• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 Semi Intensif (Hatimah,et al 199 dalam

3.6 Analisis Optimalisasi Penggunaan Input

dengan asumsi input yang lain tetap (cateris paribus) maka masing–masing output akan meningkat sebanyak 0,093 ; 0,005 ; 0,081 dan 0,174.

Analisa Return to Scale (RTS) merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha pendederan gurame ini berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha tersebut dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Hasil penghitungan penjumlahan besaran elastisitas atas variabel X1 (benih gurame), X2 (urea), X4 (kapur), X5 (postal) dan X6

3.6 Analisis Optimalisasi Penggunaan Input

(tepung pelet) adalah sebesar 1,103. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha pendederan gurame di Desa Petir dalam kondisi increasing to scale yang artinya penambahan proporsi input produksi akan meningkatkan proporsi penambahan output. Dengan demikian usaha pendederan gurame di Desa Petir ini masih berpeluang ditingkatkan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum.

Prinsip optimalisasi penggunaan input adalah upaya yang dilakukan agar menggunakan input seoptimal mungkin agar menghasilkan output yang maksimal (Soekartawi, 1994). Hasil perhitungan untuk Nilai Produksi Marginal (NPM), input dan output yang optimal serta rasio NPM dengan harga input pada usaha pendederan gurame Desa Petir disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Nilai NPM, Input dan Output yang Optimal, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi

No

pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir

Keterangan bi Pxi NPM NPM/Pxi Aktual per m

Optimal per m

2 2

1 Output (ekor) 1200 9,448 34,283 2 Benih Gurame (ekor) 0,752 200 574,657 2,873 14,827 42,601 3 Urea (Kg) 0,093 2000 135436,293 67,718 0,008 0,525 4 Kapur (Kg) 0,005 2500 687,097 0,275 0,075 0,021 5 Postal (Kg) 0,081 1000 245,780 0,246 3,724 0,915 6 Tepung Pelet (Kg) 0,174 6000 22825,881 3,804 0,086 0,329

Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan :

bi : Elastisitas Produksi Pxi :Harga Produksi

34 Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa harga rata-rata untuk output sebesar Rp. 1.200, benih gurame sebesar Rp. 200, Urea Rp. 2.000, Kapur Rp. 2.500, Postal Rp. 1.000, Tepung Pelet Rp. 6.000 dan Tenaga Kerja Rp. 5.000. Berdasarkan rasio NPM dengan Pxi, jika nilai yang dihasilkan kurang dari satu maka penggunaan input produksi belum optimal dan harus dikurangi sedangkan apabila lebih dari satu maka penggunaan input belum optimal dan masih perlu ditambahkan (Soekartawi, 1994).

Umumnya pada kondisi aktual penebaran benih tidak memperhitungkan antara jumlah benih yang akan ditebar dengan luasan kolam. Sehingga padat tebar pada masing-masing pembudidaya berbeda. Kolam yang dimiliki pembudidaya dengan ukuran 80 m2 padat tebar mencapai 19-25 ekor/m2 sedangkan kolam dengan ukuran 375-400 m2 padat tebar hanya mencapai 7-15 ekor/m2. Oleh karena itu padat tebar untuk gurame di Desa Petir perlu dilakukan optimalisasi. Sehingga capaian output gurame yang dihasilkan dapat lebih maksimal. Berdasarkan Tabel 9 padat tebar optimal untuk benih gurame yakni sebesar 42 ekor/m2 atau peningkatan jumlah benih pada masing-masing pembudidaya yakni sebanyak 2,873 kali. Peningkatan padat tebar dalam wadah pemeliharaan tentunya perlu mempertimbangkan batas tertentu, apabila melewati batas maka akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan yang akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996).

Selain benih yang perlu dilakukan optimalisasi yakni urea. Hasil analisis menunjukkan bahwa urea dapat ditingkatkan hingga mencapai 67,718 kali. Penggunaan urea secara optimal sebesar 0,525 kg/m2 dari kondisi aktual 0,008 kg/m2. Penggunaan tepung pelet dapat dinaikkan hingga 3,804 kali dari kondisi aktual 0,086 kg/m2 menjadi 0,329 kg/m2

Penggunaan kapur untuk mencapai optimal sebesar 0,021 kg/m

. Perhitungan rasio NPM dan Pxi yang kurang dari satu adalah kapur dan pakan postal dengan masing-masing nilai sebesar 0,275 dan 0,246. Penggunaan input tersebut masih belum optimal sehingga perlu dilakukan pengurangan input untuk menambahkan output yang dihasilkan.

2 dari kondisi aktual 0,075 kg/m2 perlu dikurangi sebanyak 0,275 kali. Menurut

35 Saparinto (2008) penggunaan dosis kapur yang diberikan untuk budidaya gurame yang baik yakni 0,015-0,025 kg/m2. Penggunaan postal untuk mencapai optimal sebesar 0,915 kg/m2 dari kondisi aktual 3,724 kg/m2 perlu dikurangi sebanyak 0,246 kali. Jika penggunaan input produksi yang optimal ini diterapkan, dimulai dari padat tebar secara aktual 15 ekor/m2 menjadi optimal sebanyak 25 ekor/m2 ataupun 42 ekor/m2 maka output yang dihasilkan pun akan mengalami peningkatan. Dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup (SR) sebesar 65% maka output yang dihasilkan akan mengalami peningkatan dari 10 ekor/m2 masing– masing menjadi 16 ekor/m2 dan 28 ekor/m2 setiap musim tanam per tahun. Oleh karena itu optimalisasi input produksi dapat menghasilkan output optimal sebesar 42,601 ekor/m2 dari kondisi aktual 14,827 ekor/m2.

Berdasarkan analisis Cobb Douglas padat tebar optimal 42 ekor/m2 dan menurut Hatimah, et al (1992) dalam Jangkaru (2002) padat tebar untuk pendederan gurame yakni sebanyak 25 ekor/m2

3.7 Analisis Finansial

. Berkaitan dengan hal tersebut untuk melakukan peningkatan harus disesuaikan dengan penerapan teknologi budidaya yang cocok. Penerapan teknologi yang dapat digunakan yakni dapat berupa pemeliharaan gurame dengan menggunakan hapa pada kolam, sehingga dengan seperti itu pemberian postal dapat lebih efektif dan dapat dikurangi. Pemberian pakan lebih terpusat pada satu tempat, sehingga gurame dapat terbiasa pada tempat tersebut dan mudah mengetahui letak pakan yang diberikan. Teknologi pemeliharaan gurame dengan hapa ini dapat meningkatkan pertumbuhan benih (Agromedia, 2007). Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan juga ketika adanya peningkatan padat tebar. Penggantian air dapat dilakukan secara berkala sebanyak minimal 2 kali selama pemeliharaan gurame. Menurut Saparinto (2008) pergantian air dapat membantu penggelontoran sisa kotoran dan pakan. Untuk pergantian air sebaiknya tidak menimbulkan arus.

Analisis finansial merupakan analisis yang dilakukan pada suatu proyek yang dapat ditinjau dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam proyek tersebut. Analisis finansial pada usaha pendederan ikan gurame di Desa Petir ini meliputi analisis usaha, analisis kriteria investasi dan analisis kriteria sensitivitas.

36

3.7.1 Analisis Usaha

Untuk melakukan peningkatan hasil budidaya tentunya membutuhkan biaya. Berdasarkan tabel 10 adanya peningkatan dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel pada masing–masing kondisi yakni untuk biaya investasi dan biaya tetap pada kondisi aktual Rp. 32.214/m2 (investasi) dan Rp. 3.139/m2 (biaya tetap) menjadi optimal Rp. 38.873/m2 (investasi) dan Rp. 11.496/m2 (biaya tetap) per tahun, yakni dengan musim tanam sebanyak 2 kali dan pola tanam sebanyak 8 siklus per tahun pada 4 buah kolam maka keuntungan yang diperoleh jika pada kondisi aktual Rp. 5.143/m2 meningkat pada kondisi optimal menjadi Rp. 29.129/m2.

Tabel 10 Kenaikan Biaya Investasi, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Gurame di Desa Petir per m2

Uraian

Kondisi Aktual dan Optimal

Kondisi

Aktual (m2) Optimal (m2) Kenaikan (%)

Investasi (Rp) 32.214 38.873 121% Biaya Tetap (Rp) 3.139 11.496 366% Biaya Variabel (Rp) 14.847 25.833 174% Total Penerimaan (Rp) 23.126 66.458 287% Keuntungan (Rp) 5.143 29.129 566% Tambahan Modal (Rp) 19.342

Sumber : Data Primer, 2011

Peningkatan biaya tersebut secara keseluruhan terjadi karena adanya peningkatan pada tebar. Sehingga apabila padat tebar ditingkatkan maka akan mempengaruhi biaya produksi. Secara ekonomis peningkatan produksi didapatkan berdasarkan biaya. Sehingga hasil analisis yang diperoleh untuk kenaikan biaya yang paling besar dari aktual ke optimal adalah biaya tetap dengan kenaikan 366%. Analisis usaha pada usaha pendederan ikan gurame di Desa Petir meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period (PP) dan analisis Break Even Point (BEP).

Dokumen terkait