasi antara urea dan luas lahan memiliki hubungan yang berbeda-beda (Gambar 5a). Selanjutnya adalah pemberian TSP. Pemberian TSP secara keseluruhan untuk masing-masing

20 pemudidaya yakni sama yakni 1 kg. Sehingga apabila dilihat pada Gambar 5b korelasi antara luas lahan dengan pemberian TSP tidak berpengaruh.

(a) (b)

Gambar 5. Grafik Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan Urea (a) dan Korelasi Antara Luas Lahan dengan Penggunaan TSP (b)

Setelah proses pemupukan selesai maka dilakukan pengisian air. Sumber air yang digunakan di Desa Petir untuk budidaya ikan berasal dari air permukaan. Air permukaan merupakan air yang mengalir masuk ke kolam mengikuti arah gravitasi dari saluran irigasi yang dialirkan dari mata air ataupun dari sungai. Air yang baik yaitu tidak tercemar oleh cemaran fisik, kimia dan biologi dari alam, industri, pemukiman dan pertanian (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Pengisian air pada tahapan awal dilakukan hingga mencapai tinggi 60 cm dan berikutnya setelah ukuran gurame bertambah pengisian air hingga mencapai 80 cm.

3.3.2 Penebaran Benih

Penebaran benih dilakukan setelah kolam banyak ditumbuhi plankton. Benih yang ditebar berasal dari pembudidaya diwilayah Desa Petir, Situ Daun dan Ciseeng dengan ukuran kuaci sekitar 2-2,5 cm (Gambar 6a). Pada proses penebaran benih sebelum melakukan penebaran terlebih dahulu dilakukan proses aklimatisasi selama 45 menit dengan tujuan untuk menghindari stress pada ikan

Dokumen terkait